2. Kaidah-kaidah tafsir dalam bahasa Arab dikenal
dengan istilah “Qowaa’id At-tafsiir”.
Qowaa’id merupakan bentuk jamak dari kata
“Qaa’idah” yang berarti undang-undang, sumber
atau dasar yang digunakan secara umum yang
mencakup semua hal-hal yang bersifat partikular.
Sedangkan kata At-tafsiir berasal dari kata
“fassara-yufassiru-tafsiiran” yang dapat diartikan
sebagai alat atau ilmu dalam memahami
petunjuk-petunjuk dalam Al-Qur’an.
5. 1. Domīr (Kata Ganti)
Kata ganti mempunyai peranan yang sangat penting,
khususnya untuk meringkas suatu pembicaraan tanpa
mengurangi makna yang dikandungnya dan sekaligus
menghemat serta menghindari kebosanan.
Kajian ini sangat penting dalam ilmu Tafsir karena
pemahaman suatu ayat tergantung kepada penguasaan
ḍomīr.
Pada dasarnya setiap ḍomīr harus mempunyai dua unsur yaitu
madlūl (kata yang ditunjuk) dan marji’ (tempat kembalinya).
Terdapat beberapa contoh dalam Al-Qur’an, yaitu :
12. 2. Ta’rīf dan Tankīr (Definite and Indefinite)
Ta’rīf dan tankīr atau dikenal juga dengan
istilah ma’rifah dan nakirah. Kedua istilah
ini terkait dengan kata benda (isim).
Ta’rīf menunjuk kepada suatu benda yang
jelas dan terbatas sedangkan tankīr
kebalikannya, menunjuk kepada suatu
benda yang umum dan tidak terbatas.
Pembahasannya dalam kaidah penafsiran
adalah fungsi atau tujuan pemakaian kata
ma’rifah dan nakirah tersebut dalam
kalimat-kalimat Al-Qur`an. Berikut ini
diantara fungsi ma’rifah dan nakirah :
13. a. Ma’rifah
Pemilihan dan pemakaian sebuah kata dalam Al-Qur`an tidaklah
kebetulan. Pemilihan dan pemakaian kata ini mengandung suatu
maksud tertentu dan mengandung pesan-pesan yang ingin
disampaikan.
Imam az-Zarkasyi dan Imam as-Suyūṭī menyimpulkan sejumlah
fungsi ma’rifah dalam al- Qur`an, sebagai berikut :
1) Ta’rīf dengan isim ḍomīr berfungsi untuk menunjukan suatu
keadaan, baik ḍomīr mutakallim, mukhāṭ̣ab ataupun gaib . Dalam
bahasa Arab seluruh ḍomīr adalah ma’rifah.
2) Ta’rīf dengan isim ‘alam (nama) berfungsi untuk menghadirkan
pemilik nama itu dalam hati pendengar, menyebutkan namanya
yang khas atau karena bertujuan untuk memuliakan atau
menghinakan. Contoh : (QS Al- Fatḥ [48]: 29) dan (QS. al-Lahab
[111]: 1)
16. 3). Ta’rīf dengan isim isyārah (kata tunjuk) berfungsi
untuk :
Menjelaskan bahwa sesuatu yang ditunjuk itu dekat
atau jelas (QS. Luqmān [31]: 11)
Menjelaskan suatu keadaan dengan menggunakan kata
tunjuk jauh (QS Al-Baqarah [2]: (
5
Menghinakan dengan memakai kata tunjuk dekat (QS
al-‘Ankabūt [29]: 64)
Memuliakan dengan memakai kata tunjuk jauh (QS al-
Baqarah [2]: 2)
Peringatan bahwa sesuatu yang ditunjuk itu sangat
layak dengan sifat yang disebutkan sesudah ism isyārah
tersebut. Misal (QS. al-Baqarah [2]: 2-5)
28. b. Nakirah
Penggunaan ism nakirah ini mempunyai beberapa fungsi di
antaranya untuk menunjukkan :
Menunjukan arti satu (QS Yāsin [36]: 20)
Menunjukan arti satu dan macam sekaligus (QS an-Nūr [24]:
45) dan (QS. al-Baqarah [2] : 96)
Menunjukan arti Besar, mulia atau dahsyat (QS al-Baqarah
[2]: 279)
Menunjukan arti Banyak (QS asy-Syu’ārā’ [26]: 41) dan (QS
Fāṭir [35] : 4)
Merendahkan, menghinakan atau meremehkan (QS. Abasa
[80]: 18)
29. 3. Mudżakkar dan Mu`annats
Kaidah mudżakkar dan mu`annats erat kaitannya dengan
kaidah ḍomīr.
Kedua kaidah tersebut sama-sama memiliki aturan yang
membedakan kata mużakkar (laki-laki) dan mu`annaṡ
(perempuan).
Membedakan kata yang mudżakkar dan yang mu`annats
memudahkan mufassir untuk mencari marja` ḍomīr.
30. Tanda mu`annaṡ adalah tā` marbūṭah seperti pada
lafal dan tā` ta`nīṡ seperti pada kata Sebaliknya,
kata yang tidak memiliki tanda-tanda mu`annaṡ
berarti masuk dalam kategori mużakkar. Mu`annaṡ
juga memiliki tanda yang berbeda dengan tanda-
tanda mu`annaṡ.
Pada beberapa kata tidak memiliki tanda-tanda
mu`annaṡ sehingga seharusnya ia adalah mużakkar.
Akan tetapi, kata tersebut tergolong dalam kategori
mu`annaṡ majāzī, yakni mu`annaṡ akan tetapi tidak
memiliki tanda-tanda mu`annaṡ.
31. 4. As-Su`āl wal-Jawāb (Pertanyaan dan
Jawaban)
Pertanyaan adalah perkataan yang menjadi permulaan
. Sementara jawaban adalah perkataan yang
dikembalikan ke penanya.
Urgensi dalam mengkaji kaidah tanya jawab dalam Al-
Qur’an adalah membantu penafsir mengungkap isi
teks Al-Qur’an yang berbentuk dialog.