Bermain merupakan aktivitas penting bagi perkembangan anak. Dokumen ini membahas berbagai aspek keperawatan anak, termasuk antraumatik care, bermain untuk anak rawat inap, dan klasifikasi bermain berdasarkan usia dan jenis permainan. Tujuan utama bermain adalah merangsang perkembangan anak secara fisik, intelektual, sosial dan kreatif.
2. 2
I. ANTRAUMATIC CARE
a. Pengertian
Adalah perawatan yg tidak menimbulkan
adanya trauma pd anak dan keluarga.
yg sering dijumpai di masyarakat seperti
peristiwa yg dpt menimbulkan trauma pd
anak adalah cemas, marah, nyeri, dll.
4. Beberapa prinsip yg dilakukan oleh
perawat untuk mencapai perawatan tersebut
a.l :
1. Menurunkan atau mencegah dampak
perpisahan dr keluarga.
Gangguan psikologis seperti kecemasan,
ketakutan, kurangnya kasih sayang,
menghambat proses penyembuhan anak dan
mengganggu tumbang anak.
2. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam
mengontrol perawatan pada anak.
Melalui kontrol ortu pd anak – anak mampu
mandiri dlm kehidupannya. 4
5. 3. Mencegah/mengurangi cedera (injury) dan
nyeri.
Nyeri dpt dikurangi dgn berbagai cara
misalnya distraksi, relaksasi, imaginary.
4. Tidak melakukan kekerasan pd anak.
Kekerasan pd anak akan menimbulkan ggn
psikologis dlm kehidupan anak.
5
6. 6
5. Modifikasi lingkungan fisik.
Dapat meningkatkan keceriaan, perasaan
aman dan nyaman bagi lingkungan anak
sehingga anak selalu berkembang dan merasa
nyaman di lingkungannya.
7. IV. ANTICIPATORY GUIDANCE
a. Pengertian
Bahasa Inggris : Anticipatory = lebih dahulu
Guidance = petunjuk
Petunjuk Antisipasi adalah petunjuk yg perlu
diketahui lebih dulu agar orang tua dpt
mengarahkan dan membimbing anaknya
secara bijaksana, shg anak dapat bertumbuh
dan berkembang secara normal.
7
8. Anticipatory Guidance adalah bantuan
perawat terhadp org tua dlm
mempertahankan dan meningkatkan
kes. melalui upaya pertahanan nutrisi
yg adekuat, pencegahan kecelakaan dan
supervisi kesehatan (Maslow, 1988).
8
9. 9
b. Petunjuk Antisipasi pd Masa Bayi
Usia 6 bulan pertama
1.Memahami adanya proses penyesuaian
antara ortu dgn bayinya, terutama pd ibu yg
membutuhkan bimbingan/asuhan pd masa
setelah melahirkan
2.Membantu ortu utk memahami bayinya sbg
individu yg mempunyai kebutuhan dan
untuk memahami bagaimana bayi
mengekspresikan apa yang diinginkan melalui
tangisan.
10. Lanjutan.......
3.Memberikan ortu bahwa bayinya tdk akan
menjadi manja dgn adanya perhatian yang
penuh selama 4-6 bulan pertama
4. Menganjurkan ortu utk membuat jadwal
kebutuhan bayi.
10
11. 11
5. Mendukung kesenangan ortu dlm melihat
tumbang bayinya yaitu dgn bersahabat dan
mengamati respons sosial anak, misalnya
dgn tertawa atau tersenyum.
6. Menyiapkan ortu utk memenuhi kebutuhan
rasa aman dan kesehatan bg bayi, misalnya
dgn imunisasi
7.Menyiapkan ortu utk mengenalkan dan
memberikan makanan padat.
12. 12
Usia 6 Bulan Kedua
- Menyiapkan ortu akan adanya ketakutan bayi
terhadap org yg blm dikenal (Stranger anxiety)
- Menganjurkan ortu utk mengizinkan anaknya
dekat dgn ayahnya dan ibunya serta
menghindarkan perpisahan yg terlalu lama
dgn anak tsbt.
- Membimbing ortu utk mengetahui disiplin s.d.
semakin meningkatnya mobilitas bayi.
13. - Menganjurkan utk menggunakan suara yg
negatif dan kontak mata dr pd hukuman
badan sbg suatu disiplin.
- Menganjurkan ortu utk memberikan lebih
banyak perhatian ketika bayinya berkelakuan
baik dr pd ketika ia menangis
- Mengajarkan mengenai pencegahan
kecelakaan karena keterampilan motorik dan
rasa ingin tahu bayi sdh meningkat
13
14. 14
Lanjutan.......
- Menganjurkan ortu utk meninggalkan
bayinya bbrp saat dgn pengganti ibu yg
menyusui
- Mendiskusikan kesiapan utk penyapihan
- Menggali perasaan ortu s.d. pola tidur
bayinya
15. 15
c. Petunjuk Antisipasi Pada Masa Balita usia
(1-3) Tahun.
Kecenderungan terjadi kecelakaan pada anak
usia todler dilatarbelakangi oleh kondisi
berikut :
1. Anak usia todler sedang mengembangkan
keterampilan motorik kasarnya yg
membuat mereka bergerak terus, berlari,
berjinjit, naik turun tangga, pagar atau
mainan serta sepedanya.
16. 16
2. Anak usia todler mengalami peningkatan
kemampuan motorik ketika mereka sedang
terampil menggeggam sesuatu, membuka
dan menutup botol, membuka dan menutup
lemariyang tidak dikunci serta menggenggam
dan melempar benda-benda kecil.
3. Anak todler mempunyai rasa ingin tahu yg
besar dan senang mencoba melakukan
sesuatu yg belum dikenalnya, padahal ia
belum dapat membaca hal-hal yg dapat
membahayakannya.
17. 4. Anak laki-laki cenderung lebih berpotensi
mengalami kecelakaan dari pada perempuan
karena lebih aktif bergerak.
5. Anak yg tidak dijaga oleh ortunya sewaktu
bermain, beresiko utk mengalami
kecelakaan.
6. Resiko kecelakaan akan lebih besar terjadi
saat anak lapar dan lelah karena pada saat
itu tenaga menurun dan mungkin anak
merasa lemah atau lesu.
17
20. KONSEP BERMAIN
A. Pengertian
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan
dengan suka rela untuk memperoleh
kesenangan atau kepuasan dan tidak dapat
dipisahkan dari anak.
Mencerminkan kemampuan fisik, intelektual,
emosional dan sosial.
Media yang baik untuk belajar menyesuaikan
diri dengan lingkungan dan berkomuniksi.
20
21. B. Fungsi Bermain
Merangsang perkembangan :
Sensorik motorik
Intelektual
Sosial
Kreativitas
Kesadaran diri
Moral
Bermain sebagai tarapi
21
22. C. Tujuan bermain
Melanjutkan tumbang yang normal pada anak
saat sakit
Mengekspresikan perasaan,keinginan dan
fantasi serta ide anak.
Mengembangkan kreativitas dan
memecahkan masalah
Dapat beradaptasi secara efektif terhadap
stress karena sakit dan dirawat di rumah sakit
22
23. D. Faktor-Faktor yang mempengaruhi aktivitas
bermain
Tahap perkembangan anak
Status kesehatan anak
Jenis kelamin anak
Lingkungan yang mendukung
Alat dan jenis permainan yang cocok
23
24. Klasifikasi bermain berdasarkan
isi permainan
1. Social afektive play
• Intinya adalah adanya hubungan interprsonal
yang menyenangkan antara anak dengan
orang lain.
• Contoh : Bayi akan mendapat kesenangan
melalui hubungan dengan orang tuanya.
Misalnya pada permainan “ci-luk-ba”
24
25. 2. Sense of pleasure play
Menggunakan alat yang dapat menimbulkan
rasa senang pada anak dan biasanya
mengasyikan, misanya ; membentuk gunung
atau benda lain dengan pasir, bermain air dan
memasukannya ke botol.
Ciri permainan ini, semakin lama semakin
asyik dan susah dihentikan.
25
26. 3. Skill Play
Meningkatkan ketrampilan motorik kasar dan
halus.
Semakin sering dilakukan maka anak akan
semakain terampil
Mis ; naik sepeda, bayi memegang benda-
benda kecil dan memindahkannya dari satu
tempat ke tempat lain
26
27. 4. Games atau permainan
Jenis permainan yang menggunakan alat
tertentu dengan perhitungan /skor.
Dapat dilakukan sendiri atau bersama teman
Misalnya ; ular tangga, congklak, puzzle, dll.
27
28. 5. Unoccupied Behavior
Anak tidak menggunakan alat pemainan
tertentu
Situasi atau objek disekelilingnya digunakan
sebagai alat permainan
Anak tampak gembira, senang dan asyik
dengan situasi dan lingkungan tersebut
Mis; anak mondar-mandir, tersenyum,
tertawa, memainkan kursi, meja, dll.
28
29. 6. Dramatic play
Anak bermain peran sebagai orang lain
Anak menirukan orang dewasa
Terjadi percakapan dengan teman tentang
peran yang ditiru
Permainan ini penting sebagai proses
identifikasi anak terhadap peran tersebut
Mis ; peran sebagai guru, ayah, ibu, kakak, dll.
29
30. Klasifikasi bermain berdasarkan karakter sosial
1. Onlooker play
Anak hanya mengamati teman yang sedng
bermain
Tidak ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi
dalam permainan
Anak bersifat pasif, tetapi ada proses
pengamatan
30
31. 2. Solitary Play
Anak berada dalam kelompok permainan
Tetapi anak bermain sendiri dengan alat
permainan yang dimilikinya.
Alat permainan berbeda dengan temannya
Tidak ada komunikasi atau kerja sama
31
32. 3. Paralel play
Anak menggunakan alat permainan yang sama
tetapi tidak ada kontak satu sama lain.
Tidak ada sosialisasi satu sama lain.
Biasanya dijumpai pada anak toddler
32
33. 4. Associative play
Sudah terjadi komunikasi antar anak tetapi
tidak terorganisir
Tidak ada pemimpin dalam permainan
Tujuan permainan tidak jelas
Mis; bermainan boneka, hujan-hujanan,
masak-masakan
33
34. 5. Cooperative play
Aturan perminan dalam kelompok jelas
Ada tujuan dan pemimpin permaian
Misalnya : permainan sepak bola
34
35. KLASIFIKASI BERMAIN
BERDASARKAN KELOMPOK USIA
1. Bayi
• Karakteristik permainan adalah sense of pleasure
play.
• Usia 0-3 bulan : mainan gantung berwarna terang,
bunyi musik yang menarik
• Secara auditori : ajak bayi bicara, mendengar
pembicaraan, musik dan nyanyian yang
menyenangkan.
35
36. • Bayi 4 – 6 bulan :
Stimulasi penglihatan melaui nonton TV, mainan
mudah dipegang dan berwarna terang, meletakan bayi
didepan cermin.
Stimulasi pendengran melalui memanggil namanya,
mengulang bunyi suara yang dikeluarkanya, sering
berbicara dengan bayi, meletakan mainan yang
berbunyi di dekat telinga.
36
37. • Usia 7 – 9 bulan :
Stimulasi penglihatan melalui permainan yang
berwarna terang, berikan kertas dan alat tulis untuk
mencoret.
Stimulasi pendengaran dengan memberikan boneka
yang berbunyi, mainan yang berbunyi jika
digerakkan.
Alat permainan yang cocok seperti buku dengan
warna yang terang, gelas dan sendok yang tidak
pecah, bola besar, boneka dan mainan yang dpat
didorong.
37
38. 2. Anak Toddler ( 1 - 3 tahun)
• Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar
sehingga mainan sering dibongkar/dirusak.
• Tidak memberikan alat permainan yang
tajam.
• Usia 1-2 tahun anak bermain sendiri dengan
permainannya
• Usia 2-3 tahun anak bermain secara paralel
karena sudah dapat berkomunikasi dengan
temannya.
• Jenis permainan : kereta api, truk, alat
memasak, alat menggambar, pasir, tanah liat,
dll.
38
39. 3. Anak usia prasekolah (4-5 tahun)
• Jenis permainan yang sesuai adalah associative play,
dramatic play, skill play.
• Jenis alat permainan yang sesuai adalah sepeda,
mobil-mobilan, alat olahraga, berenang, permainan
balok-balok besar.
39
40. 4. Anak usia sekolah ( 6-12 tahun)
• Bermain dengan teman menjadi tempat belajar norma
baik dan buruk.
• Belajar bersaing dengan teman secara sehat.
• Menerima kelebihan orang lain melalui permainan.
• Anak laki-laki ; mainan mobil-mobilan.
• Anak perempuan ; mainan memasak dan boneka.
40
41. 5. Anak usia remaja ( 13-18 tahun)
• Anak sering menyendiri, berkhayal atau melamun dan
disisi lain anak mempunyai geng sesama remaja.
• Tidak sekedar mencari kesenangan tetapi
meningkatkan perkembangan fisioemosional,
menyalurkan minat, bakat dan aspirasi untuk
menemukan identitas dirinya.
• Permainan; olahraga, musik, kegiatan organisasi yang
positif.
41
42. BERMAIN UNTUK ANAK YANG
DIRAWAT DI RS
1.Aktivitas bermain di RS memberikan keuntungan :
Meningkatkan hubungan antar klien dengan
perawat
Aktivitas bermain yang terprogram akan
memulihkan perasaan mandiri pada anak
Membantu anak mengekspresikan perasaan
cemas, takut, sedih, tegang maupun nyeri.
Meningkatkan kemampuan anak untuk
mempunyai tingkah laku positif.
42
43. 2. Prinsip permainan pada anak di RS
• Tidak boleh bertentangan dengan terapi dan
perawatan yang sedang dijalankan.
• Tidak membutuhkan energi yang banyak
• Mempertimbangkan keamanan anak
• Dilakukan pada kelompok umur yang sama
• Melibatkan orang tua
3. Tujuan anak bermain di RS
• Penekanan pada upaya ekspresi sekaligus
relaksasi dan distraksi dari perasaan takut,
sedih, cemas, tegang dan nyeri.
43
44. 4. Proses kegiatan bermain
• Uraikan kegiatan bermain yang akan
dilakukan.
• Perawat hanya sebagai fasilitator dan
kegiatan bermain dilakukan aktif oleh
orang tua dan anak.
• Mengacu pada tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya
• Bila permainan dalam kelompok, maka
uraikan dengan jelas aktivitas setiap
anggota kelompok dan kegiatan orang tua
setiap anak. 44
45. 5. Alat permainan yang diperlukan
• Alat permainan tidak harus baru dan bagus.
• Gunakan alat permainan yang dimiliki anak atau
yang tersedia di ruang rawat.
• Gunakan bahan yang murah dan mudah dijangkau.
• Harus menjadi media utuk eksplorasi perasaan anak.
45
46. 6. Pelaksanaan kegiatan bermain
• Respons anak dan orang tua harus dicatat
• Bila anak nampak lelah, permainan tidak boleh
diteruskan
• Proses permainan merupakan hal yang penting,
bukan hasilnya.
46
47. 7. Evaluasi/penilaian
• Evaluasi secara menyeluruh dan bandingkan
pelaksanaan bermain dengan tujuan yang
ditetapkan.
• Tuliskan hambatan yang ditemukan
• Berikan pujian dan penghargaan bila anak
melakukan dengan baik.
47
49. VI. TOILET TRAINING
1. Pengertian
• Latihan untuk berkemih dan defikasi adalah tugas
perkembangan anak todler.
• Pada anak todler kemampuan sfingter uretra dan
kemampuan sfingter ani mulai berkembang.
• Kemampuan pencapaian pada setiap anak berbeda.
• Kemampuan sfingter ani lebih dulu tercapai dari pada
sfingter uretra.
• Kemampuan anak mengontrol berkemih mulai
tercapai pada usia 4-5 tahun.
49
50. Tanda kesiapan anak mampu mengontrol rasa
ingin berkemih dan defikasi ( Wong, 1997)
1. Kesiapan Fisik
Usia telah mencapai 18 sampai 24 bulan
Dapat duduk atau jongkok kurang lebih 2 jam
Ada gerakan usus yang reguler
Kemampuan motorik kasar spt; duduk, berjalan
Kemampuan motorik halus spt; membuka baju.
50
51. 2. Kesiapan mental
Mengenal rasa untuk berkemih dan defekasi
Komunikasi secara verbal dan non verbaljika ingin
berkemih dan defekasi
Ketrampilan untuk mengikuti perintah dan meniru
perilaku orang lain.
51
52. 3. Kesiapan Psikologis
Dapat duduk atau jongkok di toilet selama 5-10
menit
Mempunyai rasa penasaran terhadap kebiasaan
orang dewasa dalam buang air
Merasa tidak betah dengan kondisi basah/benda
padat di celana
52
53. 4. Kesiapan orang tua
Mengenal tingkat kesiapan anak untuk berkemih dan
defekasi.
Meluangkan waktu untuk melatih anak
Tidak mengalami konflik atau stress keluarga yang
berarti
53
54. A. Pengertian
Alasan berencana atau darurat, anak
harus tinggal di RS pengalaman
traumatik dan stres untuk ortu.
Muncul perasaan sedih, cemas, marah,
takut dan rasa bersalah pada anak.
Anak stres membuat arang tua menjadi
stres stres anak semakin meningkat
54
55. B. Reaksi anak terhadap hospitalisasi
1. Masa Bayi (0-1 tahun)
Dampak perpisahan dengan ortu adalah
gangguan pembentukan rasa percaya
dan kassih sayang.
Usia 6 bulan, anak menjadi cemas pada
orang yang tidak dikenalnya.
Reaksi berupa menangis, marah, dan
banyak melakukan gerakkan.
55
56. Lanjutan......
Bila ditinggal ibu, bayi akan merasa cemas
karena perpisahan bayi menangis
keras.
Respon terhadap nyeri berupa menangis
keras, pergerakkan tubuh banyak, ekspresi
wajah tidak menyenangkan.
56
57. 2. Masa Todler (1-3 tahun)
Bereaksi sesuai dengan sumber stres
Sumber stres utama adalah cemas karena
perpisahan.
Respon pada tahap protes berupa menangis
kuat, menjerit memanggil ortu, menolak
perhatian yang diberikan orang lain.
Respon pd tahap putus asa menunjukan
menangis berkurang,anak tidak aktif,sedih,
apatis
57
58. Respon pada tahap pengingkaran berupa
mulai menerima perpisahan, membina
hubungan secara dangkal, anak dan
menyukai lingkunganya.
Pembatasan pada pergerakkan membuat
anak kehilangan kemampuan mengontrol diri
dan tergantung pada lingkungan Regresi
Respon terhadap tindakan invasif berupa
meringis, menggigit bibir, memukul.
Anak dapat menunjuk lokasi nyeri dan
mengkomunikasikanya
58
59. 3. Masa Prasekolah (4-6 tahun)
Reaksi terhadap perpisahan berupa menolak
makan, sering bertanya, menangis, dan tidak
kooperatif terhadap petugas kesehatan.
Anak kehilangan kontrol terhadap diri
Anak kehilangan kekuatan diri karena
pembatasan gerak.
59
60. Lanjutan......
Dipersepsikan sebagai hukuman sehingga
merasa bersalah, malu, takut.
Prosedur dan tindakan dianggap
mengancam integritas tubuh sehingga
marah, agresif, berontak, ketergantungan
pd ortu dan tidak mau bekerja sama dgn
perawat.
60
61. 4. Masa Sekolah (6-12 tahun)
Kehilangan kontrol karena kehilangan
kelompok sosial tidak bisa bermain.
Timbul perasaan takut mati
Ekspresi baik secara verbal dan nonverbal
terhadap perlukaan dan nyeri
Jika merasa nyeri, anak akan menggigit bibir
atau memegang sesuatu dengan erat.
61
62. 5. Masa remaja ( 12-18 tahun)
Perasaan cemas karena berpisah dengan
teman sebaya
Anak menjadi bergantung pada keluarga dan
perawat karena adanya pembatasan gerak.
Anak menolak perawatan atau tindakan
karena pembatsan aktivitas
Perasaan sakit karena perlukaan atau
pembedahan membuat anak bertanya-tanya
tau menarik diri.
62
63. C. Reaksi ortu terhadap hospitalisasi anak
Perasaan cemas dan takut
Perasaan sedih
Perasaan frustrasi
63
64. D. Upaya meminimalkan penyebab stres
Rooming in
Jika tidak mungkin rooming in beri
kesempatan ortu untuk melihat anak setiap
saat.
Modifikasi ruang perawatan seperti di rumah,
dekorasi bernuansa anak
Mempertahankan kontak dengan kegiatan
sekolah berupa fasilitasi pertemuan dengan
guru, teman sekolah serta membantu
melakukan surat-menyurat.
64
65. E. Upaya mencegah kehilangan kontrol berupa :
Hindarkan pemabtasan fisik jika anak
kooperatif.
Buat jadwal kegiatan untuk prosedur terapi,
latihan, bermain dan aktivitas lain dlam
perawatan.
Fokus intervensi keperawatan untuk upaya
mengurangi ketergantungan dengan memberi
kesempatan pada anak untuk mengambil
keputusan dan melibatkan ortu.
65
66. E. Upaya meminimalkan rasa takut terhadap
cedera tubuh dan rasa nyeri berupa :
Menyiapkan psikologis anak dan ortu
untuk prosedur yang menimbulkan nyeri.
Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum
melakukan persiapan fisik
Pertimbangkan untuk menghadirkan ortu pad
saat tindakkan dilakukan.
Tunjukan sikap empati.
Untuk pembedahan elektif, lakukan persiapan
khusus jauh hari sebelumnya.
66