SlideShare a Scribd company logo
1 of 42
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
MODUL 2 
AGREGAT UNTUK BETON 
Kegiatan Belajar 1: 
1. Jenis-jenis Agregat Untuk Beton 
Tujuan Instruksional Khusus 
Setelah akhir pelajaran diharapkan siswa: mampu menjelaskan jenis-jenis 
agregat untukbeton 
1.1. Pendahuluan 
Agregat menempati volume terbesar dalam adukan beton. Agregat di 
dalam beton memiliki fungsi sebagai berikut : 
· Sebagai bahan pengisi 
· Menentukan kekuatan aduk beton 
· Membuat beton/adukan stabil terhadap pengaruh luar dan cuaca, 
memperendah sifat susut dan muai. 
· Memperkecil pemakaian perekat. 
Jenis agregat untuk beton dikelompokan sebagai berikut : 
· Jenis agregat berdasarkan berat volume beton 
· Jenis agregat berdasarkan bentuk 
· Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaan 
· Jenis agregat berdasarkan ukuran butir nominal 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 10
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
· Jenis agregat berdasarkan gradasi 
1.2. Jenis Agregat Berdasarkan Berat Volume Beton : 
1. Agregat ringan : dipakai untuk pembuatan beton dengan berat 
volume kurang dari 1800 kg/m3. Jenis ini dibagi lagi yaitu beton ringan 
dengan berat volume kurang dari 1200 kg/m3 dan beton setengah berat 
dengan berat volume 1200- 1800 kg/m3. 
2. Agregat normal : dipakai untuk adukan beton sehari-hari yang umum 
dipakai. Untuk konstruksi bangunan secara umum, berat volumenya 
1800 – 2800 kg/m3. 
3. Agregat berat : dipakai terutama untuk adukan beton yang 
ditekankan pada berat massa beton lebih dari 2800 kg/m3. 
1.3. Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk: 
1. Agregat Bulat. Rongga udara 33%, sehingga ratio luas 
permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan agregat ini kurang cocok 
untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu 
tinggi, karena ikatan antar agregat kurang kuat. 
2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur . Rongga udara lebih 
tinggi 35 – 38 %, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen 
agarmudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan agregat ini belum cukup 
baik untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton 
mutu tinggi, karena ikatan antar agregat belum cukup baik(masih 
kurang kuat). 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 11
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
3. Agregat bersudut. Rongga udara lebih tinggi 38 – 40 %. Beton yang 
dihasilkan agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada 
kekuatan atau untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antar agregat 
baik.Agregat ini dapat juga digunkan untuk lapis perkerasan kaku (rigid 
pavement). 
4. Agregat panjang. Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari 
lebarnya.Agregat disebut panjang jika ukuran terbesar lebih 9/5 ukuran 
rata-rata. Ukuran rata-rata adalah ukuran ayakan yang meloloskan dan 
menahan butir agregat. Agregat ini cenderung berada di rata-rata air 
sehingga akan terdapat rongga di bawahnya. Kekuatan tekan dari 
beton yang menggunkan agregat ini buruk. 
5. Agregat pipih, jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran-ukuran 
lebar dan tebalnya lebih kecil. Agregatini tidak baik untuk 
campuran beton mutu tinggi. 
6. Agregat pipih panjang, yaitu agregat yang mempunyai panjang jauh 
lebih besar dari pada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar 
dari tebalnya. 
1.4. Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan 
.1 Agregat licin/halus 
.2 Berbutir (granular) 
.3 Kasar 
.4 Kristalin (cristalline) 
.5 Berbentuk sarang lebah (honeycombs) 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 12
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
1.5. Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal 
.1 Agregat halus, agregat yang semua ukuran butirnya menembus 
ayakan 4,8 mm (SII.0052, 1980), atau4,75 mm (ASTM C33, 1995) atau 
5 mm (BS.812, 1976). 
.2 Agregat kasar ialah agregat yang semua butirnya tertinggal di atas 
ayakan 4,8 mm (SII.0052, 1980), atau4,75 mm (ASTM C33, 1995) atau 
5 mm (BS.812, 1976). 
1.6. Jenis Agregat Berdasarkan Gradasi 
1. Gradasi sela (gap gradation), jiuka salah satu atau lebih ukuran butir 
atau fraksi pada satu set ayakan tidak ada. 
2. Gradasi menerus, jika agregat yang semua ukuran butirnya ada dan 
terdistribusi dengan baik. 
3. Gradasi seragam, jika agregat mempunyai ukuran yang sama atau 
seragam. 
Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penggunaan agregat 
dalam beton (Landgren, 1994) : 
1. Volume udara, udara yang terdapat dalam campuran beton akan 
mempengaruhi proses pembuatan beton terutama setelah terbentuknya 
pasta semen. 
2. Volume padat, kepadatan volume agregat akan mempengaruhi berat isi 
dari beton jadi. 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 13
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
3. Berat jenis agregat, akan mempengaruhi proporsi campuran dalam 
berat sebagai kontrol. 
4. Penyerapan, berpengaruh pada berat jenis 
5. Kadar air permukaan agregat, berpengaruh pada penggunaan air saat 
pencampuran. 
R A N G K U M A N 
Agregat di dalam beton memiliki fungsi sebagai berikut : 
1. Sebagai bahan pengisi 
2. Menentukan kekuatan aduk beton 
3. Membuat beton/adukan stabil terhadap pengaruh luar dan cuaca, 
memperendah sifat susut dan muai. 
4. Memperkecil pemakaian perekat (semen) 
Jenis agregat untuk beton dikelompokan sebagai berikut : 
1. Jenis agregat berdasarkan berat volume beton 
2. Jenis agregat berdasarkan bentuk 
3. Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaan 
4. Jenis agregat berdasarkan ukuran butir nominal 
5. Jenis agregat berdasarkan gradasi 
S O A L L A T I H A N 
1. Jelaskan jenis agregat berdasarkan : 
a. beratnya 
b. bentuknya 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 14
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
c. tekstur permukaannya 
d. ukuran nominalnya 
e. gradasi ayakannya 
2. Berdasarkan bentuk, tekstur permukaannya, ukuran nominal dan 
gradasinya, agregat yang bagaimana yang baik digunakan untuk 
campuran beton? 
Sumber Pustaka 
ASTM, 1995, Concrete and Agregat , Annual Book of ASTM Standard, 
Vol 04.02, Philadelphia. 
British Standard Institutions, 1982, Method for sampling and Testing 
of Material aggregates, sands and fillers , BS 812:Part1-4, England. 
Landgren,Robert ,1978, Unit weight, specific gravity, absorpsion, 
and surface moisture, significance of test and properties of 
concrete and concrete materials , ASTM STP 169C, Philadelphia. 
Tri Mulyono, 2004, Teknologi Beton, Penerbit Andi, Yogyakarta 
Kegiatan Belajar 2: 
2. Sifat –sifat Agregat Untuk Beton 
Tujuan Instruksional Khusus 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 15
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Setelah akhir pelajaran diharapkan siswa, mampu menjelaskan sifat-sifat 
agregat yang digunakan untuk beton 
Sifat-sifat agregat dalam campuran beton yang perlu diketahui adalah 
sebagai berikut : 
1. Serapan air dan kadar air agregat 
2. Berat jenis dan daya serap agregat 
3. Gradasi agregat 
4. Modulus halus butir 
5. Ketahanan kimia 
6. Kekekalan 
7. Perubahan volume 
8. Karakteristik panas 
9. Bahan-bahan lain yang mengganggu 
2.1. Serapan Air dan Kadar Air Agregat 
2.1.1 Serapan Air 
Serapan air dihitung dari banyaknya air yang mampu diserap oleh agregat 
pada kondisi jenuh permukaan kering (JPK) atau saturated surface dry 
(SSD), kondisi ini merupakan: 
1. Keadaan kebasahan agregat yang hampir sama dengan agregat dalam 
beton, sehingga agregat tidak akan menambah maupun mengurangi air 
dari pastanya. 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 16
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
2. Kadar air dilapangan lebih banyak mendekati kondisi SSD daripada 
kondisi kering oven. 
Resapan efektif dinyatakan dengan banyaknya jumlah air yang diperlukan 
agregat dalam kondisi kering udara (WKU) menjadi SSD (WSSD), dinyatakan 
dengan rumusan sebagai berikut : 
x100% 
R W W 
SSD KU 
W 
SSD 
ef 
- 
= 
Resapan efektif (Ref) dipakai untuk menghitung berat air yang akan diserap 
(Wsr) oleh agregat (Wag) dalam adukan beton, yaitu dengan rumus : 
Wsr = Ref . Wag 
Sehingga kelebihan air dalam campuran beton yang merupakan kontribusi 
dari agregat dapat dihitung dengan rumus : 
x100% 
W W 
BSH SSD 
W 
A 
SSD 
kel 
- 
= 
Air kelebihan ini dipakai untuk menghitung berat tambahan (Wtam) terhadap 
campuran adukan beton, yaitu : 
Wtam = Akel . Wag 
Kelebihan (Wagr) dan berat pada kondisi SSD (WSSD) dapat digunakan untuk 
menghitung banyaknya kandungan air (Kair) dalam agregat yang dinyatakan 
dengan rumus : 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 17
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
x100% 
W W 
Agr SSD 
W 
K 
SSD 
air 
- 
= 
2.1.2 Kadar Air 
Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu agregat. 
Kadar air dapat dibedakan dalam empat jenis : 
1. Kadar air kering oven, yaitu keadaan yang benar-benar tidak berair 
2. Kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaannya 
kering tetapi sedikit mengandung air dalam porinya dan masih dapat 
menyerap air. 
3. Jenuh Kering Permukaan (JKP), yaitu keadaan dimana tidak ada air di 
permukaan agregat, tetapi agregat tersebut masih mampu menyerap 
air. Pada kondisi ini, air dalam agregat tidak akan menambah atau 
mengurangi air pada campuran beton. 
4. Kondisi basah, yaitu kondisi dimana butir-butir agregat banyak 
mengandung air, sehingga akan menyebabkan penambahan kadar air 
campuran beton. 
Dari keempat kondisi ini, hanya dua kondisi yang sering dipakai yaitu 
kondisi kering oven dan kondisi SSD. Kadar air biasanya dinayatan dalam 
prosen dan dapat dihitung sebagai berikut : 
KA W W - 
1 2 x 
W 
100% 
2 
= 
dimana : 
W1 = Berat agregat basah (gram) 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 18
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
W2 = Berat agregat kering oven 
KA = Kadar air, biasanya juga dilambangkan dengan simbol : w 
2.2. Berat Jenis dan Daya Serap Agregat 
Berat jenis digunakan untuk menetukan volume yang diisi oleh agregat. 
Berat jenis dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari 
beton sehingga secara langsung menentukan banyaknya campuran 
agregat dalam campuran beton. Hubungan antara berat jenis dengan daya 
serap adalah jika semakin tinggi nilai berat jenis agregat maka semakin 
kecil daya serap air agregat tersebut. 
2.3. Gradasi Agregat 
Untuk mendapat campuran beton yang baik, kadang-kadang kita harus 
mencampur beberapa jenis agregat. Dalam pekerjaan beton yang banyak 
dipakai adalah agregat normal dengan gradasi yang harus memenuhi 
syarat standar, namun untuk keperluan yang khusus sering dipakai agregat 
ringan ataupun agregat berat. 
2.4. Modulus Halus Butir 
Modulus halus butir (finnes modulus) atau biasa disingkat dengan MHB 
ialah suatu indek yang dipakai untuk mengukur kehalusan atau kekasaran 
butir-butir agregat (Abrams, 1918). MHB didefinisikan sebagai jumlah 
persen komulatif dari butir agregat yang tertinggal diatas satu set ayakan 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 19
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
(38, 19, 9, 6, 4.8, 2.4, 1.2, 0.6, 0.3, 0.15 mm), kemudian nilai tersebut 
dibagi dengan seratus (Ilsley, 1942:232) 
Makin besar nilai MHB suatu agregat maka semakin besar butiran 
agregatnya. Umumnya agregat halus mempunyai MHB sekitar 1.50 – 3.8 
dan kerikil mempunyai MHB 5 – 8. Nilai ini juga dapat dipakai sebagai 
dasar untuk mencari perbandingan dari campuran agregat. Untuk agregat 
campuran nilai MHB yang biasa dipakai berkisar sekitar 5.0 – 6.0. 
Hubungan ketiga nilai MHB tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut : 
W = (K – C) / (C – P) x 100 % 
Dimana : 
W : Persentase berat agregat halus (pasir) terhadap berat agregat kasar 
(kerikil/batu pecah) 
K : Modulus halus butir agregat kasar 
P : Modulus halus butir agregat halus 
C : Modulus halus butir agregat campuran. 
2.5. Ketahanan Kimia 
Pada umumnya beton tidak tahan terhadap serangan kimia. Ada 
beberapa bahan kimia yang bereaksi dengan beton, tetapi dua bentuk yang 
biasa dijumpai menyerang beton adalah alkali dan sulfat. 
Bahan-bahan kimia pada dasarnya bereaksi dengan komponen-komponen 
tertentu dari pasta semen yang telah mengeras. Oleh karena itu 
ketahanan terhadap beton yang telah mengeras sebagian besar tergantung 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 20
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
pada jenis semen yang digunakan. Ketahanan terhadap serangan kimia 
bertambah dengan bertambahnya kekedapan beton terhadap air. 
2.5.1. Ketahanan Alkali 
Beberapa jenis agregat dapat bereaksi dengan alkali yang ada dalam 
semen dan membentuk gel silika yang suasananya adalah basa. Bila 
terjadi hal yang demikian maka agregat tersebut mengembang dan 
membengkak yang menyebabkan timbulnya retak-retak serta penguraian 
beton yang bersangkutan. Jenis agregat yang mengandung silika reaktif 
dapat ditemui dalam batuan seperti cherts, batu kapur yang mengandung 
silika dan beberapa jenis batuan vulkanik. 
Calsium hidroksida (CaOH) dalam pasta semen yang mengeras 
dapat llarut dalam air, terutama jika terdapat carbondiokxida (CO2). Bila 
beton dalam masa perawatan dan dilalui air dan menyerapnya, kalsimsium 
hidroksida dalam semen berpindah dan hilang tersaring keluar. Peristiwa 
ini merugikan beton, karena keawetan beton akan berkurang. Keadaan ini 
sering dijumpai di bangunan hidrolik yang terdapat retak-retak, bagian yang 
keropos karena terjadi segregasi, siar-siar pelaksanaan yang jelek dan 
pori-pori yang dapat dilalui oleh aliran air. Karena beton juga dapat 
menyerap ait tanah atau air hujan, maka proses di atas dpat juga terjadi. 
Pencegahan paling mudah yaitu dengan membuat beton yang 
homogen, padat serta dengan daya serap yang rendah sehingga dapat 
mengurangi serangan alkali. Untuk itu pemilihan agregat dan usaha 
perawatan untuk mengurangi susut beton akan sangat membentu. Cara 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 21
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
lainnya yaitu dengan membubuhkan bahan teras yang halus ke dalam 
campuran beton yang bersangkutan. Bahan teras yang halus ini akan 
bereaksi dengan unsur-unsur alkali dalam semen pada saat campuran 
beton masih dalam keadaan plastis, sehingga akan mengurangi kadar 
alkali secara efektif. 
2.5.2. Ketahanan Sulfat 
Hampir semua larutan sulfat bereaksi dengan calsium hidroxida 
Ca(OH)2, dan tricalsium aluminat C3A dari semen yang berhidrasi untuk 
membentuk senyawa-senyawa kalsium sulfat dan kalsium sulfoaluminat. 
Dalam hal ini, kalsium sulfat dan magnesium sulfat adalah yang paling 
reaktif dalam suasana basa, dijumpai secara luas dalam tanah, terutama 
tanah lempung (clay), dalam air tanah atau laut. Tidak seperti kalsium 
hidroksida, senyawa-senyawa kimia ini tidak larut dalam air. Meski 
demikian, volumenya lebih besar dari pada senyawa-senyawanya pasta 
semen sebagai bahan induk senyawa-senyawa tersebut. 
Bertambahnya volume pada beton yang telah mengeras ini, 
memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi kehancuran struktur. 
Intensitas serta kecepatan serangan sulfat tergantung pada faktor-faktor 
seperti jenis sulfat, konsentrasi serta kandungan senyawa tersebut. Jenis-jenis 
sulfat magnesium yang paling kuat serangannya. Konsentrasi sulfat 
dinyatakan dalam ukuran beratnya. 
2.6. Kekekalan 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 22
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Kekekalan agregat diuji dengan menggunakan larutan kimia untuk 
memeriksa reaksinya pada agregat. (PB 89, 1990). Agregat harus 
memenuhi syarat seperti yang tercantum dalam SII.0052-80 ”Mutu dan 
Cara Uji Agregat Beton” untuk beton normal atau memenuhi syarat ASTM 
C.33-86 ”Standard Specification for Concrete Aggregates” 
Syarat mutu agregat normal : 
1. Agegat halus jika diuji dengan larutan garam sulfat (natrium sulfat, 
NaSO4), bagian yang hancur maksimum 10% dan jika diuji dengan 
magnesium sulfat (MgSO4) bagian yang hancur maksimum 15%. 
2. Agregat kasar jika diuji dengan larutan garam sulfat (natrium sulfat, 
NaSO4), bagian yang hancur maksimum 12% dan jika diuji dengan 
magnesium sulfat (MgSO4) bagian yang hancur maksimum 18%. 
2.7. Perubahan Volume 
Faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan 
dalam volume beton adalah kombinasi reaksi kimia antar semen dengan air 
seiring dengan mengeringnya beton. Jika agregat mengandung senyawa 
kimia yang dapat mengganggu proses hirasi semen, maka beton yang 
terbentuk akan mengalami keretakan. ASTM C.330 ”Spesification for 
Ligtweight Agregates for Structural Concrete” memberikan keterangan 
bahwa susut kering untuk agregat ringan tidak boleh melebihi 0.10%. 
2.8. Karakteristik Panas 
2.8.1 Koefisien Muai 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 23
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Koefisien muai beton bertambah dengan bertambahnya sifat 
thermal agregat yang dipakai. Jika koefisiennya besar, maka perubahan 
suhu dapat mengakibatkan perbedaan gerakan sehingga dapat 
melepaskan lekatan antara agregat dan pasta semen. Jika koefisien muai 
antara beton dan agregat berbeda lebih dari 5.4 x 10-6, beton akan retak 
jika mengalami proses panas dan dingin atau jika terjadi kebakaran. 
Koefesien muai tergantung dari jenis agregatnya. Nilainya berkisar 
antara 5.4 x 10-6 sampai 12.6 x 10-6 perderajat celcius dan koefisien muai 
pasta semen antara 10.8 x 10-6 sampai 16.2 x 10-6 perderajat celcius 
2.8.2 Panas Jenis dan Penghantar Panas 
Panas jenis perlu dihitung jika beton digunakan untuk pekerjaan 
massa dan juga pekerjaan khusus, seperti isolasi dalam bangunan pabrik. 
2.9. Bahan-bahan Lain Yang Mengganggu 
Bahan pengganggu menyebabkan terganggunya proses pengikatan 
dan pengerasan pada beton. Selain alkali dan sulfat, bahan lain yang 
mengganggu pengerjaan beton yang berasal dari agregat adalah sebagai 
berikut : 
2.9.1 Bahan Padat Yang Menetap 
Lempung, tanah liat dan abu batu tidak diijinkan dalam jumlah 
banyak. Ada kecenderungan meningkatnya penggunaan air dalam 
campuran beton yang bersangkutan, jika terdapat bahan-bahan tersebut. 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 24
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Bahan ini tidak dapat menyatu dengan semen, sehingga menghalangi 
penggabungan antara semen dan agregat. Pada akhirnya kekuatan tekan 
beton akan berkurang karena tidak adanya ikatan antara semen dan 
agregat. 
2.9.2. Bahan – bahan Organik Dan Humus 
Bahan organik mengganggu proses hidrasi. Bahan organik yang 
biasa dijumpai terdiri dari daun-daunan yang telah membusuk, humus, 
asam dan llainnya. Bahan ini lebih banyak terdapat dalam agregat halus 
dari pada agregat kasar terutama yang berasal dari sumber hulu sungai. 
Bahan-bahan organik dan humus yang dipergunkan dalam beton 
tidak boleh melebihi batas yang disyaratkan. 
Tabel 2.1. Syarat bahan-bahan yang mengganggu 
Uraian Prosentase maksimum dalam berat 
Lempung dan partikel 
Butiran halus lolos ayakan no 200 : 
- Beton tahan abrasi 
- Beton umumnya 
Batu bara dan lignit : 
- Beton ekspose 
- Beton umumnya 
3.0 
3.0 
5.0 
0.5 
1.0 
Contoh soal : 
Perhitungan Modulus Halus Butir. 
Dari hasil uji agregat kasar dan halus didapat data sebagai berikut : 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 25
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Tabel 2.2. Contoh data hasil analisa ayak (saringan) 
Lubang 
Ayakan (mm) 
Berat Tertinggal (gram) 
Agregat Kasar 
(gram) Agregat Halus (gram) 
38 0 0 
19 0 0 
9.6 640 0 
4.8 270 25 
2.4 90 45 
1.2 0 95 
0.6 0 110 
0.3 0 140 
0.15 0 75 
Sisa 0 10 
Jumlah 1000 500 
Hitunglah Modulus halus butir untuk agregat kasar dan agregat halus dari 
data diatas. 
Penyelesaian : 
Untuk mempermudah perhitungan modulus halus butir agregat, 
perhitungan sebaiknya dilakukan dengan tabulasi. 
Tabel 2.3. Contoh Hiitungan Modulus Halus Butir Agregat Halus 
Lubang 
Ayakan (mm) 
Berat Tertahan 
(gram) (%) Komulatif (%) 
38 0 0 0 
19 0 0 0 
9.6 0 0 0 
4.8 25 5 5 
2.4 45 9 14 
1.2 95 19 33 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 26
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
0.6 110 22 55 
0.3 140 28 83 
0.15 75 15 98 
Sisa 10 2 --- 
Jumlah 500 100 288 
Modulus halus butir = 288 / 100 =2.88 
Tabel 2.4. Contoh Hiitungan Modulus Halus Butir Agregat Kasar 
Lubang 
Ayakan (mm) 
Berat Tertahan 
(gram) (%) Komulatif (%) 
38 0 0 0 
19 210 21 21 
9.6 510 51 72 
4.8 230 23 95 
2.4 50 5 100 
1.2 0 0 100 
0.6 0 0 100 
0.3 0 0 100 
0.15 0 0 100 
Sisa 0 0 --- 
Jumlah 1000 100 688 
Modulus halus butir = 688 / 100 =6.88 
R A N G K U M A N 
Sifat-sifat agregat sangat berpengaruh pada mutu campuran beton. 
Sifat-sifat agregat dalam campuran beton yang perlu diketahui adalah 
sebagai berikut : 
1. Serapan air dan kadar air agregat 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 27
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
2. Berat jenis dan daya serap agregat 
3. Gradasi agregat 
4. Modulus halus butir 
5. Ketahanan kimia 
6. Kekekalan 
7. Perubahan volume 
8. Karakteristik panas 
9. Bahan-bahan lain yang mengganggu 
Modulus Halus Butir (MHB) merupakan suatu indeks ukuran kehalusan 
atau kekasaran suatu agregat. Makin besar nilai MHB suatu agregat maka 
semakin besar butiran agregatnya. 
S O A L L A T I H A N 
1. Jelaskan sifat dan karakteristik agregat dalam campuran beton! 
2. Apa yang dimaksud dengan modulus halus butir, dan bagaimana cara 
menghitungnya? 
3. Mengapa agregat harus tahan terhadap serangan kimia alkali dan 
sulfat? 
4. Apa pengaruh karakteristik panas dalam agregat terhadap keawetan 
dan kualitas beton ? 
5. Mengapa agregat tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat 
merusak? Sebutkan dan jelaskan zat yang dapat merusak tersebut! 
6. Pengujian agregat menghasilkan data sebagai berikut : 
Lubang 
Ayakan (mm) 
Berat Tertinggal (gram) 
Agregat 
Kasar 
Agregat 
Halus A 
Agregat 
Halus B 
38 0 0 0 
19 10 0 0 
9.6 450 0 10 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 28
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
4.8 300 0 20 
2.4 140 15 30 
1.2 100 10 140 
0.6 0 250 100 
0.3 0 175 150 
0.15 0 35 40 
Sisa 0 15 10 
Jumlah 1000 500 500 
Hitunglah modulus halus butir agregat kasar, agregat halus A dan B? 
Sumber Pustaka 
ASTM, 1995, Concrete and Agregat , Annual Book of ASTM Standard, 
Vol 04.02, Philadelphia. 
Brink, RH and Timms, AG, 1978, Weight, Density, Absorption, and 
Surface Moisture, Significance of Test and Properties of 
Concrete and Concrete-Material, ASTM STP 169B, Philadelphia 
Departemen Pekerjaan Umum. Badan Penelitian dan Pengembangan PU, 
1989, Pedoman Beton 1989, SKBI 1.4.53. Draft Konsensus , 
DPU, Jakarta. 
PEDC, 1983, Teknologi Bahan 2 dan 3, PEDC, Bandung. 
Tri Mulyono, 2004, Teknologi Beton, Penerbit Andi, Yogyakarta 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 29
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Kegiatan Belajar 3: 
3. Gradasi Agregat 
Tujuan Instruksional Khusus 
Setelah akhir pelajaran diharapkan siswa, mampu menjelaskan susunan 
butir untuk agregat yang digunakan untuk beton. 
Pengertian Gradasi 
Gradasi atau susunan butir adalah distribusi dari ukuran agregat. 
Distribusi ini bervariasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu gradasi sela 
(gap grade), gradasi menerus (continous grade) dan gradasi seragam 
(uniform grade). Untuk mengetahui gradasi tersebut dilakukan pengujian 
melalui analisa ayak sesuai dengan standard dari BS 812, ASTM C-33, C 
136, ASHTO T.26 ataupun Standar Nasionalan Indonesia. 
Beberapa ukuran saringan yang digunakan untuk mengetahui gradasi 
agregat dapat dilihat pada tabel 2. berikut : 
Tabel 2.5. Ukuran Saringan Standar Agregat untuk Campuran Beton 
STANDAR 
ASTM E 
US 
D ISO 
11 
STANDAR 
D 
BRITISH STANDARD 
BS – 812 (BS. 410, 1976) 
STANDAR 
D JERMAN 
128 mm 
64 mm 
100 mm 
90 mm 
- 
- 
- 
- 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 30
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
- 
- 
- 
32 mm 
- 
16 mm 
- 
8 mm 
4 mm 
2 mm 
1 mm 
500 mm 
250 mm 
125 mm 
62 mm 
75 mm 
63 mm 
50 mm 
37.5 mm 
25 mm 
19 mm 
12.5 mm 
9.5 mm 
4.75 mm 
2.36 mm 
1.18 mm 
600 mm 
300 mm 
150 mm 
75 mm 
No. 1” 
No. ¾ ” 
Np. 3/8” 
No. 4 
No. 8 
No. 30 
No. 50 
No. 100 
No. 200 
- 
- 
- 
- 
- 
- 
75 mm 
63 mm 
50 mm 
37.5 mm 
28 mm 
20 mm 
14 mm 
10 mm 
5.0 mm 
2.36 mm 
1.18 mm 
600 mm 
300 mm 
150 mm 
75 mm 
- 
63 mm 
- 
31.5 mm 
- 
16 mm 
- 
8 mm 
4 mm 
2 mm 
1 mm 
500 mm 
250 mm 
Pengaruh susunan butir terhadap sifat aduk/beton segar adalah 
sebagai berikut : 
1. Mempengaruhi sifat mampu dikerjakan (workability) 
2. Mempengaruhi sifat kohesif campuran agregat, semen dan air. 
3. Mempengaruhi keseragaman/homogenitas adukan sehingga akan 
berpengaruh pada cara pengecoran dan pewadahan. 
4. Mempengeruhi sifat segregasi (pemisahan butir) atau juga bleding. 
5. Mempengaruhi hasill pekerjaan finishing permukaan beton dan adukan 
Pengaruh susunan butir terhadap sifat aduk/beton keras adalah 
sebagai berikut : 
1. Mempengaruhi porositas. 
2. Berpengaruh terhadap sifat kedap air. 
3. Berpengaruh terhadap kepadatan. 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 31
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Susunan butir yang ada diperdagangan atau di alam biasanya tidak 
memiliki persyaratan yang dikehendaki, sehingga perlu adanya 
penggabungan agregat halus dan kasar untuk mendapatkan susunan butir 
tertentu yang sesuai dengan pedoman kurva butir. 
Standard Gradasi Agregat Normal 
SK.SNI. T-15-1990-3 memberikan syarat-syarat untuk agregat halus 
yang diadopsi dari British Standard di Inggris. Agregat halus dikelompokan 
dalam 4 daerah (zona) seperti pada tabel 3 berikut : 
Tabel 2.6. Batas gradasi Agregat Halus (British Standard) 
Lubang 
ayakan 
(mm) 
Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan 
Zona I Zona II Zona III Zona IV 
10 
4.8 
2.4 
1.2 
0.6 
0.3 
0.15 
100 
90 – 100 
60 – 95 
30 – 70 
15 – 34 
5 – 20 
0 - 10 
100 
90 – 100 
75 – 100 
55 – 90 
35 – 59 
8 – 30 
0 - 10 
100 
90 – 100 
85 – 100 
75 – 100 
60 – 79 
12 – 40 
0 - 10 
100 
95 – 100 
95 – 100 
90 – 100 
80 – 100 
15 – 50 
0 - 15 
Keterangan : 
Daerah gradasi I = Pasir Kasar 
Daerah gradasi II = Pasir AgakKasar 
Daerah gradasi III = Pasir Halus 
Daerah gradasi IV = Pasir Agak Halus 
Batas gradasi ini sering juga ditampilkan dalam bentuk gambar sbb : 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 32
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Gambar 2.1. Daerah Gradasi Pasir Kasar 
Gambar 2.2. Daerah Gradasi Pasir Agak Kasar 
Gambar 2.3. Daerah Gradasi Pasir Halus 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 33
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Gambar 2.4. Daerah Gradasi Pasir Agak Halus 
Tabel 2.7. Batas gradasi Agregat Kasar (British Standard) 
Lubang 
ayakan 
(mm) 
Persen Butir Lewat Ayakan, Besar Butir Maks 
40 mm 20 mm 12.5 mm 
40 
20 
12.5 
10 
4.8 
95 – 100 
30 – 70 
- 
10 – 35 
0 - 5 
100 
95 – 100 
- 
25 - 55 
0 - 10 
100 
100 
90 - 100 
40 – 85 
0 - 10 
Standar Gradasi Agregat Campuran 
Gradasi yang baik kadang sangat sulit didapatkan langsung dari 
suatu tempat (quarry). Dalam Praktek, biasanya dilakukan pencampuran 
agar didapatkan gradasi yang baik antara agregat kasar dengan agregat 
halus. SK.SNI T-15-1990-3:21 memberikan batasan gradasi yang diadopsi 
dari B.S., seperti pada tabel 5 sampai 8 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 34
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Tabel 2.8. Persen Butir yang Lewat Ayakan (%) untuk Agregat dengan 
Butir Maksimum 40 mm 
Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4 
38 
19 
9.6 
4.8 
2.4 
1.2 
0.6 
0.3 
0.15 
100 
50 
36 
24 
18 
12 
7 
3 
0 
100 
59 
44 
32 
25 
17 
12 
7 
0 
100 
67 
52 
40 
31 
24 
17 
11 
2 
100 
75 
60 
47 
38 
30 
23 
15 
5 
Dalam bentuk grafik disajikan pada gambar 5 berikut : 
Gambar 2.5. Gradasi Standar Agregat Campuran - Butiran Maks. 40 mm 
Tabel 2.9. Persen Butir yang Lewat Ayakan (%) untuk Agregat dengan 
Butir Maksimum 30 mm 
Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 
38 
19 
9.6 
4.8 
2.4 
100 
74 
47 
28 
18 
100 
89 
70 
52 
40 
100 
93 
82 
70 
57 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 35
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
1.2 
0.6 
0.3 
0.15 
10 
6 
4 
0 
30 
21 
11 
1 
46 
32 
19 
4 
Dalam bentuk grafik disajikan pada gambar 6 berikut : 
Gambar 2.6. Gradasi Standar Agregat Campuran - Butiran Maks. 30 mm 
Tabel 2.10. Persen Butir yang Lewat Ayakan (%) untuk Agregat dengan 
Butir Maksimum 20 mm 
Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4 
38 
19 
9.6 
4.8 
2.4 
1.2 
0.6 
0.3 
0.15 
100 
100 
45 
30 
23 
16 
9 
2 
0 
100 
100 
55 
35 
28 
21 
14 
3 
0 
100 
100 
65 
42 
35 
28 
21 
5 
0 
100 
100 
75 
48 
42 
34 
27 
12 
2 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 36
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Dalam bentuk grafik disajikan pada gambar 7 berikut : 
Gambar 2.7. Gradasi Standar Agregat Campuran - Butiran Maks. 20 mm 
Tabel 2.11. Persen Butir yang Lewat Ayakan (%) untuk Agregat dengan 
Butir Maksimum 10 mm 
Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4 
38 
19 
9.6 
4.8 
2.4 
1.2 
0.6 
0.3 
0.15 
100 
100 
100 
30 
20 
16 
12 
4 
0 
100 
100 
100 
45 
33 
26 
19 
8 
1 
100 
100 
100 
60 
46 
37 
28 
14 
3 
100 
100 
100 
75 
60 
46 
34 
20 
6 
Dalam bentuk grafik disajikan pada gambar 8 berikut : 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 37
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Gambar 2.8. Gradasi Standar Agregat - Butiran Maksimum 10 mm 
Penggabungan Agregat 
Yang dimaksud dengan penggabungan agregat adalah pencampuran 
agregat halus dan kasar, sehingga menjadi campuran yang homogen dan 
mempunyai susunan butir sesuai dengan standar. 
Penggabungan agregat dapat dilakukan dengan beberapa cara : 
1. Cara coba-coba (trial and error) 
2. Cara diagonal 
3. Cara grafis 
4. Cara analitis 
Cara Coba-coba (Trial and Error) 
Prinsipnya : 
1. Memahami batas gradasi yang disyaratkan. 
2. Memasukan data spesifikasi gradasi pada kolom gradasi spesifikasi 
limit pada lampiran. 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 38
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
3. Memasukan prosentase lolos saringan pada masing-masing jenis 
agregat kedalam prosentase passing (lewat) 
4. Memasukan spesifikasi ideal pada kolom target value, yaitu nilai salah 
satu dari spesifikasi ideal yang disyaratkan. 
5. Mengambil slah satu spesifikasi ideal, dengan jenis yang ada dalam hal 
ini agregat kasar, sedang dan halus. 
Tabel 2.12. Perhitungan Analisa Aggegat Gabungan Cara Trial and Error 
Agregat Kasar Sedang Halus 
GradationCombined 
Persent 
Target Value 
Specification used 
50 30 20 
U.S. Sieve 
% 
Pass 
% 
Batch 
% 
Pass 
% 
Batch 
% 
Pass 
% 
Batch 
1'' 100 50 100 30 100 20 100 100 100 
3/4'' 80.81 40.41 100 30 100 20 
90.4 
1 90 80 – 100 
3/8'' 47.58 23.79 100 30 100 20 
73.7 
9 70 60 – 80 
No. 4 27.45 13.72 79.14 23.74 100 20 
57.4 
6 
56.5 
0 48 – 65 
No. 8 16.73 8.37 53.87 16.16 87.02 17.40 
41.9 
3 
42.5 
0 35 – 50 
No. 30 7.79 3.90 26.01 7.80 51.80 10.36 
22.0 
6 
24.5 
0 19 – 30 
No. 50 5.07 2.54 17.96 5.39 36.18 7.23 
15.1 
6 
18.0 
0 13 – 23 
No. 100 3.03 1.52 12.50 3.75 24.19 4.84 
10.1 
1 
11.0 
0 7- 15 
No. 200 1.32 0.66 8.15 2.45 12.28 2.45 5.56 4.50 1 – 8 
Cara Diagonal 
Prinsip kerjanya : 
1. Mengetahui persyaratan gradasi yang diminta 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 39
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
2. Dibuat gambar empat persegi panjang, dengan ukuran (10 x 20 ) cm 
pada kertas milimeter block. 
3. Buat garis diagonal dari sisi kiri bawah ke sisi kanan atas 
4. Untuk sisi vertikal (10 cm) adalah merupakan % lolos saringan 
5. Dengan melihat ideal spesifikasi, letakan setiap nilai ideal spesifikasi 
pada garis tiap – tiap yang diwujutkan berupa titik. 
6. Dari tiap-tiap titik pada diagonal tersebut ditarik garis vertikal untuk 
tempat menuliskan nomor-nomor saringan. 
7. Menggambarkan grafik % lolos saringan dari masing-masing fraksi 
batuan (agregat kasar,agregat sedang,agregat halus). Untuk 
menentukan % kasar, dapat dilihat dengan jarak yg sama antara grafik 
fraksi agregat sedang terhadap garis tepi atas kotak dan jarak anrata 
grafik..... 
8. Pada kedua jarak itu, tariklah garis vertikal yang memotong garis 
diagonal pada satu titik. 
9. Dari titik potong tersebut, tariklah garis mendatar ke kanan sampai 
memotong garis tepi empat persegi panjang pada bagian sebelah 
kanan, sehingga diperoleh titik yang merupakan titik % agregat 2 yang 
diperlukan. 
10. Buatlah garis potong dengan jarak yang sama antara jarak terhadap 
agregat 3 (halus sama dengan jumlah jarak terhadap agregat 1 dan 2) 
11. Dari titik potong ini ditarik garis mendatar kesamping kanan, sehingga 
diperoleh titik dimana didapatkan % agregat 1, 2, dan 3. Dengan 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 40
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
demikian kita telah memperoleh ketiga agregat dalam bentuk % (1, 2, 
3) 
12. Dari prosentase ini, fraksi-fraksi yang diperoleh dapat dihitung 
(..............memenuhi syarat atau spesifikasi yang dipakai). 
Tabel 2.13. Tabel Perhitungan agregat gabungan cara diagonal 
Agregat Kasar Sedang Halus 
GradationCombined 
Target Value 
Specification 
Persent 
used 
46% 26% 28% 
U.S. Sieve 
% 
Pass 
% 
Batch 
% 
Pass 
% 
Batch 
% 
Pass 
% 
Batch 
1'' 100 46 100 26 100 28 100 100 100 
3/4'' 80.81 37.17 100 26 100 28 
91.1 
7 90 80 - 100 
3/8'' 47.58 21.89 100 26 100 28 
75.8 
9 70 60 - 80 
No. 4 27.45 12.63 79.14 20.57 100 28 
61.2 
0 
56.5 
0 48 - 65 
No. 8 16.73 7.96 53.87 14.01 87.02 24.37 
46.3 
4 
42.5 
0 35 - 50 
No. 30 7.79 3.58 26.01 6.76 51.80 14.51 
24.8 
5 
24.5 
0 19 - 30 
No. 50 5.07 2.33 17.96 4.67 36.18 10.13 
17.1 
3 
18.0 
0 13 - 23 
No. 100 3.03 1.39 12.50 3.25 24.19 6.77 
11.4 
1 
11.0 
0 7- 15 
No. 200 1.32 0.61 8.15 2.12 12.28 3.44 6.17 4.50 1 - 8 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 41
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 42
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 43
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Cara Grafis 
Prinsip Kerjanya : 
1. Buatlah kotak dengan ukuran bujur sangkar (10 x 10 cm) sebanyak dua 
buah. 
2. Untuk sisi kiri merupakan % agregat kasar. 
3. Plot pada garis paling tepi titik-titik dari masing-masing nomer saringan 
untuk agregat kasar. 
4. Plot pada garis paling tepi untuk agregat sedang. 
5. Gabungkan masing-masing titik/nomor saringan yang sama. 
6. Pada garis-garis penghubung tersebut ditentukan batas spesifikasi. 
7. Tentukan batas maksimum dan minimum yang paling dekat terhadap 
garis agregat kasar dan agregat sedang yang paling dekat. 
8. Dari batas maksimum dan minimum tersebut ditarik garis vertikal. 
9. Tarik garis yang membagi dua daerah maksimum dan minimum 
sehingga dari garis ini dapat ditentukan % agregat kasar dan halus. 
10. Pada bujur sangkar yang kedua, tarik garis mendatar untuk 
memindahkan nomor-nomor saringan. 
11. Pada garis sisi kanan sebagai agregat halus, tentukan titik-titik pada 
garis tersebut sesuai ukuran saringan. 
12. Hubungkan kedua titik pada garis agregat kasar dan agregat sedang 
serta agregat halus. 
13. Tentukan spesifikasi yang berlaku. 
14. Cari harga maksimum dan minimum yang mempunyai jarak terdekat. 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 44
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
15. Tarik garis vertikal dari masing-masing titik maksimum dan minimum 
tersebut. 
16. Tarik garis pembagi dua, sehingga dapat ditentukan prosentase 
agregat kasar, agregat sedang dan agregat halus. 
Tabel 2.14 Data Perhitungan agregat gabungan cara grafis 
No Sieve 1'' 3/4'' 3/8'' 
No. 
4 
No. 
8 
No. 
30 
No.5 
0 
No. 
100 
No. 
200 
Spilt 100 80.81 47.58 
27.4 
5 
16.7 
3 7.79 5.07 3.03 1.32 
Screen 100 100 100 
79.1 
4 
53.8 
7 
26.0 
1 17.96 12.5 8.15 
Filler 100 100 
100.0 
0 100 
87.0 
2 51.8 36.18 
24.1 
9 12.28 
Spec 
Limit 100 
80- 
100 60-80 48-65 35-50 19-30 13-23 7- 15 1 - 8 
Ideal 
spec 100 90 70.00 
56.5 
0 
42.5 
0 
24.5 
0 18 11 
4.5 
0 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 45
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
JURUSAN TEKNIK SIPIL 
Modul 2 Kegiatan Belajar 3 46
PROGRAM KERJASAMA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KERJA (P2K-PLUS) 
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
DENGAN 
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM 
Cara Analitis 
Gradasi agregat yang digunakan : 
Tabel 2.15. Data Perhitungan Agregat Gabungan Cara Analitis 
No Sieve 1'' 3/4'' 3/8'' No. 4 No. 8 No.50 
No. 
200 
Spilt 100 96 45 12.5 6.1 0.5 0.1 
Screen - - 100 98.2 85.6 20.4 3.3 
Filler - - - - 100 96.2 76.2 
Spec 
Limit 100 90 - 100 60 - 80 35- 65 20 - 50 3 – 20 2 - 8 
Ideal 
spec 100 95 70 50 35 11.5 5 
Menentukan campuran split, screen dan filler : 
· Contoh butiran diatas no 8, sebagian besar diperoleh dari bahan screen 
85.6 % 
· Dari ideal spesifikasi diperoleh 35 % 
· Campuran split dan screen dapat dihitung dengan rumus : 
x100% 
X = F - 
S 
F - 
C 
dimana : 
X = % berat agregat Split yang diperlukan dalam campuran 
F = % berat agregat Screen yang melewati No. 8 
S= % berat agregat Screen yang diperlukan lewat No. 8 
C = % berat agregat Split yang melewati No. 8 
X = - x 
85.6 35 = 
100% 63.65% 
- 
85.6 6.1 
Modul 2 Kegiatan Belajar 1 47
PROGRAM KERJASAMA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KERJA (P2K-PLUS) 
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
DENGAN 
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM 
Split = 63.65 % 
Screen = 36.65 % 
Butiran lewat No. 200 
- dari split = 63.65 / 100 x 0.1 % = 0.06 % 
- dari screen= 36.35 / 100 x 3.3 % = 1.20 % 
Jumlah butiran lewat No. 200 = 1.26 % 
Dari ideal spec. terdapat butiran lewat No. 200 = 5 % 
Kekurangan butiran lewat No. 200 = ( 5 – 1.26)% = 3.74 % 
Jadi butiran lewat No. 200 yang diperlukan dalam campuran = 
3.74 / 76.2 x 100 % = 4.91 % 
Komposisi campuran : 
· Split = 63.65 % 
· Screen = (36.35 – 4.91 ) % = 31.44 % 
· Filler = 4.91 % 
R A N G K U M A N 
Gradasi atau susunan butir berpengaruh terhadap sifat aduk/beton segar 
maupun beton keras. 
Modul 2 Kegiatan Belajar 1 48
PROGRAM KERJASAMA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KERJA (P2K-PLUS) 
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
DENGAN 
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM 
Pengaruh gradasi terhadap sifat aduk/beton segar adalah mempengaruhi: 
workability, sifat kohesif campuran agregat, semen dan air,homogenitas 
adukan, segregasi dan bleding, finishing permukaan beton dan adukan. 
Pengaruh gradasi terhadap sifat aduk/beton keras adalah sebagai 
berikut :mempengaruhi porositas, sifat kedap air dan kepadatan. 
Susunan butir yang diperdagangkan atau yang ada di alam, biasanya tidak 
memiliki persyaratan yang dikendaki sehingga untuk mendapatkan 
campuran beton yang baik, harus dilakukan pencampuran agregat. 
Pencampuran agregat dapat dilakukan dengan beberapa cara/metoda 
yaitu: cara coba-coba (trial and error), cara diagonal, cara grafis dan cara 
analitis 
S O A L L A T I H A N 
1. Jelaskan bagaimana cara mengetahui gradasi suatu agregat? 
2. Sebutkan 4 zona penggolongan agregat halus ! 
3. Jelaskan apa tujuan ditetapkannya zona standard untuk agregat ! 
4. Jelaskan pengaruh gradasi terhadap sifat beton, baik beton segar 
maupun beton keras ! 
5. Diketahui data hasil saringan seperti pada tabel dibawah ini. 
Lakukan pencampuran agregat dengan ketentuan sebagai berikut : 
a. Komposisi pencampuran agregat = 
45 % Agregat kasar + 35 % Agregat A dan 20% Agregat B 
b. Specifikasi agregat gabungan berdasarkan standar gradasi agregat 
campuran SK.SNI T-15-1990-3:21 untuk besar butir maksimum 20 
mm (daerah antara zona kurva 2 dan 3) 
Modul 2 Kegiatan Belajar 1 49
PROGRAM KERJASAMA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KERJA (P2K-PLUS) 
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
DENGAN 
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM 
Lubang 
Ayakan (mm) 
Berat Tertinggal (gram) 
Agregat 
Kasar 
Agregat 
Halus A 
Agregat 
Halus B 
38 0 0 0 
19 10 0 0 
9.6 450 0 10 
4.8 300 0 20 
2.4 140 15 30 
1.2 100 10 140 
0.6 0 250 100 
0.3 0 175 150 
0.15 0 35 40 
Sisa 0 15 10 
Jumlah 1000 500 500 
Tentukan komposisi campuran tersebut. Gunakan metoda diagonal dan 
analitis. 
Sumber Pustaka 
ASTM, 1995, Concrete and Agregat , Annual Book of ASTM Standard, 
Vol 04.02, Philadelphia. 
Brink, RH and Timms, AG, 1978, Weight, Density, Absorption, and 
Surface Moisture, Significance of Test and Properties of 
Concrete and Concrete-Material, ASTM STP 169B, Philadelphia 
Departemen Pekerjaan Umum. Badan Penelitian dan Pengembangan PU, 
1989, Pedoman Beton 1989, SKBI 1.4.53. Draft Konsensus , 
DPU, Jakarta. 
Modul 2 Kegiatan Belajar 1 50
PROGRAM KERJASAMA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KERJA (P2K-PLUS) 
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 
DENGAN 
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM 
Pusat Pelatihan MBT, 1992, Modul Pelatihan Asisten Teknisi 
Laboratorium Pengujian Aspal , MBT, Padalarang. 
PEDC, 1983, Teknologi Bahan 1, 2 dan 3, PEDC, Bandung. 
Tri Mulyono, 2004, Teknologi Beton, Penerbit Andi, Yogyakarta 
Modul 2 Kegiatan Belajar 1 51

More Related Content

What's hot

Mkji simpang bersinyal
Mkji   simpang bersinyalMkji   simpang bersinyal
Mkji simpang bersinyal
abay31
 
239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii
239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii
239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii
Haqie Sipil
 
Modul 4 sesi 1 batang tekan
Modul 4  sesi 1 batang tekanModul 4  sesi 1 batang tekan
Modul 4 sesi 1 batang tekan
Indah Rosa
 

What's hot (20)

SNI 03 - 1729 - 2002 TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG
SNI 03 - 1729 - 2002 TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNGSNI 03 - 1729 - 2002 TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG
SNI 03 - 1729 - 2002 TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG
 
Penurunan Pondasi Dangkal.ppt
Penurunan Pondasi Dangkal.pptPenurunan Pondasi Dangkal.ppt
Penurunan Pondasi Dangkal.ppt
 
Bahan Perkerasan Jalan.ppt
Bahan Perkerasan Jalan.pptBahan Perkerasan Jalan.ppt
Bahan Perkerasan Jalan.ppt
 
Persamaan kecepatan
Persamaan kecepatanPersamaan kecepatan
Persamaan kecepatan
 
METODE RITTER PADA STRUKTUR RANGKA BATANG
METODE RITTER PADA STRUKTUR RANGKA BATANGMETODE RITTER PADA STRUKTUR RANGKA BATANG
METODE RITTER PADA STRUKTUR RANGKA BATANG
 
Mkji simpang bersinyal
Mkji   simpang bersinyalMkji   simpang bersinyal
Mkji simpang bersinyal
 
Perencanaan gording Baja
Perencanaan gording BajaPerencanaan gording Baja
Perencanaan gording Baja
 
Bab 4. balok sederhana statis tak tentu
Bab 4. balok sederhana statis tak tentuBab 4. balok sederhana statis tak tentu
Bab 4. balok sederhana statis tak tentu
 
239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii
239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii
239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii
 
SIMULASI BANGUNAN DENGAN OSCILLATOR (SDOF) Single Degree Of Freedom
SIMULASI BANGUNAN DENGAN OSCILLATOR (SDOF) Single Degree Of FreedomSIMULASI BANGUNAN DENGAN OSCILLATOR (SDOF) Single Degree Of Freedom
SIMULASI BANGUNAN DENGAN OSCILLATOR (SDOF) Single Degree Of Freedom
 
Modul 4 sesi 1 batang tekan
Modul 4  sesi 1 batang tekanModul 4  sesi 1 batang tekan
Modul 4 sesi 1 batang tekan
 
Perencanaan bendung
Perencanaan bendungPerencanaan bendung
Perencanaan bendung
 
Struktur baja-dasar
Struktur baja-dasarStruktur baja-dasar
Struktur baja-dasar
 
Laporan prancangan struktur
Laporan prancangan strukturLaporan prancangan struktur
Laporan prancangan struktur
 
Perencanaan Kolom
Perencanaan KolomPerencanaan Kolom
Perencanaan Kolom
 
Preliminary design kel. 3revisi
Preliminary design kel. 3revisiPreliminary design kel. 3revisi
Preliminary design kel. 3revisi
 
Kuliah dinamika-lengkap
Kuliah dinamika-lengkapKuliah dinamika-lengkap
Kuliah dinamika-lengkap
 
TUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYATUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYA
 
Alinemen vertikal-teks1
Alinemen vertikal-teks1Alinemen vertikal-teks1
Alinemen vertikal-teks1
 
Laporan observasi bendung simongan
Laporan observasi bendung simonganLaporan observasi bendung simongan
Laporan observasi bendung simongan
 

Viewers also liked

Bahan bangunan 1 byb atika purwanti
Bahan bangunan 1 byb atika purwantiBahan bangunan 1 byb atika purwanti
Bahan bangunan 1 byb atika purwanti
Atika Purwanti
 
Jbptunikompp gdl-mdonieauli-18966-16-bab13pe-)
Jbptunikompp gdl-mdonieauli-18966-16-bab13pe-)Jbptunikompp gdl-mdonieauli-18966-16-bab13pe-)
Jbptunikompp gdl-mdonieauli-18966-16-bab13pe-)
piang82
 
Laporan Pratikum Perkerasan Jalan Raya
Laporan Pratikum Perkerasan Jalan RayaLaporan Pratikum Perkerasan Jalan Raya
Laporan Pratikum Perkerasan Jalan Raya
Sahno Hilhami
 
Standar lapis pondasi agregat a,b dan c
Standar lapis pondasi agregat a,b dan cStandar lapis pondasi agregat a,b dan c
Standar lapis pondasi agregat a,b dan c
Komar Rudin
 
Gatutkaca analisis kekedapan air dengan hukum archimedes
Gatutkaca analisis kekedapan air dengan hukum archimedesGatutkaca analisis kekedapan air dengan hukum archimedes
Gatutkaca analisis kekedapan air dengan hukum archimedes
Bagas Pramana
 
Spesifikasi aspal berdasarkan penetrasi
Spesifikasi aspal berdasarkan penetrasi  Spesifikasi aspal berdasarkan penetrasi
Spesifikasi aspal berdasarkan penetrasi
RWibisono
 

Viewers also liked (20)

Bahan bangunan 1 byb atika purwanti
Bahan bangunan 1 byb atika purwantiBahan bangunan 1 byb atika purwanti
Bahan bangunan 1 byb atika purwanti
 
Uji Bahan Agregat & Campuran
Uji Bahan Agregat & CampuranUji Bahan Agregat & Campuran
Uji Bahan Agregat & Campuran
 
Jbptunikompp gdl-mdonieauli-18966-16-bab13pe-)
Jbptunikompp gdl-mdonieauli-18966-16-bab13pe-)Jbptunikompp gdl-mdonieauli-18966-16-bab13pe-)
Jbptunikompp gdl-mdonieauli-18966-16-bab13pe-)
 
Aspal
 Aspal Aspal
Aspal
 
Laporan Pratikum Perkerasan Jalan Raya
Laporan Pratikum Perkerasan Jalan RayaLaporan Pratikum Perkerasan Jalan Raya
Laporan Pratikum Perkerasan Jalan Raya
 
Standar lapis pondasi agregat a,b dan c
Standar lapis pondasi agregat a,b dan cStandar lapis pondasi agregat a,b dan c
Standar lapis pondasi agregat a,b dan c
 
Gatutkaca analisis kekedapan air dengan hukum archimedes
Gatutkaca analisis kekedapan air dengan hukum archimedesGatutkaca analisis kekedapan air dengan hukum archimedes
Gatutkaca analisis kekedapan air dengan hukum archimedes
 
Berat volume agregat fadhli
Berat volume agregat fadhliBerat volume agregat fadhli
Berat volume agregat fadhli
 
Tipe-Tipe Semen (Konstruksi Beton)
Tipe-Tipe Semen (Konstruksi Beton)Tipe-Tipe Semen (Konstruksi Beton)
Tipe-Tipe Semen (Konstruksi Beton)
 
Material jalan 2
Material jalan 2Material jalan 2
Material jalan 2
 
Bahankonstruksiteknik
BahankonstruksiteknikBahankonstruksiteknik
Bahankonstruksiteknik
 
Sni 03-2834-1993-tata-cara-pembuatan-rencana-campuran-beton-normal
Sni 03-2834-1993-tata-cara-pembuatan-rencana-campuran-beton-normalSni 03-2834-1993-tata-cara-pembuatan-rencana-campuran-beton-normal
Sni 03-2834-1993-tata-cara-pembuatan-rencana-campuran-beton-normal
 
Sni 2000
Sni 2000Sni 2000
Sni 2000
 
Tugas iv mekanika tanah
Tugas iv mekanika tanahTugas iv mekanika tanah
Tugas iv mekanika tanah
 
02 Agus=Kerusakan Perkerasan Kaku
02 Agus=Kerusakan Perkerasan Kaku02 Agus=Kerusakan Perkerasan Kaku
02 Agus=Kerusakan Perkerasan Kaku
 
7 Pemeriksaan Amp
7 Pemeriksaan Amp7 Pemeriksaan Amp
7 Pemeriksaan Amp
 
Pedoman Penempatan Utilitas pada Daerah Milik Jalan
Pedoman Penempatan Utilitas pada Daerah Milik JalanPedoman Penempatan Utilitas pada Daerah Milik Jalan
Pedoman Penempatan Utilitas pada Daerah Milik Jalan
 
2002 12 sni 03-2847-2002 (beton) 2
2002 12 sni 03-2847-2002 (beton) 22002 12 sni 03-2847-2002 (beton) 2
2002 12 sni 03-2847-2002 (beton) 2
 
Spesifikasi aspal berdasarkan penetrasi
Spesifikasi aspal berdasarkan penetrasi  Spesifikasi aspal berdasarkan penetrasi
Spesifikasi aspal berdasarkan penetrasi
 
02 Agus=Kerusakan Pada Perkerasan Aspal
02 Agus=Kerusakan Pada Perkerasan Aspal02 Agus=Kerusakan Pada Perkerasan Aspal
02 Agus=Kerusakan Pada Perkerasan Aspal
 

Similar to Modul 2

Tinjauan sifat-sifat-agregat-untuk-campuran-aspal-panas-studi-kasus-beberapa-...
Tinjauan sifat-sifat-agregat-untuk-campuran-aspal-panas-studi-kasus-beberapa-...Tinjauan sifat-sifat-agregat-untuk-campuran-aspal-panas-studi-kasus-beberapa-...
Tinjauan sifat-sifat-agregat-untuk-campuran-aspal-panas-studi-kasus-beberapa-...
wandi rusfiandi
 
BAHANASPAL2.pptx
BAHANASPAL2.pptxBAHANASPAL2.pptx
BAHANASPAL2.pptx
Dwi Ist
 
Tatacara pelapisan ulang_dengan_campuran_aspal_emulsi
Tatacara pelapisan ulang_dengan_campuran_aspal_emulsiTatacara pelapisan ulang_dengan_campuran_aspal_emulsi
Tatacara pelapisan ulang_dengan_campuran_aspal_emulsi
Ketut Swandana
 

Similar to Modul 2 (20)

aplikasi semen
aplikasi semenaplikasi semen
aplikasi semen
 
Teknologi bahan 1
Teknologi bahan 1Teknologi bahan 1
Teknologi bahan 1
 
Full paperfdfdfdfd
Full paperfdfdfdfdFull paperfdfdfdfd
Full paperfdfdfdfd
 
Geotextile muzaki
Geotextile muzakiGeotextile muzaki
Geotextile muzaki
 
Tugas Akhir (UAS)
Tugas Akhir (UAS)Tugas Akhir (UAS)
Tugas Akhir (UAS)
 
Pelat Beton Bertulang
Pelat Beton BertulangPelat Beton Bertulang
Pelat Beton Bertulang
 
Bab inew-update-24juni
Bab inew-update-24juniBab inew-update-24juni
Bab inew-update-24juni
 
BAB 2.PDF
BAB 2.PDFBAB 2.PDF
BAB 2.PDF
 
MEDIUM CONCRETE 1.pptx
MEDIUM CONCRETE 1.pptxMEDIUM CONCRETE 1.pptx
MEDIUM CONCRETE 1.pptx
 
Modul-Praktek-Kerja-Beton (2).pdf
Modul-Praktek-Kerja-Beton (2).pdfModul-Praktek-Kerja-Beton (2).pdf
Modul-Praktek-Kerja-Beton (2).pdf
 
PENGARUH KADAR AIR TEHADAP ASPAL
PENGARUH KADAR AIR TEHADAP  ASPALPENGARUH KADAR AIR TEHADAP  ASPAL
PENGARUH KADAR AIR TEHADAP ASPAL
 
PENGARUH KADAR AIR TERHADAP BETON
PENGARUH KADAR AIR TERHADAP BETONPENGARUH KADAR AIR TERHADAP BETON
PENGARUH KADAR AIR TERHADAP BETON
 
1c. PENDAHULUAN ( PENGERTIAN BTN BRTL ).pdf
1c. PENDAHULUAN ( PENGERTIAN  BTN  BRTL ).pdf1c. PENDAHULUAN ( PENGERTIAN  BTN  BRTL ).pdf
1c. PENDAHULUAN ( PENGERTIAN BTN BRTL ).pdf
 
STRUKTUR BETON BERTULANG 1.pptx
STRUKTUR BETON BERTULANG 1.pptxSTRUKTUR BETON BERTULANG 1.pptx
STRUKTUR BETON BERTULANG 1.pptx
 
ilmu-bahan-beton-2a.ppt
ilmu-bahan-beton-2a.pptilmu-bahan-beton-2a.ppt
ilmu-bahan-beton-2a.ppt
 
Tinjauan sifat-sifat-agregat-untuk-campuran-aspal-panas-studi-kasus-beberapa-...
Tinjauan sifat-sifat-agregat-untuk-campuran-aspal-panas-studi-kasus-beberapa-...Tinjauan sifat-sifat-agregat-untuk-campuran-aspal-panas-studi-kasus-beberapa-...
Tinjauan sifat-sifat-agregat-untuk-campuran-aspal-panas-studi-kasus-beberapa-...
 
Bab 1 sd 4 kel 2 tbk2 edit
Bab 1 sd 4 kel 2 tbk2 editBab 1 sd 4 kel 2 tbk2 edit
Bab 1 sd 4 kel 2 tbk2 edit
 
BAHANASPAL2.pptx
BAHANASPAL2.pptxBAHANASPAL2.pptx
BAHANASPAL2.pptx
 
teknologi bahan bangunan
teknologi bahan bangunanteknologi bahan bangunan
teknologi bahan bangunan
 
Tatacara pelapisan ulang_dengan_campuran_aspal_emulsi
Tatacara pelapisan ulang_dengan_campuran_aspal_emulsiTatacara pelapisan ulang_dengan_campuran_aspal_emulsi
Tatacara pelapisan ulang_dengan_campuran_aspal_emulsi
 

Recently uploaded

1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
DessyArliani
 

Recently uploaded (20)

KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
sistem digesti dan ekskresi pada unggas ppt
sistem digesti dan ekskresi pada unggas pptsistem digesti dan ekskresi pada unggas ppt
sistem digesti dan ekskresi pada unggas ppt
 
contoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docx
contoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docxcontoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docx
contoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docx
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".
RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".
RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
 
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru PenggerakSkenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
 
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptxPPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
 
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanTopik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMPBioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMP
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Ceramah Antidadah SEMPENA MINGGU ANTIDADAH DI PERINGKAT SEKOLAH
Ceramah Antidadah SEMPENA MINGGU ANTIDADAH DI PERINGKAT SEKOLAHCeramah Antidadah SEMPENA MINGGU ANTIDADAH DI PERINGKAT SEKOLAH
Ceramah Antidadah SEMPENA MINGGU ANTIDADAH DI PERINGKAT SEKOLAH
 

Modul 2

  • 1. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL MODUL 2 AGREGAT UNTUK BETON Kegiatan Belajar 1: 1. Jenis-jenis Agregat Untuk Beton Tujuan Instruksional Khusus Setelah akhir pelajaran diharapkan siswa: mampu menjelaskan jenis-jenis agregat untukbeton 1.1. Pendahuluan Agregat menempati volume terbesar dalam adukan beton. Agregat di dalam beton memiliki fungsi sebagai berikut : · Sebagai bahan pengisi · Menentukan kekuatan aduk beton · Membuat beton/adukan stabil terhadap pengaruh luar dan cuaca, memperendah sifat susut dan muai. · Memperkecil pemakaian perekat. Jenis agregat untuk beton dikelompokan sebagai berikut : · Jenis agregat berdasarkan berat volume beton · Jenis agregat berdasarkan bentuk · Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaan · Jenis agregat berdasarkan ukuran butir nominal Modul 2 Kegiatan Belajar 3 10
  • 2. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL · Jenis agregat berdasarkan gradasi 1.2. Jenis Agregat Berdasarkan Berat Volume Beton : 1. Agregat ringan : dipakai untuk pembuatan beton dengan berat volume kurang dari 1800 kg/m3. Jenis ini dibagi lagi yaitu beton ringan dengan berat volume kurang dari 1200 kg/m3 dan beton setengah berat dengan berat volume 1200- 1800 kg/m3. 2. Agregat normal : dipakai untuk adukan beton sehari-hari yang umum dipakai. Untuk konstruksi bangunan secara umum, berat volumenya 1800 – 2800 kg/m3. 3. Agregat berat : dipakai terutama untuk adukan beton yang ditekankan pada berat massa beton lebih dari 2800 kg/m3. 1.3. Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk: 1. Agregat Bulat. Rongga udara 33%, sehingga ratio luas permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antar agregat kurang kuat. 2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur . Rongga udara lebih tinggi 35 – 38 %, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agarmudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan agregat ini belum cukup baik untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antar agregat belum cukup baik(masih kurang kuat). Modul 2 Kegiatan Belajar 3 11
  • 3. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL 3. Agregat bersudut. Rongga udara lebih tinggi 38 – 40 %. Beton yang dihasilkan agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antar agregat baik.Agregat ini dapat juga digunkan untuk lapis perkerasan kaku (rigid pavement). 4. Agregat panjang. Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari lebarnya.Agregat disebut panjang jika ukuran terbesar lebih 9/5 ukuran rata-rata. Ukuran rata-rata adalah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butir agregat. Agregat ini cenderung berada di rata-rata air sehingga akan terdapat rongga di bawahnya. Kekuatan tekan dari beton yang menggunkan agregat ini buruk. 5. Agregat pipih, jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran-ukuran lebar dan tebalnya lebih kecil. Agregatini tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. 6. Agregat pipih panjang, yaitu agregat yang mempunyai panjang jauh lebih besar dari pada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya. 1.4. Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan .1 Agregat licin/halus .2 Berbutir (granular) .3 Kasar .4 Kristalin (cristalline) .5 Berbentuk sarang lebah (honeycombs) Modul 2 Kegiatan Belajar 3 12
  • 4. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL 1.5. Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal .1 Agregat halus, agregat yang semua ukuran butirnya menembus ayakan 4,8 mm (SII.0052, 1980), atau4,75 mm (ASTM C33, 1995) atau 5 mm (BS.812, 1976). .2 Agregat kasar ialah agregat yang semua butirnya tertinggal di atas ayakan 4,8 mm (SII.0052, 1980), atau4,75 mm (ASTM C33, 1995) atau 5 mm (BS.812, 1976). 1.6. Jenis Agregat Berdasarkan Gradasi 1. Gradasi sela (gap gradation), jiuka salah satu atau lebih ukuran butir atau fraksi pada satu set ayakan tidak ada. 2. Gradasi menerus, jika agregat yang semua ukuran butirnya ada dan terdistribusi dengan baik. 3. Gradasi seragam, jika agregat mempunyai ukuran yang sama atau seragam. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penggunaan agregat dalam beton (Landgren, 1994) : 1. Volume udara, udara yang terdapat dalam campuran beton akan mempengaruhi proses pembuatan beton terutama setelah terbentuknya pasta semen. 2. Volume padat, kepadatan volume agregat akan mempengaruhi berat isi dari beton jadi. Modul 2 Kegiatan Belajar 3 13
  • 5. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL 3. Berat jenis agregat, akan mempengaruhi proporsi campuran dalam berat sebagai kontrol. 4. Penyerapan, berpengaruh pada berat jenis 5. Kadar air permukaan agregat, berpengaruh pada penggunaan air saat pencampuran. R A N G K U M A N Agregat di dalam beton memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Sebagai bahan pengisi 2. Menentukan kekuatan aduk beton 3. Membuat beton/adukan stabil terhadap pengaruh luar dan cuaca, memperendah sifat susut dan muai. 4. Memperkecil pemakaian perekat (semen) Jenis agregat untuk beton dikelompokan sebagai berikut : 1. Jenis agregat berdasarkan berat volume beton 2. Jenis agregat berdasarkan bentuk 3. Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaan 4. Jenis agregat berdasarkan ukuran butir nominal 5. Jenis agregat berdasarkan gradasi S O A L L A T I H A N 1. Jelaskan jenis agregat berdasarkan : a. beratnya b. bentuknya Modul 2 Kegiatan Belajar 3 14
  • 6. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL c. tekstur permukaannya d. ukuran nominalnya e. gradasi ayakannya 2. Berdasarkan bentuk, tekstur permukaannya, ukuran nominal dan gradasinya, agregat yang bagaimana yang baik digunakan untuk campuran beton? Sumber Pustaka ASTM, 1995, Concrete and Agregat , Annual Book of ASTM Standard, Vol 04.02, Philadelphia. British Standard Institutions, 1982, Method for sampling and Testing of Material aggregates, sands and fillers , BS 812:Part1-4, England. Landgren,Robert ,1978, Unit weight, specific gravity, absorpsion, and surface moisture, significance of test and properties of concrete and concrete materials , ASTM STP 169C, Philadelphia. Tri Mulyono, 2004, Teknologi Beton, Penerbit Andi, Yogyakarta Kegiatan Belajar 2: 2. Sifat –sifat Agregat Untuk Beton Tujuan Instruksional Khusus Modul 2 Kegiatan Belajar 3 15
  • 7. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Setelah akhir pelajaran diharapkan siswa, mampu menjelaskan sifat-sifat agregat yang digunakan untuk beton Sifat-sifat agregat dalam campuran beton yang perlu diketahui adalah sebagai berikut : 1. Serapan air dan kadar air agregat 2. Berat jenis dan daya serap agregat 3. Gradasi agregat 4. Modulus halus butir 5. Ketahanan kimia 6. Kekekalan 7. Perubahan volume 8. Karakteristik panas 9. Bahan-bahan lain yang mengganggu 2.1. Serapan Air dan Kadar Air Agregat 2.1.1 Serapan Air Serapan air dihitung dari banyaknya air yang mampu diserap oleh agregat pada kondisi jenuh permukaan kering (JPK) atau saturated surface dry (SSD), kondisi ini merupakan: 1. Keadaan kebasahan agregat yang hampir sama dengan agregat dalam beton, sehingga agregat tidak akan menambah maupun mengurangi air dari pastanya. Modul 2 Kegiatan Belajar 3 16
  • 8. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL 2. Kadar air dilapangan lebih banyak mendekati kondisi SSD daripada kondisi kering oven. Resapan efektif dinyatakan dengan banyaknya jumlah air yang diperlukan agregat dalam kondisi kering udara (WKU) menjadi SSD (WSSD), dinyatakan dengan rumusan sebagai berikut : x100% R W W SSD KU W SSD ef - = Resapan efektif (Ref) dipakai untuk menghitung berat air yang akan diserap (Wsr) oleh agregat (Wag) dalam adukan beton, yaitu dengan rumus : Wsr = Ref . Wag Sehingga kelebihan air dalam campuran beton yang merupakan kontribusi dari agregat dapat dihitung dengan rumus : x100% W W BSH SSD W A SSD kel - = Air kelebihan ini dipakai untuk menghitung berat tambahan (Wtam) terhadap campuran adukan beton, yaitu : Wtam = Akel . Wag Kelebihan (Wagr) dan berat pada kondisi SSD (WSSD) dapat digunakan untuk menghitung banyaknya kandungan air (Kair) dalam agregat yang dinyatakan dengan rumus : Modul 2 Kegiatan Belajar 3 17
  • 9. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL x100% W W Agr SSD W K SSD air - = 2.1.2 Kadar Air Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu agregat. Kadar air dapat dibedakan dalam empat jenis : 1. Kadar air kering oven, yaitu keadaan yang benar-benar tidak berair 2. Kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaannya kering tetapi sedikit mengandung air dalam porinya dan masih dapat menyerap air. 3. Jenuh Kering Permukaan (JKP), yaitu keadaan dimana tidak ada air di permukaan agregat, tetapi agregat tersebut masih mampu menyerap air. Pada kondisi ini, air dalam agregat tidak akan menambah atau mengurangi air pada campuran beton. 4. Kondisi basah, yaitu kondisi dimana butir-butir agregat banyak mengandung air, sehingga akan menyebabkan penambahan kadar air campuran beton. Dari keempat kondisi ini, hanya dua kondisi yang sering dipakai yaitu kondisi kering oven dan kondisi SSD. Kadar air biasanya dinayatan dalam prosen dan dapat dihitung sebagai berikut : KA W W - 1 2 x W 100% 2 = dimana : W1 = Berat agregat basah (gram) Modul 2 Kegiatan Belajar 3 18
  • 10. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL W2 = Berat agregat kering oven KA = Kadar air, biasanya juga dilambangkan dengan simbol : w 2.2. Berat Jenis dan Daya Serap Agregat Berat jenis digunakan untuk menetukan volume yang diisi oleh agregat. Berat jenis dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton sehingga secara langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran beton. Hubungan antara berat jenis dengan daya serap adalah jika semakin tinggi nilai berat jenis agregat maka semakin kecil daya serap air agregat tersebut. 2.3. Gradasi Agregat Untuk mendapat campuran beton yang baik, kadang-kadang kita harus mencampur beberapa jenis agregat. Dalam pekerjaan beton yang banyak dipakai adalah agregat normal dengan gradasi yang harus memenuhi syarat standar, namun untuk keperluan yang khusus sering dipakai agregat ringan ataupun agregat berat. 2.4. Modulus Halus Butir Modulus halus butir (finnes modulus) atau biasa disingkat dengan MHB ialah suatu indek yang dipakai untuk mengukur kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat (Abrams, 1918). MHB didefinisikan sebagai jumlah persen komulatif dari butir agregat yang tertinggal diatas satu set ayakan Modul 2 Kegiatan Belajar 3 19
  • 11. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL (38, 19, 9, 6, 4.8, 2.4, 1.2, 0.6, 0.3, 0.15 mm), kemudian nilai tersebut dibagi dengan seratus (Ilsley, 1942:232) Makin besar nilai MHB suatu agregat maka semakin besar butiran agregatnya. Umumnya agregat halus mempunyai MHB sekitar 1.50 – 3.8 dan kerikil mempunyai MHB 5 – 8. Nilai ini juga dapat dipakai sebagai dasar untuk mencari perbandingan dari campuran agregat. Untuk agregat campuran nilai MHB yang biasa dipakai berkisar sekitar 5.0 – 6.0. Hubungan ketiga nilai MHB tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut : W = (K – C) / (C – P) x 100 % Dimana : W : Persentase berat agregat halus (pasir) terhadap berat agregat kasar (kerikil/batu pecah) K : Modulus halus butir agregat kasar P : Modulus halus butir agregat halus C : Modulus halus butir agregat campuran. 2.5. Ketahanan Kimia Pada umumnya beton tidak tahan terhadap serangan kimia. Ada beberapa bahan kimia yang bereaksi dengan beton, tetapi dua bentuk yang biasa dijumpai menyerang beton adalah alkali dan sulfat. Bahan-bahan kimia pada dasarnya bereaksi dengan komponen-komponen tertentu dari pasta semen yang telah mengeras. Oleh karena itu ketahanan terhadap beton yang telah mengeras sebagian besar tergantung Modul 2 Kegiatan Belajar 3 20
  • 12. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL pada jenis semen yang digunakan. Ketahanan terhadap serangan kimia bertambah dengan bertambahnya kekedapan beton terhadap air. 2.5.1. Ketahanan Alkali Beberapa jenis agregat dapat bereaksi dengan alkali yang ada dalam semen dan membentuk gel silika yang suasananya adalah basa. Bila terjadi hal yang demikian maka agregat tersebut mengembang dan membengkak yang menyebabkan timbulnya retak-retak serta penguraian beton yang bersangkutan. Jenis agregat yang mengandung silika reaktif dapat ditemui dalam batuan seperti cherts, batu kapur yang mengandung silika dan beberapa jenis batuan vulkanik. Calsium hidroksida (CaOH) dalam pasta semen yang mengeras dapat llarut dalam air, terutama jika terdapat carbondiokxida (CO2). Bila beton dalam masa perawatan dan dilalui air dan menyerapnya, kalsimsium hidroksida dalam semen berpindah dan hilang tersaring keluar. Peristiwa ini merugikan beton, karena keawetan beton akan berkurang. Keadaan ini sering dijumpai di bangunan hidrolik yang terdapat retak-retak, bagian yang keropos karena terjadi segregasi, siar-siar pelaksanaan yang jelek dan pori-pori yang dapat dilalui oleh aliran air. Karena beton juga dapat menyerap ait tanah atau air hujan, maka proses di atas dpat juga terjadi. Pencegahan paling mudah yaitu dengan membuat beton yang homogen, padat serta dengan daya serap yang rendah sehingga dapat mengurangi serangan alkali. Untuk itu pemilihan agregat dan usaha perawatan untuk mengurangi susut beton akan sangat membentu. Cara Modul 2 Kegiatan Belajar 3 21
  • 13. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL lainnya yaitu dengan membubuhkan bahan teras yang halus ke dalam campuran beton yang bersangkutan. Bahan teras yang halus ini akan bereaksi dengan unsur-unsur alkali dalam semen pada saat campuran beton masih dalam keadaan plastis, sehingga akan mengurangi kadar alkali secara efektif. 2.5.2. Ketahanan Sulfat Hampir semua larutan sulfat bereaksi dengan calsium hidroxida Ca(OH)2, dan tricalsium aluminat C3A dari semen yang berhidrasi untuk membentuk senyawa-senyawa kalsium sulfat dan kalsium sulfoaluminat. Dalam hal ini, kalsium sulfat dan magnesium sulfat adalah yang paling reaktif dalam suasana basa, dijumpai secara luas dalam tanah, terutama tanah lempung (clay), dalam air tanah atau laut. Tidak seperti kalsium hidroksida, senyawa-senyawa kimia ini tidak larut dalam air. Meski demikian, volumenya lebih besar dari pada senyawa-senyawanya pasta semen sebagai bahan induk senyawa-senyawa tersebut. Bertambahnya volume pada beton yang telah mengeras ini, memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi kehancuran struktur. Intensitas serta kecepatan serangan sulfat tergantung pada faktor-faktor seperti jenis sulfat, konsentrasi serta kandungan senyawa tersebut. Jenis-jenis sulfat magnesium yang paling kuat serangannya. Konsentrasi sulfat dinyatakan dalam ukuran beratnya. 2.6. Kekekalan Modul 2 Kegiatan Belajar 3 22
  • 14. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Kekekalan agregat diuji dengan menggunakan larutan kimia untuk memeriksa reaksinya pada agregat. (PB 89, 1990). Agregat harus memenuhi syarat seperti yang tercantum dalam SII.0052-80 ”Mutu dan Cara Uji Agregat Beton” untuk beton normal atau memenuhi syarat ASTM C.33-86 ”Standard Specification for Concrete Aggregates” Syarat mutu agregat normal : 1. Agegat halus jika diuji dengan larutan garam sulfat (natrium sulfat, NaSO4), bagian yang hancur maksimum 10% dan jika diuji dengan magnesium sulfat (MgSO4) bagian yang hancur maksimum 15%. 2. Agregat kasar jika diuji dengan larutan garam sulfat (natrium sulfat, NaSO4), bagian yang hancur maksimum 12% dan jika diuji dengan magnesium sulfat (MgSO4) bagian yang hancur maksimum 18%. 2.7. Perubahan Volume Faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam volume beton adalah kombinasi reaksi kimia antar semen dengan air seiring dengan mengeringnya beton. Jika agregat mengandung senyawa kimia yang dapat mengganggu proses hirasi semen, maka beton yang terbentuk akan mengalami keretakan. ASTM C.330 ”Spesification for Ligtweight Agregates for Structural Concrete” memberikan keterangan bahwa susut kering untuk agregat ringan tidak boleh melebihi 0.10%. 2.8. Karakteristik Panas 2.8.1 Koefisien Muai Modul 2 Kegiatan Belajar 3 23
  • 15. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Koefisien muai beton bertambah dengan bertambahnya sifat thermal agregat yang dipakai. Jika koefisiennya besar, maka perubahan suhu dapat mengakibatkan perbedaan gerakan sehingga dapat melepaskan lekatan antara agregat dan pasta semen. Jika koefisien muai antara beton dan agregat berbeda lebih dari 5.4 x 10-6, beton akan retak jika mengalami proses panas dan dingin atau jika terjadi kebakaran. Koefesien muai tergantung dari jenis agregatnya. Nilainya berkisar antara 5.4 x 10-6 sampai 12.6 x 10-6 perderajat celcius dan koefisien muai pasta semen antara 10.8 x 10-6 sampai 16.2 x 10-6 perderajat celcius 2.8.2 Panas Jenis dan Penghantar Panas Panas jenis perlu dihitung jika beton digunakan untuk pekerjaan massa dan juga pekerjaan khusus, seperti isolasi dalam bangunan pabrik. 2.9. Bahan-bahan Lain Yang Mengganggu Bahan pengganggu menyebabkan terganggunya proses pengikatan dan pengerasan pada beton. Selain alkali dan sulfat, bahan lain yang mengganggu pengerjaan beton yang berasal dari agregat adalah sebagai berikut : 2.9.1 Bahan Padat Yang Menetap Lempung, tanah liat dan abu batu tidak diijinkan dalam jumlah banyak. Ada kecenderungan meningkatnya penggunaan air dalam campuran beton yang bersangkutan, jika terdapat bahan-bahan tersebut. Modul 2 Kegiatan Belajar 3 24
  • 16. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Bahan ini tidak dapat menyatu dengan semen, sehingga menghalangi penggabungan antara semen dan agregat. Pada akhirnya kekuatan tekan beton akan berkurang karena tidak adanya ikatan antara semen dan agregat. 2.9.2. Bahan – bahan Organik Dan Humus Bahan organik mengganggu proses hidrasi. Bahan organik yang biasa dijumpai terdiri dari daun-daunan yang telah membusuk, humus, asam dan llainnya. Bahan ini lebih banyak terdapat dalam agregat halus dari pada agregat kasar terutama yang berasal dari sumber hulu sungai. Bahan-bahan organik dan humus yang dipergunkan dalam beton tidak boleh melebihi batas yang disyaratkan. Tabel 2.1. Syarat bahan-bahan yang mengganggu Uraian Prosentase maksimum dalam berat Lempung dan partikel Butiran halus lolos ayakan no 200 : - Beton tahan abrasi - Beton umumnya Batu bara dan lignit : - Beton ekspose - Beton umumnya 3.0 3.0 5.0 0.5 1.0 Contoh soal : Perhitungan Modulus Halus Butir. Dari hasil uji agregat kasar dan halus didapat data sebagai berikut : Modul 2 Kegiatan Belajar 3 25
  • 17. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Tabel 2.2. Contoh data hasil analisa ayak (saringan) Lubang Ayakan (mm) Berat Tertinggal (gram) Agregat Kasar (gram) Agregat Halus (gram) 38 0 0 19 0 0 9.6 640 0 4.8 270 25 2.4 90 45 1.2 0 95 0.6 0 110 0.3 0 140 0.15 0 75 Sisa 0 10 Jumlah 1000 500 Hitunglah Modulus halus butir untuk agregat kasar dan agregat halus dari data diatas. Penyelesaian : Untuk mempermudah perhitungan modulus halus butir agregat, perhitungan sebaiknya dilakukan dengan tabulasi. Tabel 2.3. Contoh Hiitungan Modulus Halus Butir Agregat Halus Lubang Ayakan (mm) Berat Tertahan (gram) (%) Komulatif (%) 38 0 0 0 19 0 0 0 9.6 0 0 0 4.8 25 5 5 2.4 45 9 14 1.2 95 19 33 Modul 2 Kegiatan Belajar 3 26
  • 18. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL 0.6 110 22 55 0.3 140 28 83 0.15 75 15 98 Sisa 10 2 --- Jumlah 500 100 288 Modulus halus butir = 288 / 100 =2.88 Tabel 2.4. Contoh Hiitungan Modulus Halus Butir Agregat Kasar Lubang Ayakan (mm) Berat Tertahan (gram) (%) Komulatif (%) 38 0 0 0 19 210 21 21 9.6 510 51 72 4.8 230 23 95 2.4 50 5 100 1.2 0 0 100 0.6 0 0 100 0.3 0 0 100 0.15 0 0 100 Sisa 0 0 --- Jumlah 1000 100 688 Modulus halus butir = 688 / 100 =6.88 R A N G K U M A N Sifat-sifat agregat sangat berpengaruh pada mutu campuran beton. Sifat-sifat agregat dalam campuran beton yang perlu diketahui adalah sebagai berikut : 1. Serapan air dan kadar air agregat Modul 2 Kegiatan Belajar 3 27
  • 19. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL 2. Berat jenis dan daya serap agregat 3. Gradasi agregat 4. Modulus halus butir 5. Ketahanan kimia 6. Kekekalan 7. Perubahan volume 8. Karakteristik panas 9. Bahan-bahan lain yang mengganggu Modulus Halus Butir (MHB) merupakan suatu indeks ukuran kehalusan atau kekasaran suatu agregat. Makin besar nilai MHB suatu agregat maka semakin besar butiran agregatnya. S O A L L A T I H A N 1. Jelaskan sifat dan karakteristik agregat dalam campuran beton! 2. Apa yang dimaksud dengan modulus halus butir, dan bagaimana cara menghitungnya? 3. Mengapa agregat harus tahan terhadap serangan kimia alkali dan sulfat? 4. Apa pengaruh karakteristik panas dalam agregat terhadap keawetan dan kualitas beton ? 5. Mengapa agregat tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak? Sebutkan dan jelaskan zat yang dapat merusak tersebut! 6. Pengujian agregat menghasilkan data sebagai berikut : Lubang Ayakan (mm) Berat Tertinggal (gram) Agregat Kasar Agregat Halus A Agregat Halus B 38 0 0 0 19 10 0 0 9.6 450 0 10 Modul 2 Kegiatan Belajar 3 28
  • 20. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL 4.8 300 0 20 2.4 140 15 30 1.2 100 10 140 0.6 0 250 100 0.3 0 175 150 0.15 0 35 40 Sisa 0 15 10 Jumlah 1000 500 500 Hitunglah modulus halus butir agregat kasar, agregat halus A dan B? Sumber Pustaka ASTM, 1995, Concrete and Agregat , Annual Book of ASTM Standard, Vol 04.02, Philadelphia. Brink, RH and Timms, AG, 1978, Weight, Density, Absorption, and Surface Moisture, Significance of Test and Properties of Concrete and Concrete-Material, ASTM STP 169B, Philadelphia Departemen Pekerjaan Umum. Badan Penelitian dan Pengembangan PU, 1989, Pedoman Beton 1989, SKBI 1.4.53. Draft Konsensus , DPU, Jakarta. PEDC, 1983, Teknologi Bahan 2 dan 3, PEDC, Bandung. Tri Mulyono, 2004, Teknologi Beton, Penerbit Andi, Yogyakarta Modul 2 Kegiatan Belajar 3 29
  • 21. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Kegiatan Belajar 3: 3. Gradasi Agregat Tujuan Instruksional Khusus Setelah akhir pelajaran diharapkan siswa, mampu menjelaskan susunan butir untuk agregat yang digunakan untuk beton. Pengertian Gradasi Gradasi atau susunan butir adalah distribusi dari ukuran agregat. Distribusi ini bervariasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu gradasi sela (gap grade), gradasi menerus (continous grade) dan gradasi seragam (uniform grade). Untuk mengetahui gradasi tersebut dilakukan pengujian melalui analisa ayak sesuai dengan standard dari BS 812, ASTM C-33, C 136, ASHTO T.26 ataupun Standar Nasionalan Indonesia. Beberapa ukuran saringan yang digunakan untuk mengetahui gradasi agregat dapat dilihat pada tabel 2. berikut : Tabel 2.5. Ukuran Saringan Standar Agregat untuk Campuran Beton STANDAR ASTM E US D ISO 11 STANDAR D BRITISH STANDARD BS – 812 (BS. 410, 1976) STANDAR D JERMAN 128 mm 64 mm 100 mm 90 mm - - - - Modul 2 Kegiatan Belajar 3 30
  • 22. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL - - - 32 mm - 16 mm - 8 mm 4 mm 2 mm 1 mm 500 mm 250 mm 125 mm 62 mm 75 mm 63 mm 50 mm 37.5 mm 25 mm 19 mm 12.5 mm 9.5 mm 4.75 mm 2.36 mm 1.18 mm 600 mm 300 mm 150 mm 75 mm No. 1” No. ¾ ” Np. 3/8” No. 4 No. 8 No. 30 No. 50 No. 100 No. 200 - - - - - - 75 mm 63 mm 50 mm 37.5 mm 28 mm 20 mm 14 mm 10 mm 5.0 mm 2.36 mm 1.18 mm 600 mm 300 mm 150 mm 75 mm - 63 mm - 31.5 mm - 16 mm - 8 mm 4 mm 2 mm 1 mm 500 mm 250 mm Pengaruh susunan butir terhadap sifat aduk/beton segar adalah sebagai berikut : 1. Mempengaruhi sifat mampu dikerjakan (workability) 2. Mempengaruhi sifat kohesif campuran agregat, semen dan air. 3. Mempengaruhi keseragaman/homogenitas adukan sehingga akan berpengaruh pada cara pengecoran dan pewadahan. 4. Mempengeruhi sifat segregasi (pemisahan butir) atau juga bleding. 5. Mempengaruhi hasill pekerjaan finishing permukaan beton dan adukan Pengaruh susunan butir terhadap sifat aduk/beton keras adalah sebagai berikut : 1. Mempengaruhi porositas. 2. Berpengaruh terhadap sifat kedap air. 3. Berpengaruh terhadap kepadatan. Modul 2 Kegiatan Belajar 3 31
  • 23. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Susunan butir yang ada diperdagangan atau di alam biasanya tidak memiliki persyaratan yang dikehendaki, sehingga perlu adanya penggabungan agregat halus dan kasar untuk mendapatkan susunan butir tertentu yang sesuai dengan pedoman kurva butir. Standard Gradasi Agregat Normal SK.SNI. T-15-1990-3 memberikan syarat-syarat untuk agregat halus yang diadopsi dari British Standard di Inggris. Agregat halus dikelompokan dalam 4 daerah (zona) seperti pada tabel 3 berikut : Tabel 2.6. Batas gradasi Agregat Halus (British Standard) Lubang ayakan (mm) Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan Zona I Zona II Zona III Zona IV 10 4.8 2.4 1.2 0.6 0.3 0.15 100 90 – 100 60 – 95 30 – 70 15 – 34 5 – 20 0 - 10 100 90 – 100 75 – 100 55 – 90 35 – 59 8 – 30 0 - 10 100 90 – 100 85 – 100 75 – 100 60 – 79 12 – 40 0 - 10 100 95 – 100 95 – 100 90 – 100 80 – 100 15 – 50 0 - 15 Keterangan : Daerah gradasi I = Pasir Kasar Daerah gradasi II = Pasir AgakKasar Daerah gradasi III = Pasir Halus Daerah gradasi IV = Pasir Agak Halus Batas gradasi ini sering juga ditampilkan dalam bentuk gambar sbb : Modul 2 Kegiatan Belajar 3 32
  • 24. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Gambar 2.1. Daerah Gradasi Pasir Kasar Gambar 2.2. Daerah Gradasi Pasir Agak Kasar Gambar 2.3. Daerah Gradasi Pasir Halus Modul 2 Kegiatan Belajar 3 33
  • 25. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Gambar 2.4. Daerah Gradasi Pasir Agak Halus Tabel 2.7. Batas gradasi Agregat Kasar (British Standard) Lubang ayakan (mm) Persen Butir Lewat Ayakan, Besar Butir Maks 40 mm 20 mm 12.5 mm 40 20 12.5 10 4.8 95 – 100 30 – 70 - 10 – 35 0 - 5 100 95 – 100 - 25 - 55 0 - 10 100 100 90 - 100 40 – 85 0 - 10 Standar Gradasi Agregat Campuran Gradasi yang baik kadang sangat sulit didapatkan langsung dari suatu tempat (quarry). Dalam Praktek, biasanya dilakukan pencampuran agar didapatkan gradasi yang baik antara agregat kasar dengan agregat halus. SK.SNI T-15-1990-3:21 memberikan batasan gradasi yang diadopsi dari B.S., seperti pada tabel 5 sampai 8 Modul 2 Kegiatan Belajar 3 34
  • 26. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Tabel 2.8. Persen Butir yang Lewat Ayakan (%) untuk Agregat dengan Butir Maksimum 40 mm Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4 38 19 9.6 4.8 2.4 1.2 0.6 0.3 0.15 100 50 36 24 18 12 7 3 0 100 59 44 32 25 17 12 7 0 100 67 52 40 31 24 17 11 2 100 75 60 47 38 30 23 15 5 Dalam bentuk grafik disajikan pada gambar 5 berikut : Gambar 2.5. Gradasi Standar Agregat Campuran - Butiran Maks. 40 mm Tabel 2.9. Persen Butir yang Lewat Ayakan (%) untuk Agregat dengan Butir Maksimum 30 mm Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 38 19 9.6 4.8 2.4 100 74 47 28 18 100 89 70 52 40 100 93 82 70 57 Modul 2 Kegiatan Belajar 3 35
  • 27. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL 1.2 0.6 0.3 0.15 10 6 4 0 30 21 11 1 46 32 19 4 Dalam bentuk grafik disajikan pada gambar 6 berikut : Gambar 2.6. Gradasi Standar Agregat Campuran - Butiran Maks. 30 mm Tabel 2.10. Persen Butir yang Lewat Ayakan (%) untuk Agregat dengan Butir Maksimum 20 mm Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4 38 19 9.6 4.8 2.4 1.2 0.6 0.3 0.15 100 100 45 30 23 16 9 2 0 100 100 55 35 28 21 14 3 0 100 100 65 42 35 28 21 5 0 100 100 75 48 42 34 27 12 2 Modul 2 Kegiatan Belajar 3 36
  • 28. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Dalam bentuk grafik disajikan pada gambar 7 berikut : Gambar 2.7. Gradasi Standar Agregat Campuran - Butiran Maks. 20 mm Tabel 2.11. Persen Butir yang Lewat Ayakan (%) untuk Agregat dengan Butir Maksimum 10 mm Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4 38 19 9.6 4.8 2.4 1.2 0.6 0.3 0.15 100 100 100 30 20 16 12 4 0 100 100 100 45 33 26 19 8 1 100 100 100 60 46 37 28 14 3 100 100 100 75 60 46 34 20 6 Dalam bentuk grafik disajikan pada gambar 8 berikut : Modul 2 Kegiatan Belajar 3 37
  • 29. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Gambar 2.8. Gradasi Standar Agregat - Butiran Maksimum 10 mm Penggabungan Agregat Yang dimaksud dengan penggabungan agregat adalah pencampuran agregat halus dan kasar, sehingga menjadi campuran yang homogen dan mempunyai susunan butir sesuai dengan standar. Penggabungan agregat dapat dilakukan dengan beberapa cara : 1. Cara coba-coba (trial and error) 2. Cara diagonal 3. Cara grafis 4. Cara analitis Cara Coba-coba (Trial and Error) Prinsipnya : 1. Memahami batas gradasi yang disyaratkan. 2. Memasukan data spesifikasi gradasi pada kolom gradasi spesifikasi limit pada lampiran. Modul 2 Kegiatan Belajar 3 38
  • 30. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL 3. Memasukan prosentase lolos saringan pada masing-masing jenis agregat kedalam prosentase passing (lewat) 4. Memasukan spesifikasi ideal pada kolom target value, yaitu nilai salah satu dari spesifikasi ideal yang disyaratkan. 5. Mengambil slah satu spesifikasi ideal, dengan jenis yang ada dalam hal ini agregat kasar, sedang dan halus. Tabel 2.12. Perhitungan Analisa Aggegat Gabungan Cara Trial and Error Agregat Kasar Sedang Halus GradationCombined Persent Target Value Specification used 50 30 20 U.S. Sieve % Pass % Batch % Pass % Batch % Pass % Batch 1'' 100 50 100 30 100 20 100 100 100 3/4'' 80.81 40.41 100 30 100 20 90.4 1 90 80 – 100 3/8'' 47.58 23.79 100 30 100 20 73.7 9 70 60 – 80 No. 4 27.45 13.72 79.14 23.74 100 20 57.4 6 56.5 0 48 – 65 No. 8 16.73 8.37 53.87 16.16 87.02 17.40 41.9 3 42.5 0 35 – 50 No. 30 7.79 3.90 26.01 7.80 51.80 10.36 22.0 6 24.5 0 19 – 30 No. 50 5.07 2.54 17.96 5.39 36.18 7.23 15.1 6 18.0 0 13 – 23 No. 100 3.03 1.52 12.50 3.75 24.19 4.84 10.1 1 11.0 0 7- 15 No. 200 1.32 0.66 8.15 2.45 12.28 2.45 5.56 4.50 1 – 8 Cara Diagonal Prinsip kerjanya : 1. Mengetahui persyaratan gradasi yang diminta Modul 2 Kegiatan Belajar 3 39
  • 31. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL 2. Dibuat gambar empat persegi panjang, dengan ukuran (10 x 20 ) cm pada kertas milimeter block. 3. Buat garis diagonal dari sisi kiri bawah ke sisi kanan atas 4. Untuk sisi vertikal (10 cm) adalah merupakan % lolos saringan 5. Dengan melihat ideal spesifikasi, letakan setiap nilai ideal spesifikasi pada garis tiap – tiap yang diwujutkan berupa titik. 6. Dari tiap-tiap titik pada diagonal tersebut ditarik garis vertikal untuk tempat menuliskan nomor-nomor saringan. 7. Menggambarkan grafik % lolos saringan dari masing-masing fraksi batuan (agregat kasar,agregat sedang,agregat halus). Untuk menentukan % kasar, dapat dilihat dengan jarak yg sama antara grafik fraksi agregat sedang terhadap garis tepi atas kotak dan jarak anrata grafik..... 8. Pada kedua jarak itu, tariklah garis vertikal yang memotong garis diagonal pada satu titik. 9. Dari titik potong tersebut, tariklah garis mendatar ke kanan sampai memotong garis tepi empat persegi panjang pada bagian sebelah kanan, sehingga diperoleh titik yang merupakan titik % agregat 2 yang diperlukan. 10. Buatlah garis potong dengan jarak yang sama antara jarak terhadap agregat 3 (halus sama dengan jumlah jarak terhadap agregat 1 dan 2) 11. Dari titik potong ini ditarik garis mendatar kesamping kanan, sehingga diperoleh titik dimana didapatkan % agregat 1, 2, dan 3. Dengan Modul 2 Kegiatan Belajar 3 40
  • 32. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL demikian kita telah memperoleh ketiga agregat dalam bentuk % (1, 2, 3) 12. Dari prosentase ini, fraksi-fraksi yang diperoleh dapat dihitung (..............memenuhi syarat atau spesifikasi yang dipakai). Tabel 2.13. Tabel Perhitungan agregat gabungan cara diagonal Agregat Kasar Sedang Halus GradationCombined Target Value Specification Persent used 46% 26% 28% U.S. Sieve % Pass % Batch % Pass % Batch % Pass % Batch 1'' 100 46 100 26 100 28 100 100 100 3/4'' 80.81 37.17 100 26 100 28 91.1 7 90 80 - 100 3/8'' 47.58 21.89 100 26 100 28 75.8 9 70 60 - 80 No. 4 27.45 12.63 79.14 20.57 100 28 61.2 0 56.5 0 48 - 65 No. 8 16.73 7.96 53.87 14.01 87.02 24.37 46.3 4 42.5 0 35 - 50 No. 30 7.79 3.58 26.01 6.76 51.80 14.51 24.8 5 24.5 0 19 - 30 No. 50 5.07 2.33 17.96 4.67 36.18 10.13 17.1 3 18.0 0 13 - 23 No. 100 3.03 1.39 12.50 3.25 24.19 6.77 11.4 1 11.0 0 7- 15 No. 200 1.32 0.61 8.15 2.12 12.28 3.44 6.17 4.50 1 - 8 Modul 2 Kegiatan Belajar 3 41
  • 33. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Modul 2 Kegiatan Belajar 3 42
  • 34. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Modul 2 Kegiatan Belajar 3 43
  • 35. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Cara Grafis Prinsip Kerjanya : 1. Buatlah kotak dengan ukuran bujur sangkar (10 x 10 cm) sebanyak dua buah. 2. Untuk sisi kiri merupakan % agregat kasar. 3. Plot pada garis paling tepi titik-titik dari masing-masing nomer saringan untuk agregat kasar. 4. Plot pada garis paling tepi untuk agregat sedang. 5. Gabungkan masing-masing titik/nomor saringan yang sama. 6. Pada garis-garis penghubung tersebut ditentukan batas spesifikasi. 7. Tentukan batas maksimum dan minimum yang paling dekat terhadap garis agregat kasar dan agregat sedang yang paling dekat. 8. Dari batas maksimum dan minimum tersebut ditarik garis vertikal. 9. Tarik garis yang membagi dua daerah maksimum dan minimum sehingga dari garis ini dapat ditentukan % agregat kasar dan halus. 10. Pada bujur sangkar yang kedua, tarik garis mendatar untuk memindahkan nomor-nomor saringan. 11. Pada garis sisi kanan sebagai agregat halus, tentukan titik-titik pada garis tersebut sesuai ukuran saringan. 12. Hubungkan kedua titik pada garis agregat kasar dan agregat sedang serta agregat halus. 13. Tentukan spesifikasi yang berlaku. 14. Cari harga maksimum dan minimum yang mempunyai jarak terdekat. Modul 2 Kegiatan Belajar 3 44
  • 36. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL 15. Tarik garis vertikal dari masing-masing titik maksimum dan minimum tersebut. 16. Tarik garis pembagi dua, sehingga dapat ditentukan prosentase agregat kasar, agregat sedang dan agregat halus. Tabel 2.14 Data Perhitungan agregat gabungan cara grafis No Sieve 1'' 3/4'' 3/8'' No. 4 No. 8 No. 30 No.5 0 No. 100 No. 200 Spilt 100 80.81 47.58 27.4 5 16.7 3 7.79 5.07 3.03 1.32 Screen 100 100 100 79.1 4 53.8 7 26.0 1 17.96 12.5 8.15 Filler 100 100 100.0 0 100 87.0 2 51.8 36.18 24.1 9 12.28 Spec Limit 100 80- 100 60-80 48-65 35-50 19-30 13-23 7- 15 1 - 8 Ideal spec 100 90 70.00 56.5 0 42.5 0 24.5 0 18 11 4.5 0 Modul 2 Kegiatan Belajar 3 45
  • 37. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK SIPIL Modul 2 Kegiatan Belajar 3 46
  • 38. PROGRAM KERJASAMA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KERJA (P2K-PLUS) POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA DENGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM Cara Analitis Gradasi agregat yang digunakan : Tabel 2.15. Data Perhitungan Agregat Gabungan Cara Analitis No Sieve 1'' 3/4'' 3/8'' No. 4 No. 8 No.50 No. 200 Spilt 100 96 45 12.5 6.1 0.5 0.1 Screen - - 100 98.2 85.6 20.4 3.3 Filler - - - - 100 96.2 76.2 Spec Limit 100 90 - 100 60 - 80 35- 65 20 - 50 3 – 20 2 - 8 Ideal spec 100 95 70 50 35 11.5 5 Menentukan campuran split, screen dan filler : · Contoh butiran diatas no 8, sebagian besar diperoleh dari bahan screen 85.6 % · Dari ideal spesifikasi diperoleh 35 % · Campuran split dan screen dapat dihitung dengan rumus : x100% X = F - S F - C dimana : X = % berat agregat Split yang diperlukan dalam campuran F = % berat agregat Screen yang melewati No. 8 S= % berat agregat Screen yang diperlukan lewat No. 8 C = % berat agregat Split yang melewati No. 8 X = - x 85.6 35 = 100% 63.65% - 85.6 6.1 Modul 2 Kegiatan Belajar 1 47
  • 39. PROGRAM KERJASAMA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KERJA (P2K-PLUS) POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA DENGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM Split = 63.65 % Screen = 36.65 % Butiran lewat No. 200 - dari split = 63.65 / 100 x 0.1 % = 0.06 % - dari screen= 36.35 / 100 x 3.3 % = 1.20 % Jumlah butiran lewat No. 200 = 1.26 % Dari ideal spec. terdapat butiran lewat No. 200 = 5 % Kekurangan butiran lewat No. 200 = ( 5 – 1.26)% = 3.74 % Jadi butiran lewat No. 200 yang diperlukan dalam campuran = 3.74 / 76.2 x 100 % = 4.91 % Komposisi campuran : · Split = 63.65 % · Screen = (36.35 – 4.91 ) % = 31.44 % · Filler = 4.91 % R A N G K U M A N Gradasi atau susunan butir berpengaruh terhadap sifat aduk/beton segar maupun beton keras. Modul 2 Kegiatan Belajar 1 48
  • 40. PROGRAM KERJASAMA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KERJA (P2K-PLUS) POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA DENGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM Pengaruh gradasi terhadap sifat aduk/beton segar adalah mempengaruhi: workability, sifat kohesif campuran agregat, semen dan air,homogenitas adukan, segregasi dan bleding, finishing permukaan beton dan adukan. Pengaruh gradasi terhadap sifat aduk/beton keras adalah sebagai berikut :mempengaruhi porositas, sifat kedap air dan kepadatan. Susunan butir yang diperdagangkan atau yang ada di alam, biasanya tidak memiliki persyaratan yang dikendaki sehingga untuk mendapatkan campuran beton yang baik, harus dilakukan pencampuran agregat. Pencampuran agregat dapat dilakukan dengan beberapa cara/metoda yaitu: cara coba-coba (trial and error), cara diagonal, cara grafis dan cara analitis S O A L L A T I H A N 1. Jelaskan bagaimana cara mengetahui gradasi suatu agregat? 2. Sebutkan 4 zona penggolongan agregat halus ! 3. Jelaskan apa tujuan ditetapkannya zona standard untuk agregat ! 4. Jelaskan pengaruh gradasi terhadap sifat beton, baik beton segar maupun beton keras ! 5. Diketahui data hasil saringan seperti pada tabel dibawah ini. Lakukan pencampuran agregat dengan ketentuan sebagai berikut : a. Komposisi pencampuran agregat = 45 % Agregat kasar + 35 % Agregat A dan 20% Agregat B b. Specifikasi agregat gabungan berdasarkan standar gradasi agregat campuran SK.SNI T-15-1990-3:21 untuk besar butir maksimum 20 mm (daerah antara zona kurva 2 dan 3) Modul 2 Kegiatan Belajar 1 49
  • 41. PROGRAM KERJASAMA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KERJA (P2K-PLUS) POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA DENGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM Lubang Ayakan (mm) Berat Tertinggal (gram) Agregat Kasar Agregat Halus A Agregat Halus B 38 0 0 0 19 10 0 0 9.6 450 0 10 4.8 300 0 20 2.4 140 15 30 1.2 100 10 140 0.6 0 250 100 0.3 0 175 150 0.15 0 35 40 Sisa 0 15 10 Jumlah 1000 500 500 Tentukan komposisi campuran tersebut. Gunakan metoda diagonal dan analitis. Sumber Pustaka ASTM, 1995, Concrete and Agregat , Annual Book of ASTM Standard, Vol 04.02, Philadelphia. Brink, RH and Timms, AG, 1978, Weight, Density, Absorption, and Surface Moisture, Significance of Test and Properties of Concrete and Concrete-Material, ASTM STP 169B, Philadelphia Departemen Pekerjaan Umum. Badan Penelitian dan Pengembangan PU, 1989, Pedoman Beton 1989, SKBI 1.4.53. Draft Konsensus , DPU, Jakarta. Modul 2 Kegiatan Belajar 1 50
  • 42. PROGRAM KERJASAMA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KERJA (P2K-PLUS) POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA DENGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM Pusat Pelatihan MBT, 1992, Modul Pelatihan Asisten Teknisi Laboratorium Pengujian Aspal , MBT, Padalarang. PEDC, 1983, Teknologi Bahan 1, 2 dan 3, PEDC, Bandung. Tri Mulyono, 2004, Teknologi Beton, Penerbit Andi, Yogyakarta Modul 2 Kegiatan Belajar 1 51