THT referat hubungan deviasi septum nasi dengan faktor resiko rinosinusitis
1. REFERAT
HUBUNGAN DEVIASI SEPTUM NASI SEBAGAI FAKTOR RESIKO
RINOSINUSITIS
Pembimbing:
Dr. Djoko Prasetyo, Sp. THT
Disusun oleh:
Raden Muhammad Rahmatdana Nugraha Putra (406211054)
Lysandro Tommy Lay (406212006)
2. Pendahuluan
• Deviasi septum nasi sering menimbulkan keluhan seperti hidung
tersumbat, sakit kepala, anosmia, sinusitis (karena sumbatan ostia
sinus), dan epistasis yang timbul karena adanya trauma atau
penyebab lainnya seperti ketidakseimbangan pertumbuhan.
• Peningkatan sudut Deviasi Septum Nasi secara signifikan
berkaitan dengan pola penyakit spesifik di kompleks osteomeatal.
Shivani N Malpani and Prasad Deshmukh.Deviated Nasal Septum a Risk Factor for
the Occurrence of Chronic RhinosinusitisPublished online 2022 Oct 13
7. Definisi
Deviasi Septum nasi merupakan salah
satu kelainan septum selain hematoma
septum dan abses septum nasi. Deviasi
septum ialah suatu keadaan dimana
terjadi peralihan posisi septum nasi dari
letaknya yang berada di garis medial
tubuh.
• Shivani N Malpani and Prasad Deshmukh.Deviated Nasal Septum a Risk Factor
for the Occurrence of Chronic RhinosinusitisPublished online 2022 Oct 13
• Budiman BJ, Asyari A. Pengukuran Sumbatan Hidung Pada Deviasi Septum
Nasi. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas : Padang. 28 Juli 2011
8. Penyebab yang paling sering adalah trauma. Trauma dapat terjadi sesudah lahir, pada
waktu partus atau bahkan pada masa janin intrauterine.
Penyebab lainnya ialah ketidakseimbangan pertumbuhan. Tulang rawan septum nasi
terus bertumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah menetap.Dengan demikian
terjadilah deviasi pada septum nasi itu.
Etiologi
• Nizar NW, Mangunkusumo E. Kelainan Septum. Dalam : Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam.
1. Trauma
2. Ketidakseimbangan Pertumbuhan
9. Epidemiologi deviasi septum nasai di Indonesia
belum diketahui secara pasti. Deviasi septum
hidung sangat umum terjadi pada orang dewasa
Epidemiologi
Sebuah studi menemukan bahwa 75% orang
dewasa mengalami deviasi septum dan kelainan
bentuk septum sangat umum terjadi pada
neonatus, terjadi pada 48 hingga 60%.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa prevalensi
deviasi septum nasal meningkat seiring dengan
bertambahnya usia.
• Jeffrey Teixeira, Victor Certal , Edward T. Chang, and Macario Camacho 5Nasal
Septal Deviations: A Systematic Review of Classification Systems. Published online
2016 Jan 11.
• 2Shivani N Malpani and Prasad Deshmukh. Deviated Nasal Septum a Risk Factor
for the Occurrence of Chronic RhinosinusitisPublished online 2022 Oct 13.
10. Klasifikasi berdasarkan letak deviasi:
1. Tipe I: benjolan unilateral
2. Tipe II: benjolan unilateral
3. Tipe III: deviasi pada konka media
4. Tipe IV: “S” septum
5. Tipe V: tonjolan besar unilateral pada dasar septum
6. Tipe VI: tipe V
7. Tipe VII: kombinasi lebih dari satu tipe
Klasifikasi
Klasifikasi Deviasi Septum Nasi Menurut Mladina
• 8Baumann I, Baumann H. A New Classification of Septal Deviations. Department of
Otolaryngology, Head and Neck Surgery, University of Heidelberg : Germany.
Journal of Rhinology,2007;
11. Gejala yang sering timbul biasanya adalah
sumbatan hidung yang unilateral atau juga
bilateral
Deviasi septum dapat menyebabkansatu atau lebih dari
gejala berikut ini:
1)Sumbatanpada salah satu atau kedua hidung;
2)kongesti nasalis biasanya pada salah satu sisi;
3)perdarahanhidung (epistaksis);
4)Infeksi sinus (sinusitis)
Gejala Klinis
Hal ini terjadi karena pada sisi hidung yang mengalami deviasi terdapat konka
yang hipotrofi, sedangkan pada sisi sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi
sebagai akibat mekanisme kompensasi.
5)Kadang-kadang juga nyeri pada wajah;
6)sakit kepala, dan postnasal drip;
7)mengorok saat tidur (noisy breathing during sleep),
terutama pada bayi dan anak.
• Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Hidung. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,
Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi
Keenam.
• Nizar NW, Mangunkusumo E. Kelainan Septum. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti
RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam
12. Pembedahan:
1. Septoplasty (Reposisi Septum)
Septoplasty merupakan operasi pilihan (i) pada anak-
anak, (ii) dapat dikombinasi dengan rhinoplasty, dan
(iii) dilakukan bila terjadi dislokasi pada bagian caudal
dari kartilago septum.
2. SMR (Sub-Mucous Resection)
Pada operasi ini, muko-perikondrium dan muko-
periosteum kedua sisi dilepaskan dari tulang rawan dan
tulang septum.
Tatalaksana
Bila gejala tidak ada atau
keluhan sangat ringan, tidak
perlu dilakukan tindakan
koreksi septum. Analgesik,
digunakan untuk mengurangi
rasa sakit. Dekongestan,
digunakan untuk mengurangi
sekresi cairan hidung.
• Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam
• 9Park JK, Edward IL. Deviated Septum. The Practice of Marshfield Clinic, American Academy of
Otolaryngology – Head and Neck Surgery. 2005
14. Rinosinusitis Akut Infeksi akut yang menyerang rongga hidung
(mukosa) yang disebabkan oleh Infeksi Virus/bakteri ditandai dengan
gelaja pilek, bersin, dan yang paling umum hidung tersumbat.
Rinosinusitis Kronik Inflamasi hidung dan sinus paranasal yang
berlangsung lebih dari 12 minggu, ditandai dengan adanya >2 gejala
termasuk hidung tersumbat, pilek, nyeri wajah, penurunan/hilangnya
penghidu.
Definisi
• Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala
dan leher. Edisi ketujuh.
• Scott-Brown's Otorhinolaryngology and Head and Neck Surgery, Eighth Edition: 3
15. Virus dan bakteri adalah penyebabpaling umum dari
sinusitis.
Bakteri yang sering menyebabkanrinosinusitis
adalah
• Streptococcus pneumoniae,
• Haemophilus influenzae,
• Moraxella catarralis.
• S. Aureus
• S. Pyogenes
• Bakteri Anaerob
Etiologi
Penyebab lain:
• Akibat pengobatan Rinosiusitis yang tidak
adekuat
• Kelainan di kompleks osteomeatal(deviasi
Septum nasi, polip nasi, konka bulosa )
• Latar belakang alergi (80%) rhinosinusitis
dewasa oleh karena alergi)
• Dentogenik (pada sinus maksila): kerusakan
pada gigi
17. Manifestasi klinis
Rinosinusitis akut:
• hidung tersumbat disertai
dengan nyeri/rasa tekanan pada
muka
• ingus purulen, yang seringkali
turun ke tenggorok (post nasal
drip).
• Dapat disertai dengan gejala
sistemik seperti demam dan lesu
Rinosinusitis kronis:
• Sakit kepala kronik
• Post-nasal drip
• Batuk kronik
• Ganguan tenggorok
• Ganguan telinga akibat sumbatan
di muara tuba Eustachius
18. • Secara klinis
rinosinusitis dapat
dikategorikan sebagai
rinosinusitis akut bila
gejalanya berlangsung
kurang dari 12 minggu,
sedangkan kronis
berlangsung lebih dari
12 minggu.
Klasifikasi
• Rinosinusitis kronis
dapat ditegakkan
berdasarkan riwayat
gejala yang diderita
sudah lebih dari 12
minggu dan sesuai
dengan 2 kriteria mayor
atau 1 kriteria mayor
ditambah 2 kriteria
minor
• Berdasarkan beratnya
penyakit, rinosinusitis dapat
dibagi menjadi ringan, sedang
dan berat berdasarkan total
skor visual analogue scale
(VAS)(0-10):
• Ringan = VAS 0-3
• Sedang = VAS >3-7
• Berat = VAS >7-10
19. • Pemeriksaan Foto Waters
• CT Scan Sinus
Pemeriksaan penunjang
Foto waters sinus maksilaris
Foto ct scan sinus
• Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,
tenggorok, kepala dan leher. Edisi ketujuh
20. • Rinosinusitis dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa)
dan pembedahan (operasi)
Tatalaksana
• Rinosinusitis akut
24. Komplikasi
1. Komplikasi lokal
a) Mukokel
b) Osteomielitis (Pott’s puffy tumor)
2. Komplikasi orbital
a) Inflamatori edema
b) Abses orbital
c) Abses subperiosteal
d) Trombosis sinus cavernosus.
3. Komplikasi intrakranial
a) Meningitis
b) Abses Subperiosteal
25. Kesimpulan
Deviasi septum nasi menjadi salah satu faktor resiko terjadinya rhinosinusitis.
Namun tidak semua jenis deviasi septum nasi dapat menyebabkan rhinosinusitis.
Hanya deviasi septum nasi berat yang dapat menyebabkan rhinosinusitis akut
maupun kronis. Karena obstruksi dari kompleks osteomeatal yang disebabkan oleh
kelainan anatomi hidung seperti deviasi septum nasi.
Akibatnya proses pembersihan mukosiliar menjadi terganggu, dan sekresi sinus
menumpuk, menebal dan menjadi tempat mikroorganisme berkembang biak.
Deviasi septum nasi jika terjadi dikanan dapat menyebabkan rinosinusitis sebelah
kiri maupun kanan, di karenakan ada nya perubahan anatomi, maka akan terjadi
perubahan pola aliran udara pada proses bernafas dan akhirnya mengganggu
fungsi organ pernapasan lainnya termasuk sinus paranasal.
Jeffrey Teixeira, Victor Certal , Edward T. Chang, and Macario Camacho 5Nasal Septal Deviations: A Systematic Review of Classification Systems. Published online 2016 Jan 11. doi: 10.1155/2016/7089123
26. Daftar pustaka
1. Jeffrey Teixeira, Victor Certal , Edward T. Chang, and Macario Camacho 5Nasal Septal Deviations: A Systematic Review of Classification Systems. Published online 2016 Jan 11. doi:
10.1155/2016/7089123
2. Shivani N Malpani and Prasad Deshmukh. Deviated Nasal Septum a Risk Factor for the Occurrence of Chronic RhinosinusitisPublished online 2022 Oct 13. doi: 10.7759/cureus.30261
3. Budiman BJ, Asyari A. Pengukuran Sumbatan Hidung Pada Deviasi Septum Nasi. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas : Padang. 28 Juli 2011 : hlm 1-7. Available at :http://repository.unand.ac.id/17339/1/Pengukuran_Sumbatan_Hidung_Pada_Deviasi_Septum.pdf (Accessed : 2012 April 7)
4. Nizar NW, Mangunkusumo E. Kelainan Septum. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Edisi Keenam. Cetakan Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2010 : hlm 126-127.
5. Jin HR, Lee JY, Jung WJ. New Description Method and Classification System for Septal Deviation. Department of Otorhinolaryngology, Seoul National University, College of Medicine,
Boramae Hospital : Seoul. Journal Rhinology, 2007; 14 : 27-31. Available at : http://www.doctorjin.co.kr/Journal%20PDF/50%20New%20description%20method%20a
nd%20classification%20system%20for%20septal%20deviation_2007_06.pdf (Accesed :2012 April 5)
6. Higler PA. Hidung : Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam : Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Cetakan Ketiga. Jakarta : EGC. 1997 : hlm 173-
188.
7. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Hidung. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. Edisi Keenam. Cetakan Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2010 : hlm 118-122.
8. Baumann I, Baumann H. A New Classification of Septal Deviations. Department of Otolaryngology, Head and Neck Surgery, University of Heidelberg : Germany. Journal of Rhinology,
2007; 45 : 220-223. Available at :http://www.rhinologyjournal.com/Rhinology_issues/44_Baumann.pdf (Accessed : 2012April 7)
9. Park JK, Edward IL. Deviated Septum. The Practice of Marshfield Clinic, American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery. 2005. Available at :
10. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi ketujuh. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012
11. Arivalagan, Privina. The Picture Of Chronic Rhinosinusitis in RSUP Haji
27. 1. amayanti dan Endang. Sinus Paranasal. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi ketujuh.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012
2. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Edisi 7. Jakarta:EGC. 2010
3. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Dalam : Rachman LY, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta :EGC ; 2008
4. Posumah, AH . Gambaran Foto Waters Pada Penderita Dengan dugaan Klinis Sinusitis Maksilaris Di Bagian Radiologi
Fkunsrat/Smf Radiologi Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 1, Nomor 1, Maret
2013, hlm. 129-134
5. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC;1994.h.173-240
6. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyposis. Rhinology,Supplement 20,
2007; www.rhinologyjournal.com; www.eaaci.net.
7. Katzung, B.G., 2008. Farmakologi Dasar dan Klinik. 6th ed. Jakarta: Appleton and Lange.
8. Gunawan, S. G dkk. Farmakologi Dan Terapi, Edisi 5. Departemen Farmakologi Dan Terapeutik FKUI. 2007
http://www.marshfieldclinic.org/proxy/MC-ent-DeviatedSeptum.1.pdf (Accessed : 2012April)
9. Bull PD. The Nasal Septum. In : Lecture Notes on Diseases of The Ear, Nose and Throat. Ninth Edition. USA :
Blackwell Science Ltd. 2002 : p. 81-85.
Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela. Sedangkan bagian tulang adalah :
♣ lamina perpendikularis os etmoid,
♣ os vomer,
♣ krista nasalis os maksila, dan
♣ krista nasalis os palatina.
Sinus merupakan rongga kecil yang saling terhubung melalui saluran udara di dalam tulang tengkorak
Kompleks ostiomeatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral hidung yang dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah :
♣ prosesus unsinatus,
♣ infundibulum etmoid,
♣ hiatus semilunaris,
♣ bula etmoid,
♣ agger nasi, dan
♣ resesus frontal.
KOM merupakan unit fungsional yang berfungsi sebagai tempat ventilasi dan drainase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior, yaitu sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoidalis superior
Bentuk septum normal ialah lurus di tengah rongga hidung tetapi pada orang dewasa biasanya septum nasi tidak lurus sempurnadi garis tengah.
Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, tetapi bila deviasi septum nasi berat dapat menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung.
Dengan demikian dapat mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi.2
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa prevalensi deviasi septum nasal meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Deviasi septum menurut Mladina dibagi atas beberapa klasifikasi berdasarkan letak deviasi, yaitu :
1. Tipe I: benjolan unilateral yang belum mengganggu aliran udara.
2. Tipe II: benjolan unilateral yang sudah mengganggu aliran udara, namun masih belum menunjukkan gejala klinis yang bermakna.
3. Tipe III: deviasi pada konka media (area osteomeatal dan meatus media).
4. Tipe IV: “S” septum (posterior ke sisi lain, dan anterior ke sisi lainnya).
5. Tipe V: tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara di sisi lain masih normal.
6. Tipe VI: tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral, sehingga menunjukkan rongga yang asimetri.
7. Tipe VII: kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I-tipe VI.
Pada beberapa kasus, seseorang dengan deviasi septum yang ringan hanya menunjukkan gejala ketika mengalami infeksi saluran pernapasan atas, seperti common cold.
Dalam hal ini, adanya infeksi respiratori akan mencetuskan terjadinya inflamasi pada hidung dan secara perlahan-lahan menyebabkan gangguan aliran udara di dalam hidung.
Kemudian terjadilah sumbatan/obstruksi yang juga terkait dengan deviasi septum nasi.
Namun, apabila common cold telah sembuh dan proses inflamasi mereda, maka gejala obstruksi dari deviasi septum nasi juga akan menghilang.
1. Septoplasty: Operasi ini juga dapat dikerjakan bersama dengan reseksi septum bagian tengah atau posterior.
Pada operasi ini, tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja yang dikeluarkan. Dengan cara operasi ini dapat dicegah komplikasi yang mungkin timbul pada operasi reseksi submukosa, seperti terjadinya perforasi septum dan saddle nose. Operasi ini juga tidak berpengaruh banyak terhadap pertumbuhan wajah pada anak-anak.
2. SMR: . Bagian tulang atau tulang rawan dari septum kemudian diangkat, sehingga muko-perikondrium dan muko- periosteum sisi kiri dan kanan akan langsung bertemu di garis tengah.
Reseksi submukosa dapat menyebabkan komplikasi, seperti terjadinya hidung pelana (saddle nose) akibat turunnya puncak hidung, oleh karena bagian atas tulang rawan septum terlalu banyak diangkat. Tindakan operasi ini sebaiknya tidak dilakukan pada anak-anak karena dapat mempengaruhi pertumbuhan wajah dan menyebabkan runtuhnya dorsum nasi.
Paparan alergen yang menyebabkan edema mukosa hidung, sehingga menyumbat ostium sinus dan menyebabkan terbentuknya tekanan negatif.
Ini juga mengubah pH menjadi kurang dari tujuh, menghasilkan perubahan pembersihan mukosiliar.
Mekanisme di atas menyebabkan gangguan drainase dan stasis lendir di sinus. Ini merupakan predisposisi infeksi bakteri dan menyebabkan RSK.
Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis akut, rinitis alergi, polip, deviasi septum dan lain-lain.
Alergi juga merupakan predisposisi infeksi sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang
Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas, pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CT- Scan. Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.
Pemeriksaan Foto Waters merupakan pemeriksaan yang paling baik untuk mengevaluasi sinus maksilaris. Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup ekonomis dan pasien hanya mendapat radiasi yang minimal. Sensitifitas dan spesifisitasnya yaitu 85% dan 80%. Berdasarkan gambaran radiologis dengan Foto Waters dapat menilai kondisi sinus maksilaris yang memperlihatkan perselubungan, air fluid level, dan penebalan mukosa
Rinitis alergi: komponen alergi lebih dominan
Benda asing: secret serosanguin dan bau tidak sedap
Hipertrofi adenoid: disertai keluhan sulit bernafas dan gangguan tidur
Tumor sinonasal: tidak respons dengan pengobatan, gejala unilateral dan sering kambuh, pemeriksaan CT/MRI menunjukkan destruksi jaringan sekitar bila ganas
Angiofibroma: pada remaja laaki-laki dengan keluhan sumbatan hidung unilateral dan epistaksis berulang. Pemeriksaan ct/mri menunnjukan massa pada foramen sfenopalatina
Migrain: memiliki keluhan dominan nyeri wajah dan nyeri kepala. Pemeriksaan endoskopi dan ct scan sinus dalam batas normal
Komplikasi berat biasanya terjadi pada Rinosinusitis akut atau pada Rinosinusitis kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial