Majaz dan haqiqah merupakan konsep penting dalam tafsir al-Quran. Haqiqah adalah kata yang digunakan sesuai makna aslinya, sedangkan majaz adalah penggunaan kata di luar makna aslinya. Terdapat beberapa jenis haqiqah dan majaz yang mencakup makna asli, makna yang mengalami perubahan, serta penggunaan kata secara khusus atau umum. Pemahaman mengenai haqiqah dan majaz penting untuk me
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Al haqiqotu Wal Majazi.pptx
1.
2. Haqiqah dalam pengertian bahasa, berasal
dari bahasa Arab yang artinya nyata,
kenyataan, atau asli. Haqiqah dari kata haqqa
yang berarti tetap. Sebagai makna subjek (fā’il)
memiliki arti yang tetap, atau sebagai objek
(maf’ūl) yang berarti ditetapkan Haqiqah berarti
adalah sebuah kata yang maknanya asli
sebagaimana yang ditetapkan di dalam al-
Qur’an.
3. Haqiqah menurut istilah, adalah kata yang
digunakan sebagaimana pertama kali
dipergunakan dalam konteks kebahasaan.
Menurut Ibnu Subki menyatakan bahwa hakikat
adalah lafaz yang digunakan untuk apa lafaz itu
ditentukan pada mulanya. Ibnu Qudamah
mendefinisikannya sebagai lafaz yang digunakan
untuk sasarannya semula. Sementara Al-Sarkhisi
berpendapat bahwa hakikat adalah setiap lafaz
yang ditentukan menurut asalnya untuk hal
tertentu.
Berdasarkan beberapa istilah diatas, haqiqah
adalah sebuah kata dalam ayat al-Qur’an yang
digunakan seperti makna semulanya yang telah
ditentukan, dan memiliki tujuan tertentu.
4. Lughawiyyah
Wadh`iyyah
Lughawiyyah Wadh`iyyah atau biasa
disebut dengan al-haqiqah al-
lughawiyyah ini adalah kata yang
digunakan untuk menunjukkan makna
hakiki berdasarkan konteks
penggunaan asal kata tersebut.
Contohnya kata ar-rajul yang
digunakan untuk mennyebut laki-laki
dewasa.
Lughawiyyah
Manqulah
Lughawiyyah Manqulah ini adalah
kata yang digunakan untuk
menunjukkan makna hakiki setelah
mengalami transformasi atau
perubahan makna. Perubahan ini
dilakukan oleh ahli bahasa, atau
syari’at. Pada bagian ini, terbagi
kedalam dua bentuk pula, yaitu :
5. Haqiqah lughawiyyah
`urfiyyah
Yaitu kata yang mengalami
transformasi makna, dari makna asal
penggunaannya kepada makna lain
yang kemudian makna tersebut
menjadi populer sehingga makna
asalnya ditinggalkan.
Contohnya, kata ad-dabbah yang
artinya hewan melata, konotasinya
bisa manusia dan hewan. Namun
kemudian digunakan oleh orang Arab
dengan konotasi hewan berkaki
empat saja sehingga makna awalnya
ditinggalkan.
Haqiqah lughawiyyah
syar`iyyah
Yaitu kata yang mengalami trasformasi
makna, dari makna asal kepada makna yang
lain yang digunakan oleh pembuat syri`at.
Makna yang lain ini berdasarkan dalil
syari’at, contohnya shalat, shiyam, al-kufr,
dan sebagainya.
Dari beberapa klasifikasi haqiqah tersebut,
dapat disimpulkan bahwa haqiqah
lughowiyyah wadh`iyyah adalah kata yang
digunakan sesuai makna hakikinya,
sedangkan haqiqah lughowiyyah manqulah
adalah makna yang menunjukkan makna
asal setelah mengalami transformasi makna,
baik secara bahasa, maupun secara
syari`at.
6. Setelah memahami haqiqah dari berbagai macam
pengertian, dan melihat dari klasifikasinya, haqiqah memiliki
signifikansi sebagai berikut :
Dengan mempelajari haqiqah, dapat memahami suatu makna
kata yang terdapat didalam al-Qur’an dengan baik;
Kemudian dapat membedakan, antara kata yang harus diartikan
sebagaimana bentuk asalnya, dan mana pula kata yang harus
dimaknai setelah mengalami transformasi;
Dapat memahami bahwa kata asal yang mengalami
transformasi dengan kata lain, memiliki kaitan yang erat dan
memiliki maksud tertentu.
http://rahmadashariuinsuska.blogspot.com/2013/07/al-haqiqah-
dan-al-majaz-dalam-al-quran.html
7. Majaz secara etimologis berasal dari kata bahasa Arab المجاز
, bentuk
masdar (infinitif) dari kata جاز
. Sedangkan secara terminologis para
ulama telah banyak mendefinisikannya dengan beberapa ibarah atau
perkataan, diantaranya:
Ibn Qutaibah mendefinisikannya
sebagai bentuk gaya tutur, atau seni
bertutur
Sibawayh mendefinisakannya dengan
seni bertutur yang memungkinkan
terjadinya perluasan makna.
Al-Mubarrad mengatakan bahwa majaz
merupakan seni bertutur dan berfungsi
untuk mengalihkan makna dasar yang
sebenarnya.
8. Ibn Jinny dan Al-Jurjaany menempatkan
majaz sebagai lawan dari haqiqat, dan makna
haqiqat menurut Ibnu Jinny adalah makna dari
setiap kata yang asli, sedangkan majaz
adalah sebaliknya, yaitu setiap kata yang
maknanya beralih kepada makna lainnya.
Sedangkan menurut Al-Jurjaany haqiqah
adalah sebuah kata yang mengacu kepada
makna asal atau makna dasar, tanpa
mengundang kemungkinan makna lain
disebut, sedangkan majaz adalah peralihan
makna dasar ke makna lainnya, karena
alasan tertentu, atau pelebaran medan makna
dari makna dasarnya.
9. ُةََلمَْعت ْ
سُم ٌَةمِلَك artinya “Kalimat yang bigunakan”
ُهَل ْتَعِضُو َام ِرْيَغ ىِف artinya “di pakai pada kalimat
yang bukan makna aslinya”
Adanya ‘Alaqoh (ٌةَق َ
َلَ)ع artinya “adanya hubungan
antara makna asal dengan makna bukan
asal/majaz”
Ada Qarinah Mani’ah (ٌةَعِنَام ٌَةنْيِرَ)ق artinya “adanya
tanda/ciri yang bisa menghalangi terhadap makna
asalnya”
Contoh pada kalimat “ِمَامَحال ىِف اًد َ
سَأ ُتْيَأَر”
10. Majaz fi al-murad
adalah majaz yang
menggunakan lafadz
bukan pada
permulaan asal
peletakannya. Macam
ini disebut juga majaz
al-lughawi, dan ia
terbagi ke dalam
beberapa macam.
Majaz fi at-tarkiib adalah
majaz yang
menyandarkan suatu
perbuatan atau
kesangsian kepada
sesuatu yang tidak
memiliki originalitas,
dikarenakan adanya
hubungan keterkaitan
antara keduanya. Majaz
ini di sebut juga majaz al-
aql dan majaz al-isnaad.
Majaz Fil Mufrad Majaz At Tarkiib
11. 1) Al-hadzfu atau an-naqsu, yaitu majaz
yang menitikberatkan pada adanya lafadz yang
tersembunyi.
Contohnya dalam surat Yusuf: 82
َاهْيَلَع ىِتَّال َةَيْرَقال ِلَأ ْ
َاسو
Artinya : “dan tanyalah (Pendudu) Negeri yang
kami ada di situ”
Di dalam ayat ini tersimpan lafadz yang
tersembunyi sebelum lafadz القرية
( negri), yaitu
lafadz ) اهلpenduduk).
12. 2) Az-Ziyaadah,yaitu majaz yang
menitikberatkan pada adanya lafadz atau huruf
tambahan.
Contohnya dalam surat Asy-Syuuraa: 11
ُئْي َ
ش ِهِلْثِمَك َسْيَل
Artihya : “tidak ada satupun yang serupa
degan dia”
Sebagian ulama mengatakan bahwa hurup ك
di depan lafadz مثلهsecara makna
mufradnya merupakan tambahan.
13. 3) Menyampaikan ungkapan dalam bentuk
lafadz plural (jama') namun yang dimaksudkan
adalah sebagian saja.
Contohnya dalam surat Al-Baqarah ayat 19:
ْمِهِناَذٰأ ىِف ْمُهَعِبَاصَأ َنْوُلَعَْجي
Artinya : “mereka menumbat telinganya dengan
(anak) Jari mereka”
Kata اصابعdi atas secara leksikal atau makna
yang sebenarnya adalah jari-jari. Kiranya mustahil
bagi orang-orang munafik Mekkah menyumbat
telinganya dengan semua jari karena takut bunyi
guntur yang mematikan. Tetapi yang dimaksud
اصابعdalam ayat tersebut adalah sebagian dari
jari-jari, bukan semuanya.
14. 4) Menyampaikan ungkapan dalam bentuk
lafadz yang merupakan bagian dari suatu
nama benda, namun yang dimaksudkan
adalah keseluruhannya; bukan sebagiannya.
Contohnya dalam surat Ar-Rahman: 27
َكِبَر ُهَْجو ى ٰقْبَيَو
Artinya : “dan tetap kekal (dzat Tuhanmu)”
Lafaz وجه
( wajah) dalam ayat ini merupakan
bagian dari ذات
( dzat) Tuhan, namun dalam
ayat tersebut tidak di ambil Makna وجه
(wajah) tetapi di maknai ذات
( Dzat)
15. 5) Menyampaikan ungkapan dalam bentuk
lafadz khas (khusus), namun yang
dimaksudkan adalah 'aam (makna umumnya).
Contohnya dalam surat Ar-Rahman: 27
مٌه ْرَذْاحَف ُّوُدَعال ُمُه
Artinya : “mereka itulah musuh yang
sebenarnya, maka waspadalah terhadap
mereka”
Lafadz العدو
( musuh) di dalam ayat tesebut
maksudnya adalah األعداء
( semua musuh).
16. 6) Menyampaikan ungkapan dalam bentuk
lafadz 'aam (umum), namun yang
dimaksudkan adalah khas (makna khususnya).
Contohnya dalam surat Asy-Syuuraa: 5
ِضْرَاأل ىِف َْنمِل َنْوُرِفَْغت ْ
َسيَو
Artinya : “dan memohonkan ampun bagi yang
ada di bumi”
Lafaz من
( orang) pada ayat tersebut di
maksudkan khusus bagi orang المؤمن
( orang-
orang yang berimana)
17. 7) Menyampaikan ungkapan dalam bentuk lafadz
al- 'malzuum (yang diharuskan), namun yang
dimaksudkan adalah al-laazim (yang mengharuskan).
Contoh dalam surat Al-An’am ayat 39
ِتَامُلُّالظ ىِف ٌمْكُب ٌّمُص
Artinya : “pekak dan bisu berada dalam gelap gulita”
Kalimat فى
الظلمات
( dalam kegelapan) dalam ayat
tersebut –secara majaz- dari segi asalnya adalah
عمي
( buta), karena dalam ayat lain di sebutkan ٌمُص
ٌمْكٌب
ٌيْمُع
, maka penyebutan dalam ayat tersebut di
karenakan kalimaat tersebut termasuk dari keharusan
orang yang buta فى
الظلمات
, artinya mata orang buta
pasti merasakan gelap gulita.
18. 8) Menyampaikan ungkapan dalam bentuk
Lafaz Al-laazzim (yang mengharuskan) namun
yang di maksudkan adalah Al malzuum (yang di
haruskan).
Contoh dalam surat Al maidah ayat : 112
َع َلَِزنُّي ْنَا َكُّبَر ُعْيِطَت ْ
َسي ْلَه
َّ
الس َنِم ًًَدد
ِٕىَام َانْيَل
ِءىَام
Artinya : “sanggupkah tuhannmu menurunkan
hidangan dari langit kepada kami?”
Lafadz ُعْيِطَت ْ
َسي
( sanggup/bisa) di dalam ayat
tersebut –secara majaz- dari segi asalnya adalah
يفعل
( melakukan), hal ini di karenakan
kesanggupan untuk melakukan.
19. 9) Menyampaikan ungkapan dalam bentuk
lafaz Al-musabbab (akibat), namun yang di
maksudkan adalah Al-sabab (sebab).
Contoh dalam surat Al mu’min ayat 13
اًقْزِر َاءم َّ
الس َنِم مُكَل ُلَِزنُيَو
Artinya : “dan dia menurunkan untuk mu rizki
dari langit”
Lafaz رزقا
( rizki) di dalam ayat ini merupakan
akibat dari turunnya مطر
( hujan)
20. 10) Menyampaikan ungkapan dalam bentuk lafadz
as-sabab (sebab), namun yang dimaksudkan adalah
Al-musabbab (akibat).
Contoh dalam surat Al baqarah ayat 194
ِهْيَلَع اْوَُدت ْاعَف ْمُكْيَلَع ى ٰ
َدت ْاع َِنمَف
ُكْيَلَع ى ٰ
َدت ْاع َام ِلْثِمِب
ْم
Artinya : “barangsiapaa yang menyerang kamu, maka
seranglah ia, seimbang dengan serangannya
terhadapmu”
Lafaz اْوَُدت ْعmakna asalnya adalah “lakukanlah
kezaliman”. Makana ini tidak bisa di pakai karena
bertentangan dengan ajaran Islam, yang melarang
dari berbuat zalim. Jika kita artikan dengan makna
Majaz, bisa di pahami bahwa kata اْوَُدت ْعmerupakan
sebab dari makna yang di maksud, karena kezaliman
merupakan penyebab adanya جزاء
( balasaan). Jadi
makna اْوَُدت ْعadalah “balaslah”
21. 11) Menamakan sesuatu dengan nama yang
biasa di sebutkan setelah ia mengalami proses
tertentu.
Contoh dalam surat yusuf ayat 36
اًرْمَخ ُرِص ْعَا ْْٓيِنِٕ ٰرَا ْْٓيِنِا
Artinya : “sesungguhnya aku bermimpi bahwa
aku memeras anggur”
Lafaz اًرْمَخ
( arak) yang di sebutkan di dalam
ayat ini adalah nama minuman yang di buat
dari perasan عنب
( anggur)
22. 12) Menyampaikan ungkapan dalam bentuk
lafaz Al-hal (keadaan), namun yang di maksudnya
adalah Al-mahaal (tempat) yang keadaannya
seperti yang di ungkapkan tersebut.
Contoh dalam surat Ali Imron ayat 107
َنْوُدِل ٰ
خ َاهْيِف ْمُه ۗ ِ ه
ّٰللا ِةَمْحَر ْيِفَف
Artinya : “maka mereka berada dalaam Rahmat
Allah (surga) mereka kekal di dalamnya”
Lafaz ِ ه
ّٰللا ِةَمْحَر
( rahmat Allah) di dalam ayat ini,
maksudnya adalah (surga), hal ini karena
keadaan surga penuh dengan rahmat Allah.
23. 13) Menyampaikan ungkapan dalam bentuk
lafaz Al-mahal (tempat) namun yang di
maksudkan adalah Al-hal (keadaan).
Contoh dalam surat Al-‘Alaq ayat 17
َهيِداَن ُعَْديْلَف
Artinya : “maka biarlah dia memanggil
golongannya (untuk menolongnya)”
Lafaz َهيِداَنadalah nama suatu tempat dan
yang di maksudkan dalam ayat ini adalah
penduduk yang mendiami tempat tersebut.
24. 14) Menamakan sesuatu dengan nama
kebalikannya atau mengungkapkan suatu lafaz
yang biasa di gunakan untuk sesuatu
kebalikannya.
Contoh dalam surat Al-insyiqaaq ayat 24
ٍمْيِلَا ٍباَذَعِب ْمُهْرِشَبَف
Artinya : “maka beri kabar gembiralah mereka
dengan azab yang pedih”
Lafaz رَِشبdi dalam ayat ini biasanya di gunakan
untuk الخبر
السار
( kabar/berita yang
menyenangkan/menggembirakan). Namun di
dalam ayat tersebut di gunakan untuk kabar yang
tidak menyenangkan/menggembirakan, yaitu
عذاب
اليم
( azab yang pedih)
25. 15) Mengidhafahkan atau menghubungkan
fi’il (kata kerja) kepada sesuatu yang tidak
biasanya di hubungkan dengannya.
contohnya dalam surat Al kahfi ayat 77
َّضَقْنَّي ْنَا ُدْيِرُّي اًرَادِج َاهْيِف
ۗ َهماَقَاَف
Artinya : “kemudian keduanya mendapatkan
pada negeri itu dinding rumah yang hampir
roboh, maka (khidr) menegakkan rumah itu”
Fiil يريد
( ingin) dalam ayat ini biasanya di
hubungkan dengan الحي
( makhluk hidup),
sedangkan dalam ayat ini di hubungkan
dengan lafaz جدار
( dinding).
26. 16) Menyampaikan ungkapan tentang sesuatu
dengan Fi’il (kata kerja), namun maksudnya
adalah dari segi kedekatan maka Fi’il tersebut
terhadapnya atau dari segi kemulayaannya atau
keinginannya.
contoh dalam surat An-nahl ayat 61
َ
س َنْوُرِخَْأت ْ
َسي َ
َل ْمُهَُلجَا َءىَاج اَذِاَف
ْوُمِدَْقت ْ
َسي َ
َلَّو ًةَاع
َن
Artinya : “Maka apabila ajalnya tiba, mereka tidak
dapat meminta penundaan atau percepatan
sesaat pun.”
Fiil َءىَاج
( telah tiba) yang di kaitkan dengan lafaz
َُلجَا
( saat kematian), mkasudnya adalah قرب
مجيئه
( mendekati tibanya saat kematian)
27. 17) Menempatkan dua lafaz secara terbalik
Contoh dalam surat Ar-ru’d ayat 38
َابتِك ٍَلجَأ ِلُكِل
Artinya : “bagi tiap tiap masa ada kitab (orang
tertentu)”
Lafadz َابتِك
( klitab) seyogyanya di dahulukan
dan lafadz ٍَلجَأ
( masa akhir) di akhirkan , yakni
ِلُكِل
ٍبَاتِك
َلجَأ
( bagi tiap tiap kitab ada masa
akhirnya)
28. 18) Menempatkan suatu shighah (bentuk suatu
lafadz) pada kedudukan shighah lain.
Contohnya dalam surat Al baqarah ayat 255
ى
هِمۡلِع ۡ
نِم ٍء ۡ
ى َ
شِب َن ۡوُط ۡيِحُي َ
ََلو
Artinya : “dan mereka tidak mengetahui apa apa
dari Ilmu Allah”
Lafadz علم
( Ilmu) dalam ayat ini bersighah مصدر
(kata dasar) sedangkan yang seyogyanya adalah
bersighah المفعول
( kata kerja transitif) dari lafaz
tersebut, yakni معلوم
( yang di ketahui) sehingga
seyogyanya ayat tersebut bermakna “dan mereka
tidak mengetahui apa-apa yang di ketahui oleh
Allah”
29. 19) Menamakan sesuatu dengan yang bisa di
sebut sebelumnya
Contohnya dalam surat Taha ayat 74
َل َّنِاَف اًمِرْجُم هَّبَر ِتْأَّي َْنم هَّنِا
ۗ َمَّنَهَج ه
Artinya : “Sesungguhnya barang siapa datang
kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka
sungguh, baginya adalah neraka Jahanam”
Dalam ayat ini, orang yang datang kepada
Tuhannya pada hari kiamat di namai مجرم
(penjahat). Hal itu di sesuaikan dengan keadaan
dia sewaktu melakukan kejahatan/dosa di dunia
ini.
30. Ada 4 macam mazaz Majaz Fii At-Tarkiib yakni :
1) Penyandaran yang ke dua, sisanya adalah
Haqiqat (makna asli)
contohnya dalam surat Al zalzalah aayat 2
َاهَالَقۡثَا ُ
ض ۡرَ ۡ
اَل ِتَجَر ۡ
خََاو
Artinya : “dan bumi telah mengeluarkan beban-
beban berat (yang dikandung)nya”
Penggunaan lafaz ِتَجَر ۡ
خَا
( telah mengeluarkan)
dan ُ
ض ۡرَ ۡ
اَل
( bumi) di dalam ayat ini adalah secara
haqiqat.
31. 2) Penyandaran yang ke dua adalah sisanya
Majaz
Contoh dalam surat Al baqarah ayat 16
ْمُهُتَرَاجِت َْتحِبَر َامَف
Artinya : “maka tidaklah beruntung perniagaan
meraka”
Penggunaan lafaz َْتحِبَر
( beruntung) dan ًتجار
(perniagaan) di dalam ayat ini adalah Majaz.
32. 3) Penyandaran yang sisi pertamanya Haqiqat
dan sisi lainnya Majaz.
Contoh dalam surat Ar rum ayat 35
ْمَا
َانَْلزْنَا
اًنٰطْل ُ
س ْمِهْيَلَع
Artinya : “Atau pernahkah Kami menurunkan
kepada mereka keterangan,”
Penggunaan lafadz انزل
( telah menurunkan) di
dalam ayat ini adalah secara haqiqat, sedangkan
penggunaan lafadz سلطانا
( kekuasaan) adalah
secara majaz sehingga ia di maknai برهان
(dalil/keterangan).
33. 4) Penyandaran yang sisi pertamanya Majaz
dan sisi lainnya Haqiqat
Contoh dalam surat Al-Ma’aarij ayat 15-17
ىٰظَل َاهَّنِا ۗ َّ
َلَك
-
ى ٰو َّ
لشِل ًةَاعَّزَن
-
َتَو َرَبْدَا َْنم اْوُعْدَت
ىهَلو
Artinya : “Sama sekali tidak! Sungguh, neraka itu
api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit
kepala. Yang memanggil orang yang
membelakangi dan yang berpaling (dari agama), ”
Pepnggunaan lafadz تدعو
( memanggil) di dalam
ayat ini adalah secara Majaz karena di sandarkan
kepada lafadz النار
( api neraka).
34. Di antara faedah-faedah penggunaan Majaz
adalah sebagai berikut :
Al-Iijaz yakni memperingkas suatu kalimat
atau ungkapan.
Memperluas lafadz, dimana seandainya
suatu lafadz tidak dimajazkan maka setiap
makna hanya memiliki satu komposisi.
Menampilkan suatu makna dalam suatu
gambaran yang dalam dan dekat kepada
akal fikiran.