Pasien mengalami trauma wajah akibat tertimpa batang pohon yang menyebabkan fraktur Le Fort II, dislokasi septum nasi, dan hematosinus. Diagnosa ditetapkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan hasil CT scan yang menunjukkan fraktur tulang wajah dan dislokasi struktur. Penanganannya dengan fiksasi intermaksiler.
1. Hematosinus ec Fraktur Le
Fort II
Preceptor
Dr. Yunie Wulandarrie, Sp. THT-KL, M.Kes
Jaka Rizkha Ferdiansyah, S. Ked
20070310020
FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Bagian THT RSUD Salatiga
2. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Ngat
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Jln. Bagong, Kelurahan
Argomulyo, Kecamatan
Randuacir
Masuk Tanggal : 10 Februari 2013
3. KASUS
Allo-anamnesis pada tanggal 12 Februari 2013
Keluhan utama : mimisan akibat wajah tertimpa batang pohon
besar
Riwayat Penyakit Sekarang :
Istri Os mengatakan bahwa pada hari Minggu, 10 Februari 2013 Os
baru pulang beraktifitas menggunakan sepeda motor. Kejadian
tersebut terjadi pada siang hari pukul 11.45 WIB. Os melaju dengan
kecepatan sedang, namun tidak mengetahui jika ada yang sedang
menebang pohon di tepi jalan. Orang sekitar sudah memperingatkan
Os namun Os tidak mendengarnya dan akhirnya Os tertimpa batang
pohon besar tepat pada wajah bagian kanan Os hingga membuat
Os terjatuh dan pingsan seketika dan dilarikan ke IGD RSUD
Salatiga. Hidung dan mulut mengeluarkan darah, muntah tidak ada,
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien belum pernah mengalami hal
serupa.
Riwayat asma, maag, hipertensi,
diabetes mellitus dan gangguan ginjal
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit jantung, ginjal
disangkal.
Riwayat asma, hipertensi, diabetes
mellitus disangkal.
5. Anamnesis Sistem:
Sistem saraf pusat : nyeri kepala (+)
Sistem kardiovaskular : nyeri dada (-
), berdebar (-) , sesak napas (-)
Sistem respirasi : sesak napas (+/-), batuk (-)
, pilek (-)
Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-)
, BAB (-), nyeri perut (-)
Sistem urogenital : tidak ada gangguan BAK
Sistem muskuloskeletal : gerakan terbatas
(+) pada wajah
Sistem integumentum : sianosis (-), ikterik (-)
6. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Generalisata
Keadaan Umum : compos mentis, tampak tak nyaman
Tanda Vital : HR : 88x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,9 ⁰C
Kepala : mesocephal, discontinuitas pada palpasi infra
orbita dextra dan sinistra
Mata : konjungtiva anemis (-)/(-), sclera tidak ikterik,
edema palpebra (+)/(+), hematom palpebra
(+)/(+), ekimosis (+)/(+)
Hidung : simetris, cuping hidung (-), epistaksis (+),
deformitas (+)
Mulut : mukosa bibir basah, sianosis (-), gusi berdarah (-),
pucat (-), lidah kotor (-), maksila dan mandibula
asimetris.
10. Radiologi CT Scan
1. Massa Intra Cavum Nasi Dx/Sn yang
menimbulkan destruksi Os. Septum Nasi
2. Deviasi Septum ke kiri
3. Massa Intra Sinus Maxillaris Dx/Sn, Intra
Sinus Sphenoidalis Dx, Cenderung Ca
Sinonasal Dx/Sn
4. Tak tampak gambaran metastasis pada
parenkhim otak
14. Fraktur Le Fort
Fraktur Le fort merupakan tipe fraktur
tulang-tulang wajah yang merupakan hal
klasik terjadi pada trauma-trauma pada
wajah.
Le Fort berasal dari nama seorang ahli
bedah Perancis yaitu Rene Le Fort (1869-
1951) yang mendeskripsikannya pertama
kali pada awal abad 20.
19. Etiologi
Traumatic fracture
◦ Perkelahian
◦ Kecelakaan
◦ Tembakan
Pathologic fracture
◦ Penyakit tulang setempat
◦ Penyakit umum yang mengenai tulang
sehingga tulang mudah patah
21. Gejala Klinis
Extra oral :
◦ Pembengkakan pada muka disertai vulnus laceratum.
◦ Deformitas pada muka, muka terlihat asimetris.
◦ Hematoma atau echymosis pada daerah yang terkena
fraktur, kadang-kadang terdapat infraorbital echymosis dan
subconjunctival echymosis.
◦ Penderita tidak dapat menutup mulut karena gigi posterior
rahang atas dan rahang bawah telah kontak lebih dulu.
Intra oral :
◦ Echymosis pacta mucobucal rahang atas.
◦ Vulnus laceratum, pembengkakan gingiva, kadang-kadang
disertai goyangnya gigi dan lepasnya gigi.
◦ Perdarahan yang berasal dari gingiva yang luka atau gigi
yang luka, gigi fraktur atau lepas.
◦ Open bite maloklusi sehingga penderita sukar mengunyah.
23. Gejala Klinis
Extra oral :
◦ Pembengkakan hebat pada muka dan hidung, pada daerah
tersebut terasa sakit.
◦ Dari samping muka terlihat rata karena adanya deformitas
hidung.
◦ Bilateral circum echymosis, subconjunctival echymosis.
◦ Perdarahan dari hidung yang disertai cairan cerebrospinal.
Intra oral :
◦ Mulut sukar dibuka dan rahang bawah sulit digerakkan ke depan
◦ Adanya maloklusi open bite sehingga penderita sukar
mengunyah.
◦ Palatum mole sering jatuh ke belakang sehingga dorsum lidah
tertekan sehingga timbul kesukaran bernafas.
◦ Terdapatnya kelainan gigi berupa fraktur, avultio, luxatio.
◦ Pada palpasi, seluruh bagian rahang atas dapat digerak-kan,
pada bagian hidung terasa adanya step atau bagian yang tajam
dan terasa sakit.
25. Gejala Klinis
Extra oral :
◦ Pembengkakan hebat pada muka dan hidung.
◦ Perdarahan pada palatum, pharinx, sinus maxillaris, hidung dan
telinga.
◦ Terdapat bilateral circum echymosis dan subconjunctival
echymosis.
◦ Pergerakan bola mata terbatas dan terdapat kelainan N.opticus
dan saraf motoris dari mata yang menyebabkan diplopia,
kebutaan dan paralisis bola mata yang temporer.
◦ Deformitas hidung sehingga mata terlihat rata.
◦ Adanya cerebrospinal rhinorrhoea dan umumnya bercampur
darah.
◦ Paralisis N.Fasialis yang sifatnya temporer atau permanen yang
menyebabkan Bell’s Palsy.
Intra oral :
◦ Mulut terbuka lebih lebar karena keadaan open bite yang berat.
◦ Rahang atas dapat lebih mudah digerakkan.
◦ Perdarahan pada palatum dan pharynx.
◦ Pernafasan tersumbat karena tertekan oleh dorsum lidah.
27. Penatalaksanaan
Jika terjadi fraktur maksila maka harus segera
dilakukan tindakan untuk mendapatkan fungsi
normal dan efek kosmetik yang baik. Tujuan
tindakan penanggulangan ini adalah untuk
mendapatkan fungsi normal pada waktu menutup
mulut atau oklusi gigi dan memperoleh kontur muka
yang baik. Harus diperhatikan juga jalan nafas serta
profilaksis kemungkinan terjadinya infeksi.
Penanggulangan fraktur maksila (mid facial fracture)
sangat ditekankan agar rahang atas dan rahang
bawah dapat menutup. Dilakukan fiksasi
intermaksilar sehingga oklusi gigi menjadi
sempurna.
28. Fiksasi yang dipakai pada fraktur maksila
ini dapat berupa :
◦ Fiksasi inter-maksilaris menggunakan kawat
besi baja untuk mengikat gigi.
◦ Fiksasi inter-maksilar menggunakan kombinasi
dari reduksi terbuka dan pemasangan kawat
baja atau mini plate.
◦ Fiksasi dengan pin.
30. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses
penyembuhan tersebut, antara lain :
◦ Umur
◦ Keadaan Umum
◦ Bentuk Fraktur
◦ Jarak antara kedua fragmen tulang
◦ Vaskularisasi dari kedua fragmen
◦ Infeksi
◦ Perawatan
33. Pembahasan
Berdasarkan anamnesis, pasien mengalami trauma wajah
akibat tertimpa batang pohon. Lokasi trauma pada
daerah maksila, nasal, dan periorbita dextra. Akibat
trauma tersebut pasien tak sadarkan diri dan epistaksis.
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan hematom
periorbita bilateral disertai sedikit oedem pada maksila
dextra. Didapatkan discontinuitas dan nyeri tekan pada
periorbita dextra (daerah pipi) kemungkinan adanya
fraktur infraorbita dan hematosinus maksila dextra.
34. Sinus maksilaris terdapat ostium maksila yang
terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
untuk drainage normalnya mengandalkan gerak
silia yang membawanya ke infundibulum pada
sinus ethmoid.
Jadi jika ada fraktur atau luka jaringan sekitar
sinus maksila maka darah akan dibawa keluar
menjadi epistaksis dan sisanya yg tak dapat
keluar berada di dasar sinus sehingga menjadi
hematosinus.
35. Selain keluar dari ostium sinus maksila, epistaksis
juga berasal dari fraktur Os. Nasal dan dislokasi
septum nasi yang dialami pasien. Hasil ini
didapatkan dari pemeriksaan fisik yang ditemukan
adanya discontinuitas pada hidung pasien dan dari
CT Scan yang menunjukkan adanya fraktur os
maksila, Os. Nasal dan dislokasi septum nasi
akibat trauma.
36. Hematom periorbita yang dialami pasien ini
adalah akibat dari benturan batang pohon yang
menimpa wajah pasien. Edema dan perdarahan
ke dalam jaringan ikat longgar dari kelopak
mata ke daerah periorbital adalah tanda umum
dari fraktur tepi orbita. Mata dapat terhalang
pandangannya akibat bengkak pada kelopak
mata.
Pasien ini dapat dicurigai adanya fraktur sinus
maksilaris dan fraktur periorbita, besar pada
dextra dan kecil pada sinistra.
37. Dari gambaran CT Scan pasien
disimpulkan :
◦ Fraktur os maksila dextra dan sinistra
◦ Dislokasi septum Nasi
Kesan : Fraktur Le Fort II
Dislokasi Septum Nasi
38. Decision Making
Pada pasien ini didapatkan fraktur maksila,
fraktur infra-orbita bilateral, fraktur nasal,
dislokasi septum nasi, hematoma orbita,
ekimosis ringan ODS, dan dari hasil
pemeriksaan radiologi yang mendukung maka
dapat ditentukan bahwa pasien menderita :
◦ Hematosinus
◦ Fraktur Le Fort II
◦ Dislokasi Septum Nasi
41. Kesimpulan
Fraktur Maksila ada 4 macam, yaitu Dento-alveolar
fracture, Le Fort I, Le Fort II, dan Le Fort III.
Pada pasien ini, setelah dikaji dapat ditegakkan
diagnosis sebagai fraktur Le Fort II dimana garis
fraktur meliputi tulang maxillaris, nasalis,
lacrimalis, ethmoid, sphenoid dan sering tulang
vomer dan septum nasalis terkena juga.
Penanganan pasien ini yaitu dengan fiksasi
intermaksiler.