Dokumen tersebut membahas tentang dualisme dan monisme dalam hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional di beberapa negara. Negara-negara seperti Belanda, Jerman, dan Prancis cenderung monisme dengan memberikan prioritas kepada hukum internasional. Sedangkan Inggris dan Amerika Serikat lebih menganut dualisme dengan membedakan hukum internasional dan nasional.
1. NAMA : DEWI SARTIKA TENRIAJENG
NIM : B11111049
KELAS :G
ALIRAN MONOISME
1) BELANDA
Ketentuan-ketentuan hukum Internasional dalam Konstitusi belanda yang
diamandemen pada 1987 didasarkan pada dua persoalan. Pertama, parlemen
memiliki hak kontrol yang kuat terhadap Hukum Internasional yang disahkan.
Kedua, kedudukan hukum perjanjian Internasional yang telah diratifikasi secara
hirarki sangat jelas kedudukannya dari hukum nasional. Dalam pasal 66
disebutkan bahwa disebutkan bahwa perjanjian Internasional lebih utama
daripada hukum lokal. Akan tetapi, hanya treaty yang telah mendapatkan
persetujuan dari the State-General dan the Council-State. Persetujuan tersebut
dapat tersurat (express) ataupun tersirat (tacit).
Dalam hal terdapatnya suatu treaty yang bertentangan dengan Konstitusi
diperlukan persetujuan dari dua pertiga suara dari the State-General. Sedangkan
Pasal 93 menyatakan bahwa treaties dan Resolusi organisasi internasional hanya
mengikat setelah dideklarasikan oleh state general. Namun, pemerintah Belanda
merasa wajib untuk ikut serta dalam pembentukan hukum internasional. Sebab,
menurut Pasal 90 menuntut pemerintah untuk turut serta dalam pengembangan
tatanan hukum internasional (the international rule of law). Bagaimanapun Belanda
lebih condong pada rnonisme dengan menyatakan traktat yang ditandatangani
memiliki kekuatan di atas hukum lokal, tanpa mempersoalkan apakah hukum lokal
2. tersebut disahkan setelah atau sebelum traktat ditandatangani. Hal ini sama halnya
dengan perihal hukum kebiasaan internasional yang dinyatakan dapat diterapkan di
negaranya.
2) PRANCIS
Konstitusi Perancis 1958 menyatakan apabila traktat yang telah diratifikasi
dan dipublikasikan dapat berlaku sebagaimana halnya hukum lokal. Tapi,
Konstitusi pun memberikan batasan-batasan yakni dalam hal menyangkut
persoalan-persoalan penting seperti halnya menyangkut status individu ratifikasi
haruslah melalui legislasi. S2 Sebagai contoh dapat kita lihat pernyataan dari Pasal
53 Konstitusi Prancis yang menyatakan:
Traktat, perdamaian, perdagangan, perjanjian-perjanjian umum atau
persetujuan-persetujuan mengenai organisasi internasional, yang dapat membebani
keuangan negara, yang dapat memodifikasi ketentuan legislasi, mengenai status
personal, yang mempengaruhi perubahan wilayah tidak bisa disetujui kecuali
didasarkan pada tuntutan dari hukum itu sendiri (by virtue of a law).
Pada Pasal 54 dinyatakan apabila Dewan Konsitusi (Consel Constituionnel)
menyatakan terdapatnya pertentangan antara ketentuan yang terdapat dalam traktat
dan konstitusi, maka otorisasi untuk melakukan ratifikasi hanya dapat diberikan
dalam hal setelah terhadap konstitusi dilakukan penyesuaian (amandemen) sesuai
dengan tuntutan traktat. Hal ini dicerminkan dalam upaya ratifikasi traktat
Maastricht dan peratifikasian Statuta Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Di
Prancis Menteri Luar Negeri dapat mengeluarkan penafsiran atas ketentuan-
ketentuan yang terdapat dalam traktat. Kemudian penafsiran tersebut dapat
dijadikan pegangan bagi Pengadilan lokal.
3. 3) JERMAN
GRUNDGESETZ (UUD Jerman) mengatakan bahwa ketentuan Hukum
Internasional (termasuk perjanjian internasional) merupakan bagian dari hukum
nasional Jerman. Ketentuan demikian lebih tinggi kedudukannya daripada UU
Nasional dan langsung mengakibatkan hak dan kewajiban bagi penduduk
wilayah federasi Jerman. (Monisme dengan Primat H.I.)
DUALISME
1) INGGRIS
Dalam praktek hubungan hukum internasional dan hukum nasional, Inggris
membedakan hukum internasional yang bersumberkan pada kebiasaan-kebiasaan
internasional, dengan kaedah yang bersumber pada traktat-traktat atau perjanjian
internasional.
Kaedah hukum internasional yang bersumber pada kebiasaan internasional
dianggap merupakan bagian dari hukum Negara dan akan diberlakukan demikian
oleh pengadilan-pengadilan nasional Inggris, dengan dua syarat 1) Kaedah-kaedah
tersebut tidak bertentangan dengan perundang-undangan Inggris, baik yang ada
sebelum atau setelah adanya kaedah kebiasaan internasional tersebut 2) Ruang
lingkup pemberlakuan kaedah kebiasaan itu ditentukan oleh pengadilan tertinggi
Inggris sehingga pengadilan-pengadilan lainnya akan terikat oleh keputusan
tersebut walapun nantinya muncul kaedah kebiasaan internasional yang berbeda.
4. Para yuris di Inggris berbeda pandangan mengenai pemberlakuan langsung
kaedah kebiasaan internasional sebagai bagian dari hukum nasional. Pengadilan
Inggris menghormati hak-hak prerogatif Mahkota, sehingga kebijakan yang
dikeluarkannya atas nama lembaga eksekutif dan dianggap sebagai tindakan
Negara (Act of State) tidak dipermasalahkan oleh pengadilan nasional meskipun
bertentangan dengan kaedah hukum internasional, seperti pernyataan perang dan
pengakuan atas Negara-negara secara de facto atau de jure.
Sedangkan kaedah hukum internasional yang berdasarkan atas traktat atau
perjanjian, Inggris memberikan hak perundingan, penandatanganan dan ratifikasi
kepada Mahkota secara prerogatif. Kaedah dalam traktat tersebut dapat
diberlakukan langsung di wilayah hukum Inggris tanpa proses inkorporasi khusus
dan dapat mengakibatkan perubahan pada hukum nasional tanpa harus meminta
persetujuan parlemen, kecuali dalam beberapa hal:
1. Traktat yang memepengaruhi hak perdata warga Negara Inggris,
menyangkut perubahan pada Common Law, mengakibatkan
penambahan kekuasaan Mahkota dan yang memebebankan kewajiban
finansial kepada pemerintah Inggris baik secara langsung maupun
tidak. Dalam hal ini harus dengan persetujuan parlemen dengan
menerbitkan undang-undang khusus tentang hal-hal terkait.
2. Traktat yang secara tegas harus mendapatkan persetujuan parlemen.
3. Traktat yang menyangkut penyerahan wilayah Inggris.
Jadi, dalam praktek pemberlakuan kaedah hukum internasional ke dalam
wilayah nasional Inggris menganut paham dualisme, bahwa kedua hukum terpisah
dari sisi kaedah, tetapi hukum internasional dapat berlaku di Inggris melalui proses
inkorporasi langsung jika landasannya adalah kebiasaan internasional. Jika
5. landasannya adalah perjanjian, hukum internasional dapat berlaku di wilayah
nasional dengan kehendak Kerajaan tanpa persetujuan parlemen di beberapa hal,
dan menuntut persetujuan parlemen di beberapa hal yang lain.
Menganut suatu ajaran bahwa Hukum Internasional adalah hukum negara
(Doktrin inkorporasi/ Incorporation Doctrine), yaitu merupakan satu kesatuan.
Di Inggris dipakai secara mutlak pada abad 18-19, tidak dibedakan sumber Hukum
Internasional
Namun kemudian terjadi perubahan di Inggris doktrin tersebut tidak lagi
diterima secara mutlak. Namun berlakunya harus dibedakan
a. Hukum kebiasaan Internasioanl (Customary International Law)
b. Hukum Internasional yang tertulis (traktat, konvensi, perjanjian)
Pada hukum kebiasaan internasional berlakku dengan 2 pengecualian
a. Berlaku bila hukum kebiasaan internasional tidak bertentangan dengan suatu
UU.
b. Sekali ketentuan hukum kebiasaan internasional ditetapkan oleh putusan
MA, maka semua pengadilan terikat oleh keputusan itu, sekalipun kemudian
terjadi perkembangan suatu ketentuan hukum kebiasaan internasional yang
bertentangan. Selain itu ketentuan hukum kebiasaan internasional yang
bersangkutan harus merupakan ketentuan yang umum, yang diterima
masyarakat internasional.
Pada Hukum Internasional tertulis, yang bersumber pada perjanjian di Inggris
adalah :
6. a. Yang memerlukan persetujuan parlemen, maka perlu adanya perundangan
dalam Hukum Nasional terlebih dahulu.
b. Perjanjian lainnya yang tidak begitu penting yang hanya perlu
penandatanganan langsung berlaku/mengikat.
Di Inggris dibedakan antara perjanjian yang memerlukan persetujuan dari
parlemen dan perjanjian yang tidak memerlukan persetujuan parlemen.
Untuk dapat berlakunya perjanjian yang memerlukan persetujuan parlemen perlu
pengundangan nasional terlebih dahulu.
Perundangan yang termasuk memerlukan persetujuan parlemen di Inggris :
1. yang memerlukan diadakan dalam perubahan dalam perundang-undangan
nasional
2. yang mengakibatkan perubahan dalam status/batas wilayah negara
3. yang mempengaruhi hak sipil Warga Negara Inggris/memerlukan
penambahan wewenang/kekuasaan pada raja (Ratu Inggris)
4. menambah beban keuangan secara langsung/tidak pada pemerintah Inggris.
2) AMERIKA
Dalam praktek di Amerika Serikat. mengenai hubungan antara Hukum
Nasional dan Hukum Perjanjian Internasional yang menentukan adalah
ketentuan tertulis konstitusi Amerika Serikat, mengenai hal ini dan bukan
perimbangan/akomodasi antara hak dan wewenang executive dan parlemen
seperti di Inggris yang berdasarkan praktek dan kebiasaan. Disamping itu yang
menentukan ialah pembedaan yang dibuat berdasarkan keputusan pengadilan di
Amerika Serikat antara self executing dan non self executing treaties.
7. Menurut praktek di Amerika Serikat, apabila ada suatu perjanjian
internasional tidak bertentangan dengan konstitusi dan termasuk golongan
perjanjian yang self executing, maka isi perjanjian tersebut dianggap menjadi
bagian hukum yang berlaku di Amerika serikat. tanpa memerlukan pengundangan
melalui perundang-undangan nasional. Namun perjanjianyang tidak termasuk
golongan self executing yang berlaku dengan sendirinya baru dianggap mengikat
pengadilan di Amerika Serikat. setelah adanya perundang-undangan yang
menjadikannya berlaku sebagai hukum.