SlideShare a Scribd company logo
1 of 44
TUGAS RESUME JURNAL
DOSEN PENGAMPU :
Dr. M Haris Effendi Hsb, S.Pd., M.Si., Ph.D.
Dra. Fatria Dewi, M.Pd.
KELOMPOK 8:
IDKHOM KHOLID (RSA1C117001)
NOVELA MELINDA (A1C117007)
WULAN SARI BAKARA (RSA1C117008 )
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
PENGERTIAN ARGUMENTASI
Argumentasi adalah salah satu faktor yang dapat membantu meningkatkan
keterampilan berpikir kritis(Anisa,2017)
Argumentasi bukanlah pertukaran panas antara rival yang menghasilkan pemenang dan
pecundang atau upaya untuk mencapai kompromi yang saling menguntungkan; melainkan
merupakan bentuk "wacana logis yang tujuannya adalah untuk mencari tahu hubungan antara
ide dan bukti” (Sampson, dkk, 2010).
Keterampilan berargumentasi adalah salah satu kompetensi yang dibutuhkan. Sejak
melakukan argumentasi, pemikiran kritis seseorang dapat dikembangkan. Argumentasi dapat
menjadi sarana penting untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Pembelajaran sains
harus menekankan keterampilan penalaran kritis dan argumentasi. Belajar yang mana
melibatkan aspek argumentasi mungkin membuat siswa perlu untuk mengeksternalkan
pikiran mereka. Eksternalisasi adalah tahap argumen intra-psikologis dan retoris yang
mengarah pada inter-psikologis dan dialogis tahap argumenn. Ada korelasi antara
argumentasi siswa dan keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis dipengaruhi
oleh berbagai faktor, terutama struktur berpikir seseorang. Struktur pemikiran dapat
diekspresikan melalui bahasa, baik lisan maupun tulisan tertulis, yang kemudian disebut
sebagai argumentasi. Perkembangan pemikiran kritis dan keterampilan argumentasi idealnya
tidak diperlakukan sebagai kegiatan yang berdiri sendiri. Kegiatan ini harus diintegrasikan
pada peningkatan pengetahuan dan penerapan sains dalam kegiatan pembelajaran. Argument-
Driven Enquiry (ADI) adalah strategi pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik
sains untuk membawa pengalaman siswa dalam kegiatan laboratorium menjadi lebih ilmiah,
otentik, dan mendidik. ADI merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh
Sampson dan Gleim di 2009 untuk tujuan penyelidikan ilmiah untuk upaya mengembangkan
argumen yang menyediakan dan mendukung penjelasan untuk pertanyaan penelitian. Strategi
Ini belajar untuk membantu siswa mengembangkan kebiasaan berpikir dan mengembangkan
pemikiran kritis dengan menekankan pada pentingnya peran argumentasi dalam
menghasilkan dan memvalidasi pengetahuan ilmiah (Hasnunidah, dkk, 2015).
Argumen-driven inquiry (ADI) adalah salah satu model pembelajaran yang mendasari
peran keduanya argumentasi dan penyelidikan dalam pendidikan sains. Berbasis pada teori
kognitif sosial pembelajaran, dan diyakini lebih efektif dalam mengembangkan penulisan
ilmiah dan keterampilan presentasi, pemahaman konsep-konsep ilmiah, dan praktik ilmiah
mereka karena menyajikan lebih otentik kegiatan laboratorium. Dalam bentuk pembelajaran
ini, siswa aktif melibatkan diri dalam praktik ilmiah yang mencakup sosial dan proses
pribadi. Dari perspektif sosial, belajar berarti agar siswa mempelajari konsep, representasi,
dan praktiknya terkait dengan sains bukan hanya menghafal abstrak pengetahuan
ilmiah. Karena itu, pembelajaran terjadi interaksi kolaboratif dan instruksional dengan yang
lainorang-orang(Cetin,dkk,2017).
Lingkungan belajar berbasis inkuiri telah disukai untuk lingkungan belajar tradisional
di mana siswa seharusnya menjadi agen pembelajaran mereka sendiri dalam konteks ini.
Idealnya, siswa dalam lingkungan pembelajaran berbasis inkuiri harus ditumbuhkan dengan
alasan antara alternatif, menjelaskan fenomena, dan akibatnya membangun pembelajaran
mereka. Dalam kasus konteks inkuiri berbasis argumentasi, beberapa studi menguji efek dari
instruksi argumentasi dengan membandingkan hasil belajar siswa dalam instruksi tradisional
dan instruksi inkuiri berbasis argumentasi.
Studi berfokus pada argumentasi, di sisi lain, membandingkan hasil belajar siswa
dalam pengajaran berbasis argumentasi dan siswa dalam pengajaran di tempat umum.
Temuan dari studi ini menyatakan argumentasi siswa dan pengetahuan konseptual lebih baik
dikembangkan dalam konteks pembelajaran berbasis argumentasi (Ö. Acar, 2014).
Argumentasi dipandang sebagai pusat teori koordinasi dan bukti dalam suatu kasus
untuk membuat kesimpulan berpikir kritis dan memutuskan masalah sehingga pengembangan
tanggung jawab sosial dapat dilakukan dengan tepat memahami tentang ilmu pengetahuan
dengan cara yang lebih baik, juga interaksi dengan subjek dalam sains, kecerdasan literasi,
membangun penalaran ilmiah, membantu siswa memahami secara kontekstual, dapat secara
independen mempertanyakan, mengkritik, memperkuat pendapat menggunakan bukti yang
kuat dan akurat, membuat penilaian yang tepat sehingga dapat menerima perbedaan dalam
pengetahuan di semua bidang yang berkorelasi dengan masalah etika dan sosial.
Mekanisme penalaran dapat diukur dengan mengetahui struktur argumen yang dibuat
oleh peserta didik berdasarkan data dan pengetahuan tentang materi sains. Alasan ini sering
diabaikan oleh pendidik dalam mengukur tujuan peserta didik. Pendidik jarang meneliti
penggunaan argumen dalam mengukur pemahaman materi, sehingga proses berpikir kritis
tidak dibangun. Selain pemikiran kritis, dengan melihat kualitas argumentasi, pendidik dapat
melihat berbagai cara pandangan sosial peserta didik dalam mengembangkan berbagai
fenomena data dan fakta yang ditemukan ketika belajar sains (Anisa et al., 2017).
Kekurangan dalam penalaran ilmiah oleh siswa di kelas sains telah menjadi fokus
banyak penelitian dalam pendidikan sains. Pemeriksaan penalaran ilmiah siswa
mengungkapkan bahwa siswa memiliki kesulitan dalam mengevaluasi dan membangun
berbagai alternatif untuk suatu posisi. Argumentasi telah disajikan sebagai obat untuk
masalah ini. Dari perspektif ini, argumentasi dapat didefinisikan sebagai alasan yang terlibat
dalam menimbang berbagai posisi atau teori alternative.
Pengembangan keterampilan argumentasi dan kemampuan penalaran ilmiah diperiksa
dalam kelas fisika berbasis inkuiri. Peran teori bersaing strategi pengajaran dalam mendorong
perolehan argumentasi dan keterampilan penalaran formal diselidiki. Analisis MANOVA
yang diulang menunjukkan bahwa keterampilan argumentasi meningkat selama pengajaran
yang mencakup latihan siswa dengan strategi teori yang bersaing (O. Acar & Patton, 2012).
TAHAPAN
Menurut Sampson, dkk (2009), langkah - langkah model ADI saat ini terdiri dari
berikut :
1. Identifikasi tugas oleh guru kelas itu menciptakan keinginan siswa untuk memahami
fenomena atau untuk menyelesaikan masalah. Pada tahap ini, guru memperkenalkan
topik utama yang akan dipelajari dan memulai urutan pembelajaran. Mirip dengan
model pembelajaran lainnya, seperti Penulisan Ilmiah Heuristic (Wallace, Hand &
Yang, 2005) atau 5E Learning Cycle (Bybee et al., 2006), langkah dalam model ini
dirancang untuk menarik perhatian dan minat siswa. Guru juga perlu membuat
hubungan antara pengalaman belajar dulu dan sekarang (yaitu, apa yang sudah
diketahui siswa dan apa yang perlu mereka temukan) dan untuk menyoroti kegiatan
yang akan datang. Di akhir tahap ini, yang memakan waktu sekitar 15 menit waktu
kelas, para siswa harus secara mental terlibat dalam topik dan harus mulai memikirkan
bagaimana ini berhubungan dengan pengalaman mereka sebelumnya di kelas atau di
masa lalu. Untuk mencapai hal ini, kami sarankan menggunakan selebaran itu termasuk
pengantar singkat dan pertanyaan yang bisa diteliti jawabannya, masalah yang harus
dipecahkan, atau tugas yang harus diselesaikan. Selebaran ini bisajuga menyertakan
informasi penting lainnya yang dapat digunakan siswa selama langkah kedua model
pembelajaran.
2. Melibatkan siswa dalam penyelidikan yang bermakna dengan menggunakan metode
desain mereka sendiri dan untuk membantu siswa belajar bagaimana merancang
penyelidikan yang lebih baik. Selama langkah kedua model, siswa bekerja dalam
sebuah kelompok kolaboratif untuk mengembangkan dan mengimplementasikan suatu
metode untuk mengatasi masalah tersebut. Tujuan dari langkah ini adalah untuk
menyediakan siswa dengan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan materi
dunia (atau dengan data yang diambil dari dunia material) menggunakan appro alat
priate dan teknik pengumpulan data. Dalam hal ini, siswa diberikan sampel darah
simulasi dari masing-masing individu, slide pengetikan darah, dan anti serum. Para
siswa mengambil sekitar 55 menit waktu kelas untuk mengembangkan dan menerapkan
metode untuk mengidentifikasitify golongan darah masing-masing individu. Penting
untuk dicatat, bahwa jenis pekerjaan praktis ini dapat menjadi tantangan bagi
siswa. Karena itu kami menyarankan agar guru kelas memberi siswa daftar materi yang
dapat digunakan selama penyelidikan dan beberapa petunjuk untuk membantu mereka
memulai. Kami telah menemukan bahwa ini adalah cara yang berguna untuk
mengarahkan mahasiswa ke arah yang produktif dan untuk mendukung mereka saat
mereka merancang investigasi mereka. Kami menyertakan informasi ini dalam
selebaran dipasok ke siswa pada awal penyelidikan di bawah judul ²Material Available³
dan ²Getting Started³. Kami juga meminta siswa menulis proposal penyelidikan yang
menggambarkan metode yang ingin mereka gunakan, terutama jika investigasi
dilakukan secara lengkap atau membutuhkan penggunaan bahan kimia yang berpotensi
berbahaya. Guru itu kemudian dapat dengan cepat memeriksa proposal grup untuk
memastikan penyelidikan yang dirancang siswa akan bermanfaat dan aman. Hal ini
penting untuk wali kelas memantau dari satu kelompok ke kelompok lain dan bertindak
sebagai narasumber untuk para siswa. Penting juga bagi guru untuk memastikan siswa
memahami apa yang mereka lakukan dan mengapa. Untuk melakukan ini, guru dapat
mengajukan pertanyaan investigasi seperti: Bagaimana kabarmu?Ketahuilah bahwa
Anda dapat diandalkan! Apa lagi yang Anda bisa lakukan untuk mencari
tahu! Atau Anda punya cukup data untuk mendukung ide-ide Anda! Guru bisa
melakukannya menawarkan saran atau poin yang membantu siswa ke arah
baru. Penting untuk diingat bahwa siswa akan berjuang dengan cara ini diawal tahun,
dari waktu ke waktu dan dengan pengalaman yang cukup dan umpan balik edukatif,
siswa meningkatkan kemampuan keterampilan mereka.
3. Produksi argumen tentatif yang mengartikulasikan dan membenarkan penjelasan
tentang media yang bisa dilihat oleh orang lain. Tahap selanjutnya dari model
pembelajaran meminta siswa untuk melakukannya pembangunan argumen yang terdiri
dari penjelasan, bukti, dan alasan dalam media yang dipilih, seperti papan tulis besar,
yang bisa dibagikan dengan orang lain. Penjelasan komponen argumen berfungsi
sebagai jawaban untuk penelitian pertanyaan yang memandu penyelidikan. Tergantung
pada membimbing penyelidikan siswa, penjelasan ini dapat menawarkan solusi untuk
masalah (misalnya, bubuk yang tidak diketahui adalah natrium klorida),
mengartikulasikan hubungan deskriptif, atau berikan sebuah mekanisme sebab-
akibat. Komponen bukti dari argument termasuk pengukuran atau pengamatan untuk
mendukung validitas atau legitimasi penjelasannya. Bukti ini dapat mengambil
sejumlah formulir mulai dari data numerik tradisional (misalnya, massa, waktu, atau
suhu) untuk pengamatan (misalnya, itu berubah warna, gas berevolusi). Namun, agar
informasi ini dapat dianggap bukti, haruslah menunjukkan (a) tren dari waktu ke waktu
(b) perbedaan antara kelompok, atau (c) hubungan antara variabel. Komponen argumen
dari argumen termasuk rasionalisasi yang menggambarkan bagaimana bukti
mendukung klaim dan bahwa bukti yang diberikan adalah bukti yang dapat
dibenarkan. Dipelajaran ini, para siswa menghasilkan argumen seperti halnya ayah
setiap anak (penjelasan mereka), buktinya mereka gunakan untuk mendukung ide-ide
mereka (hasil tes darah), dan alasan mereka (orang dengan darah tipe A dapat memiliki
genotype AA atau AO).Langkah model ini dirancang untuk memfokuskan perhatian
siswa pada pentingnya argumen (yaitu, upaya untuk membangun atau memvalidasi
kesimpulan berdasarkan alasan) dalam sains. Dengan kata lain, siswa perlu memahami
bahwa sains tidak dogmatis dan ilmuwan harus dapat mendukung penjelasan dengan
bukti dan alasan yang sesuai. Ini juga membantu siswa pelajari cara menentukan
apakah data yang tersedia relevan, memadai, dan cukup meyakinkan untuk mendukung
klaim mereka. Hal yang lebih penting, seringkali langkah ini membuat siswa punya ide,
bukti, dan penalaran terlihat satu sama lain, yang pada gilirannya, memungkinkan siswa
untuk mengevaluasi ide-ide yang berkelas dan menyingkirkan dugaan atau kesimpulan
yang tidak akurat atau tidak cocok dengan data yang tersedia. Proses ini membantu
siswa memahami fenomena dalam menyelidiki atau mengembangkan solusi sementara
untuk suatu masalah.
4. Sesi argumentasi di mana kelompok-kelompok memberikan argumen mereka dan
kemudian mengkritik dan menyaring penjelasan mereka. Kami menggunakan
istilah sesi argumentasi untuk menggambarkan sebagai langkah dalam model
pembelajaran ADI. Pada langkah ini, para siswa diberi kesempatan untuk mengusulkan,
mendukung, mengkritik, dan memperbaiki kesimpulan mereka, penjelasan, atau dugaan
di depan kelas atau kelompok kecil. Langkah ini termasuk dalam model karena
penelitian menunjukkan bahwa siswa belajar lebih banyak ketika mereka terpapar
dengan ide orang lain, menanggapi pertanyaan dan tantangan dari siswa lain,
mengartikulasikan warant yang lebih substansial untuk pandangan mereka, dan
mengevaluasi manfaat dari ide-ide yang bersaing (Linn & Eylon, 2006; Dewan
Penelitian Nasional, 2007). Dengan kata lain, sesi argumentasi dirancang untuk
menciptakan kebutuhan bagi siswa untuk melihat secara kritis produk (argumen),
proses (metode), dan konteks (landasan teoritis) dari penyelidikan. Mereka juga
memberi guru kesempatan untuk menilai kemajuan atau pemikiran siswa dan untuk
mendorong siswa berpikir tentang masalah yang mungkin diabaikan atau terabaikan.
Sesi argumentasi mempromosikan dan mendukung pembelajaran untuk mengambil
keuntungan dari variasi dalam ide-ide siswa yang ditemukan di dalam ruang kelas dan
dengan membantu kelompok diskusi dan mengadopsi lebih banyak persetujuan kriteria
utama untuk menilai kesimpulan, dugaan, penjelasan, atau klaim lain dalam sains. Ini
penting karena penelitian saat ini menunjukkan bahwa siswa sering memiliki daftar
gagasan tentang sesuatu yang diberikan. Demikian pula, Kuhn dan Reiser (2005) dan
Sampson dan Clark (2008) mengemukakan bahwa siswa cenderung untuk bergantung
pada kriteria yang tidak pantas atau masuk akal, atau juga guru yang menentukan ide
mana yang harus diterima atau ditolak selama diskusi dan debat. Melibatkan siswa
dalam sesi argumentasi dapat membantu mereka belajar untuk menggunakan
kemampuan yang lebih tepat dan teliti sesuai kriteria saintis untuk membedakan antara
ide-ide alternatif. Ini juga memberi siswa kesempatan untuk memperbaiki dan
meningkatkan penjelasan awal mereka atau solusi tentatif. Sesi argumentasi
memungkinkan siswa untuk melihat caranya ketidaksepakatan tentang interpretasi data
dapat muncul ketika orang memiliki asumsi dan harapan yang berbeda sebelum terlibat
investigasi tentang fenomena yang sama. Pengalaman seperti itu membantu siswa untuk
memahami bahwa keyakinan ilmuwan, komitmen teoritis, pelatihan, dan harapan
mempengaruhi masalah yang scientifis investigate, bagaimana ilmuwan melakukan
investigasinya, dan bagaimana ilmuwan menafsirkan pengamatannya. Siswa juga dapat
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang konstruksi social pengetahuan ilmiah
melalui proses ini. Siswa cepat belajar bahwa kesuksesan dan kepercayaan diri dalam
kesimpulan seseorang tergantung pada berbagi dan metode mengkritisi, data, dan
interpretasi. Akhirnya, ini jenis kegiatan membantu siswa memahami teori yang sarat
sifat dari sains. Ketika siswa menggunakan prinsip-prinsip ilmiah yang penting
(misalnya seperti hukum Mendel tentang pemisahan karakteristik dan independen
bermacam-macam, dalam hal ini) untuk memecahkan masalah atau untuk masuk akal
apa yang mereka amati, mereka bisa mulai melihat peran penting sci itu teori dan
hukum entific bermain dalam penyelidikan ilmiah. Meski sering diabaikan di kelas,
aspek-aspek sains ini penting untuk pengembangan populasi ilmiah karena banyak
dilema politik dan moral yang ditimbulkan oleh contem ilmu kepausan membutuhkan
pemahaman tidak hanya dari isinya tetapi juga proses dan praktik sains (Driver,
Newton & Osborne, 2000; Duschl & Osborne, 2002). Namun, penting untuk dicatat
bahwa mendukung dan mempromosikan merupakan jenis interaksi antara siswa di
dalam kelas bisa jadi sulit karena jenis kegiatan ini asing bagi kebanyakan
mahasiswa. Ini adalah salah satu alasan mengapa model ADI mengharuskan siswa
untuk menghasilkan argumen mereka pada media yang bisa dilihat oleh orang lain
(seperti papan tulis). Ini membantu siswa untuk memusatkan perhatian mereka pada
evaluasi bukti dan alasan daripada menyerang sumber gagasan. Kami juga
merekomendasikan agar para guru menggunakan ²round format robin³ daripada format
presentasi seluruh kelas. Di sebuah format round robin, satu anggota grup tetap bekerja
stasiun untuk berbagi dan mendiskusikan ide-ide kelompok dengan siswa lain. Untuk
siswa. Langkah pelajaran ini membutuhkan
5. Laporan investigasi tertulis yang dihasilkan oleh individu siswa yang menjelaskan
tujuan penyelidikan, para metode yang digunakan, dan memberikan argumen yang
beralasan. Argument Driven Enquiry, seperti disebutkan sebelumnya, dirancang untuk
berfungsi sebagai unit instruksional terpadu pendek. Kami memilih untuk
mengintegrasikan peluang bagi siswa untuk menulis ke ADI karena menulis adalah
bagian penting dari melakukan sains. Sebagai contoh, para ilmuwan harus dapat berbagi
hasil penelitian mereka sendiri melalui tulisan (Saul, 2004). Ilmuwan juga harus bisa
membaca dan memahami tulisan orang lain serta untuk menilai evaluasinya. Agar
siswa dapat melakukan ini, mereka perlu belajar cara menulis dengan cara yang
mencerminkan standar ilmiah komunitas (Shanahan, 2004). Selain belajar cara menulis
dalam sains, mengharuskan siswa untuk menulis juga dapat membantu siswa membuat
topik dan untuk dapat mengartikulasikan pemikiran mereka dalam cara yang jelas dan
ringkas. Proses ini cenderung mendorong meta kognisi dan sering meningkatkan
pemahaman siswa tentang konten sebenarnya dapat membantu siswa belajar dan
mempertahankan konsep penting atau prinsip dalam sains (Indrisano & Paratore, 2005).
Dalam rangka mendorong siswa untuk belajar cara menulis dalam sains dan
untuk menulis untuk belajar tentang sains, kami merekomendasikan non tradisional
Format laporan lab yang lebih persuasif daripada ekspositori. Perubahan untuk format
yang lebih persuasif dirancang untuk mendorong siswa untuk berpikir tentang apa yang
mereka ketahui, bagaimana mereka mengetahuinya, dan mengapa mereka
mempercayainya sebagai alternatif. Untuk melakukan ini, kami menyarankan siswa
menghasilkan laporan investigasi ² yang menjawab tiga dasar pertanyaan: Apa yang
Anda coba lakukan dan mengapa! Apa yang kamu lakukan dan mengapa! Apa
argumen Anda! Tanggapan untuk pertanyaan-pertanyaan ini ditulis sebagai naskah dua
halaman yang memuat data siswa berkumpul dan dianalisis sebagai bukti. Siswa
seharusnya didorong untuk mengatur informasi ini ke dalam tabel atau grafik itu
mereka dapat menanamkan ke dalam teks. Tiga pertanyaan ini menargetkan hal yang
sama yaitu informasi ditemukan dalam laporan lab yang lebih tradisional yang guru
terbiasa, tetapi dirancang untuk menarik perhatian siswa, konteks, dan audiens saat
mereka menulis. Contoh draf awal laporan investigasi siswa yang diserahkan pada
akhir pelajaran ini disediakan di Lampiran. Siswa dalam contoh ini membagi
laporannya menjadi tiga bagian dan dikhususkan satu bagian untuk setiap
pertanyaan. Dia juga mengorganisir data yang dia kumpulkan selama investigasi ke
sebuah tabel yang membuat hasil tesnya eksplisit. Dia kemudian menggunakan bukti
ini, bersama dengan alasan yang tepat dan valid, untuk mendukung kesimpulannya. Dia
menyoroti keterbatasan metodenya sebagai bagian dari argumennya. Ini adalah
komponen penting dari karya ilmiah dan seringkali sulit bagi siswa untuk
dimengerti. Kami menyarankan memperbaiki bahwa langkah model pembelajaran ini
diselesaikan sebagai : sebuah tugas pekerjaan rumah untuk membantu menghemat
waktu pengajaran. Model pembelajaran Argumen Driven Inkuiri bias juga dapat
diselesaikan di kelas bahasa Inggris. Ini akan membantu mempromosikan dan
mendukung integrasi lintas bidang subjek. Kami percaya ini penting karena siswa
jarang memiliki kesempatan untuk menulis atau membaca tentang sains dalam konteks
kursus lain.
6. Peninjauan rekan sejawat untuk laporan kualitas dan untuk menghasilkan umpan balik
yang berharga bagi individu penulis. Tahap selanjutnya dari model pembelajaran ini
adalah double blind ulasan sejawat. Setelah siswa menyelesaikan laporan investigasi
mereka, mereka mengirimkan tiga salinan yang diketik tanpa informasi identitas apa
pun kepada guru kelas. Guru kemudian membagikan secara acak tiga atau empat set
laporan (yaitu, laporan ditulis oleh tiga atau empat siswa berbeda) untuk setiap
kelompok lab bersama dengan lembar peer review untuk setiap set laporan. Lembar
ulasan sejawat meliputi kriteria spesifik untuk digunakan untuk mengevaluasi kualitas
investasi laporan dan ruang investigasi untuk memberikan umpan balik kepada
penulis. Kriteria ulasan meliputi pertanyaan seperti: Apakah penulis menggunakan
appro istilah priate untuk menggambarkan sifat penyelidikan misalnya, eksperimen,
pengamatan sistematis, interpretasi dari set data yang ada! Penulis menggunakan
bukti asli untuk mendukung penjelasannya! Alasan penulis cukup dan tepat! Ulasan
setiap laporan kelompok lab sebagai tim dan kemudian memutuskan apakah itu dapat
diterima apa adanya atau jika perlu direvisi berdasarkan kriteria yang termasuk dalam
peer lembar ulasan. Grup juga diminta untuk memberikan umpan balik eksplisit kepada
penulis tentang apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas laporan (dan
tulisan) sebagai bagian dari tinjauan. Dibutuhkan sekitar 20 hingga 30 menit waktu
kelas untuk setiap kelompok untuk menyelesaikan meninjau tiga atau empat laporan
berbeda. Langkah model pengajaran ini memberi siswa umpan balik edukatif yang
mereka butuhkan untuk meningkatkan, mendorong mereka untuk mengembangkan dan
menggunakan standar yang sesuai untuk ² apa yang dianggap³ sebagai qual dan
membantu mereka menjadi lebih metakognitif saat mereka bekerja. Itu juga dirancang
untuk menciptakan komunitas pelajar yang menghargai bukti dan pemikiran kritis di
dalam kelas. Ini dilakukan oleh kreator lingkungan belajar di dalam kelas tempat siswa
meminta pertanggungjawaban satu sama lain. Siswa, sebagai hasilnya, berharap untuk
berdiskusi validitas atau penerimaan klaim ilmiah dan, seiring waktu, mulai
mengadopsi kriteria yang semakin ketat untuk mendukung dan mengevaluasi
mereka. Jenis fokus ini juga memberi siswa kesempatan untuk lihat kedua ²baik³ dan
²buruk³ contoh penulisan ilmiah. Secara keseluruhan, proses peer review dimaksudkan
untuk mendorong pengembangan kebiasaan pikiran baru dan untuk menyediakan
mekanisme yang dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan mereka dalam
menulis dalam sains.
7. Revisi selanjutnya dari laporan berdasarkan hasil dari peer review. Laporan yang
diterima oleh pengulas diberi kredit (lengkap) oleh guru lalu dikembalikan ke penulis
laporan sementara yang memerlukan revisi dikembalikan ke penulis bersama per
review (tidak lengkap). Namun, para penulis ini dianjurkan untuk menulis ulang
laporan mereka berdasarkan umpan balik pengulas. Setelah selesai, laporan revisi
(bersama dengan versi asli dari laporan dan lembar ulasan sejawat) kemudian dikirim
kembali ke guru kelas untuk evaluasi kedua. Jika laporan yang direvisi sudah mencapai
tingkat kualitas yang dapat diterima, maka penulis diberikan kredit penuh
(lengkap). Jika laporan masih tidak dapat diterima, itu dikembalikan kepada penulis
sekali lagi untuk revisi putaran kedua. Hasil langkah model ini adalah untuk mendorong
siswa untuk meningkatkan kemampuan mereka menulis berdasarkan umpan balik
edukatif tanpa memaksakan nilai penalti terkait. Jenis pendekatan ini bisa menjadi cara
yang ampuh untuk memperbaiki tulisan siswa dan memahami isi sains. Ini juga
memberi siswa kesempatan untuk terlibat dalam penulisan proses yang melibatkan
produksi, evaluasi, dan revisi sebuah naskah dalam konteks sains.
8. Diskusi eyplicit dan reflektif tentang penyelidikan. Kami merekomendasikan agar guru
memimpin secara eksplisit dan reflektif diskusi tentang investigasi setelah peer review
selesai. Tujuan dari diskusi ini, yang membutuhkan sekitar 30 menit waktu di kelas,
adalah untuk menyediakan tempat bagi siswa untuk berbicara tentang apa yang telah
mereka pelajari selama penyelidikan. Misalnya siswa dapat diminta untuk menjelaskan
apa yang mereka pelajari tentang sistem darah ABO atau pola pewarisan. Guru
kemudian dapat menjawab masih ada pertanyaan tentang konten yang mungkin dimiliki
atau dimiliki siswa memberikan contoh bagaimana konten tersebut relevan atau
bermanfaat bagi orang lain. Guru juga harus bertanya tentang berbagai prinsip tentang
sifat ilmu sebagai bagian dari diskusi meja bundar. Untuk contoh, guru dapat bertanya
bagaimana hasil kerja siswa mencerminkan sifat pengetahuan ilmiah atau teori yang
tahan lama namun tentative sarat sifat sains. Jenis-jenis percakapan ini dapat membantu
mahasiswa mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana sains
professional bekerja. Guru juga dapat mendorong siswa untuk berbicara tentang cara-
cara yang dapat meningkatkan desain investigasi atau metode mereka mereka
menggunakan dengan meminta mereka untuk mengevaluasi apa yang berjalan dengan
baik dan apa yang berhasil tidak. Guru kemudian dapat menawarkan saran untuk
penyelidikan selanjutnya. Sebagai contoh, diskusi dapat fokus pada cara untuk
membatasi ukuran kesalahan selama pekerjaan empiris atau pentingnya menyertakan
sebuah kontrol positif dan negatif selama percobaan. Penelitian kami (Sampson &
Grooms, 2008) mengemukakan bahwa penting untuk mengajari cara menyoroti jenis
masalah ini secara eksplisit dan kemudian dorong siswa untuk merenungkan apa yang
telah mereka lakukan dan bagaimana mereka dapat meningkatkan untuk
mempromosikan pembelajaran siswa.
Menurut Sampson, dkk, (2010), sda tujuh langkah model ADI berdasarkan cakupan dan
tujuan yang mana setiap langkah dari model ini sama pentingnya antara satu dengan langkah
selanjutnya dalam mencapai tujuan dan hasil proses yang diharapkan. Karena itu ketujuh
tahap dirancang untuk saling terkait dan bekerja sama dengan yang lain.
1. Langkah pertama model pembelajaran ADI adalah identifikasi tugas oleh guru kelas.
Dalam langkah model ini, tujuan guru adalah untuk memperkenalkan topik utama yang
akan dipelajari dan untuk memulai pengalaman laboratorium. Langkah ini dirancang
untuk menangkap perhatian dan minat siswa. Guru juga perlu membuat hubungan
antara pengalaman belajar dulu dan sekarang (yaitu, apa yang sudah diketahui siswa
dan apa yang perlu mereka ketahui) dan menyoroti tujuan penyelidikan selama langkah
model ini. Untuk mencapai hal ini, kami biasanya memberi siswa selebaran yang
mencakup pengantar singkat dan pertanyaan yang bisa diteliti untuk dijawab, masalah
yang harus dipecahkan, atau tugas yang harus diselesaikan. Selebaran juga mencakup
daftar bahan yang dapat digunakan selama penyelidikan dan beberapa petunjuk atau
saran untuk membantu siswa memulai penyelidikan. Kami juga menyertakan informasi
tentang apa yang dianggap sebagai argumen kualitas tinggi dalam sains dan kriteria
khusus yang dapat digunakan siswa untuk menilai manfaat argumen dalam sains yang
dapat digunakan siswa sebagai referensi selama langkah ketiga dan keempat model.
2. Langkah kedua dari model pembelajaran ADI adalah pembuatan data. Dalam langkah
model ini, siswa bekerja dalam kelompok kolaboratif untuk mengembangkan dan
menerapkan metode (mis., Eksperimen, pengamatan sistematis) untuk mengatasi
masalah atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan selama langkah
pertama model. Maksud keseluruhan dari langkah ini adalah untuk memberi siswa
kesempatan untuk belajar bagaimana merancang investigasi informatif, untuk
menggunakan pengumpulan data yang sesuai atau teknik analisis, dan untuk belajar
bagaimana menghadapi ambiguitas pekerjaan empiris. Langkah model ini juga
memberi siswa kesempatan untuk belajar mengapa beberapa metode bekerja lebih baik
daripada yang lain dan bagaimana metode yang digunakan selama penyelidikan ilmiah
didasarkan pada sifat pertanyaan penelitian, fenomena yang sedang diselidiki, dan apa
yang telah dilakukan oleh orang lain di masa lalu.
3. Langkah ketiga dalam model pembelajaran ADI adalah memproduksi argumen tentatif.
Komponen model ini meminta siswa untuk membangun argumen yang terdiri dari
klaim, bukti mereka, dan alasan mereka dalam suatu media, seperti papan tulis besar,
yang dapat dibagi dengan yang lain. Dalam penelitian kami, kami mendefinisikan klaim
sebagai kesimpulan, dugaan, penjelasan, atau jawaban lain untuk pertanyaan penelitian.
Komponen bukti dari argumen mengacu pada pengukuran atau pengamatan yang
digunakan untuk mendukung validitas atau legitimasi klaim. Bukti ini dapat mengambil
sejumlah bentuk mulai dari data numerik tradisional (mis., PH, massa, suhu) hingga
pengamatan (mis., Warna, deskripsi acara). Namun, agar informasi ini dianggap bukti,
perlu digunakan untuk menunjukkan (a) tren dari waktu ke waktu, (b) perbedaan antara
kelompok atau objek, atau (c) hubungan antara variabel. Komponen alasan argumen
adalah rasionalisasi yang menunjukkan mengapa bukti mendukung klaim dan mengapa
bukti yang diberikan harus diperhitungkan sebagai bukti. Langkah model ini dirancang
untuk menekankan pentingnya suatu argumen (yaitu, upaya untuk menetapkan atau
memvalidasi klaim berdasarkan alasan) dalam sains. Dengan kata lain, siswa perlu
memahami bahwa pengetahuan ilmiah tidak dogmatis dan para ilmuwan harus dapat
mendukung klaim dengan bukti dan alasan yang tepat. Ini juga termasuk untuk
membantu siswa mengembangkan pemahaman dasar tentang apa yang dianggap
sebagai argumen dalam sains dan bagaimana menentukan apakah bukti yang tersedia
valid, relevan, cukup, dan cukup meyakinkan untuk mendukung klaim. Lebih penting
lagi, langkah ini dirancang untuk membuat ide, bukti, dan penalaran siswa terlihat satu
sama lain; yang, pada gilirannya, memungkinkan siswa untuk mengevaluasi ide-ide
yang bersaing dan menghilangkan dugaan atau kesimpulan yang tidak akurat atau tidak
sesuai dengan data yang tersedia di tahap selanjutnya dari model pembelajaran.
4. Tahap keempat dalam model pembelajaran adalah sesi argumentasi di mana kelompok-
kelompok kecil berbagi argumen mereka dengan kelompok lain dan mengkritik
pekerjaan orang lain untuk menentukan klaim mana yang paling valid atau dapat
diterima (atau mencoba untuk memperbaiki klaim untuk membuatnya lebih valid. Atau
dapat diterima). Langkah ini termasuk dalam model karena penelitian menunjukkan
bahwa siswa belajar lebih banyak ketika mereka dihadapkan pada ide-ide orang lain,
menanggapi pertanyaan dan tantangan siswa lain, mengartikulasikan waran yang lebih
substansial untuk pandangan mereka, dan mengevaluasi manfaat dari ide-ide yang
bersaing ( Duschl et al., 2007; Linn & Eylon, 2006). Dengan kata lain, sesi argumentasi
dirancang untuk "menciptakan kebutuhan" (Kuhn & Reiser, 2006) bagi siswa untuk
melihat secara kritis pada produk (yaitu, klaim atau argumen), proses (yaitu, metode),
dan konteks (yaitu landasan teoretis) dari suatu penyelidikan. Ini juga menyediakan
konteks otentik bagi siswa untuk belajar bagaimana berpartisipasi dalam aspek sosial
argumentasi ilmiah. Sesi argumentasi dimaksudkan untuk mempromosikan dan
mendukung pembelajaran dengan mengambil keuntungan dari variasi dalam ide-ide
siswa yang ditemukan di dalam kelas dan dengan membantu siswa bernegosiasi dan
mengadopsi kriteria baru untuk mengevaluasi klaim atau argumen. Ini penting karena
penelitian saat ini menunjukkan bahwa siswa sering memiliki daftar ide-ide tentang
fenomena yang diberikan "yang sehat, kontradiktif, bingung, istimewa, sewenang-
wenang, dan berdasarkan bukti yang lemah" dan bahwa "sebagian besar siswa tidak
memiliki kriteria untuk membedakan antara ide-ide ini. ”(Linn dan Eylon, 2006, hlm.
8). Demikian pula, karya Kuhn dan Reiser (2005) dan Sampson dan Clark (2009a)
menunjukkan bahwa siswa sering mengandalkan kriteria informal, seperti masuk akal,
otoritas guru, dan sesuai dengan kesimpulan pribadi, untuk menentukan ide mana yang
harus diterima atau ditolak selama diskusi dan debat. Kami menyertakan sesi
argumentasi sebagai cara untuk membantu siswa belajar bagaimana menggunakan
kriteria yang dinilai dalam sains, seperti sesuai dengan bukti atau konsistensi dengan
teori atau hukum ilmiah, untuk membedakan antara ide-ide alternatif (lihat Gambar 1
untuk kriteria lain yang dibuat eksplisit untuk siswa). Ini juga memberi siswa
kesempatan untuk memperbaiki dan memperbaiki ide-ide awal mereka, kesimpulan,
atau metode dengan mendorong mereka untuk menegosiasikan makna sebagai
kelompok (Hand et al., 2009). Sesi ini, dengan kata lain, dirancang untuk mendorong
siswa menggunakan struktur konseptual, proses kognitif, dan kerangka kerja epistemik
sains untuk mendukung, mengevaluasi, dan memperbaiki klaim.
5. Tahap kelima ADI adalah pembuatan laporan investigasi tertulis oleh masing-masing
siswa. Kami memilih untuk mengintegrasikan peluang bagi siswa untuk menulis ke
dalam model pembelajaran ini karena menulis adalah bagian penting dari melakukan
sains. Para ilmuwan, misalnya, harus dapat membagikan hasil penelitian mereka sendiri
melalui tulisan (Saul, 2004). Para ilmuwan juga harus dapat membaca dan memahami
tulisan orang lain serta mengevaluasi nilainya. Agar siswa dapat melakukan ini, mereka
perlu belajar bagaimana menulis dengan cara yang mencerminkan standar dan norma
komunitas ilmiah (Shanahan, 2004). Selain belajar bagaimana menulis dalam sains,
mengharuskan siswa untuk menulis juga dapat membantu siswa memahami topik dan
mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana menyusun argumen
ilmiah. Proses ini sering mendorong metakognisi dan dapat meningkatkan pemahaman
siswa tentang konten dan penyelidikan ilmiah (Wallace, Hand, & Prain, 2004). Untuk
mendorong siswa mempelajari cara menulis dalam sains dan menulis untuk
mempelajari topik yang sedang diselidiki, kami menggunakan format laporan
laboratorium nontradisional yang dirancang agar lebih persuasif daripada yang bersifat
eksposur. Format ini dimaksudkan untuk mendorong siswa berpikir tentang apa yang
mereka ketahui, bagaimana mereka mengetahuinya, dan mengapa mereka
mempercayainya daripada alternatif. Untuk melakukan ini, kami meminta siswa untuk
membuat naskah yang menjawab tiga pertanyaan dasar: Apa yang Anda coba lakukan
dan mengapa ?, Apa yang Anda lakukan dan mengapa ?, dan Apa argumen Anda?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini ditulis sebagai "laporan investigasi" dua
halaman yang mencakup data yang dikumpulkan siswa dan kemudian dianalisis selama
langkah kedua model sebagai bukti. Siswa didorong untuk mengatur informasi ini ke
dalam tabel atau grafik yang dapat mereka masukkan ke dalam teks. Tiga pertanyaan
ini dirancang untuk menargetkan informasi yang sama yang dimasukkan dalam laporan
laboratorium yang lebih tradisional tetapi dimaksudkan untuk memperoleh kesadaran
siswa tentang audiens, struktur multimodel dan nonnarrative teks ilmiah, dan untuk
membantu mereka memahami pentingnya argumen dalam sains sebagai mereka
menulis. Langkah model ini juga mengharuskan setiap siswa untuk menegosiasikan
makna ketika dia menulis dan membantu siswa memperbaiki atau meningkatkan
pemahaman mereka tentang materi yang sedang diselidiki (Wallace et al., 2005; Hand
et al., 2009).
6. Tahap keenam dari ADI adalah tinjauan sejawat double-blind dari laporan-laporan ini
untuk memastikan kualitas. Setelah siswa menyelesaikan laporan investigasi mereka,
mereka menyerahkan tiga salinan yang diketik tanpa informasi identitas apa pun kepada
guru kelas. Guru kemudian secara acak membagikan tiga atau empat set laporan (yaitu,
laporan yang ditulis oleh tiga atau empat siswa yang berbeda) untuk setiap kelompok
lab bersama dengan lembar ulasan sejawat untuk setiap set laporan. Lembar peer
review mencakup kriteria spesifik yang akan digunakan untuk mengevaluasi kualitas
laporan investigasi dan ruang untuk memberikan umpan balik kepada penulis. Kriteria
tinjauan dibingkai sebagai pertanyaan seperti Apakah penulis membuat pertanyaan
penelitian dan / atau tujuan penyelidikan eksplisit ?, Apakah penulis menggambarkan
bagaimana mereka melakukan pekerjaannya ?, Apakah penulis menggunakan bukti asli
untuk mendukung penjelasan mereka? ?, dan Apakah alasan penulis memadai dan
sesuai? Kelompok-kelompok lab meninjau setiap laporan sebagai sebuah tim dan
kemudian memutuskan apakah itu dapat diterima apa adanya atau apakah perlu direvisi
berdasarkan keputusan yang dinegosiasikan yang mencerminkan kriteria yang termasuk
dalam lembar peer review. Grup juga diharuskan untuk memberikan umpan balik
eksplisit kepada penulis tentang apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas
laporan dan penulisan sebagai bagian dari tinjauan. Langkah model pengajaran ini
dirancang untuk memberi siswa umpan balik edukatif, mendorong siswa untuk
mengembangkan dan menggunakan standar yang sesuai untuk "apa yang dianggap"
sebagai kualitas, dan untuk membantu siswa menjadi lebih metakognitif saat mereka
bekerja. Ini juga dirancang untuk menciptakan komunitas pelajar yang menghargai
bukti dan pemikiran kritis di dalam kelas. Ini dicapai dengan menciptakan lingkungan
belajar di mana siswa diharapkan untuk saling bertanggung jawab. Siswa, sebagai
akibatnya, harus berharap untuk membahas validitas atau penerimaan klaim ilmiah dan,
seiring waktu, mulai mengadopsi kriteria yang semakin ketat untuk mengevaluasi atau
mengkritik mereka. Jenis fokus ini juga memberi siswa kesempatan untuk melihat
contoh argumen ilmiah yang kuat dan lemah (lihat Sampson, Walker, Dial, & Swanson,
2010, untuk informasi lebih lanjut tentang proses ini).
7. Tahap ketujuh, dan terakhir, model pembelajaran ADI adalah revisi laporan
berdasarkan hasil tinjauan sejawat. Laporan yang diterima oleh pengulas diberi kredit
(lengkap) oleh guru dan kemudian dikembalikan ke penulis sedangkan laporan yang
perlu direvisi dikembalikan ke penulis tanpa kredit (tidak lengkap). Namun para penulis
ini, didorong untuk menulis ulang laporan mereka berdasarkan umpan balik pengulas.
Setelah selesai, laporan revisi (bersama dengan versi asli laporan dan lembar ulasan
sejawat) kemudian dikirim kembali ke guru kelas untuk evaluasi kedua. Jika laporan
yang direvisi telah mencapai tingkat kualitas yang dapat diterima maka penulis
diberikan kredit penuh (lengkap). Namun, jika laporan masih tidak dapat diterima,
laporan tersebut dikembalikan kepada penulis sekali lagi untuk revisi babak kedua.
Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk
meningkatkan mekanisme menulis mereka, keterampilan argumen, dan pemahaman
mereka tentang konten tanpa memaksakan hukuman terkait nilai. Ini juga memberi
siswa kesempatan untuk terlibat dalam proses penulisan (yaitu, konstruksi, evaluasi,
revisi, dan akhirnya penyerahan naskah) dalam konteks sains.
Menurut Sampson, dkk, (2012), iterasi model pembelajaran ADI yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari tujuh langkah.
1. Tahap pertama ADI yaitu instruktur bertanggung jawab untuk mengidentifikasi
tugas. Tujuan instruktur, dengan kata lain, adalah untuk menyediakan konteks bagi
investigasi dan perkenalkan pertanyaan  penelitian untuk dijawab oleh siswa.
2. Tahap kedua model disebut generasi data. Pada tahap ini, siswa bekerja di sebuah
kelompok kolaboratif untuk mengembangkan dan mengimplementasikan suatu metode
(misalnya suatu pengalaman, pengamatan sistematis, dll.) Untuk menjawab pertanyaan
penelitian yang diidentifikasi selama tahap sebelumnya.
3. Tahap ketiga dari model adalah produksi argumen tentatif. Komponen model
instruksional ini menyerukan kepada kelompok siswa untuk membuat argumen tertulis
(yang terdiri dari jawaban mereka untuk penelitian ini pertanyaan dan bukti
pendukungnya) dalam suatu media, seperti papan tulis besar, itu dapat dibagikan
dengan orang lain.
4. Tahap keempat dalam model adalah sesi argumentasi. Selama sesi argumentasi,
kelompok kelompok kecil memiliki kesempatan untuk berbagi argumen mereka dan
untuk mengkritik argumen kelompok lain. Tujuan dari sesi-sesi ini adalah untuk para
siswa untuk menentukan mana dari berbagai jawaban pertanyaan penelitian yang
dikembangkan oleh kelompok berbeda adalah yang paling valid dan dapat diterima atau
untuk memperbaiki jawaban agar lebih valid dan dapat diterima. Dua tahap pertama
model ini, serupa dengan jenis instruksi berbasis penyelidikan lainnya tahap ketiga dan
keempat lebih menekankan pada pentingnya argument dalam ilmu daripada pendekatan
lain untuk instruksi laboratorium (itulah sebabnya Model ini disebut ADI).
5. Tahap kelima model ini, setiap siswa menulis laporan investigasi individu. Laporan ini
memberikan siswa alasan untuk berbagi konteks dan metode penyelidikan mereka
bersama dengan argumen keseluruhan mereka. Kami meminta siswa untuk menulis
laporkan karena, sebagaimana tercantum dalam pengantar artikel ini, melibatkan
mereka menulis praktik sains dengan meminta mereka menyelesaikan tugas menulis
yang realistis selama kegiatan laboratorium dapat membantu siswa belajar dan
memahami 'pengetahuan baik, norma, dan praktik' yang membuat sains berbeda dari
cara pengetahuan lain.
6. Langkah keenam ADI adalah tinjauan kelompok-kelompok lain dari laporan-laporan
ini. Setelah menyelesaikan laporan investigasi mereka, mereka mengirimkan empat
salinan diketik dengan menyertakan identifikasi kepada instruktur. Instruktur kemudian
mendistribusikan secara acak tiga atau empat set laporan (yaitu laporan yang ditulis
oleh tiga atau empat siswa yang berbeda) untuk setiap kelompok lab bersama dengan
lembar peer-review untuk setiap set laporan. Lembar peninjauan teman sebaya
mencakup kriteria spesifik yang akan digunakan untuk mengevaluasi kualitas investasi.
Laporan dan investigasi untuk memberikan umpan balik kepada penulis (yang menjadi
instruktur menjelaskan kepada siswa).
7. Langkah ketujuh dan terakhir model pembelajaran ADI adalah laporan revisi
berdasarkan hasil dari tinjauan kelompok asal. Laporan itu diterima oleh pengulas dapat
diserahkan kepada instruktur di akhir langkah ini. Namun, semua siswa (bahkan ketika
draft pertama mereka 'diterima apa adanya') memiliki pilihan untuk merevisi laporan
mereka berdasarkan apa yang telah mereka baca dan komentar pada konsep awal
mereka. Penulis yang menulis makalah yang tidak diterima oleh rekan-rekan mereka, di
sisi lain, diminta untuk menulis ulang laporan mereka berdasarkan pada komentar
pengulas dan saran. Setelah selesai, laporan yang direvisi (bersama dengan yang asli
versi laporan dan lembar tinjauan sejawat) diajukan kepada instruktur untuk evaluasi
akhir.
Untuk membantu siswa memahami apa yang dianggap sebagai argumen kuat dalam
sains, kami menggunakan kerangka kerja. Dalam kerangka ini, klaim adalah jawaban untuk
pertanyaan penelitian. Klaim tersebut kemudian didukung oleh bukti dan sifat bukti yang
digunakan dalam argumen tersebut kemudian dibenarkan dengan apa kami gambarkan
sebagai alasan. Komponen bukti dari argumen terdiri dari pengukuran, pengamatan, atau
bahkan temuan dari penelitian lain yang telah dikoleksi ditelusuri, dianalisis, dan kemudian
ditafsirkan oleh penulis. Buktinya, dengan kata lain, terdiri dari data dan penjelasan penulis
tentangnya. Komponen dasar pemikiran dari Argumen, sebaliknya, mengacu pada pernyataan
yang digunakan oleh penulis untuk menjelaskan relevansi bukti yang digunakan dalam
argumen dan memberikan pembenaran untuk dimasukkannya. Pembenaran bukti seringkali
membutuhkan penulis untuk menghubungkan bukti dalam argumen dengan konsep, teori,
atau yang mendasarinya asumsi yang berfungsi sebagai kerangka teoritis atau metodis selama
investasi gation. Komponen struktural dari kerangka kerja ini didasarkan pada sejumlah
kerangka kerja lain yang terinspirasi dari Toulmin yang dikembangkan oleh para peneliti
pendidikan sains (Sampson, dkk, 2012).
Menurut Hakkikadayifci, dkk., (2016), ADI dilakukan dengan menggunakan tujuh
langkah berikut:
1. Langkah 1 (identifikasi tugas): Di awal pelajaran, peserta diperkenalkan dengan
pertanyaan penelitian. Mereka diminta dulu untuk merancang eksperimen untuk
menjawab pertanyaan ini.
2. Langkah 2 (generasi data): Peserta membentuk kelompok tiga atau empat dan
merencanakan eksperimen melalui diskusi kelompok. Mereka memutuskan bagaimana
untuk mengumpulkan data dan pengamatan dan pengukuran apa yang harus diambil.
3. Langkah 3 (produksi argumen tentatif): Setelah melakukan percobaan, siswa
menyiapkan lembar presentasi ukuran kertas A3, yang termasuk pertanyaan penelitian
dan komponen argumen mereka seperti klaim, bukti dan pembenaran, untuk
mempresentasikan argumen mereka ke kelompok lain dan untuk mendukung argumen
mereka.
4. Langkah 4 (sesi argumentasi interaktif): Menjelaskan pada presentasi lembaran,
argumentasi terjadi antara kelompok. Langkah ini dilakukan dengan dua cara di
berbagai kelas: (i) Dalam beberapa pelajaran, masing-masing kelompok
mempresentasikan argumen mereka kepada kelompok yang lain, yang diberi
kesempatan untuk membantah argumen kelompok itu. (ii) Untuk beberapa percobaan,
anggota kelompok pergi ke kelompok lain untuk mendengarkan argumen mereka
(meninggalkan satu orang dalam kelompok) dan dengan demikian mencoba untuk
membantah argumen kelompok lain. Kelompok-kelompok meninjau ulang argumen
setelah mendengarkan argumen kelompok lain dan direvisi jika perlu. Dalam kedua
kasus itu, argumen bersama diterima oleh semua peserta dan dibangun di akhir
pelajaran.
5. Langkah 5 (pembuatan laporan investigasi tertulis): Peserta menyiapkan laporan
investigasi dalam waktu ekstrakurikuler mereka, menjelaskan penelitian secara
individual.
6. Langkah 6 (tinjauan sejawat ganda): Di awal pelajaran berikutnya, laporan ini dinilai
oleh rekan-rekan mereka, menurut penilaian daftar kriteria yang dikembangkan oleh
Sampson dan Gleim (2009).
7. Langkah 7 (proses revisi): Peserta diminta untuk merevisi dan melengkapi laporan
mereka sesuai dengan umpan balik yang diperoleh dari penilaian.
Perbedaan strategi ini dengan yang lain dapat diperhatikan pada 4 aspek, yaitu: 1) siswa
mendesain sendiri pertanyaan penelitian dan mencapai kesimpulan sendiri, 2) terlibat dalam
argumentasi dengan membagikan ide-ide mereka, mendukung dan mendiskusikannya, 3)
peer-review lab laporan orang lain yang mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa,
4) berbagi temuan mereka dengan siswa lain sehingga mereka dapat mengembangkan
keterampilan komunikasi dan menulis. Oleh karena itu, strategi ADI dapat menjadi metode
yang efektif dalam instruksi laboratorium. Siswa menjadi lebih disiplin dan menghasilkan
kualitas argumen yang lebih baik, terutama dalam argumen tertulis siswa. Siswa belajar
bagaimana terlibat dalam penyelidikan ilmiah dan memahami sifat penyelidikan ilmiah.
Pelajar bias memahami sains sebagai cara untuk mengetahui tentang sains, dan peningkatan
literasi ilmiah ini. Sementara itu, kegiatan belajar dengan menggunakan strategi ADI meliputi
3 tahap, yaitu inisiasi, pengembangan, dan penguatan.
1. Tahap inisiasi terdiri dari 8 langkah, yaitu: 1) pengembangan sudut pandang kelas, 2)
mengumpulkan dan menganalisis data kelas, 3) produksi argumen tentatif kelas, 4) sesi
interaktif argumen kelas, 5) sebuah laporan tertulis investigasi kelas, 6) peer-review
laporan kelas, 7) proses revisi laporan kelas, dan 8) reflektif diskusi.
2. Tahap pengembangan terdiri dari 5 langkah, mereka adalah: 1) pengembangan sudut
pandang kelompok, 2) mengumpulkan dan menganalisis data kelompok, 3) produksi
kelompok argumentatif, 4) sesi interaktif kelompok argumen, dan 5) diskusi reflektif.
3. Tahapan Penguatan terdiri dari 5 langkah, yaitu: 1) pengembangan sudut pandang
individu, 2) mengumpulkan dan menganalisis data individu, 3) produksi argumen
tentatif individual, 4) sesi interaktif argumen individual, dan 5) diskusi reflektif
(Hasnunidah, dkk, 2015).
Argumen-driven inquiry (ADI) adalah salah satu model pembelajaran yang mendasari
peran keduanya argumentasi dan penyelidikan dalam pendidikan sains. Berbasis pada teori
kognitif sosial pembelajaran, dan diyakini lebih efektif dalam mengembangkan penulisan
ilmiah dan keterampilan presentasi, pemahaman konsep-konsep ilmiah, dan praktik ilmiah
mereka karena menyajikan lebih otentik kegiatan laboratorium. Dalam bentuk pembelajaran
ini, siswa aktif melibatkan diri dalam praktik ilmiah yang mencakup sosial dan proses
pribadi. Dari perspektif sosial, belajar berarti agar siswa mempelajari konsep, representasi,
dan praktiknya terkait dengan sains bukan hanya menghafal abstrak pengetahuan
ilmiah. Karena itu, pembelajaran terjadi interaksi kolaboratif dan instruksional dengan yang
lain orang-orang (Cetin, dkk, 2017).
Menurut walker (2013 ) Langkah pertama dari model pembelajaran ADI adalah
identifikasi tugas melalui diskusi dari pertanyaan penelitian. Langkah ini dirancang
untuk memberikan para siswa dengan masalah menantang untuk memecahkan dan
untuk menangkap perhatian dan minat siswa. “siswa sering merasa bahwa tujuan
utama untuk penyelidikan laboratorium baik mengikuti petunjuk atau mendapatkan
jawaban yang benar.” Dengan demikian, sangat penting untuk menyajikan
penyelidikan laboratorium sebagai kesempatan untuk menemukan sesuatu atau
memecahkan beberapa masalah. Untuk mencapai tujuan ini pertanyaan penelitian
yang baik sangat penting dalam rangka memberikan landasan bagi perancah
argumentasi siswa dan menciptakan kebutuhan untuk bukti. Langkah kedua dari ADI
model pembelajaran, generasi data, karena itu terletak oleh pertanyaan penelitian.
Dalam langkah ini model, siswa bekerja dalam kelompok kolaboratif (tiga atau
empat siswa) dalam rangka mengembangkan dan menerapkan metode (misalnya,
percobaan atau analisis) untuk menjawab pertanyaan penelitian yang disediakan di
Langkah 1. ini memberikan siswa dengan kesempatan untuk belajar bagaimana
merancang dan melakukan penyelidikan informatif dan belajar untuk berurusan
dengan ambiguitas pekerjaan empiris. Sifat investigasi ini digambarkan sebagai
“inkuiri terbimbing” karena masing-masing kelompok siswa harus memutuskan cara
untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang mereka akan perlu untuk
membenarkan jawaban atas pertanyaan penelitian (RL Bell, Smetana, & Binns 2005
). Kirim juga dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi dengan
klaim bersaing atau dalam kasus ADI; Permintaan memberikan kesempatan bagi
argumentasi
Langkah ketiga, produksi argumen tentatif, panggilan bagi siswa untuk kerajinan argumen
yang terdiri dari penjelasan didukung dengan bukti, dan alasan untuk pilihan bukti dalam
media, seperti papan tulis besar, yang bisa dibagi dengan orang lain . Langkah ketiga ini
model ini dirancang untuk menekankan pentingnya argumen dalam ilmu pengetahuan.
Dengan kata lain, siswa perlu memahami bahwa para ilmuwan harus mampu mendukung
penjelasan, kesimpulan, atau tagihan lainnya dengan bukti yang tepat dan rasional karena
pengetahuan ilmiah tidak dogmatis.
Model pembelajaran ADI terdiri dari tujuh langkah (lihat Gambar di bawah ini).
Investigasi laboratorium ADI dimulai dengan instruktur kursus memberikan pertanyaan penelitian
untuk dijawab oleh siswa. Kelompok yang terdiri dari tiga atau empat siswa kemudian diharapkan untuk
mengembangkan metode yang dapat mereka gunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk
menjawab pertanyaan. Setelah kelompok mengumpulkan data, mereka diarahkan untuk mengembangkan
argumen tentatif (klaim yang menjawab pertanyaan penelitian yang didukung oleh bukti dan alasan) pada
papan tulis 60 × 90 cm 2. Para siswa kemudian diberi kesempatan untuk berbagi dan mengkritik manfaat dari
berbagai argumen dan memperbaiki kesimpulan mereka sendiri selama sesi argumentasi. Siswa kemudian
diminta untuk menulis laporan investigasi sendiri sebagai pekerjaan rumah. Laporan ini disusun menjadi tiga
bagian di sekitar tiga pertanyaan mendasar:
1. Apa yang Anda coba lakukan dan mengapa?
2. Apa yang Anda lakukan dan mengapa?
3. Apa argumen Anda?
Untuk membantu siswa belajar bagaimana mengkomunikasikan informasi dalam berbagai mode,
mereka juga didorong untuk mengatur data yang mereka kumpulkan selama langkah kedua model ke dalam
tabel atau grafik yang mereka tanamkan ke dalam laporan dan kemudian referensi dalam tubuh teks. Tiga
pertanyaan yang siswa ajukan ketika mereka menulis menargetkan informasi yang sama yang termasuk dalam
format laporan laboratorium yang lebih tradisional (misalnya, pendahuluan, prosedur, hasil, dan diskusi),
tetapi pertanyaan tersebut dirancang untuk membantu siswa memahami pentingnya argumen dalam sains ,
untuk mendapatkan kesadaran mereka tentang audiens, dan untuk membantu memahami konten (misalnya,
apa yang mereka ketahui, bagaimana mereka tahu, dan mengapa mereka mempercayainya) ketika mereka
menulis. Secara keseluruhan, maksud dari format ini adalah untuk membawa aspek persuasif penulisan sains
ke latar depan dan untuk menyoroti sifat nonnarrative dan multimodal (mis., Kata-kata, gambar, tabel) teks
ilmiah (Walker & Sampson, 2013).
Menurut (Walker et al., 2011) menjelakan 7 langkah pada gambar yang ada di atas tersebut sebagai
berikut:
1. Langkah pertama dari model adalah identifikasi tugas. Tujuan guru selama langkah model ini adalah
untuk memperkenalkan topik utama yang akan dipelajari dan untuk memulai kegiatan laboratorium.
Mirip dengan model pembelajaran lainnya, seperti Penulisan Ilmiah atau Siklus Pembelajaran, langkah
ini dirancang untuk menarik perhatian dan minat siswa.
2. Langkah kedua dari model ini adalah pembuatan data. Selama langkah ini, siswa bekerja dalam
kelompok kolaboratif untuk terlebih dahulu mengembangkan metode (missal: Eksperimen,
pengamatan sistematis) untuk mengatasi masalah atau untuk menjawab pertanyaan penelitian dan
kemudian menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data.
3. Langkah ketiga adalah produksi argumen tentatif. Tahap model pembelajaran ini meminta siswa untuk
membangun argumen yang terdiri dari klaim, bukti, dan alasan di papan tulis besar. Kami
mendefinisikan klaim sebagai dugaan, penjelasan, jawaban atas pertanyaan penelitian, atau jenis
kesimpulan lainnya. Komponen bukti dari argumen mengacu pada pengukuran atau pengamatan yang
digunakan untuk menunjukkan tren dari waktu ke waktu, perbedaan antara kelompok atau objek, atau
hubungan antara variabel. Alasannya adalah pernyataan yang menunjukkan mengapa bukti mendukung
klaim dan mengapa bukti yang diberikan harus dihitung sebagai bukti.
4. Langkah keempat adalah sesi argumentasi. Selama tahap ini, kelompok-kelompok kecil berbagi
argumen mereka dengan kelompok lain dan mengkritik pekerjaan orang lain untuk menentukan klaim
mana yang paling valid dan dapat diterima atau untuk memperbaiki klaim agar lebih valid dan dapat
diterima.
5. Langkah kelima adalah pembuatan laporan investigasi. Mereka juga harus belajar mengubah data yang
mereka kumpulkan menjadi bukti untuk menyusun argumen kualitas tinggi dalam sains.
6. Langkah keenam adalah tinjauan sejawat secara double-blind atas laporan tersebut. Setelah siswa
menyelesaikan laporan investigasi mereka, mereka menyerahkan tiga tunanetra kepada guru kelas.
Guru secara acak mendistribusikan set laporan ke setiap kelompok lab bersama dengan lembar ulasan
sejawat untuk setiap set.
7. Langkah ketujuh dan terakhir dari model pembelajaran ADI adalah revisi laporan investigasi
berdasarkan hasil peerreview. Laporan yang diterima oleh pengulas dapat diserahkan kepada instruktur
di akhir langkah 6; namun, semua siswa memiliki opsi untuk merevisi laporan mereka berdasarkan apa
yang telah mereka baca dan komentar pada draft mereka. Penulis yang menulis makalah yang tidak
diterima oleh rekan-rekan mereka diminta untuk menulis ulang laporan mereka berdasarkan komentar
dan saran pengulas.
Karena pembelajaran inkuiri telah dipandang sebagai eksplorasi siswa dan penemuan konsep-konsep
ilmiah menggunakan metodologi ilmiah, telah diasumsikan bahwa penalaran ilmiah siswa harus
dikembangkan dalam pengaturan ini. Dua jalur penelitian yang berbeda dalam pandangan mereka tentang apa
yang merupakan penalaran ilmiah diperiksa jika penalaran ilmiah dapat ditingkatkan melalui instruksi
penyelidikan.
Garis penelitian pertama memandang penalaran ilmiah sebagai proses yang terlibat dalam
pembangunan argumen berbasis bukti. Dalam tradisi penelitian ini, dengan berdebat antara posisi alternatif
yang berbeda yaitu argumentasi, pengembangan pengetahuan konseptual dan keterampilan penalaran
dimungkinkan.
Baris kedua penelitian melihat penalaran ilmiah sebagai keterampilan keterampilan penalaran yang
konten independen tetapi tergantung pada tahap perkembangan. Artinya, menurut pendekatan penalaran ilmiah
ini, kinerja seseorang dari keterampilan penalaran ilmiah dalam domain, misalnya, kontrol variabel, penalaran
proporsional, penalaran hipotetis, tidak bergantung pada pengetahuan konten spesifik domain tetapi tergantung
pada kemampuannya (Ö. Acar, 2014).
Gambar 2. Tujuh langkah dari ADI.
(Yaitu, dasar-dasar teoritis atau empiris) dari penyelidikan. Kedua siswa langkah bantuan
mengembangkan pemahaman dasar dari unsur-unsur yang dihitung sebagai argumen berkualitas
tinggi dalam ilmu dan cara-cara untuk menentukan apakah bukti yang ada berlaku, relevan, cukup,
dan cukup meyakinkan untuk mendukung kesimpulan (atau klaim). Lebih penting lagi, langkah-
langkah ini dirancang untuk ide-ide make siswa, bukti, dan dasar pemikiran terlihat satu sama lain;
yang, pada gilirannya, memungkinkan siswa untuk mengevaluasi alternatif dan menghilangkan
dugaan atau kesimpulan yang tidak akurat atau tidak cocok dengan data yang tersedia.
Langkah kelima dari model pembelajaran ADI adalah penciptaan sebuah laporan investigasi yang
ditulis oleh masing-masing siswa. Laporan ini memberikan siswa kesempatan untuk berbagi tujuan
mereka
penyelidikan, metode yang mereka gunakan, dan argumen mereka secara
keseluruhan. Untuk membantu siswa belajar menulis dalam ilmu, ADI menuntut
siswa untuk menghasilkan laporan yang diselenggarakan di sekitar tiga pertanyaan
mendasar: Apa yang Anda coba lakukan, dan mengapa? Apa yang Anda lakukan,
dan mengapa? Apa argumen Anda? Siswa didorong untuk mengatur data mereka
dikumpulkan dan dianalisis selama dalam tabel atau grafik yang mereka
menanamkan ke dalam laporan dan referensi dalam tubuh teks untuk membantu
siswa belajar untuk mengkomunikasikan informasi dalam beberapa mode. Langkah
keenam model pembelajaran ADI adalah double-blind peer-review mendukung
perampasan kriteria evaluasi oleh siswa serta keterlibatan dalam praktek penilaian
tertanam dalam model. Setelah siswa menyelesaikan laporan investigasi mereka
mereka mengajukan empat salinan diketik diidentifikasi hanya dengan nomor kode
yang diberikan oleh guru kelas. Guru kemudian secara acak mendistribusikan tiga
atau empat set laporan (yaitu, laporan yang ditulis oleh tiga atau empat siswa yang
berbeda) untuk setiap kelompok laboratorium bersama dengan handout peer review
untuk setiap set laporan. The peer review handout termasuk kriteria khusus yang
akan digunakan untuk mengevaluasi kualitas laporan investigasi dan ruang untuk
memberikan umpan balik kepada penulis. Kelompok-kelompok laboratorium
meninjau setiap laporan sebagai sebuah tim dan kemudian memutuskan apakah itu
dapat diterima sebagai adalah atau jika perlu direvisi berdasarkan kriteria disertakan
pada peer review sheet. Kelompok juga diminta untuk memberikan umpan balik
eksplisit untuk penulis tentang apa yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan
kualitas laporan dan tulisan sebagai bagian dari tinjauan. Ketujuh, dan terakhir,
langkah model pembelajaran ADI adalah revisi dari laporan investigasi berdasarkan
hasil peer-review. Laporan yang diterima oleh pengulas dapat diserahkan kepada
instruktur pada akhir Langkah 6; Namun, semua siswa (bahkan ketika draft pertama
mereka “diterima sebagaimana adanya”) memiliki pilihan untuk merevisi laporan
mereka berdasarkan apa yang mereka baca dan komentar pada draft awal mereka.
Laporan yang diterima oleh pengulas dapat diserahkan kepada instruktur pada akhir
Langkah 6; Namun, semua siswa (bahkan ketika draft pertama mereka “diterima
sebagaimana adanya”) memiliki pilihan untuk merevisi laporan mereka berdasarkan
apa yang mereka baca dan komentar pada draft awal mereka. Laporan yang diterima
oleh pengulas dapat diserahkan kepada instruktur pada akhir Langkah 6; Namun,
semua siswa (bahkan ketika draft pertama mereka “diterima sebagaimana adanya”)
memiliki pilihan untuk merevisi laporan mereka berdasarkan apa yang mereka baca
dan komentar pada draft awal mereka.(Walker,2013)
Langkah pertama dari model pembelajaran ADI adalah identifikasi tugas melalui diskusi dari
pertanyaan penelitian. Langkah ini dirancang untuk memberi siswa masalah yang menantang
pecahkan dan tangkap perhatian dan minat siswa. Menurut Hofstein dan Lunetta (2004)
“Siswa sering merasa bahwa tujuan utama untuk penyelidikan laboratorium adalah sebagai
berikut instruksi atau mendapatkan jawaban yang benar. " Karena itu, sangat penting untuk
menghadirkan laboratorium investigasi sebagai kesempatan untuk menemukan sesuatu atau
menyelesaikan beberapa masalah. Untuk menyelesaikan ini Tujuan pertanyaan penelitian
yang baik sangat penting untuk memberikan dasar bagi siswa perancah argumentasi dan
menciptakan kebutuhan akan bukti. Langkah kedua dari model pembelajaran ADI, Oleh
karena itu, pembuatan data terletak pada pertanyaan penelitian. Pada langkah model ini,
siswa bekerja dalam kelompok kolaboratif (tiga atau empat siswa) untuk mengembangkan
dan mengimplementasikan a metode (mis., eksperimen atau analisis) untuk menjawab
pertanyaan penelitian yang diberikan pada Langkah 1. Ini memberikan siswa dengan
kesempatan untuk belajar bagaimana merancang dan melakukan informatif investigasi dan
belajar untuk berurusan dengan ambiguitas pekerjaan empiris. Sifat ini investigasi paling baik
digambarkan sebagai "inkuiri terbimbing" karena setiap kelompok siswa harus memutuskan
cara untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang mereka perlukan untuk menjustifikasi
jawaban atas pertanyaan penelitian (R.L. Bell, Smetana, & Binns, 2005). Kirim juga dapat
memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi dengan klaim yang bersaing atau
dalam kasus ADI; pertanyaan memberikan kesempatan untuk argumentasi (Abrams,
Southerland, & Evans, 2008).
Langkah ketiga, produksi argumen tentatif, menyerukan siswa untuk menyusun argumen itu
terdiri dari penjelasan yang didukung dengan bukti, dan alasan pemilihan bukti dalam a
sedang, seperti papan tulis besar, yang dapat dibagikan dengan orang lain. Langkah ketiga
dari model ini adalah dirancang untuk menekankan pentingnya argumen dalam sains. Dengan
kata lain, siswa perlu untuk memahami bahwa para ilmuwan harus dapat mendukung
penjelasan, kesimpulan, atau klaim lainnya dengan bukti yang tepat dan alasan karena
pengetahuan ilmiah tidak dogmatis (Hodson, 2008). Selama langkah keempat, sesi
argumentasi, kelompok-kelompok kecil memiliki kesempatan untuk berbagi argumen mereka
dan untuk mengkritik argumen kelompok lain. Dengan kata lain, sesi argumentasi dirancang
untuk memberi siswa kesempatan belajar mengkritik produk (mis., kesimpulan, penjelasan
atau argumen), proses (mis., metode), dan konteks (mis., landasan teori atau empiris) dari
suatu penyelidikan. Dua langkah ini membantu siswa mengembangkan a pemahaman dasar
tentang unsur-unsur yang dianggap sebagai argumen berkualitas tinggi dalam sains dan cara
untuk melakukannya menentukan apakah bukti yang tersedia valid, relevan, memadai, dan
cukup meyakinkan untuk mendukung a kesimpulan (atau klaim). Lebih penting lagi, langkah-
langkah ini dirancang untuk membuat ide-ide siswa, bukti, dan alasan yang terlihat satu sama
lain; yang, pada gilirannya, memungkinkan siswa untuk mengevaluasi alternatif dan
menghilangkan dugaan atau kesimpulan yang tidak akurat atau tidak sesuai dengan data yang
tersedia. Kemampuan untuk mengevaluasi klaim dalam konteks sains penting karena
penelitian menunjukkan bahwa siswa sering bergantung pada kriteria seperti masuk akal atau
otoritas eksternal di untuk menentukan ide mana yang harus diterima atau ditolak ketika
mereka berusaha untuk menegosiasikan makna dengan orang lain (Kuhn & Reiser, 2005;
Sampson & Clark, 2009).
Langkah kelima dari model pembelajaran ADI adalah pembuatan laporan investigasi tertulis
oleh masing-masing siswa. Laporan ini memberi siswa kesempatan untuk berbagi tujuan
mereka investigasi, metode yang mereka gunakan, dan keseluruhan argumen mereka. Untuk
membantu siswa belajar menulis sains, ADI mengharuskan siswa untuk menghasilkan
laporan yang disusun berdasarkan tiga dasar pertanyaan: Apa yang Anda coba lakukan, dan
mengapa? Apa yang kamu lakukan, dan mengapa? Apa milikmu argumen? Siswa didorong
untuk mengatur data yang mereka kumpulkan dan analisis selama tabel atau grafik yang
mereka embed ke dalam laporan dan referensi di badan teks untuk membantu siswa belajar
untuk mengkomunikasikan informasi dalam berbagai mode. Langkah keenam dari ADI
model instruksional adalah peer-review double-blind mendukung apropriasi kriteria evaluasi
oleh siswa serta keterlibatan dalam praktik penilaian yang tertanam dalam model. Sekali
siswa menyelesaikan laporan investigasi mereka, mereka menyerahkan empat salinan yang
diketik yang diidentifikasi hanya oleh a nomor kode yang diberikan oleh guru kelas. Guru
kemudian secara acak membagikan tiga atau empat set laporan (yaitu, laporan yang ditulis
oleh tiga atau empat siswa yang berbeda) untuk setiap laboratorium kelompok bersama
dengan handout tinjauan sejawat untuk setiap set laporan. Selebaran tinjauan sejawat
mencakup kriteria spesifik yang akan digunakan untuk mengevaluasi kualitas laporan
investigasi dan ruang untuk menyediakan umpan balik kepada penulis. Kelompok
laboratorium meninjau setiap laporan sebagai sebuah tim dan kemudian memutuskan apakah
dapat diterima sebagaimana adanya atau jika perlu direvisi berdasarkan kriteria yang
termasuk dalam lembar ulasan sejawat. Grup juga diminta untuk memberikan umpan balik
eksplisit kepada penulis tentang apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas
laporan dan tulisan sebagai bagian dari tinjauan. Ketujuh, dan Akhirnya, langkah model
pembelajaran ADI adalah revisi laporan investigasi berdasarkan hasil peer-review. Laporan
yang diterima oleh pengulas dapat diserahkan ke instruktur pada akhir Langkah 6; namun,
semua siswa (bahkan ketika draft pertama mereka “diterima apa adanya”) memiliki opsi
untuk merevisi laporan mereka berdasarkan apa yang telah mereka baca dan komentar
mereka draft awal.( Hidayat,2018)
TUJUAN
Salah satu tujuan utama yang mendasari pengembangan model pembelajaran ADI,
seperti yang dibahas dalam Pendahuluan artikel ini, adalah untuk memberikan guru cara
untuk memberi siswa lebih banyak kesempatan untuk belajar bagaimana berpartisipasi dalam
argumentasi ilmiah dan membantu mereka mengembangkan pengetahuan dan kemampuan
yang dibutuhkan untuk menyusun argumen ilmiah tertulis selama kegiatan laboratorium.
Jenis fokus ini penting karena penelitian saat ini menunjukkan bahwa siswa sering berjuang
dengan nuansa argumentasi ilmiah meskipun terampil mendukung ide-ide mereka,
menantang, dan menandingi klaim selama percakapan yang berfokus pada masalah sehari-
hari. Literatur yang tersedia menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah memiliki
kemampuan kognitif dan keterampilan sosial yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam
argumentasi ilmiah, tetapi membutuhkan kesempatan untuk mengembangkan kerangka kerja
konseptual, kognitif, dan epistemik baru untuk memandu keputusan dan interaksi mereka
dalam konteks sains. Oleh karena itu, kami mengembangkan model pembelajaran ADI
sebagai cara untuk membantu siswa mempelajari struktur konseptual, proses kognitif, dan
komitmen epistemologis sains dengan memberi mereka kesempatan untuk terlibat dalam
praktik ilmiah, seperti desain investigasi, argumentasi, dan peer review, dan menjadikan
aspek-aspek penting dari sains ini eksplisit dan berharga bagi para siswa (Sampson, dkk,
2010).
Menurut Sampson, dkk, (2012), ada empat jenis investigasi ADI :
1. Tujuan dari jenis investigasi pertama adalah untuk mengembangkan penjelasan baru.
Dalam penyelidikan ini, siswa diminta untuk mengeksplorasi suatu fenomena (seperti
perilaku makroskopik materi) dan kemudian membuat penjelasan atau model untuk
fenomena itu. Jenis investigasi ini digunakan sebagai cara untuk memperkenalkan
siswa pada teori, hukum, atau konsep penting dalam sains (seperti teori materi molekul-
kinetik) dan merupakan fokus dari enam laboratorium berbeda.
2. Tujuan dari jenis investigasi kedua adalah untuk merevisi penjelasan. Dalam
penyelidikan ini, siswa diminta untuk memperbaiki dan memperluas penjelasan yang
mereka kembangkan dalam penyelidikan sebelumnya sehingga mereka dapat
menggunakannya untuk menjelaskan fenomena yang berbeda tetapi terkait. Jenis
investigasi ini adalah fokus dari dua laboratorium yang berbeda.
3. Tujuan dari jenis investigasi ketiga adalah untuk mengevaluasi penjelasan. Dalam
penyelidikan ini, siswa diberikan penjelasan ilmiah (seperti hukum kekekalan massa)
atau beberapa penjelasan alternatif dan kemudian diminta untuk mengembangkan cara
untuk mengujinya atau mereka. Jenis investigasi ini adalah fokus dari dua laboratorium
yang berbeda.
4. Tujuan dari jenis investigasi keempat, dan terakhir, adalah menggunakan penjelasan
untuk menyelesaikan suatu masalah. Dalam penyelidikan ini, siswa diminta untuk
menggunakan konsep yang diperkenalkan di kelas (seperti massa molar atau jenis
reaksi kimia) untuk menyelesaikan masalah (mengidentifikasi bubuk yang tidak
diketahui atau produk dari suatu reaksi). Jenis investigasi ini adalah fokus dari lima
laboratorium yang berbeda (Sampson, dkk, 2010). Model pembelajaran ADI dirancang,
sebagian, untuk memberikan mahasiswa sarjana lebih banyak kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan mereka untuk menulis dalam sains saat mereka belajar
tentang konsep dan praktik ilmiah penting.
Salah satu tujuan ADI, dikembangkan sebagai alternatif untuk pendekatan laboratorium
tradisional, adalah untuk memungkinkan siswa menjadi pekerja yang lebih reflektif, selain
memungkinkan mereka untuk melakukan investigasi dan mendukung pemikiran mereka
(Hakkikadayifci,dkk,2016).
ADI Model Pembelajaran Permintaan dan argumentasi adalah tujuan pelengkap yang
membuat pengalaman laboratorium lebih otentik ilmiah dan edukatif bagi siswa (Jimenez-
Aleixandre, 2008; Osborne, 2010). ADI model pembelajaran dirancang untuk memberikan
tempat yang lebih sentral untuk argumentasi dan peran argumen dalam konstruksi sosial
pengetahuan ilmiah sementara mempromosikan penyelidikan. Gambar 2 garis tujuh langkah
dari ADI yang dirancang untuk mengintegrasikan pembelajaran konsep-konsep ilmiah
dengan penyelidikan, argumentasi dan menulis sedemikian rupa yang sedikit instruksi
eksplisit diperlukan, bukan siswa memperoleh kecakapan melalui keterlibatan dalam
penyelidikan laboratorium bergerak dari desain investigasi, analisis dan pengembangan
argumen, untuk argumentasi, dan argumentasi yang ditulis akhir.(Walker,2013).
Berdasarkan itu, masalah dan tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
dan memeriksa tentang: (a) Peningkatan kemampuan penalaran kreatif matematika siswa
yang merupakan kandidat untuk guru matematika yang mendapatkan Pembelajaran
Argumen-Didorong (ADI) belajar dengan mereka yang memiliki instruksi langsung ditinjau
berdasarkan seluruh; (B) Meningkatkan kemampuan penalaran kreatif matematis siswa yang
menjadi kandidat guru matematika yang mendapatkan pembelajaran Argument-Driven
Enquiry (ADI) bersama mereka yang memiliki pembelajaran langsung instruksi yang diulas
oleh Adversity Quotient (Quitter, Champer, dan Climber)(Hidayat,2018)
MANFAAT
Argumentasi dapat memainkan peran penting dalam pembelajaran sains siswa karena
merupakan pusat bagi proses penalaran ilmiah dan pengembangan pemahaman konseptual.
Melalui kombinasi penyelidikan dan argumentasi, kami berpendapat, bahwa siswa dapat
mulai mengembangkan keterampilan penalaran ilmiah dan pemahaman tentang konten dan
praktik ilmiah yang diperlukan untuk berhasil dalam kursus sains maju. Dalam artikel ini,
kami pertama kali menggambarkan model pembelajaran baru yang disebut Argument- Driven
Enquiry (ADI).
Secara umum, metode-metode ini dirancang untuk memberikan kesempatan kepada
siswa sarjana untuk menjelajahi peristiwa yang membingungkan, mengembangkan
kesimpulan yang didasarkan pada data, dan membuat ide-ide mereka dipublikasikan dengan
membagikannya dalam kelompok-kelompok kecil atau dalam diskusi seluruh kelas. Metode-
metode ini juga dirancang untuk menciptakan komunitas kelas yang akan membantu siswa
memahami konten yang komplek.(Anisa et al., 2017).
Argument-Driven Enquiry (ADI) adalah model pembelajaran yang memungkinkan
guru sains untuk mengubah kegiatan laboratorium tradisional menjadi unit pengajaran
terpadu yang pendek. Model ini membantu para guru memenuhi tujuan yang diuraikan oleh
NRC dengan memberikan kesempatan bagi siswa untuk merancang penyelidikan mereka
sendiri, mengumpulkan dan menganalisis data, mengomunikasikan ide-ide mereka dengan
orang lain selama sesi argumentasi terstruktur dan interaktif, menulis laporan investigasi
untuk berbagi dan mendokumentasikan pekerjaan mereka, dan terlibat dalam tinjauan sejawat
selama investigasi laboratorium.
Penelitian saat ini menunjukkan bahwa jenis pengajaran ini adalah cara yang lebih
efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang konten dan pengembangan
pengetahuan ilmiah daripada kegiatan laboratorium tradisional. Unit pengajaran terpadu juga
tampaknya menjadi cara yang efektif untuk menumbuhkan minat siswa dalam sains dan
membantu mereka mengembangkan keterampilan membaca, menulis, dan komunikasi verbal
(Sampson et al., 2009).
Model ADI (Argument Driven Inquiry), berfungsi untuk membingkai tujuan kegiatan
kelas sebagai upaya untuk mengembangkan, memahami, atau mengevaluasi penjelasan
ilmiah secara alami fenomena atau solusi untuk suatu masalah, melibatkan siswa dalam
penyelidikan yang bermakna menggunakan metode desain mereka sendiri dan untuk
membantu siswa belajar cara mendesain investigasi yang lebih baik, mendorong individu
untuk belajar cara menghasilkan argument yang mengartikulasikan dan membenarkan
penjelasan untuk sebuah pertanyaan penelitian sebagai bagian dari proses penyelidikan,
memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar bagaimana melamar, mendukung,
mengevaluasi, dan merevisi ide melalui diskusi dan menulis dengan cara yang lebih
produktif, membuat komunitas kelas yang menghargai bukti dan berpikir kritis, mendorong
siswa untuk mengambil kendali atas pembelajaran mereka sendiri dengan membantu mereka
belajar bagaimana mendefinisikan tujuan dan memantau kemajuan mereka dalam
mencapainya berdasarkan kriteria ilmiah (Sampson, dkk, 2009).
Pendekatan ADI sangat efektif untuk meningkatkan siswa eg ' argumentasi rekan, dan
perancah pusat modi yang pendekatan ADI sangat efektif untuk meningkatkan siswa eg '
argumentasi rekan, dan perancah pusat modi yang fi pendekatan ed ADI sangat efektif untuk
meningkatkan siswa eg ' argumentasi rekan, dan perancah pusat modi yang fi pendekatan ed
ADI sangat efektif untuk meningkatkan siswa eg ' argumentasi rekan, dan perancah pusat
modi yang fi pendekatan ed ADI sangat efektif untuk meningkatkan siswa eg ' argumentasi
pada komponen klaim dan surat perintah. Hampir semua siswa eg menyuarakan dan
menunjukkan keterlibatan tinggi dalam aktivitas argumen selama pendekatan ini.(Chen,2016
)
Model Argument-Driven Enquiry atau ADI, dimaksudkan untuk berfungsi sebagai
templat atau panduan yang dapat digunakan guru sains untuk merancang kegiatan
laboratorium yang lebih otentik (yaitu, melibatkan siswa dalam praktik ilmiah seperti
argumentasi) dan edukatif (yaitu, mengarah pada pemahaman yang lebih baik dan
peningkatan kemampuan) untuk siswa. Guru dapat menggunakan model pembelajaran,
seperti ADI, untuk memberikan konteks bagi siswa untuk mempelajari konten penting dan
bagaimana berpartisipasi dalam praktik ilmiah penting seperti argumentasi di waktu yang
sama. Temuan ini dapat memberikan wawasan baru bagi pendidik sains dan desainer
instruksional yang tertarik dalam mempromosikan dan mendukung argumentasi di dalam
kelas. Penelitian ini juga menunjukkan apa yang mungkin terjadi di kelas ketika kegiatan
laboratorium dilakukan dirancang agar lebih otentik dan edukatif. (Sampson, dkk, 2010).
Literatur argumentasi memberikan bukti empiris yang menyatakan bahwa lingkungan
belajar berargumen meningkatkan pemahaman konseptual siswa dalam belajar kimia.
Argumentasi memberikan perkembangan konseptual siswa dalam memahami setelah terlibat
di dalamnya. Respons siswa terhadap pertanyaan setelah pengkoreksian, diajukan dalam
bentuk penalaran. Mereka membenarkan jawaban mereka dengan menyediakan akun
konseptual untuk masalah ini dan bahkan dalam beberapa kasus menggunakan lebih dari satu
alasan dalam pembenaran mereka. Siswa mulai menggunakan elemen argumen ilmiah.
Dibandingkan dengan intervensi pengajaran berbasis argumentasi, pengajaran
konstruktivisme dilakukan dalam kelompok kontrol ditemukan kurang efektif dalam
mempromosikan pemahaman konseptual siswa tentang perubahan kimia (Gumrah, dkk,
2010).
ADI menciptakan lingkungan yang sesuai di laboratorium untuk membantu peserta
berpikir secara reflektif. ADI memberi siswa berbagai kesempatan di laboratorium karena ini
mencakup kegiatan seperti menghasilkan argumen, melakukan eksperimen untuk mendukung
argumen ini dengan hasil empiris, membahas temuan percobaan, dan melaporkan temuan ini.
Dalam semua kegiatan ini, peserta aktif secara mental dan fisik. Ini dapat memberi mereka
kesempatan untuk menjadi reflektif. Dalam hal ini, ADI memberi siswa, dengan karakteristik
yang berbeda, kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses melakukan sains. ADI mungkin
telah mengembangkan argumentasi peserta karena memberikan mereka kesempatan untuk
menghasilkan dan membenarkan argumen. Ada hubungan langsung antara argumentativeness
dan komunikasi apprehension (Infante & Rancer, 1982), didefinisikan sebagai tingkat
ketakutan dan kecemasan yang dirasakan seseorang selama komunikasi dengan orang lain
(mccroskey, 1977). Oleh karena itu alasan lain dapat menjadi cara ADI memberikan peserta
kesempatan untuk mengatasi ketakutan / kecemasan ini dengan memberikan kesempatan
untuk terlibat dalam interaksi antar dan intra-kelompok. Berdasarkan analisis wawancara dan
tugas esai tertulis, menunjukkan bahwa, dengan pengecualian beberapa masalah, para peserta
menyatakan pendapat positif tentang ADI. Misalnya, peserta menyatakan bahwa kegiatan
laboratorium yang dilakukan di bawah ADI memotivasi mereka untuk berpikir dan
menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik. Pandangan positif lain dari para peserta
adalah bahwa laboratorium kimia mulai berlangsung dengan cara yang cukup menyenangkan
dan mereka mengembangkan sikap positif terhadap kimia dan laboratorium. Temuan ini
didukung oleh studi Walker, et al (2012), yang menunjukkan bahwa model tersebut
meningkatkan sikap siswa perempuan terhadap sains. Menurut para peserta, model ini
mendukung peningkatan keterampilan komunikasi lisan dengan memperkuat komunikasi
antar kelas. Alasan untuk dua temuan ini dapat berpartisipasi dalam argumentasi antar dan
kelompok, di mana peserta dapat mengekspresikan diri mereka dengan nyaman. Siswa yang
dapat mengekspresikan diri dengan nyaman mengembangkan sikap positif (Yalcin-Celik &
Kilic, 2014). Situasi ini sebenarnya merupakan hasil yang diharapkan untuk ADI, yang
memberikan berbagai peluang untuk interaksi social. ADI berkontribusi pada pengembangan
keterampilan argumentativeness guru sains pra-layanan, keterampilan proses sains, pemikiran
reflektif dan kemampuan untuk mengidentifikasi kelemahan dalam suatu argumen selama
kursus kimia. Peserta juga umumnya memiliki pandangan positif tentang model pembelajaran
ini (Hakkikadayifci, dkk, 2016).
metode pembelajaran ADI meningkatkan sikap secara signifikan dibandingkan
dengan instruksi laboratorium tradisional. Hasil serupa dilaporkan oleh Freedman (1997),
yesilyurt (2004) atiparmak dan Nakiboglu (2005) yang menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pada sikap kelompok. Meskipun tidak ada perbedaan yang
signifikan, skor pada post-test sikap terhadap laboratorium fisik menunjukkan bahwa
kelompok eksperimen mendapat skor lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Dan kelompok
kontrol menurunkan skor pada post-test dibandingkan dengan pre-test. Para siswa ingin
merancang eksperimen sendiri. Di ADI siswa merancang pertanyaan penelitian mereka
sendiri dan mencapai hasil sendiri dan dalam kegiatan laboratorium tradisional siswa
melakukan percobaan langkah demi langkah yang diberikan oleh manual laboratorium. Itu
bisa menjadi alasan dari penurunan kontrol dari skor sikap kelompok bahwa siswa memiliki
sikap yang cukup negatif terhadap laboratorium fisika setelah studi laboratorium. Untuk studi
lebih lanjut studi ini dapat didukung oleh data kualitatif untuk mengukur sikap. Jadi dalam
konteks ini, karena metodenya, perbedaan dalam persiapan laporan dapat menjadi alasan
untuk peningkatan keterampilan argumentasi.(Demircioglu,2012)
ADI model pembelajaran, dalam ringkasan, dirancang untuk berfungsi sebagai
unit instruksional terpadu (NRC, 2005) dan untuk mendorong siswa untuk terlibat
dalam urutan kegiatan (penyelidikan, argumentasi, menulis, dan peer review) yang
dimaksudkan untuk membantu siswa memahami konsep-konsep penting dan praktek
dalam ilmu. Fokus dari lima dari tujuh langkah pada argumentasi dan generasi
argumen tertulis memberikan dasar untuk penelitian ini menjadi dampak dari model
pembelajaran seperti pada pengembangan kemampuan siswa di daerah-daerah.(
Walker,2013)
Model pembelajaran ADI, secara ringkas, dirancang untuk berfungsi sebagai reintegrasi unit
pengajaran (NRC, 2005) dan untuk mendorong siswa untuk terlibat dalam serangkaian
kegiatan (penyelidikan, argumentasi, penulisan, dan peer review) yang dimaksudkan untuk
membantu siswa memahami konsep dan praktik penting dalam sains. Fokus lima dari tujuh
langkah pada argumentasi dan generasi argumen tertulis memberikan dasar untuk penelitian
ini ke dalam dampak seperti itu model pembelajaran tentang pengembangan kemahiran siswa
di bidang ini.(Chen,2016 )
CONTOH ARGUMENTASI
Untuk menggambarkan berbagai komponen kerangka kerja argument ini, berikut
contoh nya: Hidrat yang tidak diketahui adalah Mangan (II) Klorida (mncl 2, 4H2O). Massa
rata-rata air yang menguap dari sampel 1 gram hidrat yang tidak diketahui adalah 0,52 gram.
Persentase air dalam sampel adalah 52%. Hidrat yang tidak diketahui pasti Mangan (II)
Klorida karena jumlah air dalam mncl2.4H2O harus 57% dari total massa dan satu-satunya
hidrat dari kemungkinan yang tidak diketahui dengan persen air lebih dari 50% adalah
Mangan (II) Klorida. Persentase massa air yang membentuk unit rumus tidak bervariasi dan
karenanya merupakan properti yang dapat digunakan untuk membedakannya dari hidrat lain.
Klaim dalam contoh ini adalah ‘Hidrat yang tidak diketahui adalah Mangan (II) Klorida
(mncl 2 .3H 2 O)’. Bukti terdiri dari data yaitu 'massa rata-rata air yang menguap dari
sampel satu gram hidrat yang tidak diketahui adalah 0,52 gram ', analisis data yaitu
‘persentase air dalam sampel ada pada 52% ', dan interpretasi data dan analisis yaitu Yang
tidak diketahui hidrat harus Mangan (II) Klorida karena jumlah air dalam mncl 2 .4H 2 O
harus 57% dari total massa dan satu-satunya hidrat dari kemungkinan tidak diketahui
dengan persen air lebih dari 50% adalah Mangan (II) Klorida '. Akhirnya, penulis
membenarkan penyertaan bukti dalam argumen dengan pernyataan, 'Persentase massa air
yang membentuk unit rumus tidak bervariasi dan karena itu merupakan properti yang dapat
digunakan untuk membedakannya dari hidrat lain’. Dalam contoh ini memberikan alasan
mengapa penulis memutuskan untuk melakukannya termasuk jenis bukti spesifik dalam
argumen. Alasannya adalah komponen penting dalam argumen sains karena peneliti harus
membuat keputusan tentang data apa yang dikumpulkan, bagaimana mereka harus dianalisis,
bagaimana menafsirkannya hasil analisis selama investigasi, dan alasan yang mendasari ini
keputusan harus dibuat eksplisit kepada orang lain (Sampson, dkk, 2012).
Penilaian Ilmiah Argumentasi di Kelas (KAAS)
Dalam rangka untuk menilai argumentasi, sebagian besar peneliti video atau
rekaman audio yang siswa karena mereka terlibat dalam argumentasi, maka
menuliskan wacana, dan akhirnya kode atau mencetak transkripsi menggunakan
kerangka kerja seperti Argumen Pola Toulmin ini (Erduran, Simon, & Osborne,
2004). Proses ini bisa sulit bagi para peneliti karena argumentasi sering nonlinear di
alam dan berbagai aspek argumen verbal (misalnya, data, waran, backing) seringkali
sulit untuk mengidentifikasi. Kerangka, seperti Argumen Pola Toulmin ini, juga
cenderung mengabaikan interaksi sosial selama episode argumentasi. Dalam
¼ ¼
¼ ¼
pertimbangan masalah ini, video yang direkam generasi argumen dan sesi evaluasi
diberi skor dengan menggunakan protokol observasi disebut Pengkajian Ilmiah
Argumentasi di Kelas (KAAS). 1 Instrumen ini dirancang untuk peristiwa
penangkapan argumentasi dengan cara yang lebih holistik memungkinkan untuk
penilaian yang lebih komprehensif dari kualitas sebuah acara argumentasi.
Pengembangan dan validasi instrumen KAAS dijelaskan dalam Sampson, Enderle,
dan Walker (2011).
KAAS ini dibagi menjadi tiga bagian, konseptual dan kognitif, epistemik, dan
sosial. Bagian-bagian ini didasarkan pada tiga domain terintegrasi yang Duschl
(2008) menjelaskan sebagai penting untuk menghasilkan dan argumen mengevaluasi
dalam konteks pendidikan. Aspek Konseptual dan Kognitif bagian Argumentasi
terdiri dari tujuh item, yang memungkinkan peneliti untuk mengevaluasi seberapa
baik peserta mempertimbangkan dan mengevaluasi klaim alternatif atau alasan dan
kemampuan mereka untuk memberikan alasan untuk mendukung ide-ide. Skor pada
aspek ini dari jangkauan argumentasi dari 0 sampai 21. Epistemic Aspek bagian
Argumentasi berisi tujuh item, yang berfokus pada cara peserta dukungan dan
tantangan klaim (misalnya, mengistimewakan bukti dan ilmiah teori, hukum atau
model selama diskusi) . Skor pada aspek ini dari jangkauan argumentasi dari 0
sampai 21. Aspek Sosial bagian Argumentasi berisi enam item, yang dirancang
untuk menilai peserta cara berinteraksi dengan satu sama lain selama episode
argumentasi. Skor pada aspek ini dari jangkauan argumentasi 0-18.
Rekaman video untuk lima generasi argumen dan evaluasi argumen sesi
dievaluasi secara terpisah menggunakan protokol observasi KAAS. Peneliti mencatat
saat menonton setiap acara video yang direkam. Segera setelah menonton video
setiap item pada KAAS itu mencetak gol untuk peristiwa menggunakan skala 4-point
berdasarkan seberapa sering aspek tertentu argumentasi diamati (0 tidak terpantau 3
diamati sering). The KAAS memiliki dua item untuk penilaian yang tidak pantas
aspek argumentasi, jadi untuk ini skala terbalik (3 tidak terpantau 0 diamati sering).
Penulis pertama mencetak gol kedua acara untuk semua sembilan kelompok.
Seorang rekan peneliti yang berpartisipasi dalam pengembangan KAAS tetapi yang
tidak memiliki saham dalam penelitian ini mencetak dua acara untuk satu kelompok,
yang mewakili 11% dari data. The antar-penilai keandalan skor,
Laporan Lab
Laporan laboratorium terdiri dari tiga bagian. Bagian 1 menjelaskan masalah dan
konteksnya, Bagian 2 menjelaskan metode yang digunakan dan bagian ketiga adalah
argumen. Hanya Bagian 3 dari laporan laboratorium dianggap relevan mengingat
tujuan dari penelitian ini. Bagian 3 diperlukan siswa untuk menyediakan dan
mendukung jawaban atas pertanyaan penelitian dengan bukti yang tepat dan rasional
(yaitu, argumen atau produk dari penyelidikan). Sebuah rubrik penilaian, 2 yang
dikembangkan dan divalidasi oleh Sampson dan Walker (2012), digunakan untuk
mencetak lima aspek argumen yang ditulis siswa. Aspek-aspek ini difokuskan pada
kemampuan penulis untuk:
a. Menyediakan baik diartikulasikan, memadai, dan akurat klaim
yang menjawab pertanyaan penelitian.
b. Menggunakan bukti asli untuk mendukung klaim tersebut dan
untuk menyajikan bukti dengan cara yang tepat.
c. Memberikan bukti valid dan reliabel yang cukup untuk mendukung klaim
tersebut.
d. Memberikan alasan yang cukup dan tepat.
e. Bandingkan nya temuan dengan kelompok lain di bagian laboratorium
mereka.
rubrik memberikan dasar untuk mencetak komponen argumen pada skala 0 (tidak
diamati) untuk 3 (mendakwa semua kriteria bertemu), membuat total skor 0-15
mungkin. Seorang profesor kimia di perguruan tinggi yang mengajarkan laboratorium
kimia umum berkolaborasi dalam mencetak lima laporan dari masing-masing
laboratorium ADI (14% dari laporan). Perbandingan skor pada setiap item
menghasilkan nilai Kappa suatu Cohen dari 0,83. Contoh dari bagian argumen dari
salah satu laporan laboratorium siswa diberikan dalam Gambar 4. Kata-kata yang
dikapitalisasi dalam kurung mendahului kriteria rubrik yang relevan.
Siswa dalam contoh ini kehilangan poin pada presentasinya data, karena ia tidak
memberikan nilai massa yang sebenarnya untuk garam anhidrat, hidrat, dan air.
Semua nilai-nilai nya adalah total massa termasuk tabung uji. siswa kehilangan satu
titik untuk perbandingan dengan komunitas ilmiah karena ia tidak memberikan
rincian untuk mendukung pernyataannya bahwa nilai-nilai yang “dekat.” Juga,
kesimpulan bahwa perjanjian merupakan indikasi kebenaran cacat. (walker,2013)
DAFTAR PUSTAKA
Acar, Ö. (2014). Scientific reasoning, conceptual knowledge, & achievement differences
between prospective science teachers having a consistent misconception and those
having a scientific conception in an argumentation-based guided inquiry course.
Learning and Individual Differences, 30, 148–154.
Acar, O., & Patton, B. R. (2012). Argumentation and Formal Reasoning Skillsin an
Argumentation-Based Guided Inquiry Course. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 46, 4756–4760.
Anisa, A., Widodo, A., & Riandi, R. (2017). Argumentation Quality of Socio-scientific Issue
between High School Students and Postgraduate Students about Cancer. Journal of
Physics: Conference Series, 895(1).
Braund, M., Scholtz, Z., Sadeck, M., & Koopman, R. (2013). First steps in teaching
argumentation: A South African study. International Journal of Educational
Development, 33(2), 175–184.
Chen ting hsiang ,2016,Using a modified argument driven inquiry to promote elementary
school students engagement in learning science and argumentation . jurnal of sicience
Education. 38(2).
Cetin, P. S., dan Eymur, G., 2017, Developing Students’ Scientific Writing And Presentation
Skills Through Argument Driven Inquiry: An Exploratory Study, Jurnal Chemical
Education.
Demircioglu, Tuba.,2012,The Effect Driven Inquiry On Pre Service Scince Teachers Attitude
And Argumentations Skills . Procedia Social and Behavioral Science.s.48(5035-5039)
Demircioglu, Tuba,dkk,2015, Investigating the Effect of Argumen-Driven Inquiry in
Laboratory Instruction.jurnal pendidikan.15.268-282. ISSN 2148-7561/1303-0485
Gumrah, A., dan Kabapinar, F., 2010, Designing And Evaluating A Specific Teaching
Intervention On Chemical Changes Based On The Notion Of Argumentation In Science,
Procedia Social And Behavioral Sciences, Vol. 2 : ISSN 1877-0428.
Hakkikadayifci, dan Celik, A., 2016, Implementation Of Argument-Driven Inquiry As An
Instructional Model In A General Chemistry Laboratory Course, Jurnal Science
Education International, Vol. 27, No. 3.
Hasnunidah, N., Susilo, H., Irawati, M. H., dan Sutomo, H., 2015, Argument-Driven Inquiry
with Scaffolding as the Development Strategies of Argumentation and Critical Thinking
Skills of Students in Lampung, Indonesia, American Journal of Educational Research,
Vol. 3, No. 9.
Hidayat, W,dkk,(2018). Improving Students’ Creative Mathematical Reasoning Ability
Students Through Adversity Quotient And Argument Driven Inquiry Learning. Journal of
Physics: Conference Series. 948.ISSN 17426596
Sampson, V., Grooms, J., & Walker, J. P. (2009). Argument-driven inquiry: A way to
promote learning during laboratory activities. Science Teacher, 76(8), 42–47.
Sampson, V., dan Gleim, L., 2009, Argument-Driven Inquiry To Promote the Understanding
of Important Concepts & Practices in Biology, Jurnal The American Biology Teacher,
Vol. 71, No. 8 : ISSN 465-472.
Sampson, V. Dan Walker, J. P., 2012, Argument-Driven Inquiry As A Way To Help
Undergraduate Students Write To Learn By Learning To Write In Chemistry,
International Journal Of Science Education, Vol. 34, No. 10 : P-ISSN 0950-0693 ; P-
ISSN 1464-5289.
Sampson, V., Grooms, J., dan Walker, J., 2010, Argument-Driven Inquiry as a Way to Help
Students Learn How to Participate in Scientific Argumentation and Craft Written
Arguments: An Exploratory Study, jurnal Science Education.
Walker, J. P., & Sampson, V. (2013). Argument-driven inquiry: Using the laboratory to
improve undergraduates’ science writing skills through meaningful science writing,
peer-review, and revision. Journal of Chemical Education, 90(10), 1269–1274.
Walker, J. P., Sampson, V., Grooms, J., Anderson, B., & Zimmerman, C. O. (2011).
Argument-Driven Inquiry in Undergraduate Chemistry Labs: The Impact on Students’
Conceptual Understanding, Argument Skills, and Attitudes Toward Science. Journal of
College Science Teaching, 41(4), 74–81.
Walker, J. P., Sampson, V., Grooms, J., Anderson, B., & Zimmerman, C. O. (2011).
Argument-Driven Inquiry: An Introduction to a New Instructional Model for Use in
Undergraduate Chemistry Labs. Journal of Chemical Education, 88, 1048–1056
Walker, J. P., Sampson, V., Grooms, J., Anderson, B., & Zimmerman, C. O. (2013). Learning
to Argue and Arguing to Learn: Argument-Driven Inquiry as aWay to Help Undergraduate
Chemistry Students Learn How to Construct Arguments and Engage in Argumentation
During a Laboratory Course. Journal of College Science Teaching, 50(5) . 561-596.

More Related Content

What's hot

Miskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika dan Penyelesaian yang Tepat
Miskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika dan Penyelesaian yang TepatMiskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika dan Penyelesaian yang Tepat
Miskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika dan Penyelesaian yang TepatPuji Lestari
 
Pengertian metode penelitian pendidikan
Pengertian metode penelitian pendidikanPengertian metode penelitian pendidikan
Pengertian metode penelitian pendidikanZulfadli Fadli
 
Definisi Kaedah Penyelidikan Tindakan
Definisi Kaedah Penyelidikan TindakanDefinisi Kaedah Penyelidikan Tindakan
Definisi Kaedah Penyelidikan Tindakanmandalina landy
 
discovery learning (DL) pembelajaran penemuan
discovery learning (DL) pembelajaran penemuandiscovery learning (DL) pembelajaran penemuan
discovery learning (DL) pembelajaran penemuanDesy Aryanti
 
Model 5 E
Model 5 EModel 5 E
Model 5 EKusdian
 
Model pembelajaran clis
Model pembelajaran clisModel pembelajaran clis
Model pembelajaran clismartinrusmaja
 
Model 5 E
Model 5 EModel 5 E
Model 5 EKusdian
 
konsep pendekatan scientific
konsep pendekatan scientifickonsep pendekatan scientific
konsep pendekatan scientificDesy Aryanti
 
Kajian tindakan dalam pendidikan
Kajian tindakan dalam pendidikanKajian tindakan dalam pendidikan
Kajian tindakan dalam pendidikanFarah Syahira
 
Macam macam pendekatan
Macam macam pendekatanMacam macam pendekatan
Macam macam pendekatandgielz31
 
Konsep pendekatan scientific (tria)
Konsep pendekatan scientific (tria)Konsep pendekatan scientific (tria)
Konsep pendekatan scientific (tria)Tria Wulandari
 
Metode penelitian pendidikan.docx
Metode penelitian pendidikan.docxMetode penelitian pendidikan.docx
Metode penelitian pendidikan.docxM Agphin Ramadhan
 
Bab 3 pendekatan saintifik
Bab 3 pendekatan saintifikBab 3 pendekatan saintifik
Bab 3 pendekatan saintifikanappgsm3T
 

What's hot (20)

Miskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika dan Penyelesaian yang Tepat
Miskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika dan Penyelesaian yang TepatMiskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika dan Penyelesaian yang Tepat
Miskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika dan Penyelesaian yang Tepat
 
Pengertian metode penelitian pendidikan
Pengertian metode penelitian pendidikanPengertian metode penelitian pendidikan
Pengertian metode penelitian pendidikan
 
Definisi Kaedah Penyelidikan Tindakan
Definisi Kaedah Penyelidikan TindakanDefinisi Kaedah Penyelidikan Tindakan
Definisi Kaedah Penyelidikan Tindakan
 
discovery learning (DL) pembelajaran penemuan
discovery learning (DL) pembelajaran penemuandiscovery learning (DL) pembelajaran penemuan
discovery learning (DL) pembelajaran penemuan
 
Redhana cakrawala
Redhana cakrawalaRedhana cakrawala
Redhana cakrawala
 
Model 5 E
Model 5 EModel 5 E
Model 5 E
 
Model pembelajaran clis
Model pembelajaran clisModel pembelajaran clis
Model pembelajaran clis
 
Model 5 E
Model 5 EModel 5 E
Model 5 E
 
konsep pendekatan scientific
konsep pendekatan scientifickonsep pendekatan scientific
konsep pendekatan scientific
 
METODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIANMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN
 
Kajian tindakan
Kajian tindakanKajian tindakan
Kajian tindakan
 
Kajian tindakan dalam pendidikan
Kajian tindakan dalam pendidikanKajian tindakan dalam pendidikan
Kajian tindakan dalam pendidikan
 
Penelitian Bahasa Arab -1
Penelitian Bahasa Arab -1Penelitian Bahasa Arab -1
Penelitian Bahasa Arab -1
 
Macam macam pendekatan
Macam macam pendekatanMacam macam pendekatan
Macam macam pendekatan
 
Konsep pendekatan scientific (tria)
Konsep pendekatan scientific (tria)Konsep pendekatan scientific (tria)
Konsep pendekatan scientific (tria)
 
Model model pembelajaran
Model model pembelajaranModel model pembelajaran
Model model pembelajaran
 
Cooperatrive learning, 88 96 (abas)
Cooperatrive learning, 88 96 (abas)Cooperatrive learning, 88 96 (abas)
Cooperatrive learning, 88 96 (abas)
 
KONSEP DASAR PENELITIAN PENDIDIKAN
KONSEP DASAR PENELITIAN PENDIDIKANKONSEP DASAR PENELITIAN PENDIDIKAN
KONSEP DASAR PENELITIAN PENDIDIKAN
 
Metode penelitian pendidikan.docx
Metode penelitian pendidikan.docxMetode penelitian pendidikan.docx
Metode penelitian pendidikan.docx
 
Bab 3 pendekatan saintifik
Bab 3 pendekatan saintifikBab 3 pendekatan saintifik
Bab 3 pendekatan saintifik
 

Similar to Tugas resume jurnal

Belajar Sebagai Konstruksi Pengetahuan
Belajar Sebagai Konstruksi PengetahuanBelajar Sebagai Konstruksi Pengetahuan
Belajar Sebagai Konstruksi PengetahuanKusdian
 
Metode penelitian pendidikan
Metode penelitian pendidikanMetode penelitian pendidikan
Metode penelitian pendidikanDedi Yulianto
 
Literasi Sains dalam Pembelajaran IPAS di Sekolah Dasar.pdf
Literasi Sains dalam Pembelajaran IPAS di Sekolah Dasar.pdfLiterasi Sains dalam Pembelajaran IPAS di Sekolah Dasar.pdf
Literasi Sains dalam Pembelajaran IPAS di Sekolah Dasar.pdfkustiyantidew94
 
46881-124592-1-PB (1).pdf
46881-124592-1-PB (1).pdf46881-124592-1-PB (1).pdf
46881-124592-1-PB (1).pdfLiraAgustriani
 
Pembelajaran terpadu-dan-tematik
Pembelajaran terpadu-dan-tematikPembelajaran terpadu-dan-tematik
Pembelajaran terpadu-dan-tematiktsamarul_hizbi
 
MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...
MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...
MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...safitkafit
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2noviamaiyanti
 
Ragam Penelitian Pendidikan.pdf
Ragam Penelitian Pendidikan.pdfRagam Penelitian Pendidikan.pdf
Ragam Penelitian Pendidikan.pdfFauzyOji1
 
Assigment prof madya dr christina l send
Assigment prof madya dr christina l sendAssigment prof madya dr christina l send
Assigment prof madya dr christina l sendkirutping71
 
Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsx
Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsxModel Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsx
Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsxlalumhw88
 
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...guestf6b63af
 
Kajian Pendekatan Analogi dalam Pembelajaran Biologi yang Berdayaguna
Kajian Pendekatan Analogi dalam Pembelajaran Biologi yang Berdayaguna Kajian Pendekatan Analogi dalam Pembelajaran Biologi yang Berdayaguna
Kajian Pendekatan Analogi dalam Pembelajaran Biologi yang Berdayaguna Yuningsih Yuningsih
 
17_CP_2022_IPA.pdf
17_CP_2022_IPA.pdf17_CP_2022_IPA.pdf
17_CP_2022_IPA.pdfnike657361
 
08. CP_7_Genap_2023_IPA (Repaired).docx
08. CP_7_Genap_2023_IPA (Repaired).docx08. CP_7_Genap_2023_IPA (Repaired).docx
08. CP_7_Genap_2023_IPA (Repaired).docxfitradarsal
 
Tugaskelompok1metodologipendidikan 120319040405-phpapp02
Tugaskelompok1metodologipendidikan 120319040405-phpapp02Tugaskelompok1metodologipendidikan 120319040405-phpapp02
Tugaskelompok1metodologipendidikan 120319040405-phpapp02Valentino Selayan
 
Tesis Problem Based Learning
Tesis Problem Based LearningTesis Problem Based Learning
Tesis Problem Based Learningguestf6b63af
 

Similar to Tugas resume jurnal (20)

Belajar Sebagai Konstruksi Pengetahuan
Belajar Sebagai Konstruksi PengetahuanBelajar Sebagai Konstruksi Pengetahuan
Belajar Sebagai Konstruksi Pengetahuan
 
Metode penelitian pendidikan
Metode penelitian pendidikanMetode penelitian pendidikan
Metode penelitian pendidikan
 
4 modelnl
4 modelnl4 modelnl
4 modelnl
 
Literasi Sains dalam Pembelajaran IPAS di Sekolah Dasar.pdf
Literasi Sains dalam Pembelajaran IPAS di Sekolah Dasar.pdfLiterasi Sains dalam Pembelajaran IPAS di Sekolah Dasar.pdf
Literasi Sains dalam Pembelajaran IPAS di Sekolah Dasar.pdf
 
46881-124592-1-PB (1).pdf
46881-124592-1-PB (1).pdf46881-124592-1-PB (1).pdf
46881-124592-1-PB (1).pdf
 
Pembelajaran terpadu-dan-tematik
Pembelajaran terpadu-dan-tematikPembelajaran terpadu-dan-tematik
Pembelajaran terpadu-dan-tematik
 
pemgaruh DL.pdf
pemgaruh DL.pdfpemgaruh DL.pdf
pemgaruh DL.pdf
 
MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...
MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...
MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
 
5. CP IPA.docx
5. CP IPA.docx5. CP IPA.docx
5. CP IPA.docx
 
Ragam Penelitian Pendidikan.pdf
Ragam Penelitian Pendidikan.pdfRagam Penelitian Pendidikan.pdf
Ragam Penelitian Pendidikan.pdf
 
Assigment prof madya dr christina l send
Assigment prof madya dr christina l sendAssigment prof madya dr christina l send
Assigment prof madya dr christina l send
 
Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsx
Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsxModel Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsx
Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsx
 
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...
 
Kajian Pendekatan Analogi dalam Pembelajaran Biologi yang Berdayaguna
Kajian Pendekatan Analogi dalam Pembelajaran Biologi yang Berdayaguna Kajian Pendekatan Analogi dalam Pembelajaran Biologi yang Berdayaguna
Kajian Pendekatan Analogi dalam Pembelajaran Biologi yang Berdayaguna
 
17_CP_2022_IPA.pdf
17_CP_2022_IPA.pdf17_CP_2022_IPA.pdf
17_CP_2022_IPA.pdf
 
08. CP_7_Genap_2023_IPA (Repaired).docx
08. CP_7_Genap_2023_IPA (Repaired).docx08. CP_7_Genap_2023_IPA (Repaired).docx
08. CP_7_Genap_2023_IPA (Repaired).docx
 
Esei
EseiEsei
Esei
 
Tugaskelompok1metodologipendidikan 120319040405-phpapp02
Tugaskelompok1metodologipendidikan 120319040405-phpapp02Tugaskelompok1metodologipendidikan 120319040405-phpapp02
Tugaskelompok1metodologipendidikan 120319040405-phpapp02
 
Tesis Problem Based Learning
Tesis Problem Based LearningTesis Problem Based Learning
Tesis Problem Based Learning
 

Recently uploaded

pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptAhmadSyajili
 
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehSKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehBISMIAULIA
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiCristianoRonaldo185977
 
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Surveikustiyantidew94
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxnursariheldaseptiana
 
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxAhmadSyajili
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxmariaboisala21
 
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompokelmalinda2
 

Recently uploaded (9)

pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
 
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehSKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
 
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
 
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
 
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
 

Tugas resume jurnal

  • 1. TUGAS RESUME JURNAL DOSEN PENGAMPU : Dr. M Haris Effendi Hsb, S.Pd., M.Si., Ph.D. Dra. Fatria Dewi, M.Pd. KELOMPOK 8: IDKHOM KHOLID (RSA1C117001) NOVELA MELINDA (A1C117007) WULAN SARI BAKARA (RSA1C117008 ) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2020
  • 2. PENGERTIAN ARGUMENTASI Argumentasi adalah salah satu faktor yang dapat membantu meningkatkan keterampilan berpikir kritis(Anisa,2017) Argumentasi bukanlah pertukaran panas antara rival yang menghasilkan pemenang dan pecundang atau upaya untuk mencapai kompromi yang saling menguntungkan; melainkan merupakan bentuk "wacana logis yang tujuannya adalah untuk mencari tahu hubungan antara ide dan bukti” (Sampson, dkk, 2010). Keterampilan berargumentasi adalah salah satu kompetensi yang dibutuhkan. Sejak melakukan argumentasi, pemikiran kritis seseorang dapat dikembangkan. Argumentasi dapat menjadi sarana penting untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Pembelajaran sains harus menekankan keterampilan penalaran kritis dan argumentasi. Belajar yang mana melibatkan aspek argumentasi mungkin membuat siswa perlu untuk mengeksternalkan pikiran mereka. Eksternalisasi adalah tahap argumen intra-psikologis dan retoris yang mengarah pada inter-psikologis dan dialogis tahap argumenn. Ada korelasi antara argumentasi siswa dan keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama struktur berpikir seseorang. Struktur pemikiran dapat diekspresikan melalui bahasa, baik lisan maupun tulisan tertulis, yang kemudian disebut sebagai argumentasi. Perkembangan pemikiran kritis dan keterampilan argumentasi idealnya tidak diperlakukan sebagai kegiatan yang berdiri sendiri. Kegiatan ini harus diintegrasikan pada peningkatan pengetahuan dan penerapan sains dalam kegiatan pembelajaran. Argument- Driven Enquiry (ADI) adalah strategi pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik sains untuk membawa pengalaman siswa dalam kegiatan laboratorium menjadi lebih ilmiah, otentik, dan mendidik. ADI merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh Sampson dan Gleim di 2009 untuk tujuan penyelidikan ilmiah untuk upaya mengembangkan argumen yang menyediakan dan mendukung penjelasan untuk pertanyaan penelitian. Strategi Ini belajar untuk membantu siswa mengembangkan kebiasaan berpikir dan mengembangkan pemikiran kritis dengan menekankan pada pentingnya peran argumentasi dalam menghasilkan dan memvalidasi pengetahuan ilmiah (Hasnunidah, dkk, 2015). Argumen-driven inquiry (ADI) adalah salah satu model pembelajaran yang mendasari peran keduanya argumentasi dan penyelidikan dalam pendidikan sains. Berbasis pada teori kognitif sosial pembelajaran, dan diyakini lebih efektif dalam mengembangkan penulisan ilmiah dan keterampilan presentasi, pemahaman konsep-konsep ilmiah, dan praktik ilmiah mereka karena menyajikan lebih otentik kegiatan laboratorium. Dalam bentuk pembelajaran ini, siswa aktif melibatkan diri dalam praktik ilmiah yang mencakup sosial dan proses
  • 3. pribadi. Dari perspektif sosial, belajar berarti agar siswa mempelajari konsep, representasi, dan praktiknya terkait dengan sains bukan hanya menghafal abstrak pengetahuan ilmiah. Karena itu, pembelajaran terjadi interaksi kolaboratif dan instruksional dengan yang lainorang-orang(Cetin,dkk,2017). Lingkungan belajar berbasis inkuiri telah disukai untuk lingkungan belajar tradisional di mana siswa seharusnya menjadi agen pembelajaran mereka sendiri dalam konteks ini. Idealnya, siswa dalam lingkungan pembelajaran berbasis inkuiri harus ditumbuhkan dengan alasan antara alternatif, menjelaskan fenomena, dan akibatnya membangun pembelajaran mereka. Dalam kasus konteks inkuiri berbasis argumentasi, beberapa studi menguji efek dari instruksi argumentasi dengan membandingkan hasil belajar siswa dalam instruksi tradisional dan instruksi inkuiri berbasis argumentasi. Studi berfokus pada argumentasi, di sisi lain, membandingkan hasil belajar siswa dalam pengajaran berbasis argumentasi dan siswa dalam pengajaran di tempat umum. Temuan dari studi ini menyatakan argumentasi siswa dan pengetahuan konseptual lebih baik dikembangkan dalam konteks pembelajaran berbasis argumentasi (Ö. Acar, 2014). Argumentasi dipandang sebagai pusat teori koordinasi dan bukti dalam suatu kasus untuk membuat kesimpulan berpikir kritis dan memutuskan masalah sehingga pengembangan tanggung jawab sosial dapat dilakukan dengan tepat memahami tentang ilmu pengetahuan dengan cara yang lebih baik, juga interaksi dengan subjek dalam sains, kecerdasan literasi, membangun penalaran ilmiah, membantu siswa memahami secara kontekstual, dapat secara independen mempertanyakan, mengkritik, memperkuat pendapat menggunakan bukti yang kuat dan akurat, membuat penilaian yang tepat sehingga dapat menerima perbedaan dalam pengetahuan di semua bidang yang berkorelasi dengan masalah etika dan sosial. Mekanisme penalaran dapat diukur dengan mengetahui struktur argumen yang dibuat oleh peserta didik berdasarkan data dan pengetahuan tentang materi sains. Alasan ini sering diabaikan oleh pendidik dalam mengukur tujuan peserta didik. Pendidik jarang meneliti penggunaan argumen dalam mengukur pemahaman materi, sehingga proses berpikir kritis tidak dibangun. Selain pemikiran kritis, dengan melihat kualitas argumentasi, pendidik dapat melihat berbagai cara pandangan sosial peserta didik dalam mengembangkan berbagai fenomena data dan fakta yang ditemukan ketika belajar sains (Anisa et al., 2017).
  • 4. Kekurangan dalam penalaran ilmiah oleh siswa di kelas sains telah menjadi fokus banyak penelitian dalam pendidikan sains. Pemeriksaan penalaran ilmiah siswa mengungkapkan bahwa siswa memiliki kesulitan dalam mengevaluasi dan membangun berbagai alternatif untuk suatu posisi. Argumentasi telah disajikan sebagai obat untuk masalah ini. Dari perspektif ini, argumentasi dapat didefinisikan sebagai alasan yang terlibat dalam menimbang berbagai posisi atau teori alternative. Pengembangan keterampilan argumentasi dan kemampuan penalaran ilmiah diperiksa dalam kelas fisika berbasis inkuiri. Peran teori bersaing strategi pengajaran dalam mendorong perolehan argumentasi dan keterampilan penalaran formal diselidiki. Analisis MANOVA yang diulang menunjukkan bahwa keterampilan argumentasi meningkat selama pengajaran yang mencakup latihan siswa dengan strategi teori yang bersaing (O. Acar & Patton, 2012).
  • 5. TAHAPAN Menurut Sampson, dkk (2009), langkah - langkah model ADI saat ini terdiri dari berikut : 1. Identifikasi tugas oleh guru kelas itu menciptakan keinginan siswa untuk memahami fenomena atau untuk menyelesaikan masalah. Pada tahap ini, guru memperkenalkan topik utama yang akan dipelajari dan memulai urutan pembelajaran. Mirip dengan model pembelajaran lainnya, seperti Penulisan Ilmiah Heuristic (Wallace, Hand & Yang, 2005) atau 5E Learning Cycle (Bybee et al., 2006), langkah dalam model ini dirancang untuk menarik perhatian dan minat siswa. Guru juga perlu membuat hubungan antara pengalaman belajar dulu dan sekarang (yaitu, apa yang sudah diketahui siswa dan apa yang perlu mereka temukan) dan untuk menyoroti kegiatan yang akan datang. Di akhir tahap ini, yang memakan waktu sekitar 15 menit waktu kelas, para siswa harus secara mental terlibat dalam topik dan harus mulai memikirkan bagaimana ini berhubungan dengan pengalaman mereka sebelumnya di kelas atau di masa lalu. Untuk mencapai hal ini, kami sarankan menggunakan selebaran itu termasuk pengantar singkat dan pertanyaan yang bisa diteliti jawabannya, masalah yang harus dipecahkan, atau tugas yang harus diselesaikan. Selebaran ini bisajuga menyertakan informasi penting lainnya yang dapat digunakan siswa selama langkah kedua model pembelajaran. 2. Melibatkan siswa dalam penyelidikan yang bermakna dengan menggunakan metode desain mereka sendiri dan untuk membantu siswa belajar bagaimana merancang penyelidikan yang lebih baik. Selama langkah kedua model, siswa bekerja dalam sebuah kelompok kolaboratif untuk mengembangkan dan mengimplementasikan suatu metode untuk mengatasi masalah tersebut. Tujuan dari langkah ini adalah untuk menyediakan siswa dengan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan materi dunia (atau dengan data yang diambil dari dunia material) menggunakan appro alat priate dan teknik pengumpulan data. Dalam hal ini, siswa diberikan sampel darah simulasi dari masing-masing individu, slide pengetikan darah, dan anti serum. Para siswa mengambil sekitar 55 menit waktu kelas untuk mengembangkan dan menerapkan metode untuk mengidentifikasitify golongan darah masing-masing individu. Penting untuk dicatat, bahwa jenis pekerjaan praktis ini dapat menjadi tantangan bagi siswa. Karena itu kami menyarankan agar guru kelas memberi siswa daftar materi yang dapat digunakan selama penyelidikan dan beberapa petunjuk untuk membantu mereka memulai. Kami telah menemukan bahwa ini adalah cara yang berguna untuk
  • 6. mengarahkan mahasiswa ke arah yang produktif dan untuk mendukung mereka saat mereka merancang investigasi mereka. Kami menyertakan informasi ini dalam selebaran dipasok ke siswa pada awal penyelidikan di bawah judul ²Material Available³ dan ²Getting Started³. Kami juga meminta siswa menulis proposal penyelidikan yang menggambarkan metode yang ingin mereka gunakan, terutama jika investigasi dilakukan secara lengkap atau membutuhkan penggunaan bahan kimia yang berpotensi berbahaya. Guru itu kemudian dapat dengan cepat memeriksa proposal grup untuk memastikan penyelidikan yang dirancang siswa akan bermanfaat dan aman. Hal ini penting untuk wali kelas memantau dari satu kelompok ke kelompok lain dan bertindak sebagai narasumber untuk para siswa. Penting juga bagi guru untuk memastikan siswa memahami apa yang mereka lakukan dan mengapa. Untuk melakukan ini, guru dapat mengajukan pertanyaan investigasi seperti: Bagaimana kabarmu?Ketahuilah bahwa Anda dapat diandalkan! Apa lagi yang Anda bisa lakukan untuk mencari tahu! Atau Anda punya cukup data untuk mendukung ide-ide Anda! Guru bisa melakukannya menawarkan saran atau poin yang membantu siswa ke arah baru. Penting untuk diingat bahwa siswa akan berjuang dengan cara ini diawal tahun, dari waktu ke waktu dan dengan pengalaman yang cukup dan umpan balik edukatif, siswa meningkatkan kemampuan keterampilan mereka. 3. Produksi argumen tentatif yang mengartikulasikan dan membenarkan penjelasan tentang media yang bisa dilihat oleh orang lain. Tahap selanjutnya dari model pembelajaran meminta siswa untuk melakukannya pembangunan argumen yang terdiri dari penjelasan, bukti, dan alasan dalam media yang dipilih, seperti papan tulis besar, yang bisa dibagikan dengan orang lain. Penjelasan komponen argumen berfungsi sebagai jawaban untuk penelitian pertanyaan yang memandu penyelidikan. Tergantung pada membimbing penyelidikan siswa, penjelasan ini dapat menawarkan solusi untuk masalah (misalnya, bubuk yang tidak diketahui adalah natrium klorida), mengartikulasikan hubungan deskriptif, atau berikan sebuah mekanisme sebab- akibat. Komponen bukti dari argument termasuk pengukuran atau pengamatan untuk mendukung validitas atau legitimasi penjelasannya. Bukti ini dapat mengambil sejumlah formulir mulai dari data numerik tradisional (misalnya, massa, waktu, atau suhu) untuk pengamatan (misalnya, itu berubah warna, gas berevolusi). Namun, agar informasi ini dapat dianggap bukti, haruslah menunjukkan (a) tren dari waktu ke waktu (b) perbedaan antara kelompok, atau (c) hubungan antara variabel. Komponen argumen dari argumen termasuk rasionalisasi yang menggambarkan bagaimana bukti
  • 7. mendukung klaim dan bahwa bukti yang diberikan adalah bukti yang dapat dibenarkan. Dipelajaran ini, para siswa menghasilkan argumen seperti halnya ayah setiap anak (penjelasan mereka), buktinya mereka gunakan untuk mendukung ide-ide mereka (hasil tes darah), dan alasan mereka (orang dengan darah tipe A dapat memiliki genotype AA atau AO).Langkah model ini dirancang untuk memfokuskan perhatian siswa pada pentingnya argumen (yaitu, upaya untuk membangun atau memvalidasi kesimpulan berdasarkan alasan) dalam sains. Dengan kata lain, siswa perlu memahami bahwa sains tidak dogmatis dan ilmuwan harus dapat mendukung penjelasan dengan bukti dan alasan yang sesuai. Ini juga membantu siswa pelajari cara menentukan apakah data yang tersedia relevan, memadai, dan cukup meyakinkan untuk mendukung klaim mereka. Hal yang lebih penting, seringkali langkah ini membuat siswa punya ide, bukti, dan penalaran terlihat satu sama lain, yang pada gilirannya, memungkinkan siswa untuk mengevaluasi ide-ide yang berkelas dan menyingkirkan dugaan atau kesimpulan yang tidak akurat atau tidak cocok dengan data yang tersedia. Proses ini membantu siswa memahami fenomena dalam menyelidiki atau mengembangkan solusi sementara untuk suatu masalah. 4. Sesi argumentasi di mana kelompok-kelompok memberikan argumen mereka dan kemudian mengkritik dan menyaring penjelasan mereka. Kami menggunakan istilah sesi argumentasi untuk menggambarkan sebagai langkah dalam model pembelajaran ADI. Pada langkah ini, para siswa diberi kesempatan untuk mengusulkan, mendukung, mengkritik, dan memperbaiki kesimpulan mereka, penjelasan, atau dugaan di depan kelas atau kelompok kecil. Langkah ini termasuk dalam model karena penelitian menunjukkan bahwa siswa belajar lebih banyak ketika mereka terpapar dengan ide orang lain, menanggapi pertanyaan dan tantangan dari siswa lain, mengartikulasikan warant yang lebih substansial untuk pandangan mereka, dan mengevaluasi manfaat dari ide-ide yang bersaing (Linn & Eylon, 2006; Dewan Penelitian Nasional, 2007). Dengan kata lain, sesi argumentasi dirancang untuk menciptakan kebutuhan bagi siswa untuk melihat secara kritis produk (argumen), proses (metode), dan konteks (landasan teoritis) dari penyelidikan. Mereka juga memberi guru kesempatan untuk menilai kemajuan atau pemikiran siswa dan untuk mendorong siswa berpikir tentang masalah yang mungkin diabaikan atau terabaikan. Sesi argumentasi mempromosikan dan mendukung pembelajaran untuk mengambil keuntungan dari variasi dalam ide-ide siswa yang ditemukan di dalam ruang kelas dan dengan membantu kelompok diskusi dan mengadopsi lebih banyak persetujuan kriteria
  • 8. utama untuk menilai kesimpulan, dugaan, penjelasan, atau klaim lain dalam sains. Ini penting karena penelitian saat ini menunjukkan bahwa siswa sering memiliki daftar gagasan tentang sesuatu yang diberikan. Demikian pula, Kuhn dan Reiser (2005) dan Sampson dan Clark (2008) mengemukakan bahwa siswa cenderung untuk bergantung pada kriteria yang tidak pantas atau masuk akal, atau juga guru yang menentukan ide mana yang harus diterima atau ditolak selama diskusi dan debat. Melibatkan siswa dalam sesi argumentasi dapat membantu mereka belajar untuk menggunakan kemampuan yang lebih tepat dan teliti sesuai kriteria saintis untuk membedakan antara ide-ide alternatif. Ini juga memberi siswa kesempatan untuk memperbaiki dan meningkatkan penjelasan awal mereka atau solusi tentatif. Sesi argumentasi memungkinkan siswa untuk melihat caranya ketidaksepakatan tentang interpretasi data dapat muncul ketika orang memiliki asumsi dan harapan yang berbeda sebelum terlibat investigasi tentang fenomena yang sama. Pengalaman seperti itu membantu siswa untuk memahami bahwa keyakinan ilmuwan, komitmen teoritis, pelatihan, dan harapan mempengaruhi masalah yang scientifis investigate, bagaimana ilmuwan melakukan investigasinya, dan bagaimana ilmuwan menafsirkan pengamatannya. Siswa juga dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang konstruksi social pengetahuan ilmiah melalui proses ini. Siswa cepat belajar bahwa kesuksesan dan kepercayaan diri dalam kesimpulan seseorang tergantung pada berbagi dan metode mengkritisi, data, dan interpretasi. Akhirnya, ini jenis kegiatan membantu siswa memahami teori yang sarat sifat dari sains. Ketika siswa menggunakan prinsip-prinsip ilmiah yang penting (misalnya seperti hukum Mendel tentang pemisahan karakteristik dan independen bermacam-macam, dalam hal ini) untuk memecahkan masalah atau untuk masuk akal apa yang mereka amati, mereka bisa mulai melihat peran penting sci itu teori dan hukum entific bermain dalam penyelidikan ilmiah. Meski sering diabaikan di kelas, aspek-aspek sains ini penting untuk pengembangan populasi ilmiah karena banyak dilema politik dan moral yang ditimbulkan oleh contem ilmu kepausan membutuhkan pemahaman tidak hanya dari isinya tetapi juga proses dan praktik sains (Driver, Newton & Osborne, 2000; Duschl & Osborne, 2002). Namun, penting untuk dicatat bahwa mendukung dan mempromosikan merupakan jenis interaksi antara siswa di dalam kelas bisa jadi sulit karena jenis kegiatan ini asing bagi kebanyakan mahasiswa. Ini adalah salah satu alasan mengapa model ADI mengharuskan siswa untuk menghasilkan argumen mereka pada media yang bisa dilihat oleh orang lain (seperti papan tulis). Ini membantu siswa untuk memusatkan perhatian mereka pada
  • 9. evaluasi bukti dan alasan daripada menyerang sumber gagasan. Kami juga merekomendasikan agar para guru menggunakan ²round format robin³ daripada format presentasi seluruh kelas. Di sebuah format round robin, satu anggota grup tetap bekerja stasiun untuk berbagi dan mendiskusikan ide-ide kelompok dengan siswa lain. Untuk siswa. Langkah pelajaran ini membutuhkan 5. Laporan investigasi tertulis yang dihasilkan oleh individu siswa yang menjelaskan tujuan penyelidikan, para metode yang digunakan, dan memberikan argumen yang beralasan. Argument Driven Enquiry, seperti disebutkan sebelumnya, dirancang untuk berfungsi sebagai unit instruksional terpadu pendek. Kami memilih untuk mengintegrasikan peluang bagi siswa untuk menulis ke ADI karena menulis adalah bagian penting dari melakukan sains. Sebagai contoh, para ilmuwan harus dapat berbagi hasil penelitian mereka sendiri melalui tulisan (Saul, 2004). Ilmuwan juga harus bisa membaca dan memahami tulisan orang lain serta untuk menilai evaluasinya. Agar siswa dapat melakukan ini, mereka perlu belajar cara menulis dengan cara yang mencerminkan standar ilmiah komunitas (Shanahan, 2004). Selain belajar cara menulis dalam sains, mengharuskan siswa untuk menulis juga dapat membantu siswa membuat topik dan untuk dapat mengartikulasikan pemikiran mereka dalam cara yang jelas dan ringkas. Proses ini cenderung mendorong meta kognisi dan sering meningkatkan pemahaman siswa tentang konten sebenarnya dapat membantu siswa belajar dan mempertahankan konsep penting atau prinsip dalam sains (Indrisano & Paratore, 2005). Dalam rangka mendorong siswa untuk belajar cara menulis dalam sains dan untuk menulis untuk belajar tentang sains, kami merekomendasikan non tradisional Format laporan lab yang lebih persuasif daripada ekspositori. Perubahan untuk format yang lebih persuasif dirancang untuk mendorong siswa untuk berpikir tentang apa yang mereka ketahui, bagaimana mereka mengetahuinya, dan mengapa mereka mempercayainya sebagai alternatif. Untuk melakukan ini, kami menyarankan siswa menghasilkan laporan investigasi ² yang menjawab tiga dasar pertanyaan: Apa yang Anda coba lakukan dan mengapa! Apa yang kamu lakukan dan mengapa! Apa argumen Anda! Tanggapan untuk pertanyaan-pertanyaan ini ditulis sebagai naskah dua halaman yang memuat data siswa berkumpul dan dianalisis sebagai bukti. Siswa seharusnya didorong untuk mengatur informasi ini ke dalam tabel atau grafik itu mereka dapat menanamkan ke dalam teks. Tiga pertanyaan ini menargetkan hal yang sama yaitu informasi ditemukan dalam laporan lab yang lebih tradisional yang guru terbiasa, tetapi dirancang untuk menarik perhatian siswa, konteks, dan audiens saat
  • 10. mereka menulis. Contoh draf awal laporan investigasi siswa yang diserahkan pada akhir pelajaran ini disediakan di Lampiran. Siswa dalam contoh ini membagi laporannya menjadi tiga bagian dan dikhususkan satu bagian untuk setiap pertanyaan. Dia juga mengorganisir data yang dia kumpulkan selama investigasi ke sebuah tabel yang membuat hasil tesnya eksplisit. Dia kemudian menggunakan bukti ini, bersama dengan alasan yang tepat dan valid, untuk mendukung kesimpulannya. Dia menyoroti keterbatasan metodenya sebagai bagian dari argumennya. Ini adalah komponen penting dari karya ilmiah dan seringkali sulit bagi siswa untuk dimengerti. Kami menyarankan memperbaiki bahwa langkah model pembelajaran ini diselesaikan sebagai : sebuah tugas pekerjaan rumah untuk membantu menghemat waktu pengajaran. Model pembelajaran Argumen Driven Inkuiri bias juga dapat diselesaikan di kelas bahasa Inggris. Ini akan membantu mempromosikan dan mendukung integrasi lintas bidang subjek. Kami percaya ini penting karena siswa jarang memiliki kesempatan untuk menulis atau membaca tentang sains dalam konteks kursus lain. 6. Peninjauan rekan sejawat untuk laporan kualitas dan untuk menghasilkan umpan balik yang berharga bagi individu penulis. Tahap selanjutnya dari model pembelajaran ini adalah double blind ulasan sejawat. Setelah siswa menyelesaikan laporan investigasi mereka, mereka mengirimkan tiga salinan yang diketik tanpa informasi identitas apa pun kepada guru kelas. Guru kemudian membagikan secara acak tiga atau empat set laporan (yaitu, laporan ditulis oleh tiga atau empat siswa berbeda) untuk setiap kelompok lab bersama dengan lembar peer review untuk setiap set laporan. Lembar ulasan sejawat meliputi kriteria spesifik untuk digunakan untuk mengevaluasi kualitas investasi laporan dan ruang investigasi untuk memberikan umpan balik kepada penulis. Kriteria ulasan meliputi pertanyaan seperti: Apakah penulis menggunakan appro istilah priate untuk menggambarkan sifat penyelidikan misalnya, eksperimen, pengamatan sistematis, interpretasi dari set data yang ada! Penulis menggunakan bukti asli untuk mendukung penjelasannya! Alasan penulis cukup dan tepat! Ulasan setiap laporan kelompok lab sebagai tim dan kemudian memutuskan apakah itu dapat diterima apa adanya atau jika perlu direvisi berdasarkan kriteria yang termasuk dalam peer lembar ulasan. Grup juga diminta untuk memberikan umpan balik eksplisit kepada penulis tentang apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas laporan (dan tulisan) sebagai bagian dari tinjauan. Dibutuhkan sekitar 20 hingga 30 menit waktu kelas untuk setiap kelompok untuk menyelesaikan meninjau tiga atau empat laporan
  • 11. berbeda. Langkah model pengajaran ini memberi siswa umpan balik edukatif yang mereka butuhkan untuk meningkatkan, mendorong mereka untuk mengembangkan dan menggunakan standar yang sesuai untuk ² apa yang dianggap³ sebagai qual dan membantu mereka menjadi lebih metakognitif saat mereka bekerja. Itu juga dirancang untuk menciptakan komunitas pelajar yang menghargai bukti dan pemikiran kritis di dalam kelas. Ini dilakukan oleh kreator lingkungan belajar di dalam kelas tempat siswa meminta pertanggungjawaban satu sama lain. Siswa, sebagai hasilnya, berharap untuk berdiskusi validitas atau penerimaan klaim ilmiah dan, seiring waktu, mulai mengadopsi kriteria yang semakin ketat untuk mendukung dan mengevaluasi mereka. Jenis fokus ini juga memberi siswa kesempatan untuk lihat kedua ²baik³ dan ²buruk³ contoh penulisan ilmiah. Secara keseluruhan, proses peer review dimaksudkan untuk mendorong pengembangan kebiasaan pikiran baru dan untuk menyediakan mekanisme yang dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan mereka dalam menulis dalam sains. 7. Revisi selanjutnya dari laporan berdasarkan hasil dari peer review. Laporan yang diterima oleh pengulas diberi kredit (lengkap) oleh guru lalu dikembalikan ke penulis laporan sementara yang memerlukan revisi dikembalikan ke penulis bersama per review (tidak lengkap). Namun, para penulis ini dianjurkan untuk menulis ulang laporan mereka berdasarkan umpan balik pengulas. Setelah selesai, laporan revisi (bersama dengan versi asli dari laporan dan lembar ulasan sejawat) kemudian dikirim kembali ke guru kelas untuk evaluasi kedua. Jika laporan yang direvisi sudah mencapai tingkat kualitas yang dapat diterima, maka penulis diberikan kredit penuh (lengkap). Jika laporan masih tidak dapat diterima, itu dikembalikan kepada penulis sekali lagi untuk revisi putaran kedua. Hasil langkah model ini adalah untuk mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan mereka menulis berdasarkan umpan balik edukatif tanpa memaksakan nilai penalti terkait. Jenis pendekatan ini bisa menjadi cara yang ampuh untuk memperbaiki tulisan siswa dan memahami isi sains. Ini juga memberi siswa kesempatan untuk terlibat dalam penulisan proses yang melibatkan produksi, evaluasi, dan revisi sebuah naskah dalam konteks sains. 8. Diskusi eyplicit dan reflektif tentang penyelidikan. Kami merekomendasikan agar guru memimpin secara eksplisit dan reflektif diskusi tentang investigasi setelah peer review selesai. Tujuan dari diskusi ini, yang membutuhkan sekitar 30 menit waktu di kelas, adalah untuk menyediakan tempat bagi siswa untuk berbicara tentang apa yang telah mereka pelajari selama penyelidikan. Misalnya siswa dapat diminta untuk menjelaskan
  • 12. apa yang mereka pelajari tentang sistem darah ABO atau pola pewarisan. Guru kemudian dapat menjawab masih ada pertanyaan tentang konten yang mungkin dimiliki atau dimiliki siswa memberikan contoh bagaimana konten tersebut relevan atau bermanfaat bagi orang lain. Guru juga harus bertanya tentang berbagai prinsip tentang sifat ilmu sebagai bagian dari diskusi meja bundar. Untuk contoh, guru dapat bertanya bagaimana hasil kerja siswa mencerminkan sifat pengetahuan ilmiah atau teori yang tahan lama namun tentative sarat sifat sains. Jenis-jenis percakapan ini dapat membantu mahasiswa mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana sains professional bekerja. Guru juga dapat mendorong siswa untuk berbicara tentang cara- cara yang dapat meningkatkan desain investigasi atau metode mereka mereka menggunakan dengan meminta mereka untuk mengevaluasi apa yang berjalan dengan baik dan apa yang berhasil tidak. Guru kemudian dapat menawarkan saran untuk penyelidikan selanjutnya. Sebagai contoh, diskusi dapat fokus pada cara untuk membatasi ukuran kesalahan selama pekerjaan empiris atau pentingnya menyertakan sebuah kontrol positif dan negatif selama percobaan. Penelitian kami (Sampson & Grooms, 2008) mengemukakan bahwa penting untuk mengajari cara menyoroti jenis masalah ini secara eksplisit dan kemudian dorong siswa untuk merenungkan apa yang telah mereka lakukan dan bagaimana mereka dapat meningkatkan untuk mempromosikan pembelajaran siswa. Menurut Sampson, dkk, (2010), sda tujuh langkah model ADI berdasarkan cakupan dan tujuan yang mana setiap langkah dari model ini sama pentingnya antara satu dengan langkah selanjutnya dalam mencapai tujuan dan hasil proses yang diharapkan. Karena itu ketujuh tahap dirancang untuk saling terkait dan bekerja sama dengan yang lain. 1. Langkah pertama model pembelajaran ADI adalah identifikasi tugas oleh guru kelas. Dalam langkah model ini, tujuan guru adalah untuk memperkenalkan topik utama yang akan dipelajari dan untuk memulai pengalaman laboratorium. Langkah ini dirancang untuk menangkap perhatian dan minat siswa. Guru juga perlu membuat hubungan antara pengalaman belajar dulu dan sekarang (yaitu, apa yang sudah diketahui siswa dan apa yang perlu mereka ketahui) dan menyoroti tujuan penyelidikan selama langkah model ini. Untuk mencapai hal ini, kami biasanya memberi siswa selebaran yang mencakup pengantar singkat dan pertanyaan yang bisa diteliti untuk dijawab, masalah yang harus dipecahkan, atau tugas yang harus diselesaikan. Selebaran juga mencakup daftar bahan yang dapat digunakan selama penyelidikan dan beberapa petunjuk atau saran untuk membantu siswa memulai penyelidikan. Kami juga menyertakan informasi
  • 13. tentang apa yang dianggap sebagai argumen kualitas tinggi dalam sains dan kriteria khusus yang dapat digunakan siswa untuk menilai manfaat argumen dalam sains yang dapat digunakan siswa sebagai referensi selama langkah ketiga dan keempat model. 2. Langkah kedua dari model pembelajaran ADI adalah pembuatan data. Dalam langkah model ini, siswa bekerja dalam kelompok kolaboratif untuk mengembangkan dan menerapkan metode (mis., Eksperimen, pengamatan sistematis) untuk mengatasi masalah atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan selama langkah pertama model. Maksud keseluruhan dari langkah ini adalah untuk memberi siswa kesempatan untuk belajar bagaimana merancang investigasi informatif, untuk menggunakan pengumpulan data yang sesuai atau teknik analisis, dan untuk belajar bagaimana menghadapi ambiguitas pekerjaan empiris. Langkah model ini juga memberi siswa kesempatan untuk belajar mengapa beberapa metode bekerja lebih baik daripada yang lain dan bagaimana metode yang digunakan selama penyelidikan ilmiah didasarkan pada sifat pertanyaan penelitian, fenomena yang sedang diselidiki, dan apa yang telah dilakukan oleh orang lain di masa lalu. 3. Langkah ketiga dalam model pembelajaran ADI adalah memproduksi argumen tentatif. Komponen model ini meminta siswa untuk membangun argumen yang terdiri dari klaim, bukti mereka, dan alasan mereka dalam suatu media, seperti papan tulis besar, yang dapat dibagi dengan yang lain. Dalam penelitian kami, kami mendefinisikan klaim sebagai kesimpulan, dugaan, penjelasan, atau jawaban lain untuk pertanyaan penelitian. Komponen bukti dari argumen mengacu pada pengukuran atau pengamatan yang digunakan untuk mendukung validitas atau legitimasi klaim. Bukti ini dapat mengambil sejumlah bentuk mulai dari data numerik tradisional (mis., PH, massa, suhu) hingga pengamatan (mis., Warna, deskripsi acara). Namun, agar informasi ini dianggap bukti, perlu digunakan untuk menunjukkan (a) tren dari waktu ke waktu, (b) perbedaan antara kelompok atau objek, atau (c) hubungan antara variabel. Komponen alasan argumen adalah rasionalisasi yang menunjukkan mengapa bukti mendukung klaim dan mengapa bukti yang diberikan harus diperhitungkan sebagai bukti. Langkah model ini dirancang untuk menekankan pentingnya suatu argumen (yaitu, upaya untuk menetapkan atau memvalidasi klaim berdasarkan alasan) dalam sains. Dengan kata lain, siswa perlu memahami bahwa pengetahuan ilmiah tidak dogmatis dan para ilmuwan harus dapat mendukung klaim dengan bukti dan alasan yang tepat. Ini juga termasuk untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman dasar tentang apa yang dianggap sebagai argumen dalam sains dan bagaimana menentukan apakah bukti yang tersedia
  • 14. valid, relevan, cukup, dan cukup meyakinkan untuk mendukung klaim. Lebih penting lagi, langkah ini dirancang untuk membuat ide, bukti, dan penalaran siswa terlihat satu sama lain; yang, pada gilirannya, memungkinkan siswa untuk mengevaluasi ide-ide yang bersaing dan menghilangkan dugaan atau kesimpulan yang tidak akurat atau tidak sesuai dengan data yang tersedia di tahap selanjutnya dari model pembelajaran. 4. Tahap keempat dalam model pembelajaran adalah sesi argumentasi di mana kelompok- kelompok kecil berbagi argumen mereka dengan kelompok lain dan mengkritik pekerjaan orang lain untuk menentukan klaim mana yang paling valid atau dapat diterima (atau mencoba untuk memperbaiki klaim untuk membuatnya lebih valid. Atau dapat diterima). Langkah ini termasuk dalam model karena penelitian menunjukkan bahwa siswa belajar lebih banyak ketika mereka dihadapkan pada ide-ide orang lain, menanggapi pertanyaan dan tantangan siswa lain, mengartikulasikan waran yang lebih substansial untuk pandangan mereka, dan mengevaluasi manfaat dari ide-ide yang bersaing ( Duschl et al., 2007; Linn & Eylon, 2006). Dengan kata lain, sesi argumentasi dirancang untuk "menciptakan kebutuhan" (Kuhn & Reiser, 2006) bagi siswa untuk melihat secara kritis pada produk (yaitu, klaim atau argumen), proses (yaitu, metode), dan konteks (yaitu landasan teoretis) dari suatu penyelidikan. Ini juga menyediakan konteks otentik bagi siswa untuk belajar bagaimana berpartisipasi dalam aspek sosial argumentasi ilmiah. Sesi argumentasi dimaksudkan untuk mempromosikan dan mendukung pembelajaran dengan mengambil keuntungan dari variasi dalam ide-ide siswa yang ditemukan di dalam kelas dan dengan membantu siswa bernegosiasi dan mengadopsi kriteria baru untuk mengevaluasi klaim atau argumen. Ini penting karena penelitian saat ini menunjukkan bahwa siswa sering memiliki daftar ide-ide tentang fenomena yang diberikan "yang sehat, kontradiktif, bingung, istimewa, sewenang- wenang, dan berdasarkan bukti yang lemah" dan bahwa "sebagian besar siswa tidak memiliki kriteria untuk membedakan antara ide-ide ini. ”(Linn dan Eylon, 2006, hlm. 8). Demikian pula, karya Kuhn dan Reiser (2005) dan Sampson dan Clark (2009a) menunjukkan bahwa siswa sering mengandalkan kriteria informal, seperti masuk akal, otoritas guru, dan sesuai dengan kesimpulan pribadi, untuk menentukan ide mana yang harus diterima atau ditolak selama diskusi dan debat. Kami menyertakan sesi argumentasi sebagai cara untuk membantu siswa belajar bagaimana menggunakan kriteria yang dinilai dalam sains, seperti sesuai dengan bukti atau konsistensi dengan teori atau hukum ilmiah, untuk membedakan antara ide-ide alternatif (lihat Gambar 1 untuk kriteria lain yang dibuat eksplisit untuk siswa). Ini juga memberi siswa
  • 15. kesempatan untuk memperbaiki dan memperbaiki ide-ide awal mereka, kesimpulan, atau metode dengan mendorong mereka untuk menegosiasikan makna sebagai kelompok (Hand et al., 2009). Sesi ini, dengan kata lain, dirancang untuk mendorong siswa menggunakan struktur konseptual, proses kognitif, dan kerangka kerja epistemik sains untuk mendukung, mengevaluasi, dan memperbaiki klaim. 5. Tahap kelima ADI adalah pembuatan laporan investigasi tertulis oleh masing-masing siswa. Kami memilih untuk mengintegrasikan peluang bagi siswa untuk menulis ke dalam model pembelajaran ini karena menulis adalah bagian penting dari melakukan sains. Para ilmuwan, misalnya, harus dapat membagikan hasil penelitian mereka sendiri melalui tulisan (Saul, 2004). Para ilmuwan juga harus dapat membaca dan memahami tulisan orang lain serta mengevaluasi nilainya. Agar siswa dapat melakukan ini, mereka perlu belajar bagaimana menulis dengan cara yang mencerminkan standar dan norma komunitas ilmiah (Shanahan, 2004). Selain belajar bagaimana menulis dalam sains, mengharuskan siswa untuk menulis juga dapat membantu siswa memahami topik dan mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana menyusun argumen ilmiah. Proses ini sering mendorong metakognisi dan dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang konten dan penyelidikan ilmiah (Wallace, Hand, & Prain, 2004). Untuk mendorong siswa mempelajari cara menulis dalam sains dan menulis untuk mempelajari topik yang sedang diselidiki, kami menggunakan format laporan laboratorium nontradisional yang dirancang agar lebih persuasif daripada yang bersifat eksposur. Format ini dimaksudkan untuk mendorong siswa berpikir tentang apa yang mereka ketahui, bagaimana mereka mengetahuinya, dan mengapa mereka mempercayainya daripada alternatif. Untuk melakukan ini, kami meminta siswa untuk membuat naskah yang menjawab tiga pertanyaan dasar: Apa yang Anda coba lakukan dan mengapa ?, Apa yang Anda lakukan dan mengapa ?, dan Apa argumen Anda? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini ditulis sebagai "laporan investigasi" dua halaman yang mencakup data yang dikumpulkan siswa dan kemudian dianalisis selama langkah kedua model sebagai bukti. Siswa didorong untuk mengatur informasi ini ke dalam tabel atau grafik yang dapat mereka masukkan ke dalam teks. Tiga pertanyaan ini dirancang untuk menargetkan informasi yang sama yang dimasukkan dalam laporan laboratorium yang lebih tradisional tetapi dimaksudkan untuk memperoleh kesadaran siswa tentang audiens, struktur multimodel dan nonnarrative teks ilmiah, dan untuk membantu mereka memahami pentingnya argumen dalam sains sebagai mereka menulis. Langkah model ini juga mengharuskan setiap siswa untuk menegosiasikan
  • 16. makna ketika dia menulis dan membantu siswa memperbaiki atau meningkatkan pemahaman mereka tentang materi yang sedang diselidiki (Wallace et al., 2005; Hand et al., 2009). 6. Tahap keenam dari ADI adalah tinjauan sejawat double-blind dari laporan-laporan ini untuk memastikan kualitas. Setelah siswa menyelesaikan laporan investigasi mereka, mereka menyerahkan tiga salinan yang diketik tanpa informasi identitas apa pun kepada guru kelas. Guru kemudian secara acak membagikan tiga atau empat set laporan (yaitu, laporan yang ditulis oleh tiga atau empat siswa yang berbeda) untuk setiap kelompok lab bersama dengan lembar ulasan sejawat untuk setiap set laporan. Lembar peer review mencakup kriteria spesifik yang akan digunakan untuk mengevaluasi kualitas laporan investigasi dan ruang untuk memberikan umpan balik kepada penulis. Kriteria tinjauan dibingkai sebagai pertanyaan seperti Apakah penulis membuat pertanyaan penelitian dan / atau tujuan penyelidikan eksplisit ?, Apakah penulis menggambarkan bagaimana mereka melakukan pekerjaannya ?, Apakah penulis menggunakan bukti asli untuk mendukung penjelasan mereka? ?, dan Apakah alasan penulis memadai dan sesuai? Kelompok-kelompok lab meninjau setiap laporan sebagai sebuah tim dan kemudian memutuskan apakah itu dapat diterima apa adanya atau apakah perlu direvisi berdasarkan keputusan yang dinegosiasikan yang mencerminkan kriteria yang termasuk dalam lembar peer review. Grup juga diharuskan untuk memberikan umpan balik eksplisit kepada penulis tentang apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas laporan dan penulisan sebagai bagian dari tinjauan. Langkah model pengajaran ini dirancang untuk memberi siswa umpan balik edukatif, mendorong siswa untuk mengembangkan dan menggunakan standar yang sesuai untuk "apa yang dianggap" sebagai kualitas, dan untuk membantu siswa menjadi lebih metakognitif saat mereka bekerja. Ini juga dirancang untuk menciptakan komunitas pelajar yang menghargai bukti dan pemikiran kritis di dalam kelas. Ini dicapai dengan menciptakan lingkungan belajar di mana siswa diharapkan untuk saling bertanggung jawab. Siswa, sebagai akibatnya, harus berharap untuk membahas validitas atau penerimaan klaim ilmiah dan, seiring waktu, mulai mengadopsi kriteria yang semakin ketat untuk mengevaluasi atau mengkritik mereka. Jenis fokus ini juga memberi siswa kesempatan untuk melihat contoh argumen ilmiah yang kuat dan lemah (lihat Sampson, Walker, Dial, & Swanson, 2010, untuk informasi lebih lanjut tentang proses ini). 7. Tahap ketujuh, dan terakhir, model pembelajaran ADI adalah revisi laporan berdasarkan hasil tinjauan sejawat. Laporan yang diterima oleh pengulas diberi kredit
  • 17. (lengkap) oleh guru dan kemudian dikembalikan ke penulis sedangkan laporan yang perlu direvisi dikembalikan ke penulis tanpa kredit (tidak lengkap). Namun para penulis ini, didorong untuk menulis ulang laporan mereka berdasarkan umpan balik pengulas. Setelah selesai, laporan revisi (bersama dengan versi asli laporan dan lembar ulasan sejawat) kemudian dikirim kembali ke guru kelas untuk evaluasi kedua. Jika laporan yang direvisi telah mencapai tingkat kualitas yang dapat diterima maka penulis diberikan kredit penuh (lengkap). Namun, jika laporan masih tidak dapat diterima, laporan tersebut dikembalikan kepada penulis sekali lagi untuk revisi babak kedua. Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk meningkatkan mekanisme menulis mereka, keterampilan argumen, dan pemahaman mereka tentang konten tanpa memaksakan hukuman terkait nilai. Ini juga memberi siswa kesempatan untuk terlibat dalam proses penulisan (yaitu, konstruksi, evaluasi, revisi, dan akhirnya penyerahan naskah) dalam konteks sains. Menurut Sampson, dkk, (2012), iterasi model pembelajaran ADI yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tujuh langkah. 1. Tahap pertama ADI yaitu instruktur bertanggung jawab untuk mengidentifikasi tugas. Tujuan instruktur, dengan kata lain, adalah untuk menyediakan konteks bagi investigasi dan perkenalkan pertanyaan penelitian untuk dijawab oleh siswa. 2. Tahap kedua model disebut generasi data. Pada tahap ini, siswa bekerja di sebuah kelompok kolaboratif untuk mengembangkan dan mengimplementasikan suatu metode (misalnya suatu pengalaman, pengamatan sistematis, dll.) Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diidentifikasi selama tahap sebelumnya. 3. Tahap ketiga dari model adalah produksi argumen tentatif. Komponen model instruksional ini menyerukan kepada kelompok siswa untuk membuat argumen tertulis (yang terdiri dari jawaban mereka untuk penelitian ini pertanyaan dan bukti pendukungnya) dalam suatu media, seperti papan tulis besar, itu dapat dibagikan dengan orang lain. 4. Tahap keempat dalam model adalah sesi argumentasi. Selama sesi argumentasi, kelompok kelompok kecil memiliki kesempatan untuk berbagi argumen mereka dan untuk mengkritik argumen kelompok lain. Tujuan dari sesi-sesi ini adalah untuk para siswa untuk menentukan mana dari berbagai jawaban pertanyaan penelitian yang dikembangkan oleh kelompok berbeda adalah yang paling valid dan dapat diterima atau untuk memperbaiki jawaban agar lebih valid dan dapat diterima. Dua tahap pertama model ini, serupa dengan jenis instruksi berbasis penyelidikan lainnya tahap ketiga dan
  • 18. keempat lebih menekankan pada pentingnya argument dalam ilmu daripada pendekatan lain untuk instruksi laboratorium (itulah sebabnya Model ini disebut ADI). 5. Tahap kelima model ini, setiap siswa menulis laporan investigasi individu. Laporan ini memberikan siswa alasan untuk berbagi konteks dan metode penyelidikan mereka bersama dengan argumen keseluruhan mereka. Kami meminta siswa untuk menulis laporkan karena, sebagaimana tercantum dalam pengantar artikel ini, melibatkan mereka menulis praktik sains dengan meminta mereka menyelesaikan tugas menulis yang realistis selama kegiatan laboratorium dapat membantu siswa belajar dan memahami 'pengetahuan baik, norma, dan praktik' yang membuat sains berbeda dari cara pengetahuan lain. 6. Langkah keenam ADI adalah tinjauan kelompok-kelompok lain dari laporan-laporan ini. Setelah menyelesaikan laporan investigasi mereka, mereka mengirimkan empat salinan diketik dengan menyertakan identifikasi kepada instruktur. Instruktur kemudian mendistribusikan secara acak tiga atau empat set laporan (yaitu laporan yang ditulis oleh tiga atau empat siswa yang berbeda) untuk setiap kelompok lab bersama dengan lembar peer-review untuk setiap set laporan. Lembar peninjauan teman sebaya mencakup kriteria spesifik yang akan digunakan untuk mengevaluasi kualitas investasi. Laporan dan investigasi untuk memberikan umpan balik kepada penulis (yang menjadi instruktur menjelaskan kepada siswa). 7. Langkah ketujuh dan terakhir model pembelajaran ADI adalah laporan revisi berdasarkan hasil dari tinjauan kelompok asal. Laporan itu diterima oleh pengulas dapat diserahkan kepada instruktur di akhir langkah ini. Namun, semua siswa (bahkan ketika draft pertama mereka 'diterima apa adanya') memiliki pilihan untuk merevisi laporan mereka berdasarkan apa yang telah mereka baca dan komentar pada konsep awal mereka. Penulis yang menulis makalah yang tidak diterima oleh rekan-rekan mereka, di sisi lain, diminta untuk menulis ulang laporan mereka berdasarkan pada komentar pengulas dan saran. Setelah selesai, laporan yang direvisi (bersama dengan yang asli versi laporan dan lembar tinjauan sejawat) diajukan kepada instruktur untuk evaluasi akhir. Untuk membantu siswa memahami apa yang dianggap sebagai argumen kuat dalam sains, kami menggunakan kerangka kerja. Dalam kerangka ini, klaim adalah jawaban untuk pertanyaan penelitian. Klaim tersebut kemudian didukung oleh bukti dan sifat bukti yang digunakan dalam argumen tersebut kemudian dibenarkan dengan apa kami gambarkan sebagai alasan. Komponen bukti dari argumen terdiri dari pengukuran, pengamatan, atau
  • 19. bahkan temuan dari penelitian lain yang telah dikoleksi ditelusuri, dianalisis, dan kemudian ditafsirkan oleh penulis. Buktinya, dengan kata lain, terdiri dari data dan penjelasan penulis tentangnya. Komponen dasar pemikiran dari Argumen, sebaliknya, mengacu pada pernyataan yang digunakan oleh penulis untuk menjelaskan relevansi bukti yang digunakan dalam argumen dan memberikan pembenaran untuk dimasukkannya. Pembenaran bukti seringkali membutuhkan penulis untuk menghubungkan bukti dalam argumen dengan konsep, teori, atau yang mendasarinya asumsi yang berfungsi sebagai kerangka teoritis atau metodis selama investasi gation. Komponen struktural dari kerangka kerja ini didasarkan pada sejumlah kerangka kerja lain yang terinspirasi dari Toulmin yang dikembangkan oleh para peneliti pendidikan sains (Sampson, dkk, 2012). Menurut Hakkikadayifci, dkk., (2016), ADI dilakukan dengan menggunakan tujuh langkah berikut: 1. Langkah 1 (identifikasi tugas): Di awal pelajaran, peserta diperkenalkan dengan pertanyaan penelitian. Mereka diminta dulu untuk merancang eksperimen untuk menjawab pertanyaan ini. 2. Langkah 2 (generasi data): Peserta membentuk kelompok tiga atau empat dan merencanakan eksperimen melalui diskusi kelompok. Mereka memutuskan bagaimana untuk mengumpulkan data dan pengamatan dan pengukuran apa yang harus diambil. 3. Langkah 3 (produksi argumen tentatif): Setelah melakukan percobaan, siswa menyiapkan lembar presentasi ukuran kertas A3, yang termasuk pertanyaan penelitian dan komponen argumen mereka seperti klaim, bukti dan pembenaran, untuk mempresentasikan argumen mereka ke kelompok lain dan untuk mendukung argumen mereka. 4. Langkah 4 (sesi argumentasi interaktif): Menjelaskan pada presentasi lembaran, argumentasi terjadi antara kelompok. Langkah ini dilakukan dengan dua cara di berbagai kelas: (i) Dalam beberapa pelajaran, masing-masing kelompok mempresentasikan argumen mereka kepada kelompok yang lain, yang diberi kesempatan untuk membantah argumen kelompok itu. (ii) Untuk beberapa percobaan, anggota kelompok pergi ke kelompok lain untuk mendengarkan argumen mereka (meninggalkan satu orang dalam kelompok) dan dengan demikian mencoba untuk membantah argumen kelompok lain. Kelompok-kelompok meninjau ulang argumen setelah mendengarkan argumen kelompok lain dan direvisi jika perlu. Dalam kedua kasus itu, argumen bersama diterima oleh semua peserta dan dibangun di akhir pelajaran.
  • 20. 5. Langkah 5 (pembuatan laporan investigasi tertulis): Peserta menyiapkan laporan investigasi dalam waktu ekstrakurikuler mereka, menjelaskan penelitian secara individual. 6. Langkah 6 (tinjauan sejawat ganda): Di awal pelajaran berikutnya, laporan ini dinilai oleh rekan-rekan mereka, menurut penilaian daftar kriteria yang dikembangkan oleh Sampson dan Gleim (2009). 7. Langkah 7 (proses revisi): Peserta diminta untuk merevisi dan melengkapi laporan mereka sesuai dengan umpan balik yang diperoleh dari penilaian. Perbedaan strategi ini dengan yang lain dapat diperhatikan pada 4 aspek, yaitu: 1) siswa mendesain sendiri pertanyaan penelitian dan mencapai kesimpulan sendiri, 2) terlibat dalam argumentasi dengan membagikan ide-ide mereka, mendukung dan mendiskusikannya, 3) peer-review lab laporan orang lain yang mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, 4) berbagi temuan mereka dengan siswa lain sehingga mereka dapat mengembangkan keterampilan komunikasi dan menulis. Oleh karena itu, strategi ADI dapat menjadi metode yang efektif dalam instruksi laboratorium. Siswa menjadi lebih disiplin dan menghasilkan kualitas argumen yang lebih baik, terutama dalam argumen tertulis siswa. Siswa belajar bagaimana terlibat dalam penyelidikan ilmiah dan memahami sifat penyelidikan ilmiah. Pelajar bias memahami sains sebagai cara untuk mengetahui tentang sains, dan peningkatan literasi ilmiah ini. Sementara itu, kegiatan belajar dengan menggunakan strategi ADI meliputi 3 tahap, yaitu inisiasi, pengembangan, dan penguatan. 1. Tahap inisiasi terdiri dari 8 langkah, yaitu: 1) pengembangan sudut pandang kelas, 2) mengumpulkan dan menganalisis data kelas, 3) produksi argumen tentatif kelas, 4) sesi interaktif argumen kelas, 5) sebuah laporan tertulis investigasi kelas, 6) peer-review laporan kelas, 7) proses revisi laporan kelas, dan 8) reflektif diskusi. 2. Tahap pengembangan terdiri dari 5 langkah, mereka adalah: 1) pengembangan sudut pandang kelompok, 2) mengumpulkan dan menganalisis data kelompok, 3) produksi kelompok argumentatif, 4) sesi interaktif kelompok argumen, dan 5) diskusi reflektif. 3. Tahapan Penguatan terdiri dari 5 langkah, yaitu: 1) pengembangan sudut pandang individu, 2) mengumpulkan dan menganalisis data individu, 3) produksi argumen tentatif individual, 4) sesi interaktif argumen individual, dan 5) diskusi reflektif (Hasnunidah, dkk, 2015). Argumen-driven inquiry (ADI) adalah salah satu model pembelajaran yang mendasari peran keduanya argumentasi dan penyelidikan dalam pendidikan sains. Berbasis pada teori kognitif sosial pembelajaran, dan diyakini lebih efektif dalam mengembangkan penulisan
  • 21. ilmiah dan keterampilan presentasi, pemahaman konsep-konsep ilmiah, dan praktik ilmiah mereka karena menyajikan lebih otentik kegiatan laboratorium. Dalam bentuk pembelajaran ini, siswa aktif melibatkan diri dalam praktik ilmiah yang mencakup sosial dan proses pribadi. Dari perspektif sosial, belajar berarti agar siswa mempelajari konsep, representasi, dan praktiknya terkait dengan sains bukan hanya menghafal abstrak pengetahuan ilmiah. Karena itu, pembelajaran terjadi interaksi kolaboratif dan instruksional dengan yang lain orang-orang (Cetin, dkk, 2017). Menurut walker (2013 ) Langkah pertama dari model pembelajaran ADI adalah identifikasi tugas melalui diskusi dari pertanyaan penelitian. Langkah ini dirancang untuk memberikan para siswa dengan masalah menantang untuk memecahkan dan untuk menangkap perhatian dan minat siswa. “siswa sering merasa bahwa tujuan utama untuk penyelidikan laboratorium baik mengikuti petunjuk atau mendapatkan jawaban yang benar.” Dengan demikian, sangat penting untuk menyajikan penyelidikan laboratorium sebagai kesempatan untuk menemukan sesuatu atau memecahkan beberapa masalah. Untuk mencapai tujuan ini pertanyaan penelitian yang baik sangat penting dalam rangka memberikan landasan bagi perancah argumentasi siswa dan menciptakan kebutuhan untuk bukti. Langkah kedua dari ADI model pembelajaran, generasi data, karena itu terletak oleh pertanyaan penelitian. Dalam langkah ini model, siswa bekerja dalam kelompok kolaboratif (tiga atau empat siswa) dalam rangka mengembangkan dan menerapkan metode (misalnya, percobaan atau analisis) untuk menjawab pertanyaan penelitian yang disediakan di Langkah 1. ini memberikan siswa dengan kesempatan untuk belajar bagaimana merancang dan melakukan penyelidikan informatif dan belajar untuk berurusan dengan ambiguitas pekerjaan empiris. Sifat investigasi ini digambarkan sebagai “inkuiri terbimbing” karena masing-masing kelompok siswa harus memutuskan cara untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang mereka akan perlu untuk membenarkan jawaban atas pertanyaan penelitian (RL Bell, Smetana, & Binns 2005 ). Kirim juga dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi dengan klaim bersaing atau dalam kasus ADI; Permintaan memberikan kesempatan bagi argumentasi Langkah ketiga, produksi argumen tentatif, panggilan bagi siswa untuk kerajinan argumen yang terdiri dari penjelasan didukung dengan bukti, dan alasan untuk pilihan bukti dalam media, seperti papan tulis besar, yang bisa dibagi dengan orang lain . Langkah ketiga ini model ini dirancang untuk menekankan pentingnya argumen dalam ilmu pengetahuan.
  • 22. Dengan kata lain, siswa perlu memahami bahwa para ilmuwan harus mampu mendukung penjelasan, kesimpulan, atau tagihan lainnya dengan bukti yang tepat dan rasional karena pengetahuan ilmiah tidak dogmatis. Model pembelajaran ADI terdiri dari tujuh langkah (lihat Gambar di bawah ini). Investigasi laboratorium ADI dimulai dengan instruktur kursus memberikan pertanyaan penelitian untuk dijawab oleh siswa. Kelompok yang terdiri dari tiga atau empat siswa kemudian diharapkan untuk mengembangkan metode yang dapat mereka gunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan. Setelah kelompok mengumpulkan data, mereka diarahkan untuk mengembangkan argumen tentatif (klaim yang menjawab pertanyaan penelitian yang didukung oleh bukti dan alasan) pada papan tulis 60 × 90 cm 2. Para siswa kemudian diberi kesempatan untuk berbagi dan mengkritik manfaat dari berbagai argumen dan memperbaiki kesimpulan mereka sendiri selama sesi argumentasi. Siswa kemudian diminta untuk menulis laporan investigasi sendiri sebagai pekerjaan rumah. Laporan ini disusun menjadi tiga bagian di sekitar tiga pertanyaan mendasar:
  • 23. 1. Apa yang Anda coba lakukan dan mengapa? 2. Apa yang Anda lakukan dan mengapa? 3. Apa argumen Anda? Untuk membantu siswa belajar bagaimana mengkomunikasikan informasi dalam berbagai mode, mereka juga didorong untuk mengatur data yang mereka kumpulkan selama langkah kedua model ke dalam tabel atau grafik yang mereka tanamkan ke dalam laporan dan kemudian referensi dalam tubuh teks. Tiga pertanyaan yang siswa ajukan ketika mereka menulis menargetkan informasi yang sama yang termasuk dalam format laporan laboratorium yang lebih tradisional (misalnya, pendahuluan, prosedur, hasil, dan diskusi), tetapi pertanyaan tersebut dirancang untuk membantu siswa memahami pentingnya argumen dalam sains , untuk mendapatkan kesadaran mereka tentang audiens, dan untuk membantu memahami konten (misalnya, apa yang mereka ketahui, bagaimana mereka tahu, dan mengapa mereka mempercayainya) ketika mereka menulis. Secara keseluruhan, maksud dari format ini adalah untuk membawa aspek persuasif penulisan sains ke latar depan dan untuk menyoroti sifat nonnarrative dan multimodal (mis., Kata-kata, gambar, tabel) teks ilmiah (Walker & Sampson, 2013). Menurut (Walker et al., 2011) menjelakan 7 langkah pada gambar yang ada di atas tersebut sebagai berikut: 1. Langkah pertama dari model adalah identifikasi tugas. Tujuan guru selama langkah model ini adalah untuk memperkenalkan topik utama yang akan dipelajari dan untuk memulai kegiatan laboratorium. Mirip dengan model pembelajaran lainnya, seperti Penulisan Ilmiah atau Siklus Pembelajaran, langkah ini dirancang untuk menarik perhatian dan minat siswa. 2. Langkah kedua dari model ini adalah pembuatan data. Selama langkah ini, siswa bekerja dalam kelompok kolaboratif untuk terlebih dahulu mengembangkan metode (missal: Eksperimen, pengamatan sistematis) untuk mengatasi masalah atau untuk menjawab pertanyaan penelitian dan kemudian menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data. 3. Langkah ketiga adalah produksi argumen tentatif. Tahap model pembelajaran ini meminta siswa untuk membangun argumen yang terdiri dari klaim, bukti, dan alasan di papan tulis besar. Kami mendefinisikan klaim sebagai dugaan, penjelasan, jawaban atas pertanyaan penelitian, atau jenis kesimpulan lainnya. Komponen bukti dari argumen mengacu pada pengukuran atau pengamatan yang digunakan untuk menunjukkan tren dari waktu ke waktu, perbedaan antara kelompok atau objek, atau hubungan antara variabel. Alasannya adalah pernyataan yang menunjukkan mengapa bukti mendukung klaim dan mengapa bukti yang diberikan harus dihitung sebagai bukti. 4. Langkah keempat adalah sesi argumentasi. Selama tahap ini, kelompok-kelompok kecil berbagi argumen mereka dengan kelompok lain dan mengkritik pekerjaan orang lain untuk menentukan klaim
  • 24. mana yang paling valid dan dapat diterima atau untuk memperbaiki klaim agar lebih valid dan dapat diterima. 5. Langkah kelima adalah pembuatan laporan investigasi. Mereka juga harus belajar mengubah data yang mereka kumpulkan menjadi bukti untuk menyusun argumen kualitas tinggi dalam sains. 6. Langkah keenam adalah tinjauan sejawat secara double-blind atas laporan tersebut. Setelah siswa menyelesaikan laporan investigasi mereka, mereka menyerahkan tiga tunanetra kepada guru kelas. Guru secara acak mendistribusikan set laporan ke setiap kelompok lab bersama dengan lembar ulasan sejawat untuk setiap set. 7. Langkah ketujuh dan terakhir dari model pembelajaran ADI adalah revisi laporan investigasi berdasarkan hasil peerreview. Laporan yang diterima oleh pengulas dapat diserahkan kepada instruktur di akhir langkah 6; namun, semua siswa memiliki opsi untuk merevisi laporan mereka berdasarkan apa yang telah mereka baca dan komentar pada draft mereka. Penulis yang menulis makalah yang tidak diterima oleh rekan-rekan mereka diminta untuk menulis ulang laporan mereka berdasarkan komentar dan saran pengulas. Karena pembelajaran inkuiri telah dipandang sebagai eksplorasi siswa dan penemuan konsep-konsep ilmiah menggunakan metodologi ilmiah, telah diasumsikan bahwa penalaran ilmiah siswa harus dikembangkan dalam pengaturan ini. Dua jalur penelitian yang berbeda dalam pandangan mereka tentang apa yang merupakan penalaran ilmiah diperiksa jika penalaran ilmiah dapat ditingkatkan melalui instruksi penyelidikan. Garis penelitian pertama memandang penalaran ilmiah sebagai proses yang terlibat dalam pembangunan argumen berbasis bukti. Dalam tradisi penelitian ini, dengan berdebat antara posisi alternatif yang berbeda yaitu argumentasi, pengembangan pengetahuan konseptual dan keterampilan penalaran dimungkinkan. Baris kedua penelitian melihat penalaran ilmiah sebagai keterampilan keterampilan penalaran yang konten independen tetapi tergantung pada tahap perkembangan. Artinya, menurut pendekatan penalaran ilmiah ini, kinerja seseorang dari keterampilan penalaran ilmiah dalam domain, misalnya, kontrol variabel, penalaran proporsional, penalaran hipotetis, tidak bergantung pada pengetahuan konten spesifik domain tetapi tergantung pada kemampuannya (Ö. Acar, 2014).
  • 25. Gambar 2. Tujuh langkah dari ADI. (Yaitu, dasar-dasar teoritis atau empiris) dari penyelidikan. Kedua siswa langkah bantuan mengembangkan pemahaman dasar dari unsur-unsur yang dihitung sebagai argumen berkualitas tinggi dalam ilmu dan cara-cara untuk menentukan apakah bukti yang ada berlaku, relevan, cukup, dan cukup meyakinkan untuk mendukung kesimpulan (atau klaim). Lebih penting lagi, langkah- langkah ini dirancang untuk ide-ide make siswa, bukti, dan dasar pemikiran terlihat satu sama lain; yang, pada gilirannya, memungkinkan siswa untuk mengevaluasi alternatif dan menghilangkan dugaan atau kesimpulan yang tidak akurat atau tidak cocok dengan data yang tersedia. Langkah kelima dari model pembelajaran ADI adalah penciptaan sebuah laporan investigasi yang ditulis oleh masing-masing siswa. Laporan ini memberikan siswa kesempatan untuk berbagi tujuan mereka
  • 26. penyelidikan, metode yang mereka gunakan, dan argumen mereka secara keseluruhan. Untuk membantu siswa belajar menulis dalam ilmu, ADI menuntut siswa untuk menghasilkan laporan yang diselenggarakan di sekitar tiga pertanyaan mendasar: Apa yang Anda coba lakukan, dan mengapa? Apa yang Anda lakukan, dan mengapa? Apa argumen Anda? Siswa didorong untuk mengatur data mereka dikumpulkan dan dianalisis selama dalam tabel atau grafik yang mereka menanamkan ke dalam laporan dan referensi dalam tubuh teks untuk membantu siswa belajar untuk mengkomunikasikan informasi dalam beberapa mode. Langkah keenam model pembelajaran ADI adalah double-blind peer-review mendukung perampasan kriteria evaluasi oleh siswa serta keterlibatan dalam praktek penilaian tertanam dalam model. Setelah siswa menyelesaikan laporan investigasi mereka mereka mengajukan empat salinan diketik diidentifikasi hanya dengan nomor kode yang diberikan oleh guru kelas. Guru kemudian secara acak mendistribusikan tiga atau empat set laporan (yaitu, laporan yang ditulis oleh tiga atau empat siswa yang berbeda) untuk setiap kelompok laboratorium bersama dengan handout peer review untuk setiap set laporan. The peer review handout termasuk kriteria khusus yang akan digunakan untuk mengevaluasi kualitas laporan investigasi dan ruang untuk memberikan umpan balik kepada penulis. Kelompok-kelompok laboratorium meninjau setiap laporan sebagai sebuah tim dan kemudian memutuskan apakah itu dapat diterima sebagai adalah atau jika perlu direvisi berdasarkan kriteria disertakan pada peer review sheet. Kelompok juga diminta untuk memberikan umpan balik eksplisit untuk penulis tentang apa yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas laporan dan tulisan sebagai bagian dari tinjauan. Ketujuh, dan terakhir, langkah model pembelajaran ADI adalah revisi dari laporan investigasi berdasarkan hasil peer-review. Laporan yang diterima oleh pengulas dapat diserahkan kepada instruktur pada akhir Langkah 6; Namun, semua siswa (bahkan ketika draft pertama mereka “diterima sebagaimana adanya”) memiliki pilihan untuk merevisi laporan mereka berdasarkan apa yang mereka baca dan komentar pada draft awal mereka. Laporan yang diterima oleh pengulas dapat diserahkan kepada instruktur pada akhir Langkah 6; Namun, semua siswa (bahkan ketika draft pertama mereka “diterima sebagaimana adanya”) memiliki pilihan untuk merevisi laporan mereka berdasarkan apa yang mereka baca dan komentar pada draft awal mereka. Laporan yang diterima
  • 27. oleh pengulas dapat diserahkan kepada instruktur pada akhir Langkah 6; Namun, semua siswa (bahkan ketika draft pertama mereka “diterima sebagaimana adanya”) memiliki pilihan untuk merevisi laporan mereka berdasarkan apa yang mereka baca dan komentar pada draft awal mereka.(Walker,2013) Langkah pertama dari model pembelajaran ADI adalah identifikasi tugas melalui diskusi dari pertanyaan penelitian. Langkah ini dirancang untuk memberi siswa masalah yang menantang pecahkan dan tangkap perhatian dan minat siswa. Menurut Hofstein dan Lunetta (2004) “Siswa sering merasa bahwa tujuan utama untuk penyelidikan laboratorium adalah sebagai berikut instruksi atau mendapatkan jawaban yang benar. " Karena itu, sangat penting untuk menghadirkan laboratorium investigasi sebagai kesempatan untuk menemukan sesuatu atau menyelesaikan beberapa masalah. Untuk menyelesaikan ini Tujuan pertanyaan penelitian yang baik sangat penting untuk memberikan dasar bagi siswa perancah argumentasi dan menciptakan kebutuhan akan bukti. Langkah kedua dari model pembelajaran ADI, Oleh karena itu, pembuatan data terletak pada pertanyaan penelitian. Pada langkah model ini, siswa bekerja dalam kelompok kolaboratif (tiga atau empat siswa) untuk mengembangkan dan mengimplementasikan a metode (mis., eksperimen atau analisis) untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diberikan pada Langkah 1. Ini memberikan siswa dengan kesempatan untuk belajar bagaimana merancang dan melakukan informatif investigasi dan belajar untuk berurusan dengan ambiguitas pekerjaan empiris. Sifat ini investigasi paling baik digambarkan sebagai "inkuiri terbimbing" karena setiap kelompok siswa harus memutuskan cara untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang mereka perlukan untuk menjustifikasi jawaban atas pertanyaan penelitian (R.L. Bell, Smetana, & Binns, 2005). Kirim juga dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi dengan klaim yang bersaing atau dalam kasus ADI; pertanyaan memberikan kesempatan untuk argumentasi (Abrams, Southerland, & Evans, 2008). Langkah ketiga, produksi argumen tentatif, menyerukan siswa untuk menyusun argumen itu terdiri dari penjelasan yang didukung dengan bukti, dan alasan pemilihan bukti dalam a sedang, seperti papan tulis besar, yang dapat dibagikan dengan orang lain. Langkah ketiga dari model ini adalah dirancang untuk menekankan pentingnya argumen dalam sains. Dengan
  • 28. kata lain, siswa perlu untuk memahami bahwa para ilmuwan harus dapat mendukung penjelasan, kesimpulan, atau klaim lainnya dengan bukti yang tepat dan alasan karena pengetahuan ilmiah tidak dogmatis (Hodson, 2008). Selama langkah keempat, sesi argumentasi, kelompok-kelompok kecil memiliki kesempatan untuk berbagi argumen mereka dan untuk mengkritik argumen kelompok lain. Dengan kata lain, sesi argumentasi dirancang untuk memberi siswa kesempatan belajar mengkritik produk (mis., kesimpulan, penjelasan atau argumen), proses (mis., metode), dan konteks (mis., landasan teori atau empiris) dari suatu penyelidikan. Dua langkah ini membantu siswa mengembangkan a pemahaman dasar tentang unsur-unsur yang dianggap sebagai argumen berkualitas tinggi dalam sains dan cara untuk melakukannya menentukan apakah bukti yang tersedia valid, relevan, memadai, dan cukup meyakinkan untuk mendukung a kesimpulan (atau klaim). Lebih penting lagi, langkah- langkah ini dirancang untuk membuat ide-ide siswa, bukti, dan alasan yang terlihat satu sama lain; yang, pada gilirannya, memungkinkan siswa untuk mengevaluasi alternatif dan menghilangkan dugaan atau kesimpulan yang tidak akurat atau tidak sesuai dengan data yang tersedia. Kemampuan untuk mengevaluasi klaim dalam konteks sains penting karena penelitian menunjukkan bahwa siswa sering bergantung pada kriteria seperti masuk akal atau otoritas eksternal di untuk menentukan ide mana yang harus diterima atau ditolak ketika mereka berusaha untuk menegosiasikan makna dengan orang lain (Kuhn & Reiser, 2005; Sampson & Clark, 2009). Langkah kelima dari model pembelajaran ADI adalah pembuatan laporan investigasi tertulis oleh masing-masing siswa. Laporan ini memberi siswa kesempatan untuk berbagi tujuan mereka investigasi, metode yang mereka gunakan, dan keseluruhan argumen mereka. Untuk membantu siswa belajar menulis sains, ADI mengharuskan siswa untuk menghasilkan laporan yang disusun berdasarkan tiga dasar pertanyaan: Apa yang Anda coba lakukan, dan mengapa? Apa yang kamu lakukan, dan mengapa? Apa milikmu argumen? Siswa didorong untuk mengatur data yang mereka kumpulkan dan analisis selama tabel atau grafik yang mereka embed ke dalam laporan dan referensi di badan teks untuk membantu siswa belajar untuk mengkomunikasikan informasi dalam berbagai mode. Langkah keenam dari ADI model instruksional adalah peer-review double-blind mendukung apropriasi kriteria evaluasi oleh siswa serta keterlibatan dalam praktik penilaian yang tertanam dalam model. Sekali siswa menyelesaikan laporan investigasi mereka, mereka menyerahkan empat salinan yang diketik yang diidentifikasi hanya oleh a nomor kode yang diberikan oleh guru kelas. Guru kemudian secara acak membagikan tiga atau empat set laporan (yaitu, laporan yang ditulis
  • 29. oleh tiga atau empat siswa yang berbeda) untuk setiap laboratorium kelompok bersama dengan handout tinjauan sejawat untuk setiap set laporan. Selebaran tinjauan sejawat mencakup kriteria spesifik yang akan digunakan untuk mengevaluasi kualitas laporan investigasi dan ruang untuk menyediakan umpan balik kepada penulis. Kelompok laboratorium meninjau setiap laporan sebagai sebuah tim dan kemudian memutuskan apakah dapat diterima sebagaimana adanya atau jika perlu direvisi berdasarkan kriteria yang termasuk dalam lembar ulasan sejawat. Grup juga diminta untuk memberikan umpan balik eksplisit kepada penulis tentang apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas laporan dan tulisan sebagai bagian dari tinjauan. Ketujuh, dan Akhirnya, langkah model pembelajaran ADI adalah revisi laporan investigasi berdasarkan hasil peer-review. Laporan yang diterima oleh pengulas dapat diserahkan ke instruktur pada akhir Langkah 6; namun, semua siswa (bahkan ketika draft pertama mereka “diterima apa adanya”) memiliki opsi untuk merevisi laporan mereka berdasarkan apa yang telah mereka baca dan komentar mereka draft awal.( Hidayat,2018)
  • 30. TUJUAN Salah satu tujuan utama yang mendasari pengembangan model pembelajaran ADI, seperti yang dibahas dalam Pendahuluan artikel ini, adalah untuk memberikan guru cara untuk memberi siswa lebih banyak kesempatan untuk belajar bagaimana berpartisipasi dalam argumentasi ilmiah dan membantu mereka mengembangkan pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menyusun argumen ilmiah tertulis selama kegiatan laboratorium. Jenis fokus ini penting karena penelitian saat ini menunjukkan bahwa siswa sering berjuang dengan nuansa argumentasi ilmiah meskipun terampil mendukung ide-ide mereka, menantang, dan menandingi klaim selama percakapan yang berfokus pada masalah sehari- hari. Literatur yang tersedia menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah memiliki kemampuan kognitif dan keterampilan sosial yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam argumentasi ilmiah, tetapi membutuhkan kesempatan untuk mengembangkan kerangka kerja konseptual, kognitif, dan epistemik baru untuk memandu keputusan dan interaksi mereka dalam konteks sains. Oleh karena itu, kami mengembangkan model pembelajaran ADI sebagai cara untuk membantu siswa mempelajari struktur konseptual, proses kognitif, dan komitmen epistemologis sains dengan memberi mereka kesempatan untuk terlibat dalam praktik ilmiah, seperti desain investigasi, argumentasi, dan peer review, dan menjadikan aspek-aspek penting dari sains ini eksplisit dan berharga bagi para siswa (Sampson, dkk, 2010). Menurut Sampson, dkk, (2012), ada empat jenis investigasi ADI : 1. Tujuan dari jenis investigasi pertama adalah untuk mengembangkan penjelasan baru. Dalam penyelidikan ini, siswa diminta untuk mengeksplorasi suatu fenomena (seperti perilaku makroskopik materi) dan kemudian membuat penjelasan atau model untuk fenomena itu. Jenis investigasi ini digunakan sebagai cara untuk memperkenalkan siswa pada teori, hukum, atau konsep penting dalam sains (seperti teori materi molekul- kinetik) dan merupakan fokus dari enam laboratorium berbeda. 2. Tujuan dari jenis investigasi kedua adalah untuk merevisi penjelasan. Dalam penyelidikan ini, siswa diminta untuk memperbaiki dan memperluas penjelasan yang mereka kembangkan dalam penyelidikan sebelumnya sehingga mereka dapat menggunakannya untuk menjelaskan fenomena yang berbeda tetapi terkait. Jenis investigasi ini adalah fokus dari dua laboratorium yang berbeda.
  • 31. 3. Tujuan dari jenis investigasi ketiga adalah untuk mengevaluasi penjelasan. Dalam penyelidikan ini, siswa diberikan penjelasan ilmiah (seperti hukum kekekalan massa) atau beberapa penjelasan alternatif dan kemudian diminta untuk mengembangkan cara untuk mengujinya atau mereka. Jenis investigasi ini adalah fokus dari dua laboratorium yang berbeda. 4. Tujuan dari jenis investigasi keempat, dan terakhir, adalah menggunakan penjelasan untuk menyelesaikan suatu masalah. Dalam penyelidikan ini, siswa diminta untuk menggunakan konsep yang diperkenalkan di kelas (seperti massa molar atau jenis reaksi kimia) untuk menyelesaikan masalah (mengidentifikasi bubuk yang tidak diketahui atau produk dari suatu reaksi). Jenis investigasi ini adalah fokus dari lima laboratorium yang berbeda (Sampson, dkk, 2010). Model pembelajaran ADI dirancang, sebagian, untuk memberikan mahasiswa sarjana lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mereka untuk menulis dalam sains saat mereka belajar tentang konsep dan praktik ilmiah penting. Salah satu tujuan ADI, dikembangkan sebagai alternatif untuk pendekatan laboratorium tradisional, adalah untuk memungkinkan siswa menjadi pekerja yang lebih reflektif, selain memungkinkan mereka untuk melakukan investigasi dan mendukung pemikiran mereka (Hakkikadayifci,dkk,2016). ADI Model Pembelajaran Permintaan dan argumentasi adalah tujuan pelengkap yang membuat pengalaman laboratorium lebih otentik ilmiah dan edukatif bagi siswa (Jimenez- Aleixandre, 2008; Osborne, 2010). ADI model pembelajaran dirancang untuk memberikan tempat yang lebih sentral untuk argumentasi dan peran argumen dalam konstruksi sosial pengetahuan ilmiah sementara mempromosikan penyelidikan. Gambar 2 garis tujuh langkah dari ADI yang dirancang untuk mengintegrasikan pembelajaran konsep-konsep ilmiah dengan penyelidikan, argumentasi dan menulis sedemikian rupa yang sedikit instruksi eksplisit diperlukan, bukan siswa memperoleh kecakapan melalui keterlibatan dalam penyelidikan laboratorium bergerak dari desain investigasi, analisis dan pengembangan argumen, untuk argumentasi, dan argumentasi yang ditulis akhir.(Walker,2013). Berdasarkan itu, masalah dan tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memeriksa tentang: (a) Peningkatan kemampuan penalaran kreatif matematika siswa yang merupakan kandidat untuk guru matematika yang mendapatkan Pembelajaran Argumen-Didorong (ADI) belajar dengan mereka yang memiliki instruksi langsung ditinjau
  • 32. berdasarkan seluruh; (B) Meningkatkan kemampuan penalaran kreatif matematis siswa yang menjadi kandidat guru matematika yang mendapatkan pembelajaran Argument-Driven Enquiry (ADI) bersama mereka yang memiliki pembelajaran langsung instruksi yang diulas oleh Adversity Quotient (Quitter, Champer, dan Climber)(Hidayat,2018)
  • 33. MANFAAT Argumentasi dapat memainkan peran penting dalam pembelajaran sains siswa karena merupakan pusat bagi proses penalaran ilmiah dan pengembangan pemahaman konseptual. Melalui kombinasi penyelidikan dan argumentasi, kami berpendapat, bahwa siswa dapat mulai mengembangkan keterampilan penalaran ilmiah dan pemahaman tentang konten dan praktik ilmiah yang diperlukan untuk berhasil dalam kursus sains maju. Dalam artikel ini, kami pertama kali menggambarkan model pembelajaran baru yang disebut Argument- Driven Enquiry (ADI). Secara umum, metode-metode ini dirancang untuk memberikan kesempatan kepada siswa sarjana untuk menjelajahi peristiwa yang membingungkan, mengembangkan kesimpulan yang didasarkan pada data, dan membuat ide-ide mereka dipublikasikan dengan membagikannya dalam kelompok-kelompok kecil atau dalam diskusi seluruh kelas. Metode- metode ini juga dirancang untuk menciptakan komunitas kelas yang akan membantu siswa memahami konten yang komplek.(Anisa et al., 2017). Argument-Driven Enquiry (ADI) adalah model pembelajaran yang memungkinkan guru sains untuk mengubah kegiatan laboratorium tradisional menjadi unit pengajaran terpadu yang pendek. Model ini membantu para guru memenuhi tujuan yang diuraikan oleh NRC dengan memberikan kesempatan bagi siswa untuk merancang penyelidikan mereka sendiri, mengumpulkan dan menganalisis data, mengomunikasikan ide-ide mereka dengan orang lain selama sesi argumentasi terstruktur dan interaktif, menulis laporan investigasi untuk berbagi dan mendokumentasikan pekerjaan mereka, dan terlibat dalam tinjauan sejawat selama investigasi laboratorium. Penelitian saat ini menunjukkan bahwa jenis pengajaran ini adalah cara yang lebih efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang konten dan pengembangan pengetahuan ilmiah daripada kegiatan laboratorium tradisional. Unit pengajaran terpadu juga tampaknya menjadi cara yang efektif untuk menumbuhkan minat siswa dalam sains dan membantu mereka mengembangkan keterampilan membaca, menulis, dan komunikasi verbal (Sampson et al., 2009). Model ADI (Argument Driven Inquiry), berfungsi untuk membingkai tujuan kegiatan kelas sebagai upaya untuk mengembangkan, memahami, atau mengevaluasi penjelasan
  • 34. ilmiah secara alami fenomena atau solusi untuk suatu masalah, melibatkan siswa dalam penyelidikan yang bermakna menggunakan metode desain mereka sendiri dan untuk membantu siswa belajar cara mendesain investigasi yang lebih baik, mendorong individu untuk belajar cara menghasilkan argument yang mengartikulasikan dan membenarkan penjelasan untuk sebuah pertanyaan penelitian sebagai bagian dari proses penyelidikan, memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar bagaimana melamar, mendukung, mengevaluasi, dan merevisi ide melalui diskusi dan menulis dengan cara yang lebih produktif, membuat komunitas kelas yang menghargai bukti dan berpikir kritis, mendorong siswa untuk mengambil kendali atas pembelajaran mereka sendiri dengan membantu mereka belajar bagaimana mendefinisikan tujuan dan memantau kemajuan mereka dalam mencapainya berdasarkan kriteria ilmiah (Sampson, dkk, 2009). Pendekatan ADI sangat efektif untuk meningkatkan siswa eg ' argumentasi rekan, dan perancah pusat modi yang pendekatan ADI sangat efektif untuk meningkatkan siswa eg ' argumentasi rekan, dan perancah pusat modi yang fi pendekatan ed ADI sangat efektif untuk meningkatkan siswa eg ' argumentasi rekan, dan perancah pusat modi yang fi pendekatan ed ADI sangat efektif untuk meningkatkan siswa eg ' argumentasi rekan, dan perancah pusat modi yang fi pendekatan ed ADI sangat efektif untuk meningkatkan siswa eg ' argumentasi pada komponen klaim dan surat perintah. Hampir semua siswa eg menyuarakan dan menunjukkan keterlibatan tinggi dalam aktivitas argumen selama pendekatan ini.(Chen,2016 ) Model Argument-Driven Enquiry atau ADI, dimaksudkan untuk berfungsi sebagai templat atau panduan yang dapat digunakan guru sains untuk merancang kegiatan laboratorium yang lebih otentik (yaitu, melibatkan siswa dalam praktik ilmiah seperti argumentasi) dan edukatif (yaitu, mengarah pada pemahaman yang lebih baik dan peningkatan kemampuan) untuk siswa. Guru dapat menggunakan model pembelajaran, seperti ADI, untuk memberikan konteks bagi siswa untuk mempelajari konten penting dan bagaimana berpartisipasi dalam praktik ilmiah penting seperti argumentasi di waktu yang sama. Temuan ini dapat memberikan wawasan baru bagi pendidik sains dan desainer instruksional yang tertarik dalam mempromosikan dan mendukung argumentasi di dalam kelas. Penelitian ini juga menunjukkan apa yang mungkin terjadi di kelas ketika kegiatan laboratorium dilakukan dirancang agar lebih otentik dan edukatif. (Sampson, dkk, 2010).
  • 35. Literatur argumentasi memberikan bukti empiris yang menyatakan bahwa lingkungan belajar berargumen meningkatkan pemahaman konseptual siswa dalam belajar kimia. Argumentasi memberikan perkembangan konseptual siswa dalam memahami setelah terlibat di dalamnya. Respons siswa terhadap pertanyaan setelah pengkoreksian, diajukan dalam bentuk penalaran. Mereka membenarkan jawaban mereka dengan menyediakan akun konseptual untuk masalah ini dan bahkan dalam beberapa kasus menggunakan lebih dari satu alasan dalam pembenaran mereka. Siswa mulai menggunakan elemen argumen ilmiah. Dibandingkan dengan intervensi pengajaran berbasis argumentasi, pengajaran konstruktivisme dilakukan dalam kelompok kontrol ditemukan kurang efektif dalam mempromosikan pemahaman konseptual siswa tentang perubahan kimia (Gumrah, dkk, 2010). ADI menciptakan lingkungan yang sesuai di laboratorium untuk membantu peserta berpikir secara reflektif. ADI memberi siswa berbagai kesempatan di laboratorium karena ini mencakup kegiatan seperti menghasilkan argumen, melakukan eksperimen untuk mendukung argumen ini dengan hasil empiris, membahas temuan percobaan, dan melaporkan temuan ini. Dalam semua kegiatan ini, peserta aktif secara mental dan fisik. Ini dapat memberi mereka kesempatan untuk menjadi reflektif. Dalam hal ini, ADI memberi siswa, dengan karakteristik yang berbeda, kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses melakukan sains. ADI mungkin telah mengembangkan argumentasi peserta karena memberikan mereka kesempatan untuk menghasilkan dan membenarkan argumen. Ada hubungan langsung antara argumentativeness dan komunikasi apprehension (Infante & Rancer, 1982), didefinisikan sebagai tingkat ketakutan dan kecemasan yang dirasakan seseorang selama komunikasi dengan orang lain (mccroskey, 1977). Oleh karena itu alasan lain dapat menjadi cara ADI memberikan peserta kesempatan untuk mengatasi ketakutan / kecemasan ini dengan memberikan kesempatan untuk terlibat dalam interaksi antar dan intra-kelompok. Berdasarkan analisis wawancara dan tugas esai tertulis, menunjukkan bahwa, dengan pengecualian beberapa masalah, para peserta menyatakan pendapat positif tentang ADI. Misalnya, peserta menyatakan bahwa kegiatan laboratorium yang dilakukan di bawah ADI memotivasi mereka untuk berpikir dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik. Pandangan positif lain dari para peserta adalah bahwa laboratorium kimia mulai berlangsung dengan cara yang cukup menyenangkan dan mereka mengembangkan sikap positif terhadap kimia dan laboratorium. Temuan ini didukung oleh studi Walker, et al (2012), yang menunjukkan bahwa model tersebut meningkatkan sikap siswa perempuan terhadap sains. Menurut para peserta, model ini mendukung peningkatan keterampilan komunikasi lisan dengan memperkuat komunikasi
  • 36. antar kelas. Alasan untuk dua temuan ini dapat berpartisipasi dalam argumentasi antar dan kelompok, di mana peserta dapat mengekspresikan diri mereka dengan nyaman. Siswa yang dapat mengekspresikan diri dengan nyaman mengembangkan sikap positif (Yalcin-Celik & Kilic, 2014). Situasi ini sebenarnya merupakan hasil yang diharapkan untuk ADI, yang memberikan berbagai peluang untuk interaksi social. ADI berkontribusi pada pengembangan keterampilan argumentativeness guru sains pra-layanan, keterampilan proses sains, pemikiran reflektif dan kemampuan untuk mengidentifikasi kelemahan dalam suatu argumen selama kursus kimia. Peserta juga umumnya memiliki pandangan positif tentang model pembelajaran ini (Hakkikadayifci, dkk, 2016). metode pembelajaran ADI meningkatkan sikap secara signifikan dibandingkan dengan instruksi laboratorium tradisional. Hasil serupa dilaporkan oleh Freedman (1997), yesilyurt (2004) atiparmak dan Nakiboglu (2005) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada sikap kelompok. Meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan, skor pada post-test sikap terhadap laboratorium fisik menunjukkan bahwa kelompok eksperimen mendapat skor lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Dan kelompok kontrol menurunkan skor pada post-test dibandingkan dengan pre-test. Para siswa ingin merancang eksperimen sendiri. Di ADI siswa merancang pertanyaan penelitian mereka sendiri dan mencapai hasil sendiri dan dalam kegiatan laboratorium tradisional siswa melakukan percobaan langkah demi langkah yang diberikan oleh manual laboratorium. Itu bisa menjadi alasan dari penurunan kontrol dari skor sikap kelompok bahwa siswa memiliki sikap yang cukup negatif terhadap laboratorium fisika setelah studi laboratorium. Untuk studi lebih lanjut studi ini dapat didukung oleh data kualitatif untuk mengukur sikap. Jadi dalam konteks ini, karena metodenya, perbedaan dalam persiapan laporan dapat menjadi alasan untuk peningkatan keterampilan argumentasi.(Demircioglu,2012) ADI model pembelajaran, dalam ringkasan, dirancang untuk berfungsi sebagai unit instruksional terpadu (NRC, 2005) dan untuk mendorong siswa untuk terlibat dalam urutan kegiatan (penyelidikan, argumentasi, menulis, dan peer review) yang dimaksudkan untuk membantu siswa memahami konsep-konsep penting dan praktek dalam ilmu. Fokus dari lima dari tujuh langkah pada argumentasi dan generasi argumen tertulis memberikan dasar untuk penelitian ini menjadi dampak dari model pembelajaran seperti pada pengembangan kemampuan siswa di daerah-daerah.( Walker,2013)
  • 37. Model pembelajaran ADI, secara ringkas, dirancang untuk berfungsi sebagai reintegrasi unit pengajaran (NRC, 2005) dan untuk mendorong siswa untuk terlibat dalam serangkaian kegiatan (penyelidikan, argumentasi, penulisan, dan peer review) yang dimaksudkan untuk membantu siswa memahami konsep dan praktik penting dalam sains. Fokus lima dari tujuh langkah pada argumentasi dan generasi argumen tertulis memberikan dasar untuk penelitian ini ke dalam dampak seperti itu model pembelajaran tentang pengembangan kemahiran siswa di bidang ini.(Chen,2016 )
  • 38. CONTOH ARGUMENTASI Untuk menggambarkan berbagai komponen kerangka kerja argument ini, berikut contoh nya: Hidrat yang tidak diketahui adalah Mangan (II) Klorida (mncl 2, 4H2O). Massa rata-rata air yang menguap dari sampel 1 gram hidrat yang tidak diketahui adalah 0,52 gram. Persentase air dalam sampel adalah 52%. Hidrat yang tidak diketahui pasti Mangan (II) Klorida karena jumlah air dalam mncl2.4H2O harus 57% dari total massa dan satu-satunya hidrat dari kemungkinan yang tidak diketahui dengan persen air lebih dari 50% adalah Mangan (II) Klorida. Persentase massa air yang membentuk unit rumus tidak bervariasi dan karenanya merupakan properti yang dapat digunakan untuk membedakannya dari hidrat lain. Klaim dalam contoh ini adalah ‘Hidrat yang tidak diketahui adalah Mangan (II) Klorida (mncl 2 .3H 2 O)’. Bukti terdiri dari data yaitu 'massa rata-rata air yang menguap dari sampel satu gram hidrat yang tidak diketahui adalah 0,52 gram ', analisis data yaitu ‘persentase air dalam sampel ada pada 52% ', dan interpretasi data dan analisis yaitu Yang tidak diketahui hidrat harus Mangan (II) Klorida karena jumlah air dalam mncl 2 .4H 2 O harus 57% dari total massa dan satu-satunya hidrat dari kemungkinan tidak diketahui dengan persen air lebih dari 50% adalah Mangan (II) Klorida '. Akhirnya, penulis membenarkan penyertaan bukti dalam argumen dengan pernyataan, 'Persentase massa air yang membentuk unit rumus tidak bervariasi dan karena itu merupakan properti yang dapat digunakan untuk membedakannya dari hidrat lain’. Dalam contoh ini memberikan alasan mengapa penulis memutuskan untuk melakukannya termasuk jenis bukti spesifik dalam argumen. Alasannya adalah komponen penting dalam argumen sains karena peneliti harus membuat keputusan tentang data apa yang dikumpulkan, bagaimana mereka harus dianalisis, bagaimana menafsirkannya hasil analisis selama investigasi, dan alasan yang mendasari ini keputusan harus dibuat eksplisit kepada orang lain (Sampson, dkk, 2012). Penilaian Ilmiah Argumentasi di Kelas (KAAS) Dalam rangka untuk menilai argumentasi, sebagian besar peneliti video atau rekaman audio yang siswa karena mereka terlibat dalam argumentasi, maka menuliskan wacana, dan akhirnya kode atau mencetak transkripsi menggunakan kerangka kerja seperti Argumen Pola Toulmin ini (Erduran, Simon, & Osborne, 2004). Proses ini bisa sulit bagi para peneliti karena argumentasi sering nonlinear di alam dan berbagai aspek argumen verbal (misalnya, data, waran, backing) seringkali sulit untuk mengidentifikasi. Kerangka, seperti Argumen Pola Toulmin ini, juga cenderung mengabaikan interaksi sosial selama episode argumentasi. Dalam
  • 39. ¼ ¼ ¼ ¼ pertimbangan masalah ini, video yang direkam generasi argumen dan sesi evaluasi diberi skor dengan menggunakan protokol observasi disebut Pengkajian Ilmiah Argumentasi di Kelas (KAAS). 1 Instrumen ini dirancang untuk peristiwa penangkapan argumentasi dengan cara yang lebih holistik memungkinkan untuk penilaian yang lebih komprehensif dari kualitas sebuah acara argumentasi. Pengembangan dan validasi instrumen KAAS dijelaskan dalam Sampson, Enderle, dan Walker (2011). KAAS ini dibagi menjadi tiga bagian, konseptual dan kognitif, epistemik, dan sosial. Bagian-bagian ini didasarkan pada tiga domain terintegrasi yang Duschl (2008) menjelaskan sebagai penting untuk menghasilkan dan argumen mengevaluasi dalam konteks pendidikan. Aspek Konseptual dan Kognitif bagian Argumentasi terdiri dari tujuh item, yang memungkinkan peneliti untuk mengevaluasi seberapa baik peserta mempertimbangkan dan mengevaluasi klaim alternatif atau alasan dan kemampuan mereka untuk memberikan alasan untuk mendukung ide-ide. Skor pada aspek ini dari jangkauan argumentasi dari 0 sampai 21. Epistemic Aspek bagian Argumentasi berisi tujuh item, yang berfokus pada cara peserta dukungan dan tantangan klaim (misalnya, mengistimewakan bukti dan ilmiah teori, hukum atau model selama diskusi) . Skor pada aspek ini dari jangkauan argumentasi dari 0 sampai 21. Aspek Sosial bagian Argumentasi berisi enam item, yang dirancang untuk menilai peserta cara berinteraksi dengan satu sama lain selama episode argumentasi. Skor pada aspek ini dari jangkauan argumentasi 0-18. Rekaman video untuk lima generasi argumen dan evaluasi argumen sesi dievaluasi secara terpisah menggunakan protokol observasi KAAS. Peneliti mencatat saat menonton setiap acara video yang direkam. Segera setelah menonton video setiap item pada KAAS itu mencetak gol untuk peristiwa menggunakan skala 4-point berdasarkan seberapa sering aspek tertentu argumentasi diamati (0 tidak terpantau 3 diamati sering). The KAAS memiliki dua item untuk penilaian yang tidak pantas aspek argumentasi, jadi untuk ini skala terbalik (3 tidak terpantau 0 diamati sering). Penulis pertama mencetak gol kedua acara untuk semua sembilan kelompok. Seorang rekan peneliti yang berpartisipasi dalam pengembangan KAAS tetapi yang tidak memiliki saham dalam penelitian ini mencetak dua acara untuk satu kelompok, yang mewakili 11% dari data. The antar-penilai keandalan skor,
  • 40. Laporan Lab Laporan laboratorium terdiri dari tiga bagian. Bagian 1 menjelaskan masalah dan konteksnya, Bagian 2 menjelaskan metode yang digunakan dan bagian ketiga adalah argumen. Hanya Bagian 3 dari laporan laboratorium dianggap relevan mengingat tujuan dari penelitian ini. Bagian 3 diperlukan siswa untuk menyediakan dan mendukung jawaban atas pertanyaan penelitian dengan bukti yang tepat dan rasional (yaitu, argumen atau produk dari penyelidikan). Sebuah rubrik penilaian, 2 yang dikembangkan dan divalidasi oleh Sampson dan Walker (2012), digunakan untuk mencetak lima aspek argumen yang ditulis siswa. Aspek-aspek ini difokuskan pada kemampuan penulis untuk: a. Menyediakan baik diartikulasikan, memadai, dan akurat klaim yang menjawab pertanyaan penelitian. b. Menggunakan bukti asli untuk mendukung klaim tersebut dan untuk menyajikan bukti dengan cara yang tepat. c. Memberikan bukti valid dan reliabel yang cukup untuk mendukung klaim tersebut. d. Memberikan alasan yang cukup dan tepat. e. Bandingkan nya temuan dengan kelompok lain di bagian laboratorium mereka. rubrik memberikan dasar untuk mencetak komponen argumen pada skala 0 (tidak diamati) untuk 3 (mendakwa semua kriteria bertemu), membuat total skor 0-15 mungkin. Seorang profesor kimia di perguruan tinggi yang mengajarkan laboratorium kimia umum berkolaborasi dalam mencetak lima laporan dari masing-masing laboratorium ADI (14% dari laporan). Perbandingan skor pada setiap item menghasilkan nilai Kappa suatu Cohen dari 0,83. Contoh dari bagian argumen dari salah satu laporan laboratorium siswa diberikan dalam Gambar 4. Kata-kata yang dikapitalisasi dalam kurung mendahului kriteria rubrik yang relevan. Siswa dalam contoh ini kehilangan poin pada presentasinya data, karena ia tidak memberikan nilai massa yang sebenarnya untuk garam anhidrat, hidrat, dan air. Semua nilai-nilai nya adalah total massa termasuk tabung uji. siswa kehilangan satu titik untuk perbandingan dengan komunitas ilmiah karena ia tidak memberikan rincian untuk mendukung pernyataannya bahwa nilai-nilai yang “dekat.” Juga,
  • 41. kesimpulan bahwa perjanjian merupakan indikasi kebenaran cacat. (walker,2013)
  • 42. DAFTAR PUSTAKA Acar, Ö. (2014). Scientific reasoning, conceptual knowledge, & achievement differences between prospective science teachers having a consistent misconception and those having a scientific conception in an argumentation-based guided inquiry course. Learning and Individual Differences, 30, 148–154. Acar, O., & Patton, B. R. (2012). Argumentation and Formal Reasoning Skillsin an Argumentation-Based Guided Inquiry Course. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 46, 4756–4760. Anisa, A., Widodo, A., & Riandi, R. (2017). Argumentation Quality of Socio-scientific Issue between High School Students and Postgraduate Students about Cancer. Journal of Physics: Conference Series, 895(1). Braund, M., Scholtz, Z., Sadeck, M., & Koopman, R. (2013). First steps in teaching argumentation: A South African study. International Journal of Educational Development, 33(2), 175–184. Chen ting hsiang ,2016,Using a modified argument driven inquiry to promote elementary school students engagement in learning science and argumentation . jurnal of sicience Education. 38(2). Cetin, P. S., dan Eymur, G., 2017, Developing Students’ Scientific Writing And Presentation Skills Through Argument Driven Inquiry: An Exploratory Study, Jurnal Chemical Education. Demircioglu, Tuba.,2012,The Effect Driven Inquiry On Pre Service Scince Teachers Attitude And Argumentations Skills . Procedia Social and Behavioral Science.s.48(5035-5039) Demircioglu, Tuba,dkk,2015, Investigating the Effect of Argumen-Driven Inquiry in Laboratory Instruction.jurnal pendidikan.15.268-282. ISSN 2148-7561/1303-0485 Gumrah, A., dan Kabapinar, F., 2010, Designing And Evaluating A Specific Teaching Intervention On Chemical Changes Based On The Notion Of Argumentation In Science, Procedia Social And Behavioral Sciences, Vol. 2 : ISSN 1877-0428.
  • 43. Hakkikadayifci, dan Celik, A., 2016, Implementation Of Argument-Driven Inquiry As An Instructional Model In A General Chemistry Laboratory Course, Jurnal Science Education International, Vol. 27, No. 3. Hasnunidah, N., Susilo, H., Irawati, M. H., dan Sutomo, H., 2015, Argument-Driven Inquiry with Scaffolding as the Development Strategies of Argumentation and Critical Thinking Skills of Students in Lampung, Indonesia, American Journal of Educational Research, Vol. 3, No. 9. Hidayat, W,dkk,(2018). Improving Students’ Creative Mathematical Reasoning Ability Students Through Adversity Quotient And Argument Driven Inquiry Learning. Journal of Physics: Conference Series. 948.ISSN 17426596 Sampson, V., Grooms, J., & Walker, J. P. (2009). Argument-driven inquiry: A way to promote learning during laboratory activities. Science Teacher, 76(8), 42–47. Sampson, V., dan Gleim, L., 2009, Argument-Driven Inquiry To Promote the Understanding of Important Concepts & Practices in Biology, Jurnal The American Biology Teacher, Vol. 71, No. 8 : ISSN 465-472. Sampson, V. Dan Walker, J. P., 2012, Argument-Driven Inquiry As A Way To Help Undergraduate Students Write To Learn By Learning To Write In Chemistry, International Journal Of Science Education, Vol. 34, No. 10 : P-ISSN 0950-0693 ; P- ISSN 1464-5289. Sampson, V., Grooms, J., dan Walker, J., 2010, Argument-Driven Inquiry as a Way to Help Students Learn How to Participate in Scientific Argumentation and Craft Written Arguments: An Exploratory Study, jurnal Science Education. Walker, J. P., & Sampson, V. (2013). Argument-driven inquiry: Using the laboratory to improve undergraduates’ science writing skills through meaningful science writing, peer-review, and revision. Journal of Chemical Education, 90(10), 1269–1274. Walker, J. P., Sampson, V., Grooms, J., Anderson, B., & Zimmerman, C. O. (2011). Argument-Driven Inquiry in Undergraduate Chemistry Labs: The Impact on Students’
  • 44. Conceptual Understanding, Argument Skills, and Attitudes Toward Science. Journal of College Science Teaching, 41(4), 74–81. Walker, J. P., Sampson, V., Grooms, J., Anderson, B., & Zimmerman, C. O. (2011). Argument-Driven Inquiry: An Introduction to a New Instructional Model for Use in Undergraduate Chemistry Labs. Journal of Chemical Education, 88, 1048–1056 Walker, J. P., Sampson, V., Grooms, J., Anderson, B., & Zimmerman, C. O. (2013). Learning to Argue and Arguing to Learn: Argument-Driven Inquiry as aWay to Help Undergraduate Chemistry Students Learn How to Construct Arguments and Engage in Argumentation During a Laboratory Course. Journal of College Science Teaching, 50(5) . 561-596.