Makalah ini membahas proses morfologi afiksasi dengan menjelaskan proses pembubuhan afiks, pengertian afiks, perbedaan afiks asli dan dari bahasa asing, serta afiks yang produktif dan improduktif. Tujuannya adalah memahami proses pembentukan kata melalui afiksasi dalam bahasa Indonesia.
1. i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Proses Morfologi Afiksasi” dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Morfologi Bahasa Indonesia.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang diperoleh dari buku
panduan serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan judul makalah.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah, atas
bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Penulis mengharapkan, melalui membaca makalah ini dapat memberi
manfaat bagi kita dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Proses
Morfologi Afiksasi khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dari pembaca demi perbaikan
menuju arah yang lebih baik.
Bogor, Oktober 2018
2. ii
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah................................................................................. 2
1.3 Tujuan.................................................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAAN
2.1 Proses Pembubuhan Afiks dalam Morfologi....................................... 3
2.2 Afiks..................................................................................................... 4
2.3 Afiks Asli dan Afiks dari Bahasa Asing.............................................. 7
2.4 Afiks yang Produktif dan Afiks yang Improduktif.............................. 8
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................... 11
3.2 Saran.................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 12
3. 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti ‘bentuk’
dan kata logi yang berarti ilmu mengenai bentuk. Di dalam kajian linguistik,
morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata,
sedangkan di dalam kajian biologi morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-
bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup. Memang selain bidang kajian
linguistik, di dalam kajian biologi ada juga digunakan istilah morfologi.
Kesamaannya, sama-sama mengkaji tentang bentuk.
Kalau dikatakan morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan
pembentukan kata, maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni
morfem dengan segala bentuk dan jenisnya perlu dibicarakan. Lalu, pembicaraan
mengenai pembentukan kata akan melibatkan pembicaraan mengenai komponen
atau unsure pembentukan kata itu, yaitu morfem, baik morfem dasar maupun
morfem afiks, dengan berbagai alat proses pembentukan kata itu, yaitu afiks
dalam proses afiksasi, duplikasi ataupun pengulangan dalam proses pembentukan
kata melalui proses reduplikasi, penggabungan dalam proses pembentukan kata
melalui komposisi, dan sebagainya. Jadi, ujung dari proses morfologi adalah
terbentuknya kata dalam bentuk dan makna sesuai keperluan dalam satu tindak
pertuturan.
Bila bentuk dan makna yang terbentuk dari satu proses morfologi sesuai
dengan yang diperlukan dalam pertuturan, maka bentuknya dapat dikatakan
berterima, tetapi jika tidak sesuai dengan yang diperlukan, maka bentuk itu
dikatakan tidak berterima. Keberterimaan atau ketidakberterimaan bentuk itu
dapat juga karena alasan sosial. Namun, disini, dalam kajian morfologi, alasan
sosial itu kita singkirkan dulu, yang kita perhatikan atau pedulikan adalah alasan
gramatikal semata.
4. 2
1.2 Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang masalah, penyusun merumuskan masalah sebagai
berikut ini:
1. Bagaimana proses pembubuhan afiks dalam morfologi?;
2. Apa yang dimaksud afiks?;
3. Perbedaan afiks asli dan afiks dari bahasa Asing?;
4. Apa yang dimaksud dengan afiks yang produktif dan afiks yang
improduktif?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Menjelaskan pengertian dari proses morfologi.
2. Mengetahui dan memahami proses pembubuhan afiks dalam morfologi.
5. 3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Proses Pembubuhan Afiks dalam Morfologi
Proses pembubuhan afiks ialah pembubuhan afiks pada sesuatu satuan,
baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk
membentuk kata. Misalnya, pembubuhan afiks ber- pada jalan menjadi
berjalan, pada sepeda menjadi bersepeda, pada susah payah menjadi bersusah
payah, pada gerilya menjadi bergerilya, pembubuhan afiks men- pada tulis
menjadi menulis, pada kenai menjadi mengenai, pada baca menjadi
membaca. Ada juga afiks yang tidak membentuk kata, melainkan membentuk
pokok kata, ialah afiks per-, -kan, dan –i, misalnya perbesar, ambilkan,
bacakan, bangunkan, duduki, tanami, pukuli.
Satuan yang dilekati afiks atau yang menjadi dasar pembentukan baik
satuan yang lebih besar itu di sini disebut bentuk dasar. Bentuk dasar kata
berjalan adalah jalan, bentuk dasar kata bersusah payah adalah susah payah,
bentuk dasar kata berperikemanusiaan adalah perikemanusiaan, bentuk dasar
berkemimpinan ialah kepemimpinan. Dalam proses pembubuhan afiks,
bentuk dasar merupakan salah satu dari unsur yang bukan afiks.
Ada bentuk dasar yang dapat beridiri sendiri sebagai kata, misalnya
pakaian dalam berpakaian, jalan dalam berjalan, rumah dalam berumah,
gembira dalam kegembiraan, malas dalam kemalasan, takut dalam menakut,
laut dalam lautan, tetapi ada juga bentuk dasar yang tidak dapat berdiri sendiri
sebgaai kata dalam penggunaan Bahasa, misalnya temu dalam bertemu, alir
dalam mengalir, aliran, sandar dalam bersandar, sandaran, kejut dalam
terkejut, kejutan.
Bagaimana bentuk dasar itu dapat ditentukan? Penentuan bentuk dasar
tidak terlepas dari prinsip adanya hirarki dalam bahasa. Bentuk dasar dalam
proses pembubuhan afiks tertentu merupakan salah satu dari dua unsur yang
bukan afiks. Pada berpakaian, bentuk dasarnya tentu salah satu dari dua
unsur, ialah ber- dan pakaian. Karena ber- merupakan afiks, maka bentuk
dasarnya pakaian. Demikian pula pada berkemauan, bentuk dasarnya tentu
6. 4
kemauan karena ber- merupakan afiks. Pada mengambilkan, bentuk dasarnya
mungkin meng-ambil, mungkin pula ambilkan, tetapi bukan ambil.
2.2 Afiks
Telah berulang-ulang dikemukakan istilah afiks, tetapi sampai sekarang
belumlah dijelaskan benar, apakah afiks itu. Afiks ialah suatu satuan gramatik
terikat yang di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan
pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain
untuk membentuk kata lain untuk membentuk kata baru. Misalnya kata
minuman. Kata ini terdiri dari dua unsur, ialah minum yang merupakan kata
dan –an yang merupakan suatu terikat. Maka morfem –an diduga merupakan
afiks.
Sebelum –an ditetapkan sebagai afiks, harus diteliti lebih jauh, apakah –an
itu mampu melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau
pokok kata baru. Dari kata-kata makanan, timbangan, pikiran, satuan,
gambaran, buatan, bungkusan, masukan, dan sebagainya, dapatlah ditentukan
bahwa –an mempunyai kemampuan melekat pada satuan-satuan lainnya, dan
dengan demikian, -an dapat ditentukan sebagai afiks.
Bagaimanakah halnya dengan kata seperti bertemu? Dari deretan
morfologik dapat ditentukan bahwa kata itu terdiri dari dua unsur, ialah
morfem ber- dan morfem temu. Baik morfem: ber- maupun temu keduanya
bukan satuan bebas. Jika demikian, unsur manakah yang merupakan afiks?
Apakah keduanya merupakan afiks?
Jika dijumpai keadaan seperti ini, maka yang dipandang sebagai afiks ialah
unsur yang kemungkinan melekatnya pada satuan-satuan lain lebih banyak.
Apabila morfem ber- dibandingkan dengan temu, pastilah ber- mempunyai
kemungkinan melekat yang lebih banyak daripada temu. Maka dapat
ditentukan bahwa ber- merupakan afiks, dan temu merupakan bentuk dasar
yang berupa pokok kata.
Setiap afiks tentu berupa satuan afiks, artinya dalam tuturan biasa tidak
dapat berdiri sendiri, dan secara gramatik selalu melekat pada satuan lain.
Morfem di- seperti dalam di rumah, di pekarangan, di ruang, tidak dapat
7. 5
digolongkan afiks sebab sebenarnya morfem itu secara gramatik mempunyai
sifat bebas, tidak seperti morfem di- pada dipukul, dibaca, dibeli, dikelola,
diadakan. Demikian pula morfem ke dalam ke rumah, ke toko, ke kota, ke
desa, tidak merupakan afiks karena sekalipun dalam tuturan biasa tidak dapat
berdiri sendiri, tetapi secara gramatik mempunyai sifat bebas, tidak seperti
halnya morfem ke dalam ketua, kedua, kehendak, kekasih.
Morfem-mofem ku, mu, nya, kau, dan isme, seperti yang telah
dikemukakan pada materi satuan gramatik bebas dan satuan gramatik terikat,
bukan merupakan afiks, melainkan termasuk golongan klitik karena morfem-
morfem tersebut memiliki arti leksikal, sedangkan afiks tidak. Morfem nya
yang termasuk golongan klitik ialah morfem nya yang jelas mempunyai
pertalian arti dengan ia. Morfemnya yang sudah tidak mempunyai pertalian
arti dengan ia, misalnya dalam rupanya, agaknya, dan kiranya, termasuk
dalam golongan afiks karena hubungan arti dengan leksikalnya sudah
terputus.
Morfem isme seperti dalam nasionalisme, patriotisme, islamisme,
sukuisme, daerahisme juga tidak dapat dimasukan ke dalam golongan afiks
karena morfem tersebut jelas masih memiliki arti leksikal. Morfem tersebut
golongan klitik.
Demikianlah, dari penelitian yang, dilakukan pada bentuk-bentuk kata
dalam bahasa Indonesia, didapati afiks-afiks seperti tersebut di bawah ini:
PREFIKS INFIKS SUFIKS
meN- -el- -kan
ber- -er- -an
di- -em- -i
ter- -nya
peN- -wan
pe- -wati
se- -is
per- -man
pra- -da
8. 6
ke- -w
a-
maha-
para-
Afiks-afiks yang terletak di lajur paling depan disebut prefiks karena selalu
melekat di depan bentuk dasar, yang terletak di lajur tengah disebut infiks,
karena selalau melekat di tengah bentuk dasar, dan yang terletak di laju
belakang disebut sufiks, karena selalu melekat di belakang bentuk dasar.
Ketiga macam bentuk afiks itu biasa juga disebut awalan, sisipan dan akhiran.
Selain ketiga macam afiks itu masih ada lagi satu macam afiks yang
disebut afiks terpisah atau simulfiks. Afiks ini sebagiannya terletak di muka
bentuk dasar, dan sebagainya terletak di belakangnya. Yang terdapat dalam
bahasa Indonesia ialah peN-an, pe-an, per-an, ber-an, ke-an, dan se-nya.
Morfem ber- dan –an pada kata berpakaian tidak merupakan simulfiks
karena ber- dan –an disitu tidak melekat bersama-sama, dan tidak bersama-
sama mendukung satu fungsi. Morfem –an lebih dahulu melekat pada pakai
menjadi pakaian, baru kemudian ber- melekat pada pakaian menjadi
berpakaian. Morfem –an mempunyai fungsi gramatik sendiri, ialah
memebentuk golongan kata nominal dari golongan kata yang lain, dan
morfem ber- juga memiliki fungsi gramatik sendiri, ialah membentuk
golongan kata verbal dari golongan kata yang lain. Morfem –an mempunyai
fungsi semantik sendiri, ialah menyatakan ‘suatu benda yang berhubungan
dengan perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar’ , dan morfem ber- juga
mempunyai fungsi semantik sendiri, ialah ‘melakukan perbuatan
berhubungan dengan benda yang tersebut pada bentuk dasar’ atau mungkin
pula berfungsi menyatakan ‘mempunyai apa yang tersebut pada bentuk
dasar’.
Afiks ber- dan –an pada berpakaian berbeda dengan afiks ber-an pada
berlarian, berhamburan, bertangisan, berserakan, bertaburan, bertabrakan.
Di sini afisk ber-an membentuk simulfiks karena melekat bersama-sama pada
9. 7
satu bentuk dasar, dan bersama-sama mendukung satu fungsi, baik fungsi
gramatik, maupun fungsi semantik.
Afiks meN- dan –kan, meN- dan –I, di- dan –kari, di- dan –I Iseperti yang
terdapat pada kata-kata membesarkan, memanasi,dibesarkan, dan dipanasi
tidak merupakan simulfiks karena afiks-afiks tersebut tidak melekat bersama-
sama pada satu bentuk dasar, dan tidak bersama-sama mendukung satu
fungsi.
Demikian pula afisk per- dan –kan seperti pada pokok kata perbesarkan,
perkecilkan, persamakan, dan sebagainya.
2.3 Afiks Asli dan Afiks dari Bahasa Asing
Kalau afiks-afisk yang tersebut pada nomor afiks diteliti, ternyata ada
diantaranya yang berasal dari bahasa asing, ialah pra-, a-, -wan, -wati, -is, -
man, dan –wi. Timbul pertanyaan, mengapa –in pada muslimin, -at pada
muslimat, -if pada sportif, -al pada ideal, musical, -or pada actor,
proklamator, koruptor, -ik pada heroik, patriotic, akrobatik, tidak tercantum
sebagai afiks bahasa Indonesia? Bilamanakah afiks dalam bahasa asing itu
dapat dimasukan dalam golongan afiks dalam bahasa Indonesia?
Satuan –in seperti pada muslimin dan –at seperti pada muslimat, yang
merupakan afiks dalam bahasa aslinya, ialah bahasa Arab, tidak atau belum
dapat digolongkat afiks dalam bahasa Indonesia, meskipun di samping
muslimin dan muslimat terdapat muslim, oleh karena afiks-afiks asing
tersebut belum mampu keluar dari lingkungannya, maksudnya belum
sanggup melekat pada satuan lain yang tidak berasal dari bahasa aslinya, ialah
bahasa Arab. Demikian pula satuan-satuan –if, -al, -or, -ik sekalipun di
samping sportif terdapat sport, di samping ideal dan musical terdapat ide dan
musik, di samping actor, proklamator, dan koruptor, terdapat aktris, akting,
proklamasi, korupsi, dan korup, di samping heroik, patriotic, dan akrobatik,
terdapat hero, patriot, acrobat, dan juga –us, -Im, sekalipun di samping
politikus, terdapat politik dan di samping improduktif terdapat produktif.
Sebenarnya bagi pemakai bahasa Indonesia kata-kata asing yang masuk
dalam perbendaharaan bahasa Indonesia itu diminta secara keseluruhan,
10. 8
dengan tidak mengingat bentuk serta fungsinya. Itulah sebabnya dalam
bahasa Indonesia dijumpai kata-kata mengutip, memaklumi, para ulama,
data-data, yang kalua diperhatikan bentuk serta fungsi aslinya, tentu kata-
kata tersebut tidak mungkin ada, karena kutim dan maklum dalam bahasa
aslinya merupakan bentuk pasif, sedangkan prefiks meN- merupakan prefiks
aktif, ulama dan data dalam bahasa aslinya sudah merupakan bentuk jamak
hingga tidak mungkin didahului prefiks para- dan diulang.
2.4 Afiks yang Produktif dan Afiks yang Improduktif
Bagi tinjauan deskriptif soal apakah afiks itu berasal dari bahasa asing atau
berasal dari bahasa sendiri itu tidak penting. Yang penting di sini ialah soal
produktivitas afiks-afiks itu. Berdasarkan produktivitasnya, afiks dapat
digolongkan menjadi dua golongan, ialah afiks yang produktif dan afiks yang
improduktif.
Afiks yang produktif ialah afiks yang hidup, yang memiliki kesanggupan
yang besar untuk melekat pada kata-kata atau morfem-morfem, seperti
ternyata dari distribusinya, sedangkan afiks yang improduktif ialah afiks yang
sudah using, yang distribusinya terbatas pada beberapa kata, yang tidak lagi
membentuk kata-kata baru.
Contoh afiks yang produktif pada waktu ini, meskipun afiks in berasal dari
bahasa asing, ialah –wan. Di samping kata-kata lama seperti bangsawan,
hartawan, jutawan, dermawan, timbullah kata-kata baru, misalnya
sejarahwan, negarawan, bahasawan, tatabahasawan, rokhaniawan,
sukarelawan, karyawan, usahawan, dan masih banyak lagi. Demikian pula
afiks per-an, misalnya Perkoperasian, perbankan, pertokoan, perkebunan,
peranggrekan, perdiselan, perlistrikan, perumahan, pergedungan,
perkuliahan, perminyakan, dan sebagainya. Afiks peN-an misalnya
pemikiran, penghijauan, pembangunan, pengambilan, pengawetan,
penyusunan, pengawasan, pengejawatahan, pengerahan, pentransmigrasian,
dan sebagainya: afiks ke-an, misalnya keadilan, kewarganegaraan,
keberangkatan, kepergian, emanusiaan, ketuaan, kedaerahan, kebersihan,
kesinambungan, kegagalan, kepemimpinan, dan masih banyak lagi.
11. 9
Contoh afiks yang improduktif misalnya afiks –man, yang hanya terdapat
pada kata budiman dan seiman, afiks-afiks –el, -er dan –er, yang hanya
terdapat pada gemetar, gelar, gerigi, gerenyut, gemuruh, temali, seruling,
afiks –da yang hanya terdapat pada kata-kata yang menyatakan hubungan
kekeluargaa, misalnya adinda, kakanda, ayahanda, nenenda, pamanda,
ibunda.
Dari pengamatan terhadap produktivitas afiks-afiks, dapatlah
dikemukakan di sini bahwa yang termasuk golongan afiks yang produktif
ialah:
PREFIKS INFIKS SUFIKS SIMULFIKS
meN- - ke-an
ber- -kan peN-an
di- -an ber-an
ter- -i se-nya
peN- -wan
pe-
se-
per-
ke-
maha-
para-
Yang tergolong afiks yang improduktif ialah pra-, a-, -el-, -er-, -em, -
wati, -is, -mam, -da, dan –wi.1
1 Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif
13. 11
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Afiks adalah morfem yang digunakan dengan cara menggabungkannya
dengan morfem lain yang merupakan bentuk dasar. Afiks juga merupakan
pembentukan kata yang paling umum dikenal.
Dalam bahasa Indonesia hanya ada lima afiksasi yaitu prefiks, sufiks,
infiks, konfiks, dan klofiks. Dalam sumber lain disebutkan bahwa imbuhan
(afiks) itu ada sembilan, yaitu prefiks, infiks, sufiks, simulfiks, konfiks,
superfiks, interfiks, transfiks, dan kombinasi afiks(klofiks).
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada suatu satuan, baik berupa
satuan tunggal maupun kompleks untuk membentuk kata. Afiksasi juga
berpengaruh dalam penurunan verba, nomina dan adjektiva yang dapat
menghasilkan makna baru.
3.2 Saran
Dengan mengucap syukur alhamdulillah pada Allah SWT penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tentunya masih jauh dari
harapan, oleh karena itu saya masih perlu kritik dan saran yang membangun
serta bimbingan, terutama dari Dosen.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi penulis, terutama
bagi kita semua yang mengambil mata kuliah Bahasa Indonesia ini. Amin.