SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
1
Referat Neuroinfeksi
SYNDROME OF INAPROPRIATE ANTIDIURETIK HORMONE
PADA MENINGITIS TUBERKULOSA
Ansia Tette
Pembimbing:
Dr.dr.Jumraini Tammasse, Sp.S
Dibawakan dalam rangka tugas stase neuroinfeksi pada bagian Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar
2013
2
SYNDROME OF INAPROPRIATE ANTIDIURETIK HORMONE
PADA MENINGITIS TUBERKULOSA
Pendahuluan
Meningitis tuberkulosa termasuk salah satu tuberkulosa ekstrapulmoner dan
merupakan penyakit infeksi susunan saraf pusat (SSP) subakut dari infeksi primer di paru.
Menurut WHO (2003), diperkirakan 8 juta orang terjangkit tuberkulosa (TBC) setiap tahun
dan 2 juta di antaranya mengalami kematian. Pada tahun 1997 diperkirakan TBC
menyebabkan kematian lebih dari 1 juta penduduk di negara-negara Asia. Meningitis TBC
lebih sering pada anak terutama anak usia 0-4 tahun di daerah dengan prevalensi TBC
tinggi. Sebaliknya di daerah dengan prevalensi TBC rendah, meningitis TBC lebih sering
dijumpai pada orang dewasa.1
Meningitis tuberkulosa merupakan meningitis yang paling banyak menyebabkan
kematian dan kecacatan. Dibandingkan dengan meningitis bakterialis akut, perjalanan
penyakit meningitis TBC lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam cairan
serebrospinalis (CSS) tidak begitu hebat. 1
Komplikasi neurologik dan sistemik adalah penyebab penting morbiditas dan
mortalitas pada meningitis tuberkulosa. Komplikasi yang umum terjadi antara lain adalah
hiponatremia, hidrosefalus, hemiparese, hemihipertesi, parese nervus kranial, kejang,
diabetes insipidus, tuberkuloma, myeloradikulopati, dan sindrom hipotalamik. Komplikasi
iatrogenik umum yang tersering adalah hepatotoksisitas akibat terapi antituberkulosis.2
Hiponatremia merupakan komplikasi sistemik tersering pada meningitis tuberkulosa
mencapai 85%, dan salah satu penyebabnya adalah syndrome of inappropriate antidiuretic
hormone (SIADH). Diagnosis SIADH mungkin luput dari perkiraan karena gambaran
kliniknya seperti kejang, perubahan sensorik, pusing, dan gangguan kesadaran, adalah juga
3
manifestasi umum akibat meningitis tuberkulosa itu sendiri dan mungkin asimptomatik
sebelum kadar natrium serum turun di bawah 120 mEq/L.2,3
Hormon Antidiuretik (ADH) 4,5
Hormon antidiuretik (ADH) disintesis oleh neuron-neuron magnoseluler pada
nukleus supraoptik di hipotalamus. Setelah disintesis, ADH ditranspor melalui akson-akson
neuron ke bagian ujungnya, yang berakhir di kelenjar hipofise posterior. Bila nukleus
supraoptik dirangsang oleh peningkatan osmolaritas atau faktor lain, impuls saraf berjalan
ke bagian ujung saraf ini, yang akan mengubah permeabilitas membrannya dan
meningkatkan pemasukan kalsium. ADH yang disimpan dalam granula sekretorik (vesikel)
pada ujung-ujung saraf dilepaskan sebagai respon terhadap peningkatan pemasukan
kalsium. ADH yang dilepaskan kemudian dibawa dalam kapiler darah hipofisis posterior ke
dalam sirkulasi sistemik.
Area neuronal kedua yang penting dalam mengontrol osmolaritas dan sekresi ADH
terletak di sepanjang regio anteroventral ventrikel ketiga, yang disebut regio AV3V dimana
sekitar daerah AV3V dan nukleus supraoptik terdapat sel-sel neuronal yang dirangsang
Gambar 1. Pengaturanhipofisis
posterior oleh hipotalamus
4
oleh sedikit peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel; oleh sebab itu, istilah osmoreseptor
digunakan untuk menjelaskan neuron-neuron ini. Sel-sel ini mengirim sinyal saraf ke
nukleus supraoptik untuk mengontrol perangsangan dan sekresi ADH.
Hormon antidiuretik (ADH) bekerja pada tubulus dan duktus koligentes ginjal.
ADH menyebabkan peningkatan permeabilitas tubulus dan duktus koligentes terhadap air
menyebabkan sebagian besar air direapsorbsi sewaktu cairan tubulus melewati duktus
koligentes, sehingga air yang disimpan dalam tubuh akan lebih banyak dan menghasilkan
urin yang pekat. Tanpa ADH, maka tubulus dan duktus koligentes hampir tidak permeabel
terhadap air sehingga mencegah reabsorpsi air dalam jumlah yang signifikan dan karena itu
mempermudah keluarnya air yang sangat banyak ke dalam urin menyebabkan urin menjadi
sangat encer.
Gambar 2. Neuroanatomi hipotalamus,
tempat hormon antidiuretik (ADH)
disintesis,dankelenjarhipofise posterior,
tempat ADH dilepaskan.
5
Pengaturan sekresi ADH 4,6
Terdapat beberapa mekanisme yang mempengaruhi pengaturan sekresi ADH yaitu :
1. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel berhubungan erat dengan konsentrasi natrium
karena natrium merupakan ion terbanyak dalam ruang ekstrasel. Secara normal
konsentrasi natrium plasma diatur dalam batas yang kecil 140 sampai 145 mEq/L
dengan konsentrasi rata-rata sekitar 142 mEq/L. Bila osmolaritas (konsentrasi natrium
plasma) meningkat di atas normal akibat kekurangan air, sistem umpan balik ini akan
bekerja sebagai berikut:
- Peningkanan osmolaritas cairan ekstrasel (yang secara praktis berarti peningkatan
konsentrasi natrium plasma) menyebabkan osmoreseptor mengkerut.
- Pengerutan sel osmoreseptor menyebabkan sel tersebut dirangsang, yang akan
mengirimkan sinyal saraf ke nukleus supraoptik, yang kemudian meneruskan
sinyal ini menyusuri tangkai kelenjar hipofise ke hipofisis posterior.
- Potensial aksi yang disalurkan ke hipofisis posterior akan merangsang pelepasan
ADH yang disimpan dalam granula sekretorik (vesikel) ujung saraf.
- ADH memasuki aliran darah dan ditranspor ke ginjal, tempat ADH meningkatkan
permeabilitas air di bagian akhir tubulus distal, tubulus koligentes kortikalis, dan
duktus koligentes medula.
- Peningkatan permeabilitas air di segmen nefron distal menyebabkan peningkatan
reabsorbsi air dan ekskresi sejumlah kecil urin yang pekat.
Jadi, air disimpan dalam tubuh sedangkan natrium dan zat terlarut lainnya terus
dikeluarkan dalam urin. Hal ini menyebabkan pengenceran zat terlarut dalam cairan
ekstrasel yang akan memperbaiki kepekatan cairan ekstrasel.
Terjadi serangkaian kejadian yang berlawanan saat cairan ekstrasel menjadi terlalu
encer (hipo-osmotik), dimana lebih sedikit ADH yang terbentuk, lalu tubulus ginjal
mengurangi permeabilitasnya terhadap air sehingga lebih sedikit air yang direabsorbsi
6
dan sejumlah besar urin encer dibentuk. Hal tersebut kemudian memekatkan cairan
tubuh dan mengembalikan osmolaritas plasma kembali ke nilai normal
2. Stimulasi refleks kardiovaskuler
Pelepasan ADH juga dikontrol oleh refleks-refleks kardiovaskuler yang berespon
terhadap penurunan tekanan darah dan/atau volume darah, meliputi (1) refleks
baroreseptor arterial dan (2) refleks kardiopulmonal. Jalur refleks ini berasal dari
daerah sirkulasi bertekanan tinggi, seperti arkus aorta dan sinus karotikus, dan dari
daerah bertekanan rendah terutama di atrium jantung. Rangsangan aferen dibawa oleh
Gambar 3. Mekanisme umpan
balik osmoreseptor-ADH untuk
pengaturan osmolaritas cairan
ekstrasel sebagai respon terhadap
kekurangan air. 4
7
nervus vagus dan nervus glossofaringeus dengan sinaps-sinaps di nukleus traktus
solitarius. Tonjolan dari nukleus ini meneruskan sinyal ke nukleus hipotalamik yang
mengatur sintesis dan sekresi ADH. Bila tekanan darah dan volume darah berkurang
seperti yang terjadi selama perdarahan, peningkatan sekresi ADH akan menyebabkan
peningkatan reabsorbsi cairan oleh ginjal, yang akan membantu mengembalikan
tekanan darah dan volume darah ke keadaan normal.
3. Stimulasi lain untuk sekresi ADH
Sekresi ADH dapat juga ditingkatkan atau diturunkan oleh stimulus lain terhadap
sistem saraf pusat dan oleh berbagai obat dan hormon. Nausea, adalah stimulus
yang kuat untuk pelepasan ADH yang dapat meningkat sebanyak 100 kali normal
setelah muntah. Obat-obatan seperti alkohol, menghambat pelepasan ADH.
SIADH pada meningitis tuberkulosa.
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis jenis hominis,
jarang oleh jenis bovinum atau aves, selalu terjadi sekunder dari proses tuberkulosa dimana
fokus primernya berada di luar otak. Fokus primer biasanya di paru tetapi bisa juga pada
kelenjar getah bening, tulang, sinus nasalis, traktus gastrointestinal, ginjal, dan
sebagainya.1,7
Terjadinya meningitis bukan karena peradangan langsung pada selaput otak secara
hematogen, tetapi melalui pembentukan tuberkel-tuberkel kecil (beberapa millimeter
sampai 1 sentimeter) berwarna putih, terdapat pada permukaan otak. Tuberkel tersebut
selanjutnya melunak, pecah, dan masuk dalam ruang subaraknoid dan ventrikel sehingga
terjadi peradangan difus. Penyebaran kuman dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi
radang pada piamater dan araknoid, CSS, ruang subaraknoid, dan ventrikel.1,7
Akibat reaksi radang ini maka terbentuk eksudat kental, serofibrinosa dan gelatinosa
oleh kuman-kuman serta toksin yang mengandung sel-sel mononuklear, limfosit, sel
plasma, makrofag, sel raksasa, dan fibroblast. Eksudat ini tidak terbatas di dalam ruang
subaraknoid saja tetapi terutama berkumpul di dasar tengkorak. Eksudat juga menyebar
8
melalui pembuluh-pembuluh darah piamater dan menyerang jaringan otak di bawahnya
sehingga proses sebenarnya adalah meningoensefalitis. Eksudat juga dapat menyumbat
akuaduktus, fissura sylvii, foramen magendi, foramen luschka, dengan akibat terjadinya
hidrosefalus, edema papil, akibat peningkatan tekanan intrakranial. Kelainan ini juga terjadi
pada pembuluh-pembuluh darah yang berjalan di dalam ruang subaraknoid berupa
kongesti, peradangan dan penyumbatan, sehingga selain arteritis dan flebitis juga
menyebabkan infark otak terutama pada bagian korteks, medula oblongata, dan ganglia
basalis. 1,7
Sindrom inappropriate hormon antidiuretik (SIADH) adalah keadaan dimana
terdapat konsentrasi hormon antidiuretik yang tinggi dalam sirkulasi yang tidak sesuai
dengan rangsangan osmolalitas plasma. Dengan demikian, walaupun intake air normal,
fungsi ginjal dan adrenal normal, dan tidak ada bukti gagal jantung atau deplesi cairan,
tetapi terdapat retensi air yang selanjutnya menyebabkan hiponatremia dan hipo-
osmolalitas. 6,8
Pada meningitis tuberkulosa, terjadinya SIADH dihubungkan dengan sekresi ADH
akibat inflamasi atau peradangan meningeal yang lebih banyak terjadi pada dasar otak, atau
oleh granuloma tuberkular dan basil tuberkulosa itu sendiri, serta reaksi akibat stres atau
hipoksia. 3,9
Manifestasi klinis dan laboratorium 10
Gejala SIADH pada meningitis tuberkulosa bervariasi terkait dengan hiponatremia,
dan umumnya berhubungan dengan tingkat keparahan hiponatremia, kecepatan perubahan
konsentrasi natrium plasma, dan gradien osmotik antara cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Pasien dengan hiponatremia ringan (konsentrasi natrium plasma >130
mmol/l) secara tradisional dianggap sebagai asimtomatik, meskipun asumsi ini masih
diperdebatkan. Pada konsentrasi natrium plasma antara 125 dan 130 mmol/l, dapat terjadi
anoreksia, mual, muntah dan nyeri perut. Ketika konsentrasi natrium plasma turun antara
115 dan 125 mmol/l, gejala-gejala neurologi yang terjadi adalah agitasi, kebingungan,
halusinasi, inkontinensia dan lainnya. Hiponatremia di bawah 115 mmol/l dapat
9
menyebabkan gejala neurologis yang serius, seperti kejang dan koma , karena peningkatan
tekanan intrakranial. Pada tahap ini, hiponatremia merupakan keadaan darurat medis yang
membutuhkan perawatan segera. Gejala muncul jauh lebih cepat jika penurunan natrium
plasma terjadi lebih cepat. Hiponatremia kronis dapat hadir sebagai kondisi yang relatif
tanpa gejala, bahkan dalam kasus di mana terdapat hiponatremia parah. Dalam
hiponatremia akut, konsekuensi patologis utama adalah perkembangan edema serebral,
yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi otak, hipoksia dan bahkan
kematian. Pasien dengan hiponatremia kronis menunjukkan gambaran klinis yang tidak
jelas, meskipun tingkat hiponatremianya parah karena adanya mekanisme adaptif otak.
Mekanisme adaptif awal adalah hilangnya cairan intraserebral, dengan menurunnya natrium
dan kalium untuk mencegah edema serebral. Kemudian, glutamat, myo-inositol, N-
acetylaspartate, aspartat, kreatine, taurin, asam g-aminobutyric dan phosphoethanolamine
hilang dari otak, lebih lanjut menyebabkan penurunan osmolalitas intraserebral. Hal ini
memungkinkan keseimbangan osmolalitas plasma dan mencegah perkembangan edema
serebral. Meskipun mekanisme adaptif melindungi otak terhadap edema serebral,
hiponatremia kronis tidak sepenuhnya jinak, sebagian adaptasi tampaknya gagal pada
beberapa pasien, terutama pada pasien usia lanjut.
10
Penatalaksanaan
Penatalaksanan SIADH diprioritaskan kepada koreksi kondisi yang mengancam
jiwa, yang biasanya menyertai gambaran gejala akut hiponatremia. Pembatasan cairan
kurang dari kecepatan ekskresi air kemih telah dianjurkan sebagai pengobatan awal pada
pasien stabil tanpa gejala. Karena sulitnya tingkat kepatuhan pasien dan keterlambatan
Gambar 4. 11,12
11
tindakan terapeutik, infus saline dapat digunakan sebagai landasan pengobatan. Larutan
saline isotonik (0,9%) harus diberikankan pada pasien dengan gejala ringan dan kasus-
kasus yang sulit dibedakan antara status hipovolemik dan euvolemik. Selain itu, infus
larutan isotonik pada pasien dengan SIADH dapat tetap meninggikan osmolalitas urin,
menyebabkan pengenceran lebih lanjut dan penurunan kadar natrium serum. Fenomena ini,
dikenal juga sebagai desalinasi, tergantung pada retensi air elektrolit bebas yang terjadi
ketika osmolalitas solusi yang diinfus lebih rendah dari osmolalitas urin pasien.11
Kondisi akut dan lebih parah membutuhkan pemberian larutan saline hipertonik (3
atau 5 %); kecepatan koreksi harus adekuat dan lebih lambat dari 12 mmol/l/hari karena
risiko sindrom demielinasi osmotik. Demielinasi osmotik menyebabkan mielinolisis
ireversibel baik pada pontine sentral maupun ekstrapontine. Dalam praktek klinis strategi
yang paling sederhana adalah pemberian infus larutan garam hipertonik 3% pada kecepatan
1-2 ml/kgBB/jam, meningkatkan kadar natrium serum sebesar 0,5 mmol/l/jam, dan monitor
kadar natrium plasma setiap 2 jam. Infus dapat ditingkatkan sampai dengan 4 ml/kgBB/jam
untuk jangka waktu terbatas pada keadaan koma atau kejang. Konsentrasi natrium tidak
harus naik melebihi kadar 2 mmol/l/jam dan 12 mmol/l/24jam; menghindari peningkatan
lebih dari 18 mmol/l selama 48 jam pertama dan tidak melebihi 8 mmol/l selama 24 jam
pertama pengobatan pada pasien diabetes atau kecanduan alkohol yang berisiko lebih besar
terjadi mielinolisis.11
Furosemide telah dilaporkan sebagai pengobatan aditif untuk SIADH, efektif dalam
tahap awal karena kemampuannya dalam meningkatkan ekskresi air bebas melalui induksi
diuresis hipertonik dan hilangnya gradient konsentrasi medulla. Namun, tampaknya bahwa
strategi ini dapat efektif hanya selama koreksi fase akut. Pilihan terapi untuk SIADH
namun tidak banyak digunakan dalam praktek klinis rutin yaitu Demeclocycline
hidroklorida (300-600 mg dua kali sehari), merupakan derivat tetrasiklin, namun
mekanismenya belum secara penuh diketahui, menginduksi diabetes insipidus diabetes
nefrogenik, mengurangi osmolalitas urine dan meningkatkan kadar natrium serum.
sayangnya, penggunaannya telah dilarang karena efek samping yang sering, seperti
mual, fotosensitivitas kulit dan nefrotoksisitas. Lithium karbonat juga menyebabkan
12
diabetes insipidus nefrogenik dan mengurangi kemampuan ginjal mengkonsentrasikan urin
melalui penurunan regulasi AQP2; karena berhubungan dengan toksisitas ginjal dan nefritis
interstitial, obat ini telah ditinggalkan sebagai obat untuk SIADH. Intake urea oral (15-
60g/hari) efektif dalam meningkatkan klirins air bebas dan berguna pada anak-anak yang
mengalami SIADH, tetapi pemberian jangka panjang sangat dibatasi oleh karena kurangnya
palatabilitas dan rasanya yang pahit. Baru-baru ini, pilihan terapi baru telah dievaluasi,
yaitu antagonis reseptor vasopresin, yang disebut vaptans.6,8,11
Vaptans, nonpeptide vasopressin receptor antagonist adalah obat kelas baru yang
saat ini sedang dalam penelitian untuk terapi SIADH. Molekul ini memblok reseptor ADH
V2 dan menurunkan AQP2 pada duktus koligentes ginjal sehingga tidak peka terhadap
ADH dan kurang permeabel terhadap air dan selanjutnya meningkatkan ekskresi air bebas
pada urin. Beberapa golongan obat ini seperti conivaptan, satavaptan, tolvaptan, dan
lixivaptan telah dilaporkan dapat meningkatkan natrium serum pasien hiponatremia.
Sampai saat ini hanya dua vaptan yang telah beredar yaitu conivaptan untuk pemberian
intravena, dan tolvaptan sebagai tablet oral. 11
13
Gambar 5. Algoritma terapi SIADH-dihubungkan dengan hiponatremia
14
Prognosa
Meskipun mortalitas meningitis tuberkulosa cukup tinggi tapi tidak berhubungan
langsung dengan SIADH karena banyak faktor yang berperan pada luaran akhirnya. Namun
demikian, mortalitas dalam 72 jam pertama berhubungan kuat dengan SIADH. Pada pasien
meningitis tuberkulosa yang didiagnosa dini SIADH dan dilakukan restriksi cairan sejak
awal, luarannya lebih baik dan pada beberapa kasus dapat bertahan lebih dari 72 jam.
Dibutuhkan pengetahuan akan tingginya insiden SIADH pada meningitis tuberkulosa,
diagnosis dini, dan restriksi cairan yang tepat dari awal. Kembalinya kesadaran setelah
koreksi osmolalitas plasma mungkin merupakan tanda prognostik yang baik pada kondisi
ini.3,8
15
Daftar Pustaka
1. Meiti F. Meningitis tuberkulosa. Infeksi pada sistem saraf. Kelompok studi neuro infeksi.
Pusat penerbitan dan percetakan unair. 2011. Hal 13-20
2. Anderson NE, Somaratne J, Mason DF. Neurological and systemic complications of
tuberculous meningitis and its treatment at Auckland City Hospital, New Zealand. 2010.
Journal of clinical Neuriscience 17:1114-1118.
3. Singh BS, Patwari AK, Deb M. Serum sodium and osmolal changes in tuberculous
meningitis. Indian Pediatrics. Vol.31. 1994
4. Guyton AC. Pengaturan osmolalitas cairan ekstrasel dan konsentrasi natrium. Buku ajar
fisiologi kedokteran. Penerbit buku kedokteran EGC. Edisi 11. 2008. Hal 366-382.
5. Guyton AC. Hormon-hormon hipofisis dan pengaturannya oleh hipotalamus. Buku ajar
fisiologi kedokteran. Penerbit buku kedokteran EGC. Edisi 11. 2008. Hal 964-967.
6. Dagogo S, Jack MD. Posterior pituitary (neurohypofisis)
7. Ropper AH, Brown RH. Tuberculous Meningitis. In Adam’s and Victor’s. Principles of
Neurology. Eigth edition. Mac Graw Hill. 2005. Pg 609-612.
8. Smith J, et al. Hypersecretion of anti-diuretic hormone due to tuberculous meningitis.
Postgraduate Medical Journal (January 1980) 56, 41-44
9. Danial A. Meningitis tuberkulosa. Bagian ilmu penyakit saraf, Universitas Hasanuddin.
10. Hannon MJ, Thompson CJ. The syndrome of inappropriate antidiuretic hormone:
prevalence, causes and consequences. European Journal of Endocrinology (2010) 162
S5–S12
11. Esposito P, et al. The Syndrome of Inappropriate Antidiuresis: Pathophysiology, Clinical
Management and New Therapeutic Options. Nephron Clin Pract 2011;119:c62–c73 DOI:
10.1159/000324653
12. Kim DK, Joo KW. Hyponatremia in Patients with Neurologic Disorders. Electrolytes
Blood Press 7:51-57, 2009ㆍdoi: 10.5049/EBP.2009.7.2.51

More Related Content

What's hot

Laporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikLaporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikAulia Amani
 
Pemeriksaan Jantung Pada Anak
Pemeriksaan Jantung Pada AnakPemeriksaan Jantung Pada Anak
Pemeriksaan Jantung Pada AnakSyscha Lumempouw
 
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptxPerbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptxAditAditya19
 
Meningoensefalitis: minireview
Meningoensefalitis: minireviewMeningoensefalitis: minireview
Meningoensefalitis: minireviewErsifa Fatimah
 
Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2cokordawahyu
 
Algoritma Takikardi ACLS
Algoritma Takikardi ACLSAlgoritma Takikardi ACLS
Algoritma Takikardi ACLSTabita P S, M.D
 
Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHKharima SD
 
Tentir+menulis+resep+fkui2007
Tentir+menulis+resep+fkui2007Tentir+menulis+resep+fkui2007
Tentir+menulis+resep+fkui2007amelialestari417
 
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Surya Amal
 
Pem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskulerPem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskulerJafar Nyan
 
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatriwawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatriDhian Khikmah
 
Case Report BPPV
Case Report BPPVCase Report BPPV
Case Report BPPVKharima SD
 
Status Dermatologikus
Status DermatologikusStatus Dermatologikus
Status Dermatologikuspeternugraha
 
Penyakit jantung rematik
Penyakit jantung rematikPenyakit jantung rematik
Penyakit jantung rematikReza Oktarama
 

What's hot (20)

Laporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikLaporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
 
Anemia
AnemiaAnemia
Anemia
 
Pemeriksaan Jantung Pada Anak
Pemeriksaan Jantung Pada AnakPemeriksaan Jantung Pada Anak
Pemeriksaan Jantung Pada Anak
 
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptxPerbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
 
Meningoensefalitis: minireview
Meningoensefalitis: minireviewMeningoensefalitis: minireview
Meningoensefalitis: minireview
 
Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2
 
Algoritma Takikardi ACLS
Algoritma Takikardi ACLSAlgoritma Takikardi ACLS
Algoritma Takikardi ACLS
 
Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPH
 
Standar Kompetensi Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter IndonesiaStandar Kompetensi Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter Indonesia
 
Syok pada anak
Syok pada anak Syok pada anak
Syok pada anak
 
Anatomi mata
Anatomi mataAnatomi mata
Anatomi mata
 
Tentir+menulis+resep+fkui2007
Tentir+menulis+resep+fkui2007Tentir+menulis+resep+fkui2007
Tentir+menulis+resep+fkui2007
 
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
 
Pem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskulerPem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskuler
 
Bronkopneumonia
BronkopneumoniaBronkopneumonia
Bronkopneumonia
 
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatriwawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
 
Case Report BPPV
Case Report BPPVCase Report BPPV
Case Report BPPV
 
Status Dermatologikus
Status DermatologikusStatus Dermatologikus
Status Dermatologikus
 
Penyakit jantung rematik
Penyakit jantung rematikPenyakit jantung rematik
Penyakit jantung rematik
 
2. konjungtiva
2. konjungtiva2. konjungtiva
2. konjungtiva
 

Similar to Meningitis TBC SIADH

236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemikSeptian Muna Barakati
 
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docxWarnet Raha
 
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docxSeptian Muna Barakati
 
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docxSeptian Muna Barakati
 
Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar
Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar
Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar Syarifha Ningsih Al-aidid
 
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemikWarnet Raha
 
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemikSeptian Muna Barakati
 
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran PerkemihanAnatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihanpjj_kemenkes
 
UA-Peningkatan TIK.pptx
UA-Peningkatan TIK.pptxUA-Peningkatan TIK.pptx
UA-Peningkatan TIK.pptxAhmadabubasir
 
SYOK HIPOVOLEMIK DAN SYOK SEPSIS.pptx
SYOK HIPOVOLEMIK DAN SYOK SEPSIS.pptxSYOK HIPOVOLEMIK DAN SYOK SEPSIS.pptx
SYOK HIPOVOLEMIK DAN SYOK SEPSIS.pptxFITRIANOVIANTI4
 
stenosis aorta dan mitral
stenosis aorta dan mitralstenosis aorta dan mitral
stenosis aorta dan mitralSri Nala
 
Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Aulia Amani
 

Similar to Meningitis TBC SIADH (20)

5. syok kardiogenik
5. syok kardiogenik5. syok kardiogenik
5. syok kardiogenik
 
referat PDPH.pdf
referat PDPH.pdfreferat PDPH.pdf
referat PDPH.pdf
 
lumbal pungsi.ppt
lumbal pungsi.pptlumbal pungsi.ppt
lumbal pungsi.ppt
 
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
 
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx
 
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx
 
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx
202948858 makalah-syok-hipovolemik-docx
 
Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar
Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar
Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar
 
Hydrocephalus
HydrocephalusHydrocephalus
Hydrocephalus
 
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
 
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
236409749 makalah-blok-29-syok-hipovolemik
 
440097912-ppt-herniasi.pptx
440097912-ppt-herniasi.pptx440097912-ppt-herniasi.pptx
440097912-ppt-herniasi.pptx
 
Kb 5(1)
Kb 5(1)Kb 5(1)
Kb 5(1)
 
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran PerkemihanAnatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
 
SYOK uss ppt
SYOK uss pptSYOK uss ppt
SYOK uss ppt
 
Makalah meningitis anti
Makalah meningitis antiMakalah meningitis anti
Makalah meningitis anti
 
UA-Peningkatan TIK.pptx
UA-Peningkatan TIK.pptxUA-Peningkatan TIK.pptx
UA-Peningkatan TIK.pptx
 
SYOK HIPOVOLEMIK DAN SYOK SEPSIS.pptx
SYOK HIPOVOLEMIK DAN SYOK SEPSIS.pptxSYOK HIPOVOLEMIK DAN SYOK SEPSIS.pptx
SYOK HIPOVOLEMIK DAN SYOK SEPSIS.pptx
 
stenosis aorta dan mitral
stenosis aorta dan mitralstenosis aorta dan mitral
stenosis aorta dan mitral
 
Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)
 

Recently uploaded

1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfhurufd86
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptxAzwarArifkiSurg
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesNadrohSitepu1
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxfania35
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfMeboix
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diriandi861789
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitIrfanNersMaulana
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar KepHaslianiBaharuddin
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 

Recently uploaded (20)

1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 

Meningitis TBC SIADH

  • 1. 1 Referat Neuroinfeksi SYNDROME OF INAPROPRIATE ANTIDIURETIK HORMONE PADA MENINGITIS TUBERKULOSA Ansia Tette Pembimbing: Dr.dr.Jumraini Tammasse, Sp.S Dibawakan dalam rangka tugas stase neuroinfeksi pada bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar 2013
  • 2. 2 SYNDROME OF INAPROPRIATE ANTIDIURETIK HORMONE PADA MENINGITIS TUBERKULOSA Pendahuluan Meningitis tuberkulosa termasuk salah satu tuberkulosa ekstrapulmoner dan merupakan penyakit infeksi susunan saraf pusat (SSP) subakut dari infeksi primer di paru. Menurut WHO (2003), diperkirakan 8 juta orang terjangkit tuberkulosa (TBC) setiap tahun dan 2 juta di antaranya mengalami kematian. Pada tahun 1997 diperkirakan TBC menyebabkan kematian lebih dari 1 juta penduduk di negara-negara Asia. Meningitis TBC lebih sering pada anak terutama anak usia 0-4 tahun di daerah dengan prevalensi TBC tinggi. Sebaliknya di daerah dengan prevalensi TBC rendah, meningitis TBC lebih sering dijumpai pada orang dewasa.1 Meningitis tuberkulosa merupakan meningitis yang paling banyak menyebabkan kematian dan kecacatan. Dibandingkan dengan meningitis bakterialis akut, perjalanan penyakit meningitis TBC lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam cairan serebrospinalis (CSS) tidak begitu hebat. 1 Komplikasi neurologik dan sistemik adalah penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada meningitis tuberkulosa. Komplikasi yang umum terjadi antara lain adalah hiponatremia, hidrosefalus, hemiparese, hemihipertesi, parese nervus kranial, kejang, diabetes insipidus, tuberkuloma, myeloradikulopati, dan sindrom hipotalamik. Komplikasi iatrogenik umum yang tersering adalah hepatotoksisitas akibat terapi antituberkulosis.2 Hiponatremia merupakan komplikasi sistemik tersering pada meningitis tuberkulosa mencapai 85%, dan salah satu penyebabnya adalah syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH). Diagnosis SIADH mungkin luput dari perkiraan karena gambaran kliniknya seperti kejang, perubahan sensorik, pusing, dan gangguan kesadaran, adalah juga
  • 3. 3 manifestasi umum akibat meningitis tuberkulosa itu sendiri dan mungkin asimptomatik sebelum kadar natrium serum turun di bawah 120 mEq/L.2,3 Hormon Antidiuretik (ADH) 4,5 Hormon antidiuretik (ADH) disintesis oleh neuron-neuron magnoseluler pada nukleus supraoptik di hipotalamus. Setelah disintesis, ADH ditranspor melalui akson-akson neuron ke bagian ujungnya, yang berakhir di kelenjar hipofise posterior. Bila nukleus supraoptik dirangsang oleh peningkatan osmolaritas atau faktor lain, impuls saraf berjalan ke bagian ujung saraf ini, yang akan mengubah permeabilitas membrannya dan meningkatkan pemasukan kalsium. ADH yang disimpan dalam granula sekretorik (vesikel) pada ujung-ujung saraf dilepaskan sebagai respon terhadap peningkatan pemasukan kalsium. ADH yang dilepaskan kemudian dibawa dalam kapiler darah hipofisis posterior ke dalam sirkulasi sistemik. Area neuronal kedua yang penting dalam mengontrol osmolaritas dan sekresi ADH terletak di sepanjang regio anteroventral ventrikel ketiga, yang disebut regio AV3V dimana sekitar daerah AV3V dan nukleus supraoptik terdapat sel-sel neuronal yang dirangsang Gambar 1. Pengaturanhipofisis posterior oleh hipotalamus
  • 4. 4 oleh sedikit peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel; oleh sebab itu, istilah osmoreseptor digunakan untuk menjelaskan neuron-neuron ini. Sel-sel ini mengirim sinyal saraf ke nukleus supraoptik untuk mengontrol perangsangan dan sekresi ADH. Hormon antidiuretik (ADH) bekerja pada tubulus dan duktus koligentes ginjal. ADH menyebabkan peningkatan permeabilitas tubulus dan duktus koligentes terhadap air menyebabkan sebagian besar air direapsorbsi sewaktu cairan tubulus melewati duktus koligentes, sehingga air yang disimpan dalam tubuh akan lebih banyak dan menghasilkan urin yang pekat. Tanpa ADH, maka tubulus dan duktus koligentes hampir tidak permeabel terhadap air sehingga mencegah reabsorpsi air dalam jumlah yang signifikan dan karena itu mempermudah keluarnya air yang sangat banyak ke dalam urin menyebabkan urin menjadi sangat encer. Gambar 2. Neuroanatomi hipotalamus, tempat hormon antidiuretik (ADH) disintesis,dankelenjarhipofise posterior, tempat ADH dilepaskan.
  • 5. 5 Pengaturan sekresi ADH 4,6 Terdapat beberapa mekanisme yang mempengaruhi pengaturan sekresi ADH yaitu : 1. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel berhubungan erat dengan konsentrasi natrium karena natrium merupakan ion terbanyak dalam ruang ekstrasel. Secara normal konsentrasi natrium plasma diatur dalam batas yang kecil 140 sampai 145 mEq/L dengan konsentrasi rata-rata sekitar 142 mEq/L. Bila osmolaritas (konsentrasi natrium plasma) meningkat di atas normal akibat kekurangan air, sistem umpan balik ini akan bekerja sebagai berikut: - Peningkanan osmolaritas cairan ekstrasel (yang secara praktis berarti peningkatan konsentrasi natrium plasma) menyebabkan osmoreseptor mengkerut. - Pengerutan sel osmoreseptor menyebabkan sel tersebut dirangsang, yang akan mengirimkan sinyal saraf ke nukleus supraoptik, yang kemudian meneruskan sinyal ini menyusuri tangkai kelenjar hipofise ke hipofisis posterior. - Potensial aksi yang disalurkan ke hipofisis posterior akan merangsang pelepasan ADH yang disimpan dalam granula sekretorik (vesikel) ujung saraf. - ADH memasuki aliran darah dan ditranspor ke ginjal, tempat ADH meningkatkan permeabilitas air di bagian akhir tubulus distal, tubulus koligentes kortikalis, dan duktus koligentes medula. - Peningkatan permeabilitas air di segmen nefron distal menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan ekskresi sejumlah kecil urin yang pekat. Jadi, air disimpan dalam tubuh sedangkan natrium dan zat terlarut lainnya terus dikeluarkan dalam urin. Hal ini menyebabkan pengenceran zat terlarut dalam cairan ekstrasel yang akan memperbaiki kepekatan cairan ekstrasel. Terjadi serangkaian kejadian yang berlawanan saat cairan ekstrasel menjadi terlalu encer (hipo-osmotik), dimana lebih sedikit ADH yang terbentuk, lalu tubulus ginjal mengurangi permeabilitasnya terhadap air sehingga lebih sedikit air yang direabsorbsi
  • 6. 6 dan sejumlah besar urin encer dibentuk. Hal tersebut kemudian memekatkan cairan tubuh dan mengembalikan osmolaritas plasma kembali ke nilai normal 2. Stimulasi refleks kardiovaskuler Pelepasan ADH juga dikontrol oleh refleks-refleks kardiovaskuler yang berespon terhadap penurunan tekanan darah dan/atau volume darah, meliputi (1) refleks baroreseptor arterial dan (2) refleks kardiopulmonal. Jalur refleks ini berasal dari daerah sirkulasi bertekanan tinggi, seperti arkus aorta dan sinus karotikus, dan dari daerah bertekanan rendah terutama di atrium jantung. Rangsangan aferen dibawa oleh Gambar 3. Mekanisme umpan balik osmoreseptor-ADH untuk pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel sebagai respon terhadap kekurangan air. 4
  • 7. 7 nervus vagus dan nervus glossofaringeus dengan sinaps-sinaps di nukleus traktus solitarius. Tonjolan dari nukleus ini meneruskan sinyal ke nukleus hipotalamik yang mengatur sintesis dan sekresi ADH. Bila tekanan darah dan volume darah berkurang seperti yang terjadi selama perdarahan, peningkatan sekresi ADH akan menyebabkan peningkatan reabsorbsi cairan oleh ginjal, yang akan membantu mengembalikan tekanan darah dan volume darah ke keadaan normal. 3. Stimulasi lain untuk sekresi ADH Sekresi ADH dapat juga ditingkatkan atau diturunkan oleh stimulus lain terhadap sistem saraf pusat dan oleh berbagai obat dan hormon. Nausea, adalah stimulus yang kuat untuk pelepasan ADH yang dapat meningkat sebanyak 100 kali normal setelah muntah. Obat-obatan seperti alkohol, menghambat pelepasan ADH. SIADH pada meningitis tuberkulosa. Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis jenis hominis, jarang oleh jenis bovinum atau aves, selalu terjadi sekunder dari proses tuberkulosa dimana fokus primernya berada di luar otak. Fokus primer biasanya di paru tetapi bisa juga pada kelenjar getah bening, tulang, sinus nasalis, traktus gastrointestinal, ginjal, dan sebagainya.1,7 Terjadinya meningitis bukan karena peradangan langsung pada selaput otak secara hematogen, tetapi melalui pembentukan tuberkel-tuberkel kecil (beberapa millimeter sampai 1 sentimeter) berwarna putih, terdapat pada permukaan otak. Tuberkel tersebut selanjutnya melunak, pecah, dan masuk dalam ruang subaraknoid dan ventrikel sehingga terjadi peradangan difus. Penyebaran kuman dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada piamater dan araknoid, CSS, ruang subaraknoid, dan ventrikel.1,7 Akibat reaksi radang ini maka terbentuk eksudat kental, serofibrinosa dan gelatinosa oleh kuman-kuman serta toksin yang mengandung sel-sel mononuklear, limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa, dan fibroblast. Eksudat ini tidak terbatas di dalam ruang subaraknoid saja tetapi terutama berkumpul di dasar tengkorak. Eksudat juga menyebar
  • 8. 8 melalui pembuluh-pembuluh darah piamater dan menyerang jaringan otak di bawahnya sehingga proses sebenarnya adalah meningoensefalitis. Eksudat juga dapat menyumbat akuaduktus, fissura sylvii, foramen magendi, foramen luschka, dengan akibat terjadinya hidrosefalus, edema papil, akibat peningkatan tekanan intrakranial. Kelainan ini juga terjadi pada pembuluh-pembuluh darah yang berjalan di dalam ruang subaraknoid berupa kongesti, peradangan dan penyumbatan, sehingga selain arteritis dan flebitis juga menyebabkan infark otak terutama pada bagian korteks, medula oblongata, dan ganglia basalis. 1,7 Sindrom inappropriate hormon antidiuretik (SIADH) adalah keadaan dimana terdapat konsentrasi hormon antidiuretik yang tinggi dalam sirkulasi yang tidak sesuai dengan rangsangan osmolalitas plasma. Dengan demikian, walaupun intake air normal, fungsi ginjal dan adrenal normal, dan tidak ada bukti gagal jantung atau deplesi cairan, tetapi terdapat retensi air yang selanjutnya menyebabkan hiponatremia dan hipo- osmolalitas. 6,8 Pada meningitis tuberkulosa, terjadinya SIADH dihubungkan dengan sekresi ADH akibat inflamasi atau peradangan meningeal yang lebih banyak terjadi pada dasar otak, atau oleh granuloma tuberkular dan basil tuberkulosa itu sendiri, serta reaksi akibat stres atau hipoksia. 3,9 Manifestasi klinis dan laboratorium 10 Gejala SIADH pada meningitis tuberkulosa bervariasi terkait dengan hiponatremia, dan umumnya berhubungan dengan tingkat keparahan hiponatremia, kecepatan perubahan konsentrasi natrium plasma, dan gradien osmotik antara cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Pasien dengan hiponatremia ringan (konsentrasi natrium plasma >130 mmol/l) secara tradisional dianggap sebagai asimtomatik, meskipun asumsi ini masih diperdebatkan. Pada konsentrasi natrium plasma antara 125 dan 130 mmol/l, dapat terjadi anoreksia, mual, muntah dan nyeri perut. Ketika konsentrasi natrium plasma turun antara 115 dan 125 mmol/l, gejala-gejala neurologi yang terjadi adalah agitasi, kebingungan, halusinasi, inkontinensia dan lainnya. Hiponatremia di bawah 115 mmol/l dapat
  • 9. 9 menyebabkan gejala neurologis yang serius, seperti kejang dan koma , karena peningkatan tekanan intrakranial. Pada tahap ini, hiponatremia merupakan keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Gejala muncul jauh lebih cepat jika penurunan natrium plasma terjadi lebih cepat. Hiponatremia kronis dapat hadir sebagai kondisi yang relatif tanpa gejala, bahkan dalam kasus di mana terdapat hiponatremia parah. Dalam hiponatremia akut, konsekuensi patologis utama adalah perkembangan edema serebral, yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi otak, hipoksia dan bahkan kematian. Pasien dengan hiponatremia kronis menunjukkan gambaran klinis yang tidak jelas, meskipun tingkat hiponatremianya parah karena adanya mekanisme adaptif otak. Mekanisme adaptif awal adalah hilangnya cairan intraserebral, dengan menurunnya natrium dan kalium untuk mencegah edema serebral. Kemudian, glutamat, myo-inositol, N- acetylaspartate, aspartat, kreatine, taurin, asam g-aminobutyric dan phosphoethanolamine hilang dari otak, lebih lanjut menyebabkan penurunan osmolalitas intraserebral. Hal ini memungkinkan keseimbangan osmolalitas plasma dan mencegah perkembangan edema serebral. Meskipun mekanisme adaptif melindungi otak terhadap edema serebral, hiponatremia kronis tidak sepenuhnya jinak, sebagian adaptasi tampaknya gagal pada beberapa pasien, terutama pada pasien usia lanjut.
  • 10. 10 Penatalaksanaan Penatalaksanan SIADH diprioritaskan kepada koreksi kondisi yang mengancam jiwa, yang biasanya menyertai gambaran gejala akut hiponatremia. Pembatasan cairan kurang dari kecepatan ekskresi air kemih telah dianjurkan sebagai pengobatan awal pada pasien stabil tanpa gejala. Karena sulitnya tingkat kepatuhan pasien dan keterlambatan Gambar 4. 11,12
  • 11. 11 tindakan terapeutik, infus saline dapat digunakan sebagai landasan pengobatan. Larutan saline isotonik (0,9%) harus diberikankan pada pasien dengan gejala ringan dan kasus- kasus yang sulit dibedakan antara status hipovolemik dan euvolemik. Selain itu, infus larutan isotonik pada pasien dengan SIADH dapat tetap meninggikan osmolalitas urin, menyebabkan pengenceran lebih lanjut dan penurunan kadar natrium serum. Fenomena ini, dikenal juga sebagai desalinasi, tergantung pada retensi air elektrolit bebas yang terjadi ketika osmolalitas solusi yang diinfus lebih rendah dari osmolalitas urin pasien.11 Kondisi akut dan lebih parah membutuhkan pemberian larutan saline hipertonik (3 atau 5 %); kecepatan koreksi harus adekuat dan lebih lambat dari 12 mmol/l/hari karena risiko sindrom demielinasi osmotik. Demielinasi osmotik menyebabkan mielinolisis ireversibel baik pada pontine sentral maupun ekstrapontine. Dalam praktek klinis strategi yang paling sederhana adalah pemberian infus larutan garam hipertonik 3% pada kecepatan 1-2 ml/kgBB/jam, meningkatkan kadar natrium serum sebesar 0,5 mmol/l/jam, dan monitor kadar natrium plasma setiap 2 jam. Infus dapat ditingkatkan sampai dengan 4 ml/kgBB/jam untuk jangka waktu terbatas pada keadaan koma atau kejang. Konsentrasi natrium tidak harus naik melebihi kadar 2 mmol/l/jam dan 12 mmol/l/24jam; menghindari peningkatan lebih dari 18 mmol/l selama 48 jam pertama dan tidak melebihi 8 mmol/l selama 24 jam pertama pengobatan pada pasien diabetes atau kecanduan alkohol yang berisiko lebih besar terjadi mielinolisis.11 Furosemide telah dilaporkan sebagai pengobatan aditif untuk SIADH, efektif dalam tahap awal karena kemampuannya dalam meningkatkan ekskresi air bebas melalui induksi diuresis hipertonik dan hilangnya gradient konsentrasi medulla. Namun, tampaknya bahwa strategi ini dapat efektif hanya selama koreksi fase akut. Pilihan terapi untuk SIADH namun tidak banyak digunakan dalam praktek klinis rutin yaitu Demeclocycline hidroklorida (300-600 mg dua kali sehari), merupakan derivat tetrasiklin, namun mekanismenya belum secara penuh diketahui, menginduksi diabetes insipidus diabetes nefrogenik, mengurangi osmolalitas urine dan meningkatkan kadar natrium serum. sayangnya, penggunaannya telah dilarang karena efek samping yang sering, seperti mual, fotosensitivitas kulit dan nefrotoksisitas. Lithium karbonat juga menyebabkan
  • 12. 12 diabetes insipidus nefrogenik dan mengurangi kemampuan ginjal mengkonsentrasikan urin melalui penurunan regulasi AQP2; karena berhubungan dengan toksisitas ginjal dan nefritis interstitial, obat ini telah ditinggalkan sebagai obat untuk SIADH. Intake urea oral (15- 60g/hari) efektif dalam meningkatkan klirins air bebas dan berguna pada anak-anak yang mengalami SIADH, tetapi pemberian jangka panjang sangat dibatasi oleh karena kurangnya palatabilitas dan rasanya yang pahit. Baru-baru ini, pilihan terapi baru telah dievaluasi, yaitu antagonis reseptor vasopresin, yang disebut vaptans.6,8,11 Vaptans, nonpeptide vasopressin receptor antagonist adalah obat kelas baru yang saat ini sedang dalam penelitian untuk terapi SIADH. Molekul ini memblok reseptor ADH V2 dan menurunkan AQP2 pada duktus koligentes ginjal sehingga tidak peka terhadap ADH dan kurang permeabel terhadap air dan selanjutnya meningkatkan ekskresi air bebas pada urin. Beberapa golongan obat ini seperti conivaptan, satavaptan, tolvaptan, dan lixivaptan telah dilaporkan dapat meningkatkan natrium serum pasien hiponatremia. Sampai saat ini hanya dua vaptan yang telah beredar yaitu conivaptan untuk pemberian intravena, dan tolvaptan sebagai tablet oral. 11
  • 13. 13 Gambar 5. Algoritma terapi SIADH-dihubungkan dengan hiponatremia
  • 14. 14 Prognosa Meskipun mortalitas meningitis tuberkulosa cukup tinggi tapi tidak berhubungan langsung dengan SIADH karena banyak faktor yang berperan pada luaran akhirnya. Namun demikian, mortalitas dalam 72 jam pertama berhubungan kuat dengan SIADH. Pada pasien meningitis tuberkulosa yang didiagnosa dini SIADH dan dilakukan restriksi cairan sejak awal, luarannya lebih baik dan pada beberapa kasus dapat bertahan lebih dari 72 jam. Dibutuhkan pengetahuan akan tingginya insiden SIADH pada meningitis tuberkulosa, diagnosis dini, dan restriksi cairan yang tepat dari awal. Kembalinya kesadaran setelah koreksi osmolalitas plasma mungkin merupakan tanda prognostik yang baik pada kondisi ini.3,8
  • 15. 15 Daftar Pustaka 1. Meiti F. Meningitis tuberkulosa. Infeksi pada sistem saraf. Kelompok studi neuro infeksi. Pusat penerbitan dan percetakan unair. 2011. Hal 13-20 2. Anderson NE, Somaratne J, Mason DF. Neurological and systemic complications of tuberculous meningitis and its treatment at Auckland City Hospital, New Zealand. 2010. Journal of clinical Neuriscience 17:1114-1118. 3. Singh BS, Patwari AK, Deb M. Serum sodium and osmolal changes in tuberculous meningitis. Indian Pediatrics. Vol.31. 1994 4. Guyton AC. Pengaturan osmolalitas cairan ekstrasel dan konsentrasi natrium. Buku ajar fisiologi kedokteran. Penerbit buku kedokteran EGC. Edisi 11. 2008. Hal 366-382. 5. Guyton AC. Hormon-hormon hipofisis dan pengaturannya oleh hipotalamus. Buku ajar fisiologi kedokteran. Penerbit buku kedokteran EGC. Edisi 11. 2008. Hal 964-967. 6. Dagogo S, Jack MD. Posterior pituitary (neurohypofisis) 7. Ropper AH, Brown RH. Tuberculous Meningitis. In Adam’s and Victor’s. Principles of Neurology. Eigth edition. Mac Graw Hill. 2005. Pg 609-612. 8. Smith J, et al. Hypersecretion of anti-diuretic hormone due to tuberculous meningitis. Postgraduate Medical Journal (January 1980) 56, 41-44 9. Danial A. Meningitis tuberkulosa. Bagian ilmu penyakit saraf, Universitas Hasanuddin. 10. Hannon MJ, Thompson CJ. The syndrome of inappropriate antidiuretic hormone: prevalence, causes and consequences. European Journal of Endocrinology (2010) 162 S5–S12 11. Esposito P, et al. The Syndrome of Inappropriate Antidiuresis: Pathophysiology, Clinical Management and New Therapeutic Options. Nephron Clin Pract 2011;119:c62–c73 DOI: 10.1159/000324653 12. Kim DK, Joo KW. Hyponatremia in Patients with Neurologic Disorders. Electrolytes Blood Press 7:51-57, 2009ㆍdoi: 10.5049/EBP.2009.7.2.51