bab 1 (Pendahuluan)
latar belakang
pertanyaan peneliti
manfaat penelitian
batasan penelitian
definisi operasional
bab 2 (kajian pustaka)
profil
berpikir
berpikir kritis
pemecahan masalah
hubungan berpikir kritis dengan pemecahan masalah
matematika open-ended
kecemasan matematika
penelitian relevan
bab 3 (metodelogi)
jenis dan pendekatan
subjek penelitian
data dan sumber data
teknik pengumpulan data
teknik analisis data
profil berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah matematika open-ended ditinjau dari kemecamasan matematika
1. i
PROFIL BERFIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA OPEN-ENDED DITINJAU DARI KECEMASAN
MATEMATIKA
PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodelogi Penelitian Pendidikan
yang diampu Oleh Dr.Pradnyo Wijayanti, M.Pd dan Dini Kinati Fardah,
S.Pd.Si.,M.Pd
Oleh :
Renata Nurlaily Rowdlotul Jannah
NIM17030174048
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2019
2. i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..........................................................................................i
DAFTAR TABEL...................................................................................ii
DAFTAR BAGAN.................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................1
B. Pertanyaan Penelitian ...................................................6
C. Tujuan Penelitian..........................................................6
D. Manfaat Penelitian........................................................6
E. Batasan Penelitian.........................................................7
F. Definisi Operasional.....................................................7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Profil ...............................................................................9
B. Berpikir...........................................................................9
C. Berpikir Kritis................................................................10
D. Pemecahan Masalah......................................................17
E. Berpikir Kritis dalam Pemecahan Masalah .................20
F. Masalah Open-Ended.....................................................21
G. Kecemasan Matematika ................................................23
H. Penelitian yang relevan.................................................27
BAB III METODE Penelitian
A. Jenis Penelitian..............................................................29
B. Subjek Penelitian ..........................................................29
C. Data dan Sumber Data ..................................................32
D. Instrumen Penelitian.....................................................33
E. Teknik Pengumpulan data............................................34
F. Teknik Analisis data .....................................................36
G. Rancangan Penelitian....................................................40
Daftar Pustaka ......................................................................................43
3. ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah.. 20
Tabel 3.1 Kriteria Kecemasan Matematika Subjek......................................... 30
4. iii
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Alur Pemilihan Subjek.............................................................. 31
Bagan 3.2 Alur Prosedur Penelitian .......................................................42
5. 1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini, pendidikan merupakan salah satu faktor
yang berperan penting sebagai tolak ukur dari kemajuan suatu bangsa.
Oleh karena itu, pemerintah selalu berupaya memperbaiki sistem
pendidikan di Indonesia untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM)
yang berkualitas. Untuk memenuhi sumber daya manusia yang
berkualitas, maka dibutuhkan kemampuan berpikir kritis, logis,
sistematis, dan kreatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Chukwuyenum
(2013) yang menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan salah satu alat
yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menghadapi
tantangan bertahan hidup. Sejalan dengan Chukwuyenum, Aizikovith-
undi and Cheng (2015) juga berpendapat bahwa berpikir kritis
merupakan kemampuan yang penting untuk kehidupan modern
(globalisasi). Jadi salah satu modal penting dalam menghadapi tantangan
kedupan adalah berpikir kritis.
Berpikir kritis yaitu kemapuan dalam menganalisa masalah,
melakukan interferensi, melakukan evaluasi, berpikir refleksi,
memecahkan masalah, dan kemampuan menetapkan keputusan dengan
daya nalar yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Mulyana (dalam
Hidayat, 2012:3) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah
kemampuan berpikir yang ditandai dengan kemampuan
mengidentifikasi asumsi yang diberikan, merumuskan pokok-pokok
permasalahan, menentukan akibat dari suatu ketentuan yang diambil,
mendeteksi adanya bias berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda,
mengungkap data atau definisi atau teorema dalam menyelesaikan
masalah, dan kemampuan mengevaluasi argumen yang relevan dalam
penyelesaian suatu masalah. Menurut Aizikovith-undi and Cheng (2015)
menyatakan bahwa guru secara konsisten dan sistematis dapat
mendorong berpikir kritis siswa dengan menerapkan matematika untuk
6. 2
masalah nyata. Matematika dengan hakikatnya sebagai ilmu terstruktur
dan teroganisasi dan sebagai ilmu yang mengembangkan sikap berpikir
kritis, objektif, terbuka, dan terbuka menjadi sangat penting yang harus
dikuasi oleh siswa.
Di Indonesia sendiri kemampuan berpikir kritis siswa masih
rendah. Faktor penyebab rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa
Indonesia menurut Lambertus (2009) adalah model pembelajaran kurang
mendorong siswa untuk berinteraksi dengan siswa lainnya sehingga
pembelajaran berpusat kepada guru. Hal ini menyebabkan siswa tidak
memiliki keleluasaan membangun pengetahuannya sendiri, berdiskusi
dengan teman, bebas mengajukan pendapat, dapat menerima atau
menolak pendapat teman. Somakim (2010) berpendapat bahwa
kemampuan berpikir kritis siswa kurang terlatih, karena situasi seperti
menguji, mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek
yang ada dalam situasi ataupun masalah belum muncul dalam
pembelajaran. Sejalan dengan itu, hasil studi yang dilakukan oleh
Shimizu dan Yamada (Suryadi, 2012) menunjukkan bahwa guru memiliki
peran sangat penting dalam proses belajar siswa melalui pengungkapan,
pemberian dorongan, serta mengembangkan proses berpikir matematis
siswa. Dengan begitu guru sebagai fasilitator diharapkan dapat
mendarong, mengaktifkan dan mengembangkan berpikir kritis siswa,
salah satunya melalui pembelajaran matematika.
Pembelajaran matematika berada di posisi terdepan dalam
mempersiapkan para siswa di era sekarang ini. Dan Matematika dalam
pembelajaran di kelas berada di posisi terdepan dalam mempersiapkan
para siswa pada era pengetahuan sekarang ini. Menurut Suherman (2008)
kompetensi atau pembelajaran matematika salah satunya yaitu
pemecahan masalah. Polya (1973) mengemukan bahwa pemecahan
masalah merupakan suatu aktivitas intelektual yang sangat tinggi sebab
dalam pemecahan maslah siswa harus dapat menyelesaikan dan
menggunakan aturan-aturan yang telah dipelajari untuk membuat
7. 3
rumusan masalah agar melatih siswa lebih terampil dan kreatif dalam
menuangkan ide sehingga diperoleh banyak kemungkinan penyelesaian
dari masing-masing siswa. Pemecahan masalah juga mendorong siswa
untuk mendekati masalah autentik, dunia nyata dengan cara sistematis.
Selain itu, pembelajaran melalui pemecahan masalah memungkinkan
siswa membangun atau mengkontruksi pengetahunnya sendiri
didasarkan pengetahuan yang telah dimiliki.
Pemecahan masalah yang dapat mendorong siswa untuk berpikir
kritis, salah satunya yaitu masalah matematika open-ended. Menurut
Lestari(2013) melalui pembelajaran dengan masalah matematika open-
ended kemampuan berfikir kritis siswa dapat terangsang sehingga
mereka akan mendapatkan pengalaman dalam proses menemukan
jawaban dari suatu masalah. Melalui kemampuan berpikir kritis, siswa
dapat meningkatkan kemampuan untuk menolak informasi bila tidak
benar atau tidak relevan, kemampuan untuk mendeteksi kekeliruan dan
memperbaiki kekeliruan konsep, kemampuan untuk mengambil
keputusan atau kesimpulan, serta kemampuan untuk mencari
penyelesaian (solusi) baru. Poppy (2012) menyatakan bahwa masalah
matematika open ended sebagai masalah atau soal-soal matematika yang
dirumuskan sedemikian rupa sehingga memiliki beberapa atau bahkan
banyak solusi yang benar dan terdapat banyak cara untuk mencapai
solusi. Sejalan dengan Poppy, Foong (2002) juga menyebutkan bahwa
masalah matematika open ended adalah salah satu cara penyajian berbagai
macam pendekatan yang mungkin untuk menyelesaikan soal atau
adanya berbagai macam kemungkinan jawaban. Masalah matematika
open ended menuntut siswa untuk menemukan lebih dari satu jawaban
dan cara yang benar untuk menyelesaikannya.
Dari pemaparan tersebut masalah matematika open- ended
merangsang siswa menemukan jawaban dari suatu masalah lebih dari
satu. Dalam upaya menemukan berbagai alternatif penyelesaian, siswa
menggunakan seluruh kemampuannya dan menggali berbagai informasi
8. 4
yang relevan, sehingga mendorong siswa menjadi lebih kompeten dalam
memahami ide-ide matematika.
Namun pada dunia nyata masih bayak siswa yang belum mampu
memahami masalah matematika open-ended sehingga siswa mengalami
kesulitan dalam menyelesaikannya. Dimana ketika siswa menyelesaikan
masalah mataematika open-ended, siswa hanya terpaku pada satu
penyelesaian tidak mencoba kemunginan penyelesaian yang lain.
Ditambah lagi pandangan siswa mengeneai matematika yang dianggap
pelajaran yang sulit karena banyak rumus yang harus dipelajari.
Sehingga masih ada siswa yang belum mampu menyelesaikan maslah
matematika open ended. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ruseffendi
(2006) bahwa masih banyak terdapat peserta didik yang setelah belajar
matematika, tidak mampu memahami bahkan pada bagian yang paling
sederhana sekalipun, serta banyak konsep yang dipahami secara keliru
sehingga matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet, dan sulit.
Banyak faktor yang menyebabkan matematika dianggap pelajaran sulit,
diantaranya adalah karakterisitik materi matematika yang bersifat
abstrak, logis, sistematis, dan penuh dengan lambang-lambang dan
rumus yang membingungkan. Selain itu pengalaman belajar matematika
bersama guru yang tidak menyenangkan atau guru yang
membingungkan, turut membentuk sikap negatif peserta didik terhadap
pelajaran matematika. Salah satu faktor kesulitan siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika adalah munculnya rasa cemas.
Perasaan cemas tersebut dapat muncul sebagai akibat dari adanya
pengalaman siswa dalam pelajaran matematika. Kecemasan siswa dalam
menghadapi matematika dikarenakan adanya beberapa faktor, yaitu
faktor intelegensi, faktor didalam diri siswa dan factor lingkungan.
Kurangnya ketertarikan siswa terhadap pelajaran matematika disebabkan
oleh intelegensi siswa dalam pelajaran matematika, siswa yang memiliki
intelegensi tinggi akan cenderung lebih tertarik dan akan lebih evaluatif
terhadap pelajaran matematika, sedangkan siswa yang memiliki
9. 5
intelegensi yang rendah akan kurang tertarik dan kurang evaluatif
terhadap pelajaran matematika. Keadaan siswa yang merasa cemas atau
tegang dalam menghadapi matematika tersebut disebut dengan istilah
kecemasan matematika.
Kecemasan matematika adalah suatu kondisi yang menghambat
kemampuan siswa untuk mencapai potensi pengalaman belajar dan
penilaian matematika di kelas (Haylock dan Thangata, 2007). Richardson
dan Suinn (dalam Johnson 2006) mendefinisikan kecemasan matematika
sebagai suatu perasaan tegang dan cemas yang mengganggu ketika
seseorang dihadapkan dengan matematika baik dalam memanipulasi
angka maupun dalam pemecahan masalah matematika pada pelajaran
ataupun kehidupan sehari-hari. Mahmood dan Khatoon (2011)
menyebutkan indikator kecemasan matematika yang dialami seseorang,
yaitu: (a) Sulit diperintahkan untuk mengerjakan matematika, (b)
menghindari kelas matematika, (c) merasakan sakit secara fisik, pusing,
takut, dan panik, (d) tidak dapat mengerjakan soal tes matematika. Lebih
lanjut, Paul (2014) mengelompokkan kecemasan matematika dalam
empat kategori yaitu kecemasan matematika tinggi, kecemasan
matematika sedang, kecemasan matematika rendah, dan tidak memiliki
kecemasan matematika. Dalam penelitian ini, kategori yang digunakan
adalah kecemasan matematika tinggi, sedang, dan rendah.
Kecemasan matematika yang dirasakan siswa tentunya akan
mempengaruhi keadaan jiwa atau susasana hati dan emosi siswa
tersebut. Dengan demikian, kecemasan matematika yang dialami oleh
siswa tentunya akan mengganggu proses berpikir, lebih khususnya
proses berpikir kritis, dalam pembelajaran maupun pemecahan masalah
matematika.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Sherly Anindia Putri dengan
judul analisis kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan
masalah matematika dibedakan dari tingkat kecemasan terdapat
pengaruh yang signifikan pada tingkat kecemasan dalam belajar
10. 6
matematika terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan hal-
hal sebagaimana peneliti kemukakan di atas, maka peneliti melakukan
penelitian yang berjudul profil berfikir kritis siswa dalam menyelesaikan
soal open-ended ditinjau dari kecemasan matematika.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, pertanyaan dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan
masalah matematika open-ended dibedakan dari kecemasan ringan ?
2. Bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan
masalah matematika open-ended dibedakan dari kecemasan sedang ?
3. Bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan
masalah matematika open-ended dibedakan dari kecemasan berat ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan peneliti di atas, maka dapat ditentukan tujuan
penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mendiskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pemecahan masalah matematika open-ended dibedakan dari
kecemasan rendah.
2. Untuk mendiskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pemecahan masalah matematika open-ended dibedakan dari
kecemasan sedang.
3. Untuk mendiskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pemecahan masalah matematika open-ended dibedakan dari
kecemasan tinggi.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam pemecahan maslah
matematika Open-ended. Informasi tersebut dapat digunanakan guru
untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir kritis siswa.
11. 7
2. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai
rujukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai profil
berpikir kritis siswa SMP dalam pemecahan maslah matematika open-
ended atau penelitian lain yang relevan.
E. Batasan Penelitian
Agar penelitian ini terarah dan tidak terjadi pembahasan yang melebar
maka diperlukan batasan yaitu sebagai berikut.
1. Siswa yang dijadikan subjek penelitian adalah siswa kelas VII karena
didasarkan atas pertimbangan bahwa jenjang ini merupakan masa
dimana anak sudah melalui tahap operasional formal(Piaget),dimana
siswa kelas VII sudah mampu berpikir abstrak, menarik kesimpulan,
dan menganalisis masalah secara ilmiah sehigga mengungkinkan
siswa dapat menggunakan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pemecahan masalah matematika open-ended.
2. Materi yang digunakan adalah materi segitiga dan segiempat. Hal ini
karena soal open-ended harus kaya konsep matematika sehingga siswa
lebih leluasa untuk menggunakan bebagai cara penyelesaian.
F. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran dalam memahami judul
penelitian ini, maka terdapat definisi istilah terkait judul, pertanyaan,
tujuan dan manfaat penelitian.
1. Profil
Profil addlah suatu gambaran atau deskripsi yang utuh tentang
sesuatu yang diungkapkan baik dengan gambar atau deskripsi kata-
kata.
2. Berfikir
Berpikir adalah proses kognitif berupa segala aktivitas yang
melibatkan mental yang disadari dan diarahkan untuk merumuskan
atau memecahkan maslah, membuat keputusan, atau memperoleh
pengetahuan yang berupa pertanyaan-pertanyaan dan hasil
penyelesaian matematika.
12. 8
3. Berfikir kritis
Berfikir kritis adalah sutu proses kognitif yang melibatkan operasi
mental yang disadari dan diarahkan untuk merumuskan atau
memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memperoleh
pengetahuan yang berupa pertanyaan-pertanyaan dan hasil
penyelesaian matematika dengan mempunyai keputusan yang
diyakini untuk dilakukan. Kriteria berpikir kritis Facione
(interprestasi, analisis, evaluasi, inferrensi, penjelasan, regulasi diri).
4. Pemecahan masalah
Pemecahan masalah adalah suatu aktivitas intelektual yang sangat
tinggi sebab dalam pemecahan masalah siswa harus dapat
menyelesaikan dan menggunakan aturan-aturan yang telah dipelajari
untuk membuat rumusan masalah agar melatih siswa lebih terampil
dan kreatif dalam menuangkan ide sehingga diperoleh banyak
kemungkinan penyelesaian dari masing-masing siswa.
5. Masalah matematika
Masalah matematika adalah suatu proses dalam menyelesaikan
masalah yang tidak biasa (unusual problem) pada matematika, di mana
dalam penyelesaiannya perlu berpikir tingkat tinggi, tetapi masalah
tersebut masih terjangkau oleh pemikiran siswa.
6. Masalah matematika open-ended
Masalah open-ended adalah masalah yang memiliki beberapa jawaban
yang benar atau beberapa cara unuk mendapatkan jawaban yang
benar.
7. Kecemasan matematika
Kecemasan matematika adalah perasaan takut dan tidak nyaman
siswa ketika berhadapan dengan pelajaran matematika dan
mengerjakan soal-soal metematika.
13. 9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Profil
Profil berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti
pandangan dari samping, lukisan(gambaran), penampang, grafik atau
ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus atau sketsa
biografis. Selain itu, Ferraris (2013) mengungkapkan bahwa,
Applying profil is the process of identifying and representing a specific
subject or to identify a subject as a member of a specific group or category
and taking some form of decision based on this identification and
representation.
Dengan kata lain, profil merupakan suatu proses mengidentifikasi
dan merepresentasikan subjek tertentu untuk membuat keputusan.
Sejalan dengan pernyataan-pernyataan tersebut, Hafiyusholeh (2018)
mengungkapkan bahwa profil adlah gambaran yang utuh, menyeluruh,
dan alami tentang sesuatu yang berupa gambaran atau deskripsi.
Berdasarkan pemaparan di atas , dapat dikatakan bahwa profil
merupakan suatu gambaran menyeluruh untuk mendeskripsikan suatu
konsep tertentu.
B. Berpikir
Keajuan sains dan teknologi berkembang pesat, maka diperlukan
adanya suatu aktivitas berpikir untuk menghadapi tantangan dalam
menjalani kehidupan. Berpikir merupakan suatu kemampuan yang
dimiliki oleh manusia sejak mulai mengenal lingkungan sekitarnya.
Kemampuan berpikir ini bergantunng pada kemampuan manusia dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dalam membuatkeputusan yang
berkaitan dengan pemecahan suatu masalah, berpikir sangat diperlukan.
dengan berpikir dapat memunculka ide atau gagasan dan langkah yang
tepat dalam menyelesaikan masalah. Berpikir merupakan suatu proses
yang mempengaruhi penafsiran terhadap rangsangan-rangsangan yang
melibatkan proses sensari, persepsi, dan memori (Sobur,2003). Berpikir
14. 10
juga memuat kegiatan meragukan dan memastikan merancang,
menghitung, mengukur, mengevaluasi, membandingkan,
menggolongkan, memilih atau membedakan, menghubungkan,
menafsirkan, melihat kemungkinan yang ada, menganalisis sintesis,
menalar, atau menarik kesimpulan dari premis yang ada, menimbang,
serta memutuskan (Sobur,2003).
Santrock (2007) juga berpendapat bahwa berpikir kritis adalah
manipulasi atau mengelola dan mentransformasikan informasi dalam
memori yang bertujuan untuk membentuk konsep, bernalar dan berpikir
secara kritis, membuat keputusan, berpikir secara kreatif, dan
memecahkan masalah. Sejalan dengan pendapat Santrock, Glass dan
Holyoak,dkk (dalam Suherman, 2005) berpikir dikatakan sebagai proses
menghasillkan representasi mental yang baru melalui transformasi
informasi yang melibatkan interaksi secara komplek antara atribut-atribut
mental seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi, dan pemecahan
masalah.
DePoter dan Hernacki (1999) membedakan cara berpikir manusia
menjadi beberapa bagian yaitu: berpikir vertikal, berpikir lateral, berpikir
kritis, berpikir kreatif, berpikir analisis, berpikir stategis, dan berpikir
tentang hasil. Berdasarkan pengertian para ahli tentang berpikir kritis di
atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa berpikir adalah aktivitas
mental seseorang alam menerima dan mengolah informasi serta menarik
kesimpulan untuk mengambil keputusan dari suatu permasalahan yang
dihadapi.
C. Berpikir kritis
Berpikir kritis merupakan suatu perwujutan dari alah satu
berpikir tingkat tinggi yang perlu dikuasai oleh siswa dalam
pembelajaran (Siswono,2008). Menurut Angelo (1995) berpikir kritis
harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi analisis,
sintesis, pengenalan masalah dan pemecahannya. Dalam berpikir kritis
dapat diinterprestasikan ke dalam berbagai cara. Menurut Ennis (2011),
15. 11
berpikir kiritis merupakan berpikir mauk akal dan reflektif yang tefokus
dalam memutuskan tentang apa yang harus dipercaya dan dilakukan.
Definisi ini menunjukkan bahwa pengambilan keputusan merupakan
bagian dari berpikir kritis.
Menurut Dewey (1910), berpikir kritis sebagai berpikir reflektif
yang didefinisikan sebagai pertimbangan yang aktif, terus-menerus, dan
teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang
diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang
mendukung dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi
kenderungannya. Maksud dari definisi tersebut, ketika seseorang
mempertimbangkan berbagai hal ia tidak terburu-buru dan tidak
langsung memutuskan tanpa memikirkannya. Pandangan yang
menunjukkan adanya keterampilan berpikir kritis diuangkapkan oleh
Cottrel (2005) bahwa berpikir kritis adalah sebuah proses pertimbangan
kompleks yang melibatkan berbagai keterampilan dan sikap.
Scriven (dalam Fisher, 2011) lebih lanjut menjelaskan bahwa
berpikir kritis pada umumnya berhubungan dengan mengevaluasi
kebenaran, probabilitas atau reliabilitas klaim-klaim. Oleh karena itu ia
menambahkan evaluasi dan interprestasi ke dalam definisi berpikir
kritisnya. Begitu juga Diyanni (2016) mendefinisikan berpikir kritis
sebagai berpikir terarah yang dipandu oleh bukti beralasan. Mencakup
mendefinisikan maslah, mengidentifikasi argumen, menggunakan data
yang relevan, mengajukan pertanyaan kunci, dan menggunakan
informasi secara efektif untuk membuat penilaian beralasan.
Berdasarkan pandangan para ahli mengenai berpikir kritis dapat
disimpulkan bahwa berpikir kritis adlah berpikir masuk akal, teliti an
terarah yang melibatkan aktivitas menganalisis dan mengevaluasi dalam
suatu maslah untuk mencapai suatu kesimpulan.
Berpikir kritis perlu dimiliki siswa sejalan dengan wacana
meningkatkan mutu pendidikan. Berpikir kritis penting di dalam
pendidikan karena memberikan kesempatan pada siswa untuk
16. 12
perkembangan pribadinya dan mempersiapkan siswa untuk kehidupan
kedewasaannya. Tujuan dari pengajaran pemikiran kritis menurut
Sapriya (2011), tujuan berpikir kritis ialah untuk menguji suatu pendapat
atau ide, termasuk di dalamnya melakukan pertimbangan atau pemikiran
yang didasarkan pada pendapat yang diajukan. Kemampuan berpikir
kritis dapat mendorong memunculkan ide-ide atau pemikiran baru
mengenai permasalahan.
Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud adalah kesanggupan
atau kecakapan yang dimiliki seseorang dalam berpikir masuk akal, teliti,
an terarah yang melibatkan aktivitas menganalisis dan mengevaluasi
dalam suatu masalah untuk mencapai suatu kesimpulan.
Berpikir kritis sebagai salah satu kompetensi dasar yang harus
dikembangkan dalam pembelajaran telah menggugah banyak ahli untuk
menyumbangkan pemikirannya salah satunya adalah menurut Facione.
Facione (2011) mengungkapkan kriteria berpikir kritis yaitu : interpretasi,
analisis, evaluasi, inferensi, penjelasan, dan regulasi diri. Berikut akan
dijelaskan lebih lengkap mengenai kriteria berpikir kritis yang diajukan
oleh Facione (2011) :
a. Interpretasi
“interpretation is to comprehend and express the meaning or
significance of a wide varienty of experiences, situations, data,
events, judgment, conventions, beliefs, rules,procedures, orcriteria”
(Facione, 2011:5). Hal ini berarti interpretasi digunakan untuk
memahami dan mengungkapkan makna atau arti dari
berbagai pengalaman, situasi, data, peristiwa, penilaian,
konvensi, keyakinan, aturan, prosedur, atau kriteria.
Indikator dari interprestasi menurut Rofi’ah (2018) yaitu :
1. Kategorisasi artinya suatu proses dimana gagasan dan
benda dikenal, dimengerti, dan dibedakan. Ditandai
dengan siswa mengungkapkan makna dari berbagai data,
aturan atau kriteria yang terkait maslah yang diajukan.
17. 13
Dalam menyelesaikan masalah open-ended siswa
merumuskan pokok permasalahan tentang materi dari
masalah yang diberikan.
2. Dekode artinya mengubah informasi ke dalam bahsa yang
dikenalnya atau menemukan makna atau arti ke dalam
bahasa yang dikenal. Ditandai dengan siswa membaca
permasalahan dan berupaya untuk mengemukakan apa
yang diketahui dan ditanyakan pada masalah yang
diajukan. Dalam menyelesaikan masalah open-ended
siswa mendapatkan informasi terkait yang diketahui yang
diketahui dan ditanyakan pada maslah yang diberikan.
3. Klarifikasi makna arrtinya menjelaskan suatu makna.
Ditandai dengan siswa mengungkapkan makna dari suatu
pernyataan. Dalam menyelesaikan maslaah open-ended
siswa menjelaskan lebih detail tentang data yang terdapat
pada masalah yang diberikan.
b. Analisis
“analysis is to identify the intended and actual inferential
relationships among statements,questions,concepts, descriptions, or
other forms of representation intended to express belief, judgment,
experiences, reasons, information, or opinions” (Facione,2011:5)
Hal ini berarti analisis yang digunakan untuk
mengidentifikasi hubungan aktual antara pernyataan,
pertanyaan, konsep, deskripsi, atau bentuk lain dari
representasi yang digunakan untuk mengungkapkan
keyakinan, penilaian, pengalaman, alasan, informasi, atau
opini.
Indikator dari analisis menurut Rofi’ah (2018) yaitu :
1. Identifikasi argumen artinya menjelaskan suatu alasan
yang digunakan dalam berpendapat. Ditandai dengan
siswa mengemukakan argumen-argumen terkait
18. 14
permasalahan yang diajukan. Dalam menyelesaikan
masalah open-ended siswa merumuskan langkah awal
dalam menyelesaikan masalah yang diberikan.
2. Analisis argumen artinya menyelidiki suatu alasan yang
digunakan untuk berpendapat. Ditandai dengan siswa
menyatakan argumen-argumen atau dasar-dasar yang
dibuat dalam membuat suatu simpulan. Dalam
menyelesaikan masalah open-ended siswa memberikan
pendapat terkait langkah awal dari masalah yang
diberikan.
c. Evaluasi
“evalucation as meaning to assess the credibility of statements or
other representations which are accountsor descriptions of a person’s
perception, experience, situations, judgment, belief, or opinions and
to assess the logical strength of the actual or intended inferential
relationships among statements, descriptions, questions, or other
forms of representation” (Facione, 2011:6)
Hal ini berarti evaluasi digunakan untuk kredibilitas
pernyataan atau representasi lain yang merupakan laporan
deskripsi dari presepsi, pengalaman, situasi, keputusan,
kepercayaan, maupun opini juga digunakan untuk menilai
kekuatan logis hubungan inferensial antara pertanyaan,
deskripsi, pernyataan atau bentuk representasi lain.
Indikator dari evaluasi menurut Rofi’ah (2018) yaitu :
Penilaian argumentasi artinya mengecek seberapa kuat
alasan yang digunakan untuk berpendapat. Ditandai
dengan siswa menilai seberapa kuat argumen-argumen
ini dan dapat mengemukakan seberapa yakin dengan
kesimpulan yang dibuat. Dalam menilai langkat awal
yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang
diberikan.
19. 15
d. Inferensi
“inference means to identify and secure element needed to draw
reasonable conclusions to form conjectures and hypotheses, to
consider relevant informations” (Facione’2011:6)
Hal ini berarti bahwa inferensi digunakan untuk
mengidentifikasi elemen yang dibutuhkan untuk penarikan
kesimpulan yang bernalar, untuk membentuk hipotesis, dan
untuk mempertimbangkan informasi yang relevan. Indikator
dari inferensi menurut Rofi’ah (2018) yaitu :
1. Pemikiran alternatif artinya mengungkapkan alternatif
jawaban yang lain ketika diwawancarai. Ditandai engan
siswa mengemukakan alternatif-alternatif yang tidak
dieksplorasi. Dalam menyelesaikan masalah open-ended
siswa memberikan jawaban alternatif terkait masalah yang
diberikan
2. Penarikan kesimpulan artinya menyimpulkan soal dari
yang ditanya dan diketahui. Ditandai dengan siswa
mengemukakan kesimpulan yang terjadi mengingat
berdasarkan apa yang diketahui dalam soal. Dalam
menyelesaikan masalah open-ended siswa menyimpulkan
masalah melalui informasi yang didapatkan.
3. Penyelesaian masalah artinya mengumpulkan informasi
tambahan yang koheren dengan penyelesaian masalah.
Ditandai dengan siswa menyebutkan informasi tambahan
yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan.
Dalam menyelesaikan masalah open-ended siswa
menumpulkan informasi tambahan yang koheren dari
masalah yang diberikan.
e. Penjelasan
“explanations as being able to present in a cogent and cohereal way
the results of one’s reasoning” (Facione, 2011:6). Hal ini berarti
20. 16
penjelasan digunakan untuk meyakinkan hasil penalaran
seseorang dengan kuat dan berhubungan. Ini berarti untuk
menyatakan dan membenarkan penalaran dalam hal bukti,
konseptual, metodelogis, kriteria, dan konstektual didasarkan
atas pertimbangan dan untuk menyajikan penalaran seseorang
dalam bentuk argumen yang meyakinkan. Indikator dari
penjelasan menurut Rofi’ah (2018) yaitu :
1. Deskripsi masalah artinya menghubungkan masalah
dengan informasi yang dikumpulkan. Ditandai dengan
siswa menjelaskan dan menghubungkan hasil analisisnya.
Dalam menyelesaikkan masalah open-ended siswa
menghubungkan semua informasi yang didapatkan
dengan langkah penyelesaian.
2. Justifikasi prosedur artinya menjelaskan langkah-langkah
dalam menyelesaikan suatu maslah. Ditandai dengan
menjelaskan langkah-langkah untuk mendapatkan
jawaban. Dalam menyelesaikan maslah open-ended siswa
menjelaskan langkah-langkah yang diambil ketika
melakukan penyelesaian melalui pekerjaan siswa.
3. Artikulasi argumen artinya menjelaskan alasan atau
gagasan dalam menyelesaikan suatu masalah. Ditandai
dengan siswa menjelaskan alasan jawaban. Dalam
menyelesaikan masalah open-ended siswa menjelaskan
alasan siswa memilih langkah tersebut dalam
menyelesaikan masalah.
f. Regulasi diri
“Self-regulation to mean self-consciously to monitor one’s cognitive
activities, the element used in those activities” (Facione, 2011:7).
Hal ini berarti regulasi diri merupakan kesadaran diri yang
digunakan untuk memantau kegiatan kognitif seseorang,
unsur-unsur yang digunakan dalam kegiatan tersebut dan
21. 17
hasilnya, terutama dengan menerapkan keterampilan dalam
analisis dan evaluasi untuk penilaian sendiri atau mengoreksi
salah satu dari hasil atau penalaran seseorang. Indikator dari
regulasi diri menurut Rofi’ah (2018) yaitu :
1. Penilaian diri artinya memprediksi hasil dari langkah yang
diusulkan. Ditandai dengan siswa menyelesaikan seberapa
bagus metode yang dilakukan dan seberapa baik dengan
mengikuti hal tersebut. Dalam menyelesaikan masalah
open-ended siswa menjelaskan penyelesaian yang lebih
mudah dan cepat.
2. Pengoreksian diri artinya mengevaulasi kembali langkah
penyelesaian. Ditandai dengan siswa meninjau kembali
apa yang sudah dilakukan sebelum mengambil keputusan
akhir. Dalam menyelesaikan masalah open-ended siswa
mengecek kembal langkah-langkah penyelesaian dari
maslah yang diberikan.
D. Pemecahan masalah
Pemecahan masalah merupakan aktivitas yang paling sering
digunakan dalam keterampilan berpikir. Oleh karenanya dalam
pembelajaran matematika kemampuan pemecahan masalah menjadi
salah satu tujuan dan kompetensi yang harus dikembangkan.
Solso,dkk(2008) mengemukakan bahwa pemecahan masalah
adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan
suatu solusi atau jalan secara langsung untuk menemukan suatu solusi
atau jalan keluar untuk suatu maslah yang spesifik. Menurut Krulik dan
Runick (1996), pemecahan maslah adalah sebuah proses dimana
seseorang menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman
yang diperoleh sebelumnya untuk memenuhi tuntutan situasi yang asing.
Sejalan dengan Krulik dan Runick, menurut Siswono (2008), pemecahan
masalah adalah suatu proses atau upaya individu dlam merespon dan
22. 18
mengatasi halangan atau kendala ketika jawaban atau metode untuk
menentukan solusinya belum nampak jelas.
Dari penjelasan yang diungkapkan para ahli dpat disimpulkan
barwa pemecahan masalah merupakan proses untuk menemukan suatu
solusi dari suatu pertanyaan yang tidak dapat diselesaikan menggunakan
prosedur rutin yang sudah diketahui siswa.
Dalam memecahkan suatu masalah seseorang mungkin tidak
menyadari bagaimana prosesnya. Namun tidak dapat disangkal bahwa
untuk memecahkan sebuah masalah seseorang mungkin melakukan
langkah-langkah tertentu. Berikut disajikan beberapa langkah pemecahan
masalah dalam pembelajaran matematika menurut Polya meliputi
memahami masalah, membuat rencana, melaksanakan rencana dan
memeriksa kembali. Berikut akan dijelaskan lebih lengkap mengenai
langkah pemecahan maslah yang diajukan oleh Polya (1973) :
1. Memahami masalah
Pada langkah ini, sisiwa yang akan menyelesaikan masalah
harus memahami masalah terlebih dahulu an mengetahui hal apa
yang dibutuhkan dan ditanyakan pada masalah tersebut.
2. Membuat rencana
Pada tahap ini bearti siswa menyusun rencana selusi dari
masalah. Siswa dapat memiliki rencana dengan baik apabila
mengetahui garis besar bagaimana perhitungan, algoritma, atau
konstruksi yang harus dilakukan untuk mendapatkan yang tidak
diketahui.
Pertanyaan-pertanyaan yang bisa menunjukkan kemampuan
siswa dalam tahap membuat rencana meliputi :
a. Have you seen or experience a similar problem in the real world? If yes,
in what way is it similar? In what way is different?
b. Could you change the unknow or the data, or both if necessary, so that
the unknow and the new data make more sense in the real world?
23. 19
c. Does the plan do you divised for solving the problem arisefelling in you?
What are they?
(Jurdak,2016)
Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa pad tahap
membuat rencana siswa pelu mengingat kembali apakah pernah
melihat maslah ini sebelumnya, letak perbedaanya, serta cara
penyelesaiannya. Selain itu, siswa perlu mengubah informasi yang
belum diketahuinya untuk membantu menyelesaikan maslah
kemudian menentukan rencana yang dibuat telah sesuai dengan yang
dipikirkan.
3. Melaksanakan rencana
Pada langkah ini melaksanakan rencana sisea perlu
memeriksa setiap langkah penyelesaian. Berikut ini merupakan
pertanyaan yang dapatmenunjukkan tahapan melaksanakan rencana
meliputi ,
a. Can you see clearly that the step is correct?
b. Can you prove that it is correct?
Pertanyaan di atas menunjukkan bahwa siswa perlu
memeriksa ulang rencana yang telah dilakukan dan membuktikan
kebenarannya. Sejalan dengan hal ini, Jurdak (2016) mengungkapkan
pernyataan pada tahapan ini yaitu, “would you use the same kind of
pland in solving real world problem”. Dengan kata lain, pada tahap
melaksanakan rencana siswa perlu mengecek apakah cara yang
digunakan sama dengan cara menyelesaikan masalah dalam
kehidupan nyata.
4. Memeriksa kembali
Pada langkah memeriksa kembali siswa perlu menguji solusi yang
telah diperolehnya. Berikut merupakan pertanyaan yang dapat
digunakan, meliputi :
a. Can you check the result? Can you check the argument?
b. Can you derive the result differently? Can you see it at a glance?
24. 20
c. Can you use the result, or the method, for sme other problem?
Pertanyaan di atas, menunjukkan bahwa siswa perlu
memeriksa kembali hasil yang diperolehnya beserta argumentasinya,
menemukan hasil lain dengan cara yang sama, dan menerapkan cara
yang digunakan dlam maslah yang berbeda. Selain itu, Jurdak (2016)
membuat pertanyaan dalam tehapan memeriksa kembali yaitu,”does
the solution of this problem help in solving real world problem? How?”. Hal
ini berarti dalam tahapan memeriksa rencana siswa untuk
menyelesaikan maslah nyata dan menemukan caranya.
E. Berpikir kritis dalam pemecahan masalah
Berpikir kritis dan pemecahan masalah dianggap oleh banyak
orang sebagai dasar baru dalam pembelajaran. Penelitian terbaru dalam
kognisi menunjukkan bahwa ternyata menggunakan pengetahuan
sebagainama yang sudah dipelajari, menerapkan keterampilan seperti
berpikir kritis, pemecahan maaslah, dan kreativitas terhadap konten
pengetahuan dapat meningkatkan motivasi dan meningkatkan hasil
belajar (Trilling dan Fade,2009).
Lebih lanjut, Trilling dan Fadel (2009) mengungkapkan bahwa
berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah dpat dipelajari
melalui berbagai kegiatan penyelidikan dan pemecahan masalah.
Keterampilan ini dapat dikembangkan dengan efektif melalui proyek
belajar yang bermakna yang didorong oleh keterlibatan pertanyaan dan
masalah. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa terdapat
keterkaiatan antara berpikir kritis dengan pemecahan masalah.
Berikut ini disajikan hubungan indikator kemampuan berpikir
kritis siswa dalam pemecahan masalah berdasarkan tahapan pemecahan
masalah polya.
Tabel 2.1 kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah
No Tahapan pemecahan
masalah
Kriteria berpikir
kritis
Indikator berpikir kritis
1. Memahami masalah Interprestasi - Kategorisasi
25. 21
- Dekode
- Klarifikasi
makna
2. Membuat rencana Analisis - Identifikasi
argumen
- Analisis
argumen
Evaluasi Penilaian argumen
3. Melaksanakan
rencana
Inferensi - Pemikiran
alternatif
- Penarikan
kesimpulan
- Penyelesaian
masalah
Penjelasan - Deskripsi
masalah
- Justifikasi
prosedur
- Artikulasi
argumen
4. Memeriksa kembali Regulasi diri - Penilaian diri
- Pengoreksian
diri
F. Masalah open-ended
Yee (2002) mendefinisikan open-enden sebagai berikut. “open-
ended problems as ill-structured problems because they inside missing
data or assumptions and theyno fixed procedursthat guarantees a correct
solution”.
Pengertian daari pernyataan di atas yaitu masalah open-ended
merupakan masalah tak lengkap karena ada data atau asumsi-asumsi
26. 22
yang hilang dan tidak ada prosedur tetap yang menjamin solusi tepat.
Menurut Ismail (2011),masalah terbuka atau yang biasa disebut masalah
open-ended adalah suatu masalah yang memiliki banyak cara
menjawabnya. Ciri yang tepenting dari soal open-ended adalah tersedianya
keleluasaan bagi siswa untuk menggunakan sejumlah metode yang
dianggap paling sesuai dalam menyelesaiakan masalah.
Menurut Backer dan Epstein (dalam Wijaya, 2012) suatu soal
dapat terbuka dalam tiga kemungkinan sebagai berikut.
1. Proses yang terbuka yaitu ketika soal menekankan pada cara dan
strategi yang berbeda dalam menemukan solusi yang tepat. Jenis soal
semacam ini msih mungkin memiliki satu soal tunggal.
2. Hasil akhir yang terbuka yaitu ketika soal memiliki jawaban akhir
yang berbeda-beda.
3. Cara untuk mengembangkan yang terbuka, yaitu ketika soal
menekankan pada bagaimana siswa dapat mengembangkan soal baru
berdasarkan soal awal yang diberikan.
Sawada (2007) mengklasifikasikan masalah matematika open-ended
dalam tiga tipe, yaitu:
1. Tipe 1
Finding relation (meneukan hubungan) adlah siswa diminta
menentukan beberapa aturan/ relasi matematika dari masalah yang
telah disajikan.
2. Tipe 2
Classifying (mengklasifikasikan) adalah siswa diminta
mengklasifikasikan berdasarkan karakteristik yang berbeda dan
memformulasikan konsep matematika
3. Tipe 3
Measuring (mengukur) memberikan siswa kesempatan untuk
menentukan ukuran-ukuran dari suatu kejadian. Siswa diharapkan
dapat menggunakan pengetahuan atau keterampilan yang telah
mereka pelajari sebelumnnya untuk memecahkan suatu masalah.
27. 23
Pada tipe ini siswa melakukan aktivitas menghitung, mengukur, dan
keterampilan matematika lainnya.
Dalam penelitian ini jenis masalah matematika open-ended termasuk
dalam tipe tiga yaitu memberikan siswa kesempatan untuk menentukan
ukuran-ukuran suatu kejadian.
G. Kecemasan matematika
Kecemasan matematika merupakan bentuk perasaan seseorang
baik berupa perasaan takut, tegang ataupun cemas dalam menghadapi
persoalan matematika atau dalam melaksanakan pembelajaran
matematika dengan berbagai bentuk gejala yang ditimbulkan. Orang
yang memiliki kecemasan matematika cenderung menganggap
matematika sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Perasaan tersebut
muncul karena beberapa faktor baik itu berasal dari pengalaman pribadi
terkait dengan guru atau ejekan teman karena tidak bisa menyelesaikan
permasalahan matematika (Wicaksono dan Saufi, 2013).
Posamentier (dalam Sutame dkk, 2011) mengatakan “Math anxiety
is respon, overtime to stress in the math classroom where tests are frequently
given under time pressure, in the home where there is competition with
siblings, or at the workplace” yang artinya bahwa Mathematics Anxiety
merupakan respon (siswa) terhadap tekanan sepanjang waktu dalam
pembelajaran dalam kelas berupa kegiatan tes, persaingan dalam
keluarganya, atau di tempat kerja. Menurut Haylock dan Thangata
(dalam Sutame dkk, 2011), mathematicsanxiety adalah suatu kondisi yang
menghambat kemampuan siswa untuk mencapai potensi pengalaman
belajar dan penilaian matematika di kelas, atau keduanya yang
merupakan respon emosional dan obyek dari rasa takut atau ketakutan.
Ashcraft (2002) mendefinisikan kecemasan matematika sebagai
perasaan ketegangan, cemas atau ketakutan yang mengganggu kinerja
matematika. Siswa yang mengalami kecemasan matematika cenderung
menghindari situasi dimana mereka harus mempelajari dan mengerjakan
matematika. Sedangkan Richardson dan Suinn (1972) menyatakan bahwa
28. 24
kecemasan matematika melibatkan perasaan tegang dan cemas yang
mempengaruhi dengan berbagai cara ketika menyelesaikan soal
matematika dalam kehidupan nyata dan akademik (dalam Anita, 2014)
Menurut Solikah (2012), kecemasan siswa pada matematika
merupakan keadaan emosi siswa yang dicirikan dengan kegelisahan,
kekhawatiran, dan ketakutan ketika siswa menghadapi pelajaran
matematika.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa kecemasan matematika adalah perasaan yang tidak
menyenangkan bagi seseorang terhadap matematika dengan berbagai
bentuk gejala yang ditimbulkan.
Kecemasan matematika merupakan akumulasi dari sikap
terhadap fenomena pembelajaran matematika. Kecemasan matematika
memiliki beberapa ragam diantaranya kecemasan yang muncul pada tes
matematika. Arem (dalam Sutame dkk, 2011) memberikan gambaran
tentang proses terjadi kecemasan matematika. Proses tersebut disebut
dengan math anxiety circle (lingkaran kecemasan matematika). Math
anxiety circle memiliki lima tahap.
Tahap pertama adalah faktor penyebab. Faktor penyebabnya
diantaranya embarrassments (memalukan), negative life experiences associated
with learning math (pengalaman negatif yang berhubungan dengan
pembelajaran matematika), social pressures and expectations (tekanan sosial
dan harapan), desires to be perfect (keinginan untuk menjadi sempurna),
dan poor teaching methods (metode pembelajaran yang buruk). Tahap
kedua berkaitan dengan pikiran negatif, yakni negativethoughts about math
(pikiran negatif tentang matematika); negative thoughts about one’s own
ability to do math (pikiran negatif tentang kemampuan sendiri untuk
melakukan sesuatu tentang matematika); preoccupation with disliking math,
self-doubts and worry (keasyikan dengan tidak menyukai, matematika
keraguan diri dan khawatir). Tahapan ketiga berkaitan dengan
29. 25
kecemasan. Tahapan keempat berkaitan dengan respon fisik. Tahap
kelima berkaitan dengan berkaitan dengan buruknya hasil belajar.
Ika (2014)menyatakan bahwa penyebab kecemasan matematika
dapat digolongkan ke dalam tiga kategori yautu sebagai berikut:
1. Faktor kepribadian (psikologis atau emosional) Misalnya perasaan
takut siswa akan kemampuan yang dimilikinya (selfefficacy belief),
kepercayaan diri yang rendah yang menyebabkan rendahnya nilai
harapan siswa (expectancy value), motivasi diri siswa yang rendah
dan sejarah emosional seperti pengalaman tidak menyenangkan di
masa lalu yang berhubungan dengan matematika menimbulkan
trauma.
2. Faktor lingkungan atau sosial Misalnya kondisi saat proses belajar
mengajar matematika di kelas yang tegang diakibatkan oleh cara
mengajar, model dan metode mengajar guru matematika. Rasa takut
dan cemas terhadap matematika dan kurangnya pemahaman yang
dirasakan para guru matematika dapat terwariskan kepada para
siswanya. Faktor lain yaitu keluarga terutama orang tua siswa yang
terkadang memaksakan anak-anaknya untuk pandai dalam
matematika karena matematika dipandang sebagai sebuah ilmu yang
memiliki nilai prestise.
3. Faktor intelektual Faktor intelektual terdiri atas pengaruh yang
bersifat kognitif, yaitu lebih mengarah pada bakat dan tingkat
kecerdasan yang dimiliki siswa.
Stuard dan Laras (2001) menjelaskan tingkatan kecemacan
matematika terdiri dari kecemasan rendah, kecemasan sedang, dan
kecemasan tinggi. Berikut akan dijelaskan lebih lengkap mengenai
tingkatan kecemasan matematika siswa oleh Stuard dan Laras (2001) .
1. Kecemasan rendah
Kecemasan yang berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari danmenyebabkan siswa menjadi waspada serta
meningkatkan daerah presepsinya. Kecemasan dalam tingkatan ini,
30. 26
dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumtuhan serta
kreativitas.
2. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan siswa untuk memusatkan
pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga
siswa dalam tingkatan ini mengalami perhatian yang lebih terarah.
3. Kecemasan tinggi
Kecemasan tinggi sangat mengurangi daerah presepsi siswa.
Siswa cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik
serta tidak dapat berpikir terhadap hal lain. Semua perilaku
ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Siswa memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada hal lain.
Sementara itu, Halminton Anxienty Rating Scale (HARS)
mengkatagorikan kecemasan matematika siswa menjadi tiga yaitu :
a. Kecemasan tinggi
Pada kategoi ini, 25≤ skor angket ≤ 30
b. Kecemasan sedang
Pada kategori ini, 18 ≤ skor angket ≤ 24
c. Kecemasn rendah
Pada kategori ini, skor angket ≤ 17
Ciri-ciri siswa yang mengalami kecemasan menurut Dacey (dalam
Hastuti,2016) dapat ditinjau dari tiga komponen yaitu :
a. Komponen psikologi
Berupa kegelisahan, gugup, tegang, cemas, rasa tidak aman, takut,
dan cepat terkejut.
b. Komponen fisiologis
Berupa jantung berdebar, keringatdingin pada telapak tagan, mudah
emosi, respon kulit terhadap aliran galvanis (sentuhan dari luar)
berkurang, gerakan peristaltik(gerakan berulang-ulang tanpa
disadari) bertambah.
c. Komponen sosial
31. 27
Sebuah perilaku yang ditunjukkan individu dilingkungannya.
H. Penelitian yang relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Lestari yang berjudul Proses
Berpikir Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika Open-Ended
Ditinjau dari Kemampuan Matematika Siswa dan Perbedaan Jenis
Kelamin Pada Materi Kubus dan Balok. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa siswa berjenis kelamin laki-laki dan perempuan
pada umumnya memiliki kemampuan yang sama. Hal ini terlihat dari
tingkat kemampuan matematika tinggi baik laki-laki dan perempuan
dapat melalui tahap berpikir kritis. Sedangkan tingkat kemampuan
matematika sedang baik laki-laki dan perempuan tdak dapat melalui
satu atau lebih tahapan berpikir kritis.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah tinjauan,
materi dan indikaror berpikir kritis. Pada penelitian Lestari proses
berpikir kritis siswa dalam memecahan masalah ditinjau dari
kemampuan matematika dan perbedaan jenis kelamin, serta terdapat
perbedaan pada meteri, Lestari menggunakan materi kubus dan
balok, dan indikator berpikir kritisnya berdasarkan kriteria berpikir
kritis Jacob dan Sam. Sedangkan pada penelitian ini tinjauan yang
digunakan adalah kecemasan matematika, materi yang digunakan
adlah segitiga dan segiempat, dan indikator berpikir kritis yang
digunakan berdasarkan kriteria berpikir kritis Facione. Persamaannya
terletask pada sama-sama meneliti tentang profil berpikir kritis siswa
SMP.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Khusnawiyati yang berjudul
Profil Berpikir Kritis Siswa SMP dalam Menyelesaikan Masalah Open-
Ended ditinjau dari Kemampuan Matematika. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan siswa dengan kemampuan matematika tinggi
memenuhi semua kriteria berpikir kritis yaitu: interpretasi, analisis,
evaluasi, infersi, penjelasan dan regulasi diri. Siswa yang memiliki
kemampuan matematika sedang memenuhi beberapa kriteria berpikir
32. 28
kritis yaitu: analisis, evaluasi, dan penjelasan, serta pada kriteria
interpretasi dan infersi ada yang tidak tercapai. Sedangkan siswa
yang kemampuan matematika rendah hanya memenuhi kriteria
interprestasi namun hanya indikator dekode saja.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah tinjauan.
Pada penelitian Lestari proses berpikir kritis siswa dalam memecahan
masalah ditinjau dari kemampuan matematika. Sedangkan pada
penelitian ini tinjauan yang digunakan adalah kecemasan
matematika. Persamaannya terletask pada sama-sama meneliti
tentang profil berpikir kritis siswa SMP, berpikir kritis berdasarkan
Facione serta masalah matematika open-ended.
33. 29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan berpikir
kritis siswa dalam pemecahan masalah matematika open-ended ditinjau
dari kecemasan matematika. Maka jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Penelitian ini dirancang untuk menggambarkan
suatu kejadian pada situasi yang alami dengan cara mendeskripsikan
dalam bentuk paragraf. Sejalan dengan itu, Bekti (dalam Rahmat,2009)
menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan
dan perilaku orang-orang yang diamati.
Data yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah data
kualitatif mengenai profil berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah
matematika open-ended ditinjau dari kecemasan matematika.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang akan diambil dalam penelitian ini adalah
siswa SMP dipilih kelas VII. Penelitian mengambil siswa SMP kelas VII
karena didasarkan atas pertimbangan bahwa jenjang ini merupakan masa
dimana anak sudah melalui tahap operasional formal(Piaget), dimana
siswa kelas VII sudah mampu berpikir abstrak, menarik kesimpulan, dan
menganalisis masalah secara ilmiah sehigga mengungkinkan siswa dapat
menggunakan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan
masalah matematika open-ended. Siswa kelas VII juga dipilih karena
materi pembelajaran segitiga dan segiempat juga diajarkan pada kelas
VII.
Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan Purposive
Sampling yaitu penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil berpikir kritis
siswa dalam menyelesaikan masalah open-ended ditinjau dari kecemasan
34. 30
matematika. oleh karena itu untuk melihat tingkat kecemasan
matematika antara siswa yang memiliki tingkat kecemasan tinggi,
sedang, dan rendah dalam pemecahan masalah matematika open-ended,
maka harus ada pembanding untuk setiap jenis subjek agar lebih akurat
dalam menggeneralisasikannya. Subjek penelitian ini terdiri dari tiga
siswa yang masing-masing memiliki kecemasan tingkat tinggi, sedang,
dan rendah.
Dalam menentukan subjek penelitian, peneliti memilih
berdasarkan skor nilai tes kecemasan matematika siswa. Siswa yang
dipilih sebagai subjek harus dapat berkomunikasi dengan baik (dapat
menyampaikan secara lisan dan sistematis).
Tabel 3.1 Kriteria Kecemasan Matematika Subjek
Kecemasan Matematika Subjek
Kecemasan tinggi Kecemasan sedang Kecemasan rendah
25≤ skor angket ≤ 30 18 ≤ skor angket ≤ 24 skor angket ≤ 17
35. 31
Pemberian Tes Kecemasan Matematika (TKM)pada siswa
Pengelompokan Subjek Penelitian
Kecemasan
matematikatinggi
Kecemasan
matematikasedang
Kecemasan matematika rendah
Apakah setiap
kelompoksudahterisi?
Pilih satu subjek utuk setiap kategori
Apakah subjek
kommunikatif?
18 ≤ skor
angket ≤ 24
Satu subjekpenelitian
tiap kategori
Selesai
Keterangan:
: awal/akhir
Kegiatan
:kegiatan
: hasil
: pertanyaan
:urutan
ya
ya
ya
ya
Tidak
Tidak
Tidak
Bagan 3.1 Alur Pemilihan Subjek
Tidak
Mulai
Skor TKM
25≤ skor angket ≤ 30
36. 32
C. Data dan sumber data penelitian
Data merupakan bagian penting dalam penelitian untuk
menjawab tujuan penelitian. Data yang disajikan dalam penelitian ini
adalah hasil angket, hasil tes tulis, dan hasil wawancara. hasil angket
digunakan untuk mengetahui kecemasan matematika siswa. Data yang
digunaka penelitian berasal dari subjek penelitian masing-masing satu
siswa yang memiliki kecemasan tinggi, kecemasan sedang, dan
kecemasan rendah. Hasil data yang diperoleh berupa tingkat kecemasan
matematika. Setelah didapatkan tingkat kecemasan matematika masing-
masing subjek malakukan Tes Pemecahan Masalah Matematika Open-
Ended (data hasil TPMMOE), selanjutnya dilakukan proses wawancara.
Jawaban dan hasil dari tes tulis dan wawancara siswa, peneliti
mengetahui proses berpikir kritis subjek dalam menyelesaikan masalah
open-ended dalam bentuk deskripsi.
Sumber data dapat dibagi menjadi dua yaitu sumber data primer
dan sumber data sekunder. Data primer dari penelitian ini adalah hasil
dari instrumen tes tulis pemecahan masalah matematika open-ended,
wawancara dan angket kecemasan matematika yang diperoleh dari
siswa. Subjek penelitian dalam penelitian ini yaitu tiga siswa kelas VII
yang telah menerima materi segitiga dan segiempat.
Masing-masing subjek penelitian berupakan siswa yang memiliki
kecemasan tinggi, kecemasan sedang, dan kecemasan rendah. Pemilihan
tingkat kecemasan menjadi tiga kategori berdasarkan skor tingkat
kecemasan menggunakan skala Likert yang diperoleh siswa setelah
mengisi lembar angket tingkat kecemasan, dan yang penting adalah
rekomendasi, saran dari guru mata pelajaran matematika yang mengajar
di kelas tersebut. Sumber data sekunder dalam penelitian ini merupakan
dokumen-dokumen pendukung yang berkaitan dengan penelitian ini
seperti foto-foto kegiatan siswa, transkrip wawancara, dan sebagainya.
37. 33
D. Instrumen penelitian
Dalam penelitian ini, instrumen utama yaitu peneliti sendiri karena
penelitian ini berfokus pada berpikir kritis siswa yang melibatkan
aktifitas mental seseorang sehingga tidak dapat diwakilkan oleh peneliti
lain dan hanya peneliti yang mampu memahami keadaan di lapangan
pada saat dilakukannya kegiatan penelitian. Maka dalam penelitian ini,
peneliti berfungsi untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk
mendeskripsikan berpikir kritis siswa dalam pemecahan maslah
matematika open-ended. sedangkan adapaun instrumen pendukung
dijelaskan sebagai berikut.
1. Lembar angket kecemasan matematika
Lembar angket digunakan untuk menentukan subjek
penelitian. Dalam penelitian ini, penilti menggunakan angket yang
mengadaptasi dari Angket Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS).
Angket kecamasan matematika terdiri dari 14 pernyataan yang akan
dikerjakan dalam waktu 30 menit. Butir pertanyaan tipe pilihan hanya
meminta responden untuk memilih salah satu jawaban dari sekian
banyak jawaban-jawaban yang disediakan, dalam hal ini ada lima
pilihan yang disediakan.
2. Lembar tes tertulis
Tes tertulis yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini
adalah Tes Pemecahan Masalah Matematika Open-Ended (TPMMOE).
Tes pemecahan masalah matematika open-ended berbentuk uraian
yang terdiri dari satu butir soal yang berhubungan dengan segiempat
dan segitiga. Tes ini digunakan untuk mengetahui profil berpikir
kritis siswa dalam pemecahan maslah matematika open-ended. Soal-
soal pada tes ini dikembangkan oleh peneliti sendiri dan
dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.
3. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara dilakukan kepada tiga subjek penelitian
yang terdiri dari satu siswa untuk masing-masing tingkatan
38. 34
kecemasan matematika. Peneliti menggunakan pedoman wawancara
untuk menjaga agar proses tanya jawab berlangsung sesuai topik,
dalam penelitian ini yang mejadi topik adalah berpikir kritis siswa
dalam pemecahan masalah matematika open-ended. Wawancara
dilakukan terhadap subjek penelitian dengan menggunakan audio
recorder sebagai alat perekam sehingga hasil wawancara
menunjukkan keabsahan dan dapat diorganisir dengan baik untuk
analisis selanjutnya. Instrumen pedoman wawancara terdiri dari
pertanyaan-pertanyaan yang disusun oleh peneliti berdasarkan
tujuan penelitian yaitu untuk mendeskripsikan profil berpikir kritis
siswa dalam pemecahan masalah matematika open-ended ditinjau dari
kecemasan matematika. Pertanyaan yang diajukan disesuaikan
dengan tahapan-tahapan profil berpikir kritis siswa dan kondisi
penelitian. Sehingga data yang diperoleh merupakan gambaran yang
sebenarnya yang terjadi pada subjek penelitian. Pertanyaan tidak
harus sama, tetapi memuat permasalahan yang sama. Jika subjek
engalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan yang diberikan,
maka dilakukan penyederhanaan tahapan pertanyaan.
E. Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka
digunakan beberapa teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu angket, tes dan
wawancara.
1. Metode Angket
Angket (kuesioner) merupakan suatu instrumen pengumpulan
data yang berisikan pertanyaan-pertanyaan atau isian yang diajukan
pada seseorang atau sekumpulan orang untuk data yang diperlukan.
pada penelitian ini menggunakan angket tertuup yaitu angket yang
disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta
untuk memilih jawaban yang sesuai dengan dirinya dengan cara
memberikan tanda silang atau tanda checklist. Metode angket ini
39. 35
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan
matematika siswa. Untuk meminimalisasi siswa menjawab angket
tidak sesuai dengan yang dialami atau yang dirasakan,pertama-tama
dilakukan pengarahan agar mengisi lembar angket dengan sungguh-
sungguh dan meyakinkan siswa bahwa angket ini tidak ada
hubungannya dengan nilai mata pelajaran ataupun nilai rapor.
Peneliti juga mengarahkan siswa untuk bertanya mengenai
pertanyaan yang kurang dipahami, dan mengawasi dalam pengisian
angket.
2. Metode Tes
Tes dilakukan kepada subjek yang telah menerima materi dalam
penelitian ini adalah tes tertulis. Tes tertulis yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir kritis yang bertujuan
untuk mendapatkan data kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pemecahan masalah matematika open-ended ditinjau dari kecemasan
matematika. Tes pemecahan masalah matematika open-ended yang
diberikan pada subjek untuk dikerjakan secara individu dari masalah
open-ended materi segitiga dan segiempat. Hasil tes akan dianalisis
menggunakan unsur dasar dari berpikir kritis Facione (interprestasi,
analisis, evaluasi, inferrensi, penjelasan, regulasi diri) untuk
mendapatkan gambaran profil berpikir kritis siswa menyelesaikan
masalah open-ended. Untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan
dalam menyelesaikan tugas berbasis tes yang diberikan, peneliti
memberikan penjelasan dan pemahaman terlebih dahulu mengenai
tujuan dan pentingnya kegiatan penelitian yang digunakan sebagai
data skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk
mencapai gelar sarjana pendidikan.
3. Metode Wawancara
Wawancara yang dilakukan peneliti ini bersifat semi terstruktur,
yaitu pewawancara mewawancarai setiap subjek tidak lepas dari
pedoman wawancara yang telah disusun peneliti. Pelaksanaan
40. 36
wawancara dalam penelitian dibantu dengan pedoman wawancara
yang telah disusun sebelumnya berdasarkan fokus penelitian Namun,
pertanyaan dalam wawancara dapatberubah dan berkembang sesuai
dengan kondisi atau jawaban dari responden. Yang menjadi
responden dari wawancara ini adalah tiga subjek penelitian yang
diambil berdasarkan tingkat kecemasan matematikanya. Wawancara
yang dimaksud dalam penelitian ini dilakukan dengan siswa.
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan masalah matematika open-
ended ditinjau dari kecemasan matematika. Wawancara dilakukan
setelah sumber data penelitian mengerjakan soal tes pemecahan
masalah matematika open-ended dan mengisi angket tentang
kecemasan siswa. Hasil dari wawancara ini akan digunakan sebagai
pembanding dari acuan hasil pekerjaan siswa.
F. Teknik analisis data
Data yang dihasilkan dari penelitian ini adalah angket kecemasan
matematika, hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Open-Ended
(TPMMOE), dan hasil wawancara. Analisis data yang akan digunakan
peneliti antara lain sebagai berikut.
1. Data hasil angket kecemasan siswa
Analisis hasil angket kecemasan siswa dilakukan dengan
menjumlahkan skor angket masing-masing siswa untuk
mendeskripsikan kecemasan siswa pada masing-masing kriteria.
Adapun langkah-langkah analisis hasil angket kecemasan siswa
sebagai berikut:
a) Memeriksa hasil angket sesuai dengan indikator yang telah dibuat
oleh peneliti.
Kriteria penskoran menurut HARS dalam angket tersebut sebagai
berikut.
Skor 0 = jika tidak ada gejala yang dipilih
Skor 1 = jika ada satu gejala yang dipilih
41. 37
Skor 2 = jika ada setengah yang dipilih dari jumlah gejala
yang ada
Skor 3 = jika ada lebih dari setengah gejala yang dipilih
dari jumlah gejala yang ada
Skor 4 = jika semua gejala dipilih
b) Mendeskripsikan angket kecemasan siswa sesuai dengan
indikator dari masing-masing kriteria.
Setelah diperoleh skor dari masing-masing siswa, kemudian skor
angket siswa dikelompokan berdasarkan kategori yang telah
ditetapkan oleh HARS, yaitu:
a. Kecemasan tinggi
Pada kategoi ini, 25≤ skor angket ≤ 30
b. Kecemasan sedang
Pada kategori ini, 18 ≤ skor angket ≤ 24
c. Kecemasn rendah
Pada kategori ini, skor angket ≤ 17
2. Data hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Open-Ended
(TPMMOE)
Data hasil TPMMOE digunakan sebagai acuan dalam memberikan
pertanyaan saat wawancara. Selanjutnya, data hasil TPMMOE
dianalisis dengan mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis pada
masing-masing kriteria. Adapun langkah-langkah analisis hasil tes
tertulis berdasarkan masalah polya yaitu (1) memahami masalah, (2)
membuat rencana,(3) melaksanakan rencana, (4)memeriksa kembali.
Pada setiap langkah tersebut dikaitkan dengan kriteria Facione
(interprestasi, analisis, evaluasi, inferrensi, penjelasan, regulasi
diri).kemudian dihubingkan dengan data hasil wawancara dan
dianalisis berdasarkan indikator berpikir kritis.
3. Data hasil wawancara
Miles and Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis
data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
42. 38
terus menerus sampai tuntas. Menurut Miles dan Huberman, analisis
data kualitatif meliputi :
a. Reduksi data
Reduksi data adalah bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir
dapat diambil. Reduksi data berarti kegiatan yang mencakup
pada proses merangkum, memilihhal-hal pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data dari Tes Pemecahan Masalah Matematika Open-
Ended (TPMMOE) dan wawancara yang telah diperoleh direduksi
dan akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data juga
dapat dikatakan sebagai proses berfikir sensitif yang memerlukan
kecerdasan dan kedalaman wawasan yang tinggi (Sugiono,2014).
Maka data yang akan direduksi adlah data yang benar-benar
dibutuhkan oleh peneliti.
Reduksi data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kegiatan yang mencakup pada proses pemilihan, pemusatan
perhatian, penyederhanan data mentah di lapangan. Hasil
wawancara dituangkan secara tertulis dengan langkah sebagai
berikut:
1) Memutar hasil rekaman beberapa kali sehingga dapat
menuliskan dengan tepat jawaban yang diucapkan subjek.
2) Mentranskip hasil wawancara dengan subjek penelitian serta
memberikan kode berbeda untuk masing-masing subjek. Adapun
cara pengkodean dalam hasil wawancara telah peneliti susun
sebagai berikut:
Pa.b.c : Pewawancara
Sa.b.c : Subjek
43. 39
a : Subjek ke-a dengan a = 1, 2, 3, …..
b : soal nomor-b, dengan b = 1, 2, 3, …..
c : pertanyaan atau jawaban ke-c, dengan c = 1,2, 3, …..
3) Memeriksa kembali hasil transkip wawancara dengan
mendengarkan kembali rekaman wawancara untuk mengurangi
kesalahan penulisan.
b. Penyajian data
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data yang diambil
dari data penyajian hasil wawancara bisa dilakukan dalam bentuk
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.
Menurut Sugioyono (2014) yang paling bayak digunakan untuk
memaparkandata dalam penelitian kualitatif adalah engan teks
yang bersifat naratif dengan mengaju pada kriteria-kriteria yang
telah dirumuskan sehingga memungkinkan untuk mengambil
kesimpulan data. Penyajian data dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut: 1. Menyajikan data hasil wawancara dengan
subjek untuk melihat kekonsistensian informasi yang diberikan
subjek sehingga akan diperoleh data yang valid. 2. Setelah didapat
data yang valid, peneliti mendeskripsikan kemampuan berpikir
kritis siswa dalam menyelesaikan maslah matematika yang
dibedakan berdasarkan tingkat kecemasannya.
c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi
Setelah melewati dua proses diatas dalam penelitian ini
penarikan kesimpulan didasarkan pada hasil pembahasan
terhadap data yang diperoleh dari hasil wawancara . Penarikan
kesimpulan tersebut dimaksudkan untuk mendeskripsikan
kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan maslah
matematika yang dibedakan berdasarkan tingkat kecemasannya.
44. 40
G. Rancangan penelitian
Rancangan penelitian akan diuraikan sebagai berikut:
a. Menyusun proposal penelitian kemudian diajukan dan
dikonsultasikan kepada dosen pembimbing serta dilakukan uji
proposal sampai proposal disetujui untuk dilakukan penelitian.
b. Penyusunan instrumen penelitian
Instrumen yang diperlukan dalam penelitian ini adalah tes
kecemasan matematika dan tes pemecahan masalah matematika
open-ended. Tes kecemasan matematika dibuat dengan tujuan untuk
mengelompokkan siswa kedalam kelompok yang memiliki
kecemasan matematika rendah, sedang, dan tinggi. Sedangkan tes
pemecahan masalah matematika open-ended dibuat untuk mengetahui
kemapuan berpikir kritis siswa. Materi yang dibuat dalam tes
pemecahan masalah matematika open-endedi adalah tentang segitiga dan
segiempat.Instrumen yang sudah selesai disusun, kemudian
dikonsultasikan kelayakannya kepada dosen pembimbing.
c. Validasi instrumen oleh ahli.
d. Mengelompokkan siswa berdasarkan tes kecemasan untuk
menjaring kecemasan siswa menjadi tiga kelompok yaitu
kelompok siswa dengan kecemasan tinggi, sedang, dan rendah
mnunggunkan tes kecemasan matematika.
e. Penentuan subjek penelitian masing-masing satu siswa dari
kelompok tinggi, sedang,dan rendah.
f. Memberikan tes pemecahan masalah open-ended pada subjek
penelitian.
Tes soal open-ended diberikan kepada seluruh siswa yang menjadi
subjek penelitian dengan waktu yang telah ditentukan. Soal tes
berupa satu soal uraian dengan materi segitiga dan segiempat. Tes
diberikan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa.
45. 41
g. Melakukan wawancara secara individual terkait dengan
penyelesaian tes pemecahan masalah open-ended yang dilakukan
subjek yang bersangkutan.
Tujuan wawancara untuk memeriksa dan memperjelas jawaban
subjek saat tes pemecahan masalah matematika open-ended. Proses
wawancara direkan menggunakan alat bantu audio recorder.
h. Menganalisis data
Pada tahap ini, data yang dianalisis berupa data hasil
penelitian tentang jawaban tes soal open-ended siswa. Analisis data
jawaban siswa dilakukan dengan memperhatikan kriteria berpikir
kritis yaitu interprestasi, analisis, evaluasi, inferrensi, penjelasan,
regulasi diri.
i. Menyusun laporan hasil penelitian dan membuat kesimpulan
akhir penelitian.
Pada tahap ini, peneliti menyusun laporan yang
mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pemecahan masalah open-ended ditinjau dari kecemasan
matematika.
46. 42
Instrumen penelitian
meliputi angket kecemasan
matematika, tes pemecahan
masalah matematika open-
ended
Mulai
Menyusun instrumen
pemelitian
Validitasinstrumen
Revisi instrumen
ValidInstrumenPenelitian
Memberikan angket kecemasan matematika
Hasil angket kecemasan
matematika
Semua kelompok
terisi?
Masing-masing satu subjek
pada kecemasan
matematika rendah,
sedang, dan tinggi.
Pada kelasyangberbeda
Melakukan Tes
Pemecahan Masalah
Matematika Open-
Ended (TPMMOE)
Melakukan wawancara Hasil TPMMOE dan wawancara
Bagan 3.2 Alur Rancangan Penelitian
Kesimpulan Berpikir kritis siswa
dalam Pemecahan Masalah Open-
Ended ditinjau dari kecemasan
matematika
Mengenalisis hasil
TPMMOE dan wawancara
Menyusunlaporan
Selesai
Keterangan :
: awal/akhir penelitian
: kegiatan
: hasil
: urutan kegiatan
: pertanyaaan
47. 43
Daftar pustaka
Aizikovith-undi,E and Cheng, Diana. 2015. Developing Critical Thngking Skill from
Dispositions to Abilities: Mathematics Education from Early Childhood to High
School. Scientific Research Publishing. Vol. 6 pp455-462.
Alimul Hidayat A.A., (2010). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif.
Jakarta: Heath Books
Angelo, T.A. 1995. Classroom Assesment for Critical Thingking. Teaching
Psychology,22,6-7.
Anita, I. (2014). Pengaruh Kecemasan Matematika (Mathematics Anxiety) terhadap
Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP. Jurnal Ilmiah Program Studi
Matematika STKIP Siliwangi Bandung, 3 (1), hlm. 125- 131. [Jurnal
online]. Diakses dari: http://ejournal.stkipsiliwangi.ac.id
/index.php/infinity/article/view/43/0/.
Chukwuyenum, A.N. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: ROSDA.
Cottrel, S. 2005. Critical Thingking Skill. New York: Palgrave Macmillan.
Dewey, J. 1910. How Do You Think. Boston: D.C. Heath and Co.
DePoter dan Hernacki, M. 1999. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
Diyanni, R. 2016. Critical and Creayive Thingking. New york. Wiley-Blackwell.
(online). (https://play.google.com, diakses pada 28 Oktober 2019).
Ennis. R.H. 2011. The Nature Of Critical Thingking: An Outline of Critical Thingking
Dispositions and Abilties. (Online),
(http://faculty.education.illinois.edu/rhennis/documents/TheNatureof
CriticalThingking_51711_000.pdf, diunduh pada 28 Oktober 2019).
Facione, Peter. 2011. Critical Thingking What It Is and Why It Counts. Insight
Assesment.
Ferrari, J.R., & Tice, D. 2013. Procrastination as a Self-Handicap for Men and Women:
A Task-Avoidance Strategy in a Laboratory Setting. Journal of Research in
Personality, Vol.34.
Fisher,A. 2011. Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Terjemahan oleh Penerbit
Erlangga. Jakarta: Erlangga
Foong, P.Y. 2002. The Role of Problems to Enchance Pedagogical Practices in The
Singapore Mathematics Classroom. (online). Vol .6 Nomor 2, 15-31,
(https://repository.nie.edu.sg/bitstream/10497/52/1/tme-6-2-15.pdf,
diunduh pada 27 Okrober 2019)
48. 44
Ika, W. A. 2014. Pengaruh Kecemasan Matematika (Mathematics Anxiety) Terhadap
Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP. Jurnal Ilmiah Program Studi
Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 3, No.1. hal. 127-128.
Ismail, Nawari. 2011. Metodologi Penelitian Untuk Studi Islam. Yogyakarta :
Samudra Biru.
Johnson Elaine. 2006. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan Media
Utama.
Jurdak, M. (2016). Learning and teaching real world problem solving in school
mathematics a multiple-perspective framework for crossing the boundary.
Switzerland: Springer International Publishing.
Krulik,S dan Rudnick, J.A. 1996.Problem Solving a Handbook for Elementary School
Teacher. Massachusetts: Allyn & Bacon
Lestari, Sri. 2013. Proses Berpikir Kritis Siswa dalam Memecahkan Masalah
Matematika Open-Ended ditinjau dari Kemampuan Matematika Perbedaan Jenis
Kelamin Pada Materi Kubus dan Balok. E-Journal Unesa. Vol. 2(5).
Mihajlovic, A. 2015. Using Open-Ended Problems nad Problem Posing Activities in
Elementary Mathematics Classroom. Research Gate. Pp34-40.
Polya, G.. 1973. How to Solve It. New Jersey: Pericenton University Press.
Rofi’ah. 2018. Identifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Pemecahan
Matematika Open-Ended Ditinjau dari Gaya Kognitif. Surabaya : UNESA
Press
Santrock, J.W. 2007. Perkembangan Anak. Edisi Kesebelas. Terjemahan oleh
Penerbit Erlangga. Jakarta: Erlangga.
Sapriya. 2011. Pendidikan IPS: Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Humanika.
Siswono,Tatag Yuli Eko. 2008. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan
dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif.
Surabaya: Unesa University Press
Sobur,A. 2003. Psikologi Umum. Bandung: CV Pusraka Setia.
Solikah, Mutiatus. 2012. Pengaruh Kecemasan Siswa pada Matematika dan Motivasi
Belajar terhadap Prestasi Belajar Matematika. Mathedunesa. Vol. 1 No. 1.
Suherman. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.
49. 45
Suherman, Erman.2008. Belajar dan Pembelajaran Matematika. Badan Penerbitan
FKIP UNLA.
Trilling, B and Fadel, C. 2009. 21st Century Skills. San Francsco: Jossey-Bass.
(online),
(https://yasamboyuogrenme.wikispaces.com/file/view/21st+CENTUR
Y+SKILLS.pdf, diakses pada 27 Oktober 2019).
Wijaya, A . 2012. Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Yee, F.P. 2002. Open-Ended problems for higher-order thinking in mathematics.
Singapore: Institute of Education.