1. MAKALAH ke1
EVALUASI KINERJA DAN KOMPETENSI
DIBUAT OLEH :
NAMA : SUHAETI
NIM : 11150416
KELAS : 7N MANAJEMEN (MSDM)
DOSEN : ADE FAUJI SE,MM
UNIVERSITAS BINA BANGSA
BANTEN
2018
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat allah swt, atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah rangkuman dan mata kuliah evaluasi kinerja
dan kompensasi sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjugan besar kita nabi Muhamad saw, yang lebih menunjukan kepada kita semua
jalan yang lurus berrupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi angurah terbesar
bagi seluruh alam semesta.
Kami berterimakasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam
menyeleaikan makalah ini dengan tepat waktu
Demikian yang kami dapat sampaikan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca kami mengharapkan kritik dan saran terhadap
makalah ini agar kedepannya dapat kami perbaiki karana kami sadar, makalah yang
kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannnya.
Serang 22 November 2018
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………. i
DAFTAR ISI………………………………………………………… ii
BAB I
a. Latar belakang………………………………………………..
b. Rumusan masalah…………………………………………….
c. Tujuan ……………………………………………………….
d. Manfaat……………………………………………………….
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian fungsi evaluasi kinerja SDM………………………
b. HR Score Card (pengukuran kinerja SDM)…………………..
c. Motivasi dan kepuasan kerja…………………………………
d. Mengelola potensi kecerdasan dan emosioanal SDM……….
e. Membangun kapabilitas dan kompetensi SDM………………
f. Konsep audit kinerja dan pelaksanaan audit kinerja………….
BAB III
a. Kesimpulan………………………………………………..
b. Saran………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
4. BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia
(dalam tulisan ini disebut juga dengan istilah pegawai) dalam organisasi adalah
evaluasi kinerja pegawai dan pemberian kompensasi. Ketidak tepatan dalam
melakukan evaluasi kinerja akan berdampak pada pemberian kompensasi yang
pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku dan sikap karyawan, karyawan akan
merasa tidak puas dengan kompensasi yang didapat sehingga akan berdampak
terbalik pada kinerja pegawai yang menurun dan bahkan karyawan akan mencoba
mencari pekerjaan lain yang memberi kompensasi baik.
Kompensasi dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk melamar
sebuah pekerjaan, tetap bersama perusahaan, atau bekerja lebih produktif. Jika
dikelola secara pantas, gaji dapat menyebabkan karyawan mengurangi upaya
mereka untuk mencari pekerjaan alternatif. kompensasi mempengaruhi sikap dan
perilaku kerja karyawan ini adalah alasan yang mendorong untuk memastikan
bahwa sistem gaji dirancang dan dilaksanakan secara wajar dan adil. Evaluasi
kinerja pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kadar
profesionalisme karyawan serta seberapa tepat pegawai telah menjalankan
fungsinya. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menilai dan mencari jenis
perlakuan yang tepat sehingga karyawan dapat berkembang lebih cepat sesuai
dengan harapan. Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan sangat
berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan.
Tidak sedikit di perusahaan-perusahaan swasta maupun negeri yang
melakukan evaluasi kinerja pegawai tidak tepat, tidak sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada, pada akhirnya akan berdampak pada pemberian kompensasi.
Oleh karena itu, banyak para karyawan yang kinerjanya menurun dan pada
akhirnya harus mengundurkan diri karena kompensasi yang tidak sesuai. Dengan
5. adanya kasus seperti inilah bagi instansi pemerintahan, maupun perusahaan
swasta, evaluasi kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, efisiensi
perubahan, motivasi para aparatur serta melakukan pengawasan dan perbaikan.
Kinerja aparatur yang optimal sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
produktivitas dan menjaga kelangsungan hidup instansi ini. Setiap instansi tidak
akan pernah luput dari hal pemberian balas jasaataukompensasi yang merupakan
salah satu masalah penting dalam menciptakan motivasi kerja aparatur, karena
untuk meningkatkan kinerja aparatur dibutuhkan pemenuhan kompensasi untuk
mendukung motivasi para aparatur. Dengan terbentuknya motivasi yang kuat,
maka akan dapat membuahkan hasil atau kinerja yang baik sekaligus berkualitas
dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud Pengertian fungsi evaluasi kinerja SDM ?
b. HR Score Card (pengukuran kinerja SDM) ?
c. Motivasi dan kepuasan kerja ?
d. Mengelola potensi kecerdasan dan emosioanal SDM ?
e. Membangun kapabilitas dan kompetensi SDM ?
f. Konsep audit kinerja dan pelaksanaan audit kinerja ?
Tujuan
a. untuk mengetahui Pengertian fungsi evaluasi kinerja SDM
b. mengetahui HR Score Card (pengukuran kinerja SDM)
c. mengetahui Motivasi dan kepuasan kerja
d. mengetahui Mengelola potensi kecerdasan dan emosioanal SDM
e. mengetahui Membangun kapabilitas dan kompetensi SDM
f. mengetahui Konsep audit kinerja dan pelaksanaan audit kinerja
manfaat
dari hasil kajian yang dilaksanakan oleh penulis, maka penulis berharap
untuk memberikan manfaat bagi proses evaluasi kinerja penetapan fungsi dan
tujuan adanya bagi pegawai atau karyawan
6. BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN, FUNGSI DAN EVALUASI KINERJA SDM
Pengertian Evaluasi Kinerja
evaluasi kinerja atau penilaian kinerja prestasi adalah suatu proses dimana
organisasi menilai prestasi kerja para karyawanya.Menurut beberapa ahli evaluasi
kerja adalah sebagai berikut:
1. leon C. Mengginsoon dalam A.A anwar Prabu Mangkunegara adalah ”
penilaian prestasi kinerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang
digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan melakukan
leon C. Mengginsoon dalam A.A anwar Prabu Mangkunegara adalah ” penilaian
prestasi kinerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan
pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan melakukan pekejaanya
sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
2. Andrew E.. sikula yang dikutip A.A anwar Prabu Mangkunegara
mengemukakan bahwa ”penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis
dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dikembangkan.
3. Hadari Nawawi, penilaian kinerja sebagai kegiatan manajemen sumber daya
manusia adalah proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan pekerjaan
oleh seorang pekerja. Dari hasil observasi itu dilakukan pengukuran yang
dinyatakan dalam bentuk penetapan keputusan mengenai kkeberhasilan atau
kegagalannya dalam bekerja.
Dari pendapat beberapa ahli tersebutu dapat disimpulkan bahwa evaluasi
kenirja itu ialah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui
hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk
menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab
yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih
baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal
promosi jabatan atau penentuan imba
7. Mengembangkan Sistem Evaluasi Kinerja
1. Membentuk Tim
Pengembangan sistem evaluasi kinerja perlu dilakukan dengan hati-hati
karena akan menentukan kinerja pegawai dan kinerja organisasi. Langkah pertama
dalam mengembangkan evaluasi kinerja adalah menyusun tim pengembangan
evaluasi. Tim ini beranggotakan sebagai berikut.
a. profesional spesialis sumber daya manusia, yaitu pakar atau konsultan
manajemen SDM.
b. manajer sumber daya manusia. Keikutsertaan manajer SDM dalam tim
merupakan keharusan karena dialah yang akan memimpin pelaksanaan evaluasi
kinerja dalam organisasi.
c. supervisor atau first line manager. Keikutsertaan supervisor dalam tim karena
supervisor merupakan orang yang paling mengerti mengenai pekerjaan yang
dilakukan para karyawan yang dipimpinnya.
d. wakil dari karyawa. Di samping supervisor, para karyawanlah yang akan
mengetahui seluk-beluk pekerjaan yang mereka lakukan.
2. Analisis Pekerjaan.
Analisis pekerjaan adalah proses menghimpun dan mempelajari berbagai
informasi, yang berhubungan dengan pekerjaan secara operasional dan tanggung
jawabnya. Ketika direkrut oleh organisasi, seorang karyawan mempunyai tugas
tertentu. Ia harus melakukan pekerjaan tertentu, mempunyai tanggung jawab
tertentu, dan melaksanakan aktivitas tertentu. Ia harus melaksanakan hal-hal itu
dengan hasil berupa kinerja yang dapat diterima oleh organisasi. Untuk
mengetahui semua hal tersebut, dilakukan job analysis atau analisis pekerjaan dari
semua jenis pekerjaan yang diperlukan suatu organisasi
3. Tujuan Penilaian Dalam Evaluasi Kerja
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja
organisasi melalui peningkatkan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih
spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan agus sunyoto
dalam A.A anwar Prabu Mangkunegara adalah:
8. a. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
b. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi
sama dengan prestasi yang terdahulu.
c. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan
aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau terhadap pekerjaan
yang diembannya sekarang.
d. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
e. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu
jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
4. Dimensi Kinerja
Langkah selanjutnya dalam menyusun sistem evaluasi kinerja adalah
menentukan dimensi kinerja karyawan. Secara umum, dimensi kinerja dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu hasil kerja, prilaku kerja, dan sifat pribadi
yang berhubungan dengan pekerjaan.
a. Hasil kerja. Hasil kerja adalah keluaran kerja dalam bentuk barang dan jasa
yang dapt dihitung dan diukur kuantitas dan kualitasnya.
b. Prilaku kerja. Kertika berada di tempat kerjanya, seorang karyawan
mempunyai dua prilaku, yaitu: prilaku pribadi dan prilaku kerja. Prilaku kerja
diperlukan karena merupakan persyaratan dalam melaksanakan pekerjaan.
Dengan prilaku kerja tertentu, karyawan dapat melaksanakan pekerjaanya dengan
baik dan menghasilkan kinerja yang diharapkan oleh organisasi. prilaku kerja
dapat digolongkan menjadi prilaku kerja general dan prilaku kerja khusus.
c. Sifat pribadi yang ada hubunganya dengan pekerjaan adalah sifat pribadi
karyawan yang diperlukan dalam melaksankan pekerjaanya.
5. Pendekatan Sistem Evaluaisi Kinerja
Dalam sejarah evaluasi kinerja, terdapat sejumlah pendekatan yang
digunakan oleh sistem evaluasi kinerja berbagai organisasi. Secara umum,
9. pendekatan-pendekatan yang berbeda tersebut dapat dikelompokkan menjadi
empat jenis, yaitu:
a. Pendekatan sifat pribadi. Evaluasi kinerja klasik menggunakan pendekatan
sifat pribadi atau trait approach. Mula-mula yang dinilai murni karakteristik
melekat pada pribadi karyawan dan tidak ada atau sedikit hubungannya dengan
pekerjaan karyawan. Perkembangan prinsip-prinsip manajemen ilmiah mengubah
pola pikir pemilik perusahaan dan para manajer. Sifat pribadi yang dinilai hanya
sifat pribadi yang ada hubunganya dengan pekerjaan.
b. Pendekatan hasil kinerja. Dalam pendekatan ini, setiap pegawai mempunyai
tujuan dan objektif yang harus dicapainya. Kinerja pegawai dinilai bedasarkan
seberapa besar ia dapat mencapai tujuan tersebut.
c. Pendekatan prilaku kerja. Sejumlah organisasi seperti tentara, polisi, jaksa
dan hakim menggunakan pendekatan prilaku kerja. Dalam melaksanakna
tugasnya, mereka harus mengunakan prilaku dan prosedur tertentu. Dalam
melaksanakan tugasnya seorang hakim, jaksa dan polisi harus berpegang teguh
pada ode etik profesi yang mengatur prilaku mereka.
d. Pendekatan campuran. Pendekatan sistem kinerja evalusai campuran
merupakan pendekatan yang paling banyak dipakai. Pendekatan ini
menggabungkan ketiga domensi kinerja dalam indikator kenerja karyawan.
Tujuan Penilaian Evaluaisi Kinerja
Ada pendekatan ganda terhadap tujuan penilaian prestasi kerja sebagai
berikut:
1. Tujuan Evaluaisi
Hasil-hasil penilaian prestasi kerja digunakan sebagai dasar bagi evaluasi reguler
terhadap prestasi anggota-anggota organisasi, yang meliputi:
a. Telaah Gaji. Keputusan-keputusan kompensasi yang mencakup kenaikan
merit-pay, bonus dan kenaikan gaji lainnya merupakan salah satu tujuan utama
penilaian prestasi kerja.
b. Kesmpatan promosi.keputusan-keputusan penyusunan pegawai (staffing) yang
berkenaan dengan promosi,demosi,transfer dan pemberhentian karyawan
merupakan tujuan kedua dari penilaian prestasi kerja.
10. 2. Tujuan pengembangan
Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian prestasi kerja dapat digunakan
untuk mengembangkan pribadi anggota-anggota organisasi, yang meliputi:
a. Mengukuhkan Dan Menopang Prestasi Kerja. Umpan balik prestasi kerja
(performance feedback) merupakan kebutuhan pengembangan yang utama karena
hampir semua karyawan ingin mengetahui hasil penilaian yang dilakukan.
b. Meningkatkan Prestasi Kerja. Tujuan penilaian prestasi kerja juga untuk
memberikan pedoman kepada karyawan bagi peningkatan prestasi kerja di masa
yang akan datang.
c. Menentukan Tujuan-Tujuan Progresi Karir. Penilaian prestasi kerja juga akan
memberikan informasi kepada karyawan yang dapat digunakan sebagai dasar
pembahasan tujuan dan rencana karir jangka panjang.
d. Menentukan Kebutuhan-Kebutuhan Pelatihan. Penilaian prestasi kerja
individu dapat memaparkan kumpulan data untuk digunakan sebagai sumber
analisis dan identifikasi kebutuhan pelatihan.
B. HR SCORE CARD (PENGUKURAN KINERJA SDM)
Pengertian Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter
hasil untuk dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses
pengukuran kinerja seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk
menentukan tingkat kemajuan suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan
mendasar di balik dilakukannya pengukuran adalah untuk meningkatkan kinerja
secara umum.
Pengukuran Kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang
sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa
indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.. Pengukuran
kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam
rangka mewujudkan visi dan misi.
11. Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran
kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (James
Whittaker, 1993)
Sedangkan menurut Junaedi (2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja
merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam
arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa,
ataupun proses”. Artinya, setiap kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan
dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah perusahaan di masa yang akan
datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja
adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer perusahaan menilai
pencapaian suatu strategi melalui alat ukur keuangan dan non keuangan. Hasil
pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang
akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik
dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas
perencanaan dan pengendalian.
Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja
Batasan tentang pengukuran kinerja adalah sebagai usaha formal yang
dilakukan oleh organisasi untuk mengevaluasi hasil kegiatan yang telah dilaksanakan
secara periodik berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Tujuan pokok dari pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi
karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang
telah ditetapkan sebelumnya agar menghasilkan tindakan yang diinginkan (Mulyadi &
Setyawan 1999: 227).
Secara umum tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah untuk (Gordon,
1993 : 36) :
1. Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada organisasi.
2. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing karyawan.
12. 3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan sebagai dasar
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan dan
pengembangan karyawan.
4. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti
produksi, transfer dan pemberhentian.
Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan
tahap pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur,
penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja yang
sesungguhnya. Sedangkan tahap pengukuran terdiri atas pembanding kinerja
sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan kinerja yang
diinginkan (Mulyadi, 2001: 251).
Pengukuran kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang dapat
dipakai dalam merencanakan sistem pengukuran prestasi harus disesuaikan dengan
strategi perusahaan, tujuan dan struktur organisasi perusahaan. Sistem pengukuran
kinerja yang efektif adalah sistem pengukuran yang dapat memudahkan manajemen
untuk melaksanakan proses pengendalian dan memberikan motivasi kepada
manajemen untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya.
Manfaat sistem pengukuran kinerja adalah (Mulyadi & Setyawan, 1999: 212-
225):
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggannya dan membuat seluruh personil
terlibat dalam upaya pemberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai
pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategi yang masanya masih kabur menjadi lebih kongkrit
sehingga mempercepat proses pembelajaran perusahaan
Prinsip Pengukuran Kinerja
Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip-prinsip yaitu:
1. Seluruh aktivitas kerja yang signifikan harus diukur.
2. Pekerjaan yang tidak diukur atau dinilai tidak dapat dikelola karena darinya tidak
ada informasi yang bersifat obyektif untuk menentukan nilainya.
13. 3. Kerja yang tak diukur selayaknya diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
4. Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang
diukur.
5. Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-alih
sekedar mengetahui tingkat usaha.
6. Mendefinisikan kinerja dalam artian hasil kerja semacam apa yang diinginkan
adalah cara manajer dan pengawas untuk membuat penugasan kerja dari mereka
menjadi operasional.
7. Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan secara kerap.
8. Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan korektif yang segera dan
tepat waktu.
9. Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan untuk manajemen kendali
yang efektif.
Ukuran Pengukuran Kinerja
Terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja secara kuantitatif yaitu :
1) Ukuran Kriteria Tunggal (Single Criterium).
Yaitu ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai
kinerja manajernya. Jika kriteria tunggal digunakan untuk mengukur kinerjanya,
orang akan cenderung memusatkan usahanya kepada kriteria tersebut sebagai
akibat diabaikannya kriteria yang lain yang kemungkinan sama pentingnya dalam
menentukan sukses atau tidaknya perusahaan atau bagiannya.
Sebagai contoh manajer produksi diukur kinerjanya dari tercapainya target
kuantitas produk yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu kemungkinan akan
mengabaikan pertimbangan penting lainnya mengenai mutu, biaya, pemeliharaan
equipment dan sumber daya manusia.
2) Ukuran Kriteria Beragam (Multiple Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran dalam
menilai kinerja manajernya. Kriteria ini merupakan cara untuk mengatasi
kelemahan kriteria tunggal dalam pengukuran kinerja. Berbagai aspek kinerja
manajer dicari ukuran kriterianya sehingga seorang manajer diukur kinerjanya
14. dengan berbagai kriteria. Tujuan penggunaan kriteria ini adalah agar manajer yang
diukur kinerjanya mengerahkan usahanya kepada berbagai kinerja.
Contohnya manajer divisi suatu perusahaan diukur kinerjanya dengan
berbagai kriteria antara lain profitabilitas, pangsa pasar, produktifitas,
pengembangan karyawan, tanggung jawab masyarakat, keseimbangan antara
sasaran jangka pendek dan sasaran jangka panjang. Karena dalam ukuran kriteria
beragan tidak ditentukan bobot tiap-tiap kinerja untuk menentukan kinerja
keseluruhan manajer yang diukur kinerjanya, maka manajer akan cenderung
mengarahkan usahanya, perhatian, dan sumber daya perusahaannya kepada
kegiatan yang menurut persepsinya menjanjikan perbaikan yang terbesar
kinerjanya secara keseluruhan. Tanpa ada penentuan bobot resmi tiap aspek kinerja
yang dinilai didalam menilai kinerja menyeluruh manajer, akan mendorong
manajer yang diukur kinerjanya menggunakan pertimbangan dan persepsinya
masing-masing didalam memberikan bobot terhadap beragan kriteria yang
digunakan untuk menilai kinerjanya.
3) Ukuran Kriteria Gabungan (Composite Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran
memperhitungkan bobot masing-masing ukuran dan menghitung rata-ratanya
sebagai ukuran menyeluruh kinerja manajernya. Karena disadari bahwa beberapa
tujuan lebih panting bagi perusahaan secara keseluruhan dibandingkan dengan
tujuan yang lain, beberapa perusahaan memberikan bobot angka tertentu kepada
beragan kriteria kinerja untuk mendapatkan ukuran tunggal kinerja manajer, setelah
memperhitungkan bobot beragam kriteria kinerja masing-masing.
Sistem Pegukuran Kinerja
Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran kinerja.
Beberapa ukuran kinerja yang meliputi; kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan
tentang pekerjaan, kemampuan mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan,
perencanaan kerja dan daerah organisasi kerja. Ukuran prestasi yang lebih
disederhana terdapat tiga kreteria untuk mengukur kinerja, pertama; kuantitas kerja,
yaitu jumlah yang harus dikerjakan, kedua, kualitas kerja, yaitu mutu yang
15. dihasilkan, dan ketiga, ketepatan waktu, yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang
telah ditetapkan.
Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah
sebagai berikut:
1. Relevan (relevance). Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat
antara standar untuk pelerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) terdapat
keterkaitan yang jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang telah
diidentifikasi melalui analisis jabatan dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai
dalam form penilaian.
2. Sensitivitas (sensitivity). Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian
kinerja dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi
penilaian. Dengan kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua orang
yang berbeda dalam menilai seorang pegawai, hasil penilaiannya akan cenderung
sama.
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja
yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
5. Praktis (practicality). Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati
mudah dimenegerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut.
Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2003: 332-335), bahwa
kriteria sistem pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspek sebagai
berikut:
1. Mempunyai Keterkaitan yang Strategis (strategic congruence). Suatu pengukuran
kinerja dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem pengukuran
kinerjanya menggambarkan atau berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi.
Sebagai contoh, jika organisasi tersebut menekankan pada pentingnya pelayanan
pada pelanggan, maka pengukuran kinerja yang digunakan harus mampu menilai
seberapa jauh pegawai melakukan pelayanan terhadap pelanggannya.
2. Validitas (validity). Suatu pengukuran kinerja dikatakan valid apabila hanya
mengukur dan menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan.
16. 3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi pengukuran
kinerja yang digunakan. Salah satu cara untuk menilai reliabilitas suatu pengukuran
kinerja adalah dengan membandingkan dua penilai yang menilai kinerja seorang
pegawai. Jika nilai dari kedua penilai tersebut relatif sama, maka dapat dikatakan
bahwa instrumen tersebut reliabel.
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja
yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya. Hal ini
menjadi suatu perhatian serius mengingat sekalipun suatu pengukuran kinerja valid
dan reliabel, akan tetapi cukup banyak menghabiskan waktu si penilai, sehingga si
penilai tidak nyaman menggunakannya.
5. Spesifisitas (specificity). Spesifisitas adalah batasan-batasan dimana pengukuran
kinerja yang diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para pegawai
memahami apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana cara untuk mencapai
kinerja tersebut. Spesifisitas berkaitan erat dengan tujuan strategis dan tujuan
pengembanganmanajemenkinerja.
Dari pendapat Casio dan Noe et al, ternyata suatu instrumen penilaian kinerja
harus didesain sedemikian rupa. Instrumen penilaian kinerja, berdasarkan konsep
Casio dan Noe et al, terutama harus berkaitan dengan apa yang dikerjakan oleh
pegawai. Mengingat jenis dan fungsi pegawai dalam suatu organisasi tidak sama,
maka nampaknya, tidak ada instrumen yang sama untuk menilai seluruh pegawai
dengan berbagai pekerjaan yang berbeda.
Balanced Scorecard
Balanced Scorecard merupakan konsep manajemen yang diperkenalkan
Robert Kaplan tahun 1992, sebagai perkembangan dari konsep pengukuran kinerja
(performance measurement) yang mengukur perusahaan. Robert Kaplan
mempertajam konsep pengukuran kinerja dengan menentukan suatu pendekatan
efektif yang seimbang (balanced) dalam mengukur kinerja strategi perusahaan.
Pendekatan tersebut berdasarkan empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan,
proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan. Keempat perspektif ini
menawarkan suatu keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang,
hasil yang diinginkan (Outcome) dan pemicu kinerja (performance drivers) dari hasil
tersebut, dantolok ukur yang keras dan lunak serta subjektif.
17. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai Balanced Scorecard, berikut ini
dikemukakan pengertian Balanced Scorecard menurut beberapa ahli, di
antaranya:Amin Widjaja Tunggal, (2002:1) “Balanced Scorecard juga menunjukkan
bagaimana perusahaan menyempurnakan prestasi keuangannya.”
Sedangkan Teuku Mirza, (1997: 14) “Tujuan dan pengukuran dalam Balanced
Scorecard bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non-
keuangan yang ada, melainkan merupakan hasil dari suatu proses atas bawah (top-
down) berdasarkan misi dan strategi dari suatu unit usaha, misi dan strategi tersebut
harus diterjemahkan dalam tujuan dan pengukuran yang lebih nyata”.
Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategik atau lebih
tepat dinamakan “Strategic based responsibility accounting system” yang
menjabarkan misi dan strategi suatu organisasi ke dalam tujuan operasional dan tolok
ukur kinerja perusahaan tersebut. Konsep balanced scorecard berkembang sejalan
denganperkembangan implementasinya. Balanced scorecard terdiri dari dua kata
yaitu balanced dan scorecard. Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu
skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang
akan datang. Sedangkan balanced artinya berimbang, maksudnya adalah untuk
mengukur kinerja seseorang atau organisasi diukur secara berimbang dari dua
perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang,
intern dan ekstern (Mulyadi, 2005).
Pada awalnya, balanced scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem
pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an eksekutif hanya diukur
kinerjanya dari aspek keuangan, akibatnya fokus perhatian dan usaha eksekutif
lebih dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan dan kecendrungan
mengabaikan kinerja non keuangan. Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute,
bagian riset kantor akuntan publik KPMG, mensponsori studi tentang “Mengukur
Kinerja Organisasi Masa Depan”. Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada
waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk
mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai.
Balanced scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian
eksekutif ke kinerja keuangan dan nonkeuangan, serta kinerja jangka pendek dan
kinerja jangka panjang. Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur
kinerja eksekutif masa depan, diperlukan ukuran yang komprehensif yang
18. mencakup empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan
pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran ini disebut dengan balanced scorecard.
Balanced scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria antara lain
sebagai berikut :
1. Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing – masing
perspektif (outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut
(performance driver).
2. Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat
(cause and effect relationship).
3. Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas,
pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus
berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan.
Langkah-langkah balanced scorecard meliputi empat proses manajemen
baru. Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang
dengan peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut menurut (Kaplan dan
Norton, 1996) antara lain :
1. Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan dalam
tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh
perusahaan di masa mendatang. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan
dalam visi, perusahaan perlu merumuskan strategi. Tujuan ini menjadi salah satu
landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses
perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan ke dalam sasaran strategik
dengan ukuran pencapaiannya.
2. Mengkomunisasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis
balanced scorecard.
Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa
yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para
pemegang saham dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja
karyawan yang baik.
19. 3. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana
bisnis.
Memungkinkan organisasi mengintergrasikan antara rencana bisnis dan
rencana keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan
sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan
menggerakan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.
4. Meningkatkan Umpan Balik dan pembelajaran strategis
Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan.
Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan
melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka
pendek.
Empat Perspektif Balanced Scorecard
Balanced scorecard adalah konsep yang mengukur kinerja suatu organisasi
dari empat perspektif, yaitu perspektif finansial, perspektif customer,
perspektif proses bisnis internal, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran.
Konsep balanced scorecard ini pada dasarnya merupakan penerjemahaan strategi
dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan dalam jangka panjang, yang
kemudian diukur dan dimonitoring secara berkelanjutan .
Menurut Kaplan dan Norton (1996), balanced scorecrad memiliki empat
perspektif, antara lain :
1. Perspektif Keuangan (Financial Perspective)
Balanced scorecard menggunakan tolok ukur kinerja keuangan, seperti laba
bersih dan ROI (Return On Investment), karena tolok ukur tersebut secara umum
digunakan dalam organisasi yang mencari keuntungan atau provit. Tolok ukur
keuangan memberikan bahasa umum untuk menganalisis perusahaan. Orang-orang
yang menyediakan dana untuk perusahaan, seperti lembaga keuangan dan
pemegang saham, sangat mengandalkan tolok ukur kinerja keuangan dalam
memutuskan hal yang berhubungan dengan dana.
Tolok ukur keuangan yang di design dengan baik dapat memberikan
gambaran yang akurat untuk keberhasilan suatu organisasi. Tolok ukur keuangan
adalah penting, akan tetapi tidak cukup untuk mengarahkan kinerja dalam
20. menciptakan nilai (value). Tolok ukur non keuangan juga tidak memadai untuk
menyatakan angka paling bawah (bottom line). Balanced scorecard mencari suatu
keseimbangan dan tolok ukur kinerja yang multiple-baik keuangan maupun non
keuangan untuk mengarahkan kinerja organisasional terhadap keberhasilan.
2. Perspektif Pelanggan (Customer Perspective)
Perspektif Pelanggan berfokus pada bagaimana organsasi memperhatikan
bagaimana pelanggannya agar berhasil. Mengetahui palanggan dan harapan mereka
tidaklah cukup, suatu organisasi juga harus memberikan insentif kepada manajer
dan karyawan yang dapat memenuhi harapan pelanggan. Bill Mariot mengatakan
“Take care of you employee and they take care of your customer”. Perhatikan
karyawan anda dan mereka akan memperhatikan pelanggan anda. Perusahaan
antara lain menggunakan tolok ukur kinerja berikut, pada waktu
mempertimbangkan perspektif pelanggan yaitu :
Kepuasan pelanggan (customer satisfaction)
Retensi pelanggan (customer retention)
Pangsa pasar (market share)
Pelanggan yang profitable
3. Perspektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Process Perspective)
Terdapat hubungan sebab akibat antara perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan dengan perspektif bisnis internal dan proses produksi. Karyawan yang
melakukan pekerjaan merupakan sumber ide baru yang terbaik untuk proses usaha
yang lebih baik. Hubungan pemasok adalah kritikal untuk keberhasilan, khususnya
dalam usaha eceran dan perakitan manufacturing.
Perusahaan tergantung pemasok mengirimkan barang dan jasa tepat pada
waktunya, dengan harga yang rendah dan dengan mutu yang tinggi. Perusahaan
dapat berhenti berproduksi apabila terjadi problema dengan pemasok. Pelanggan
menilai barang dan jasa yang diterima dapat diandalkan dan tepat pada waktunya.
Pemasok dapat memuaskan pelanggan apabila mereka memegang jumlah
persediaan yang banyak untuk meyakinkan pelanggan bahwa barang –barang yang
diminati tersedia ditangan.
21. Akan tetapi biaya penanganan dan penyimpanan persediaan menjadi tinggi,
dan kemungkinan mengalami keusangan persediaan. Untuk menghindari
persediaan yang berlebihan, alternatif yang mungkin adalah membuat pemasok
mengurangi throughput time. Throughput time adalah total waktu dari waktu
pesanan diterima oleh perusahaan sampai dengan pelanggan menerima produk.
Memperpendek throughput time dapat berguna apabila pelanggan menginginkan
barang dan jasa segera mungkin.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learn and Growth / Infrastucture
Perspective)
Untuk tujuan insentif, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan berfokus
pada kemampuan manusia. Manajer bertanggung jawab untuk mengembangkan
kemampuan karyawan. Tolok ukur konci untuk menilai kinerja manajer adalah
kepuasan karyawan, retensi karyawan, dan produktivitas karyawan. Kepuasan
karyawan mengakui bahwa moral karyawan adalah penting untuk memperbaiki
produktivitas, mutu, kepuasan pelanggan, dan ketanggapan terhadap situasi.
Manajer dapat mengukur kepuasan dengan mengirim survei, mewawancara
karyawan, mengamati karyawan pada saat bekerja.
Kepuasan karyawan mengakui bahwa karyawan yang mengembangkan
modal intelektual khusus organisasi adalah merupakan aktiva non keuangan yang
bernilai bagi perusahaan. Lagi pula adalah sangat mahal menemukan dan menerima
orang yang berbakat untuk menggantikan orang yang meninggalkan perusahaan.
Perputaran karyawan diukur dengan persentase orang yang keluar setiap tahun, hal
ini merupakan tolok ukur umum untuk retensi.
Produktivitas karyawan mengakui pentingnya pengeluaran setiap karyawan,
pengeluaran dapat diukur dalam arti tolok ukur fisik seperti halaman yang
diproduksi, atau dalam tolok ukur keuangan seperti pendapatan setiap karyawan,
laba setiap karyawan. Suatu sitem insentif yang baik akan mendorong manajer
meningkatkan kepuasan karyawan yang tinggi, perputaran karyawan yang rendah
dan produktivitas karyawan yang tinggi.
22. Implementasi Balanced Scorecard
Organisasi sangat membutuhkan untuk menerapkan balanced scorecard
sebagai satu set ukuran kinerja yang multi dimensi. Hal ini mencerminkan
kebutuhan untuk mengukur semua bidang kinerja yang penting bagi keberhasilan
organisasi. Pendekatan yang paling luas dikenal sebagai pengukuran kinerja.
Balanced scorecard sekarang banyak digunakan sebagai pengembangan strategi
dan sebagai alat eksekusi yang dikembangkan dalam lingkungan operasional.
Balanced scorecard menerjemahkan visi dan misi serta strategi perusahaan
ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang dimengerti (indikator), sehingga strategi
dapat dipahami, dikomunikasikan dan diukur, dengan demikian berfungsi untuk
semua kegiatan. Selain itu, indikator memungkinkan pemantauan tingkat akurasi
pelaksanaan strategi (Kaplan dan Norton, 1996). Balanced scorecard telah banyak
diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik dalam bisnis manufaktur dan jasa.
Penerapannya adalah dengan berfokus pada keempat perspektif Balanced
scorecard.
Pembahasan mengenai pengukuran kinerja dengan menggunakan balanced
scorecard lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan
atau organisasi yang bertujuan mencari laba (Profit-seeking Organisations). Jarang
sekali ada pembahasan mengenai penerapan balanced scorecard pada organisasi
nirlaba (not-for profit organisations) atau organisasi dengan karakteristik khusus
seperti koperasi yang ditandai relational contracting, yakni saat owner dan
consumer adalah orang yang sama, serta dimana mutual benefit anggota menjadi
prioritasnya yang utama (Merchant, 1998). Pada organisasi-organisasi semacam ini
keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada kesuksesan pencapaian misi secara
luas daripada sekedar perolehan keuntungan.
Pengukuran aspek keuangan ternyata tidak mampu menangkap aktivitas-
aktivitas yang menciptakan nilai (value-creating activities) dari aktiva-aktiva tidak
berwujud seperti :
Keterampilan, kompetensi, dan motivasi para pegawai
Database dan teknologi informasi
Proses operasi yang efisien dan responsif
23. Inovasi dalam produk dan jasa
Hubungan dan kesetiaan pelanggan, serta
Adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan dari masyarakat
(Kaplan dan Norton, 2000).
Dengan Balanced scorecard para manajer perusahaan akan mampu
mengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini
dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang.
Balanced scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasika n
dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, demi kebaikan
kinerja di masa depan. Melalui metode yang sama dapat di nilai pula apa yang telah
dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan.
C. MOTIVASI DAN KEPUAAN KERJA
1. Motivasi
Pada dasarnya ada 3 karakteristik pokok motivasi, yaitu :
Usaha
Karakteristik utama dari motivasi, yaitu usaha, menunjuk kepada kekuatan perilaku
kerja seseorang atau jumlah yang ditunjukkan oleh seseorang dalam pekerjaanya.
Tegasnya, hal ini melibatkan berbagai macam kegiatan atau upaya baik yang nyata
maupun yang kasat mata.
Kemauan kuat
Karakteristik pokok motivasi yang kedua menunjuk kepada kemauan keras yang
ditunjukkan oleh seseorang ketika menerapkan usahanya kepada tugas – tugas
pekerjaannya. Dengan kemauan yang keras, maka segala usaha akan dilakukan.
Kegagalan tidak akan membuatnya patah arang untuk terus berusaha sampai
tercapainya tujuan.
Arah atau Tujuan
Karakteristik motivasi yang ketiga berkaitan denga arah yang dituju oleh usaha dan
kemauan keras yang dimiliki oleh seseorang.
Dengan melihat ketiga karakteristik pokokmotivasi diatas maka motivasi dapat
didefinisikan sebagai “Keadaan dimana usaha dan kemauan keras seseorang
diarahkan kepada pencapaian hasil – hasil atau tujuan tertentu.”
24. 2. Kepuasan Kerja
Pengertian Kepuasan Kerja menurut para ahli :
Lock ( 1995 )
Kepuasan kerja merupakan suatu ungkapan emosional yang bersifat positif atau
menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan atau
pengalaman kerja.
Robbins ( 1996 )
Kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang karyawan terhadap pekerjaannya.
Porter ( 1995 )
Kepuasan kerja adalah perbedaan antara seberapa banyak sesuatu yang seharusnya
diterima dengan seberapa banyak sesuatu yang sebenarnya dia terima.
Mathis dan Jackson ( 2000 )
Kepuasan kerja merupakan pernyataan emosional yang positif yang merupakan
hasil evaluasi dari pengalaman kerja.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap situasi
dan kondisi kerja.
2. Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas (negatif).
Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak
aka berarti karyawan tidak puas.
3. Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan tersebut membandingkan
antara apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil kerjanya dengan apa yang
sebenarnya dia peroleh dari hasil kerjanya.
4. Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang berhubungan.
Aspek-aspek dan kepuasan kerja
1. Kerja Yang Secara Mental Menantang.
Kebanyakan Karyawan menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka
kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan
menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka
mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan
yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak
25. menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang
sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan.
2. Ganjaran Yang Pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka
persepsikan sebagai adil,dan segaris dengan pengharapan mereka. Pemberian upah
yang baik didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan
standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan.
tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang
yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam
pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar
dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang
manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang
lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha
mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial
yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa
keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar
akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.
3. Kondisi Kerja Yang Mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa
karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau
merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain
seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
4. Rekan Kerja Yang Mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud
dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan
sosial. Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan
dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat. Tetapi Perilaku atasan juga
merupakan determinan utama dari kepuasan.
26. 5. Kesesuaian Kepribadian Dengan Pekerjaan
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun)
dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka
mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari
pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil
pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehjadian yang
lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka.
Terori motivasi dan kepuasan kerja
Ada beberapa teori tentang motivasi dan kepuasan kerja, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Discrepancy Theory
Teori ini menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan selisih atau perbandingan
antara harapan dengan kenyataan.
2. Equity Theory
Teori ini mengatakan bahwa karyawan atau individu akan merasa puas terhadap
aspek – aspek khusus dari pekerjaan mereka. Misalnya gaji/upah, rekan kerja, dan
supervisi.
3. Opponent Theory – Process Theory
Teori ini menekankan pada upaya seseorang dalam mempertahankan keseimbangan
emosionalnya.
4. Teori Maslow
Menurut Maslow, kebutuhan manusia berjenjang atau bertingkat, mulai dari
tingkatan yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Tingakatan – tingakatan
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan keamanan dan keselamatan
Kebutuhan akan rasa memiliki
Kebutuhan untuk dihargai
Kebutuhan akan aktualisasi diri
5. Teori ERG Alderfer
27. Alderfer membagi hierarki kebutuhan manusia menjadi 3 tingakatan, yaitu :
Eksistensi
Keterkaitan kebutuhan – kebutuhan akan adanya hubungan sosial dan interpersonal
yang baik
Pertumbuhan
Teori dua faktor dari Herzberg
Teori ini memandang kepuasan kerja berasal dari keberadaan motibator intrinsik
dan bahwa kepuasan kerja berasal dari ketidak-adaan faktor – faktor ekstrinsik.
6. Teori Mc Clelland
Mc Clelland mengajukan teori kebutuhan motivasi yang dipelajari, yaitu teori yang
menyatakan bahwa seseorang dengan suatu kebutuhan yang kuat akan termotivasi
untuk menggunakan tingkah laku yang sesuai guna memuaskan kebutuhannya.
Tiga kebutuhan yang dimaksud adalah :
Kebutuhan berprestasi
Kebutuhan berafiliasi
Kebutuhan akan kekuasaan
Pengukuran kepuasan kerja
Ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, diantaranya akan dijelaskan
sebagai berikut :
1. Pengukuran Kepuasan Kerja Dengan Skala Job Description Index
Cara penggunaannya adalah dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan pada
karyawan mengenai pekerjaan. Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh
karyawan dengan jawaban Ya, Tidak, atau Ragu ragu. Dengan cara ini dapat
diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
2. Pengukuran Kepuasan Kerja Dengan Minnesota Satisfaction Questionare
Skala ini berisin tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu
dari alternatif jawaban : Sangat tidak puas, Tidak puas, Netral, Puas, dan Sangat
puas terhadap pernyataan yang diajukan. Beradsarkan jawaban – jawaban tersebut
dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
28. 3. Pengukuran Kepuasan Kerja Berdasarkan Ekspresi Wajah
Pada pengukuran metod ini responden diharuskan memilih salah satu gambar wajah
orang, mulai dari wajah yang sangat gembira, gembira, netral, cemberut, dan sangat
cemberut. Kepuasan kerja karyawan akan dapat diketahui dengan melihat pilihan
gambar yang diambil responden.
Factor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
1. Kondisi Kerja
Artinya jika seluruh kebutuhan seseorang untuk bekerja terpenuhi baik itu dari
bahan yang dibutuhkan ataupun dari lingkungan yang menunjang maka kepuasan
kerja akan terjadi.
2. Peraturan
Budaya serta karakteristik yang ada dalam organisasi tersebut, yang jika peraturan
dalam menjalankan pekerjaannya dapat mendukung terhadap pekerjaannya maka
karyawan atau para pekerja akan merasakan kepuasan kerja.
3. Kompensasi dari pekerjaannya yang seimbang dengan pekerjaan yang telah ia
lakukan.
4. Efisiensi Kerja
Dalam hal ini dikaitkan dengan kemampuan seseorang dalam pekerjaannya,
sehingga apabila kepuasan kerja itu ada salah satunya adalah dengan bekerja sesuai
dengan kemampuan masing-masing.
5. Peluang Promosi
Yaitu di mana adanya suatu peluang untuk mendapatkan penghargaan atas prestasi
kerja seseorang dimana diberikan jabatan dan tugas yang lebih tinggi dan disertai
dengan kenaikan gaji. Promosi ini sangat mempengaruhi kepuasan kerja dapat
dihargai dengan dinaikan posisinya disertai gaji yang akan diterimanya.
6. Rekan Kerja Atau Partner Kerja
Kepuasan kerja akan muncul apabila dalam suatu organisasi terdapat hubungan
yang baik. Misalnya anggota kerja mempunyai cara atau sudut pandang atau
kebiasaan yang sama dalam melakukan suatu pekerjaan sehingga dalam bekerja
juga tidak ada hambatan karena terjalin hubungan yang baik.
29. Sedangkan dalam pandangan Islam kepuasan kerja itu terjadi apabila suatu
pekerjaan yang dilakukan dapat membantu orang lain dalam meringankan
pekerjaannya, karena“sebaik-baiknya manusia adalah yang berguna bagi orang
lain”.
Peran motivasi dalam kinerja
Berbagai konsep ringkasan untuk menjelaskan pola perilaku yang
menghasilkan, mengarahkan dan memelihara usaha tertentu sering dikatakan
sebagai Motivasi.Dimana, hasil dari berbagai konsep tersebut akan terlihat dari
bagaimana seorang individu bersikap dalam kehidupannya sehari-hari. Besarnya
motivasi dari seseorang akan berdampak pada sikapnya dalam melaksanakan
pekerjaannya. Ketika seseorang melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan
benar, ia dapat dikatakan memiliki semangat dan motivasi yang tinggi terhadap
pekerjaan tersebut. Dan sebaliknya, ketika seseorang tidak melaksanakan
pekerjaannya dengan baik dan benar serta terlihat tidak serius dalam pekerjaan itu,
ia dapat dikatakan tidak memiliki motivasi terhadap pekerjaan itu.
Terkadang motivasi tidak dapat menjadi patokan seseorang itu melakukan
suatu pekerjaan dengan baik. Hal tersebut disebabkan adanya individu yang
memiliki kemampuan dasar dalam bidang tersebut sehingga ia tidak memerlukan
motivasi yang besar untuk dapat melakukan pekerjaan tersebut. Motivasi dapat
mempengaruhi cara kerja individu yang memiliki kemampuan yang terbatas
terhadap suatu pekerjaan, namun tidak semua individu tersebut dapat menerima dan
menerapkan motivasi tersebut.
Masalah praktis motivasi ini menarik minat psikolog I/O dengan sangat baik,
tetapi mereka mencari solusi dengan cara yang berbeda. Mereka percaya bahwa
memahami bagaimana menguasai masalah motivasi dimulai dengan memahami
kekuatan untuk menghasilkan, mengarahkan, dan memelihara usaha/upaya—yaitu
,dengan mengembangkan teori motivasi yang layak. Ada banyak teori yang ada.
Ada banyak cara untuk mengelompokkan, atau mengklasifikasikan teori-teori itu.
Pengelompokan yang digunakan di sini adalah sederhana dan sesuai dengan tujuan
lebih baik daripada alternatif, tetapi sampai sekarang tidak ada satu metode
klasifikasi yang telah memperoleh penerimaan umum.
30. Salah satu pendekatan yang paling tua dan paling abadi untuk mempelajari
motivasi didasarkan atas dasar pikiran bahwa perilaku dimotivasi oleh kebutuhan
dasar manusia.Hipotesis yang terkait adalah bahwa ciri-ciri kepribadian tertentu
adalah penentu penting usaha atau upaya kerja.Kedua kebutuhan dan karakteristik
kepribadian adalah variabel perbedaan individu yang tidak dapat diamati secara
langsung; mereka disimpulkan dari perilaku yang diamati. Pegawai yang merasa
puas dalam bekerja, yaitu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Selalu datang tepat waktu, artinya pegawai tersebut menghargai pekerjaannya dan
bertanggung jawab atas tugas yang harus dikerjakannya.
Senang dalam melaksanakan pekerjaannya yaitu pekerja dalam bekerja berusaha
menyukai pekerjaan yang dikerjakannya.
Tidak mengeluh terhadap tugas dan pekerjaan yaitu selalu dapat menerima
pekerjaan yang baru dan sulit dengan lapang dada.
Selalu semangat dalam bekerja yaitu pegawai dalam bekerja mempunyai suatu
energi yang penuh dalam bekerja.
Betah berada di tempat kerja yaitu karyawan merasa nyaman berada di tempat
kerja.
Mempunyai hubungan harmonis dengan pegawai lain dan atasannya.
D. MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN EMOSIONAL SDM
Pengertian Teori Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris:
emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai,
mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal
ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan.
Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan
alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional adalah kemampuan
mengenali diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain
(Goleman,2001:512). Seseorang dengan kecerdasan emosional yang berkembang
dengan baik, kemungkinan besar akan berhasil dalam kehidupannya karena mampu
menguasai kebiasaan berfikir yang mendorong produktivitas (Widagdo, 2001).
31. Goleman (2001) membagi kecerdasan emosional yang dapat memperngaruhi
keberhasilan seseorang dalam bekerja ke dalam lima bagian utama yaitu kesadaran
diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan ketrampilan sosial.
Menurut Salovey dan Mayer, 1999 (handbook Emotional Intelligence training,
prime consulting, p.11) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan
emosi, menerima dan membangun emosi dengan baik, memahami emosi dan
pengetahuan emosional sehingga dapat meningkatkan perkembangan emosi dan
intelektual. Salovey juga memberikan definisi dasar tentang kecerdasan emosi
dalam lima wilayah utama yaitu, kemampuan mengenali emosi diri, mengelola
emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang kain, dan kemampuan
membina hubungan dengan orang lain. Seorang ahli kecerdasan emosi, Goleman
(2000, p.8) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan emosi di
dalamnya termasuk kemampuan mengontrol diri, memacu, tetap tekun, serta dapat
memotivasi diri sendiri. Kecakapan tersebut mencakup pengelolaan bentuk emosi
baik yang positif maupun negatif. Purba (1999, p.64) berpendapat bahwa
kecerdasan emosi adalah kemampuan di bidang emosi yaitu kesanggupan
menghadapi frustasi, kemampuan mengendalikan emosi, semamgat optimisme, dan
kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain atau empati.
Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang kecerdasan emosional menurut
para ahli (Mu’tadin, 2002), yaitu:
1) Salovey dan Mayer (1990)
Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk
membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan
perasaan secara mendalam sehingga dapat membantu perkembangan emosi dan
intelektual.
2) Cooper dan Sawaf (1998)
Cooper dan Sawaf (1998) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang
manusiawi. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kecerdasan emosi menuntut seseorang
32. untuk belajar mengakui, menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain serta
menanggapinya dengan tepat dan menerapkan secara efektif energi emosi dalam
kehidupan sehari-hari.
3) Howes dan Herald (1999)
Howes dan Herald (1999) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai komponen
yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya. Lebih lanjut
dijelaskan, bahwa emosi manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri
yang tersembunyi dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasan
emosional akan menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh
tentang diri sendiri dan orang lain.
4) Goleman (2003)
Goleman (2003) mendefiniskan kecerdasan emosional sebagai kemampuan lebih
yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi
kegagalan, mengendalikan emosi, dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan
jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan
emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan, dan mengatur suasana hati.
Goleman (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional terbagi ke dalam lima
wilayah utama, yaitu kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan kemampuan membina
hubungan dengan orang lain. Secara jelas hal tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a) Kesadaran Diri (Self Awareness)
Self Awareness adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan
dalam dirinya dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri
sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri sendiri dan
kepercayaan diri yang kuat.
b) Pengaturan Diri (Self Management)
Self Management adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan
menangani emosinya sendiri sedemikian rupa sehingga berdampak positif pada
pelaksanaan tugas, memiliki kepekaan pada kata hati, serta sanggup menunda
33. kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan mampu pulih kembali dari
tekanan emosi.
c) Motivasi (Self Motivation)
Self Motivation merupakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan
menuntun diri menuju sasaran, membantu pengambilan inisiatif serta bertindak
sangat efektif, dan mampu untuk bertahan dan bangkit dari kegagalan dan frustasi.
d) Empati (Empathy/Social awareness)
Empathy merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakakan orang lain,
mampu memahami perspektif orang lain dan menumbuhkan hubungan saling
percaya, serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe hubungan.
e) Ketrampilan Sosial (Relationship Management)
Relationship Management adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan
baik ketika berhubungan sosial dengan orang lain, mampu membaca situasi dan
jaringan sosial secara cermat, berinteraksi dengan lancar, menggunakan
ketrampilan ini untuk mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan
perselisihan, serta bekerja sama dalam tim.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
a. Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi
kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani
dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila
fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi
proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman,
perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.
b. Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi
berlangsung. Faktor ekstemal meliputi: 1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam
memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan 2) Lingkungan atau situasi
khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan
yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan
34. E. MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI SDM
Sumber Daya Manusia Kapabilitas
Barney (1991) mengemukakan empat kondisi yang harus dipenuhi sebelum suatu
sumber daya dapat disebut sebagai sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan
sebagai berikut:
(1) merupakan sumber daya organisasional yang sangat berharga (valuable),
terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk mengeksploitasi kesempatan
dan atau menetralisasi ancaman dari lingkungan perusahaan.
(2) relative sulit untuk dikembangkan, sehingga menjadi langka di lingkungan
kompetitif.
(3) sangat sulit untuk ditiru atau diimitasi.
(4)tidak dapat dengan muddah digantikan substitute yang secara strategis
signifikan. masalahnya adalah bagaimana “menterjemahkan” berbagai strategi,
kebijakan dan praktik MSDM menjadi keunggulan kompetitif berkelanjutan.
Kompetensi SDM berkarier di Bidang Sumber Daya Manusia
Menurut Covey, Roger dan Rebecca Merrill (1994), kompetensi tersebut
mencakup:
a. Kompetensi teknis : pengetahuan dan keahlian untuk mencapai hasil- hasil yang
telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan persoalan dan mencari alternatif-
alternatif baru
b. Kompetensi Konseptual: kemampuan untuk melihat gambar besar, untuk
menguji berbagai pengandaian dan pengubah prespektif
c. Kompetensi untuk hidup : dan saling ketergantungan kemampuan secara efektif
dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk mendengar, berkomunikasi,
mendapat alternatif ketiga.
35. F. KONSEP AUDIT KINERJA DAN PELAKSANAAN AUDIT KINERJA
Audit kinerja dapat dilaksanakan oleh external auditor maupun
internal auditor. Sesuai amanat UU No.15 Tahun 2004 dan PP No. 60 Tahun 2008.
UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara memberikan mandat dan kewenangan kepada BPK – sebagai
lembaga pemeriksa eksternal – untuk melaksanakan audit kinerja. Di sisi lain, PP
No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah juga
memberikan kewenangan pada Aparat Pengawas Intern Pemerintah untuk
melaksanakan audit kinerja, sebagai suatu bentuk pengawasan. Dengan demikian,
auditor eksternal dan auditor internal perlu berkoordinasi dalam melaksanakan
audit kinerja. Jangan sampai terjadi overlapping. Keduanya harus menjaga
hubungan dan komunikasi yang harmonis agar tercipta konfigurasi audit kinerja
yang baik.
Audit kinerja. Audit kinerja saat ini merupakan genderang perang bagi
Kementerian dan lembaga setelah keluan Keterbukaan Informasi Publik (KIP),
Kementerian dan Lembaga Pemerintah sangat komitmennya untuk meningkatkan
praktik dan kapasitasnya di bidang audit kinerja. Bagaimana perkembangan
audit sektor publik? Apa manfaat yang bisa diperoleh? Bagaimana
Pendekatan digunakan? Setelah pemerintah mengeluarkan UU KIP No 14 Tahun
2008 serta memuat dalalembaran negara Republik Indonesia. Masyarakat
berkeingan mengetahui sejauman uang negara yang berasl dari sektor pajak yang
dibayar warga negara Republik Indonesia yang taat pajak apakah dikelola dengan
baik Dalam arti, apakah uang negara digunakan untuk memperoleh sumber daya
dengan hemat (spend less), digunakan secara efisien (spend well), serta dapat
memberikan hasil optimal yang membawa manfaat bagi masyarakat (spend wisely)
Audit kinerja merupakan metamorfosis dari audit intern (internal audit)
yang kemudian berkembang menjadi audit operasional (operational audit) dan
selanjutnya menjadi audit manajemen (management audit). Audit manajemen
berfokus pada penilaian aspek ekonomi dan efisiensi. Audit manajemen kemudian
dilengkapi dengan audit program (program audit) yang bertujuan untuk menilai
36. efektivitas. Koalisi antara audit manajemen dan audit program inilah yang disebut
sebagai audit kinerja (performance audit).
Audit kinerja merupakan salah satu jenis audit yang dilakukan sebagai
pengembangan diri audit keuangan. Audit kinerja untuk menilai tingkat
keberhasilan kinerja suatu Kementerian/Lembaga Pemerintah, untuk memastikan
sesuai atau tidaknya sasaran yang kegiatan yang menggunakan anggaran. Oleh
karena audit kinerja (performence audit merupakan perluasan dari audit keuangan
yang meliputi : ekonomi, efisien dan efektifitas, maka auditor yang akan
melaksanakan kegiatan harus memperoleh informasi tentan organisasi, meliputi
struktur organisasi, prosedur kerja dan sistem informasi dan pelaporan keuangan
dan kegiatan kepada manajemen.
Manfaat Audit Kinerja,
Audit kinerja dalam pelaksanaannya dapat mengidentifikasi berbagai
masalah yang menuntut adanya pemeriksaan lebih rinci antara lain :
Ø Pengukuran standar atu penetapan penjabaran tujuan oleh manajemen dalam
pengukuran hasil kerja, produktifitas, efisiensi, atau penggunaan barang/jasa yang
kurang tepat.
Ø Tiadanya kejelasan prosedur tertulis atau prosedur berbelitbelit, sehingga bisa
ditafsirkan salah atau tidak konsiten dan menambah pelayanan menjadi lama.
Ø Personil yang kurang cakap, sehingga menimbulkan kelambatan dan kekurangan
lainnya, termasuk kegagalan menerima tanggung jawab yang besar
Ø Beberapa pekerjaan duplikasi atau tumpang tindih, sehingga terjadi
pemborosan dan saling lempar tanggung jawab.
Ø Anggaran yang dipakai tidak tepat sasaran
Ø Pola pembiyaan yang terlalu mewah kurang bermanfaat tidak efisien.
Ø Penggunaan pekerjaan tertangguh, menumpuk dan penyelesaian terlambat.
Ø Banyak pekerja terlalu besar, koordinasi buruk dan personil banyak tidak punya
tugas
37. Ø Pengorganisasian terlau besar, koordinasi buruk dan personil banyak tidak punya
tugas
Ø Pengadaan barang terlalu banyak dengan harga mahal persedian menumpuk.
Dengan adanya audit kinerja seperti diatas segera dapat dihindari. Masalah diatas
dapat diuji dan dianalisis serta dicari solosi agar kedepan kondisi lebih baik, maka
audit kinerja sangat bermanfaat bagi Kementerian/Lembaga
Ø Kehati-hati/kewaspadaan dan kebijakan yang tepat dalam penggunaan sumber
daya dengan selalu membandingkan berbagai alternatif biaya dengan manfaatnya
Ø Kesadaran biaya para pejabat eksekutif yang cukup tinggi dalam pengunaan
dana/anggaran
Ø Kesadaran biaya para pejabat dalam melakasanakan berbagai pekerjaan/prosedur
Ø Perencanaan akan semakin baik dengan terarah dan terpadu
Ø Para pengawai akan semakinkompeten, rajin dan disiplin
Ø Prsedur menjadi sederhana dan efisien, tepi aman, sehingga pelaksanaan yang
lancar
Ø Supervisi kinerja para pejabat akan semakinefektif
Ø Ketidakkompetenan, ketikberean, pemborosan, ketikefesienan dan kecurangan
akan mudah terdeteksi.
Kesimpulan
Pemeriksaan manajemen pada dasarnya sama dengan pemeriksaan
keuangan Prosedur/teknik pemeriksaan yang diterapkan pada umumnya sama
hanya persepsi, kerangka berpikir, pendekatan dan ruang lingkupnya saja yang
berlainan. Audit kinerja bermanfaat untuk membantu pimpinan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab, serta memberikan informasi yang
bermutu, tepat waktu untuk pengambilan keputusan, dalam rangka pencapaian
tujuan yaitu efesiensi dan efektif
operasi
pelaksanaan audit
Apa yang dilakukan oleh seorang auditor pada saat melaksanakan audit
SDM? Seorang auditor memiliki kebebasan yang cukup luas bila tidak ingin
38. dikatakan sangat luas untuk mendapatkan akses informasi dengan melakukan
interaksi dalam berbagai bentuk kegiatan dengan beragam tehnik dan pendekatan.
Penjelasan berikut ini adalah contoh-contoh kegiatan yang bisa dan biasa dilakukan
oleh auditor untuk memperoleh data dan informasi.
Mengamati Kegiatan
Auditor dapat memulai tugasnya dengan mengamati atau melakukan observasi
secara langsung atas aktivitas-aktivitas organisasi dalam perspektif manajemen
SDM. Melalui pengamatan ini auditor dapat mengumpulkan data / informasi dan
mendeteksi apakah terdapat gejala-gejala adanya penyimpangan atau kesenjangan-
kesenjangan yang bersifat kritis atau signifikan sehingga memerlukan perhatian
lebih mendalam. Sebagai contoh, auditor dapat mengamati suatu proses kerja untuk
menilai kompentensi karyawan yang tengah melaksanakan pekerjaan tersebut, atau
mengamati kesibukan karyawan untuk menilai tingkat efisiensi jumlah tenaga kerja
dibandingkan dengan volume pekerjaan yang harus diselesaikan
Informasi signifikan seringkali dapat diperoleh dari pemeriksaan secara langsung
atas berbagai fasilitas pengelolaan SDM, misalnya mengamati kondisi tempat
penyimpanan dokumen-dokumen SDM yang penting dan rahasia. Bagaimana
penanganan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan informasi gaji atau data-
data tenaga kerja yang ada dalam perangkat lunak. Apakah kondisinya aman,
terhindar dari penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak berhak
Meminta Penjelasan atau Menanyakan
Auditor dapat menggali informasi dengan cara meminta penjelasan dari auditee
mengenai objek-objek audit yang telah direncanakan dalam lingkup audit.
Pendekatan audit dengan meminta penjelasan adalah pendekatan audit yang paling
mudah dilakukan. Auditor bebas meminta penjelasan objek apapun yang dipandang
relevan dan signifikan untuk menggali informasi. Untuk mendapatkan informasi
yang banyak maka teknik bertanya auditor sebaiknya menggunakan pertanyaan
terbuka misalnya bagaimana, mengapa, atau dengan kata “tolong jelaskan” Bila
auditor telah memiliki informasi yang telah diperoleh dari perusahaan lain misalnya
39. auditor dapat meminta pendapat auditee mengenai kinerja perusahaan lain
dibandingkan dengan kinerja departemennya. Misalnya auditor meminta penjelasan
mengenai tingginya angka turn-over. Pada saat auditee memberikan penjelasan,
auditor mencatat hal-hal relevan dan signifikan untuk ditanyakan lebih jauh sampai
data dan informasi dirasa cukup untuk membuat suatu kesimpulan. Contoh lainnya,
auditor meminta penjelasan mengenai proyeksi kebutuhan tenaga kerja untuk tiga
tahun kedepan. Apakah perencanaan tenaga kerja telah sejalan dengan strategi dan
kebijakan yang telah ditetapkan oleh direksi.
Meminta Peragaan
Dalam kasus tertentu auditor dapat meminta auditee memperagakan suatu kegiatan
yang sedang diamati. Misalnya auditor meminta seseorang karyawan untuk
memberikan contoh cara perhitungan lembur atau penghitungan pajak penghasilan
karyawan PPh 21. Contoh lain, auditor meminta auditee mencarikan dokumen
seorang karyawan yang tersimpan pada pusat kearsipan di bagian personalia.
Melalui peragaan, auditor bisa menilai apakah ada indikasi permasalahan yang
perlu mendapat perhatian lebih jauh. Contoh permintaan peragaan : “Tolong
tunjukan bagaimana saudara menghitung pajak penghasilan tenaga kerja asing”.
Menelaah Dokumen
Bila perusahaan telah memiliki manual manajemen SDM yang memuat penjelasan
mengenai mekanisme kegiatan manajemen SDM, termasuk program-program
pengembangan SDM secara lengkap dan terekomendasi. Auditor dapat meminjam
dokumen-dokumen tersebut untuk dipelajari atau ditelaah apakah terdapat azas-
azas yang tidak dipatuhi atau sudah using, tidak relevan lagi dengan perkembangan
keadaan atau kebutuhan organisasi. Melalui proses penelaahan dokumen auditor
mencatat berbagai informasi signifikan untuk ditanyakan lebih jauh kepada auditee.
Auditor membandingkan kinerja actual dengan kriteria yang tercantum dalam
dokumen system manajemen SDM perusahaan. Misalnya membandingkan antara
kriteria dan prosedur rekrutmen dengan kebutuhan organisasi secara actual. Apakah
40. masih sejalan? Bila ditemukan adanya indikasi permasalahan yang cukup signifikan
untuk diberikan perhatian, auditor dapat memanggil auditee untuk mendiskusikan
dan mendapatkan penjelasan lebih jauh mengenai masalah tersebut sampai bisa
disimpulkan.
Memeriksa dengan Daftar Periksa
Auditor menyiapkan daftar periksa yang mencakup objek-objek audit atau
permasalahan yang ingin diketahui. Dengan menggunakan daftar periksa auditor
akan terbantu untuk mengingat aspek-aspek yang perlu ditanyakan kepada auditee
selama proses audit. Daftar periksa boleh dibuat untuk satu topic SDM spesifik
misalnya daftar pertanyaan untuk rekrutmen atau kumpulan dari berbagai fungsi
manajemen SDM, misalnya, pelatihan, rekrutmen, penilaian karya, dan sebagainya
dalam satu daftar periksa.
Mencari Bukti-bukti
Dalam proses audit, orientasi auditor adalah mencari informasi dan bukti-bukti
objektif. Bukti objektif dapat berupa catatan, dokumen, atau kondisi factual yang
dapat dianalisa dan dibuktikan kebenarannya. Misalnya auditor telah sampai pada
titik terang bahwa telah terjadi praktek lembur fiktif yang telah berlangsung cukup
lama dan merugikan perusahaan secara moral maupun material, maka auditor perlu
mencari bukti-bukti yang dapat mendukung hasil observasinya atau untuk menguji
kebenaran. Untuk itu auditor perlu mencatat misalnya, nama-nama karyawan yang
diduga melakukan lembur fiktif, mengumpulkan dokumen-dokumen yang terkait
dengan pencatatan lembur, misalnya mencatat kartu absensi karyawan yang
bersangkutan, mengumpulkan formulir perintah lembur yang ditanda-tangani oleh
atasan, dokumen pencatatan jumlah jam lembur dan perhitungan lembur, bahkan
bila perlu meminta copy payroll dari bagian keuangan. Semua dokumen itu dapat
dikategorikan sebagai bukti-bukti objektif. Temuan auditor harus selalu disertai
bukti-bukti objektif untuk menghindari pertanyaan atau perdebatan dengan auditee
yang tidak perlu, saat mendiskusikan temuan
41. Memeriksa Silang
Auditor dapat mengumpulkan data dan informasi dari bagian-bagian lain sebagai
bahan untuk menilai fakta-fakta yang ada pada suatu fungsi yang tengah diaudit.
Misalnya untuk mengecek keabsahan penambahan tenaga kerja yang telah
dilaksanakan oleh unit SDM, maka auditor dapat meminta informasi dari unit
pengguna tenaga kerja tersebut. Apakah proses penambahan tenaga kerja telah
dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan ketentuan procedural yang berlaku.
Mewawancarai Auditee
Auditor dapat mewawancarai beberapa personil pada unit yang sedang diperiksa
untuk meminta penjelasan, menanyakan, mengklarifikasi permasalahan untuk
memperoleh data informasi. Karyawan yang dipilih untuk mewawancarai diundang
ke ruangan yang telah disediakan. Auditor mengarahkan pertanyaan untuk
mendapat informasi mengenai hal-hal yang tengah disoroti, misalnya mencari
sumber penyebab komplik kronis yang terjadi dalam suatu bagian sehingga
berakibat terhambatnya proses kerja dan kualitas hasil kerja dari unit kerja dimana
karyawan tersebut terlibat di dalamnya. Contoh lainnya misalnya auditor
menanyakan masalah proses rekrutmen yang dilalui oleh seorang karyawan apakah
ada penyimpangan dari ketentuan yang berlaku. Untuk audit SA 8000, auditor
bahkan dapat menanyakan hal-hal berkaitan dengan aspek-aspek pelanggaran hak
azasi manusia.
Metode wawancara dapat dengan menggunakan model terpimpin, bisa juga model
bebas. Wawancara terpimpin auditor mengarahkan Tanya jawab sesuai
perencanaan yang telah dibuat. Dalam wawancara bebas, auditor tidak secara ketat
mengendalikan jalannya wawancara, pertanyaanya bisa dibuat bebas oleh auditor
sesuai kebutuhan dan perkembangan dalam wawancara.
Melakukan Survei dengan Angket
42. Audit dengan perangkat angket survey dapat dilakukan untuk pengecekan hal-hal
tertentu, misalnya mengenai tingkat kepuasan kerja, efektivitas komunikasi,
masalah kepemimpinan dan sebagainya. Audit SDM dengan cara survey melalui
angket seperti ini tidak langsung menghasilkan informasi. Data yang masuk perlu
diolah dan hasilnya dianalisa. Dari hasil analisa akan bisa diketahui apakah ada
indikasi awal mengenai aspek-aspek yang ingin diketahui, misalnya rendahnya
tingkat kepuasan kerja, potensi terjadinya pemogokan, atau bentuk-bentuk
pencetusan ketidakpuasan lainnya yang berdampak negative terhadap produktivitas
atau efisiensi. Dari indikasi awal yang diperoleh melalui angket dapat dikaji lebih
lanjut sampai dapat ditarik sebuah kesimpulan atau kepastian.
Melengkapi Informasi dari Sumber Luar
Untuk maksud tertentu, misalnya memperoleh informasi tentang penyebab-
penyebab tingginya angka karyawan yang keluar, auditor dapat mengumpulkan
data primer secara internal dari karyawan dengan pendekatan-pendekatan tertentu.
Atau auditor mengupayakan memperoleh data primer secara eksternal dari mantan
karyawan.
Menilai Data dan Fakta (Menganalisa)
Akhirnya auditor melakukan penilaian atas data dan informasi yang telah
dikumpulkan samapi dapat ditarik suatu kesimpulan. Misalnya auditor ditugaskan
untuk memeriksa program alih teknologi yang dirancang dalam rangka
mempersiapkan tenaga-tenaga local untuk menggantikan tenaga asing dalam
mengoperasikan sebuah pabrik berteknologi tinggi. Program tersebut sesuai
kebijakan top management ditargetkan harus mencapai dalam kurun waktu tiga
tahun terhitung sejak tahun 2001. Tanggung jawab proyek ini dibebankan kepada
divisi SDM.
Ketika menyoroti masalah ini, auditor dapat mengakses berbagai catatan atau bukti
tentang kegiatan yang telah dilaksanakan untuk mengumpulkan data dan informasi
sebagai dasar menilai kemajuan program auditor. Auditor dapat meminta pendapat
43. beberapa pimpinan unit untuk melengkapi data-data yang diperlukan untuk menilai
secara tepat, apakah ada indikasi kesenjangan yang mencolok, sehingga
kemungkinan program alih teknologi akan gagal. Bila ternyata ada tanda-tanda
kegagalan yang cukup jelas dan signifikan, auditor dapat mempermasalahkan lebih
jauh untuk mencari fakta / data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang lebih
pasti.
Menyimpulkan
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari berbagai kegiatan selama proses
audit, diolah menjadi informasi dan akhirnya auditor harus menyimpulkan.
Kesimpulan auditor dapat bersifat positif, artinya tidak ada permasalahan yang
perlu ditindaklanjuti, dan dapat berupa kesimpulan signifikan yang merupakan
temuan audit yang mengandung nilai substansial untuk ditindaklanjuti.
44. BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Tirtha raharja kabupaten bandung diperlukan system evaluasi kinerja
pegawai yang lebih sistematis dan terukur sehingga lebih objektif dan tepat
sasaran yang diharappkan mampu mendorong kineja individu maupun perusaahn
disbanding dengan menggunakan system yang sebelumnya
SARAN
Perusahaan diharpkan dapat terus menjalankan system penilaian kinerja
berbasis kompetensi secara berkesinambungan untuk memotivasi para karyawan
tercapainnya serta tercapainya target bersama.
45. DAFTAR PUSTAKA
-Http///google.com
-Setyowati endah ‘’pengembangan SDM berbasis kompetensi solusi untuk
meningkatkan kinerja organisasi. Artikel teknologi Bandung
-http//googlesideplayerinfo
Http://googlesideplayer.info