Dokumen tersebut membahas interaksi antara obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) dengan obat-obat lain. AINS diklasifikasikan menjadi penghambat siklooksigenase dan penghambat nonsiklooksigenase. AINS seperti aspirin, ibuprofen, dan naproksen dapat berinteraksi dengan obat-obat lain seperti antikoagulan, diuretik, dan antihipertensi sehingga meningkatkan risiko efek samping.
1. INTERAKSI OBAT-OBAT ANTI-INFLAMASI
NONSTEROID (AINS)
Dibagi 2 golongan :
penghambat siklooksigenase (COX)
pengobatan inflamasi
penghambat nonsiklooksigenase antirematik
dan terapi GOUT
2. OBAT-OBAT AINS PENGHAMBAT COX
COX inhibitor meliputi antipiretik, anti-
inflamasi, analgesik dan analgesik
nonnarkotik.
AINS hanya untuk terapi simptomatik
hanya menekan radang, panas atau nyeri
untuk mengobati nyeri ringan hingga
sedang, demam, artritis dan gangguan
berupa radang, termasuk gout dan
hiperurikemia.
Sebagian besar AINS efektif untuk terapi
artritis rematoid, osteoartritis dan sindroma
muskuloskeletal lokal seperti kesleo, otot
kaku dan nyeri punggung.
4. Farmakodinamika
► Prostaglandin : mediator kimia penting dalam proses
inflamasi.
► Penghambatan biosintesis PG gangguan reaksi
biokimia yang mengarah pada inflamasi.
► Efek AINS : melalui penghambatan sintesis prostaglandin
(PG), melalui penghambatan enzim siklooksigenase yaitu
enzim yang mengkatalisis pembentukan PG
endoperoksida PGG2 dan PGH2 dari asam arakidonat.
► Akibatnya sintesis semua PG dari endoperoksida ini
dihambat.
► Mekanisme anti-inflamasi yang lain adalah melalui
penghambatan jalur lipoksigenase, tetapi bukan
merupakan mekanisme kerja AINS.
5. Pengontrolan suhu tubuh : di pusat termoregulatori di
hipotalamus.
Pusat ini mengatur keseimbangan antara panas tubuh
yang hilang dan panas yang diproduksi. Demam :
keseimbangan ini terganggu karena produksi panas yang
berlebih.
Proses inflamasi dan atau adanya endotoksin bakteri
menyebabkan pelepasan interleukin-1 (IL-1) dari
makrofag yang menginduksi sintesis PG tipe E di
hipotalamus kemudian menyebabkan peningkatan
suhu tubuh.
Obat AINS menghambat enzim siklooksigenase
sehingga menghambat sintesis PGE dilatasi
pembuluh darah diikuti turunnya suhu tubuh.
6. Efek samping
biasanya terjadi bila seseorang minum dosis tinggi
dalam waktu yang lama.
Efek samping berupa gangguan saluran cerna, kulit,
ginjal dan yang agak jarang gangguan di hati, darah dan
sumsum tulang.
Efek samping yang sering adalah dispepsia, diare atau
konstipasi, mual dan muntah berlanjut karena
pemakaian kronis dapat terjadi erosi gastritis, tukak
lambung dan perdarahan serius.
Mekanisme terjadinya efek samping adalah melalui
penghambatan enzim siklooksigenase-1 sehingga
menghambat sintesis PGE2 yang bertugas mengatur
sekresi asam lambung dan perlindungan mukosa.
7. Interaksi obat AINS
Asetosal menggeser ikatan obat-protein AINS lain.
dengan heparin dan antikoagulan oral beresiko terjadi
perdarahan karena AINS menghambat agregasi
platelet dan menggeser antikoagulan dari ikatannya
dengan protein sehingga terjadi efek potensiasi.
dengan sulfonamida, sulfonamida dari ikatannya
dengan protein oleh salisilat kadar sulfonamid bebas
meningkat toksisitas.
dengan litium atau metotreksat meningkatkan toksisitas
karena laju ekskresinya dikurangi sehingga kadar litium
atau metotreksat plasma meningkat.
dengan probenesid juga perlu dimonitor karena bisa
terjadi efek potensiasi.
dengan diuretik loop dan antihipertensi, karena
pemakaian AINS bersama diuretik loop atau
antihipertensi menurunkan efektivitas kedua obat ini.
8. Interaksi Asetosal
Heparin dan antikoagulan oral : meningkatkan
resiko perdarahan dan memperpanjang waktu
pembekuan darah.]
Antasida : mengurangi laju absorpsi asetosal
Senyawa yang mengasamkan urin (vitamin C, Na-
posfat, NH4Cl) : menurunkan laju ekskresi asam
salisilat dengan cara meningkatkan laju reabsorpsi.
Senyawa yang membasakan urin (metotreksat) :
meningkatkan laju eksresi asetosal.
Alkohol : meningkatkan resiko perdarahan
Penisilin : asetosal meningkatkan waktu paro
penisilin karena berkompetisi dengan penislinpada
transport aktif di tubulus renal.
9. Interaksi Asetosal
Vankomisin : meningkatkan resiko ototoksisitas
ACE (angiotensin converting enzyme) inhibitor
(kaptopril) : menurunkan efek antihipertensi
Kortikosteroid : meningkatkan laju ekskresi asetosal
sehingga menurunkan kadar plasma
Penghambat karbonat anhidrase (asetazolamida):
walaupun meningkatkan ekskresi asetosal juga
mem-potensiasi toksisitasnya dengan menginduksi
metabolik asidosis dan meningkatkan penetrasinya
ke jaringan.
Metotreksat : asetosal menurunkan laju ekskresi
metotreksat sehingga meningkatkan kadar plasma
dan toksisitasnya
Sulfonilurea (mis. Tolbutamid) : dosis besar
asetosal meningkatkan efek sulfonilurea.
10. Diflunisal
• Diflunisal adalah derivat difluorofenil dari
asam salisilat yang tidak dimetabolisme
menjadi asam salisilat.
• Obat ini lebih poten dari pada asetosal
sebagai analgesik dan anti-inflamasi, tapi
tidak punya efek antipiretik.
11. Interaksi Diflunisal
Antasida : menurunkan kadar plasma diflunisal
AINS lain : tidak boleh dipakai bersama AINS lain
karena meningkatkan resiko iritasi dan perdarahan
saluran cerna
Asetaminofen : penggunaan bersama keduanya
dalam jangka panjang dapat meningkatkan resiko
kerusakan ginjal
Beta bloker : mengurangi efek antihipertensi dari
beta-bloker dan antihipertensi lain
Sefamandol, Sefoperazon, asam valproat :
meningkatkan resiko hipoprotrombinemia
Kolsikin, glukokortikoid, suplemen kalium, alkohol :
meningkatkan resiko resiko iritasi dan perdarahan
saluran cerna
12. Interaksi Diflunisal
Siklosporin : meningkatkan resiko nefrotoksisitas
Digoksin, metotreksat, fenitoin, insulin,
antidiabetika oral atau diuretik loop : peningkatan
kadar plasma obat-obat tersebut sehingga
meningkatkan toksisitas
Heparin, antikoagulan oral dan antitrombolitik :
meningkatkan waktu pembekuan darah dan resiko
perdarahan
Probenesid : meningkatkan kadar plasma diflunisal
13. Indometasin
Indometasin adalah derivat
asam asetat indol yang 20-30
kali lebih poten aktivitas
analgesik, antipiretik dan anti-
inflamasinya dibanding asetosal.
Semua senyawa yang
berinteraksi dengan diflunisal
berinteraksi juga dengan
indometasin.
14. Interaksi Indometasin
Aminoglikosida : meningkatkan resiko toksisitas
aminoglikosida karena peningkatan kadar plasma
Depresan sumsum tulang belakang : dapat meningkatkan efek
leukopenia dan trombositopenia dari senyawa ini
Probenesid : memperlama waktu paro indometasin sehingga
meningkatkan toksisitas indometasin
Zidovudin : pemakaian bersama keduanya meningkatkan efek
samping keduanya
Litium : meningkatkan kadar plasma dan toksisitas litium
Inhibitor agregasi platelet : meningkatkan resiko iritasi saluran
cerna dan perdarahan
Diflunisal : meningkatkan kadar plasma dan toksisitas
indometasin.
15. Diklofenak
Diklofenak adalah derivat asam fenilasetat yang efek
analgesik, antipiretik dan anti-inflamasinya sebanding
dengan indometasin.
Kerjanya bukan saja melalui penghambatan enzim
siklooksigenase tapi juga mampu menurunkan
bioavailabilitas asam arakidonat dengan meningkatkan
konversinya menjadi trigliserida.
Seperti halnya AINS lain diklofenak diabsorpsi dengan
cepat setelah pemakaian oral dan mengalami first pass
metabolism sehingga bioavailabilitasnya di sistemik tinggal
50%.
16. Interaksi Diklofenak
Diklofenak berinteraksi dengan simetidin
dimana terjadi peningkatan kadar plasma
diklofenak. Simetidin (suatu agonis
reseptor histamin-2) juga berikatan
dengan sitokrom P450 dan mengurangi
aktivitas enzim oksidase hepatik.
Diklofenak juga berinteraksi dengan obat-
obat yang berinteraksi dengan
indometasin.
18. Interaksi Ibuprofen
Asetaminofen : penggunaan keduanya dalam jangka
panjang meningkatkan resiko nefrotoksisitas
Antihipertensi : menurunkan efektivitas antihipertensi
Alkohol dan AINS lain : meningkatkan resiko
perdarahan dan efek samping saluran cerna
Depresan sumsum tulang belakang : meningkatkan
efek leukopenia dan trombositopenia.
Sefamandol, sefoperazon dan asam valproat :
meningkatkan resiko hipoprotrombinemia, tukak dan
perdarahan.
Kolsikin, penghambat agregasi platelet ,
kortikosteroid, suplemen kalium : meningkatkan
resiko efek samping dan perdarahan saluran cerna
19. Interaksi Ibuprofen
Siklosporin : resiko nefrotoksisitas, juga berakibat
meningkatnya kadar plasma siklosporin.
Digoksin : meningkatkan kadar plasma digoksin sehingga
meningkat pula toksisitasnya.
Diuretik (termasuk diuretik hemat kalium dan tiazida) :
menurunkan efektivitas diuretik.
Heparin, antikoagulan oral dan trombolitik : meningkatkan
efek antikoagulan sehingga resiko perdarahan meningkat
Insulin dan antidiabet oral : Peningkatan efek hipoglikemik
Litium : peningkatan kadar plasma litium
Metotreksat : ibuprofen dan AINS lain dikontraindikasikan
untuk pasien yang diterapi dn metotreksat karena
kombinasi ini dapat menurunkan klirens metotreksat
sehingga meningkatkan resiko toksisitas metotreksat.
Probenesid : peningkatan kadar palsma dan toksisitas
ibuprofen
20. Naproksen
Naproksen adalah derivat asam fenilpropionat yang
mempunyai aktivitas anti-inflamasi, analgesik dan
antipiretik.
Waktu paronya cukup panjang sehingga memungkinkan
diberikan satu atau dua kali sehari.
Naproksen mengalami metabolisme fase I dan II dan
diekskresi dalam bentuk konjugat tak aktif atau asam
bebasnya.
Efek samping saluran cerna kurang dari asetosal tapi
dua kali lipat efek samping ibuprofen.
Interaksi obat dengan naproksen sama dengan AINS
lain.
21. Asam fenamat
Asam mefenamat dan meklofenamat adalah derivat
asam fenamat.
Efek anti-inflamasi dihasilkan karena kemampuan
penghambatan siklooksigenase dan posfolipase.
Keduanya menalami metabolisme fase I dan II.
Metabolit konjugat diekskresikan lewat urin dan
metabolut tak-terkonjugasi diekskresikan lewat feses.
Efek anti-inflamasi tidak terlalu kuat dibandin AINS
lain. Interaksi obat sama dengan AINS lain.
Efek samping salauran cerna lebih parah dan sering
dibanding AINS lain sehingga golongan ini jarang
digunakan secara luas.
22. Oksikam (asam enolat)
Meloksikam
Golongan enolkarboksamida, suatu derivat oksikam.
Penghambat COX 1 dan -2 tapi lebih selektif
terhadap COX-2.
Absorpsinya lambat, sedang waktu paronya panjang.
Efek samping dan interaksi obat sama dengan AINS
lain.
Diketahui meloksikam dapat menurunkan efek
diuretik dari furosemid.
23. Piroksikam
Piroksikam menghambat COX-1 dan -2 secara tidak
selektif. Pada konsentrasi tinggi mampu menghambat
migrasi leukosit PMN (polymorphonuclear).
Piroksikam diabsorpsi dengan cepat, dan karena
mengalam sirkulasi enterohepatik maka waktu paronya
sangat panjang sehingga bisa diberikan satu kali sehari.
Efek samping dan interaksi obat sama dengan AINS
lain.
24. Asetaminofen
Asam mefenamat dan meklofenamat adalah derivat asam
fenamat.
Efek anti-inflamasi dihasilkan karena kemampuan penghambatan
siklooksigenase dan posfolipase.
Keduanya mengalami metabolisme fase I dan II. Metabolit
konjugat diekskresikan lewat urin dan metabolut tak-terkonjugasi
diekskresikan lewat feses.
Efek anti-inflamasi tidak terlalu kuat dibanding AINS lain.
Interaksi obat sama dengan AINS lain.
Efek samping salauran cerna lebih parah dan sering dibanding
AINS lain sehingga golongan ini jarang digunakan secara luas.
26. Selekoksib (Celecoxib)
Celekoksib adalah derivat pirazol yang selektif
menghambat COX-2.
Celekoksib diabsorpsi dengan baik dan sangat
terikat protein.
Karena tidak menghambat COX-1 efek samping
saluran cerna sangat minimal dibanding AINS
lain.
27. Interaksi Selekoksib (Celecoxib)
ACE-inhibitor : penurunan efek antihipertensi
Asetosal : peningkatan resiko komplikasi dan
perdarahan saluran cerna
Litium : peningkatan kadar plasma litium
Antikoagulan oral : Selekoksib mem-potensiasi efek
warfarin sehingga meningkatkan waktu pembekuan
darah dan resiko perdarahan.
Flukonazol : peningkatan kadar plasma selekoksib
Furosemid dan diuretik tiazid : penurunan efek
diuretik sehingga meningkatkan resiko gagal ginjal
28. Rofekoksib (Rofecoxib)
Rofekoksib adalah derivat furan yang
selektif terhadap COX-2, mempunyai efek
anti-inflamasi, analgesik dan antipiretik.
Interaksi rofekoksib sama dengan
selekoksib
29. Interaksi Rofekoksib (Rofecoxib)
Metotreksat : peningkatan kadar plasma
metotreksat
Rifampisin :penurunan kadar plasma
rofekoksib, bisa juga menjadi tidak efektif
Simetidin : peningkatan kadar plasma
rofekoksib.
33. Metotreksat
Metotreksat adalah senyawa antineoplastik dan imunimodulasi
yang bekerja melalui berbagai mekanisme.
Sebagai senyawa analog asam folat, metotreksat menghambat
dihidrofolat reduktase, sehingga membatasi ketersediaan
tetrahidrofolat untuk sintesis DNA. Akibatnya replikasi limfosit
T dan sel-sel lain yang terlibat dalam proses inflamasi dihambat.
Selain itu metotreksat menghambat migrasi sel PMN ke tempat
inflamasi dan mengurangi produksi radikal bebas dan beberapa
sitokin.
Metotreksat diabsorpsi sekitar 70% bila dipakai per oral. Efek
samping saluran cerna meliputi tukak kolitis, diare, mual, tukak
mukosa, sitopenia, di samping efek samping hepatotoksisitas
hingga sirosis hati.
35. Siklosporin
Siklosporin adalah suatu imunosupresan
yang bekerja dengan menghambat
proliferasi limfosit T, menghambat
pelepasan interleukin-2 (IL-2) dan TNF-α
(tumor necrosis factor).
Efek sampingnya adalah nefrotoksisitas,
gangguan hati dan limfoma.
36. Interaksi Siklosporin
Siklosporin berinteraksi dengan aminoglikosida,
amfoterisin B, pemblok kanal Ca, eritromisin
dan antibiotik lain, kontrasepsi oral, kolkhisin,
sulfonamida, digoksin, antihiperlipidemia
golongan statin, berbagai AINS, probucol,
terbinafin dan metoklopramid. Sebagian besar
interaksi di atas menghasilkan peningkatan
toksisitas terutama nefrotoksisitas.
37. Azatioprin
• Azatioprin merupakan suatu analog purin
yang metabolit utamanya, asam 6-
tioinosinat, menghambat sintesis asam
inosinat dan menekan fungsi sel T dan B.
• Seperti imunosupresan lain efek samping
utama berupa depresi sumsum tulang,
peningkatan resiko infeksi.
38. Interaksi Azatioprin
Azatioprin berinteraksi dengan ACE inhibitor,
obat-obat yang mempengaruhi sumsum tulang,
alopurinol, antikoagulan, metotreksat,
siklosporin dan pemblok neuromuskuler.
39. Senyawa pengalkil
Senyawa pengalkil yang banyak digunakan untuk
terapi artritis rematoid adalah klorambusil dan
siklofosfamid, yang bekerja dengan cara
mengganggu replikasi melalui crosslinking pada
DNA.
Efek sampingnya meliputi leukemia, infertilitas
dan supresi sumsum tulang.
40. Interaksi Senyawa pengalkil
Klorambusil berinteraksi dengan antikoagulan,
barbiturat, digoksin, senyawa imunosupresan,
inhibitor platelet, salisilat dan vaksin.
41. Obat-obat antimalaria
Klorokuin dan metabolit utamanya,
hidroksiklorokuin merupakan antimalaria yang
digunakan untuk terapi artritis rematoid, karena
mampu menurunkan migrasi leukosit dan
aktivitas asam hidrolase dan fungsi limfosit T,
selain juga mampu menghambat sintesis DNA.
42. Interaksi Obat-obat antimalaria
Klorokuin dan metabolit utamanya,
hidroksiklorokuin berinteraksi dengan digoksin,
kaolin dan penisilamin.
Klorokuin juga berinteraksi dengan simetidin
dan vaksin rabies.
43. Sulfasalazin
Sulfasalazin termasuk golongan
sulfonamida, merupakan suatu prodrug yang
dimetabolisme menjadi asam 5-
aminosalisilat dan sulfapiridin.
Efek sampingnya meliputi ruam, mual,
muntah, depresi, sakit kepala, kelelahan, dan
yang jarang terjadi agranulositosis aplastis
dan leukopenia.
44. Interaksi Sulfasalazin
Depresan sumsum tulang : peningkatan efek
leukopenia dan trombositopenia keduanya.
Obat-obat hepatotoksik : peningkatan
hepatotoksisitas
Metotreksat : potensiasi efek metotreksat
Asam folat : peningkatan absorpsi asam folat
Digoksin : penghambatan absorpsi digoksin sehingga
membatasi bioavailabilitasnya
Hidantoin, kontrasepsi oral dan antidiabetik oral :
potensiasi efek dan toksisitas obat-obat tersebut.
45. OBAT-OBAT UNTUK TERAPI GOUT
Terapi serangan gout akut
segera mengurangi inflamasi, baik dengan inhibitor
COX atau dengan kolkhisin.
Terapi serangan gout kronis
menjaga kadar asam urat di bawah jenuh (< 6
mg/dL) dan mencegah terakumulasi di jaringan. Hal
ini dapat dilakukan dengan mengurangi laju produksi
asam urat dengan alopurinol atau meningkatkan laju
ekskresi asam urat dengan senyawa urikosurik.
46. Indometasin
• Indometasin merupakan AINS pilihan
untuk terapi gout akut, karena selain
menghambat siklooksigenase juga
menghambat fagositosis kristal urat.
Indometasin sudah dibahas di bagian
sebelumnya.
47. Kolkhisin
Kolkhisin terbukti efektif mengatasi nyeri dan inflamasi
pada serangan gout akut.
Mekanisme kerjanya melalui pengikatan protein tubulin
dari sel dalam sistem imunitas (mis. PMN) sehingga
mengganggu migrasi, fagositosis dan pelepasan
mediator kimia seperti leukotrien.
Efek samping meliputi diare, mual, rambut rontok dan
depresi sumsum tulang.
Kolkhisin berinteraksi dengan antikoagulan,
antineoplastik, siklosporin, AINS dan vitamin B12.
48. Alopurinol
Alopurinol adalah suatu analog purin, yang menghambat sintesis
asam urat dengan jalan menghambat secara kompetitif enzim
xantin oksidase.
Akibatnya kadar asam urat dalam plasma turun dan
meningkatkan kadar xantin dan hipoxantin yang lebih mudah
larut dalam darah dan mudah terekskresi.
Efek samping utama adalah intoleransi saluran cerna, diare, mual
dan muntah.
Interaksi : alopurinol mempotensiasi efek 6-merkaptopurin,
azatioprin, dikumarol dan warfarin. Selain itu juga berinteraksi
dengan ACE inhibitor, amoksisilin, ampisilin, klorpropamid,
siklofosfamid, diuretik tiazid dan vitamin C (bila diminum dalam
dosis tinggi).
49. Senyawa urikosurik
Senyawa urikosurik adalah senyawa yang pada kadar tinggi
mampu meningkatkan laju ekskresi asam urat dengan
menghambat reabsorpsinya pada tempat transpor aktifnya di
tubulus proximalis.
Hasilnya adalah penurunan kadar plasma. Contohnya adalah
probenesid dan sulfinpirazon.
Probenesid adalah derivat sulfonamid.
Probenesid dapat meningkatkan efek berbagai obat, antara lain :
asiklovir, alopurinol, antineoplastik, zidovudin, tiopental,
sulfonilurea, rifampisin, sulfonamid, riboflavin, Na-
aminosalisilat, sefalosporin, siprofloksasin, klofibrat, dapson,
gansiklovir, imipenem, metotreksat, nitrofurantoin, norfloksasin,
penisilin, pirazinamid, furosemid, lorazepam, AINS, dengan cara
memperlama ekskresinya dari ginjal.
51. Klasifikasi berdasar mekanisme
kerja
Klasifikasi
berdasar
struktur
kimia
Contoh
Menghambat sintesis dinding
sel
Β-laktam,
azol.
Penisilin, sefalosporin,
vankomisin, sikloserin,
basitrasin, antifungi azol
(klotrimazol, flukonazol,
itrakonazol, ketokonazol)
Mempengaruhi permeabilitas
membran sel bakteri
kebocoran senyawa
intraselular
Deterjen,
poliene
Polimiksin, antifungal poliene
(nistatin, amfoterisin B)
Mempengaruhi fungsi subunit
ribosom sehingga terjadi
inhibisi reversibel terhadap
sintesis protein
Makrolida,
tetrasiklin
Kloramfenikol, tetrasiklin,
makrolida (eritromisin,
klaritromisin, azitromisin,
klindamisin.
52. Klasifikasi berdasar mekanisme
kerja
Klasifikas
berdasar
struktur
kimia
Contoh
Mengikat subunit ribosom
sehingga mengganggu sintesis
protein kematian bakteri
Aminoglikosi
da
Aminoglikosida (gentamisin,
tobramisin, kanamisin,
streptomisin), spektinomisin.
Menghambat metabolisme asam
nukleat bakteri melalui
penghambatan polimerase atau
topoisomerase
Rifamisin,
Kuinolon
Rifamisin (rifampisin, rifabutin,
rifapentin), kuinolon
Antimetabolit : memblok enzim
esensial untuk metabolisme
folat
Sulfonamida Trimetoprim/sulfametoksazol,
sulfonamida.
Antiviral Nukleosida
piridin
Asiklovir, gansiklovir, zidovudin,
arimantadin dsb.
53. INTERAKSI ANTIMIKROBA
Obat-obat psikotropik banyak berinteraksi dengan
antimikroba.
Contoh senyawa antifungal, itrakonazol ( inhibitor
sitokrom). Kadar plasma haloperidol meningkat pada
pasien skizoprenia yang mendapatkan itrakonazol
efek samping neurologikal.
Kadar plasma alprazolam meningkat bila digunakan
bersama dengan itrakonazol menyebabkan depresi
fungsi psikomotor yang signifikan.
Obat-obat gangguan saluran cerna seperti antasida dan
pemblok reseptor H2 (mis. Ranitidin) mempengaruhi
bioavailabilitas beberapa antimikroba.
54. Interaksi penting golongan
beta laktam dan azol
Sefalosporin + furosemid : Efek
nefrotoksisitas cefaloridin meningkat. Diduga
furosemid meningkatkan insiden nekrosis
tubuler, sehingga terjadi penurunan klirens
dan peningkatan kadar plasma cefaloridin.
Sedangkan cefaloridin sendiri nefrotoksik.
55. Interaksi penting golongan
beta laktam dan azol
Sefalosporin + probenesid : Kadar plasma
beberapa sefalosporin )cefalotin, cefalexin,
cefamandol, cefazolin, dll) ditingkatkan oleh
probenesid. Probenesid menghambat
ekskresi via ginjal sebagian besar
sefalosporin dengan kompetisi mekanisme
ekskresi. Sehingga resiko nefrotoksik
meningkat
56. Interaksi penting golongan
beta laktam dan azol
Ketokonazol + antikonvulsan :
Kadar serum ketokonazol diturunkan oleh
fenitoin (suatu induktor enzim) sehingga
meningkatkan metabolisme dan klirens
ketokonazol perlu peningkatan dosis
ketokonazol.
57. Ketokonazol + inhibitor pompa proton :
Omeprazol menurunkan asiditas lambung
sehingga menurunkan bioavailabilitas
ketokonazol.
Ketokonazol adalah suatu basa sukar larut
yang harus diubah oleh asam menjadi garam
HCl yang larut. Senyawa yang mengurangi
sekresi gastrin seperti inhibitor pompa proton,
antagonis H2 dan antasid, meningkatkan pH
lambung sehingga kelarutan dan absorpsi
ketokonazol berkurang.
Sebaliknya terjadi peningkatan kadar plasma
omeprazol karena hambatan metabolisme
omeprazol.
58. Ketokonazol + rifampisin :
Kadar serum ketokonazol berkurang 50-90%,
sedangkan kadar serum rifampisin berkurang
50%.
Tapi interaksi tidak terjadi bila keduanya
diberikan selang waktu 12 jam.
Mekanisme : terjadi peningkatan laju
metabolisme di hati karena keduanya adalah
induktor enzim.
59. Interaksi golongan poliena
Amfoterisin + kortikosteroid : terjadi kehilangan K
dan retensi garam & air efek samping terhadap
fungsi jantung.
Data klinis : 4 pasien yang mendapat amfoterisin
bersama 25-40 mg hidrokortison per hari
menunjukkan pembengkakan jantung & gejala gagal
jantung. Ukuran jantung mengecil & kondisi gagal
jantung menghilang 2 minggu setelah hidrokortison
dihentikan.
60. Interaksi golongan poliena
Amfoterisin menyebabkan hilangnya
K lewat urin, sedang hidrokortison
menyebabkan hilangnya K dan
retensi garam & air kombinasi
keduanya menyebabkan hipokalemia
dan overload sirkulasi darah.
Monitor keseimbangan elektrolit dan
cairan serta fungsi jantung selama
kombinasi kedua obat ini.
61. Interaksi golongan makrolida & tetrasiklin
Kloramfenikol + simetidin : Terjadi anemia
aplastis pada pasien setelah mendapat
kombinasi keduanya (secara iv)selama 18 hari.
Mekanisme : terjadi adisi efek depresan
sumsum tulang.
62. Interaksi golongan makrolida & tetrasiklin
• Kloramfenikol + fenobarbital : Terjadi
penurunan kadar plasma kloramfenikol dan
peningkatan kadar plasma fenobarbital.
Mekanisme : Fenobarbital adalah senyawa
penginduksi enzim hati yang poten
meningkatkan metabolisme dan klirens
kloramfenikol kadar plasma dan efeknya
dikurangi.
Sebaliknya, kloramfenikol adalah penghambat
enzim hati yang poten menghambat
metabolisme meningkatkan efek barbital.
63. Interaksi golongan makrolida & tetrasiklin
• Eritromisin + simetidin : simetidin meningkatkan
kadar plasma eritromisin hampir 2 x lipat.
Kasus klinis : terjadi ketulian pada pasien yang
mendapat eritromisin 1 g/hari bersama simetidin
400 mg 2 xsehari. Gangguan pendengaran hilang 5
hari setelah eritromisin dihentikan.
Mekanisme : simetidin adalah penghambat
demetilasi eritromisin sehingga metabolisme
dihambat kadar serum naik. Ketulian adalah
efek samping eritromisin yang terjadi karena
naiknya kadar eritromisin hingga MTC.
64. Interaksi golongan makrolida & tetrasiklin
• Eritromisin + senyawa peng-asam atau pem-basa urin
: Pada pengobatan infeksi saluran urin, aktivitas
antibakteri eritromisin maksimal pada urin basa dan
minimal pada urin asam.
Mekanisme : pH urin tidak mempengaruhi kerja ginjal
terhadap eritromisin, tapi berpengaruh langsung
terhadap kerja eritromisin terhadap bakteri. Diduga
terjadi induksi mekanisme transpor aktif pada dinding
sel bakteri dan perubahan ionisasi bakteri sehingga
lebih mudah melewati. dinding sel bakteri.
Jadi aktivitas eritromisin dapat ditingkatkan dengan
membasakan aurin ( dengan asetazolamida atau
NaHCO3)
65. Interaksi golongan makrolida & tetrasiklin
• Eritromisin + senyawa peng-asam atau pem-basa urin
: Pada pengobatan infeksi saluran urin, aktivitas
antibakteri eritromisin maksimal pada urin basa dan
minimal pada urin asam.
Mekanisme : pH urin tidak mempengaruhi kerja ginjal
terhadap eritromisin, tapi berpengaruh langsung
terhadap kerja eritromisin terhadap bakteri. Diduga
terjadi induksi mekanisme transpor aktif pada dinding
sel bakteri dan perubahan ionisasi bakteri sehingga
lebih mudah melewati. dinding sel bakteri.
Jadi aktivitas eritromisin dapat ditingkatkan dengan
membasakan aurin ( dengan asetazolamida atau
NaHCO3)
66. Interaksi golongan aminoglikosida
Aminoglikosida + Pemblok kanal Ca : Verapamil
melindungi ginjal dari kerusakan akibat gentamisin.
Aminoglikosida + sefalosporin : Efek nefrotoksik
gentamisin dan tobramisin ditingkatkan pada
pemakaian bersama sefalosporin.
Aminoglikosida + furosemid : Pemakaian bersama
dapat mengakibatkan nefrotoksisitas dan
ototoksisitas.
Furosemid meningkatkan kerusakan ginjal yang
diinduksi aminoglikosida.
67. Interaksi golongan rifamisin dan kuinolon
Rifampisin + antasida : Absorpsi rifampisin
dikurangi hingga 1/3 pada pemakaian
bersama antasid.
Mekanisme : Peningkatan pH lambung
karena antasid mengurangi disolusi
rifampisin sehingga mengurangi
absorpsinya. Al juga dapat membentuk
khelat tak larut dengan rifampsisn, sedang
Mg trisilikat dapat mengadsobsi rifampisin.
68. Interaksi golongan rifamisin dan kuinolon
Kuinolon (siprofloxasin, ofloxasin, pefloxasin,
dll) + antasida : Kadar serum berbagai
kuinolon berkurang pada pemakaian
bersama antasida Al dan Mg beri interval
2-6 jam.
Mekanisme : gugus fungsi tertentu (3-
karbonil & 4-oxo) pada antibiotik dapat
membentuk khelat tak larut dengan Al dan
Mg sehingga mengurangi absorpsinya.
Khelat yang terbentuk relatif tidak aktif
sebagai antibakteri.
69. Interaksi golongan rifamisin dan kuinolon
Kuinolon + probenesid : Kadar serum cinoxasin,
fleroxasin, siprofloksasin dan asam nalidiksat
meningkat oleh probenesid ekskresi urin
dihambat oleh probenesid.
Pemberian 1 g probenesid 30 menit sebelum 500
mg siprofloksasin menurunkan klirens renal
siprofloksasin hingga 50%, tapi parameter
farmakokinetik lain tidak berubah (AUC, kadar
plasma) sehingga tidak terjadi akumulasi
siprofloksasin.
Tetapi interaksi terjadi dengan asam nalidiksat.
70. Interaksi golongan sulfonamida
Kotrimoxazol + asam folat : Efek asam folat
untuk terapi anemia megaloblastis dikurangi
oleh kotrimoxazol.
Kasus klinis : 4 pasien anemia megaloblastis
yang diterapi dengan asam folat sambil
mendapat kotrimoxazol terapi gagal dan
baru menunjukkan keberhasilan setelah
kotrimoxazol dihentikan.
Mekanisme : diduga kotrimoxazol
mengganggu metabolisme asam folat dalam
tubuh
71. Interaksi golongan antiviral
Asiklovir + simetidin atau probenesid :
Simetidin & probenesid meningkatkan kadar
plasma asiklovir.
Peningkatan AUC asiklovir disebabkan
reduksi klirens renalnya karena kompetisi
sekresi di tubulus ginjal.
73. ANTIARITMIA
Aritmia : gangguan laju & ritme jantung disebabkan penyakit atau
pemakaian obat-obat tertentu.
Penggolongan :
Kelas I : pemblok kanal na (kuinidin, prokainamid, disopiramid, dsb)
Kelas II : pemblok reseptor β-adrenergik (propanolol, timolol,
metoprolol, dsb)
Kelas III : pemblok kanal K & memperpanjang depolarisasi
(amiodaron, sotalol, bretilium, ibutilid)
Kelas IV : pemblok kanal kalsium (verapamil, diltiazem)
74. Interaksi kuinidin
Obat-obat yang menginduksi enzim hepatik (
fenobarbital, fenitoin) memperpendek durasi
aksi kuinidin karena peningkatan laju metabolisme.
Kuinidin meningkatkan kadar serum digoxin
(menurunkan klirens, volume distribusi dan afinitas
digoxin terhadap reseptor jaringan) dan digitoxin
(dengan menurunkan total klirens digitoxin)
75. Interaksi flekainid
Simetidin mengurangi klirens flekainid total
sebesar 13-27% dan memperpanjang waktu
paro eliminasi pada orang sehat.
Pemberian flekainid bersama digoksin
meningkatkan kadar digoksin
Pemberian bersama propanolol menaikkan
kadar plasma keduanya.
76. Interaksi lidokain
Beta bloker dapat mengurangi aliran darah hati pada
penderita jantung dan akan menyebabkan penurunan
kecepatan metabolisme lidokain sehingga
meningkatkan kadar plasma.
Obat-obat yang bersifat basa dapat menggeser
lidokain dari ikatannya dengan asam α-1-glikoprotein.
Kadar lidokain plasma meningkat pada pasien yang
diterapi simetidin, sehingga selama pemberian
simetidin perlu penyesuaian dosis lidokain.
Lidokain dapat memperkuat efek suksinilkolin
77. Interaksi amiodaron
Amiodaron menghambat aktivitas enzim hepatik mengurangi
metabolisme antikoagulan, antiaritmia lain, fenitoin dan
siklosporin.
Kadar flekainid meningkat hingga 60% pada pemakaian bersama
dengan amiodaron, karena penurunan metabolisme dan/atau
klirens renal dari flekainid.
Kadar kuinidin meningkat hingga 60% pada pemakaian bersama
dengan amiodaron, karena penurunan metabolisme dan/atau
klirens renal dari kuinidin, juga penggeseran kuinidin dari
ikatannya dengan protein.
Kadar prokainamid meningkat hingga 55% pada pemakaian
bersama dengan amiodaron, diduga karena penurunan
metabolisme dan/atau klirens renal dari prokainamid.
78. Interaksi amiodaron
Pemakaian amiodaron bersama beta bloker atau
pemblok kanal Ca akan menyebabkan bradikardi dan
sinus arrest.
Amiodaron meningkatkan kadar plasma digoxin.
Pemakaian bersama amiodaron dengan kumarin atau
warfarin menyebabkan peningkatan waktu
pembekuan darah, sehingga perlu penurunan dosis
antikoagulan.
Pemakaian bersama amiodaron dengan fenitoin bisa
menimbulkan toksisitas fenitoin karena pengurangan
metabolisme fenitoin.
80. . Penghambat reseptor adrenergik β
(beta bloker)
Antagonis β-adrenergik mempu berikatan dengan
reseptor adrenergik-β, sehingga dapat menggeser ikatan
reseptor ini dengan senyawa-senyawa endogen seperti
epinefrin dan norepinefrin. Beta bloker secara luas
digunakan untuk terapi bermacam penyakit
kardiovaskular seperti angina pektoris, hipertensi, infark
miokardial akut, gagal jantung karena disfungsi sistol
atau diastol dan terapi aritmia. Contoh dari beta bloker
antara lain propanolol, metoprolol, atenolol, pindololm
dll.
81. Interaksi beta bloker
Penurunan absorpsi
Absorpsi propanolol diturunkan oleh antasida dan kolestiramin
(juga kolestipol) minum propanolol 1 jam sebelum obat-obat
tersebut.
Perubahan metabolisme
Simetidin menghambat enzim sitokrom menurunkan
metabolisme propanolol peningkatan kadar plasma .
Obat-obat lain yang poten menghambat enzim ini sehingga
menghambat metabolisme propanolo adalah kuinidin,
propafenon, klorpromazin, flekainid, fluoksetin dan antidepresan
trisiklik. Sebaliknya propanolol juga menghambat metabolisme
hepatik dan meningkatkan kadar plasma obat-obat lain (flekainid,
lidokain, nifedipin) melalui penurunan aliran darah ke hati.
82. Obat Efek yang dihasilkan Pengatasan
Absorpsi
Aluminium Penurunan adsorpsi β-bloker dan
penurunan efek terapetik
Menghindari kombinasi Al
dan β-bloker
Klosetiramin,
kolestipol
Penurunan adsorpsi β-bloker dan
penurunan efek terapetik
Menghindari kombinasi
kolestiramin dan β-bloker
Metabolisme
Simetidin Memperpanjang waktu paro
propanolol
Kombinasi harus dengan
pengawasan
Aminofilin Inhibisi metabolisme propanolol Observasi respon pasien
Lidokain Pretreatment dengan propanolol
meningkatkan kadar lidokain
dan toksisitas potensialnya
Kombinasi harus dengan
perngawasan, gunakan dosis
lidokain lebih rendah
Rifampisin Peningkatan metabolisme β-
bloker
Observasi respon pasien
83. Interaksi farmakodinamik
Ca channel
inhibitor
(verapamil,
diltiazem)
Potensiasi bradikardi,
miodepresi dan hipotensi
Hindari kombinasi ini
Amiodaron Dapat menginduksi cardiac
arrest
Kombinasi harus dengan
pengawasan
Glikosida
digitalis
Potensiasi bradikardi Observasi respon pasien
Fenitoin Adisi efek depresan jantung Fenitoin diberikan iv
dengan pengawasan
Kuinidin Adisi efek depresan jantung Observasi respon pasien
Antidepresan
trisiklik
Menghambat efek inotropik
negatif dan kronotropik dari β-
bloker
Observasi respon pasien
84. Klonidin Hipertensi pada penghentian
klonidin
Monitor respon hipertensi,
hentikan β-bloker sebelum
klonidin
Levodopa Antagonis efek hipotensi
levodopa dan inotropik positif
Monitor perubahan respon
Metildopa Hipertensi Monitor terhadap hipertensi
Fenilpropanolam
in
Hipertensi Monitor terhadap hipertensi
Indometasin Penghambtan respon
antihipertensi
Observasi respon pasien
Fenotiazin Efek hipotensi aditif Monitor perubahan respon,
terutama pada fenotiazin
dosis tinggi
Antidiabet oral Peningkatan hipogliemi,
hipertensi
Monitor perubahan respon
diabetik
85. Penghambat reseptor adrenergik α
(alfa bloker)
Hanya α1-bloker yang berguna untuk terapi
hipertensi.
Contoh : prazosin, terazosin, doksazosin,
bunazosin
α1-bloker bekerja menghambat reseptor α1 di
pembuluh darah terhadap efek vasokonstriksi
NE dan E terjadi dilatasi arteriol dan vena.
86. Penghambat reseptor adrenergik α
(alfa-bloker)
Golongan obat ini efektif menurunkan tekanan
darah secara akut tapi efeknya didapat dari
peningaktan cardiac output sehingga banyak efek
sampingnya. Obat-obat alfa-bloker yang selektif
adalah prazosin, terazosin, dan doxazosin (yang
efeknya paling panjang) adalah kelompok
antihipertensi yang juga mempunyai efek
menurunkan kolesterol LDL (low density
lipoprotein) dan meningkatkan kadar HDL.
87. Penghambat reseptor adrenergik α
(alfa-bloker)
Golongan obat ini efektif menurunkan tekanan
darah secara akut tapi efeknya didapat dari
peningaktan cardiac output sehingga banyak efek
sampingnya. Obat-obat alfa-bloker yang selektif
adalah prazosin, terazosin, dan doxazosin (yang
efeknya paling panjang) adalah kelompok
antihipertensi yang juga mempunyai efek
menurunkan kolesterol LDL (low density
lipoprotein) dan meningkatkan kadar HDL.
88. Interaksi alfa-bloker
Doxazosin tidak menunjukkan interaksi pada pemakaian bersama
dengan obat-obat lain seperti AINS (asetaminofen, aspirin,
ibuprofen, indometasin), antibiotik (eritromisin, trimetoprim-
sulfametoksazol, amoksisilin), antihistamin (klorfeniramin),
kortikosteroid obat kardiovaskular (atenolol, HCT, propanolol),
obat saluran cerna (antasid), obat hipoglikemik dan endokrin,
sedativ dan trankuiliser (diazepam).
Kombinasi dengan antihipertensi lain (β-bloker, pemblok kanal
Ca, diuretik, penghambat ACE) dapat menyebabkan efek adisi
penurunan tekanan darah. Efek hipotensif prazosin meningkat
bila digunakan bersama alkohol atau antipsikotik.
89. VASODILATOR
Penghambat kanal kalsium
Penghambat kanal Ca sudah digunakan secara
luas untuk terapi hipertensi, angina, aritmia dan
gangguan jantung lain. Penghambat kanal Ca
digolongkan menjadi 2 yaitu dihidropiridin
(israpidin, felodipin, nifedipin, dll) dan
verapamil dan diltiazem.
90. Interaksi obat
Dihidropiridin
Penginduksi sitokrom P450 3A : antikonvulsan
(fenitoin, fenobarbital, karbamazepin)
meningkatkan metabolisme lintas pertama dan
menurunkan bioavailabilitas dihidropiridin.
Sebaliknya ketokonazol, eritromisin,
klaritromisin, simetidin menghambat enzim
sitokrom ini meningkatkan bioavailabilitas
dihidropiridin.
91. Verapamil
Penghambat atau penginduksi sitokrom P450 3A meningkatkan
atau menurunkan bioavailabilitas verapamil. Sebaliknya verapamil
juga dapat menghambat enzim ini, sehingga pemakaian bersama
dengan obat-obat lain yang dimetabolisme oleh sitokrom ini
memerlukan monitoring khusus. Contoh obat yang berinteraksi
dengan verapamil adalah siklosporin, dioxin, digitoxin, kuinidin,
terfenadin dan sebagain besar dihidropiridin.
Verapamil juga dapat menggeser digitalis dari ikatan dengan
protein sehingga meningkatkan kadar digitalis bebas dan dapat
terjadi toksisitas.
92. Penghambat ACE (ACE inhibitor)
Penghambat ACE mengambat secara spesifik enzim
konversi yang memutuskan ikatan peptidildipeptida
pada angiotensin I sehingga tidak terbentuk angiotensin
II. Karena angiotensin II tidak terbentuk sedangkan
angiotensin I tidak aktif maka terjadi
kelumpuhan/kegagalan sistem renin-angiotensin
sehingga hilanglah efek endogen dari angiotensin II
yaitu vasokonstriksi dan stimulan sintesis aldosteron.
Contoh obat-obat penghambat ACE adalah kaptopril,
enalapril, lisinopril, dll.
93. Interaksi
Antasid menurunkan absorpsi saluran cerna kaptopril
jika digunakan bersama.
Penghambat ACE meningkatkan aktivitas antidiaber
oral termasuk golongan gliburid dan biguanid,
sehingga bisa terjadi hipoglikemia
Kaptopril dapat meningkatkan efek obat-obat
antihipertensi dan diuretik bila diberikan bersama,
dimana peningkatan efek ini dapat dihambat oleh
indometasin dan AINS lain.
94. Interaksi
Kadar serum digoxin meningkat 15-30% pada pasien gagal
jantung yang menerima kaptopril dan digoxin bersama-sama.
Tetapi hiperkalemia yang diinduksi kaptopril dapat
menghentikan peningkatan kadar digoxin sehingga secara
klinis pemakaian bersama kedua obat ini tidak menunjukkan
efek samping berarti.
Probenesid menurunkan klirens renal kaptopril menyebabkan
kadar serum yang lebih tinggi, sehingga bisa terjadi hipotensi.
Kaptopril menurunkan ekskresi renal litium menyebabkan
toksisitas litium.
95. Antagonis reseptor AT1
Antagonis reseptor AT1 adalah pemblok katan
angiotensin II dengan reseptor tipe α (AT1).
Blokade reseptor ini menurunkan tekanan darah
dan kadar plasma aldosteron. Contoh golongan
ini adalah losartan, valsartan, irbesartan,
candesartan, dll.
96. Interaksi
Losartan adalah suatu prodrug yang menjadi bentuk aktif
setelah dimetabolisme di hati oleh isoenzim sitokrom P450 C9
dan 3A. Obat-obat yang menghambat enzim sitokrom P450
C9 (fluvastatin, fluvoxamin, metronidazol, ritonavir) dan
sitokrom P450 3A dapat menghambat konversi losartan
menjadi bentuk aktifnya sehingga mengurangi efektivitasnya.
Irbesartan dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 C9.
Obat-obat yang menginduksi enzim ini akan meningkatkan
metabolisme dan menurunkan efektivitas irbesartan.
Valsartan dan eprosartan tidak membutuhkan aktivasi dan
tidak dimetabolisme secara signifikan sehingga resiko interaksi
obat kecil.
97. DIGITALIS
Mekanisme kerja :
Sifat farmakodinamik utama inotropik positif, yaitu
meningkatkan kontraksi miokardium.
Pada penderita yang mengalami gangguan fungsi sistolik, efek
ini akan menyebabkan peningkatan curah jantung sehingga
tekanan darah vena berkurang, ukuran jantung mengecil, dan
refleks takikardi yang merupakan kompensasi jantung
diperlambat.
Efek inotropik positif digitalis didasarkan atas 2 mekanisme,
yaitu
a. penghambatan enzim Na+K+adenosin trifosfatase (NaK-
ATPase) yang terikat di membran sel miokard dan berperan
dalam mekanisme pompa Na+, dan
b. peningkatan arus masuk lambat (slow inward current) Ca+
ke intrasel pada potensial aksi.
98. Interaksi farmakokinetik
kolestiramin, kolestipol, kaolin-pektin menurunkan
absorpsi digoksin. Pisahkan pemakaian.
Metoklopramid mengurangi absorpsi tablet digoksin
Amiodaron mengurangi klirens digoksin dan dapat
menyebabkan efek aditif terhadap denyut jantung.
Sebaiknya dosis digoksin dikurangi 50% bila diberikan
bersama amiodaron
Siklosporin meningkatkan kadar plasma digoksin,
disebabkan oleh pengurangan klirens renal.
Eritromisin, klaritromisin dan tetrasiklin dapat
meningkatkan kadar plasma digoksin.
99. Interaksi farmakokinetik
Indometasin meningkatkan kadar plasma dan toksisitas
digoksin.
Itrakonazol meningkatkan kadar plasma digoksin.
Neomisin menurunkan absorpsi digoksin
Propafenon meningkatkan kadar plasma digoksin.
Propiltiourasil meningkatkan kadar plasma digoksin dengan
cara mengurangi homon tiroid
Kuinidin (perhatikan juga hidroksiklorokuin dan kuinin)
meningkatkan kadar plasma digoksin, karena menggeser
digitalis dari ikatannya di jaringan.
100. Interaksi farmakokinetik
Rifampisin dan senyawa-senyawa antkonvulsan (fenitoin,
fenobarbital, karbamazepin) mengurangi absorpsi digoksin.
Spironolakton dapat meningkatkan kadar plasma digoksin
(dengan menurunkan klirens), tapi dapat juga menurunkan
efek inotropik digoksin. Perlu dilakukan monitor ketat pada
kombinasi kedua obat ini.
Sulfasalazin menurunkan absorpsi digoksin
Obat-obat penginduksi enzim metabolisme hati
(fenlbutazon, fenobarbital, fenitoin, rifamoisin, dll)
mempercepat metabolisme digitoksin.
101. Interaksi farmakodinamik
Amilorid mengurangi respon inotropik digoksin
Senyawa beta bloker (mis. Propanolol) memberikan
efek aditid pada denyut jantung
Suksinilkolin meningkatkan resiko aritmia
Verapamil dan diltiazem meningkatkan kadar serum
digoksin
Obat-obat yang menyebabkan hipokalemia (diuretik
loop dan tiazid, amfoterisin B) dapat mempotensiasi
toksisitas digoksin.
102. Diuretik
Diuretik bekerja dengan mengurangi reabsorpsi
NaCl di tempat-tempat yang berbeda di nefron,
sehingga meningkatkan ekskresi natrium, klorida
dan air. Diuretik dikelompokkan menjadi 3
golongan berdasarkan tempat kerjanya :
104. Diuretik tiazida
Tempat kerja utama : di hulu tubuli distal.
Mekanisme kerjanya : penghambatan
reabsorpsi NaCl.
Contoh hidroklorotiazida,
bendroflumetiazid, klortalidon, indapamid.
105. INTERAKSI TIAZID
HCT memberikan efek aditif bila diberikan
bersama obat antihipertensi atau diuretik
lain, sehingga perlu penyesuaian dosis.
HCT menginduksi gangguan elektrolit
(hipokalemia, hipomagnesia,
hiperkalsemia), dimana pada pasien yang
diterapi digoksin dapat menyebabkan
terjadi toksisitas digoksin (aritmia fatal).
HCT bila diberikan bersama senyawa lain
penyebab hipokalemia dapat memperparah
kondisi hipokalemia.
106. Interaksi Tiazida
Diuretik tiazida menurunkan klirens
litium sehingga dapat meningkatkan
kadar plasmanya.
HCT menurunkan efek hipoglikemik
obat antidiabet oral.
HCT menurunkan klirens amantadin
sehingga meningkatkan kadar plasma
dan resiko toksisitasnya.
107. Interaksi Tiazida
AINS menurunkan aktivitas diuretik dan
antihipertensi melalui penghambatan
biosintesis prostaglandin renal.
Kolestiramin dan kolestipol dapat
berikatan dengan obat-obat yang
bersifat asam termasuk diuretik tiazid di
saluran cerna sehingga menurunkan
absorpsi diuretik tiazid.
108. Diuretik kuat
Tempat kerja utama : loop of Henle
Mekanisme kerjanya : melalui penghambatan
terhadap transport elektrolit Na, K danCl.
Merupakan antihipertensi yang lebih efektif
dibanding tiazid untuk hipertensi dengan
gangguan fungsi ginjal atau gagal jantung.
Efek samping hampir sama dengan tiazid kecuali
tidak menyebabkan hiperkalsemia.
Contoh : furosemid
109. Interaksi
Interaksi dengan vasodilator terutama
penghambat ACE (enalapril, kaptopril).
Furosemid menurunkan volume darah
sirkulasi, sehingga keseimbangan air dan
elektroalit dalam darah harus distabilkan
dulu sebelum ditambah vasodilator.
Bronkodilator teofilin dapat mencapai kadar
yang tinggi dalam darah bila dikombinasi
dengan furosemid sehingga dosis teofilin
harus dikurangi.
Diuretik loop dapat menginduksi toksisitas
jantung karena digitalis.
110. INTERAKSI
Furosemid dapat menggeser ikatan protein
plasma warfarin dan klofibrat sehingga
meningkatkan kadar plasma obat-obat ini.
Diuretik loop mengurangi klirens renal litium
dan meningkatkan kadar plasma.
Diuretik loop meningkatkan toksisitas renal
golongan sefalosporin
Furosemid meningkatkan toksisitas telinga
dan jantung antibiotik aminoglikosida
(amikasin, gentamisin, dsb),
111. Diuretik hemat kalium
Tempat kerja utama : di hilir tubuli distal
dan duktus koligentes daerah korteks
Mekanisme kerjanya : penghambatan
reabsorpsi Na dan sekresi K dengan jalan
antagonisme kompetitif (spironolakton)
atau secara langsung (triamteren dan
amilorid).
112. Diuretik hemat kalium
Merupakan diuretik lemah kombinasi
dengan diuretik lain untuk mencegah atau
mengurangi efek samping hipokalemia.
Menyebabkan hiperkalemia, terutama
pada penderita dengan gangguan fungsi
ginjal, atau bila dikombinasi dengan
penghambat ACE, suplemen kalium atau
AINS.
113. ANTIHEMOSTATIK
Antikoagulan
Heparin dan warfarin adalah antikoagulan
standar yang banyak digunakan secara
klinis. Warfarin adalah antagonis vitamin K
yang bekerja melalui penghambatan faktor
koagulasi II, VII, IX dan X.
114. Interaksi warfarin
Penurunan absorpsi
Kolestiramin dan kolestipol menurunkan
absorpsi warfarin. Obat-obat ini juga
meningkatkan eliminasi warfarin dengan
mempengaruhi resirkulasi hepatik diperlukan
peningkatan dosis warfarin sambil selalu
memonitor waktu pembekuan. Setelah terapi
resin (kolestipol atau kolestiramin) dihentikan,
dosis warfarin harus diturunkan kembali.
115. Interaksi warfarin
Perubahan metabolisme
Warfarin dimetabolisme oleh sitokrom hati yang
diinduksi oleh antikonvulsan (fenobarbital,
fenitoin dan karbamazepin), rifampisin,
glutetimid dan griseofulv8in. Pemakaian
warfarin bersama obat-obat ini meningkatkan
klirens warfarin sehingga dibutuhkan dosis yang
lebih tinggi untuk mendapatkan efek
farmakologis.
116. Interaksi warfarin
Efek terhadap ikatan albumin
Warfarin dalam sirkulasi terikat kuat pada
albumin. Pemakaian warfarin bersama AINS
yang juga terikat kuat albumin dapat
mengakibatkan terjadinya pergeseran ikatan
warfarin dari protein sehingga terjadi
peningkatan kadar bentuk bebas warfarin yang
aktif dengan demikian juga terjadi peningkatan
resiko perdarahan.
117. Antiplatelet
• Senyawa-senyawa antiplatelet bekerja
dengan mempengaruhi fungsi platelet
seperti agregasi, pelepasan isi granul
dan vasokonstriksi yang diperantarai
oleh platelet. Berdasarkan mekanisme
kerja digolongkan :
118. Kelas I
Aspirin dan senyawa sejenis (AINS dan
sulfinpirazon) menghambat secara ireversibel
siklooksigenase, enzim yang berperan dalam
sintesis prostaglandin dan tromboksan dari
asam arakidonat.
Keterangan dan interaksi tentang obat ini
dibahas dalam bagian AINS.
119. Kelas II
Dipiridamol menghambar pemutusan
AMP siklik (cAMP) yang dimediasi
fosfodiesterase, sehingga mencegah
aktivasi platelet melalui berbagai
mekanisme.
120. Kelas II
Interaksi obat :
Dipiridamol meningkatkan kadar
plasma dan efek kardiovaskular dari
adenosi, sehingga dibutuhkan
penyesuaian dosis adenosin.
Dipiridamol dapat meningkatkan efek
hipotensif obat-obat yang menurunkan
tekanan darah.
121. Kelas III
Ticlopidon dan clopidogrel menunjukkan
aktivitas antiplatelet dengan menghambat
ikatan terhadap ADP.
122. Kelas III
Interaksi obat (Ticlopidin) :
Antasida : pemakaian ticlopidon setelah antasid
menurunkan kadar plasma ticlopidin hingga 18%.
Simetidin : pemakaian karonik simetidin menurunkan
klirens ticlopidin hingga 50%.
Digoksin : Pemakaian bersama ticlopidin dan digoxin
menurunkan sedikit penurunan (15%) kadar plasma
digoksin, tapi tidak sampai menunjukkan perubahan efek
digoksin yang bermakna.
Teofilin : ticlopidin meningkatkan waktu paro eliminasi
dari teofilin.
123. ANTILIPID/HIPOLIPIDEMIK
Hipolipidemik adalah obat yang digunakan
untuk menurunkan kadar lipid plasma.
Lipid plasma yang utama yaitu kolesterol,
trigliserida, fosfolipid dan asam bebas tidak
larut dalam cairan plasma.
Agar lipid plasma dapat diangkut dalam
sirkulasi, maka susunan molekul lipid tersebut
perlu dimodifikasi, yaitu dalam bentuk
lipoprotein yang bersifat larut dalam air.
124. Obat-obat yang dapat menurunkan kadar
lipoprotein plasma :
Asam fibrat (ex. Klofibrat, gemfibrozil)
Resin (kolestiramin , kolestipol)
Penghambat HMGCoA Reduktase
(mevastatin, pravastatin, levastatin dan
simvastatin)
125. Klofibrat
Klofibrat menurunkan kadar VLDL, selain
itu kadar kolesterol dan LDL juga turun.
Mekanisme kerjanya dengan
meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase
sehingga katabolisme lipoprotein kaya-
trigliserida seperti VLDL dan LDL
meningkat.
Klofibrat diabsorpsi melalui usus secara
lengkap. Ekskresi melalui urin sebagai
glukuronid.
126. Klofibrat
Interaksi obat :
Pemberian klofibrat bersama kolestiramin
sedikit menunda tercapainya kadar
puncak plasma.
Klofibrat menggeser antikoagulan oral dari
ikatannya dengan albumin dan
memperkuat efek obat-obat ini.
127. Gemfibrozil
Gemfibrozil sangat efektif menurunkan
trigliserid plasma, sehingga produksi VLDL
dalam hati menurun. Gemfibrozil
meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase
sehingga klirens partikel kaya trigliserid
meningkat. Kadar kolesterol HDL juga
dapat meningkat pada pemberian obat ini.
128. Gemfibrozil
Interaksi :
Seperti klofibrat, gemfibrozil juga
meningkatkan efek antikoagulan warfarin.
Kombinasi dengan resin menembah efek
obat.
Pemberian bersama penghambat HMG
CoA reduktase juga meningkatkan efek
obat.
129. Resin
Contoh obat-obat golongan ini adalah
kolestiramin dan kolestipol.
Keduanya menurunkan kadar kolesterol plasma
dengan cara mengikat asam empedu dalam
saluran cerna, mengganggu sirkulasi
enterohepatik sehingga ekskresi steroid yang
bersifat asam dalam tinja meningkat.
Penurunan asam empedu oleh pemberian resin
ini menyebabkan meningkatnya produksi asam
empedu yang berasal dari kolesterol.
130. Resin
Interaksi :
Kolestiramin dan kolestipol mengganggu
absorpsi vitamin A, D dan K karena
gangguan absorpsi lemak.
Obat ini mengganggu absorpsi klorotiazid,
tiroksin, digitalis, besi, fenilbutason dan
warfarin, sehingga obat-obat ini harus
diberikan 1 jam sebelum atau 4 jam
sesudah kolestiramin.
131. Penghambat HMGCoA Reduktase
Golongan obat ini bersifat kompetitor kuat
terhadap HMG CoA-reduktase (hidroksi metil
glutamil koenzim-A reduktase), suatu enzim
yang mengontrol biosintesis kolesterol.
Obat-obat ini efektif menurunkan kadar LDL
kolesterol plasma.
132. Penghambat HMGCoA Reduktase
Penghambat HMG CoA-reduktase bekerja
dengan menghambat sintesis kolesterol di hati
sehingga menurunkan kadar LDL plasma.
Obat yang penting adalah mevastatin,
pravastatin, levastatin dan simvastatin.
133. Interaksi
Derivat asam fibrat dan asam nikotinat.
Kombinasi pravastatin dan gemfibrozil tidak
dianjurkan karena terjadi penurunan ekskresi urin dan
ikatan protein pravastatin.
Antikoagulan
Tidak ada efek klinis yang signifikan bila dipakai
bersama antikoagulan, tapi perlu monitor perdarahan
dan naiknya waktu pembekuan darah bila dilakukan
peningkatan dosis pravastatin.
134. Interaksi
Digoxin
Pemakaian bersama digoxin dan atorvastatin meningkatkan
kadar tunak plasma digoxin hingga 20%.
Antasid
Pemakaian suspensi antasid berisi Al dan Mg menurunkan
kadar plasma atorvastatin hingga 35%
Simetidin
Atorvastatin + simetidin menurunkan efektivitas penurunan
trigliserida hingga 26-34%
Eritromisin
Atorvastatin + eritromisin (suatu inhibitor sitokrom)
meningkatkan kadar plasma atorvastatin hingga 40%