Perang Padri meletus di Sumatra Barat antara tahun 1821-1838 antara Kaum Padri yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol melawan penjajah Belanda untuk membersihkan ajaran Islam serta melawan adat-adat yang dianggap merugikan. Perang berakhir setelah Imam Bonjol ditangkap pada 1837 dan wilayah Minangkabau jatuh ke tangan Belanda.
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
SEBAB-PERANGPADRI
1. KELOMPOK 3 XI IIS 1
1. Erfi Dwi Indriastuti (09)
2. Eri Anggraini (10)
3. Fariskha Isnaeni (11)
4. Galang Sansaka M (12)
2.
3. Sebab-sebabTerjadinyaPerangPadri
1. Pada awal abad ke-19, muncul kelompok
gerakan wahabi di Sumatra Barat yang
bertujuan memurnikan kehidupan Islam.
Kelompok pendudung gerakan ini dikenal
sebagai Kaum Padri.
2. Gerakan Kaum Padri mendapat tentanngan
dari kelompok Kaum Adat.
3. Pemerintah kolonial Belanda berpihak pada
Kaum Adat. Pada tanggal 10 Februari 1821,
diadakan perjanjian antara Residen De Puy
dan Tuanku Suruaso ( pimpianan Kaum
Adat ).
4. Berdasarkan perjanjian itu, Belanda
menduduki beberapa daerah di Sumatra
Barat. Peristiwa itu menandai dimulainya
Perang Padri.
4. Datuk Malim Basa ( Tuanku Imam Bonjol ),
Tuanku nan Cerdik,
Tuanku Tambusai,
Tuanku nan Alahan,
Datuk Bandoro,
Tuanku Pasaman,
Tuanku nan Renceh.
5. Perang Paderi meletus di Minangkabau
antara tahun 1821 hingga 1837. Kaum Padri
dipimpin Tuanku Imam Bonjol melawan
penjajah Hindia Belanda.
Gerakan Paderi menentang perbuatan-
perbuatan yang marak waktu itu di
masyarakat Minang, seperti perjudian,
penyabungan ayam, penggunaan madat
(opium), minuman keras, tembakau, sirih,
juga aspek hukum adat matriarkat mengenai
warisan dan umumnya pelaksanaan longgar
kewajiban ritual formal agama Islam.
6. Perang baru berhenti tahun 1838 setelah seluruh bumi Minang ditawan Belanda dan
setahun sebelumnya, 1837, Imam Bonjol ditangkap.
Meskipun secara resmi Perang Paderi berakhir pada tahun kejatuhan benteng Bonjol,
tetapi benteng terakhir Paderi, Dalu-Dalu, di bawah pimpinan Tuanku Tambusai, baru
jatuh tahun 1838. Alam Minangkabau menjadi bagian dari pax neerlandica. Tetapi
pada tahun 1842, pemberontakan Regent Batipuh meletus.
7. Lanjutan....
Belanda menyerang benteng kaum Paderi di
Bonjol dengan tentara yang dipimpin oleh
jenderal dan para perwira Belanda, tetapi yang
sebagian besar terdiri dari berbagai suku,
seperti Jawa, Madura, Bugis, dan Ambon.
Dalam daftar nama para perwira pasukan
Belanda adalah Letnan Kolonel Bauer, Kapten
MacLean, Letnan Satu Van der Tak, dan
seterusnya, tetapi juga nama Inlandsche
(pribumi) seperti Kapitein Noto Prawiro,
Indlandsche Luitenant Prawiro di Logo, Karto
Wongso Wiro Redjo, Prawiro Sentiko, Prawiro
Brotto, dan Merto Poero.
8. Ketika dimulai serangan terhadap benteng
Bonjol, orang-orang Bugis berada di
bagian depan menyerang pertahanan
Paderi.
Belanda menggunakan 2 benteng sebagai
pertahanan selama perang Padri,Fort de
Kock dan Fort van der Capellen di
Batusangkar.
9. Perang Bonjol
Kepala Perang Bonjol ialah Baginda Telabie.
Kepala-kepala lain adalah Tuanku Mudi
Padang, Tuanku Danau, Tuanku Kali Besar,
Haji Mahamed, dan Tuanku Haji Berdada
yang tiap hari dijaga oleh 100 orang. Yang
memberi perintah ialah Tuanku Haji Be Di
Bonjol dengan pertahanan enam meriam di
daerah gunung. Halaman-halaman dikitari
oleh pagar pertahanan dan parit-parit.
10. Pada tahun 1832, benteng Bonjol jatuh ke tangan serdadu
Kompeni. Hal ini memicu kembali peperangan. Pos
Goegoer Sigandang yang dijaga oleh seorang sersan
Belanda dan 18 serdadu dipersenjatai dengan sebuah
meriam pada tahun 1833 diserbu oleh orang-orang
Minang. Mereka membunuh sersan dan seluruh isi
benteng. Kolonel Elout membalas dendam dengan cara
memanggil beberapa pemimpin dari daerah Agam untuk
menghadapnya di Goegoer Sigandang dan 13 orang
menghadap. Atas perintah Kolonel, ke-13 orang itu
digantung semua. Setelah kejadian ini Sultan Bagagarsyah
Alam dari Pagaruyung dibuang ke Batavia.
11. Pemerintah Hindia Belanda kini telah
menyadari bahwa mereka tidak lagi hanya
menghadapi kaum paderi, tetapi masyarakat
Minangkabau. Maka pemerintah pun
mengeluarkan pengumuman yang disebut
Plakat Panjang (1833) berisi sebuah
pernyataan bahwa kedatangan Kompeni ke
Minangkabau tidaklah bermaksud untuk
menguasai negeri ini, mereka hanya datang
untuk berdagang dan menjaga keamanan,
penduduk Minangkabau akan tetap
diperintah oleh para penghulu adat mereka
dan tidak pula diharuskan membayar pajak.
12. Karena usaha Kompeni untuk menjaga
keamanan, mencegah terjadinya "perang
antar-nagari", membuat jalan-jalan,
membuka sekolah, dan sebagainya
memerlukan biaya, maka penduduk
diwajibkan menanam kopi. Akhirnya benteng
Bonjol jatuh juga untuk kedua kalinya pada
tahun 1837.
13. Negosiasi
Residen Belanda mengirim utusan-utusannya
untuk berunding dengan Tuanku Imam Bonjol.
Tuanku menyatakan bersedia melakukan
perundingan dengan Residen atau dengan
komandan militer. Perundingan itu tidak boleh
lebih dari 14 hari lamanya. Selama 14 hari
berkibar bendera putih dan gencatan senjata
berlaku. Tuanku datang ke tempat berunding
tanpa membawa senjata. Tapi perundingan tidak
terlaksana. Tuanku Imam Bonjol yang datang
menemui panglima Belanda untuk berunding,
malah ditangkap dan langsung dibawa ke
Padang, untuk selanjutnya diasingkan ke
14. Nilai – nilai Kejuangan
1. Pantang menyerah
2. Cinta tanah air
3. Kerja sama
4. Berani memperjuangkan hak
5. Rela berkorban
6. Totalitas, loyalitas, profesionalitas.
Sumber :
https://feranianggraini23.wordpress.com/2014/09