Analisis Proses Berpikir Reflektif Siswa dalam Memecahkan masalah Nonrutin pada Materi Peluang.doc
1. TUGAS 1
ANALISIS PROSES BERPIKIR REFLEKTIF SISWA
DALAM MEMECAHKAN MASALAH NONRUTIN
PADA MATERI ATURAN PENCACAHAN
(Disusun dalam rangka memenuhi
tugas mata kuliah Problematika Pendidikan Matematika)
Oleh:
KELOMPOK 1
KELAS 02
1. MUH. ALFIANSYAH 161050701024
2. MUH. ASRI 161050701025
3. NURAQIDAH UMAR 161050701031
4. ASMAUN 161050701038
PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
MAKASSAR
2016
2.
3. 1
ANALISIS PROSES BERPIKIR REFLEKTIF SISWA
DALAM MEMECAHKAN MASALAH NONRUTIN PADA MATERI PELUANG
Muh. Alfiansyah1)
, Muh. Asri2)
, Nuraqidah Umar3)
, Asmaun4)
1,2,3,4
Program Pascasarjana, Universitas Negeri Makassar
email: muh.alfiansyah11@gmail.com1)
, muh.asri30@yahoo.com2)
,
aqidahnur93@gmail.com3)
, asmaoenazis@gmail.com4)
Abstract
The objectives of mathematics learning in school is that the students have the ability to solve problems.
Mathematical problem solving is a process or set of activities that students do to find a solution of the
problem. In solving mathematical problems, differences in the characteristics of the students need to get the
teacher's attention. One characteristic that is important to note is the ability of teachers beginning math
students. This study aimed to describe the process of reflective thinking graders grade XI IPA 1 SMAN 10
Makassar capable of early mathematics high in solving mathematical problems nonroutine. This research is
a descriptive study using a qualitative approach. The results obtained in this study were students with three
subjects of high initial ability in Mathematical had reflective thingking process in four steps of problem
solving (polya) as follws (1) understanding problem: (a) elaboration-creative thinking, (b) clarification-
critical thinking, (c) assessment-critical thinking and (d) laboration-creative thinking, all indicators is meet
by all subject. (2) devising strategy: (a) inference-critical thinking, (b) elaboration-creative thinking and (c)
fluency-creative thinking, all indicators meet by all subject except for fluency indicators there is a subject
that does not meet. (3) conducting strategy: (a) Inference-critical thinking meet by the subjects, (b)
flexibility-creative thinking, only two subjects who meet this indicator and (d) originality-creative thinking
only be met by a subject. (4) looking back: (a) elaboration-creative thinking and (b) strategies-critical
thinking, all indicators met by the subject, but only one student check the answer.
Keywords: reflective thinking, problem solving, nonroutine problem.
1. Pendahuluan
Matematika memiliki peranan penting dalam
kehidupan sebagai ilmu yang dapat membantu
manusia untuk dapat berfikir logis, obyektif,
analitis, kritis, kreatif dalam mengatasi perma-
salahan yang dihadapi (Tisngati, 2015). Peranan
matematika tersebut terdapat pada salah satu tujuan
pembelajaran matematika di sekolah yaitu agar
siswa memiliki pemahaman pemecahan masalah,
yakni memahami konsep matematika, mampu
menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan menggu-
nakan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
(Permendikbud Nomor 59, 2014).
Namun, menurut Suwasti (2016), pembe-
lajaran matematika di sekolah belum sepenuhnya
memberikan konstribusi kepada siswa untuk
mengembangkan pemecahan masalah. Proses pem-
belajaran matematika masih dipahami sebagai hasil
aktivitas kognitif saja, yakni pemberian rumus dan
mengerjakan soal latihan (latihan penerapan rumus
yang diajarkan). Selama ini kecenderungan para
siswa hanya terfokus pada hafalan rumus untuk
menyelesaikan masalah. Mereka berpikir hanya
dengan menghafalkan rumus bisa menemukan
solusi dari permasalahan. Padahal, hal itu belum
tentu bisa terealisasikan. Oleh sebab itu, perlu
membelajarkan siswa untuk menyelesaikan masalah
matematika sehingga kemampuan berpikir siswa
perlu dikembangkan (Lutfiananda, 2016).
Menurut Sabandar (2009) dalam mempelajari
matematika siswa harus berpikir agar mampu
memahami konsep-konsep matematika yang telah
dipelajari serta menggunakannya dengan tepat untuk
menyelesaikan permasalahan matematika yang
dihadapi. Proses berpikir dalam menyelesaikan
masalah matematika yang dimaksud terkait dengan
kemampuan mengingat, mengenali hubungan antar
konsep, hubungan sebab akibat, hubungan analogi
atau perbedaan, yang selanjutnya dapat menim-
bulkan gagasan-gagasan original sehingga berpe-
ngaruh dalam penarikan keputusan atau kesimpulan.
Keterampilan berpikir menjadi hal yang
diperlukan siswa dalam mempelajari berbagai hal
khususnya matematika. Melalui keterampilan
berpikir yang baik, siswa dapat memahami masalah
matematika yang dihadapinya untuk selanjutnya
dapat menerapkan konsep yang dimiliki untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Siswa juga
diharapkan memperoleh kesimpulan yang baik
sehingga siswa tidak sekadar menguasai apa yang
4. 2
dilakukannya untuk mendapatkan jawaban dari
masalah yang dihadapi, tetapi juga pengetahuan
baru yang bermanfaat bagi dirinya (Lutfiananda,
2016).
Salah satu kemampuan berpikir yang
mendukung keterampilan pemecahan masalah siswa
dalam pembelajaran matematika adalah berpikir
reflektif. Noer (2008) menjelaskan bahwa teori
tentang berpikir reflektif dimulai dari eksplorasi
John Dewey saat mendiskusikan proses mental
tertentu yaitu memfokuskan dan mengendalikan
pola pikiran. Dewey menamai hal tersebut dengan
istilah "berpikir reflektif". Dalam hal ini proses yang
dilakukan bukan sekadar suatu urutan dari gagasan-
gagasan, tetapi suatu proses yang berurutan
sedemikian sehingga masing-masing ide mengacu
pada ide terdahulu untuk menentukan langkah
berikutnya. Dengan demikian, semua langkah
berurutan, saling terhubung, saling mendukung satu
sama lain dan berperan untuk menuju kesimpulan
yang lebih lanjut.
Gurol (2011) mendefinisikan berpikir
reflektif sebagai proses kegiatan terarah dan tepat
yakni siswa menyadari, menganalisis, mengeva-
luasi, memotivasi, mendapatkan makna yang men-
dalam, menggunakan strategi belajar yang tepat
dalam proses belajarnya sendiri. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat Skemp (Nasriadi, 2016) menge-
mukakan bahwa berpikir reflektif dapat digam-
barkan sebagai proses berpikir yang merespon
masalah dengan menggunakan informasi atau data
yang berasal dari dalam diri (internal), dapat
menjelaskan apa yang telah dilakukan, memperbaiki
kesalahan yang ditemukan dalam memecahkan
masalah, serta mengkomunikasikan ide dengan
simbol bukan dengan gambar atau objek langsung.
Dengan demikian melalui proses berpikir
reflektif dapat diketahui proses siswa dalam
memecahkan suatu masalah secara lebih mendalam,
sebab proses berpikir reflektif tidak sekadar
menuntut jawaban dari suatu masalah tetapi juga
konsep, fakta dan alasan yang logis, serta
pengambilan keputusan yang rasional dalam setiap
proses pemecahan masalah yang dilakukan. Berpikir
reflektif sangat penting bagi siswa untuk
mengevaluasi proses belajarnya sendiri khususnya
dalam memecahkan masalah. Sementara itu, guru
perlu mengetahui proses berpikir reflektif siswa
untuk memperoleh informasi tentang kesalahan
yang dihadapi siswa sehingga dapat membantu
dalam perbaikan kualitas pembelajaran (Lutfia-
nanda, 2016).
Gurol (2011) menyatakan bahwa berpikir
reflektif sangat penting bagi siswa dan guru.
Namun, hal ini sangat berbeda dengan fakta di
lapangan, bahwa berpikir reflektif belum menjadi
salah satu tujuan pembelajaran matematika di
sekolah (Lutfiananda, 2016). Hal tersebut sesuai
dengan temuan Sabandar (2009) bahwa kemam-
puan berpikir reflektif masih jarang diperkenalkan
oleh guru atau dikembangkan untuk siswa sekolah
menengah. Lebih lanjut, Suharna, dkk., (2013)
melaporkan bahwa dalam pembelajaran matema-
tika, berpikir reflektif kurang mendapat perhatian
guru. Terkadang guru hanya memperhatikan hasil
akhir dari penyelesaian masalah yang dikerjakan
siswa, tanpa memperhatikan bagaimana siswa
menyelesaian masalah. Jika jawaban siswa berbeda
dengan kunci jawaban, biasanya guru langsung
menyalahkan jawaban siswa tersebut tanpa
menelusuri mengapa siswa menjawab demikian.
Selain itu, rendahnya kemampuan berpikir
reflektif juga tercantum pada studi pendahuluan
yang dilakukan oleh Nindiasari (Nindiasari, dkk.,
2014) terhadap sejumlah siswa SMA di Tanggerang
pada tahun 2010 memperoleh beberapa temuan di
antaranya: 1) guru lebih banyak memberikan rumus,
konsep matematika yang sudah siap digunakan dan
tidak mengajak siswa berpikir untuk menemukan
rumus dan konsep matematika yang dipelajarinya,
2) hampir lebih dari 60% siswa belum mampu
menyelesaikan tugas berpikir reflektif matematis,
misalnya tugas menginterpretasi, mengaitkan, dan
mengevaluasi.
Selain memperhatikan kemampuan berpikir
reflektif, guru juga perlu memperhatikan kemam-
puan awal matematika siswa saat memecahkan
masalah matematika. Sebab menurut Lutfiananda
(2016) perbedaan kemampuan awal matematika
memungkinkan terjadinya perbedaan pemahaman
materi dan berakibat pada keterampilan berpikir dan
pemecahan masalah siswa. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat Suharna (2012) yang menyatakan
bahwa siswa yang mempunyai latar belakang dan
kemampuan matematika berbeda, juga mempunyai
kemampuan yang berbeda dalam pemecahan
masalah. Kemampuan awal matematika siswa
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Lebih
lanjut, Ratnawati (2009) menyatakan bahwa
kemampuan awal matematika yang dimiliki siswa
akan memberikan sumbangan yang besar dalam
memprediksi keberhasilan belajar siswa pada tahap
selanjutnya dalam mempelajari matematika. Karena
berpikir reflektif merupakan tingkatan berpikir
tingkat tinggi maka subjek yang dipilih dalam
penelitian ini hanya subjek berkemampuan awal
matematika tinggi.
Menurut Marchis (2012) siswa belajar
matematika dengan menyelesaikan soal atau
5. 3
masalah agar memperoleh pengetahuan dan pema-
haman yang lebih mendalam serta mengembangkan
keterampilan matematikanya. Bentuk soal dan
masalah dalam matematika memiliki perbedaan satu
sama lain. Menurut Milgram (Marchis, 2012)
masalah matematika dibedakan dari suatu soal
matematika karena tidak memiliki prosedur yang
pasti/umum diketahui dalam menyelesaikannya.
Menurut Wahyudi dan Budiono (2012) Pada
umumnya masalah matematika dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu masalah rutin dan
masalah nonrutin. Masalah rutin adalah soal latihan
biasa yang dapat diselesaikan dengan prosedur yang
dipelajari di kelas atau prosedurnya umum dike-
tahui. Masalah jenis ini banyak terdapat dalam buku
ajar dan dimaksudkan hanya untuk melatih siswa
menggunakan prosedur yang sedang dipelajari di
kelas. Sedangkan masalah nonrutin adalah soal yang
dalam proses menyelesaikannya diperlukan pemi-
kiran lebih lanjut karena prosedurnya tidak sama
dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Dengan
kata lain, masalah nonrutin ini menyajikan situasi
baru yang belum pernah dijumpai oleh siswa
sebelumnya. Situasi baru tersebut memuat tujuan
yang jelas yang akan dicapai, tetapi cara
mencapainya tidak segera muncul dalam benak
siswa.
Memberikan masalah nonrutin kepada siswa
berarti melatih mereka menerapkan berbagai konsep
matematika dalam situasi baru sehingga pada
akhirnya mereka mampu menggunakan berbagai
konsep ilmu yang telah mereka pelajari untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi masalah nonrutin inilah yang dapat digunakan
sebagai soal pemecahan masalah. Pemecahan
masalah dalam pengajaran matematika dapat
diartikan sebagai penggunaan berbagai konsep,
prinsip, dan keterampilan matematika yang telah
atau sedang dipelajari untuk menyelesaikan masalah
nonrutin (Wahyudi dan Budiono 2012).
Namun, menurut Suandito, dkk. (2009), pada
kenyataannya yang selama ini diajarkan di sekolah
adalah kebanyakan masalah matematika yang rutin.
Masalah rutin tersebut dapat diselesaikan dengan
menggunakan prosedur yang dapat dikatakan
standar. Akibatnya timbul persepsi yang agak keliru
terhadap matematika. Matematika dianggap sebagai
pengetahuan yang pasti, terurut dan prosedural.
Sebab, siswa cenderung jarang diperkenalkan untuk
menganalisis serta menggunakan matematika dalam
kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut, tidak sedikit
guru yang masih bergantung pada buku ajar
termasuk dalam pemilihan materi tes untuk evaluasi
siswa.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
topik “Analisis Proses Berpikir Reflektif Siswa
dalam Memecahkan Masalah Nonrutin pada Materi
Aturan Pencacahan”.
Mengacu pada latar belakang masalah yang
diuraikan pada bagian pendahuluan di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimana proses berpikir reflektif siswa kelas XI
IPA 1 SMA Negeri 10 Makassar berkemampuan
awal matematika tinggi dalam memecahkan
masalah matematika nonrutin?.
Pada dasarnya tujuan penelitian ini adalah
mencari jawaban atas masalah penelitian yang telah
dirumuskan. Adapun tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan proses berpikir reflektif siswa
kelas XI IPA 1 SMA Negeri 10 Makassar berke-
mampuan awal matematika tinggi.
2. KAJIAN LITERATUR
Pemecahan Masalah Matematika
Menurut Turmudi (2009) pemecahan masalah
artinya proses yang melibatkan suatu tugas yang
metode pemecahannya belum diketahui lebih
dahulu. Sementara menurut Woolfolk (Suwasti,
2016) pemecahan masalah didefinisikan sebagai
memformulasikan jawaban baru, yang lebih dari
sekadar penerapan sederhana dari aturan-aturan
yang sudah dipelajari sebelumnya untuk mencapai
suatu tujuan. Sementara pemecahan masalah dalam
matematika, Nasriadi (2016) mendefinisikannnya
sebagai suatu proses atau sekumpulan aktifitas
siswa yang dilakukan untuk menemukan solusi dari
suatu permasalahan. Lebih lanjut Suharna (2013)
mengungkapkan bahwa pemecahan masalah mate-
matika merupakan proses yang meliputi prosedur:
memahami masalah, memikirkan rencana/ meren-
canakan, melaksanakan rencana, dan evaluasi ter-
hadap hasil pemecahan.
Menurut Turmudi (2009) dalam pemecahan
masalah matematika untuk mengetahui penyele-
saiannya siswa hendaknya memetakan pengeta-
huannya dan melalui proses tersebut siswa
cenderung mengembangkan pengetahuan baru
tentang matematika. Melalui pemecahan masalah
dalam matematika siswa diharapkan memperoleh
cara-cara berfikir, kebiasaan untuk tekun dan
menumbuhkan rasa ingin tahu, serta percaya diri
dalam situasi tak dikenal yang akan mereka gunakan
di luar kelas.
Zhu (2007) berpendapat bahwa pemecahan
masalah tidak sekadar membutuhkan pengetahuan
(kemampuan kognitif) untuk merepresentasikan
situasi permasalahan, menyusun prosedur penye-
6. 4
lesaian masalah, memproses berbagai jenis infor-
masi yang berbeda, dan menjalankan kemampuan
komputasi. Namun, diperlukan kemampuan mengi-
dentifikasi masalah serta pengelolaan berbagai
strategi yang mungkin digunakan. Oleh karena itu,
pemecahan masalah dapat melatih kemampuan
analisis, eksplorasi dan aplikasi dari konsep
matematika serta melatih kemampuan berpikir
siswa.
Pemecahan masalah merupakan komponen
yang sangat penting dalam matematika (Susanto
dalam Ansori dan Aulia, 2015). Secara umum, dapat
dijelaskan bahwa pemecahan masalah merupakan
proses menerapkan pengetahuan yang telah dipe-
roleh siswa sebelumnya ke dalam situasi yang baru.
Pemecahan masalah juga merupakan aktivitas yang
sangat penting dalam pembelajaran matematika
karena tujuan yang ingin dicapai dalam pemecahan
masalah berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya, Wardhani dkk., (2010) menyatakan
bahwa pemecahan masalah adalah pengelolaan
masalah dengan suatu cara sehingga berhasil
menemukan tujuan yang dikehendaki.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat
disimpulkan bahwa pemecahan masalah matematika
adalah upaya siswa untuk mengatasi kesulitan
dengan menggunakan konsep dan keterampilan
matematika dengan melibatkan pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki saat suatu solusi atau
metode belum tampak jelas.
Polya mengajukan empat langkah fase
penyelesaian masalah yaitu memahami masalah,
merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masa-
lah dan melakukan pengecekan kembali semua
langkah yang telah dikerjakan. Selanjutnya Susanto
(Ansori dan Aulia, 2015) menguraikan pendapat
dari Polya yang menyatakan bahwa ada empat
langkah dalam pedekatan pemecahan masalah,
yaitu:
a. Memahami masalah
Pada tahap ini, kegiatan pemecahan masalah
diarahkan untuk membantu siswa menetapkan apa
yang diketahui pada permasalahan dan apa yang
ditanyakan. Beberapa pertanyaan perlu dimunculkan
kepada siswa untuk membantunya dalam mema-
hami masalah ini. Pertanyaan-pertanyaan tersebut,
antara lain:
1) Apakah yang diketahui dari soal?
2) Apakah yang ditanyakan soal?
3) Apakah saja informasi yang diperlukan?
b. Merencanakan penyelesaian
Pendekatan pemecahan masalah tidak akan
berhasil tanpa perencanaan yang baik. Pada
perencanaan pemecahan masalah, siswa diarahkan
untuk dapat mengidentifikasi strategi-strategi peme-
cahan masalah yang sesuai untuk menyelesaikan
masalah. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul ke-
pada siswa untuk membantunya dalam merencana-
kan penyelesaian adalah:
1) Pernahkah anda menemukan soal seperti ini
sebelumnya?
2) Rumus mana yang dapat digunakan dalam
masalah ini?
3) Perhatikan apa yang ditanyakan?
4) Apakah strategi tersebut berkaitan dengan
permasalahan yang akan dipecahkan?
c. Melaksanakan rencana
Jika siswa telah memahami permasalahan
dengan baik dan sudah menentukan strategi
pemecahannya maka langkah selanjutnya adalah
melaksanakan penyelesaian soal sesuai dengan yang
telah direncanakan. Kemampuan siswa memahami
substansi materi dan keterampilan siswa melakukan
perhitungan matematika akan sangat membantu
siswa untuk melaksanakan tahap ini.
d. Memeriksa kembali
Langkah memeriksa ulang jawaban yang
diperoleh merupakan langkah terakhir dari
pendekatan pemecahan masalah matematika.
Langkah ini penting dilakukan untuk mengecek
apakah hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan
ketentuan dan tidak terjadi kontradiksi dengan yang
ditanyakan. Langkah penting yang dapat dijadikan
pedoman untuk dalam melaksanakan langkah ini,
yaitu:
1) Mencocokkan hasil yang diperoleh dengan
hal yang ditanyakan.
2) Dapatkah diperiksa kebenaran solusinya.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat
disimpulkan bahwa pemecahan masalah matematika
merupakan upaya siswa untuk menyelesaikan per-
masalahan yang dihadapinya dengan menggunakan
konsep dan keterampilan matematika dengan meli-
batkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang
dimiliki saat solusi atau metode penyelesaiannya
belum tampak jelas.
Matematika Nonrutin
Hartatiana dan Darmawijoyo (2011) berpen-
dapat bahwa ada dua jenis masalah dalam mate-
matika yaitu masalah rutin dan masalah nonrutin.
Masalah atau soal rutin biasanya mencakup aplikasi
suatu prosedur matematika yang sama atau mirip
dengan hal yang baru dipelajari. Sedangkan dalam
masalah nonrutin untuk sampai pada prosedur yang
benar diperlukan pemikiran yang lebih mendalam.
Sementara masalah nonrutin sering membutuhkan
pemikiran yang lebih jauh, karena prosedur
matematika untuk menyelesaikannya tidak sejelas
7. 5
dalam masalah rutin. Soal-soal nonrutin merupakan
soal yang sulit dan rumit, serta tidak ada metode
standar untuk menyelesaikannya. Akibatnya guru
tidak dapat mengajari siswa prosedur-prosedur
khusus untuk menyelesaikan soal-soal tesebut, guru
hanya mengarahkan dan membantu siswa dalam
mengembangkan kemampuan problem solving yang
nantinya mungkin dapat membantu mereka dalam
menciptakan strategi mereka sendiri.
Holmes (Wardhani, 2010) mengungkapkan
perbedaan masalah rutin dan masalah nonrutin
dalam matematika. Masalah rutin dapat dipecahkan
dengan metode yang sudah ada. Masalah rutin
sering disebut sebagai masalah penerjemahan
karena deskripsi situasi dapat diterjemahkan dari
kata-kata menjadi simbol-simbol. Masalah rutin
dapat membutuhkan satu, dua atau lebih langkah
pemecahan. Lebih lanjut, Holmes (Wardhani, 2010)
menguraikan pendapat Charles bahwa masalah rutin
memiliki aspek penting dalam kurikulum, karena
hidup ini penuh dengan masalah rutin. Oleh karena
itu tujuan pembelajaran matematika yang diprio-
ritaskan terlebih dahulu adalah siswa dapat meme-
cahkan masalah rutin.
Untuk masalah nonrutin Holmes (Wardhani,
2010) menguraikan pendpat dari Kouba et.al yang
menyatakan bahwa masalah nonrutin kadang
mengarah kepada masalah proses. Masalah nonrutin
membutuhkan lebih dari sekadar penerjemahan
masalah menjadi kalimat matematika dan penggu-
naan prosedur yang sudah diketahui. Masalah
nonrutin mengharuskan siswa untuk membuat
sendiri metode pemecahannya. Harus merencanakan
dengan seksama bagaimana memecahkan masalah
tersebut. Strategi-strategi seperti menggambar,
menebak dan melakukan cek, membuat tabel atau
urutan kadang perlu dilakukan. Holmes (Wardhani,
2010) menyatakan bahwa, masalah nonrutin dapat
berbentuk petanyaan open ended sehingga memiliki
lebih dari satu solusi atau pemecahan. Masalah
tersebut kadang melibatkan situasi kehidupan atau
membuat koneksi dengan subyek lain.
Menueurt Budhayanti, dkk., (2008) masalah
tidak rutin adalah masalah yang disusun dengan
maksud untuk memperluas wawasan sebagai
aplikasi suatu konsep dalam memecahkan masalah
nyata yang dihadapi, baik masalah yang berhu-
bungan secara langsung dengan konsep tertentu
maupun dengan disiplin ilmu yang lain. Selanjutnya
Budhayanti, dkk., (2008) menguraikan pendapat
Polya yang menyatakan bahwa memecahkan
masalah rutin tidak memberikan kontribusi pada
perkembangan mental siswa dan untuk memberikan
kesempatan bagi siswa mengembangkan pemikiran
tingkat tinggi dalam proses pemahaman, analisis
eksploratif, dan penerapan konsep-konsep mate-
matika, masalah nonrutin harus digunakan. Namun,
siswa umumnya takut mengeluarkan ide untuk
memecahkan masalah nonrutin karena masalah ini
biasanya tidak standar (tidak biasa/tidak baku), yang
melibatkan solusi yang tidak biasa dan tak terduga.
Menurut Yeo (Musdhalifah, 2013) masalah
matematika nonrutin adalah masalah kompleks yang
untuk menyelesaikannya diperlukan pemikiran lebih
lanjut karena menyajikan situasi baru yang belum
pernah dijumpai siswa sebelumnya. Masalah non-
rutin merupakan masalah yang kompleks tetapi
dapat dijangkau dan tidak menuntut tingkatan mate-
matika tertentu yang tinggi, mengharuskan siswa
untuk menggunakan strategi heuristik untuk men-
capai masalah, memahami, serta menemukan penye-
lesaiannya.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat
disimpulkan bahwa masalah matematika nonrutin
merupakan masalah matematika yang tidak dapat
diketahui secara langsung prosedur yang digunakan
dalam menyelesaikannya. Oleh sebab itu, masalah
nonrutin memungkinkan diselesaikan dengan
prosedur-prosedur yang tidak biasa dan tanpa harus
terikat pada aturan-aturan tertentu.
Karakteristik pemecahan masalah nonrutin
pada penelitian ini diadaptasi dari langkah polya
yang telah dirumuskan oleh Lutfiananda (2016).
Langkah karakteristik pemecahan masalah lebih
diperjelas agar diperoleh informasi yang lebih detail
dan mendalam, agar informasi yang diperoleh tidak
sekadar pada strategi atau solusi namun juga cara
berpikir, kesulitan atau proses lain yang memung-
kinkan terjadi. Kriteria pemecahan masalah mate-
matika nonrutin yang dimaksud ditunjukkan pada
tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kriteria Pemecahan Masalah Matematika Nonrutin
Langkah Uraian Indikator
Memahami
masalah
Membaca masalah
nonrutin yang
diberikan dan
memahami maksudnya
Dapat mengucapkan kembali permasalahan yang diberikan
dengan kalimat sendiri.
8. 6
Langkah Uraian Indikator
Mengidentifikasi
informasi atau syarat
yang sudah terpenuhi
maupun yang belum
terpenuhi dari soal.
a.Dapat menentukan informasi atau syarat yang sudah
terpenuhi dari masalah yang diberikan.
b.Dapat menentukan informasi atau syarat perlu yang masih
belum terpenuhi dari masalah yang diberikan.
c.Dapat menentukan informasi yang tidak diperlukan dari
masalah yang diberikan.
Mengidentifikasi apa
yang ditanyakan dari
masalah yang
diberikan
a.Dapat menentukan tujuan yang ingin dicapai dari masalah
yang diberikan.
b.Dapat menentukan keterkaitan antara informasi yang telah
diketahui dengan tujuan yang ingin dicapai.
Merancang
strategi
Menyusun rencana
atau strategi
pemecahan masalah.
Dapat mengaitkan infromasi yang diperoleh pada tahap
sebelumnya atau dari pengalaman untuk menyusun strategi
pemecahan masalah sebagai pedoman dalam emmecahkan
masalah.
Melaksanakan
strategi.
Melaksanakan strategi
pemecahan masalah
yang telah disusun
untuk mendapatkan
solusi.
a.Dapat menerapkan strategi pemecahan masalah yang telah
disusun dengan konsep matematika maupun komputasi yang
benar untuk mendapatkan solusi.
b.Dapat menerapkan strategi pemecahan masalah yang telah
disusun untuk menjawab semua pertanyaan pada masalah
dengan menggunakan semua informasi atau syarat yang ada.
Memeriksa
kembali
Memeriksa kembali
setiap langkah
pemecahan masalah
yang telah
dilaksanakan.
a.Dapat menunjukkan kesesuaian langkah pemecahan masalah
dengan informasi atau syarat yang ada dan strategi yang telah
disusun.
b.Dapat menunjukkan kesesuaian solusi pemecahan masalah
yang diperoleh dengan informasi atau syarat yang diketahui
dan ditanyakan.
c.Dapat menemukan alternatif strategi pemecahan masalah
dengan menggunakan informasi yang ada.
Berpikir Reflektif
Menurut John Dewey (1910), definisi
mengenai berpikir reflektif yang selama ini
digunakan adalah: “active, persisten, and careful
consideration of any belief or supposed from of
knowledge in the light of the grounds that support it
and the conclusion to which it tends”. Berpikir
reflektif merupakan pemikiran secara aktif, terus
menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan
saksama tentang segala sesuatu yang dipercaya
kebenarannya atau format yang diharapkan tentang
pengetahuan apabila dipandang dari sudut pandang
yang mendukungnya dan menuju pada suatu
kesimpulan.
Menurut Noer (2008), berpikir reflektif dalam
belajar adalah kemampuan siswa dalam memberi
pertimbangan tentang proses belajarnya. Apa yang
diketahui, apa yang diperlukan untuk mengetahui,
dan bagaimana menjembatani kesenjangan selama
proses belajar. Berpikir reflektif dalam prosesnya
melibatkan pemecahan masalah, perumusan kesim-
pulan, memperhitungkan hal-hal yang berkaitan,
dan membuat keputusan. Langkah-langkah yang
dilakukan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu:1)
Reactin, 2) Elaborating, 3) Contemplating.
Berpikir reflektif memberikan kesempatan
kepada siswa untuk memikirkan tentang proses
berpikir mereka. Menurut Kurniawati, dkk. (Masa-
mah, dkk., 2015) bahwa kemampuan berpikir ref-
lektif sangat diperlukan bagi siswa dalam proses
pemecahan masalah, sebab siswa harus mem-
prediksi jawaban benar dengan segera sehingga
dapat mengeksplorasi masalah dengan mengiden-
tifikasi konsep matematika yang terlibat dalam
masalah yang diberikan dan menggunakan berbagai
strategi. Ketika strategi telah dipilih oleh siswa,
mereka perlu membangun ide, menarik kesimpulan,
menentukan validitas argumen, memeriksa kembali
solusi, dan mengembangkan strategi alternatif.
Selanjutnya, Zehavi dan Mann (Nindiasari,
dkk., 2014) merinci kemampuan berpikir reflektif
meliputi kegiatan: menganalisis penyelesaian
masalah, menyeleksi teknik, memonitor proses
solusi, insight, dan pembentukan konsep. Sejalan
dengan itu Nindiasari (2011) berpendapat bahwa
proses berpikir reflektif diantaranya adalah
kemampuan untuk meninjau kembali, memantau
9. 7
dan memonitor proses solusi di dalam pemecahan
masalah.
Tisngati (2015) berpendapat bahwa dalam
berpikir reflektif siswa dapat merasakan dan mengi-
dentifikasi masalah, membatasi dan merumuskan
masalah, mengajukan beberapa kemungkinan alter-
natif solusi pemecahan masalah, mengembangkan
ide untuk memecahkan masalah dengan cara
mengumpulkan data yang dibutuhkan, melakukan
tes untuk menguji solusi pemecahan masalah dan
menggunakannya sebagai bahan pertimbangan
membuat kesimpulan.
Berpikir reflektif membantu siswa untuk
mengetahui kesesuaian pelaksanaan maupun solusi
pemecahan masalah yang diperoleh dengan infor-
masi awal yang diketahui pada soal. Lochhead
(Lutfiananda, 2016) menyatakan bahwa inti dari
berpikir logis adalah berpikir reflektif sehingga
berpikir reflektif dapat digunakan untuk memeriksa
kembali apa yang telah dilakukan dalam proses
pemecahan masalah. Berpikir reflektif bertujuan
untuk mengetahui alasan atau bukti yang men-
dukung setiap keputusan yang diambil dalam proses
pemecahan masalah. Oleh sebab itu, siswa yang
mampu berpikir reflektif dapat melaksanakan tugas
atau belajar matematika secara mandiri untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini
dikarenakan aktivitas belajar yang dilakukan dapat
direncanakan dengan baik dengan melihat proses
belajar yang telah dilakukan, informasi atau
pengetahuan apa yang diketahui, apa yang masih
perlu diketahui dan bagaimana cara menghu-
bungkan kedua hal tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut,
dapat disimpulkan bahwa berpikir reflektif
merupakan kegiatan berpikir matematis secara aktif,
terus menerus dan penuh pertimbangan untuk
memahami masalah disertai dengan alasan yang
jelas dan rasional yang bertujuan untuk menarik
suatu kesimpulan atau memecahkan masalah dengan
menghubunkan informasi yang ada dengan penge-
tahuan terdahulu yang dimiliki, merepresentasikan
masalah dengan simbol-simbol, mengkomunika-
sikan secara matematis, menalar dan memecahkan
masalah.
Hubungan Berpikir Reflektif dengan Berpikir
Kritis dan Berpikir Kreatif
Kemampuan berpikir reflektif dalam
matematika memuat kemampuan berpikir kritis dan
berpikir kreatif sama seperti kemampuan berpikir
lainnya. Kedua kemampuan berfikir ini dipandang
sangat essensial dalam mengembangkan kemam-
puan-kemampuan lain dalam belajar matematika
dan dapat dikembangkan ketika siswa sedang
berada dalam proses yang intens tentang pemecahan
masalah. Dengan kata lain, pembelajaran mate-
matika di kelas sedapat mungkin menyentuh aspek
pemecahan masalah dan dilakukan secara sengaja
dan terencana. Misalnya menurut Masson dalam
(Saragih, 2008) dalam pemecahan masalah, langkah
looking back dari Polya adalah suatu tahap berpikir
reflektif, yaitu secara sengaja belajar dari penga-
laman, tetapi sering tidak dilakukan secara efektif
dan tersulit diperkenalkan pada orang.
a. Berpikir Kritis
The National Council Exelence in Critical
Thinking (Tunakotta, 2011) mendefinisikan berpikir
kritis sebagai proses intelektual berdisiplin yang
secara aktif dan cerdas mengonseptualisasikan,
menerapkan, menganalisis, mensintesakan, dan/atau
mengevaluasi informasi yang dikumpulkan atau
dihasilkan melalui observasi, pengalaman, refleksi
(perenungan kembali), nalar, atau komunikasi
sebagai panduan mengenai apa yang dipercaya dan
tindakan yang diambil.
Menurut Saragih (2008) berfikir kritis
ditandai dengan mampu memberikan alasan ketika
mengemukakan pendapat dan mengapa hal ini
demikian (terjadi) tatkala menerima atau menda-
patkan suatu informasi. Dengan demikian, tujuan
berfikir kritis adalah mengevaluasi tindakan yang
terbaik dan diyakini.
Jacob dan Sam (2008) mendefinisikan empat
tahapan proses berpikir kritis dalam pemecahan
masalah, yaitu:
1) Clarification: tahap dimana siswa merumuskan
masalah dengan tepat dan jelas.
2) Assesment: tahap dimana siswa menemukan
pertanyaan yang penting dalam masalah.
3) Inference: tahap dimana siswa membuat kesim-
pulan berdasarkan informasi yang telah dipe-
roleh.
4) Strategies: tahap dimana siswa berpikir secara
terbuka dalam menyelesaikan masalah.
b. Berpikir Kreatif
Menurut Saragih (2008) berpikir kreatif
sesungguhnya adalah suatu kemampuan berpikir
yang berawal dari adanya kepekaan terhadap situasi
yang sedang dihadapi, bahwa di dalam situasi itu
terlihat atau teridentifikasi adanya masalah yang
ingin atau harus diselesaikan. Selanjutnya ada unsur
originalitas gagasan yang muncul dalam benak
seseorang terkait dengan apa yang teridentifikasi.
Hasil yang dimunculkan dari berpikir kreatif itu
sesungguhnya merupakan suatu yang baru bagi
yang bersangkutan serta merupakan sesuatu yang
10. 8
berbeda dari yang biasanya dia lakukan. Untuk
mencapai hal ini orang harus melakukan sesuatu
terhadap permasalahan yang dihadapi, dan tidak
tinggal diam saja menunggu.
Indikator kemampuan berpikir kreatif menu-
rut Saragih (2008) sebagai berikut:
1) Fluency (Kelancaran) dalam memunculkan
gagasan atau pertanyaan yang beragam serta
menjawabnya, ataupun merencanakan dan
menggunakan berbagai strategi penyelesaian
pada saat menghadapi masalah yang rumit
serta kebuntuan. Dalam situasi seperti ini
dimana tersedia berbagai kemungkinan untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi,
kelenturan dalam memilih dan menggunakan
strategi yang lain, sering harus muncul.
Artinya, ketika tertumbuk pada kebuntuan,
seseorang tidak segan dan memutuskan untuk
mengganti strateginya dengan strategi yang
lain.
2) Flexibility (kelenturan) dapat dipandang juga
sebagai suatu variasi yang sesungguhnya
menunjukkan kekayaan ide atau alternatif dan
usaha dari yang bersangkutan dalam
membangun gagasan menuju pada solusi yang
diharapkannya. Kadang-kadang ia ingin
memperoleh solusi cara yang singkat atau
praktis informal, tetapi juga ia dapat
menginginkan cara yang formal.
3) Originality (Keaslian) dipandang sebagai mun-
culnya gagasan dari yang bersangkutan tanpa
memperoleh bantuan dari orang lain. Keaslian
ini muncul dalam berbagai bentuk, dari yang
sederhana atau yang informal untuk kemudian
dapat dikembangkan menjadi lebih lengkap.
Originalitas dalam hal ini adalah relatif.
Karena bagi yang bersangkutan hal tersebut
adalah sesuatu yang original (baru bagi
dirinya), namun untuk orang lain tidaklah
sesuatu yang baru.
4) Elaboration (Keterampilan Memperinci): ciri-
ciri keterampilan memperinci adalah mampu
memperkaya dan mengembangkan suatu
gagasan atau produk, menambahkan atau
memperinci secara detil subjek, gagasan atau
situasi sehingga menjadi lebih menarik.
Langkah-Langkah Berpikir Reflektif dalam
Pemecahan Masalah Matematika
Langkah-langkah berpikir reflektif dalam
pemecahan masalah matematika yang digunakan
pada penelitian ini diadaptasi dari delapan langkah
berpikir reflektif yang dirmuskan oleh Primrose
(Kashinath, 2013) sebagai berikut:
1. Mendefinisikan masalah
Tahap ini dilakukan untuk memahami tujuan
yang akan dicapai dari pemecahan masalah tersebut.
Jika terdapt istilah dalam soal yang menimbulkan
perbedaan penafsiran maka terlebih dahulu diper-
jelas agar diperoleh pernyataan yang pasti dan dapat
dipahami dengan baik.
2. Menganalisis masalah
Tahap menganalisi masalah dilakukan untuk
memperoleh informasi yang diketahui dan ditanya-
kan dalam soal dan memperjelas interpretasi atau
penafsiran terhadap masalah sehingga memper-
mudah dalam menyusun strategi.
3. Menentukan kriteria
Tahap ini dilaksanakan dengan menggam-
barkan secara ringkas karakteristik kemungkinan
jawaban. Karakteristik tersebut disusun disertai
alasan rasional untuk mengklasifikasikan informasi
yang perlu diperhatikan agar mengarah kepada
solusi yang diharapkan.
4. Menganalisis informasi
Tahap ini dilaksanakan dengan mengiden-
tifikasi informasi yang telah diketahui pada soal dan
yang masih diperlukan untuk mendapatkan solusi.
5. Mengusulkan solusi pemecahan masalah
Tahap ini dilaksanakan dengan mengusulkan
sebanyak mungkin kemungkinan solusi yang
berbeda. Kemungkinan solusi tersebut diperiksa
kesesuaiannya dengan informasi yang telah
dianalisis untuk diperoleh alasan rasional yang
mendukung kemungkinan jawaban tersebut.
6. Menentukan solusi pemecahan masalah
Selanjutnya dengan banyak kemungkinan
solusi yang diperoleh, akan ditentukan solusi
sebenarnya dari masalah tersebut. Pemilihan solusi
tentunya memperhatikan kesesuaian dengan
informasi pada soal dan disertai alasan yang
rasional. Solusi pemecahan yang dimaksud juga
dimungkinkan lebih dari satu jawaban.
7. Menerapkan solusi pemecahan masalah
Setelah menentukan solusi pemecahan masa-
lah, selanjutnya dipilih metode menggunakan ope-
rasi matematika untuk memperoleh solusi. Pelak-
sanaan strategi juga disertai analisis agar pene-
rapannya tepat.
8. Menganalisis kembali
Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap
solusi yang diperoleh. Hal tersebut dilaksanakan
dengan memeriksa setiap langkah penyelesaian dari
awal hingga diperoleh solusi yang sesuai dengan
ketentuan dari masalah yang diberikan.
Berdasarkan definisi proses berpikir reflektif
dan kriteria pemecahan masalah nonrutin
11. 9
sebelumnya maka diperoleh karakteristik proses
berpikir reflektif dalam pemecahan masalah. Karak-
teristik proses berpikir reflektif dalam memecahkan
masalah nonrutin dalam penelitian ini dikem-
bangkan dari karakteristik yang dirumusan oleh
Lutfiananda (2016) hal tersebut dilakukan agar
informasi yang diperoleh dapat diuraikan lebih
lengkap dan sistematis. Karakteristik proses berpikir
reflektif pemecahan masalah matematika nonrutin
dalam penelitian ini ditunjukkan dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Karakteristik Proses Berpikir Reflektif dalam Memecahkan Masalah Nonrutin
Langkah Indikator Pemecahan Masalah Proses Berpikir Reflektif
Memahami
masalah
a.Dapat mengucapkan kembali
permasalahan yang diberikan
dengan kalimat sendiri.
b.Dapat menentukan informasi atau
syarat yang sudah terpenuhi dari
masalah yang diberikan.
c.Dapat menentukan informasi atau
syarat perlu yang masih belum
terpenuhi dari masalah yang
diberikan.
d.Dapat menentukan informasi yang
tidak diperlukan dari masalah yang
diberikan.
e.Dapat menentukan tujuan yang
ingin dicapai dari masalah yang
diberikan.
f. Dapat menentukan keterkaitan
antara informasi yang telah
diketahui dengan tujuan yang ingin
dicapai.
Mengidentifikasi Masalah
a.Menyatakan masalah dengan kalimat sendiri
atau melalui representasi simbol-simbol
dengan cermat dan detail (Elaboration-
Berpikir Kreatif).
b.Mengidentifikasi fakta-fakta yang diberikan
dengan jelas dan logis (Clarification-Berpikir
Kritis).
Menganalisis Masalah
c.Menemukan pertanyaan yang penting dalam
soal berdasarkan informasi yang dibutuhkan.
(Assesment-Berpikir Kritis).
d.Menentukan informasi yang diperlukan dan
yang masih belum terpenuhi disertai alasan
yang logis dan jelas (Assesment-Berpikir
Kritis).
e.Menghubungkan informasi yang diperoleh
dengan pengetahuan yang dimiliki untuk
memahami situasi (Elaboration-Berpikir
Kreatif).
Merancang
strategi
Dapat mengetahui informasi yang
diperoleh pada tahap sebelumnya
atau dari pengalaman untuk
menyusun strategi pemecaahan
masalah sebagai pedoman dalam
memecahkan masalah
Menentukan Kriteria
a.Merepresentasikan masalah dalam simbol-
simbol (Inference-Berpikir Kritis).
Menganalisis Informasi
b.Menyusun strategi pemecahan masalah
disertai dengan alasan yang logis dan jelas
(Inference-Berpikir Kritis).
Mengusulkan Solusi Pemecahan Masalah
c.Menghubungkan informasi yang diketahui
dengan konsep atau pengalaman yang dimiliki
(Elaboration-Berpikir Kreatif).
d.Mampu mengusulkan berbagai solusi untuk
pemecahan masalah dengan tepat (Fluency-
Berpikir Kreatif).
Melaksanakan
strategi.
a.Dapat menerapkan strategi
pemecahan masalah yang telah
disusun dengan konsep matematika
maupun komputasi yang benar
untuk mendapatkan solusi.
b.Dapat menerapkan strategi
pemecahan masalah yang telah
disusun untuk menjawab semua
pertanyaan pada masalah dengan
menggunakan semua informasi
atau syarat yang ada.
Menentukan Solusi Pemecahan Masalah
a.Menerapkan strategi pemecahan masalah
disertai alasan yang logis dan jelas (Inference-
Berpikir Kritis).
b.Mampu memberikan solusi yang beragam
dengan tepat (Flexibility-Berpikir Kreatif).
c.Mampu memberikan solusi yang berbeda atau
solusi yang jarang/tidak terpikirkan oleh siswa
yang lain (Originality-Berpikir Kreatif).
Menerapkan Solusi Pemecahan Msalah
d.Mengkomunikasikan pelaksanaan strategi
pemecahan masalah dengan representasi
simbol-simbol (Inference-Berpikir Kritis).
12. 10
Langkah Indikator Pemecahan Masalah Proses Berpikir Reflektif
Memeriksa
kembali
a.Dapat menunjukkan kesesuaian
langkah pemecahan masalah
dengan informasi atau syarat yang
ada dan strategi yang telah
disusun.
b.Dapat menunjukkan kesesuaian
solusi pemecahan masalah yang
diperoleh dengan informasi atau
syarat yang diketahui dan
ditanyakan.
c.Dapat menemukan alternatif
strategi pemecahan masalah
dengan menggunakan informasi
yang ada.
Menganalisis Kembali
a.Menghubungkan apa yang telah dilakukan dan
apa yang masih dapat dilakukan untuk
mengembangkan pemecahan masalah yang
telah dilakukan (Elaboration-Berpikir
Kreatif).
b.Membedakan antara kesimpulan yang
didasarkan pada logika yang valid/tidak valid
(Strategies-Berpikir Kritis)
c.Menyampaikan alternatif strategi atau solusi
dari pemecahan masalah dengan disertai
alasan yang logis dan jelas (Strategies-
Berpikir Kritis).
d.Memeriksa kembali alternatif solusi yang
diberikan.
Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Immas Metika
Alfa Lutfiananda (2016) yang berjudul “Ana-
lisis Proses Berpikir Reflektif Siswa dalam
Memecahkan Masalah Non Rutin di Kelas VIII
SMP Islamic International School Pesantren
Sabilil Muttaqien (IIS PSM) Magetan Ditinjau
dari Kemampuan Awal” yang menyelidiki
bagaimana proses berpikir reflektif siswa SMP
dalam memecahkan masalah matematika non-
rutin berdasarkan kemampuan awal matema-
tikanya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
perbedaan proses berpikir reflektif siswa yang
berkemampuan awal tinggi, sedang dan rendah
dalam memecahkan masalah matematika non-
rutin yang diberikan.
Terdapat hubungan dengan penelitian
yang dilakukan yaitu proses berpikir reflektif
siswa menentukan pengambilan strategi dalam
memecahkan masalah matematika nonrutin
ditinjau dari kemampuan awal. Penelitian ini
akan meneliti bagaimana berpikir reflektif siswa
SMA dalam memecahkan masalah matematika
nonrutin pada materi aturan pencacahan ditinjau
dari kemampuan awal. Perbedaan penelitian ini
dengan Lutfiananda (2016) yaitu subjek
penelitiannya siswa SMP, sedang-kan penelitian
ini subjek penelitiannya adalah siswa SMA
dalam memecahkan masalah nonrutin pada
materi aturan pencacahan.
Peneliti menggunakan subjek penelitian
siswa SMA karena sejauh ini, berdasarkan
penelusuran peneliti pada jurnal-jurnal pene-
litian mengenai proses berpikir reflektif siswa,
pada umumnya peneliti terdahulu menggunakan
siswa SMP sebagai subjeknya. Beberapa pene-
liti mengungkapan bahwa hal tersebut
disebabkan oleh, teori perkembangan kognitif
dari Piaget yang menyatakan siswa SMP berada
pada tahap operasional formal, sehingga mampu
berpikir lebih abstrak dan mampu untuk
menyatakan hubungan-hubungan yang ada,
seperti menceritakan kembali apa yang telah
dilakukan (dalam pikirannya).
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Nasriadi
(2016) yang berjudul “Berpikir Reflektif Siswa
SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika
Ditinjau dari Perbedaan Gaya Kognitif”.
Bertujuan untuk mengetahui bagaimana berpikir
reflektif siswa SMP dalam memecahkan
masalah matematika ditinjau dari perbedaan
gaya kognitif. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan perbedaan proses berpikir
reflektif siswa yang bergaya kognitif reflektif
dan bergaya kognitif implusif dalam
memecahkan masalah matematika yang
diberikan.
Terdapat hubungan dengan penelitian
yang dilakukan yaitu proses berpikir reflektif
siswa menentukan pengambilan strategi dalam
memecahkan masalah matematika. Penelitian
ini akan meneliti bagaimana berpikir reflektif
siswa SMA dalam memecahkan masalah
matematika nonrutin pada materi aturan
pencacahan ditinjau dari kemampuan awal.
Perbedaan penelitian ini dengan Ahmad
Nasriadi (2016) yaitu subjek penelitiannya
siswa SMP, sedangkan penelitian ini subjek
penelitiannya adalah siswa SMA, jenis masalah
yang diberikan dalam pemecahan masalah tidak
dijelaskan secara detail sedangkan penelitian ini
memfokuskan pada jenis masalah nonrutin dan
kemapuan proses berpikir refletif siswa ditinjau
dari gaya kognitifnya sedangkan penelitian ini
meninjau dari tingkat kemampuan awal
matematika siswa.
13. 11
Peneliti menggunakan jenis masalah
nonrutin sebab berdasarkan kajian literatur,
masalah nonrutin dianggap tepat untuk
menggalih kemampuan proses berpikir reflektif
siswa dalam pemecahan masalah matematika.
Melalui masalah nonrutin siswa tidak bisa
menebak langsung prosedur yang digunakan
dalam penyelesaian masalah. Namun, siswa
harus menggunakan kemampuan berpikirnya
untuk menggalih terdahulu informasi yang
diketahui dan yang masih dibutuhkan, menghu-
bungkan informasi tersebut untuk sampai pada
solusi yang diharapkan.
Kerangka Pikir
Pemecahan masalah menjadi salah satu
prinsip dasar dalam pembelajaran matematika bagi
siswa kelas X dikarenakan siswa menjadi lebih
aktif, inistif, kreatif dan mandiri dalam proses
belajar. Masalah matematika yang bersifat nonrutin
menjadi salah satu cara untuk mengembangkan
kemampuan matematika siswa. Masalah nonrutin
membuat siswa berpikir lebih mendalam terkait
konsep yang digunakan strategi dan alternatif solusi
terbaik disertai dengan argumen yang rasional.
Selain itu, untuk meningkatkan kemampuan
matematika siswa, guru sebaiknya membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir yang salah
satunya berpikir reflektif.
Proses berpikir reflektif merupakan kegiatan
berpikir matematis secara aktif, terus menerus dan
penuh pertimbangan untuk memahami masalah
disertai dengan alasan yang jelas dan rasional yang
bertujuan untuk menarik suatu kesimpulan atau
memecahkan masalah dengan menghubunkan infor-
masi yang ada dengan pengetahuan terdahulu yang
dimiliki, merepresentasikan masalah dengan simbol-
simbol, mengkomunikasikan secara matematis,
menalar dan memecahkan masalah. Selain meli-
batkan kemampuan berpikir reflektif, dalam peme-
cahan masalah ikut serta melibatkan kemampuan
awal matematika siswa, sebab berpengaruh pada
pengetahuan konsep matematika. Perbedaan
kemampuan awal matematika siswa memungkinkan
terjadinya pemahaman materi sehingga berimplikasi
pada proses pengolahan informasi dan pengambilan
keputusan untuk memperoleh solusi. Kemampuan
awal siswa merupakan kemampuan matematika
yang telah dimiliki tentang pengetahuan atau
keterampilan baru yang akan dipelajari dan
dikelompokkan menjadi kemampuan awal tinggi,
sedang dan rendah.
Kemampuan berpikir reflektif merupakan hal
yang diperlukaan saat menghadapi masalah karena
siswa dapat memeriksa kembali dan berpikir ulang
tentang pemecahan masalah yang telah dilakukan
dan bagaimana seharusnya strategi yang tepat dan
sesuai untuk mendapatkan solusi. Melalui proses
berpikir reflektif dapat diketahui proses siswa dalam
memecahkan suatu masalah dengan lebih mendalam
karena proses berpikir reflektif tidak hanya
menuntut jawaban namun juga konsep, fakta dan
alasan yang logis, serta pengambilan keputusan
yang rasional dalam setiap langkah yang dilakukan.
Untuk mendapatkan informasi tentang proses
berpikir reflektif siswa dalam memecahkan masalah
matematika nonrutin, dalam penelitian ini diguna-
kan teknik wawancara. Siswa diberikan tugas peme-
cahan masalah matematika nonrutin kemudian
diwawancara terkait proses berpikir reflektif yang
dilakukan saat memecahkan masalah tersebut.
Wawancara dilaksanakan sebanyak dua kali untuk
memperoleh data yang valid. Hasil wawancara yang
diperoleh selanjutnya dianalisis. Analisis hasil
wawancara terkait proses berpikir reflektif dalam
memecahkan masalah dilaksanakan berdasarkan
karakteristik proses berpikir reflektif dalam meme-
cahkan masalah nonrutin yang telah ditentukan.
Dengan adanya pembahasan tentang proses
berpikir reflektif dalam memecahkan masalah
nonrutin pada setiap kategori kemampuan awal,
diharapkan dapat diperoleh informasi tentang
kelebihan dan kekurangan tentang proses berpikir
reflektif maupun keterampilan pemecahan masalah
siswa. Dengan demikian, untuk selanjutnya diha-
rapkan dapat menjadi masukan tersendiri bagi guru,
sekolah dan pihak terkait untuk memaksimalkan
potensi yang ada dan menyelesaikan hal-hal yang
masih perlu diperbaiki.
3. METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas
XI IPA 1 SMA Negeri 10 Makassar. Penelitian ini
dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran
2016/2017 tepatnya Rabu, 5 Desember 2016.
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini menggambarkan data kualitatif dan
dideskripsikan untuk menghasilkan gambaran yang
mendalam serta terperinci mengenai berpikir
reflektif siswa SMA dalam memecahkan masalah
matematika nonrutin ditinjau dari kemampuan awal
matematika siswa.
14. 12
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini dipilih dari siswa
kelas XI IPA 1 SMA Negeri 10 Makassar pada
semester ganjil tahun ajaran 2016/2017. Pemilihan
siswa kelas XI dikarenakan siswa dianggap
mempunyai pengetahuan dan pengalaman pada
materi matematika dasar, selain itu siswa dianggap
mampu mengkomunikasikan pemikiran secara lisan
maupun tulisan dengan baik sehingga upaya
eksplorasi proses berpikir reflektif siswa dapat
dilakukan. Penentuan subjek dalam penelitian
menggunakan teknik purposive sampling yakni
merupakan suatu cara pengambilan subjek dengan
pertimbangan tertentu.
Selain itu, subjek dalam penelitian ini dipilih
berdasarkan pertimbangan guru matematika kelas
XI IPA 1 SMA Negeri 10 Makassar yang mengacu
pada kriteria pemilihan subjek dalam penelitian ini
yakni berkemampuan awal matematika tinggi,
mampu mengkomunikasikan pemikiran secara lisan
dan tulisan dengan baik, mampu menunjukkan
ekspresi verbal ketika mengerjakan soal, serta
mempunyai cukup pengetahuan dan pengalaman
tentang materi matematika dasar.
Data Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
berupa data hasil tes tertulis siswa dalam
memecahkan masalah matematika nonrutin yang
diberikan serta data hasil wawancara berdasarkan
jawaban tertulis siswa. Sumber data utama dalam
penelitian ini adalah subjek penelitian yakni siswa
kelas XI IPA 1 SMA Negeri 10 Makassar Tahun
Ajaran 2016/2017.
Subjek penelitian diwawancarai berdasarkan
jawaban tertulis dari masalah matematika non rutin
yang diberikan. Sumber data lain dalam penelitian
ini adalah guru matematika sebagai informan awal,
hasil atau transkrip wawancara subjek penelitian,
atau catatan observasi. Dokumen tetang kemampuan
matematika siswa juga digunakan untuk menen-
tukan subjek penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan data yang diperlukan dalam
penelitian maka teknik pengumpulan data yang
digunakan berupa wawancara langsung kepada
siswa yang memenuhi kriteria sebagai subjek.
Waktu wawancara ditentukan dengan menyesuaikan
jadwal belajar siswa melalui informasi atau saran
guru.
Wawancara dilaksanakan untuk mengum-
pulkan informasi tentang proses berpikir reflektif
siswa dalam memecahkan masalah matematika
nonrutin. Teknik wawancara dalam penelitian ini
adalah adalah teknik wawancara mendalam yakni
bersifat terbuka, tidak terstruktur ketat, tidak dalam
suasana formal dan bisa dilakukan berulang pada
ojek yang sama. wawancara dalam penelitian ini
bersifat semi terstruktur yakni wawancara dengan
garis besar pertanyaan yang telah disiapkan peneliti.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari:
a. instrumen utama
Dalam penelitian ini, instrumen utama dalam
pengumpulan data adalah peneliti sendiri. Karena
pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara
untuk menggali lebih mendalam tentang berpikir
reflektif siswa dalam memecahkan masalah ditinjau
dari kemampuan awal matematika siswa. Jadi hanya
penelitilah yang berhubungan langsung dengan
subjek penelitian, dan hanya peneliti yang mampu
memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan
melalui observasi dan wawancara. Sehingga tidak
dapat diwakilkan kepada orang lain.
b. Instrumen pendukung
1) Tes pemecahan masalah
Tes pemecahan masalah berupa soal cerita.
Tes pemecahan masalah diberikan kepada subjek
penelitian yang bertujuan untuk menilai berpikir
reflektif siswa dalam penyelesaian masalah. Tes
pemecahan masalah yang diberikan kepada subjek
penelitian ada dua, yaitu berupa masalah 1 dan
masalah 2. Kedua masalah tersebut adalah masalah
yang setara.
2) Pedoman wawancara
Secara garis besar pertanyaan yang ingin
disampaikan dalam kegiatan wawan cara ini tidak
disusun secara terstruktur. Pertanyaan yang diajukan
disesuaikan dengan kondisi hasil kerja subjek didik
setelah mengerjakan soal yang diberikan. Pedoman
wawancara merujuk pada deskriptor dari berpikir
reflektif.
Untuk mengetahui proses berpikir reflektif
siswa dalam memecahkan masalah, maka dilakukan
tes tertulis (tugas pemecahan masalah) dan
wawancara. Tes tertulis adalah pemberian tugas
pemecahan masalah matematika, sedangkan
wawancara yang dilakukan mengacu pada langkah-
langkah Polya yaitu:
a) Memahami masalah
b) Membuat rencana
c) Melaksanakan rencana
d) Memeriksa kembali
Wawancara tidak hanya dilakukan untuk
memverifikasi data hasil tes tulis, termasuk juga di
15. 13
dalamnya menggali informasi baru yang mungkin
tidak diperoleh pada tes tertulis, bisa saja yang
dipikirkan siswa tidak dituliskannya, hal ini
mungkin bisa terungkap pada wawancara. Agar
tidak ada informasi yang terlewatkan dan data yang
diperoleh terjamin keabsahannya, maka dilakukan
perekaman suara saat wawancara.
Validasi Data
Untuk menguji kreadibilitas data (keper-
cayaan terhadap data), peneliti melakukan triangu-
lasi. Dalam penelitian ini, triangulasi yang
digunakan adalah triangulasi metode. Untuk
triangulasi metode, informasi yang diperoleh dicek
kembali derajat kepercayaannya melalui metode
yang berbeda dalam suatu penelitian kualitatif. Data
yang dibandingkan dalam penelitian ini adalah data
hasil tes tertulis dengan hasil wawancara. Data
dikatakan valid jika data yang diperoleh dari metode
tes sama dengan data yang diperoleh dari metode
wawancara. Data dari hasil tes tertulis yang berbeda
dengan data dari hasil wawancara kemudian
dikatakan sebagai data yang tidak valid dan akan
direduksi dalam penelitian.
Teknik Analisis Data
Selanjutnya Data yang diperoleh diperoleh
dari hasil kerja siswa dianalisis dengan
menggunakan tahap-tahap kegiatan dalam menga-
nalisis data kualitatif yaitu tahap reduksi data, tahap
penyajian data dan tahap penarikan kesimpulan.
Dalam penelitian ini analisis secara keseluruhan
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan bentuk analisis yang
bertujuan untuk menajamkan, menyeleksi, memfo-
kuskan, mengabstaksikan, dan mentransformasikan
data mentah yang diperoleh di lapangan menjadi
data bermakna. Dalam penelitian ini data mentah
yang diperoleh dari hasil penelitian dilapangan
direduksi untuk mendapatkan data yang benar-benar
dibutuhkan dalam mendeskripsikan berpikir reflek-
tif siswa dalam memecahkan masalah matematika
ditinjau dari perbedaan kemampuan awal.
b. Tahap penyajian data
Kumpulan data setelah direduksi diorganisir
dan dikategorikan. Pada tahap ini data lebih
sederhana disajikan dalam bentuk naratif yang lebih
ringkas, sehingga memungkinkan untuk ditarik
kesimpulan dari data tersebut.
c. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan adalah kegiatan
merangkum data serta memeriksa kebenaran data
yang telah dikumpulkan tentang bagaimana berpikir
reflektif siswa dalam memecahkan masalah mete-
matika ditinjau dari perbedaan kemampuan awal.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Proses Berpikir Reflektif Siswa dengan
Kemampuan Awal Matematika Tinggi Subjek
ST1
Analisis proses berpikir reflektif siswa
dengan kemampuan awal matematika tinggi subjek
ST1 dalam memecahkan masalah matematika non-
rutin menurut tahap pemecahan masalah Polya
ditunjukkan berikut ini.
a. Data Tes Tertulis
Lembar jawaban tes tertulis subjek ST1:
Pertama, subjek ST1 menuliskan di lembar jawaban bahwa masalah yang diberikan tergolong belum
pernah ia temukan di dalam dan di luar pembelajaran. Hal ini berarti permasalahan yang diberikan
merupakan masalah nonrutin bagi subjek ST1.
Kedua, subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis pada tahap clarification yakni dapat menuliskan hal
yang diketahui pada masalah yang diberikan dengan rinci, jelas, tepat dan teliti. Hal ini berarti bahwa subjek
ST1 mampu memahami permasalah yang diberikan.
16. 14
Ketiga, subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis pada tahap assesment yakni dapat menuliskan hal
yang ditanyakan pada masalah yang diberikan. Informasi yang diberikan jelas, tepat, teliti dan relevan
dengan masalah. Hal ini berarti bahwa subjek ST1 memahami tujuan yang akan dicapai dari permasalah
yang diberikan.
Keempat, subjek ST1 menunjukkan berpikir kreatif pada tahap elaboration yakni dapat menuliskan
dengan tepat pengetahuan matematika yang dimilikinya untuk membantu memahami dan menyelesaikan
masalah yang diberikan. Hal ini berarti bahwa subjek ST1 mampu mengaitkan informasi yang diketahui dan
ditanyakan dengan pengetahuan yang dimiliki berdasarkan pengalaman belajarnya guna mencari solusi
permasalah yang diberikan.
Kelima, subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis pada tahap inference yakni dapat menuliskan solusi
dari masalah yang diberikan dengan langkah-langkah yang jelas. Konsep yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah adalah jelas, tepat dan relevan sesuai yang dituliskan pada bagian (d) pengetahuan
matematika awal yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Selain itu, subjek ST1
menunjukkan berpikir kreatif pada tahap fluency dan flexibility sebab dari lembar jawaban subjek ST1 dapat
dilihat bahwa terdapat tiga solusi yang berbeda yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah dan solusi
yang diberikan tepat, jelas dan logis. Selain itu, subjek ST1 sudah merasa yakin dengan jawabannya sebab
terdapat tanda √ diakhir (artinya sudah mengecek kembali jawababnnya). Berdasarkan lembar jawaban,
subjek ST1 sudah mampu menyelesaikan permasalahan yang diberikan menggunakan konsep yang sesuai
serta setiap langkah disertai alasan yang jelas dan logis.
17. 15
b. Data Hasil Wawancara
Langkah memahami masalah satu oleh subjek
ST1 ditunjukkan dalam hasil wawancara berikut.
ST101P : Apakah kamu pernah menemui
masalah seperti ini sebelumnya?
ST101S : Belum pernah kak.
ST102P : Bisa diceritakan masalah pada soal
dengan bahasa sendiri?, kemudian
sebutkan yang diketahui.
ST102S : (Menceritakan kembali permasala-
han dengan bahasa sendiri dengan
benar, tepat, jelas dan rinci).
ST103P : Apa yang diketahui di soal?
ST103S : (menyebutkan yang diketahui di soal
dengan tepat dan rinci).
ST104P Apakah ada informasi lain yang
masih dibutuhkan untuk menger-
jakan soal ini, tetapi belum disebut-
kan di soal?
ST104S : Tidak ada kak, itu saja.
ST105P : Selanjutnya, apa yang ditanyakan?
ST105S : (Menyebutkan dengan benar yang
ditanyakan pada soal).
ST106P : Coba sebutkan pengetahuan mate-
matika yang kamu miliki untuk
dapat membantu menyelesaikan soal
ini!, Misalnya materi yang sudah
diajarkan atau rumus-rumus yang
dgunakan.
ST106S : Kalau soal ini sih kak, bisa diker-
jakan pakai kombinasi, rumusnya
yang ini (menunjuk hasil peker-
jaannya).
Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek
ST pada masalah yang diberikan, diperoleh
informasi memahami masalah sebagai berikut:
1) Subjek ST1 belum pernah menemukan sebe-
lumnya masalah yang diberikan (ST101S).
2) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap elaboration yakni dapat menyatakan
masalah yang diberikan dengan kalimat sendiri.
Selain itu, subjek ST1 menunjukkan berpikir
kritis pada tahap clarification dan assesment
yakni dapat menentukan informasi yang
diketahui serta ditanyakan (ST102S, ST103S
dan ST105S).
3) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap assesment yakni menjelaskan bahwa
informasi yang dibutuhkan untuk menyele-
saikan masalah sudah lengkap (ST104S).
4) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap elaboration yakni dapat menyebutkan
pengetahuan matematika yang dimilikinya ber-
dasarkan hasil pemahamannya terhadap masalah
yang diberikan dengan tepat (ST106S).
Langkah merencanakan strategi pemecahan
masalah oleh subjek ST1 ditunjukkan dalam hasil
wawancara berikut.
ST107P : Bagaimana rencana kamu mene-
mukan solusi dari permasalahan
yang diberikan?
ST107S : Pertama saya tentukan dulu aturan-
aturan memilih dua siswa tersebut
berdasarkan kelasnya kak.
ST108P : Seperti apa itu?
ST108S : Akan dipilih dua siswa jadi kemung-
kinan pertama: dua-duanya harus
dari kelas IPS. Kemungkinan kedua:
dua-duanya harus dari kelas IPA.
Kemungkinan ketiga dari kelas IPA
atau kelas IPS.
ST109P : Kenapa kamu rencanakan seperti
itu?
ST109S : Itu tadi kak, karena diminta mem-
perhatikan kelas asalnya, jadi saya
buat kemungkinannya seperti itu.
ST110P : Jadi, kamu memikirkan cara itu,
sudah yakin?
ST110S : Iya yakin kak.
ST111P : Terus caranya bagaimana?
ST111S : Saya pakai kombinasi kak.
ST112P : Bisa dijelaskan?
ST112S : Pertama: semuanya dari kelas IPS
sehingga kombinasi 2 dari 7 siswa.
Kedua: semuanya dari kelas IPA
sehingga kombinasi 2 dari 5 siswa.
Ketiga: siswa IPA atau siswa IPS
kominasi 2 dari 12 siswa.
ST113P : Kamu yakin dengan cara yang kamu
gunakan?
ST113S : Iya yakin kak.
Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek
ST1 pada masalah yang diberikan, diperoleh infor-
masi merencanakan strategi pemecahan masalah
berikut:
1) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap inference yakni dapat menyusun strategi
pemecahan masalah disertai dengan alasan yang
logis dan jelas (ST107S, ST109S, ST110S dan
ST113S).
2) Subjek ST1 menunjukkan berpikitr kreatif pada
tahap elaboration yakni mampu menghu-
bungkan informasi yang diperoleh (ST111S dan
ST112S).
3) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap fluency yakni mampu mengusulkan tiga
alternatif solusi yang tepat (ST108S).
Langkah melaksanakan strategi pemecahan
masalah pertama oleh subjek ST1 ditunjukkan
dalam hasil wawancara berikut.
18. 16
ST114P : Kemudian, bagaimana cara kamu
menjawabnya?
ST114S : itu tadi kak. (menjelaskan langkah-
langkah penyelesaiannya masalah-
nya dengan tepat).
ST115P : Berarti sesuai dengan yang kamu
rencanakan tadi ya?
ST115S : Iya kak begitu.
ST116P : Setelah itu langkah selanjutnya,
bagaimana?
ST116S : Terakhir buat kesimpulannya (me-
nyebut kesimpulan dari masalah
yang diberikan dengan tepat).
ST117P : Jadi, menurut kamu ada berapa
aturan yang memungkinkan untuk
memilih dua siswa tersebut?
ST117S : Tiga kak, itu tadi.
ST118P : Sudah yakin dengan jawabannya?
ST118S Yakin kak, sudah begitu saja.
ST119P : Ada tidak cara lain selain langsung
pakai rumus kombinasi untuk meng-
hitung cara mimilih siswa dari
aturan-aturan yang kamu temukan?
ST119S : Menurut saya tidak ada kak, ini saja
pakai kombinasi, karena aturannya
tidak diperhatikan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek
ST pada masalah yang diberikan, diperoleh infor-
masi melaksanakan strategi pemecahan masalah
berikut:
1) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap inference yakni dapat menjelaskan
pemecahan masalah sesuai dengan strategi yang
telah disusun dengan lancar (ST114S s.d.
ST116S).
2) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap flexibility yakni mampu memberikan
solusi yang beragam yakni tiga alternatif dengan
tepat (ST117S).
3) Subjek ST1 tidak menunjukkan berpikir kreatif
pada tahap originality sebab belum mampu
menunjukkan atau memikirkan solusi yang
berbeda atau solusi yang jarang/tidak terpikir-
kan oleh siswa yang lain (ST119S).
4) Subjek ST1 merasa yakin bahwa jawaban yang
diperoleh sudah benar (ST118S).
Langkah memeriksa kembali pemecahan
masalah oleh subjek ST1 ditunjukkan dalam hasil
wawancara berikut.
ST120P : Bagaimana kalau misalkan saya
katakan harus memilih satu siswa
dari kelas IPA dan satu siswa dari
kelas IPS?
ST120S : Kan tadi sudah ada yang ketiga dari
IPA atau IPS.
ST121P : Tadi saya katakan satu IPA dan satu
IPS.
ST121S : Oh iya, itu juga termasuk aturan
kak.
ST122P : Kenapa ?
ST122S : Karena kalau “atau” intinya dua
orang diambil dari IPA atau IPS
tidak ditentukan jumlah perwakilan
kelas masing-masing. Kalau dan
harus satu dari IPA dan satu dari IPS
jawabannya juga beda.
ST123P : Kenapa tidak dituliskan?
ST123S : Lupa kak.
ST124P : Sudah yakin dan sudah diperiksa
kembali jawaban yang kamu tulis?
ST124S : Iya yakin kak, sudah saya periksa.
(menyebut solusi yang diperoleh
dengan tepat).
ST125P : Bagaimana cara kamu memerik-
sanya?
ST125S : Saya baca kembali semua dari
diketahui sampai kesimpulannya.
ST126P : Kenapa tidak kamu pikirkan aturan
dua dari IPS dan satu dari IPA.
ST126S : Tidak bisa kak cuman dua orang
yang dibutuhkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek
ST pada masalah yang diberikan, diperoleh infor-
masi memeriksa kembali pemecahan masalah
berikut:
1) Subjek ST1 mampu menunjukkan berpikir
kreatif pada tahap elaboration yakni mampu
menghubungkan apa yang telah dilakukan dan
apa yang masih dapat dilakukan untuk
mengembangkan pemecahan masalah yang
telah dilakukan (ST120S s.d. ST123S).
2) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap strategies yakni menyampaikan alternatif
solusi pemecahan masalah, menunjukkan kese-
suain solusi dengan informasi yang diperoleh
dan merasa yakin terhadap jawabannya melalui
pengecekan solusi dilakukan (ST124S).
3) Subjek ST1 memeriksa kembali solusi yang
diberikan (ST125S).
4) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap strategies yakni mampu membedakan
kesimpulan yang valid dan tidak (ST126S).
c. Tringulasi
Setelah diperoleh hasil analisis tes tertulis dan
analisis data hasil wawancara, selanjutnya dilakukan
triangulasi untuk mengetahui valid atau tidaknya
data yang diperoleh. Data subjek ST1 yang valid
adalah sebagai berikut:
19. 17
Memahami masalah
1) Subjek ST1 belum pernah menemui masalah
yang diberikan sebelumnya. Soal yang diberi-
kan merupakan masalah yang tidak biasa dite-
mukan subjek baik di dalam atau di luar pem-
belajaran sehingga bersifat nonrutin bagi subjek.
2) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap elaboration yakni menceritakan kembali
masalah yang diberikan dengan kalimat sendiri
dengan menggunakan informasi yang diketahui
dan ditanyakan. Subjek ST1 telah melakukan
pertimbangan dalam menyeleksi informasi yang
diperoleh untuk dikomunikasikan kembali.
3) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap clarification yakni menyatakan informasi
yang disebutkan dengan lengkap untuk menye-
lesaikan masalah.
4) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap assesment yakni mengetahui hal yang
ditanyakan pada masalah tersebut dan
menjelaskan bahwa tidak digunakan informasi
lain untuk memecahkan masalah, sebab
informasi pada soal sudah lengkap.
5) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap elaboration yakni menghubungkan infor-
masi yang diperoleh dari soal untuk menye-
lesaikan masalah. Subjek ST1 telah melakukan
refleksi terhadap informasi yang diperoleh.
Merencanakan strategi pemecahan masalah
1) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap inference yakni dapat merepresntasikan
masalah dengan simbol dan dapat menyusun
strategi pemecahan masalah disertai dengan
alasan yang logis dan jelas. Subjek telah mela-
kukan pertimbangan dalam menyusun strategi
dan diyakini dapat digunakan menjawab perta-
nyaan disertai alasan yang jelas.
2) Subjek ST1 menunjukkan berpikitr kreatif pada
tahap elaboration yakni menghubungkan infor-
masi yang diketahui diperoleh dengan konsep
atau pengalaman yang dimiliki untuk menyusun
strategi. Subjek telah melakukan refleksi terha-
dap informasi yang diperoleh untuk menyusun
rencana melalui konsep atau pengalaman peme-
cahan masalah yang dimiliki sebelumnya.
3) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap fluency yakni mampu mengusulkan lebih
dari dua cara alternatif jawaban untuk menye-
lesaikan masalah. Subjek ST1 mampu menun-
jukkan kelancaran dalam mengusulkan strategi
pemecahan masalah.
4) Subjek ST1 merasa yakin dengan rencana yang
telah disusun dapat digunakan untuk meme-
cahkan masalah. Subjek telah melakukan per-
timbangan yang matang dalam menyusun
strategi tersebut sehingga berkeyakinan dapat
menjawab soal.
Melaksanakan strategi pemecahan masalah
1) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap inference yakni dapat menerapkan strategi
pemecahan masalah sesuai dengan yang telah
direncaanakan. Subjek telah melakukan pertim-
bangan yang matang dalam penyusunan rencana
sehingga merasa yakin untuk melaksanakan
rencana tersebut.
2) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap flexibility yakni mampu memberikan
solusi yang beragam yaitu tiga alternatif dengan
tepat sesuai yang telah direncanakan.
3) Subjek ST1 belum menunjukkan berpikir kreatif
pada tahap originality sebab belum mampu
memberikan solusi yang berbeda atau jarang
diperkirakan oleh siswa lainnya.
4) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap inference yakni dapat menjelaskan
pemecahan masalah sesuai dengan strategi yang
disusun dengan lancar. Subjek memiliki alasan
yang jelas sehingga pelaksanaan strategi dapat
dijelaskan sesuai dengan yang direncanakan.
5) Subjek ST1 meyakini jawaban yang diperoleh
sudah tepat dan lengkap. Subjek melakukan
refleksi terhadap solusi yang diperoleh sehingga
merasa yakin dengan solusi yang diperoleh.
Memeriksa kembali pemecahan masalah
1) Subjek ST1 mampu menunjukkan berpikir
kreatif pada tahap elaboration yakni mampu
menghubungkan apa yang telah dilakukan dan
apa yang masih dapat dilakukan untuk
mengembangkan pemecahan masalah yang
telah dilakukan. Sujek ST1 menyadari bahwa
masih ada aturan yang bisa dilakukan untuk
menyelesaikan masalah yang diberikan yakni
memilih satu siswa dari kelas XI IPA dan satu
siswa dari kelas XI IPS.
2) Subjek ST1 merasa yakin terhadap jawaban
yang diperoleh melalui pengecekan solusi yang
telah dilakukan. Subjek telah melakukan pertim-
bangan yang matang sehingga merasa yakin
dengan jawabannya.
3) Subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap strategies yakni menyampaikan alternatif
strategi atau solusi pemecahan masalah yang
diberikan disertai dengan alasan yang jelas.
Subjek menghubungkan apa yang telah dilaku-
kan dan apa yang masih bisa dilakukan
sehingga diperoleh alternatif solusi atau strategi
dari masalah yang diberikan. Selian itu, subjek
ST1 mampu membedakan kesimpulan yang
valid dan tidak terhadap solusi yang diberikan.
20. 18
d. Analisis
Memahami masalah
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bah-
wa saat memahami masalah, subjek ST1 dapat men-
ceritakan kembali masalah yang diberikan dengan
kalimat sendiri disertai dengan informasi yang dike-
tahui dan ditanyakan. Subjek ST1 menyebutkan in-
formasi banyaknya siswa yang berhak dipilih untuk
mengikuti seleksi bulu tangkis, merincikan siswa
yang berhak dipilih tersebut berdasarkan dengan
kelasnya dan menyebutkan banyaknya siswa yang
akan dipilih untuk mengikuti kompetisi. Subjek ST1
menyatakan bahwa yang ditanyakan dari masalah
ini yakni berapa banyak aturan pemilihan dua orang
siswa apabila kelas asalnya diperhatikan dan dari
aturan tersebut berapa banyak cara memilih dua
orang siswa tersebut. Lebih lanjut, subjek ST1
menganggap bahwa informasi yang ada pada soal
sudah lengkap untuk menemukan solusi dari
permasalahan. Dengan kata lain, Subjek ST1 mema-
hami dengan jelas apa yang diinginkan dari soal,
informasi yang dimiliki dan langkah-langkah yang
harus dilakukan untuk menjawab pertanyaan. Selain
itu, diketahui bahwa masalah yang diberikan ber-
sifat nonrutin bagi subjek sehingga subjek tidak
langsung mengenali atau menyadari maksud soal
sehingga perlu pemahaman lebih mendalam.
Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa
subjek ST1 yang berkemampuan awal matematika
tinggi menunjukkan berpikir kreatif pada tahap
elaboration yakni mampu menceritakan kembali
masalah yang diberikan dengan menggunakan baha-
sanya sendiri. Subjek ST1 menunjukkan berpikir
kritis pada tahap clarification yakni mampu mengi-
dentifikasi informasi yang diketahui dari masalah
yang diberikan, subjek dapat memahami proses
berpikirnya sendiri dalam menggali informasi yang
terlihat saat menjawab pertanyaan peneliti. Subjek
ST1 menunjukkan berpikir kritis pada tahap asses-
ment yakni mampu menyebutkan hal yang ditanya-
kan pada soal dan mampu mengidentifikasi bahwa
informasi yang diperlukan sudah lengkap, subjek
juga menjelaskan alasan dari setiap langkah dalam
proses berpikirnya sehingga terdapat pertimbangan
yang matang sebelum meyakini apa yang dipahami.
Subjek ST1 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap elaboration yakni mampu menghubungkan
pengetahuan awalnya dengan masalah yang diberi-
kan. Dengan demikian, subjek ST1 mengindika-
sikan telah melakukan refleksi terhadap apa yang
dilakukannya dalam memahami masalah.
Merencanakan strategi pemecahan masalah
Berdasarkan hasil wawancara diketahui
bahwa saat menyusun strategi pemecahan masalah,
subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis pada tahap
inference yakni dapat merepresentasikan masalah
dengan simbol dan dapat menyusun serta men-
jelaskan rencana yang disusun untuk memecahkan
masalah. Subjek menghubungkan informasi yang
diketahui dengan konsep atau pengalaman yang
dimiliki sehingga penyusunan rencana disertai
alasan yang jelas. Saat pemecahan masalah subjek
ST1 menunjukkan berpikitr kreatif pada tahap ela-
boration yakni mengungkapkan keterkaitan antara
informasi yang diketahui dengan pengetahuan rele-
van yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah.
Subjek ST1 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap fluency yakni mampu mengusulkan lebih dari
dua cara alternatif untuk menyelesaikan masalah.
Subjek ST1 menyatakan bahwa untuk menentukan
pemilihan dua siswa mengikuti kompetisi bulu
tangkis dengan memperhatika kelas asalnya terdapat
tiga aturan yakni pertama: dua siswa tersebut siswa
dipilih dari kelas XI IPS, kedua: dua siswa tersebut
dipilih dari kelas XI IPA dan ketiga: dua siswa
dipilih dari kelas XI IPS atau XI IPA. Subjek ST1
mampu menunjukkan kelancaran dalam mengu-
sulkan strategi pemecahan masalah. Berdasarkan
pemahaman masalah pada langkah sebelumnya dan
rencana yang telah disusun dengan baik, subjek
berkeyakinan dapat memecahkan masalah disertai
alasan yang jelas dan sesuai informasi yang
diketahui sebelumnya.
Berdasarkan uraian tersebut, subjek ST1
dengan kemampuan matematika tinggi menun-
jukkan berpikir kritis pada tahap inference yakni
dapat merepresentasikan masalah dalam simbol dan
dapat menyusun strategi disertai dengan alasan yang
jelas. Subjek ST1 menunjukkan berpikitr kreatif
pada tahap elaboration yakni melakukan refleksi
terhadap informasi yang diperoleh kemudian dihu-
bungkan untuk menyusun strategi. Subjek ST1
menunjukkan berpikir kreatif pada tahap fluency
yakni mengusulkan tiga alternatif penyelesaian
masalah. Selain itu dengan pertimbangan yang telah
dilakukan, subjek menjelaskan bagaimana rencana
tersebut disusun dengan yakin dan nampak saat
menjawab pertanyaan peneliti. Oleh karena itu, sub-
jek ST mengindikasikan telah melakukan refleksi
terhadap apa yang dilakukannya dalam menyusun
strategi pemecahan masalah.
Melaksanakan strategi pemecahan masalah
Berdasarkan hasil pemecahan masalah dan
wawancara yang disampaikan sebelumnya, diketa-
hui bahwa subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis
pada tahap inference yakni dapat menerapkan
strategi pemecahan masalah sesuai dengan yang
telah direncaanakan yakni menggunakan konsep
kombinasi sebab urutan pemilihan siswa tidak
21. 19
diperhatikan. Subjek telah melakukan pertimbangan
yang matang dalam penyusunan rencana sehingga
merasa yakin untuk melaksanakan rencana tersebut.
Subjek ST1 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap flexibility yakni mampu memberikan solusi
yang beragam yaitu tiga alternatif dengan tepat
sesuai yang telah direncanakan. Alternatif jawaban
yang diberikan oleh subjek ST1 yakni pertama:
memilih dua siswa yang berasal dari kelas XI IPS
dan banyaknya cara memilih siswa dengan aturan
tersebut diperoleh dari kombinasi 2 dari 7 siswa
sesuai perencanannya, kedua: memilih dua siswa
yang berasal dari kelas XI IPA dan banyaknya cara
memilih siswa dengan aturan tersebut diperoleh dari
kombinasi 2 dari 5 siswa dan ketiga: mimilih siswa
dari kelas XI IPA atau XI IPS dan banyaknya cara
memilih siswa dengan aturan tersebut diperoleh dari
kombinasi 2 dari 12 siswa. Subjek ST1 belum
menunjukkan berpikir kreatif pada tahap originality
sebab alternatif jawaban yang diberikan tidak ter-
masuk unik, baru atau jarang terpikirkan oleh siswa
lain seusianya. Subjek ST1 menggunakan konsep
kombinasi yakni konsep yang umum digunakan
oleh siswa, karena konsep kombinasi biasanya cara
yang umumnya diajarkan di dalam proses pembe-
lajaran. Subjek ST1 menunjukkan berpikir kritis
pada tahap inference yakni dapat menjelaskan
pemecahan masalah sesuai dengan strategi yang
disusun dengan lancar. Subjek memiliki alasan yang
jelas sehingga pelaksanaan strategi dapat dijelaskan
sesuai dengan yang direncanakan. Subjek ST1
meyakini jawaban yang diperoleh sudah tepat dan
lengkap. Subjek melakukan refleksi terhadap solusi
yang diperoleh sehingga merasa yakin dengan
jawabannya.
Berdasarkan uraian tersebut, subjek ST1
dengan kemampuan matematika tinggi menun-
jukkan berpikir kritis pada tahap inference yakni
dapat melaksanakan strategi pemecahan masalah
dengan menerapkan strategi yang telah direnca-
nakan disertai keyakinan dan pemikiran yang jelas
hingga diperoleh solusi. Subjek ST1 menunjukkan
berpikir kreatif pada tahap flexibility yakni mampu
memberikan tiga alternatif jawaban untuk menye-
lesaikan masalah. Subjek ST1 belum menunjukkan
berpikir kreatif pada tahap originality sebab solusi
yang diberikan masih bersifat umum digunakan atau
dipikirkan oleh siswa lain. Subjek ST1 menun-
jukkan berpikir kritis pada tahap inference yakni
dapat menjelaskan pemecahan masalah sesuai
dengan strategi yang disusun dengan lancar. Oleh
karena itu, subjek ST1 mengindikasikan telah mela-
kukan refleksi pada tahap melaksanakan strategi
pemecahan masalah hanya pada tiga dari empat
indikator yang ditetapkan.
Memeriksa kembali pemecahan masalah
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bah-
wa subjek ST1 telah memeriksa kembali langkah-
langkah penyelesaian masalahnya dan mengakui
tidak menemukan kekeliruan, hal tersebut dise-
babkan karena subjek ST1 telah melakukan per-
timbangan yang matang sehingga merasa yakin
dengan jawabannya. Selain itu Subjek ST1 menun-
jukkan berpikir kritis pada tahap strategies yakni
menyampaikan alternatif strategi atau solusi peme-
cahan masalah yang diberikan disertai dengan
alasan yang jelas. Subjek ST1 menunjukkan berpikir
kreatif pada tahap elaboration yakni menghu-
bungkan apa yang telah dilakukan dan apa yang
masih bisa dilakukan sehingga diperoleh alternatif
solusi atau strategi dari masalah yang diberikan.
Dengan kata lain, subjek melakukan refleksi terha-
dap solusi yang diperoleh sehingga mampu mengi-
dentifikasi hal yang masih belum tepat atau belum
lengkap dari jawabannya. Subjek ST1 menyadari
bahwa masih terdapat alternatif jawaban yang
belum terpikirkan saat mengerjakan soal yakni
memilih satu siswa dari kelas XI IPA dan satu siswa
dari kelas XI IPS. Subjek juga merasa yakin
terhadap jawabannya melalui pengecekan kom-
putasi.
Berdasarkan uraian tersebut, subjek ST1
memeriksa kembali pemecahan masalah yang
dilakukan dan meyakini solusi yang diperolehnya
sudah tepat. Subjek ST1 menunjukkan berpikir
kritis pada tahap strategies yakni menyampaikan
alternatif strategi atau solusi pemecahan masalah
yang diberikan disertai dengan alasan yang jelas dan
membedakan kesimpulan yang valid dan tidak
terhadap solusi permasalah yang diberikan. Subjek
ST1 menunjukkan berpikir kreatif pata tahap
elaboration yakni menyadari bahwa masih terdapat
alternatif jawaban selain yang dituliskannya. Selain
itu, subjek ST1 merasa yakin dengan jawabannya
sebab memeriksa kembali alternatif jawaban yang
dia berikan dalam penyelesaian masalah. Oleh
karena itu, subjek ST telah menunjukkan proses
berpikir reflektif saat langkah memeriksa kembali.
Analisis Proses Berpikir Reflektif Siswa dengan
Kemampuan Awal Matematika Tinggi Subjek
ST2
Analisis proses berpikir reflektif siswa
dengan kemampuan awal matematika tinggi subjek
ST2 dalam memecahkan masalah matematika non-
rutin menurut tahap pemecahan masalah Polya
ditunjukkan berikut ini.
a. Data Tes Tertulis
Lembar jawaban tes tertulis subjek ST2:
22. 20
Pertama, subjek ST2 menuliskan di lembar jawaban bahwa masalah yang diberikan tergolong tidak
pernah ia temukan di dalam dan di luar pembelajaran. Hal ini berarti permasalahan yang diberikan
merupakan masalah nonrutin bagi subjek ST2.
Kedua, subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis pada tahap clarification yakni dapat menuliskan hal
yang diketahui pada masalah yang diberikan dengan rinci, jelas, tepat dan teliti. Hal ini berarti bahwa subjek
ST2 mampu memahami permasalah yang diberikan.
Ketiga, subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis pada tahap assesment yakni dapat menuliskan hal
yang ditanyakan pada masalah yang diberikan. Informasi yang diberikan jelas, tepat, teliti dan relevan
dengan masalah. Hal ini berarti bahwa subjek ST2 memahami tujuan yang akan dicapai dari permasalah
yang diberikan.
Keempat, subjek ST2 menunjukkan berpikir kreatif pada tahap elaboration dapat menuliskan dengan
tepat pengetahuan matematika yang dimilikinya untuk membantu memahami dan menyelesaikan masalah
yang diberikan, subjek ST2 menuliskan rumus dari kombinasi. Hal ini berarti bahwa subjek ST2 mampu
mengaitkan informasi yang diketahui dan ditanyakan dengan pengetahuan yang dimiliki berdasarkan
pengalaman belajarnya guna mencari solusi permasalah yang diberikan.
Kelima, subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis pada tahap inference yakni dapat menuliskan solusi
dari masalah yang diberikan dengan langkah-langkah yang jelas. Konsep yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah adalah jelas, tepat dan relevan sesuai yang dituliskan pada bagian (d) pengetahuan
matematika awal yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Selain itu, subjek ST2
menunjukkan berpikir kreatif pada tahap flexibility sebab dari lembar jawaban subjek ST2 dapat dilihat
bahwa terdapat tiga solusi yang berbeda yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah. Dua diantara solusi
yang diberikan tepat, jelas dan logis, sementara satu solusi lagi masih memerlukan satu tahap lagi untuk
sampai pada kesimpulan penyelesaian masalah. Selain itu, berdasarkan lembar jawaban disimpulkan bahwa
subjek ST2 belum memeriksa jawabannya kembali sebab tidak ada tanda √ diakhir setiap solusi yang
diberikan (seperti yang diinstruksikan pada lembar jawaban). Berdasarkan lembar jawaban, subjek ST2
sudah mampu menyelesaikan permasalahan yang diberikan menggunakan konsep yang sesuai serta setiap
23. 21
langkah disertai alasan yang jelas dan logis.
b. Data Hasil Wawancara
Langkah memahami masalah satu oleh subjek
ST2 ditunjukkan dalam hasil wawancara berikut.
ST201P : Apakah kamu pernah menemui
masalah seperti ini sebelumnya?
ST201S : Tidak pernah kak.
ST202P : Apa yang kamu pahami dari masa-
lah ini?, coba ceritakan kembali
dengan bahasa kamu sendiri.
ST202S : (Menceritakan kembali permasala-
han dengan bahasa sendiri dengan
benar, tepat, jelas dan rinci).
ST203P : Selanjutnya, apa yang diketahui di
soal?
ST203S : (menyebutkan yang diketahui di soal
dengan tepat dan rinci).
ST204P Menurut kamu informasi yang dibe-
rikan di soal sudah lengkap atau
tidak untuk menyelesaikan masalah?
ST204S : Sudah lengkap kak.
ST205P : Selanjutnya, apa yang ditanyakan?
ST205S : (Menyebutkan dengan benar yang
ditanyakan pada soal).
ST206P : Coba sebutkan pengetahuan mate-
matika yang kamu miliki yang dapat
membantu menyelesaikan soal ini!,
Misalnya materi yang sudah
diajarkan atau rumus-rumus yang
dgunakan.
ST206S : Menurut saya, soal ini diselesaikan
pakai kombinasi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek
ST2 pada masalah yang diberikan, diperoleh
informasi memahami masalah sebagai berikut:
1) Subjek ST2 belum pernah menemukan sebe-
lumnya masalah yang diberikan (ST201S).
2) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap elaboration yakni dapat menyatakan
masalah yang diberikan dengan kalimat sendiri.
Selain itu, subjek ST2 menunjukkan berpikir
kritis pada tahap clarification dan assesment
yakni dapat menentukan informasi yang
diketahui serta ditanyakan (ST202S, ST203S
dan ST205S).
3) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap assesment yakni menjelaskan bahwa tidak
dibutuhkan lagi informasi lain untuk menye-
lesaikan masalah. (ST204S).
4) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap elaboration yakni dapat menyebutkan
pengetahuan matematika yang dimilikinya ber-
dasarkan hasil pemahamannya terhadap masalah
yang diberikan dengan tepat (ST206S).
Langkah merencanakan strategi pemecahan
masalah oleh subjek ST2 ditunjukkan dalam hasil
wawancara berikut.
ST207P : Selanjutnya, bagaimana rencana ka-
mu menemukan solusi dari perma-
salahan yang diberikan?
ST207S : Ditanyakan aturan pemilihan siswa
maka pertama-tama tentukan berapa
banyak aturan yang mungkin.
ST208P : Coba sebutkan yang kamu maksud?
ST208S : Cara pertama: satu siswa dari kelas
XI IPA dan satu siswa dari kelas XI
IPS. Cara kedua: memilih dua orang
dari kelas XI IPA dan cara ketiga:
memilih dua orang dari kelas XI
IPS.
ST209P : Kenapa kamu rencanakan seperti
itu?
ST209S : Karena ditanyakan berapa aturan
memilih dua siswa dengan memper-
hatikan kelasnya.
ST210P : Jadi, kamu memikirkan cara itu,
sudah yakin?
ST210S : Iya yakin kak.
ST211P : Terus caranya bagaimana?
ST211S : Saya pakai kombinasi kak.
ST212P : Bisa dijelaskan?
ST212S : Pertama: masing-masing satu dari
kelas XI IPA dan XI IPS sehingga
kombinasi 1 dari 5 dan kombiinasi 1
dari 7. Kedua: dua-duanya dari kelas
XI IPA sehingga kombinasi 2 dari 5
dan ketiga: dua-duanya dari kelas XI
IPS sehingga kombinasi 2 dari 7.
ST213P : Kamu yakin dengan cara yang kamu
gunakan?
ST213S : Iya yakin kak.
Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek
ST2 pada masalah yang diberikan, diperoleh infor-
masi merencanakan strategi pemecahan masalah
berikut:
1) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap inference yakni dapat menyusun strategi
pemecahan masalah disertai dengan alasan yang
logis dan jelas (ST207S, ST209S, ST210S dan
ST213S).
2) Subjek ST2 menunjukkan berpikitr kreatif pada
tahap elaboration yakni mampu menghu-
bungkan informasi yang diperoleh (ST211S dan
ST212S).
3) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap fluency yakni mampu mengusulkan tiga
alternatif solusi yang tepat (ST208S).
24. 22
Langkah melaksanakan strategi pemecahan
masalah pertama oleh subjek ST2 ditunjukkan
dalam hasil wawancara berikut.
ST214P : Kemudian, bagaimana cara kamu
menjawabnya?
ST214S : (menjelaskan langkah-langkah pe-
nyelesaian masalahnya).
ST215P : Berarti sesuai dengan yang kamu
rencanakan tadi ya?
ST215S : Iya kak.
ST216P : Sudah yakni dengan jawabannya?
ST216S : Sepertinya sudah kak.
ST217P : Untuk aturan pertama yang kamu
buat, berapa cara yang dapat dila-
kukan memilih dua siswa tersebut?
ST217S : (berpikir) dari kelas XI IPS 7 cara
dan kelas XI IPA 5 cara.
ST218P : Jadi berapa cara semuanya?
ST218S : Oh iya kak saya lupa jumlahkan,
jadi 12 cara.
ST219P : Sudah yakin dengan jawaban mu?
ST219S : Iya yakin kak.
ST220P : Setelah itu langkah selanjutnya,
bagaimana?
ST220S : Terakhir buat kesimpulannya (me-
nyebut kesimpulan dari masalah
yang diberikan dengan tepat).
ST221P : Jadi, menurut kamu ada berapa
aturan yang memungkinkan untuk
memilih dua siswa tersebut?
ST221S : Tiga kak.
ST222P : Ada tidak cara lain selain langsung
pakai rumus kombinasi untuk meng-
hitung cara mimilih siswa dari
aturan-aturan yang kamu temukan?
ST222S : Menurut saya tidak ada kak, ini saja
pakai kombinasi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek
ST2 pada masalah yang diberikan, diperoleh infor-
masi melaksanakan strategi pemecahan masalah
berikut:
1) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap inference yakni dapat menjelaskan
pemecahan masalah sesuai dengan strategi yang
telah disusun dengan lancar untuk alternatif 2
dan 3 (ST214S s.d. ST216S). Walaupun, untuk
alternatif 1 subjek ST2 baru menyadari kekeli-
ruan yang dilakukan saat wawancaara (ST217S
s.d. ST219S)
2) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap flexibility yakni mampu memberikan
solusi yang beragam yakni tiga alternatif dengan
tepat (ST220S).
3) Subjek ST2 tidak menunjukkan berpikir kreatif
pada tahap originality sebab belum mampu
menunjukkan atau memikirkan solusi yang
berbeda atau solusi yang jarang/tidak terpikir-
kan oleh siswa yang lain (ST222S).
4) Subjek ST2 merasa yakin bahwa jawaban yang
diperoleh sudah benar (ST121S).
Langkah memeriksa kembali pemecahan
masalah oleh subjek ST2 ditunjukkan dalam hasil
wawancara berikut.
ST223P : Bagaimana kalau misalkan saya
katakan harus memilih siswa dari
kelas IPA atau siswa dari kelas IPS?
ST223S : Sama dengan aturan pertama kak.
ST224P : Memilih siswa dari kelas IPA atau
IPS!
ST224S : Iya, sama kak dengan aturan per-
tama.
ST225P : Kenapa ?
ST225S : Karena sama-sama memilih satu
siswa dari kelas XI IPA dan siswa
kelas XI IPS
ST226P : Sudah yakin dan sudah diperiksa
kembali jawabannya?
ST226S : Iya mungkin sudah yakin kak,
(menyebutkan kembali jawabannya)
tidak saya periksa kak.
ST227P : Kenapa tidak diperiksa?
ST227S : Saya tidak baca perintahnya di soal.
ST228P : Kenapa tidak kamu pikirkan aturan
dua dari IPS dan satu dari IPA.
ST228S : Tidak bisa kak karena hanya dua
orang yang dibutuhkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek
ST2 pada masalah yang diberikan, diperoleh infor-
masi memeriksa kembali pemecahan masalah
berikut:
1) Subjek ST2 tidak menunjukkan berpikir kreatif
pada tahap elaboration sebab subjek ST2 tidak
dapat menghubungkan apa yang telah dilakukan
dan apa yang masih dapat dilakukan untuk
mengembangkan pemecahan masalah yang
telah dilakukan (ST223S s.d. ST225S).
2) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap strategies yakni menyampaikan alternatif
solusi pemecahan masalah, menunjukkan kese-
suain solusi dengan informasi yang diperoleh
(ST226S).
3) Subjek ST2 tidak memeriksa kembali solusi
yang diberikan (ST226S s.d. ST227S).
4) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap strategies yakni mampu membedakan
kesimpulan yang valid dan tidak (ST228S).
c. Tringulasi
Setelah diperoleh hasil analisis tes tertulis dan
analisis data hasil wawancara, selanjutnya dilakukan
25. 23
triangulasi untuk mengetahui valid atau tidaknya
data yang diperoleh. Data subjek ST2 yang valid
adalah sebagai berikut:
Memahami masalah
1) Subjek ST2 belum pernah menemui masalah
yang diberikan sebelumnya. Soal yang diberi-
kan merupakan masalah yang tidak biasa
ditemukan subjek baik di dalam atau di luar
pembelajaran sehingga bersifat nonrutin bagi
subjek ST2.
2) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap elaboration yakni menceritakan kembali
masalah yang diberikan dengan kalimat sendiri
dengan menggunakan informasi yang diketahui
dan ditanyakan dengan jelas. Subjek ST2 telah
melakukan pertimbangan dalam menyeleksi
informasi yang diperoleh untuk dikomuni-
kasikan kembali.
3) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap clarification yakni menyatakan informasi
yang disebutkan dengan lengkap untuk menye-
lesaikan masalah.
4) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap assesment yakni mengetahui yang
ditanyakan pada masalah dan mampu men-
jelaskan bahwa tidak digunakan informasi lain
untuk memecahkan masalah, sebab informasi
pada soal sudah lengkap.
5) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap elaboration yakni menghubungkan infor-
masi yang diperoleh dari soal untuk menye-
lesaikan masalah. Subjek ST2 telah melakukan
refleksi terhadap informasi yang diperoleh.
Merencanakan strategi pemecahan masalah
1) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap inference yakni dapat merepresntasikan
masalah dengan simbol dan dapat menyusun
strategi pemecahan masalah disertai dengan
alasan yang logis dan jelas. Subjek telah mela-
kukan pertimbangan dalam menyusun strategi
dan diyakini dapat digunakan menjawab perta-
nyaan disertai alasan yang jelas.
2) Subjek ST2 menunjukkan berpikitr kreatif pada
tahap elaboration yakni menghubungkan infor-
masi yang diketahui diperoleh dengan konsep
atau pengalaman yang dimiliki untuk menyusun
strategi. Subjek telah melakukan refleksi terha-
dap informasi yang diperoleh untuk menyusun
rencana melalui konsep atau pengalaman peme-
cahan masalah yang dimiliki sebelumnya.
3) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap fluency yakni mampu mengusulkan lebih
dari dua cara alternatif jawaban untuk menye-
lesaikan masalah. Subjek ST2 mampu menun-
jukkan kelancaran dalam mengusulkan strategi
pemecahan masalah.
4) Subjek ST2 merasa yakin dengan rencana yang
telah disusun dapat digunakan untuk meme-
cahkan masalah. Subjek telah melakukan per-
timbangan yang matang dalam menyusun
strategi tersebut sehingga berkeyakinan dapat
menjawab soal.
Melaksanakan strategi pemecahan masalah
1) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap inference yakni dapat menerapkan strategi
pemecahan masalah sesuai dengan yang telah
direncaanakan untuk alternatif 2 dan 3. Namun,
untuk alternatif 1 subjek ST2 baru menyadari
kekeliruan yang dilakukan pada proses penye-
lesaian masalah saat wawancara.
2) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap flexibility yakni mampu memberikan
solusi yang beragam yaitu tiga alternatif, namun
alternatif yang diusulkan dan diselesaikan
dengan tepat sesuai yang telah direncanakan
hanya pada alternatif dua dan tiga.
3) Subjek ST2 belum menunjukkan berpikir kreatif
pada tahap originality sebab belum mampu
memberikan solusi yang berbeda atau jarang
diperkirakan oleh siswa lainnya.
4) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap inference yakni dapat menjelaskan peme-
cahan masalah sesuai dengan strategi yang
disusun dengan lancar. Subjek memiliki alasan
yang jelas sehingga pelaksanaan strategi dapat
dijelaskan sesuai dengan yang direncanakan.
Namun, terdapat kekeliruan proses penyelesaian
pada alternatif pertama yang ditawarkan subjek
ST2 untuk menyelesaikan masalah dan kekeli-
ruan tersebut baru disadari saat wawancara.
5) Subjek ST2 meyakini jawaban yang diperoleh
sudah tepat dan lengkap. Subjek melakukan
refleksi terhadap solusi yang diperoleh sehingga
merasa yakin dengan solusi yang diperoleh.
Walaupun, masih terdapat sedikit kekeliruan
pada alternatif pertama penyelesaian masalah.
Memeriksa kembali pemecahan masalah
1) Subjek ST2 tidak menunjukkan berpikir kreatif
pada tahap elaboration sebab tidak dapat
menghubungkan apa yang telah dilakukan dan
apa yang masih dapat dilakukan untuk
mengembangkan pemecahan masalah yang
telah dilakukan. Sujek ST2 tidak menyadari
bahwa masih ada aturan yang bisa dilakukan
untuk menyelesaikan masalah yang diberikan
yakni memilih siswa dari kelas XI IPA atau
siswa dari kelas XI IPS.
2) Subjek ST2 masih ragu terhadap jawaban yang
diperoleh sebab tidak melakukan pengecekan
26. 24
solusi yang telah dilakukan.
3) Subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis pada
tahap strategies yakni menyampaikan alternatif
strategi atau solusi pemecahan masalah yang
diberikan disertai dengan alasan yang jelas.
Selian itu, subjek ST2 mampu membedakan
kesimpulan yang valid dan tidak terhadap solusi
permasalah yang diberikan.
d. Analisis
Memahami masalah
Berdasarkan hasil wawancara diketahui
bahwa saat memahami masalah, subjek ST2 dapat
menceritakan kembali masalah yang diberikan
menggunakan kalimat sendiri disertai dengan
informasi yang diketahui dan ditanyakan. Subjek
ST2 menyebutkan informasi banyaknya siswa yang
memiliki bakat dalam bulu tangkis dan merincikan
lebih lanjut berapa dari kelas XI IPA dan XI IPS.
Subjek ST2 menyatakan bahwa yang ditanyakan
dari masalah ini yakni berapa banyak aturan
pemilihan dua orang siswa apabila kelas asalnya
diperhatikan dan dari aturan tersebut berapa banyak
cara memilih dua orang siswa tersebut. Lebih lanjut,
subjek ST2 menganggap bahwa informasi yang ada
pada soal sudah lengkap untuk menemukan solusi
dari permasalahan sehingga tidak dibutuhkan
informasi lain. Dengan kata lain Subjek ST2
memahami dengan jelas apa yang diinginkan dari
soal, informasi yang dimiliki dan langkah-langkah
yang harus dilakukan untuk menjawab pertanyaan.
Selain itu, diketahui bahwa masalah yang diberikan
bersifat nonrutin bagi subjek sehingga subjek tidak
langsung mengenali atau menyadari maksud soal
sehingga perlu pemahaman lebih mendalam.
Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa
subjek ST2 yang berkemampuan awal matematika
tinggi menunjukkan berpikir kreatif pada tahap
elaboration yakni mampu menceritakan kembali
masalah yang diberikan dengan menggunakan
bahasanya sendiri. Subjek ST2 menunjukkan
berpikir kritis pada tahap clarification yakni mampu
mengidentifikasi informasi yang diketahui dari
masalah yang diberikan, subjek dapat memahami
proses berpikirnya sendiri dalam menggali
informasi yang terlihat saat menjawab pertanyaan
peneliti. Subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis
pada tahap assesment yakni mampu menyebutkan
hal yang ditanyakan pada soal dan mampu
mengidentifikasi bahwa informasi yang diperlukan
sudah lengkap, subjek juga menjelaskan alasan dari
setiap langkah dalam proses berpikirnya sehingga
terdapat pertimbangan yang matang sebelum
meyakini apa yang dipahami. Subjek ST2
menunjukkan berpikir kreatif pada tahap elabo-
ration yakni mampu menghubungkan pengetahuan
awalnya dengan masalah yang diberikan. Dengan
demikian, subjek ST2 mengindikasikan telah
melakukan refleksi terhadap apa yang dilakukannya
dalam memahami masalah.
Merencanakan strategi pemecahan masalah
Berdasarkan hasil wawancara diketahui
bahwa saat menyusun strategi pemecahan masalah,
subjek ST2 menunjukkan berpikir kritis pada tahap
inference yakni dapat merepresentasikan masalah
dengan simbol dan dapat menyusun serta men-
jelaskan rencana yang disusun untuk memecahkan
masalah. Subjek menghubungkan informasi yang
diketahui dengan konsep atau pengalaman yang
dimiliki sehingga penyusunan rencana disertai
alasan yang jelas. Dalam pemecahan masalah subjek
ST2 menunjukkan berpikitr kreatif pada tahap ela-
boration yakni mengungkapkan keterkaitan antara
informasi yang diketahui dengan pengetahuan rele-
van yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah.
Subjek ST2 menunjukkan berpikir kreatif pada
tahap fluency yakni mampu mengusulkan lebih dari
dua cara alternatif untuk menyelesaikan masalah.
Subjek ST2 menyatakan bahwa menentukan pemili-
han dua siswa untuk mengikuti kompetisi dengan
memperhatikan kelasnya dapat dilakukan dengan
tiga aturan yakni: masing-masing satu siswa dari
kelas XI IPA dan XI IPS, keduanya dari kelas XI
IPA dan keduanya dari kelas XI IPS. Subjek ST2
mampu menunjukkan kelancaran dalam mengu-
sulkan strategi pemecahan masalah. Berdasarkan
pemahaman masalah pada langkah sebelumnya dan
rencana yang telah disusun dengan baik, subjek
berkeyakinan dapat memecahkan masalah disertai
alasan yang jelas dan sesuai informasi yang
diketahui sebelumnya.
Berdasarkan uraian tersebut, subjek ST2
dengan kemampuan matematika tinggi menun-
jukkan berpikir kritis pada tahap inference yakni
dapat merepresentasikan masalah dalam simbol dan
dapat menyusun strategi disertai dengan alasan yang
jelas. Subjek ST2 menunjukkan berpikitr kreatif
pada tahap elaboration yakni melakukan refleksi
terhadap informasi yang diperoleh kemudian
dihubungkan untuk menyusun strategi. Subjek ST2
menunjukkan berpikir kreatif pada tahap fluency
yakni mengusulkan tiga alternatif penyelesaian
masalah. Selain itu dengan pertimbangan yang telah
dilakukan, subjek menjelaskan bagaimana rencana
tersebut disusun dengan yakin dan nampak saat
menjawab pertanyaan peneliti. Oleh karena itu, sub-
jek ST mengindikasikan telah melakukan refleksi
terhadap apa yang dilakukannya dalam menyusun
strategi pemecahan masalah.