Makalah ini membahas pendekatan pembelajaran matematika realistik Indonesia (PMRI) yang menggunakan masalah nyata sebagai titik awal pembelajaran matematika untuk membantu siswa memahami konsep matematika secara kontekstual. PMRI memiliki prinsip penemuan kembali secara terbimbing, fenomena didaktik, dan pengembangan model mandiri oleh siswa. Karakteristik PMRI meliputi penggunaan masalah kontekstual, model,
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
Matematika realistik indonesia
1. PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
INDONESIA (PMRI)
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran
Matematika
yang diampu oleh Dr. Hj. Aan Hasanah, M.Pd. dan Prof. Dr. H. Nanang Priatna, M.Pd.
oleh
Sina Ramdhani
1601392
DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2018
2. i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT., atas rahmat dan
hidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pendekatan
Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ”.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Terutama pada dosen mata
kuliah Belajar dan Pembelajaran Matematika Dr. Hj. Aan Hasanah, M.Pd. dan Prof.
Dr. H. Nanang Priatna, M.Pd. dan juga kepada orang tua yang selalu mendo’akan
dan mendukung penulis.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
pembaca. Namun, penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Karenanya, penulis menerima kritik dan saran dari pembaca. Kritik dan saran
tersebut tentunya dapat dijadikan peluang untuk peningkatan selanjutnya.
Bandung, April 2018
Penulis
3. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1
BAB II ISI 2
2.1 Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) 2
2.2 Prinsip PMRI 3
2.3 Karakteristik PMRI 4
2.4 Langkah Langkah PMRI 5
2.5 Keunggulan dan Kelemahan PMRI 5
2.6 Ilustrasi Pendekatan PMRI 6
BAB III PENUTUP 8
3.1 Kesimpulan 8
3.2 Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 9
LAMPIRAN 10
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik dalam aspek terapan
maupun aspek penalaran, mempunyai peranan yang penting dalam upaya
penguasaan ilmu dan teknologi. Indikasi pentingnya matematika dapat dilihat dari
pembelajaran matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan di setiap
jenjang pendidikan. Matematika yang diajarkan pada jenjang pendidikan dasar
(SD) dan pendidikan menengah (SMP, SMU dan SMK) dikenal sebagai
matematika sekolah . Matematika sekolah adalah bagian-bagian matematika yang
dipilih atas dasar makna kependidikan yaitu untuk mengembangkan kemampuan
dan kepribadian siswa serta tuntunan perkembangan yang nyata dari lingkungan
hidup yang senantiasa berkembang seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi.
Matematika merupakan mata pelajaran abstrak yang sulit dikaitkan dengan
kehidupan sehari hari. Oleh karena itu optimalisasi pengetahuan siswa dari objek
lingkungan sekitar memunculkan adanya pembelajaran matematika yang bersifat
nyata yang disebut Realistic Mathematics Education (RME). Realistic Mathematics
Education di Indonesia lebih dikenal sebagai Pembelajaran Matematika Realistik
(PMR) merupakan suatu pendekatan yang bertujuan memotivasi siswa untuk
memahami konsep matematika dengan mengaitkan konsep tersebut dengan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, permasalahan yang
digunakan dalam pembelajaran dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika
Realistik harus mempunyai keterkaitan dengan situasi nyata yang mudah dipahami
dan dibayangkan oleh siswa sehingga dapat meningkatkan struktur pemahaman
matematika siswa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik
Indonesia (PMRI)?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penerapan pendekatan pembelajaran matematika
realistik Indonesia (PMRI)
5. 2
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia
(PMRI)
Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) sesuai
dengan PMR/RME adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang di
kembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal
Instit2ute Utrecht University di negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada
anggapan Hans Freudenthal (1905 – 1990) bahwa matematika adalah kegiatan
manusia (Hobri, 2009, hlm.164). Hal ini berarti matematika ada di kehidupan sehari
hari. Sehingga para siswa belajar berdasarkan permasalahan nyata tentang
matematika. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat
memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa
menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-
masalah nyata.
Sutarto Hadi (2005, hlm. 7) menuturkan Pembelajaran Matematika
Realistik (PMR) menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika,
bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan.
Teori ini berangkat dari pendapat Freudenthal bahwa matematika merupakan
aktivitas real dan harus dikaitkan dengan realitas (dunia nyata). Dalam pendekatan
PMR, dunia nyata digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan ide dan
konsep matematika.
Dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran matematika realistik adalah
suatu pembelajaran yang menggunakan atau mengaitkan antara materi pelajaran
dengan masalah realistik, dalam hal ini masalah yang dekat yaitu masalah yang
benar-benar dialami (aktivitas) manusia dalam kehidupan seharihari melalui proses
matematisasi baik horisontal maupun vertikal. Pembelajaran melalui pendekatan
PMR lebih menekankan pada konteks nyata yang dikenal siswa dan dilakukan
proses konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa .
6. 3
2.2 Prinsip Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia
(PMRI)
Prinsip Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia sesuai
dengan prinsip RME yaitu menurut Gravemeijer (Hobri, 2009, hlm. 166)
mengemukakan tiga prinsip kunci PMR, yaitu:
1. Penemuan kembali secara terbimbing melalui matematisasi progresif
(Guided Reinvention Through Progressive Mathematizing).
Memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan matematisasi
dengan masalah kontekstual yang realistik bagi siswa dengan bantuan dari guru.
Siswa didorong atau ditantang untuk aktif bekerja bahkan diharapkan dapat
mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya.
Pembelajaran tidak dimulai dari sifat-sifat atau definisi atau teorema dan
selanjutnya diikuti contoh-contoh, tetapi dimulai dengan masalah kontekstual
atau nyata yang selanjutnya diikuti oleh aktivitas siswa, dimana dari aktivitas
tersebut diharapkan siswa dapat menemukan sendiri sifat atau definisi atau
teorema.
2. Fenomena didaktik (Didactical Phenomenology).
Topik-topik matematika disajikan atas dasar aplikasinya dan
kontribusinya bagi perkembangan matematika. Pembelajaran matematika yang
cenderung berorientasi kepada memberi informasi atau memberitahu siswa dan
memakai matematika yang sudah siap pakai untuk menyelesaikan masalah,
diubah dengan menjadikan masalah sebagai sarana utama untuk mengawali
pembelajaran sehingga memungkinkan siswa dengan caranya sendiri mencoba
memecahkannya. Proses matematisasi inilah yang diharapkan dapat memberi
kemungkinan siswa lebih mudah memahami matematika yang berobyek
abstrak. Masalah kontekstual yang diberikan pada awal pembelajaran siswa
dimungkikan menemukan beraneka ragam cara dalam menyelesaikan masalah.
Sehingga siswa dibiasakan untuk bebas berfikir dan berani berpendapat. Hal ini
merupakan suatu fenomena didaktik. Jika memperhatikan fenomena didaktik
yang ada didalam kelas, maka akan terbentuk suatu proses pembelajaran
matematika yang tidak lagi berorientasi pada guru, tetapi diubah kepada
pembelajaran matematika yang berorientasi pada siswa.
7. 4
3. Pengembangan model mandiri (self developed models).
Model matematika dimunculkan dan dikembangkan sendiri oleh siswa
berfungsi menjembatani kesenjangan pengetahuan informal dan
matematika formal, yang berasal dari pengetahuan yang telah dimiliki
siswa.
2.3 Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia
(PMRI)
PMRI memiliki 5 karakteristik yang sesuai dengan karakteristik RME yaitu
menurut Hobri (2009, hlm. 168-170) sebagai berikut:
1. Menggunakan masalah kontekstual (the use of contex).
Pembelajaran dimulai dengan menggunakan masalah kontekstual sebagai
titik tolak atau titik awal untuk belajar yang menjadi topik pembelajaran harus
merupakan masalah sederhana yang dikenali siswa.
2. Menggunakan model (use models, bridging by verti instruments).
Model disini sebagai suatu jembatan antara real dan abstrak yang membantu
siswa belajar matematika pada level abstraksi yang berbeda. Istilah model
berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh
siswa sendiri (self develop models)
3. Menggunakan kontribusi siswa (student contribution).
Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan datangnya
dari siswa. Hal ini berarti semua pikiran (konstruksi dan produksi) siswa
diperhatikan.
4. Interaktivits (interactivity).
Interaksi antarsiswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam
PMRI. Secara eksplisit bentukbentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan,
pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk
mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
5. Terintegrasi dengan topik lainnya (intertwining).
Dalam PMRI pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika
dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka
8. 5
akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika,
biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks.
2.4 Stratedi Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia
(PMRI)
Strategi Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia
mengacu pada karakteristik pembelajaran matematika realistic Indonesia di atas,
maka langkah- angkah dalam kegiatan inti proses pembelajaran matematika
realistic Indonesia Menurut Hobri (2009, hlm.171) adalah :
1 : Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah kontekstual dan siswa memahami permasalahan
tersebut.
2 : Menjelaskan masalah kontekstual
Guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan
petunjuk/saran seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang
belum dipahami siswa. Penjelasan ini hanya sampai siswa mengerti maksud
soal.
3 : Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa secara individu menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara
mereka sendiri. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah
dengan cara mereka dengan memberikan pertanyaan/petunjuk/saran.
4 : Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara berkelompok.
Untuk selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan pada diskusi kelas.
5 : Menyimpulkan
Dari diskusi, guru mengarahkan siswa menarik kesimpulan suatu prosedur
atau konsep, dengan guru bertindak sebagai pembimbing.
9. 6
2.5 Keungulan dan Kelemahan Pendekatan Pembelajaran Matematika
Realistik Indonesia (PMRI)
Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia memiliki
kelebihan dan kelemahan. Berikut ini akan dijelaskan keunggulan dan
kelemahannya menurut Asmin(2006) sebagai berikut.
Kelebihan PMRI sebagai berikut:
1. Karena siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah
lupa dengan pengetahuannya.
2. Suasana dalam proses pembelajran menyenangkan karena menggunakan
realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan.
3. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena seiap jawaban siswa ada
nilainya
4. Memupuk kerjasama dalam kelompok
5. Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya
6. Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat
7. Pendidikan budi pekerti seperti . saling kerjasama dan menghormati eman yang
sedang berbicara
Kemudian kelemahannya antara lain:
1. Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih
kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya.
2. Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang lemah
3. Siswa yang pandai kadang kadang tidak sabar untuk menti temannya yang
belum selesai
4. Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pemebelajran saat itu.
2.6 Ilustrasi Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
Pada Materi Kurikulum 2013 ( Revisi 2016) SMP Kelas IX
Penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistic Indonesia terkait
dengan lingkungan sekitar siswa sehingga tiap daerah, tiap Negara memiliki teori
yang sama dalam hal teori tapi dalam hal masalah nyata dilingkungan sekitar siswa
tentu berbeda tergantung lingkungan sekitar siswa.
10. 7
Menurut Tandililing implementasi PMRI di kelas meliputi tiga fase yaitu:
fase pengenalan, fase eksplorasi, dan fase meringkas. Pada fase pengenalan, guru
memperkenalkan masalah realistik dalam matematika kepada seluruh siswa serta
membantu untuk memberi pemahamn (setting) masalah. Pada fase eksplorasi, siswa
dianjurkan untuk bekerja secara individual, berpasangan atau berkelompok. Pada
saat siswa sedang mengerjakan, mereka mencoba membuat model situasi masalah,
berbagi pengalaman atau ide, mendiskusikan strategi pemecahan maslah, serta
membuat dugaan. Di sisni guru berperan memberi bantuan seperlunya kepada
siswa. Pada fase meringkas, guru mengkonfirmasi jawaban siswa, serta mengawali
pekerjaan lanjutan setelah siswa menunjukan kemajuan dalam pemecahan masalah.
Dalam pendekatan PMRI harus merepresantikan karakteristik PMRI baik
pada tujuan, materi, aktivitas dan evaluasi. Tujuan, harus melingkupi tiga level
tujuan yaitu lower level, middle level, dan high level. Jika pada level awal lebih
difokuskan pada ranah kognitif maka dua tujuan terakhir menekankan pada ranah
afektif dan psikomotorik seperti kemampuan berargumentasi, berkomunikasi dan
pembentukan sikap kritis. Materi, berasal dari masalah nyatayang realistic untuk
siswa dengan bantuan media untuk proses pembelajaran. Aktivitas, berinteraksi
sesamanya, diskusi, negosiasi, dan kolaborasi. Evaluasi, harus dibuat untuk
memancing siswa untuk menjawab secara bebas dan menggunakan beragam
strategi dalam menemukan jawaban.
Penerapan penedekatan PMRI pada kelas IX SMP pada materi
kesebangunan bangun datar bisa dilihat disalah satu rpp berikut ini: terdapat di
lampiran.
11. 8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendekatan pembelajaran matematika realistik Indonesia pada dasarnya
adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami siswa untuk
memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan
pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang dimaksud
dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongret yang dapat diamati atau
dipahami siswa lewat membayangkan pada lingkungan tempat siswa berada, baik
lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang identik disebut sebagai
kehidupan sehari-hari.
Pendekatan Pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah
kontekstual (contextual problems) sebagai titik tolak dalam belajar matematika.
Perlu dicermati bahwa suatu hal yang bersifat kontekstual dalam lingkungan siswa
di suatu daerah, belum tentu bersifat konteks bagi siswa di daerah lain.
Pembelajaran pada matematika sekolah dengan PMR harus disesuaikan dengan
keadaan daerah tempat siswa berada.
3.2 Saran
Dalam proses pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahnnya. Oleh karena itu penulis menyarankan supaya mengembangkan dan
memperbaiki dan melengkapi kesalahan dan kekuranngan dalam makalah ini.
12. 9
DAFTAR PUSTAKA
Asmin. (2006). “Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dan
Kendala yang Muncul di Lapangan”. Bandung:ITB.
Hobri. (2009). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jember: Center for Society
Studies.
Ningsih,Seri. (2014). Realisitic Mathematics Education :Model Alternative
Pembelajaran Matematika Sekolah. Jurnal JPM IAIN Antasari Vol. 01
No. 2 Januari – Juni 2014, h. 73-94
Sutarto Hadi.(2007). Keberaksaraan Matematika. Majalah PMRI Vol. V, Januari
2007. Bandung: IP-PMRI.
Tandililing, Edy. (). Implementasi realistic mathematics education (RME) di
Sekolah. Pontianak:Universitas Tanjungpura.
13. 10
Lampiran
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : SMP HARAPAN BUNDA
Kelas/ Semester : IX
Mata pelajaran : Matematika
Alokasi Waktu : 1 x pertemuan
A. Standar Kompetensi
Memahami kesebangunan bangun datar dan penggunaannya dalam pemecahan
masalah
B. Kompetensi Dasar
1. Mengidentifikasi bangun-bangun datar yang sebangun
2. Mengidentifikasi sifat-sifat dua segitiga sebangun
3. Menggunakan konsep kesebangunan segitiga dalam pemecahan masalah
C. Indikator
1. Menentukan dua buah bangun datar yang sebangun
2. Menentukan sifat-sifat kesebangunan
3. Menyelesaikan masalah dengan konsep kesebangunan
D. Tujuan Pembelajaran
1. Melalui diskusi siswa dapat menentukan dua buah bangun datar yang
sebangun
2. Melalui diskusi siswa dapat menentukan sifat-sifat kesebangunan
3. Melalui diskusi siswa dapat menyelesaikan masalah dengan konsep
kesebangunan
E. Materi Pembelajaran
Lampiran
F. Metode pembelajaran : diskusi, ceramah
G. Pendekatan : Pendekatan PMRI
H. Kegiatan Pembelajaran
14. 11
1. Kegiatan Awal (15 menit)
Guru bersama siswa mengucapkan salam pembuka.
Kegiatan apersepsi (anak-anak perhatikan ubin yang ada dibawah
kalian! Bagaimanakah bentuknya?)
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
2. Kegiatan Inti (45 menit)
a. Eksplorasi
Guru memberikan permasalahan kontekstual yang berkaitan dengan
kesebangunan.
Siswa menyimak permasalahan dari guru.
Guru membimbing siswa dalam memecahkan masalah tersebut.
Masing-masing siswa menyiapkan jawaban atas permasalahan yang
diberikan.
Siswa diarahkan untuk mendiskusikan jawabannya dengan
temannya.
Siswa menyimpulkan suatu konsep dari hasil diskusi melalui
bimbingan guru.
Guru memberikan contoh soal yang berkaitan pengukuran sudut.
b. Elaborasi
Guru memberikan LKS kapada masing-masing siswa.
Guru mebimbing siswa dalam mengejakan LKS.
Beberapa siswa mengerjakan LKS di papan tulis.
Siswa lain menanggapi.
c. Konfirmasi
Guru memberikan umpan balik berupa pengutan kepada siswa.
Guru memberikan konfirmasi mengenai jawaban siswa.
Guru bersama siswa melakukan refleksi.
3. Kegiatan Penutup (10 menit)
Guru bersama siswa menyimpulkan materi pembelajaran.
Guru memberikan tindak lanjut.
15. 12
I. Evaluasi :
1. Amatilah gambar-gambar di bawah ini
a.
b.
c.
Dari gambar di atas manakah gambar yang sebangun?
2. Lihatlah kedua persegi panjang di bawah ini :
Buktikan bahwa kedua bangun di atas merupakan 2 buah bangun yang
sebangun!
3. Perhatukan segititiga ABC dan segitiga DEF pada gambar di bawah!
6 cm
9 cm
6 cm
4 cm
4
63
12
8
6
A B
C
D E
F
16. 13
a. Apakah segitiga ABC dan segitiga DEF sebangun?
b. Tentukan sudut-sudut yang sama besar?
Jawab :
a. Sisi yang terpendek dibandingkan dengan yang terpendek, yaitu :
𝐴𝐶
𝐷𝐸
=
6
3
=
2
1
Sisi yang terpanjang dibandingkan dengan yang terpanjang, yaitu :
𝐵𝐶
𝐸𝐹
=
12
6
=
2
1
Sisi yang ketiga dengan sisi yang ketiga, yaitu :
𝐴𝐵
𝐷𝐹
=
8
4
=
2
1
Jadi,
𝐴𝐶
𝐷𝐸
=
𝐵𝐶
𝐸𝐹
=
𝐴𝐵
𝐷𝐹
=
2
1
b. karena ∆ ABC ~ ∆ DEF (sisi-sisi yang bersesuaian sebanding) maka
sudut-sudut yang seletak besarnya sama,
∠𝐴 − ∠D (letaknya sama – sama diantara sisi yang terpendek dengan sisi
yang ke tiga)
∠𝐵 = ∠𝐹 (letaknya sama – sama diantara sisi yang terpanjang dengan sisi
yang ke tiga)
∠𝐶 = ∠𝐸 (letaknya sama – sama diantara sisi yang terpendek dan
terpanjang)
Materi Pelajaran
A. Pengertian Kesebangunan
Perhatikan gambar berikut!
Pada gambar di atas diperlihatkan tiga bangun persegi panjang yang
masing-masing berukuran 36 mm x 24 mm, 180 mm x 120 mm, dan 58 mm x
38 mm. Perbandingan antara panjang persegi panjang ABCD dan panjang
persegi panjang A'B'C'D' adalah 36 : 180 atau 1 : 5. Demikian pula dengan
lebarnya, perbandingannya 24 : 120 atau 1 : 5. Dengan demikian, sisi-sisi yang
bersesuaian dari kedua persegi panjang itu memiliki perbandingan senilai
(sebanding). Perbandingan sisi yang bersesuaian dari kedua persegi panjang
tersebut, yaitu sebagai berikut.
D C
BA
24 mm
36 mm
D’ C’
B’A’
120 mm
180 mm
S R
QP
38 mm
58 mm
17. 14
𝐴𝐵
𝐴′𝐵′
=
𝐵𝐶
𝐵′𝐶′
=
𝐷𝐶
𝐷′𝐶′
=
𝐴𝐷
𝐴′𝐷′
=
1
5
Oleh karena semua sudut persegi panjang besarnya 90° (siku-siku),
maka sudut-sudut yang bersesuaian dari kedua persegi panjang itu besarnya
sama. Dalam hal ini, persegi panjang ABCD dan persegi panjang A'B'C'D'
memiliki sisi-sisi bersesuaian yang sebanding dan sudut-sudut bersesuaian
yang sama besar. Selanjutnya, kedua persegi panjang tersebut dikatakan
sebangun. Jadi, persegi panjang ABCD sebangun dengan persegi panjang
A'B'C'D'. Pengertian kesebangunan seperti ini berlaku umum untuk setiap
bangun datar.
Dua bangun datar dikatakan sebangun jika memenuhi dua syarat
berikut :
1) Panjang sisi-sisi yang bersesuaian dari kedua bangun itu memiliki
perbandingan senilai.
2) Sudut-sudut yang bersesuaian dari kedua bangun itu sama besar.
2. Syarat Dua Bangun yang Sebangun
Dalam pembahasan foto dan model berskala, telah diketahui bahwa
antara bangun asli dengan foto atau modelnya mempunyai bentuk yang
sama, tetapi ukuran atau besarnya berlainan. Bangun-bangun seperti itu
disebut bangun-bangun yang sebangun.
Gambar diatas menunjukkan bangun-bangun persegi panjang
dengan bentuk yang sama, tetapi ukurannya berlainan. Ukuran-ukuran
gambar tersebut adalah sebagai berikut.
Panjang EF = 3 x panjang AB, atau EF : AB = 3 : 1.
Panjang EH = 3 x panjang AD, atau EH : AD = 3 : 1.
H G
E F
D C
BA
18. 15
Jadi, perbandingan bagian-bagian yang bersesuaian adalah sama, yaitu :
EF : AB = EH : AD = 3 : 1.
Ukuran sudut-sudut yang bersesuaian juga sama, yaitu :
∠ 𝐴 = ∠𝐸 = 90°
∠𝐵 = ∠𝐹 = 90°
∠𝐶 = ∠𝐺 = 90°
∠𝐷 = ∠𝐻 = 90°
Jadi, persegi panjang ABCD dan EFGH sebangun dan keduanya memiliki
sifat-sifat berikut :
1. Pasangan sisi bersesuaian sebanding.
2. Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar.
Contoh Soal
1. Dua buah persegi panjang masing-masing berukuran 16 cm x 10 cm dan 8
cm x 5 cm. Apakah kedua persegi panjang itu sebangun?
Penyelesaian :
Kedua persegi panjang memiliki sudut-sudut yang bersesuaian sama besar
atau sama sudut karena setiap sudutnya adalah sudut siku-siku.
Perbandingan panjang = 16 cm : 8 cm = 2 : 1
Perbandingan lebar = 10 cm : 5 cm = 2 : 1
Karena sudut-sudut yang bersesuaian sama besar dan sisi yang bersesuaian
sebanding, yaitu 2 : 1, maka kedua persegi panjang itu sebangun.
2. Dua buah persegi panjang masing-masing berukuran 20 cm x 16 cm dan 12
cm x 8 cm. Apakah kedua persegi panjang itu sebangun?
Penyelesaian :
16 cm
10 cm
8 cm
5 cm
20 cm
16 cm
19. 16
6 cm
4 cm
D C
BA
o
x
Kedua persegi panjang sama sudut, karena setiap sudutnya adalah sudut
siku-siku.
Perbandingan panjang = 20 cm : 12 cm = 5 : 3
Perbandingan lebar = 16 cm : 8 cm = 2 : 1
Jadi, kedua persegi panjang itu tidak sebangun karena sisi-sisi yang
bersesuaian tidak sebanding.
3. Menentukan Panjang Sisi
a. Menentukan Panjang Sisi pada Dua Bangun yang Sama dan
Sebangun
Untuk menentukan panjang sisi pada dua buah bangun yang sama dan
sebangun dengan menggunakan aturan berikut, yaitu jika dua bangun
sama dan sebangun, maka :
1. Sisi yang bersesuaian sama panjang.
2. Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar.
b. Menentukan Panjang Sisi pada Dua Bangun yang Sebangun
Untuk menghitung panjang sisi pada dua bangun yang sebangun dengan
menggunakan ketentuan berikut, yaitu jika dua bangun sebangun, maka
:
1. Sisi-sisi yang bersesuaian sebanding.
2. Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar.
Contoh Soal
Gambar dibawah ini menunjukkan dua bangun yang sebangun. Hitunglah
panjang AB dan panjang QR! S R
QP
7,5 cm
9 cm
12 cm
o
x
12 cm
8 cm
20. 17
Penyelesaian :
Oleh karena bangun ABCD dan PQRS sebangun, maka sisi-sisi yang
bersesuaian sebanding.
𝐴𝐵
𝑃𝑄
=
𝐷𝐶
𝑆𝑅
𝐴𝐷
𝑄𝑅
=
𝐷𝐶
𝑆𝑅
𝐴𝐵
12
=
6
9
4
𝑄𝑅
=
6
9
9𝐴𝐵 = 72 6𝑄𝑅 = 36
𝐴𝐵 = 8 𝑄𝑅 = 6
Jadi, panjang AB = 8 cm Jadi, panjang QR = 6 cm.
B. Segitiga-segitiga yang Sebangun
1. Segitiga Sebangun Berdasarkan Sudut-sudut Bersesuaian
Perhatikan ∆ ABC dan ∆ DEF pada gambar dibawah ini!
Dari gambar dua segitiga diatas dapat disimpulkan :
∠𝐴 = ∠𝐷 (karena sehadap)
∠𝐵 = ∠𝐸 (karena sehadap)
∠𝐶 = ∠𝐹 (karena kedua sudut yang lain sama)
Jadi, ∆ ABC dan ∆ DEF sama sudut (sudut-sudut bersesuaian sama
besar).
Perbandingan sisi yang bersesuaian.
AB : DE = 3 : 1
AC : DF = 3 : 1
BC : EF = 3 : 1
Jadi, sisi-sisi yang bersesuaian pada ∆ ABC dan ∆ DEF sebanding.
Dari hasil-hasil di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Jika sudut-sudut yang bersesuaian pada dua buah segitiga sama besar,
maka sisi-sisi yang bersesuaian adalah sebanding.
F
D E
3c
3b
3aC
BA c
b
a
21. 18
2. Jika sudut-sudut yang bersesuaian pada dua buah segitiga sama besar,
maka kedua segitiga itu pasti sebangun.
2. Segitiga Sebangun Berdasarkan Sisi-sisi yang Bersesuaian
Perhatikan gambar berikut ini!
Pada gambar diatas, panjang sisi-sisi ∆ PQR adalah 2 kali panjang sisi-sisi
∆ ABC yang bersesuaian, maka :
AB : PQ = 1 : 2
AC : PR = 1 : 2
BC : QR = 1 : 2
Jadi, ∆ ABC dan ∆ PQR memiliki sisi-sisi yang bersesuaian yang
sebanding.
Jika sisi-sisi yang bersesuaian pada dua buah segitiga sebanding atau
memiliki perbandingan yang sama, maka sudut-sudut yang bersesuaian
sama besar. Jadi, apabila sisi-sisi yang bersesuaian pada dua buah segitiga
sebanding, maka kedua segitiga itu pasti sebangun.
C. Menghitung Panjang Sisi pada Segitiga Sebangun
Jika dua buah segitiga memiliki pasangan-pasangan sudut yang sama,
maka kedua segitiga itu sebangun, sehingga kedua segitiga itu memiliki
pasangan sisi bersesuaian yang sebanding. Dengan demikian, jika diketahui
dua segitiga memiliki pasangan sudut yang sama maka dapat ditentukan
panjang sisinya dengan menggunakan perbandingan sisi-sisi yang bersesuaian.
Contoh Soal
Pada gambar dibawah ini, AD ⊥ CE dan EB ⊥ AC. Panjang AB = 4 cm, AF =
5 cm, BF = 3 cm dan BC = 6 cm.
R
QP
C
BA
3 cm5 cm
F
E
D
22. 19
a. Buktikan bahwa ∆ ABF dan ∆ ADC sebangun!
b. Tulislah pasangan sisi bersesuaian yang sebanding!
c. Hitunglah panjang AD dan DC!
Penyelesaian :
Untuk mempermudah penyelesaian, gambar dapat dipisah seperti berikut ini.
a. Perhatikan ∆ ABF dan ∆ ADC
∠𝐴𝐵𝐹 = ∠𝐴𝐷𝐶 = 90°
∠𝐵𝐴𝐹 = ∠𝐷𝐴𝐶 (karena berimpit)
∠𝐴𝐹𝐵 = ∠𝐴𝐶𝐷 (karena kedua pasang sudut yang lain sama besar)
Jadi, ∆ ABF dan ∆ ADC sebangun.
b. Pasangan sisi bersesuaian yang sebanding adalah :
𝐴𝐵
𝐴𝐷
=
𝐵𝐹
𝐷𝐶
=
𝐴𝐹
𝐴𝐶
c. Panjang AD Panjang DC
𝐴𝐵
𝐴𝐷
=
𝐴𝐹
𝐴𝐶
𝐵𝐹
𝐷𝐶
=
𝐴𝐹
𝐴𝐶
4
𝐴𝐷
=
5
10
3
𝐷𝐶
=
5
10
5AD = 40 5DC = 30
AD = 8 DC = 6
Jadi, panjang AD = 8 cm. Jadi, panjang DC = 6 cm.
3 cm5 cm
4 cm
F
BA A
10 cm
D
C
23. 20
D. Segitiga Sebangun pada Segitiga Siku-siku dan Segitiga
dengan Garis Sejajar
1. Segitiga Sebangun pada Segitiga siku-siku dengan Garis Tinggi ke
Sisi Miring
Perhatikan gambar dibawah ini!
Segitiga ABC pada gambar (i) siku-siku di A dan AD adalah garis
tinggi ke sisi miring BC. Dengan memperhatikan sudut-sudutnya, maka
terdapat tiga segitiga sebangun, yaitu ∆ABD, ∆ADC dan ∆ABC.
Berdasarkan pasangan segitiga yang sebangun, maka dapat
ditentukan rumus-rumus berikut ini.
1. Perhatikan gambar (ii) dan (iii)
∆ABD dan ∆ADC sebangun, maka :
𝐴𝐷
𝐶𝐷
=
𝐵𝐷
𝐴𝐷
AD x AD = BD x CD
AD2
= BD x CD
2. Perhatikan gambar (ii) dan (iv)
∆ABD dan ∆CBA sebangun, maka :
𝐴𝐵
𝐵𝐶
=
𝐵𝐷
𝐴𝐵
AB x AB = BC x BD
AB2
= BC x BD
3. Perhatikan gambar (iii) dan (iv)
∆DAC dan ∆ABC sebangun, maka :
D
C
A B
(i)
C
BA
(iv)
D
BA
(ii)
C
D
A
(iii)
24. 21
𝐴𝐶
𝐶𝐵
=
𝐶𝐷
𝐴𝐶
AC x AC = CB x CD
AC2
= CB x CD
2. Segitiga Sebangun pada Segitiga dengan Garis-garis Sejajar
Dalam ∆ABC, DE // AB.
Perhatikan ∆CDE dan ∆CAB
∠𝐶𝐷𝐸 = ∠𝐶𝐴𝐵 (sehadap)
∠𝐶𝐸𝐷 = ∠𝐶𝐴𝐵 (sehadap)
∠𝐷𝐶𝐸 = ∠𝐴𝐶𝐵 (berimpit)
Jadi, ∆CDE dan ∆CAB sebangun karena sudut yang bersesuaian sama
besar, sehingga diperoleh rumus berikut ini :
𝐶𝐷
𝐶𝐴
=
𝐶𝐸
𝐶𝐵
=
𝐷𝐸
𝐴𝐵
atau
𝑎
𝑎+𝑏
=
𝑐
𝑐+𝑑
=
𝑒
𝑓
Contoh Soal
1. Segitiga ABC disamping siku-siku di A. Panjang BC = 20 cm dan BD
= 8 cm. Tentukan panjang AD!
Penyelesaian :
BC = 20 cm
BD = 8 cm
CD = 20 – 8 = 12 cm
b d
ca
D E
C
BA
f
e
A B
C
D
25. 22
AD2
= BD x CD
AD2
= 8 x 12
AD2
= 96
AD = √96 = 4√6
Jadi, panjang AD = 4√6 cm.
2. Dalam ∆ABC, DE // AB. Panjang DE = 8 cm, AB = 12 cm, AD = 4
cm dan CE = 10 cm. Hitunglah panjang CD dan panjang BE!
Penyelesaian :
Panjang CD Panjang BE
𝐶𝐷
𝐶𝐴
=
𝐷𝐸
𝐴𝐵
𝐶𝐸
𝐶𝐵
=
𝐷𝐸
𝐴𝐵
𝐶𝐷
𝐶𝐷+4
=
8
12
10
𝐶𝐵
=
8
12
12CD = 8(CD + 4) 8CB = 10 x 12
12CD = 8CD + 32 8CB = 120
12CD – 8CD = 32 CB =
120
8
4CD = 32 CB = 15
CD =
32
4
Jadi, BE = CB – CE
CD = 8 = 15 cm – 10 cm
Jadi, panjang CD = 8 cm. = 5 cm.
A B
C
D E