Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
KESETIMBANGAN UAP CAIR
1. PRAKTIKUM KESETIMBANGAN
DAN DINAMIKA KIMIA
KESETIMBANGAN UAP – CAIR PADA SISTEM BINER
Nama Praktikan : Ach. Haris Efendy
NIM : 101810301021
Kelompok :
Nama Asisten :
LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2012
2. BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zat cair yang dipanaskan dalam wadah tertutup walaupun tekanan uap naik,
rapatan uap bertambah karena uap itu dibatasi oleh volume tetap. karena wadah yang
tertutup, dapat diketahui batas antara fase uap dan fase cair yang tidak setimbang.
Tahap dimana rapatan uap sama dengan rapatan sisa cairan, dan batas antar fase
hilang disebut kesetimbangan antara uap dan cair. Temperature pada keadaan tersebut
adalah temperature kritis
Seperti pada kesetimbangan umumnya, kesetimbangan uap cair dapat
ditentukan ketika ada variabel yang tetap (konstan) pada suatu waktu tertentu. Saat
kesetimbangan ini, kecepatan antara molekul-molekul campuran yang membentuk
fase uap sama dengan kecepatan molekul-molekulnya membentuk cairan kembali.
Contoh nyata penggunaan data termodinamika kesetimbangan uap-cair dalam
berbagai metoda perancangan kolom distilasi packed column dan try column.
Salah satu contoh aplikasi dari percobaan kesetimbangan uap cair ini adalah
pembuatan tabung gas LPG. Proses pembuatan tabung gas LPG ini menggunakan
prinsip distilasi, yaitu tekanan uap dalam tabung bila semakin besar akan mengubah
gas di dalam tabung menjadi cair. Prinsip distilasi yang digunakan sangat penting
dipelajari oleh mahasiswa. Karena dengan begitu praktikan akan memperoleh nilai
dari densitas dan fraksi mol dari larutan biner dan pengaruhnya antar satu sama lain.
1.2 Tujuan
Menentukan sifat larutan binair dengan membuat diagram temperatur versus
komposisi, dengan menentukan indeks biasnya.
3. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MSDS Bahan
2.1.1 Aseton
Aseton (C3H6O) adalah zat cair yang tidak berwarna, berbau tajam, mudah
menguap, mudah terbakar. Massa molar nya 58,08 g/mol. Penampilan cairan tidak
berwarna, densitas 0,79 g/cm³, titik leleh −94,9°C (178,2 K), titik didih 56,53°C
(329,4 K). Kelarutan dalam air, larut dalam berbagai perbandingan viskositas 0,32
cP pada 20 °C, struktur bentuk molekul trigonal planar pada C=O, momen dipol
2,91, aseton mudah terbakar.
Aseton juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-
2-on, dimetilformaldehida, dan β-ketopropana, adalah senyawa berbentuk cairan
yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Aseton larut dalam berbagai
perbandingan dengan air, etanol, dietil eter, dll. Selain dimanufaktur secara
industri, aseton juga dapat ditemukan secara alami, termasuk pada tubuh manusia
dalam kandungan kecil (Anonim, 2012).
2.1.2 Klorofom
Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform
dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan
digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada
suhu ruang berupa cairan, namun mudah menguap. Struktur molekulnya berbentuk
tetrahedral. Sifat fisik dan kimia dari kloroform adala sebagai berikut:
Rumus Molekul : CHCl3
Titik Didih : 610C
Titik Leleh : -63,50C
Tekanan uap : 159 mmHg pada 200C
Berat Jenis Uap Air : 4,1
Kerapatan massa : 1,48 g/cm3
Kelarutan Dalam Air : 0,8 g/100 mL pada 200C
Massa Molar : 119,38 g/mol.
Inhalasi
- Mengganggu saluran pernapasan.
- Menyebabkan efek system saraf pusat, termasuk sakit kepala, mengantuk,
pusing.
- Paparan konsentrasi yang lebih tinggi dapat mengakibatkan
4. ketidaksadaran dan bahkan kematian.
Tertelan
- Menyebabkan nyeri di dada.
- Muntah dalam jumlah besar.
- Gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala pada inhalasi.
Kontak kulit
- Menyebabkan iritasi kulit yang dapat mengakibatkan kemerahan dan
sakit.
Kontak mata
- Uap dan percikan dapat menyababkan rasa sakit.
- Iritasi mata bahkan kerusakan pada mata.
Kronis
- Uap dapat menyebabkan kerusakan fungsi hati, ginjal, jantung dan sistem
saraf.
- Kontak dengan cairan dapat menyebabkan iritasi kronis pada kulit disertai
pengeringan, keretakan dan dermatitis (Anonim, 2012).
2.2 Landasan Teori
Larutan dapat didefinisikan sebagai suatu sistem homogen yang terdiri dari
dua komponen atau lebih. Istilah pelarut dan zat terlarut sebenarnya biasa
dipertukarkan, tetapi istilah pelarut biasanya digunakan untuk cairan, bila larutan
terdiri dari padatan atau gas dalam cairan. Istilah ini untuk jenis larutan lain biasa
digunakan untuk menyatakan zat yang terdapat dalam jumlah yang lebih banyak.
Komponen–komponen yang terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit biasanya
dinamakan zat terlarut (Bird, 1993).
Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh, dan lewat jenuh. Larutan disebut jenuh
pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lagi lebih banyak zat
terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari ini, disebut larutan tidak jenuh dan bila
lebih disebut lewat jenuh. Kemungkinan larutan banyak sekali, ada sembilan
kemungkinan yaitu:
1. Larutan gas dalam gas
2. Larutan cairan dalam gas
3. Larutan zat padat dalam gas
4. Larutan gas dalam zat padat
5. Larutan cairan dalam zat padat
6. Larutan zat padat dalam zat padat
5. 7. Larutan gas dalam cairan
8. Larutan cairan dalam cairan
9. larutan zat padat dalam cairan.
Percobaan yang akan dilakukan menggunakan larutan gas dalam cairan. Kelarutan
gas dalam cairan tergantung jenis gas, jenis pelarut, tekanan dan temperatur
(Sukardjo, 1989).
Gas ideal tidak memilikigayaintermolekul dalam gas tersebut. Cairan ideal
berarti semuagayaintermolekul baikgayaintermolekul pada molekul- molekul sejenis
(misal pelarut- pelarut) atau pada molekul yang tidak sejenis (misal pelarut-zat
terlarut) adalah sama. Salah satu sifat larutan yang penting adalah tekanan suatu
komponen yang terdapat dalam larutan tersebut pada permukaan larutan. Mengetahui
besarnya kecenderungan suatu komponen untuk menguap yang berarti keluar dari
larutan dapat diduga gaya-gaya intermolekul apa yang bekerja di dalam larutan.
Mempelajari kecenderungan untuk menguap atau tekanan uap parsial sebagai fungsi
dari suhu dan konsentrasi (Bird, 1993).
Larutan dikatakan sebagai larutan ideal apabila:
1. Homogen pada seluruh sistem mulai dari fraksi mol 0 – 1.
2. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen – komponen dicampur
membentuk larutan dengan entalpi pencampuran = 0.
3. Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan sama dengan
jumlah komponen yang dicampurkan (ΔV pencampuran = 0).
4. Memenuhi hukum Raoult sebagai berikut;
P1 = X1 . Po
Dimana P1 = Tekanan Uap Larutan
Po = Tekanan Uap Sovent Murni
X1 = Mol fraksi larutan (Tim Penyusun, 2012).
Dalam larutan ideal sifat komponen yang satu akan mempengaruhi sifat
komponen yang lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat
kedua komponennya. Contoh, sistim benzena – toulena. Sedangkan larutan non ideal
adalah larutan yang tidak memiliki sifat diatas. Larutan ini dibagi 2 golongan yaitu :
a) Larutan nonideal deviasi positip yang mempunyai volume ekspansi, diamana
akan menghasilkan titik didih maksimum pada sistim campuran itu. Contoh :
Sistim Aseton – Karbondisulfida.
b) Larutan non ideal deviasi negatif yang mempunyai volume kontraksi, dimana
akan menghasilkan titik didih minimum pada sistim campuran itu.
6. Dalam percobaan ini komposisi larutan merupakan harga mol fraksi larutan
untuk membuat diagram T – X maka harga X ditentukan pada tiap –tiap titik didih
dengan mengukur indeks biasnya pada beberapa komposisi tertentu dari larutan. hal
ini dapat dilakukan dengan membuat grafik standar komposisi vs indeks bias terlebih
dahulu.
Komposisi dihitung sbb; Misalnya mencampurkan a ml aseton dengan berat jenis 1
dengan b ml. Chloroform dengan berat jenis 2, maka komposisinya :
X1 = (a 1/M1) / (a1/ M1) + (b2/M2)}
Dimana : M1 = berat molekul Aseton = 58
M2 = Berat molekul chloroform = 119,5 (Tim Penyusun, 2012).
Larutan dikatakan ideal jika larutan tersebut mengikuti hukum Roult pada
seluruh kisaran komposisi sistem. Hukum Roult dalam bentuknya yang lebih umum
didefinisikan sebagai fugasitas dari tiap komponen dalam larutan yang sama dengan
keadaan serta fraksi molnya dalam larutan tersebut, yakni :
f1 = X1 . f1*
Sedangkan hubungan antara tekanan parsial dan komposisinya dalam larutan
merupakan pendekatan dalam hal larutan yang mempunyai komponen tekanan parsial
kecil.
o
P1 = X1 . P1
Dimana : p1 = tekanan uap larutan
po = tekanan uap larutan murni
X1 = mol fraksi larutan
Potensial kimia dari tiap komponen dalam larutan didefinisikan sebagai :
μ1 = μ1
o + R T ln X1
(Dogra, 1990).
7. BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
Alat destilasi kesetimbangan
Thermometer
Pemanas(lampu/kompor)
Tempat destilat
Tempat residu
Alat refraktometer
3.1.2. Bahan
Kloroform
Aseton
3.2 Skema kerja
Aseton dan Kloroform
Ditentukan berat jenis dari zat dengan cara Aeromater atau
Piknometer.
Ditentukan indeks biasnya.
Dibuat campuran keduanya dengan perbandingan:
Aseton : 10 ml, 8 ml, 6 ml, 4 ml, 2 ml, 0 ml
Kloroform : 0 ml, 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, 10ml.
Direfluks dan dicatat titik didihnya untuk setiap campuran.
Diambil distilat dengan pipet,ditentukan indeks biasnya.
Ditentukan juga indeks bias residunya.
Dilakukan pada setiap campuran
Aseton dan Kloroform