1. 1
Using Single Subject Research Design as Evidence Based Practice
in to Implement of educational Psychology
and Guidance Counseling Services in School
Penggunaan Single Subject Research Design sebagai Evidence Based Practice
Dalam Penerapan Layanan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Konseling
Di Sekolah
Oleh:
Rahmad Agung Nugraha, S.Psi, M.Si
Dosen
Program Studi Bimbingan Konseling FKIP
Universitas Panca Sakti Tegal
Abstract
Single-subject research experimental design also called single-case
research Experimental design is a study design that aims to find, identify and
assess the functional relationships in the dependent variable occurs when the
independent variable is manipulated by the experimenter (Cooper et al., 2007;
Neef, 2006; Horner et al., 2005 in Plavnick & Ferreri, 2013). This study design is
often used primarily to evaluate the effects of various interventions in applied
research in which the subject acts as a control, rather than using another individual
or group (Sunanto, et al., 2005).
Research on behavior in the education focusing on innovations in this
design, this is because the initial use of the concept of behavior analysis to
improve the educational intervention. Single case or single subject design has
become an analytical approach is preferred because it has a function to explore the
behavior and the effectiveness of behavioral reduction strategies that operate on
the process and learning activities of students.
The problems of students and the needs the student in the learning process
in schools require a counselor's effectiveness and accountability in providing
services to students in student success in academic performance so that the need
for some evidence of (empirical evidence / data) through research. By collecting
some empirical evidence this issue carefully analyzed the student. Application of
the principles basic instrumental research in the study single subject research
design can provide a systematic way for school counselors. School counselors can
easily take advantage of single-subject research paradigm for doing research and
answering questions about the effectiveness of interventions with evidence-based
school counselor. This article attempts to describe the study as a single subject
research design evidence based practice in the application of educational
psychology and guidance counseling services in schools.
Keywords: Using single subject research design, Evidence based practice,
Educational psychology and guidance counseling services in schools
2. 2
A. Pendahuluan
Rancangan penelitian Single-subject Experimental design atau disebut
juga single-case Experimental research design merupakan rancangan penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui, mengidentifikasi dan mengkaji hubungan
fungsional dalam variabel dependen terjadi ketika variabel independen
dimanipulasi oleh eksperimen (Cooper dkk., 2007; Neef, 2006; Horner dkk., 2005
dalam Plavnick & Ferreri, 2013). Design penelitian ini sering digunakan terutama
untuk mengevaluasi efek dari berbagai intervensi dalam penelitian terapan di
mana subjek berfungsi sebagai kontrol, dari pada menggunakan individu lain
atau kelompok (Sunanto, dkk., 2005). Penggunaan desain single-subjek desain
karena desain ini peka terhadap perbedaan antara individu dengan kelompok
(Cooper, dkk., 2007).
Penelitian mengenai perilaku di dalam dunia pendidikan memfokuskan
pada inovasi-inovasi dalam desain ini, hal ini dikarenakan penggunaan awal
konsep analisis perilaku untuk meningkatkan intervensi pendidikan (Hall, Lund,
& Jackson, 1968; Haring, & Phillips, 1972). Single case atau single subject
desain telah menjadi suatu pendekatan analisis yang lebih disukai karena
mempunyai fungsi untuk menjelajahi proses perilaku dan efektivitas strategi
pengurangan perilaku yang beroperasi pada proses dan aktivitas belajar siswa.
Design kasus/subjek tunggal telah digunakan sejak psikologi ilmiah
dimulai pada abad ke -19. Metoda psikofisika di awali dengan hasil kerja Gustav
Fechner dan di deskripsikan pada bukunya pada tahun 1860, Elemente der
psychophysik. Selain Gustav Fechner, Hermann Ebbinghaus merupakan figure
3. 3
besar lain dalam sejarah awal psikologi yang menggunakan desain kasus tunggal
(Shaughnessy dkk, 2012). Perkembangan selanjutnya, B.F. Skinner
mengembangkan analisis eksperimental tentang perilaku. Analisis perilaku
terapan berusaha mengaplikasikan prinsip-prinsip yang diambil dari analisis
eksperimental tentang perilaku ke dalam permasalahan yang relevan secara sosial.
Meskipun terdapat banyak jenis desain subjek tunggal, menurut penulis yang
paling umum dan digunakan dalam mendokumentasikan hasil penelitian adalah
desain ABAB dan desain multiple baseline.
Desain ABAB atau desain pembalikan, memungkinkan seorang peneliti
untuk mengkorfirmasi pengaruh treatment dengan menunjukkan bahwa perilaku
berubah secara sistematis melalui kondisi tanpa treatment (baseline) dan dengan
treatment. Sedangkan desain multiple baseline mendemontrasikan efektivitas
treatment dengan menunjukkan bahwa perilaku pada lebih satu baseline berubah
sebagai konsekuensi adanya pengenalan treatment tersebut. Multiple baseline
desain adalah desain eksperimental yang dimulai dengan pengukuran bersamaan
dari dua atau lebih perilaku dalam kondisi awal, diikuti dengan penerapan variabel
perlakuan ke salah satu perilaku lain saat kondisi dasar tetap berlaku untuk
perilaku lainnya. Setelah perubahan maksimum telah dicatat dalam perilaku
pertama, variabel perlakuan diterapkan dengan cara berurutan untuk masing-
masing perilaku lainnya dalam desain. Kontrol eksperimental ditunjukkan jika
setiap perilaku menunjukkan perubahan yang sama ketika variabel perlakuan
diperkenalkan. Multiple baseline desain melibatkan pengulangan intervensi lintas
perilaku, subyek, dan setting. Perbandingan kemudian dapat dibuat baik antara
dan di dalam sebuah data series ( Kratochwill, 1992; Morgan & Morgan, 2009
4. 4
dalam Mertens, 2010).
Gambaran rancangan penelitian subyek tunggal yang penulis uraikan,
memberikan gambaran jenis yang paling umum dari desain penelitian subjek
tunggal yang dapat digunakan oleh konselor sekolah. Konselor sekolah harus
dipertimbangkan dan menentukan desain yang paling cocok dalam menentukan
target perilaku, pengaturannya, keterlibatan siswa dan guru serta pentingnya
mencari informasi dan saran dan ijin dari orang tua siswa sebelum melakukan
intervensi karena berhubungan dengan masalah hukum dan pedoman etika dan
kode etik.
B. Pengertian Evidence Based Practice
Tantangan terbesar pada masa yang akan datang adalah terjadinya
revolusi yang cepat dalam praktek kesehatan mental, atau disebut sebagai
transformasi pendekatan baru atau disebut dengan evidence based practice
(Krauth dalam Glicken, 2005). Masa depan dunia psikoterapi dan konseling akan
menyerupai dengan dunia kedokteran, di mana hasil penelitian ditempatkan
sebagai usaha untuk meningkatkan layanan bantuan bagi klien. (Reynolds dan
Richardson, 2000). Lebih lanjut Reynolds dan Richardson (2000) menyatakan
bahwa peluang baru dalam penelitian praktik adalah meningkatkan kebebasan ahli
profesional karena semakin banyak pilihan yang ada, hal ini disebabkan oleh
metodologi penelitian yang menghasilkan bentuk-bentuk penanganan yang baru
dalam memecahkan masalah.
Evidence based practice dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang
melibatkan pembelajaran atas arahan diri sendiri yang mengharuskan pekerja
profesional bisa mengakses informasi sehingga memungkinkan untuk : (a)
5. 5
menggunakan pengetahuan yang telah kita miliki dalam memberikan pertanyaan-
pertanyaan yang bisa kita jawab; (b) menemukan bukti-bukti terbaik dalam
menjawab pertanyaan- pertanyaan; (c) menganalisis bukti-bukti terbaik itu untuk
mendapatkan validitas penelitian maupun kedayaterapannya pada pertanyaan-
pertanyaan praktik yang kita ajukan; (d) membuat agar klien bertindak sebagai
partisipan dalam pembuatan keputusan dan (g) mengevaluasi kualitas praktik pada
klien. (Gambril, 2000).
C. Penerapan Evidence-Based Bagi Konselor Sekolah
Tujuan evidence based practice adalah memberi alat, berdasarkan bukti-
bukti-bukti terbaik yang ada, untuk mencegah, mendeteksi dan menangani
gangguan kesehatan dan kepribadian artinya bahwa dalam memilih suatu
pendekatan pengobatan atau treatment dan kepribadian, hendaknya secara
empiris melihat-lihat kajian penelitian yang telah divalidasikan secara empiris
yang menunjukkan keefektifan suatu pendekatan terapi tertentu pada diri individu
tertentu. (Stout dan Hayes, 2005).
Permasalahan-permasalahan siswa dan kebutuhan-kebutuhan siswa dalam
proses belajar di sekolah membutuhkan efektivitas seorang konselor dan
akuntabilitas dalam memberikan layanan kepada siswa dalam keberhasilan siswa
dan prestasi akademiknya sehingga diperlukannya sejumlah evidensi (bukti
empiris/data) melalui penelitian. Dengan pengumpulan sejumlah bukti empiris
inilah permasalahan siswa dianalisis secara cermat. Penerapan prinsip-prinsip
penelitian instrumental dasar dapat memberikan konselor sekolah dengan cara
yang sistematis bagaimana dampak intervensi kepada siswa. Konselor sekolah
dapat mengambil keuntungan dari penelitian subjek tunggal untuk melakukan
6. 6
penelitian dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai efektivitas intervensi
konselor sekolah dengan berbasis bukti.
Dalam perkembangannya evidence based practice telah merambah ke
dunia kesehatan mental di samping dunia medis. Perkembangan evidence based
practice dalam kesehatan mental, dapat dilihat dari perluasan setting layanan
sebagai berikut:
1. Evidence based practice dapat diterapkan di dunia kerja, di mana
evidence based practice menangani masalah gangguan kepribadian dan
kesehatan mental para pegawai di sebuah perusahaan. Oleh karena itu
program rehabilitasi yang dilakukan evidence based practice untuk membantu
pegawai yang mengalami masalah sebagai berikut: (a) pengajaran, (b)
monitoring, (c) pengembangan kerja, (d) penempatan kerja, (e)
coordination of services, (f) reasonable accomodations, (g) transportasi, dan
(h) stabilisasi.
2. Layanan evidence based family bagi anak-anak yang mengalami gangguan
mental. Program yang dilakukan evidence based practice adalah family
psychoeducations, yang dimaksudkan untuk melancarkan proses komunikasi
di antara anggota keluarga melalui tahapan: (a) penyebaran pengetahuan,
(b) evaluasi dampak program yang diberikan, (c) ketersediaan sumber-
sumber yang dibutuhkan, dan (d) mengusahakan suatu perubahan dari
sebuah dinamika kepribadian dalam keluarga.
3. Evidence-based treatments bagi anak-anak dan remaja yang mengalami
gangguan kepribadian diakibatkan kecanduan obat terlarang dan
minuman keras. Treatmen evidence based practice yang digunakan adalah
7. 7
pendekatan kognitif behavioral, karena pendekatan ini sesuai dengan
kebutuhan anak. Adapun intervensi pendekatan ini adalah dengan: (a)
relaksasi, (b) restrukturisasi kognitif, (c) evaluasi diri, dan (d) pemberian
reinforcement. (Glicken, 2005).
Dalam mengembangkan panduan evidence based practice sebagai
agency atau praktisi perlunya memperhatikan hal-hal berikut :
1. Mengembangkan rencana formal (Design, measure, Analyze, Improve)
2. Merumuskan sebuah hipotesis.
3. Mengembangkan panduan treatmen.
4. Metode pengumpulan data yang disesuaikan dengan kebutuhan klien.
5. Training Staff.
Para staf/trainer perlu untuk melatih dirinya dengan baik sehingga menguasai
urutan dalam pedoman evidence based practice yang telah disusun.
6. Standarisasi metode dalam mengumpulkan, menganalisa, dan
membandingkan data.
7. Mengembangkan metodologi untuk menentukan prosedur treatmen.
8. Penggunaan metode analisis dalam menginterpretasi hasil treatmen.
(Hayes, 2001).
Terjadinya dikotomi antara penelitian dan praktek bukan hanya
mengakibatkan lahirnya ketidaksesuaian akan tetapi berpotensi terjadinya
hambatan dalam masa depan konseling. Pada kenyataannya, kebanyakan
para praktisi menyadari bahwa landasan praktik konseling selama ini didominasi
dengan faktor akuntabilitas. Banyak orang yang mengklaim bahwa akuntabilitas
merupakan prinsip utama dalam praktek profesional, dimana sebuah prinsip
8. 8
dianggap lebih penting dari pada teori dan dasar filosofisnya (Sexton, Schofield,
& Whiston, 1997). Namun terlepas dari pentingnya masalah akuntabilitas,
keefektifan intervensi konseling, ada hal lain yang lebih penting yaitu research
(hasil penelitian) karena hal ini berkaitan erat dengan outcome dari pada
konseling, dan justeru merupakan faktor utama dalam praktek konseling.
Pada kenyataannya proses konseling dan hasil penelitian tidak disangsikan
lagi unsur validitas dan reliabilitasnya karena ini merupakan sumber penting
dalam praktek bidang klinis. Artinya bahwa dalam menangani masalah-masalah
klien yang bersifat spesifik misalnya: stres, kecemasan, kesulitan belajar, motivasi
proses kognitif, kesulitan beradaptasi siswa disekolah diperlukan pendekatan best
practice yang berbasis evidensi, sehingga mencapai sebuah kefektifan dalam
konseling.
Terjadinya perdebatan selama ini antara “art vs science” dan “research vs
practice”, menunjukkan bahwa praktek konseling berbasis evidensi dapat
menjembatani gap tersebut di atas dan merupakan masa depan dalam
mempersiapkan konselor dan profesionalisme konseling. Dengan berintegrasinya
penelitian ke dalam praktek konseling dengan menggunakan pendekatan evidence
based (bukti empiris), maka ini merupakan elemen penting dalam konseling,
keahlian klinis, dan menunjukan treatmen yang handal dalam menganani
kompleksitas masalah- masalah yang dihadapi siswa.
Penggunaan rancangan penelitian Single-subject Experimental design
yang juga sering digunakan pada bidang klinis dan bidang sosial yang lainnya
memberikan alternative dalam hal ini, dilihat dari fungsi rancangan penelitian
Single-subject Experimental design yang mana berusaha untuk menjelajahi
9. 9
proses perilaku dan efektivitas strategi pengurangan perilaku yang beroperasi
pada proses dan aktivitas belajar siswa. Single subject Experimental design
melibatkan penyidikan intensif terhadap satu atau beberapa individu, yang mana
setiap perilaku individu pada kondisi yang satu dibandingkan dengan kondisi
lainnya ( Alberto dan Troutman, 2006). Single-subject Experimental design
menggunakan logika dasar dalam pengukuran variable bebas secara berulang-
ulang di bawah paling kurang dua kondisi eksperimental, yaitu kondisi baseline
dan intervensi serta semua variabel bebas berlaku untuk semua subjek. Horner,
dkk. (2005) menyatakan bahwa Single-subject Experimental design merupakan
metodologi praktis untuk mengevaluasi kemajuan akademik, mengembangkan
perilaku sosial, menurunkan masalah perilaku, dan meningkatkan ketrampilan
guru maupun orang tua yang melaksanakan intervensi.
Timmermans dan Angell (2001) menunjukkan bahwa pertimbangan
klinis berbasis bukti memiliki lima ciri penting:
1. Terdiri atas bukti penelitian dan pengalaman klinis.
2. Ada keterampilan yang dilibatkan dalam membaca literatur yang memerlukan
kemampuan untuk mensintesakan informasi dan membuat pertimbangan
mengenai kualitas bukti-bukti yang ada.
3. Cara penggunaan informasi merupakan fungsi tingkat otoritas praktisi di suatu
organisasi dalam hal ini sekolah dan peran konselor sekolah dan tingkat
keyakinannya terhadap keefektifan informasi yang digunakan.
4. Bagian dari penggunaan evidence based practice adalah kemampuan
mengevaluasi secara mandiri informasi yang digunakan dan menguji
validitasnya dalam konteks praktik masing-masing.
10. 10
5. Pertimbangan klinis berbasis bukti didasarkan pada gagasan tentang
perilaku dan peran profesional dan terutama dipedomani oleh suatu sistem
nilai bersama.
Isu-isu penting yang menonjol dalam psikologi pendidikan dan bimbingan
konseling di sekolah telah memberikan perubahan dalam fokus fungsi manusia
(human functioning). Penelitian mengenai self, dan motivasi akademik pada siswa
atau pebelajar dalam lingkungan sekolah menjadi subjek penelitian dalam
motivasi proses kognitif pada perilaku di dunia akademik. Penelitian sebagai
evidence based practice berkembang ke arah paradigma baru yaitu Evidence-
Based Counseling. Evidence-based counseling didefinikan sebagai integrasi
dari hasil penelitian terbaik yang tersedia dengan keahlian klinis ke dalam
konteks karakterstik siswa, budaya, dan preferensi” (Sexton dan Whiston, 1994).
Tujuan Evidence-based counseling adalah meningkatkan keefektifan praktek
konseling dengan mengaplikasikan secara empiris prinsip-prinsip pendukung
seperti pengukuran psikologis, formulasi masalah yang dialami siswa, hubungan
terapeutik antara konselor dan siswa, serta intervensi yang gunakan dalam proses
konseling.
Tren di atas dibagi menjadi dua kategori dimana masing-masing
menunjukan implikasi yag signifikan dalam praktek konseling: (1) menemukan
model klinis dan (2) menemukan profil konselor. Pertama yaitu bahwa dalam
praktek konseling, kita tidak dapat mengatakan bahwa terdapat teori konseling
yang terbaik dalam menangani permasalahan siswa dibandingkan teori-teori
konseling lainnya. Namun berkaitan dengan pendekatan evidence-based dalam
konseling, justru common factors (faktor-faktor umum) yang menunjukan
11. 11
kefektifan hasil konseling, selain aspek konselornya, siswa yang bermasalah, dan
orientasi teoritis.
Kedua yaitu berkaitan dengan menemukan profil konselor, dimana
evidence based counseling dalam prakteknya, hendaknya konselor tidak terpaku
pada teori dan teknik spesifik tertentu dalam menangani masalah klien. Evidence-
based dalam konseling merupakan suatu model intervensi yang sistematik,
menggunakan manual-based sebagaimana pendekatan klinis. Atau dengan kata
lain pendekatan ini disebut sebagai Empirically Supported Treatments.
Empirically Supported Treatments merupakan sebuah pendekatan yang
digunakan untuk menangani kompleksitas permasalahan yang dialami siswa
dengan menggunakan evidence-based.
Dari uraian-uraian diatas, menjadikan suatu pertimbangan tersendiri bagi
konselor sekolah dalam memberikan layanannya. Konselor sekolah dapat
menggunakan dalam perencanaan program, evaluasi, dan mengupayakan
akuntabilitas. Akuntabilitas sangatlah penting pada era demokrasi dan globalisasi
sekarang ini dalam keputusan seorang konselor. Dengan mengadopsi pendekatan
Evidence based practice membuat suatu keselarasan yang lebih baik dengan misi
dan visi akademik sekolah, peningkatan efektivitas program konseling sekolah,
dan meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi dan menginformasi.
Kompetensi dalam pendekatan evidence based practice dalam layanan psikologi
pendidikan dan bimbingan konseling akan memungkinkan konselor sekolah untuk
selalu menggunakan bukti untuk menentukan : Apa yang perlu dilakukan dan
dikerjakan dalam memberikan layanan kepada para siswa.
Kesimpulannya adalah penelitian-penelitian mengenai perilaku di dalam
12. 12
dunia pendidikan memfokuskan pada inovasi Single-subject Experimental design
yang memungkinkan seorang konselor sekolah untuk selalu menggunakan bukti,
efektif dan akuntabel dalam memberikan layanannya.
DAFTAR RUJUKAN
Alberto, P.A & Troutman, AC. 2006. Applied Behavior Analysis For Teacher.
Columbus, Ohio : Merrill Publishing Company.
Cooper, J.O., Heron, T.E., Heward, W.L. 2007. Applied Behavior Analysis (2nd
ed. ed.): Upper Saddle River, N.J.: Pearson Prentice Hall.
Gambrill, E. 1999. Evidence-based practice: An alternative to authority-based
practice. Journal of Contemporary Human Services, 80 (4), 341-350.
Glicken, M. D. 2005. Improving the Effectiveness of The Helping Profession: An
Evidence Based Approach to Practice. California: Sage Publicatins, Inc.
Hall, R. V., Lund, D., & Jackson, D. (1968). Effects of teacher attention on study
behavior. Journal of Applied Behavior Analysis, 1, 1–12.
Haring, N. G., & Phillips, E. L. (1972). Analysis and Modification of Classroom
Behavior. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall
Hayes, R. 2001. Evidence Based Therapy Is There a Practical Approach?
Compulsive Disorder. The Expert Consensus Guidline Series. Journal of
Clinical Psychiatry, 58.
Horner, Don & Baer, Donald M., 1978. Multiple Probe Technique: A Variation
of The Multiple Baseline. Journal of Applied Behavior Analysis, 1978,
11, 189-196 number 1, Spring 1978.
Merstens, D.M, 2010. Research and Evaluation In Education and Psychology.
Integrating With Quantitative, Qualitatives, and Mixed Methods, 3 edition.
London : Sage Publications, Inc.
Plavnick, Joshua B., &. Ferreri, Summer, 2013. Single Case Experimental
Designs in Educational Research: A Methodology for Causal Analyses in
Teaching and Learning. Educ Psychol Rev (2013) 25:549–569 DOI
10.1007/s10648-013-9230-6. Published online: 9 June 2013 # Springer
Science+Business Media New York 2013.
Reynold, R., & Richardson, P. 2000. Evidence Based Practice and Psychotherapy
Research. Journal of Mental Health, 9 (3), 257-256.
13. 13
Sunanto, J., Takeuchi, K., Nakata, H. 2005. Pengantar Penelitian Dengan Subyek
Tunggal. Center for Research on International Cooperation in Educational
Development (CRICED) :University of Tsukuba.
Sexton, T. L., Schofield, T. L., & Whiston, S. C. 1997. Evidence Based Practice:
A Pragmatic Model to Unify Counseling. Counseling and Human
Development, 30(3). Love Publishing: Denver CO.
Sexton, T. L., & Whiston, S. C. 1994. The Status of The Counseling
Relationship: An Empirical Review, Theoretical Implications, and
Research Directions. The Counseling Psychologist, 22(1), 6-78.
Shaughessy, J.J., Zechmeister, E.b., & Zechmeister, J.S., 2012. Reseach Methods
in Psychology. 9th Edition. NY: McGraw-Hill
Stout, C. E., & Hayes, R. A. 2005. The Evidence Based Practice: Methods,
Models, and Tools for Mental Professionals. New Jersey: John Wiley &
Sons, Inc.
Timmermans, S., & Angell, A. 2001. Evidence Based Medicine, Clinical
Uncertainty, and Learning to Doctor. Journal of Health & Social
Behavior, 42(4), 342