Ringkasan singkat dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pemerintahan Abu Ja'far al-Mansur sebagai khalifah kedua Dinasti Abbasiyah, termasuk sistem pemerintahannya dan kebijakan-kebijakan yang dilakukannya.
2. Al-Mansur dikenal sebagai khalifah yang kuat dan tegas dalam memperkuat kekuasaan dinastinya serta menyingkirkan saingan-saingannya.
1. PEMERINTAHAN ABU JA'FAR AL-MANSYUR
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah Umayyah, di mana pendiri dari khilafah ini
adalah keturunan al-Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Di mana pola pemerintahan yang di terapkan
berbeda-beda sesuaidengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para kholifah
benar-benar tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain,
kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan filsafat ilmu pengetahuan dalamIslam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani
Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat. Selanjutnya digantikan oleh Abu Ja’far al-
Mansur, yang keras menghadapi lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syi’ah yang
merasa dikucilkan dari kekuasaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin
menjadi saingan baginya satu persatu disingkirkannya.
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Abu Ja’far al-Mansur?
2. Bagaimana sistem pemerintahan pada masa al-Mansur?
3. Apa saja kebijakan-kebijakan yang dilakukan Abu Ja’far dalam masa pemerintahannya?
II. PEMBAHASAN
A. Riwayat Abu Ja’far al-Mansur
Abu Ja’far dilahirkan di kota Humayyah (Hamimah) Yordaniyah 101 H/712 M, merupakan khalifah kedua Bani
Abbasiyah. Ibu beliau bernama Salamah al-Barbariyah, wanita dari suku Barbar. Dan ayahnya bernama
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Abu Ja’far selalu mendapat anugrah
kemenangan dalam setiap peperangan melawan Bani Umayyah dan kerusuhan-kerusuhan kaum pemberontak di
dalam negri dan dalam menekan imperium Bizantium. Oleh karena itu ia diberi gelar “al-Mansur” (orang yang
mendapat pertolongan Allah).
Sebutan al-Mansur sendiri adalah gelar takhta yang ditambahkan kepada nama aslinya. Gelar takhta itu ternyata
lebih populer dan mudah dikenal daripada nama aslinya, ini menjadi semacam tradisi dalam kholifahan Dinasti
Abbasiyah, seperti as-Saffah untuk Abu Abbas, al-Rasyid untuk Harun, al-Imam, al-Makmun, dll.
Al-Mansur memiliki kepribadian kuat, tegas, berani, cerdas,dan memiliki pemikiran cemerlang. Dalam usia 36
tahun, ia telah menjadi kholifah menggantikan kedudukan Abu Abbas as-Saffah yang telah wafat. Di usia yang
begitu muda, ia tampil ke depan menyelesaikan berbagai persoalan yang tengah melanda kekuasaannya.
Keberhasilannya dalam mengatasi persoalan-persoalan dalam negeri Dinasti Abbasiyah, membawa harum Bani
Abbas dan memperkuat dasar pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Selain itu, al-Mansur juga dikenal sebagai seorang khalifah yang agung, tegas, bijaksana, alim, berpikiran maju,
pemerintahannya rapi, disegani, dan seorang pemberani. Keberaniannya ini diperlihatkan dengan
2. kemampuannya mengatasi pemberontak-pemberontak yang terjadi, diantaranya adalah pemberontakan yang
dilakukan oleh pamannya, yaitu Abdullah bin Ali.
Khalifah Abu Ja’far al-Mansur juga dikatakan sebagaibapak pembangunan daulah Bani Abbasiyah, karena
beliaulah sebenarnya untuk pertama kali yang membuat dan mengatur politik pemerintahan Daulah Bani
Abbasiyah. Jalur-jalur administrasi pemerintah mulai dari pusat sampai daerah-daerah ditata dengan baik antara
kepala qadhi, kepala jawatan pajak, kepala polisi rahasia,dan kepala jawatan pos. Dengan demikian, maka
pemerintahan pada masa kholifah Abu Ja’far al-Mansur menjadi tertib dan lancar, sehingga pemerintahannya
menjadi kokoh, maju, dan berhasil membawa umat Islam ke masa kejayaan.
Abu Ja’far al-Mansur sangat besar jasanya dalam mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam. Beliau
adalah seorang yang cinta ilmu pengetahuan. Melalui kekuasaan dan hartanya,dia memberikan dorongan dan
kesempatan yang luas bagi para cendekiawan untuk mengembangkan riset ilmu pengetahuan. Buku-buku yang
dihasilkan oleh bangsa Romawi yang telah dilupakan, diperintahkan untuk dikumpulkan kembali, kemudian
diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Ilmu falak dan ilmu filsafat mulai digali dan dikembangkan di
pemerintahannya.
Abu Ja’far al-Mansur menjabat sebagai kholifah selama 22 tahun (136-158 H/754-775 M). dan beliau wafat
dalam perjalanan ketika hendak menunaikan ibadah haji di Bir Maimun (Makkah) pada usia 63 tahun, jenazah
beliau dibawa dan dikebumikan di Baghdad.[2]
B. Sistem Pemerintahan Pada Masa al-Mansur
Sebelum Abu al-Abbas as-Saffah meninggal, ia sudah mewasiatkan siapa bakal menjadi penggantinya, yakni
saudaranya,Abu Ja’far,kemudian Isa ibn Musa, keponakannya. As-Saffah digantikan oleh saudaranya, Abu
Ja’far,yang memperoleh gelar Al-Manshur (pemenang). Menurut Hitti, dia ternyata “salah seorang Abbasiyah
yang paling berhasil meskipun paling jahat”. Meskipun As-Saffah merupakan penguasa pertama dari bani
Abbas, Abu Ja’far harus diangkat sebagai pendiri dinasti itu yang sebenarnya.[3] Sistem pengumuman putra
mahkota ini meniru cara Umayyah,bukan mencontoh khulafaurrasyidin yang mendasarkan pemilihan kholifah
pada musyawarah dari rakyat.
Di zaman al-Mansur berawalmasa kejayaan dan masa perkembangan ilmu pengetahuan, yang oleh karenanya
Daulah Abbasiyah mencapai zaman keemasannya di belakang hari. Di zaman al-Mansur pula berkembang
pengaruh Persia secara jelas,sehingga khalifah-khalifah Bani Abbas meniru umat Persia tentang adat istiadat
istana bahkan sampai kepada nizam siasat yang terpakai di masa pemerintahan Kisra-kisra Persia. Ada suatu hal
yang baru lagi bagi para khalifah Abbasiyah, ialah pemakaian gelar. Abu Ja’far misalnya memakai gelar al-
Mansur. Hal tersebut dapat ditelusuri dari lokasi dimana Abbasiyah berkuasa yang bertumpu pada bekas
kekuasaan Persia,sehingga model Persia dijadikan acuan bagi pemerintahannya. Antara lain ialah dengan
mengatakan bahwa seorang penguasa adalah wakil Tuhan di bumi, tuhan telah memilih mereka sebagai orang
kepercayaan-Nya untuk memerintah. Sedangkan menurut Joesoef Sou’yf disebabkan Abu Ja’far senantiasa
menang di dalam peperangan baik memadamkan kerusuhan maupun dalam menghadapi serangan imperum
Byzantium, maka ia pun digelari al-Mansur yang berarti memperoleh pertolongan dari Allah.
Pada masa al-Mansur pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata “Innama ana Sulthan Allah fi Ardhihi
(Sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di buminya).” Dengan demikian konsep khalifah dalam
pandangannya dan berlanjut ke generasiselanjutnya yang merupakan mandate dari Allah, bukan dari manusia,
3. bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa khulafaurrasyidin. Hal ini merupakan pengaruh Persia
yang menetapkan bahwa raja adalah wakil Tuhan, karena itu dia berhak memerintah, dan rakyat hendaklah setia
dan patuh kepadanya.
Setelah diangkat menjadi khalifah, Abu Ja’far al-Mansur segera membuat beberapa perombakan dalam bidang
pemerintahan. Dia mulai menerapkan sistem baru. Dia mengangkat seorang wazir yang bertugas sebagai
seorang koordinator antar departemen yang ada. Jabatan wazir ini hamper mirip dengan perdana menteri.
Selain itu, Abu Ja’far juga mulai menerapkan tradisi prokoler. Tradisi protokoler ini mirip dengan lembaga
sekretariat negara. Lembaga ini bertugas mengatur jadwal pertemuan dengan khalifah. Para tamu yang mau
bertemu dengan khalifah harus terlebih dahulu melapor dan menjelaskan keperluannya. Dengan adanya tradisi
protokoler ini, para tamu, tidak mudah bertemu dengan khalifah.
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. selanjutnya
digantikan oleh Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M), yang keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani
Umayyah, Khawarij, dan juga Syi’ah. Untuk memperkuat kekuasannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin
menjadi saingan baginya satu persatu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah
pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syiria dan Mesir dibunuh karena
tidak bersedia membaiatnya, al-Mansur memerintahkan Abu Muslim al-Khurasani melakukannya, dan
kemudian menghukum mati Abu Muslim al-Khurasani, karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya.
Abu muslim sendiri merupakan seorang yang setia kepada kahlifah dan berpengaruh besar. Ketika as-saffah
masih hidup, Abu Muslim selalu dimintai pendapatnya dalam urusan negara, sebelum meminta kepada yang
lain termasuk al-Mansur. Dikarenakan kekhawatiran akan menjadi pesaing baginya, maka Abu Muslim al-
Khurasani dihukum mati pada tahun 755 M. Selanjutnya Abu Ja’far juga menyingkirkan keturunan Ali ibn Abi
Thalib yang pengikutnya banyak, terutama di wilayah berdirinya kekuasaan Bani Abbas. Mereka ditakutkan
menuntut hak untuk kepemimpinan umat dari golongannya yang selama ini ikut berjuang mendirikan
kekuasaan.
Selain kedua rival itu, pemimpin kharismatik sekte Syi’ah, Muhammad ibn Abdullah ibn Hasan ibn Ali, yang
terkenal dengan sebutan Imam Nafs al Zakiyah telah bersumpah setia, kepadanya sebagaiimam dan akan
diangkat sebagai khalifah setelah runtuhnya Bani Umayyah. Rakyat Hijaz dan Yaman mengakuinya sebagai
khalifah, mereka termasuk Imam Abu Hanifah dan Imam Malik menyatakan “Nafs al-Zakiyah sebagaikhalifah
yang sah”. Akan tetapi, justru dibunuh oleh Mansur. Demikian pula nasib saudaranya,Ibrahim juga telah
dibunuh Mansur, dimana kedua saudara yang dihormati banyak orang baik kalangan Syi’ah maupun bukan
Syi’ah.
C. Kebijakan-Kebijakan Abu Ja’far al-Mansur Dalam Masa Pemerintahannya
Sebagai khalifah Dinasti Abbas yang tergolong awal, Abu Ja’far berfikir dan berjuang keras guna secepat
mungkin menciptakan kemajuan-kemajuan di berbagai bidang kebudayaan. Diantara usaha-usaha untuk
menciptakan kemajuan Dinasti Abbasiyah adalah sebagaiberikut:
1. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Abu Ja’far al-Mansur dikenal sebagai khalifah yang mencintai ilmu. Hal ini dapat dilihat dari usaha beliau
dalam memajukan ilmu melalui hal-hal sebagai berikut:
a. Menyalin buku-buku ilmu pengetahuan yang berbahasa Yunani, Sanskerta, Persia,dan Suryani ke dalam
4. bahasa Arab.
b. Menyusun buku-buku yang beraitan dengan agama Islam, sepertiilmu tafsir, ilmu hadist yang telah diseleksi,
nahwu, sharaf, balaghah, dan sebagainya.
c. Mendatangkan kaum cendekiawan dari berbagai negara untuk mengembangkan dan mengajarkan ilmu-ilmu
pengetahuan umum seperti kedokteran, ilmu falak, ilmu astronomi, dan lain-lain.
Pada masa Abu Ja’far juga telah dilakukan penyusunan dan penyaringan ilmu hadist. Upaya ini dilakukan agar
tidak terjadi pemalsuan terhadap perkataan,perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad saw. (Hadist Nabi).
2. Pengaturan dan Penertiban Pemerintahan
Sebagai usaha untuk memperkokoh kedudukan dan kekuasaan Daulah Bani Abbasiyah serta memajukan
negerinya, Khalifah Abu Ja’far al-Mansur, melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menyusun dan menertiban administrasi pemerintahan.
b. Menjalin kerjasama antarsektor aparat negara,seperti kerjasama antar qadhi dengan kepala polisi rahasia,
dengan kepala jawatan perhubungan, kepala jawatan pos, kepala pajak, kepala pendapatan negara,dan
sebagainya.
c. Memberikan tugas dan tanggung jawab kepada semua aparat, baik di pusat maupun di daerah-daera
3. Peningkatan Ekonomi Sosial
Untuk usaha peningkatan ekonomi masyarakat dilakukan dengan mendirikan dan membangun kota baru, yang
semula yaitu “Madinah as-Salam” (kota perdamaian) menjadi Baghdad (nama Persia) yang berarti pemberian
Allah. Kota Baghdad menjadi ibu kota Dinati Abbasiyah yang indah dan megah sehingga menjadi pusat
kegiatan ekonomi, perdagangan, sosial budaya, politik, dan menjadi kota internasional.
Di samping itu, Abu Ja’far juga membangun kanal-kanal, irigasi untuk mengembangkan pertanian di berbagai
wilayah.
4. Bidang Politik
Pada masa khalifah al-Mansur dalam bidang politik, negara cukup stabil dan maju, setelah ia memadamkan api
pemberontakan. Di Afrika Utara Berber dan Khawarij yang semula ikut barisan berdirinya Abbasiyah untuk
menggulingkan Umayyah karena mereka berpaham demokratis dan menganggap khalifah tidak hanya harus
dari golongan tertentu (Quraisyi) akan tetapi boleh saja dari suku dan bangsa manapun asalmemenuhi syarat,
akhirnya kecewa terhadap sikap Mansur yang telah menyingkirkan satu persatu tokoh-tokoh yang berjasa guna
menumbangkan Dinasti Umayyah untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah. Pada akhirnya, menarik dukungan dan
mengganggu kestabilan politik Dinasti Abbasiyah. Mereka juga kecewa dengan sikap Abbasiyah terhadap
mereka yang berat sebelah dengan orang Persia. Pemberontakan baik Berber atau Khawarij di bawah panglima
merangkap amir, Yazid ibn Hasan al-Muhallab yang berhasil menguasai Qayrawan,sebagaipusat politik Islam
di Afrika Utara.
Dalam upaya pembinaan politik luar negeri, Khalifah Abu Ja’far mengadakan serangan dan penaklukan kota-
kota yang dikuasai oleh raja Bizantium Kaisar Komstantin V. tempat tersebut misalnya benteng Malaka,
wilayah Coppadosia, dan juga merebut kembali Sisilia. Penaklukan direncanakan terus ke utara sampai selat
Borporus. Akan tetapi, Kaisar Komstantin V meminta gencatan selama tujuh tahu yang disebut dengan
perjanjian damai “Seven Years Truce” (758-765 M).
5. III. KESIMPULAN
Dari penjelasan mengenai kebudayaan Islam di masa al-Mansur dapat disimpulkan bahwa:
a. Abu Ja’far dilahirkan di kota Humayyah Yordania. Ibu beliau bernama Salamah dan ayahnya bernama
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib.
b. Di zaman al-Mansur berawalmasa kejayaan dan masa perkembangan ilmu ppengetahuan yang oleh
karenanya Daulat Abbasiyah mencapai zaman keemasannya di belakang hari. Di zaman al-Mansur berkembang
pula pengaruh Persia secara jelas,sehingga khalifah-khalifah bani Abbas meniru adat istiadat istana bahkan
sampai kepada nizam siasat yang terpakai di masa pemerintahan Kisra-kisra Persia.
c. Kebijakan-kebijakan al-Mansur dalam masa pemerintahannya.
Diantara usaha-usaha untuk menciptakan kemajuan Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
2. Pengaturan dan Penertiban Pemerintahan
3. Peningkatan Ekonomi Sosial
4. Bidang Politik
IV. PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami susun, kami sadar bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan baik dalam
penyusunan maupun penyampaian dalam makalah ini, maka dari itu kritik dan saran sangat kami harapkan guna
memperbaiki penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.