SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara;
kedaulatan atau hak berdaulat negara;
hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
pembentukan kaidah hukum baru;
pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Asas Perjanjian Internasional
a. Courtesy, yaitu asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan Negara.
b. Bonafides, yaitu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang dilakukan harus didasari oleh iktikad baik.
c. Reciprositas, yaitu asas yang menyatakan bahwa tindakan suatu Negara terhadap Negara lain dapat dibalas setimpal.
d. Egality Rights, yaitu asas yang menentukan bahwa pihak yang aling mengadakan hubungan mempunyai kedudukan yang
sama.
e. Rebus Sig Stantibus, yaitu asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar dalam keadaan yang bertalian
dengan perjanjian itu.
f. Pacta Sunt Servanda, yaitu asas yang menyatakan bahwa setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati.
Subjek Hukum Perjanjian Internasional
Sumber: http://id.shvoong.com/books/dictionary/2297914-asas-perjanjian-internasional/#ixzz2LYzlMg4b
GLISH VERSION | | POLITICAL STUDIES | | BIOGRAPHY |
W E D N E S D A Y , J A N U A R Y 0 2 , 2 0 0 8
Perjanjian Internasional (2)
PROSES PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
MENJADI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA
I. Latar Belakang
Hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional dalam sistem
tata hukum merupakan hal yang sangat menarik baik dilihat dari sisi teori hukum atau ilmu
hukum maupun dari sisi praktis. Kedudukan hukum internasional dalam tata hukum secara
umum didasarkan atas anggapan bahwa hukum internasional sebagai suatu jenis atau
bidang hukum merupakan bagian dari hukum pada umumnya. Anggapan ini didasarkan
pada kenyataan bahwa hukum internasional sebagai suatu perangkat ketentuan dan asas
yang efektif yang benar-benar hidup dalam kenyataan sehingga mempunyai hubungan yang
efektif dengan ketentuan dan asas pada bidang hukum lainnya. Bidang hukum lainnya yang
paling penting adalah bidang hukum nasional.
Hal ini dapat dilihat dari interaksi masyarakat internasional dimana peran negara sangat
penting dan mendominasi hubungan internasional. Karena peran dari hukum nasional
negara-negara dalam memberikan pengaruh dalam kancah hubungan internasional
mengangkat pentingnya isu bagaimana hubungan antara hukum internasional dan hukum
nasional dari sudut pandang praktis.
Dalam memahami berlakunya hukum internasional terdapat dua teori, yaitu teori
voluntarisme,[1] yang mendasarkan berlakunya hukum internasional pada kemauan negara,
dan teori objektivis[2] yang menganggap berlakunya hukum internasional lepas dari
kemauan negara.[3]
Perbedaan pandangan atas dua teori ini membawa akibat yang berbeda dalam memahami
hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional. Pandangan teori voluntarisme
memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum yang
berbeda, saling berdampingan dan terpisah. Berbeda dengan pandangan teori objektivis
yang menganggap hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum
dalam satu kesatuan perangkat hukum.
II. Teori Keberlakuan Hukum Internasional
A. Aliran Dualisme
Aliran dualisme bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum internasional bersumber
pada kemauan negara, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem
atau perangkat hukum yang terpisah.[4]
Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh aliran dualisme untuk menjelaskan hal ini:
1. Sumber hukum, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional dan hukum
internasional mempunyai sumber hukum yang berbeda, hukum nasional bersumber
pada kemauan negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan
bersama dari negara-negara sebagai masyarakat hukum internasional;
2. Subjek hukum internasional, subjek hukum nasional adalah orang baik dalam
hukum perdata atau hukum publik, sedangkan pada hukum internasional adalah
negara;
3. Struktur hukum, lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum pada
realitasnya ada mahkamah dan organ eksekutif yang hanya terdapat dalam hukum
nasional. Hal yang sama tidak terdapat dalam hukum internasional.
4. Kenyataan, pada dasarnya keabsahan dan daya laku hukum nasional tidak
dipengaruhi oleh kenyataan seperti hukum nasional bertentangan dengan hukum
internasional. Dengan demikian hukum nasional tetap berlaku secara efektif
walaupun bertentangan dengan hukum internasional.[5]
Maka sebagai akibat dari teori dualisme ini adalah kaidah-kaidah dari perangkat hukum
yang satu tidak mungkin bersumber atau berdasar pada perangkat hukum yang lain. Dengan
demikian dalam teori dualisme tidak ada hirarki antara hukum nasional dan hukum
internasional karena dua perangkat hukum ini tidak saja berbeda dan tidak bergantung satu
dengan yang lain tetapi juga terlepas antara satu dengan yang lainnya.
Akibat lain adalah tidak mungkin adanya pertentangan antara kedua perangkat hukum
tersebut, yang mungkin adalah renvoi.[6] Karena itu dalam menerapkan hukum
internasional dalam hukum nasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional.
B. Aliran Monisme
Teori monisme didasarkan pada pemikiran bahwa satu kesatuan dari seluruh hukum yang
mengatur hidup manusia.[7] Dengan demikian hukum nasional dan hukum internasional
merupakan dua bagian dalam satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur
kehidupan manusia. Hal ini berakibat dua perangkat hukum ini mempunyai hubungan yang
hirarkis. Mengenai hirarki dalam teori monisme ini melahirkan dua pendapat yang berbeda
dalam menentukan hukum mana yang lebih utama antara hukum nasional dan hukum
internasional.
Ada pihak yang menganggap hukum nasional lebih utama dari hukum internasional. Paham
ini dalam teori monisme disebut sebagai paham monisme dengan primat hukum nasional.
Paham lain beranggapan hukum internasional lebih tinggi dari hukum nasional. Paham ini
disebut dengan paham monisme dengan primat hukum internasional. Hal ini dimungkinkan
dalam teori monisme.
Monisme dengan primat hukum nasional, hukum internasional merupakan kepanjangan
tangan atau lanjutan dari hukum nasional atau dapat dikatakan bahwa hukum internasional
hanya sebagai hukum nasional untuk urusan luar negeri.[8] Paham ini melihat bahwa
kesatuan hukum nasional dan hukum internasional pada hakikatnya adalah hukum
internasional bersumber dari hukum nasional. Alasan yang kemukakan adalah sebagai
berikut:
1. tidak adanya suatu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan
negara-negara;
2. dasar hukum internasional dapat mengatur hubungan antar negara terletak pada
wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional yang berasal dari
kewenangan yang diberikan oleh konstitusi masing-masing negara.[9]
Monisme dengan primat hukum internasional, paham ini beranggapan bahwa hukum
nasional bersumber dari hukum internasional.[10] Menurut paham ini hukum nasional
tunduk pada hukum internasional yang pada hakikatnya berkekuatan mengikat berdasarkan
pada pendelegasian wewenang dari hukum internasional.
Pada kenyataannya kedua teori ini dipakai oleh negara-negara dalam menentukan
keberlakuan dari hukum internasional di negara-negara. Indonesia sendiri menganut teori
dualisme dalam menerapkan hukum internasional dalam hukum nasionalnya.
III. Perjanjian Internasional sebagai Sumber Hukum Internasional
Dalam hukum internasional terdapat beberapa sumber hukum internasional. Menurut
sumber tertulis yang ada terdapat dua konvensi yang menjadi rujukan apa saja yang menjadi
sumber hukum internasional. Pada Konvensi Den Haag XII, Pasal 7, tertanggal 18 Oktober
1907, yang mendirikan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut (International
Prize Court) dan dalam Piagam Mahkamah Internasional Permanen, Pasal 38 tertanggal 16
Desember 1920, yang pada saat ini tercantum dalam Pasal 38 Piagam Mahkamah
Internasional tertanggal 26 Juni 1945.[11]
Sesuai dengan dua dokumen tertulis tersebut yang berisi penunjukan pada sumber hukum
formal, hanya dua dokumen yang penting untuk dibahas, yaitu Piagam Mahkamah
Internasional Permanen dan Piagam Mahkamah Internasional. Ini disebabkan karena
Mahkamah Internasional mengenai Perampasan Kapal tidak pernah terbentuk, karena tidak
tercapainya minimum ratifikasi. Dengan demikian Pasal 38 Mahkamah Internasional
Permanen dan Pasal 38 ayat 1 Mahkamah Internasional, dengan demikian hukum positif
yang berlaku bagi Mahkamah Internasional dalam mengadili perkara yang diajukan
dihadapannya adalah:
1. Perjanjian Internasional;
2. Kebiasaan Internasional;
3. Prinsip Hukum Umum;
4. Keputusan Pengadilan dan ajaran para sarjana yang terkemuka dari berbagai negara
sebagai sumber tambahan untuk menetapkan hukum.[12]
Perjanjian internasional yang dimaksud adalah perjanjian yang dibuat atau dibentuk oleh
dan diantara anggota masyarakat internasional sebagai subjek hukum internasional dan
bertujuan untuk mengakibatkan hukum tertentu.[13]
Dewasa ini dalam hukum internasional kecendrungan untuk mengatur hukum internasional
dalam bentuk perjanjian intenasional baik antar negara ataupun antar negara dan organisasi
internasioanal serta negara dan subjek internasional lainnya telah berkembang dengan
sangat pesat, ini disebabkan oleh perkembangan yang pesat dari masyarakat internasional,
termasuk organisasi internasional dan negara-negara.
Perjanjian internasional yang dibuat antara negara diatur dalam Vienna Convention on the
Law of Treaties (Konvensi Wina) 1969. Konvensi ini berlaku (entry into force) pada 27
Januari 1980. Dalam Konvensi ini diatur mengenai bagaimana prosedur perjanjian
internasional sejak tahap negosiasi hingga diratifikasi menjadi hukum nasional.[14]
Banyak istilah yang digunakan untuk perjanjian internasional diantaranya adalah traktat
(treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statute), charter, deklarasi, protokol,
arrangement, accord, modus vivendi, covenant, dan lain-lain. Semua ini apapun namanya
mempunyai arti yang tidak berbeda dengan perjanjian internasional.[15]
Dalam praktik beberapa negara perjanjian internasional dapat dibedakan menjadi dua
golongan. Golongan pertama adalah perjanjian yang dibentuk melalui tiga tahap
pembentukan yakni perundingan, penandatanganan dan ratifikasi.[16] Golongan yang
kedua adalah perjanjian yang dibentuk melalui dua tahap, yaitu perundingan dan
penandatanganan.[17] Untuk golongan pertama biasanya dilakukan untuk perjanjian yang
dianggap sangat penting sehingga memerlukan persetujuan dari dari badan yang memiliki
hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making power). Hal ini biasanya berdasarkan
alasan adanya pembentukan hukum baru atau menyangkut masalah keuangan negara.
Sedangkan golongan kedua lebih sederhana, perjanjian ini tidak dianggap begitu penting
dan memerlukan penyelesaian yang cepat.
Selanjutnya apa yang menjadi ukuran suatu perjanjian mana yang termasuk golongan yang
penting, sehingga memerlukan ratifikasi dari Dewan Perwakilan Rakyat dan perjanjian
mana yang tidak di Indonesia.
Proses pembentukan Perjanjian Internasional, menempuh berbagai tahapan dalam
pembentukan perjanjian internasional, sebagai berikut:
1. Penjajakan: merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding
mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.
2. Perundingan: merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah-
masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional.
3. Perumusan Naskah: merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian
internasional.
4. Penerimaan: merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan
dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas
naskah awal hasil perundingan dapat disebut "Penerimaan" yang biasanya dilakukan
dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh
ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan
(acceptance/approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu negara
pihak atas perubahan perjanjian internasional.
5. Penandatanganan : merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk
melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua
pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian internasional
bukan merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak. Keterikatan terhadap
perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan
(ratification/accession/acceptance/approval).
IV. Pengesahan Pernjanjian Internasional di Indonesia
Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah Indonesia dengan
pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasional
lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan
subjek hukum internasional lainnya. Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu
perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undang-undang.
Sebelum adanya Undang-Undang No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional,
kewenangan untuk membuat perjanjian internasional seperti tertuang dalam Pasal 11
Undang Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa Presiden mempunyai kewenangan untuk
membuat perjanjian internasional dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 11
UUD 1945 ini memerlukan suatu penjabaran lebih lanjut bagaimana suatu perjanjian
internasional dapat berlaku dan menjadi hukum di Indonesia. Untuk itu melalui Surat
Presiden No. 2826/HK/1960 mencoba menjabarkan lebih lanjut Pasal 11 UUD 1945
tersebut.[18]
Pengaturan tentang perjanjian internasional selama ini yang dijabarkan dalam bentuk Surat
Presiden No. 2826/HK/1960, tertanggal 22 Agustus 1960, yang ditujukan kepada Ketua
Dewan Perwakilan Rakyat, dan telah menjadi pedoman dalam proses pengesahan perjanjian
internasional selama bertahun-tahun.[19] Pengesahan perjanjian internasional menurut
Surat Presiden ini dapat dilakukan melalui undang-undang atau keputusan presiden,
tergantung dari materi yang diatur dalam perjanjian internasional. Tetapi dalam prateknya
pelaksanaan dari Surat Presiden ini banyak terjadi penyimpangan sehingga perlu untuk
diganti dengan Undang-Undang yang mengatur secara khusus mengenai perjanjian
internasional.
Hal ini kemudian yang menjadi alasan perlunya perjanjian internasional diatur dalam
Undang-Undang No. 24 Tahun 2000. Dalam Undang Undang No. 24 Tahun 2000, adapun
isi yang diatur dalam undang-undang tersebut adalah:
Ketentuan Umum
Pembuatan Perjanjian Internasional
Pengesahan Perjanjian Internasional
Pemberlakuan Perjanjian Internasional
Penyimpanan Perjanjian Internasional
Pengakhiran Perjanjian Internasional
Ketentuan Peralihan
Ketentuan Penutup[20]
Dalam pengesahan perjanjian internasional terbagi dalam empat kategori, yaitu:
1. Ratifikasi (ratification), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu
perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian internasional;
2. Aksesi (accesion), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian
internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian;
3. Penerimaan (acceptance) atau penyetujuan (approval) yaitu pernyataan menerima
atau menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas
perubahan perjanjian internasional tersebut;
4. Selain itu juga ada perjanjian-perjanjian internasional yang sifatnya self-
executing(langsung berlaku pada saat penandatanganan).
Dalam suatu pengesahan perjanjian internasional penandatanganan suatu perjanjian tidak
serta merta dapat diartikan sebagai pengikatan para pihak terhadap perjanjian tersebut.
Penandatanganan suatu perjanjian internasional memerlukan pengesahan untuk dapat
mengikat. Perjanjian internasional tidak akan mengikat para pihak sebelum perjanjian
tersebut disahkan.
Seseorang yang mewakili pemerintah dengan tujuan menerima atau menandatangani
naskah suatu perjanjian atau mengikatkan negara terhadap perjanjian internasional,
memerlukan Surat Kuasa (Full Powers).[21] Pejabat yang tidak memerlukan surat kuasa
adalah Presiden dan Menteri.
Tetapi penandatanganan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerjasama teknis
sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berada dalam
lingkup kewenangan suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah, baik departemen
maupun non-departemen, dilakukan tanpa memerlukan surat kuasa.
Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah dilakukan sepanjang dipersyaratkan
oleh perjanjian interansional tersebut. Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan
berdasarkan ketetapan yang disepakati oleh para pihak. Perjanjian internasional yang
memerlukan pengesahan mulai berlaku setelah terpenuhinya prosedur pengesahan yang
diatur dalam undang-undang.[22]
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan
Presiden.[23] Pengesahan dengan undang-undang memerlukan persetujuan
DPR.[24]Pengesahan dengan keputusan Presiden hanya perlu pemberitahuan ke DPR.[25]
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui undang-undang apabila berkenaan
dengan:
masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara;
kedaulatan atau hak berdaulat negara;
hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
pembentukan kaidah hukum baru;
pinjaman dan/atau hibah luar negeri.[26]
Di dalam mekanisme fungsi dan wewenang, DPR dapat meminta pertanggung jawaban atau
keterangan dari pemerintah mengenai perjanjian internasional yang telah dibuat. Apabila
dipandang merugikan kepentingan nasional, perjanjian internasional tersebut dapat
dibatalkan atas permintaan DPR, sesuai dengan ketentuan yang ada dalam undang-undang
No. 24 tahun 2000.
Indonesia sebagai negara yang menganut paham dualisme, hal ini terlihat dalam Pasal 9
ayat 2 UU No. 24 tahun 2000, dinyatakan bahwa:
”Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilakukan
dengan undang-undang atau keputusan presiden.”
Dengan demikian pemberlakuan perjanjian internasional ke dalam hukum nasional
indonesia tidak serta merta. Hal ini juga memperlihatkan bahwa Indonesia memandang
hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua sistem hukum yang berbeda dan
terpisah satu dengan yang lainnya.
Perjanjian internasional harus ditransformasikan menjadi hukum nasional dalam bentuk
peraturan perundang-undangan. Perjanjian internasional sesuai dengan UU No. 24 tahun
2000, diratifikasi melalui undang-undang dan keputusan presiden. Undang-undang
ratifikasi tersebut tidak serta merta menjadi perjanjian internasional menjadi hukum
nasional Indonesia, undang-undang ratifikasi hanya menjadikan Indonesia sebagai negara
terikat terhadap perjanjian internasional tersebut. Untuk perjanjian internasional tersebut
berlaku perlu dibuat undang-undang yang lebih spesifik mengenai perjanjanjian
internasional yang diratifikasi, contoh Indonesia meratifikasi International Covenant on
Civil and Political Rights melalui undang-undang, maka selanjutnya Indonesia harus
membuat undang-undang yang menjamin hak-hak yang ada di covenant tersebut dalam
undang-undang yang lebih spesifik.
Perjanjian internasional yang tidak mensyaratkan pengesahan dalam pemberlakuannya,
biasanya memuat materi yang bersifat teknis atau suatu pelaksana teknis terhadap
perjanjian induk. Perjanjian internasional seperti ini dapat lansung berlaku setelah
penandatanganan atau pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik, atau melalui cara
lain yang disepakati dalam perjanjian oleh para pihak.
Perjanjian yang termasuk dalam kategori ini diantaranya adalah perjanjian yang materinya
mengatur secara teknis kerjasama bidang pendidikan, sosial, budaya, pariwisata,
penerangan kesehatan, pertanian, kehutanan dan kerjasam antar propinsi atau kota.
Perjanjian internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah memenuhi
ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut.
***
Catatan: Tulisan ini merupakan resume dari salah satu hasil penelitian yang dibuat penulis
bersama tim lainnya dalam "Pengujian Undang-undang yang Mensahkan Perjanjian
Internasional".
Endnotes:
[1] Teori-teori yang mendasarkan berlakunya hukum internasional itu pasa kehendak negara
ini merupakan pencerminan dari teori kedaulatan dan aliran positivisme yang menguasai
pemikiran ilmu hukum di Eropa pada abad ke 19.
[2] Teori ini menghendaki adanya suatu norma hukum yang merupakan dasar terakhir
kekuatan mengikat hukum internasional. Akhir dari puncak kaidah hukum terdapat kaidah
dasar (Grundnorm) yang tidak dapat lagi dikembalikan pada suatu kaidah yang lebih tinggi.
Kelsen dianggap sebagai bapak dari mazhab Wina, yang mempengaruhi teori Objektivis ini.
[3] Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Jakarta 2003, hal
56
[4] I A Shearer, Starke’s International Law, 11th ed., Butterworths, USA, 1984, hal 64, Aliran
ini pernah sangat berpengaruh di Jerman dan Italia. Para pemuka aliran ini adalah Triepel
dan Anziloti.
[5] Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Alumi, Bandung 2003, hal
57-56.
[6] Loc. cit.
[7] Ibid, hal 65.
[8] Op. cit., hal 61
[9] Ibid
[10] Ibid, hal 62, Paham ini dikembangkan oleh mazhab Wina (Kunz, Kelsen dan Verdross)
[11] Ibid, hal 114
[12] Shearer, hal 29
[13] Op. cit., hal 117
[14] Vienna Convention on the Law of Treaties, Vienna 1969
[15] Op. cit., hal 119

More Related Content

What's hot

Bab v sistem hukum & peradilan internasional
Bab v sistem hukum & peradilan internasionalBab v sistem hukum & peradilan internasional
Bab v sistem hukum & peradilan internasionalAnnisa Khoerunnisya
 
Sistem hukum dan peradilan internasional
Sistem hukum dan peradilan internasionalSistem hukum dan peradilan internasional
Sistem hukum dan peradilan internasionalrradityaaa
 
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalOperator Warnet Vast Raha
 
Pkn sistem hukum internasional
Pkn   sistem hukum internasionalPkn   sistem hukum internasional
Pkn sistem hukum internasionalSharas Charlotha
 
PKn Kelas 11 - Sistem Hukum Internasional
PKn Kelas 11 - Sistem Hukum InternasionalPKn Kelas 11 - Sistem Hukum Internasional
PKn Kelas 11 - Sistem Hukum InternasionalYudistira Ydstr
 
Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Penegakan Hukum Pidana Internasional
  Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Penegakan Hukum Pidana Internasional  Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Penegakan Hukum Pidana Internasional
Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Penegakan Hukum Pidana InternasionalDanelAditiaSitungkir
 
PKN - Sistem Hukum dan Peradilan Internasional
PKN - Sistem Hukum dan Peradilan InternasionalPKN - Sistem Hukum dan Peradilan Internasional
PKN - Sistem Hukum dan Peradilan InternasionalKiki Evi Wahyuliana
 
Hukum internasional
Hukum internasionalHukum internasional
Hukum internasionalNur Anwar
 
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasionalIstilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasionalAnastasia Sevenfold
 
Presentasi kelompok 1 hukum internasional
Presentasi kelompok 1 hukum internasionalPresentasi kelompok 1 hukum internasional
Presentasi kelompok 1 hukum internasionalFranky L. Tobing
 
Sumber hukum internasional
Sumber hukum internasionalSumber hukum internasional
Sumber hukum internasionalNuelnuel11
 
Tugas slide hukum internasional
Tugas slide hukum internasionalTugas slide hukum internasional
Tugas slide hukum internasionalVe YosArian'
 
hukum internasional
hukum internasionalhukum internasional
hukum internasionalNova Rizky
 
Pengantar Hukum internasional
Pengantar Hukum internasional Pengantar Hukum internasional
Pengantar Hukum internasional Devindra Oktaviano
 

What's hot (19)

Bab v sistem hukum & peradilan internasional
Bab v sistem hukum & peradilan internasionalBab v sistem hukum & peradilan internasional
Bab v sistem hukum & peradilan internasional
 
Sistem hukum dan peradilan internasional
Sistem hukum dan peradilan internasionalSistem hukum dan peradilan internasional
Sistem hukum dan peradilan internasional
 
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
 
Sumber hukum internasional
Sumber hukum internasionalSumber hukum internasional
Sumber hukum internasional
 
Pkn sistem hukum internasional
Pkn   sistem hukum internasionalPkn   sistem hukum internasional
Pkn sistem hukum internasional
 
Pkn Kel 4
Pkn Kel 4Pkn Kel 4
Pkn Kel 4
 
PKn Kelas 11 - Sistem Hukum Internasional
PKn Kelas 11 - Sistem Hukum InternasionalPKn Kelas 11 - Sistem Hukum Internasional
PKn Kelas 11 - Sistem Hukum Internasional
 
Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Penegakan Hukum Pidana Internasional
  Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Penegakan Hukum Pidana Internasional  Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Penegakan Hukum Pidana Internasional
Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Penegakan Hukum Pidana Internasional
 
PKN - Sistem Hukum dan Peradilan Internasional
PKN - Sistem Hukum dan Peradilan InternasionalPKN - Sistem Hukum dan Peradilan Internasional
PKN - Sistem Hukum dan Peradilan Internasional
 
Hukum internasional
Hukum internasionalHukum internasional
Hukum internasional
 
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasionalIstilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
 
Hukum internasional
Hukum internasionalHukum internasional
Hukum internasional
 
Presentasi kelompok 1 hukum internasional
Presentasi kelompok 1 hukum internasionalPresentasi kelompok 1 hukum internasional
Presentasi kelompok 1 hukum internasional
 
Sumber hukum internasional
Sumber hukum internasionalSumber hukum internasional
Sumber hukum internasional
 
Tugas slide hukum internasional
Tugas slide hukum internasionalTugas slide hukum internasional
Tugas slide hukum internasional
 
hukum internasional
hukum internasionalhukum internasional
hukum internasional
 
Hukum Internasional
Hukum InternasionalHukum Internasional
Hukum Internasional
 
Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Chapter ii
 
Pengantar Hukum internasional
Pengantar Hukum internasional Pengantar Hukum internasional
Pengantar Hukum internasional
 

Viewers also liked

Perwakilan diplomatik
Perwakilan diplomatikPerwakilan diplomatik
Perwakilan diplomatikRochimudin
 
Peran serta masyarakat dalam penegakan ham di indonesia
Peran serta masyarakat dalam penegakan ham di indonesiaPeran serta masyarakat dalam penegakan ham di indonesia
Peran serta masyarakat dalam penegakan ham di indonesiaRohmatul Uslah
 
Lembaga lembaga negara menurut undang-undang dasar 1945
Lembaga lembaga negara menurut undang-undang dasar 1945Lembaga lembaga negara menurut undang-undang dasar 1945
Lembaga lembaga negara menurut undang-undang dasar 1945Operator Warnet Vast Raha
 
Makalah persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat
Makalah persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakatMakalah persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat
Makalah persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakatPhoto Setudio Planet solo grand mall
 
Zaman Paleolitikum (Batu Tua) kelas X SMA sem.1
Zaman Paleolitikum (Batu Tua) kelas X SMA sem.1Zaman Paleolitikum (Batu Tua) kelas X SMA sem.1
Zaman Paleolitikum (Batu Tua) kelas X SMA sem.1Aulia Safitri
 
Bab 3 perwakilan diplomatik
Bab 3 perwakilan diplomatikBab 3 perwakilan diplomatik
Bab 3 perwakilan diplomatikHerlina Gunawan
 
Hubungan Internasional
Hubungan InternasionalHubungan Internasional
Hubungan Internasionalridhoops
 
Hubungan Internasional
Hubungan InternasionalHubungan Internasional
Hubungan InternasionalNeli Narulita
 
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemenSistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemenMochammad Ridwan
 
Hubungan internasional dan organisasi internasional
Hubungan internasional dan organisasi internasionalHubungan internasional dan organisasi internasional
Hubungan internasional dan organisasi internasionalayu larissa
 
Bab iv-hubungan-internasional
Bab iv-hubungan-internasionalBab iv-hubungan-internasional
Bab iv-hubungan-internasionalmaryuni ,.
 
Bab iv hubungan internasional
Bab iv hubungan internasionalBab iv hubungan internasional
Bab iv hubungan internasionalHyeonie Park
 
Soal usbn pai sma k p4
Soal usbn pai sma k p4Soal usbn pai sma k p4
Soal usbn pai sma k p4ikmalabas
 

Viewers also liked (17)

Perwakilan diplomatik
Perwakilan diplomatikPerwakilan diplomatik
Perwakilan diplomatik
 
Peran serta masyarakat dalam penegakan ham di indonesia
Peran serta masyarakat dalam penegakan ham di indonesiaPeran serta masyarakat dalam penegakan ham di indonesia
Peran serta masyarakat dalam penegakan ham di indonesia
 
Perwakilan Konsuler
Perwakilan KonsulerPerwakilan Konsuler
Perwakilan Konsuler
 
HUBUNGAN DIPLOMATIK
HUBUNGAN DIPLOMATIKHUBUNGAN DIPLOMATIK
HUBUNGAN DIPLOMATIK
 
Lembaga lembaga negara menurut undang-undang dasar 1945
Lembaga lembaga negara menurut undang-undang dasar 1945Lembaga lembaga negara menurut undang-undang dasar 1945
Lembaga lembaga negara menurut undang-undang dasar 1945
 
Makalah persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat
Makalah persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakatMakalah persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat
Makalah persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat
 
Zaman Paleolitikum (Batu Tua) kelas X SMA sem.1
Zaman Paleolitikum (Batu Tua) kelas X SMA sem.1Zaman Paleolitikum (Batu Tua) kelas X SMA sem.1
Zaman Paleolitikum (Batu Tua) kelas X SMA sem.1
 
Pancasila Sebagai Sumber Nilai
Pancasila Sebagai Sumber NilaiPancasila Sebagai Sumber Nilai
Pancasila Sebagai Sumber Nilai
 
Bab 3 perwakilan diplomatik
Bab 3 perwakilan diplomatikBab 3 perwakilan diplomatik
Bab 3 perwakilan diplomatik
 
Hubungan Internasional
Hubungan InternasionalHubungan Internasional
Hubungan Internasional
 
Hubungan Internasional
Hubungan InternasionalHubungan Internasional
Hubungan Internasional
 
Hubungan internasional
Hubungan internasionalHubungan internasional
Hubungan internasional
 
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemenSistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
 
Hubungan internasional dan organisasi internasional
Hubungan internasional dan organisasi internasionalHubungan internasional dan organisasi internasional
Hubungan internasional dan organisasi internasional
 
Bab iv-hubungan-internasional
Bab iv-hubungan-internasionalBab iv-hubungan-internasional
Bab iv-hubungan-internasional
 
Bab iv hubungan internasional
Bab iv hubungan internasionalBab iv hubungan internasional
Bab iv hubungan internasional
 
Soal usbn pai sma k p4
Soal usbn pai sma k p4Soal usbn pai sma k p4
Soal usbn pai sma k p4
 

Similar to ASAS PERJANJIAN INTERNASIONAL

Sistem_Hukum_dan_Peradilan_Internasional.pptx
Sistem_Hukum_dan_Peradilan_Internasional.pptxSistem_Hukum_dan_Peradilan_Internasional.pptx
Sistem_Hukum_dan_Peradilan_Internasional.pptxlalalaksana
 
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalSeptian Muna Barakati
 
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalOperator Warnet Vast Raha
 
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalOperator Warnet Vast Raha
 
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalOperator Warnet Vast Raha
 
Teori dalam hukum internasional 2
Teori dalam hukum internasional 2Teori dalam hukum internasional 2
Teori dalam hukum internasional 2Warnet Raha
 
Hubungan hi dan hn
Hubungan hi dan hnHubungan hi dan hn
Hubungan hi dan hnNuelnuel11
 
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )Aziza Zea
 
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )Aziza Zea
 
Hukum Internasional 11ipa4
Hukum Internasional 11ipa4 Hukum Internasional 11ipa4
Hukum Internasional 11ipa4 yesiferamefranda
 
Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum InternasionalPengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum InternasionalMariske Myeke Tampi
 
Ekstradisi sebagai sebuah perjanjian internasional
Ekstradisi sebagai sebuah perjanjian internasionalEkstradisi sebagai sebuah perjanjian internasional
Ekstradisi sebagai sebuah perjanjian internasionalDimebag Darrell
 
HI DAN HUKUM NASIONAL_KUL_4.ppt
HI DAN HUKUM NASIONAL_KUL_4.pptHI DAN HUKUM NASIONAL_KUL_4.ppt
HI DAN HUKUM NASIONAL_KUL_4.pptFeryChofa
 
Sistem hukum dan perdilan internasional
Sistem hukum dan perdilan internasionalSistem hukum dan perdilan internasional
Sistem hukum dan perdilan internasionalAsmadi Asmadi
 
Tugas Hukum Internasional Fenti Anita Sari
Tugas  Hukum Internasional Fenti Anita SariTugas  Hukum Internasional Fenti Anita Sari
Tugas Hukum Internasional Fenti Anita SariFenti Anita Sari
 
Pengertian hukum internasionalmenurut para ahli
Pengertian hukum internasionalmenurut para ahliPengertian hukum internasionalmenurut para ahli
Pengertian hukum internasionalmenurut para ahliSyifa Fauziyah
 
Materi Hukum International
Materi Hukum International Materi Hukum International
Materi Hukum International Ir. Soekarno
 

Similar to ASAS PERJANJIAN INTERNASIONAL (20)

Sistem_Hukum_dan_Peradilan_Internasional.pptx
Sistem_Hukum_dan_Peradilan_Internasional.pptxSistem_Hukum_dan_Peradilan_Internasional.pptx
Sistem_Hukum_dan_Peradilan_Internasional.pptx
 
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
 
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
 
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
 
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
 
Teori dalam hukum internasional 2
Teori dalam hukum internasional 2Teori dalam hukum internasional 2
Teori dalam hukum internasional 2
 
Hubungan hi dan hn
Hubungan hi dan hnHubungan hi dan hn
Hubungan hi dan hn
 
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
 
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
 
Hukum Internasional 11ipa4
Hukum Internasional 11ipa4 Hukum Internasional 11ipa4
Hukum Internasional 11ipa4
 
Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum InternasionalPengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
 
Ekstradisi sebagai sebuah perjanjian internasional
Ekstradisi sebagai sebuah perjanjian internasionalEkstradisi sebagai sebuah perjanjian internasional
Ekstradisi sebagai sebuah perjanjian internasional
 
HI DAN HUKUM NASIONAL_KUL_4.ppt
HI DAN HUKUM NASIONAL_KUL_4.pptHI DAN HUKUM NASIONAL_KUL_4.ppt
HI DAN HUKUM NASIONAL_KUL_4.ppt
 
Sistem hukum dan perdilan internasional
Sistem hukum dan perdilan internasionalSistem hukum dan perdilan internasional
Sistem hukum dan perdilan internasional
 
Tugas Hukum Internasional Fenti Anita Sari
Tugas  Hukum Internasional Fenti Anita SariTugas  Hukum Internasional Fenti Anita Sari
Tugas Hukum Internasional Fenti Anita Sari
 
Pengertian hukum internasionalmenurut para ahli
Pengertian hukum internasionalmenurut para ahliPengertian hukum internasionalmenurut para ahli
Pengertian hukum internasionalmenurut para ahli
 
Sumber hi
Sumber hiSumber hi
Sumber hi
 
Sumber hi
Sumber hiSumber hi
Sumber hi
 
Pengantar hukum internasional
Pengantar hukum internasionalPengantar hukum internasional
Pengantar hukum internasional
 
Materi Hukum International
Materi Hukum International Materi Hukum International
Materi Hukum International
 

ASAS PERJANJIAN INTERNASIONAL

  • 1. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara; perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara; kedaulatan atau hak berdaulat negara; hak asasi manusia dan lingkungan hidup; pembentukan kaidah hukum baru; pinjaman dan/atau hibah luar negeri. Asas Perjanjian Internasional a. Courtesy, yaitu asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan Negara. b. Bonafides, yaitu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang dilakukan harus didasari oleh iktikad baik. c. Reciprositas, yaitu asas yang menyatakan bahwa tindakan suatu Negara terhadap Negara lain dapat dibalas setimpal. d. Egality Rights, yaitu asas yang menentukan bahwa pihak yang aling mengadakan hubungan mempunyai kedudukan yang sama. e. Rebus Sig Stantibus, yaitu asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu. f. Pacta Sunt Servanda, yaitu asas yang menyatakan bahwa setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati. Subjek Hukum Perjanjian Internasional Sumber: http://id.shvoong.com/books/dictionary/2297914-asas-perjanjian-internasional/#ixzz2LYzlMg4b
  • 2. GLISH VERSION | | POLITICAL STUDIES | | BIOGRAPHY | W E D N E S D A Y , J A N U A R Y 0 2 , 2 0 0 8 Perjanjian Internasional (2) PROSES PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL MENJADI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA I. Latar Belakang Hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional dalam sistem tata hukum merupakan hal yang sangat menarik baik dilihat dari sisi teori hukum atau ilmu hukum maupun dari sisi praktis. Kedudukan hukum internasional dalam tata hukum secara umum didasarkan atas anggapan bahwa hukum internasional sebagai suatu jenis atau bidang hukum merupakan bagian dari hukum pada umumnya. Anggapan ini didasarkan pada kenyataan bahwa hukum internasional sebagai suatu perangkat ketentuan dan asas yang efektif yang benar-benar hidup dalam kenyataan sehingga mempunyai hubungan yang
  • 3. efektif dengan ketentuan dan asas pada bidang hukum lainnya. Bidang hukum lainnya yang paling penting adalah bidang hukum nasional. Hal ini dapat dilihat dari interaksi masyarakat internasional dimana peran negara sangat penting dan mendominasi hubungan internasional. Karena peran dari hukum nasional negara-negara dalam memberikan pengaruh dalam kancah hubungan internasional mengangkat pentingnya isu bagaimana hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional dari sudut pandang praktis. Dalam memahami berlakunya hukum internasional terdapat dua teori, yaitu teori voluntarisme,[1] yang mendasarkan berlakunya hukum internasional pada kemauan negara, dan teori objektivis[2] yang menganggap berlakunya hukum internasional lepas dari kemauan negara.[3] Perbedaan pandangan atas dua teori ini membawa akibat yang berbeda dalam memahami hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional. Pandangan teori voluntarisme memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum yang berbeda, saling berdampingan dan terpisah. Berbeda dengan pandangan teori objektivis yang menganggap hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum dalam satu kesatuan perangkat hukum. II. Teori Keberlakuan Hukum Internasional A. Aliran Dualisme Aliran dualisme bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum internasional bersumber pada kemauan negara, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah.[4] Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh aliran dualisme untuk menjelaskan hal ini: 1. Sumber hukum, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional dan hukum internasional mempunyai sumber hukum yang berbeda, hukum nasional bersumber
  • 4. pada kemauan negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama dari negara-negara sebagai masyarakat hukum internasional; 2. Subjek hukum internasional, subjek hukum nasional adalah orang baik dalam hukum perdata atau hukum publik, sedangkan pada hukum internasional adalah negara; 3. Struktur hukum, lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum pada realitasnya ada mahkamah dan organ eksekutif yang hanya terdapat dalam hukum nasional. Hal yang sama tidak terdapat dalam hukum internasional. 4. Kenyataan, pada dasarnya keabsahan dan daya laku hukum nasional tidak dipengaruhi oleh kenyataan seperti hukum nasional bertentangan dengan hukum internasional. Dengan demikian hukum nasional tetap berlaku secara efektif walaupun bertentangan dengan hukum internasional.[5] Maka sebagai akibat dari teori dualisme ini adalah kaidah-kaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumber atau berdasar pada perangkat hukum yang lain. Dengan demikian dalam teori dualisme tidak ada hirarki antara hukum nasional dan hukum internasional karena dua perangkat hukum ini tidak saja berbeda dan tidak bergantung satu dengan yang lain tetapi juga terlepas antara satu dengan yang lainnya. Akibat lain adalah tidak mungkin adanya pertentangan antara kedua perangkat hukum tersebut, yang mungkin adalah renvoi.[6] Karena itu dalam menerapkan hukum internasional dalam hukum nasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional. B. Aliran Monisme Teori monisme didasarkan pada pemikiran bahwa satu kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur hidup manusia.[7] Dengan demikian hukum nasional dan hukum internasional
  • 5. merupakan dua bagian dalam satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia. Hal ini berakibat dua perangkat hukum ini mempunyai hubungan yang hirarkis. Mengenai hirarki dalam teori monisme ini melahirkan dua pendapat yang berbeda dalam menentukan hukum mana yang lebih utama antara hukum nasional dan hukum internasional. Ada pihak yang menganggap hukum nasional lebih utama dari hukum internasional. Paham ini dalam teori monisme disebut sebagai paham monisme dengan primat hukum nasional. Paham lain beranggapan hukum internasional lebih tinggi dari hukum nasional. Paham ini disebut dengan paham monisme dengan primat hukum internasional. Hal ini dimungkinkan dalam teori monisme. Monisme dengan primat hukum nasional, hukum internasional merupakan kepanjangan tangan atau lanjutan dari hukum nasional atau dapat dikatakan bahwa hukum internasional hanya sebagai hukum nasional untuk urusan luar negeri.[8] Paham ini melihat bahwa kesatuan hukum nasional dan hukum internasional pada hakikatnya adalah hukum internasional bersumber dari hukum nasional. Alasan yang kemukakan adalah sebagai berikut: 1. tidak adanya suatu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara; 2. dasar hukum internasional dapat mengatur hubungan antar negara terletak pada wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional yang berasal dari kewenangan yang diberikan oleh konstitusi masing-masing negara.[9] Monisme dengan primat hukum internasional, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional bersumber dari hukum internasional.[10] Menurut paham ini hukum nasional tunduk pada hukum internasional yang pada hakikatnya berkekuatan mengikat berdasarkan pada pendelegasian wewenang dari hukum internasional. Pada kenyataannya kedua teori ini dipakai oleh negara-negara dalam menentukan keberlakuan dari hukum internasional di negara-negara. Indonesia sendiri menganut teori
  • 6. dualisme dalam menerapkan hukum internasional dalam hukum nasionalnya. III. Perjanjian Internasional sebagai Sumber Hukum Internasional Dalam hukum internasional terdapat beberapa sumber hukum internasional. Menurut sumber tertulis yang ada terdapat dua konvensi yang menjadi rujukan apa saja yang menjadi sumber hukum internasional. Pada Konvensi Den Haag XII, Pasal 7, tertanggal 18 Oktober 1907, yang mendirikan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut (International Prize Court) dan dalam Piagam Mahkamah Internasional Permanen, Pasal 38 tertanggal 16 Desember 1920, yang pada saat ini tercantum dalam Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional tertanggal 26 Juni 1945.[11] Sesuai dengan dua dokumen tertulis tersebut yang berisi penunjukan pada sumber hukum formal, hanya dua dokumen yang penting untuk dibahas, yaitu Piagam Mahkamah Internasional Permanen dan Piagam Mahkamah Internasional. Ini disebabkan karena Mahkamah Internasional mengenai Perampasan Kapal tidak pernah terbentuk, karena tidak tercapainya minimum ratifikasi. Dengan demikian Pasal 38 Mahkamah Internasional Permanen dan Pasal 38 ayat 1 Mahkamah Internasional, dengan demikian hukum positif yang berlaku bagi Mahkamah Internasional dalam mengadili perkara yang diajukan dihadapannya adalah: 1. Perjanjian Internasional; 2. Kebiasaan Internasional; 3. Prinsip Hukum Umum; 4. Keputusan Pengadilan dan ajaran para sarjana yang terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan untuk menetapkan hukum.[12]
  • 7. Perjanjian internasional yang dimaksud adalah perjanjian yang dibuat atau dibentuk oleh dan diantara anggota masyarakat internasional sebagai subjek hukum internasional dan bertujuan untuk mengakibatkan hukum tertentu.[13] Dewasa ini dalam hukum internasional kecendrungan untuk mengatur hukum internasional dalam bentuk perjanjian intenasional baik antar negara ataupun antar negara dan organisasi internasioanal serta negara dan subjek internasional lainnya telah berkembang dengan sangat pesat, ini disebabkan oleh perkembangan yang pesat dari masyarakat internasional, termasuk organisasi internasional dan negara-negara. Perjanjian internasional yang dibuat antara negara diatur dalam Vienna Convention on the Law of Treaties (Konvensi Wina) 1969. Konvensi ini berlaku (entry into force) pada 27 Januari 1980. Dalam Konvensi ini diatur mengenai bagaimana prosedur perjanjian internasional sejak tahap negosiasi hingga diratifikasi menjadi hukum nasional.[14] Banyak istilah yang digunakan untuk perjanjian internasional diantaranya adalah traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statute), charter, deklarasi, protokol, arrangement, accord, modus vivendi, covenant, dan lain-lain. Semua ini apapun namanya mempunyai arti yang tidak berbeda dengan perjanjian internasional.[15] Dalam praktik beberapa negara perjanjian internasional dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah perjanjian yang dibentuk melalui tiga tahap pembentukan yakni perundingan, penandatanganan dan ratifikasi.[16] Golongan yang kedua adalah perjanjian yang dibentuk melalui dua tahap, yaitu perundingan dan penandatanganan.[17] Untuk golongan pertama biasanya dilakukan untuk perjanjian yang dianggap sangat penting sehingga memerlukan persetujuan dari dari badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making power). Hal ini biasanya berdasarkan alasan adanya pembentukan hukum baru atau menyangkut masalah keuangan negara. Sedangkan golongan kedua lebih sederhana, perjanjian ini tidak dianggap begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat.
  • 8. Selanjutnya apa yang menjadi ukuran suatu perjanjian mana yang termasuk golongan yang penting, sehingga memerlukan ratifikasi dari Dewan Perwakilan Rakyat dan perjanjian mana yang tidak di Indonesia. Proses pembentukan Perjanjian Internasional, menempuh berbagai tahapan dalam pembentukan perjanjian internasional, sebagai berikut: 1. Penjajakan: merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 2. Perundingan: merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah- masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional. 3. Perumusan Naskah: merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional. 4. Penerimaan: merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut "Penerimaan" yang biasanya dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional. 5. Penandatanganan : merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak. Keterikatan terhadap
  • 9. perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan (ratification/accession/acceptance/approval). IV. Pengesahan Pernjanjian Internasional di Indonesia Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan subjek hukum internasional lainnya. Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undang-undang. Sebelum adanya Undang-Undang No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, kewenangan untuk membuat perjanjian internasional seperti tertuang dalam Pasal 11 Undang Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa Presiden mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian internasional dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 11 UUD 1945 ini memerlukan suatu penjabaran lebih lanjut bagaimana suatu perjanjian internasional dapat berlaku dan menjadi hukum di Indonesia. Untuk itu melalui Surat Presiden No. 2826/HK/1960 mencoba menjabarkan lebih lanjut Pasal 11 UUD 1945 tersebut.[18] Pengaturan tentang perjanjian internasional selama ini yang dijabarkan dalam bentuk Surat Presiden No. 2826/HK/1960, tertanggal 22 Agustus 1960, yang ditujukan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dan telah menjadi pedoman dalam proses pengesahan perjanjian internasional selama bertahun-tahun.[19] Pengesahan perjanjian internasional menurut Surat Presiden ini dapat dilakukan melalui undang-undang atau keputusan presiden, tergantung dari materi yang diatur dalam perjanjian internasional. Tetapi dalam prateknya pelaksanaan dari Surat Presiden ini banyak terjadi penyimpangan sehingga perlu untuk diganti dengan Undang-Undang yang mengatur secara khusus mengenai perjanjian internasional. Hal ini kemudian yang menjadi alasan perlunya perjanjian internasional diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000. Dalam Undang Undang No. 24 Tahun 2000, adapun isi yang diatur dalam undang-undang tersebut adalah:
  • 10. Ketentuan Umum Pembuatan Perjanjian Internasional Pengesahan Perjanjian Internasional Pemberlakuan Perjanjian Internasional Penyimpanan Perjanjian Internasional Pengakhiran Perjanjian Internasional Ketentuan Peralihan Ketentuan Penutup[20] Dalam pengesahan perjanjian internasional terbagi dalam empat kategori, yaitu: 1. Ratifikasi (ratification), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian internasional; 2. Aksesi (accesion), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian;
  • 11. 3. Penerimaan (acceptance) atau penyetujuan (approval) yaitu pernyataan menerima atau menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas perubahan perjanjian internasional tersebut; 4. Selain itu juga ada perjanjian-perjanjian internasional yang sifatnya self- executing(langsung berlaku pada saat penandatanganan). Dalam suatu pengesahan perjanjian internasional penandatanganan suatu perjanjian tidak serta merta dapat diartikan sebagai pengikatan para pihak terhadap perjanjian tersebut. Penandatanganan suatu perjanjian internasional memerlukan pengesahan untuk dapat mengikat. Perjanjian internasional tidak akan mengikat para pihak sebelum perjanjian tersebut disahkan. Seseorang yang mewakili pemerintah dengan tujuan menerima atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan negara terhadap perjanjian internasional, memerlukan Surat Kuasa (Full Powers).[21] Pejabat yang tidak memerlukan surat kuasa adalah Presiden dan Menteri. Tetapi penandatanganan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerjasama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berada dalam lingkup kewenangan suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah, baik departemen maupun non-departemen, dilakukan tanpa memerlukan surat kuasa. Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian interansional tersebut. Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang disepakati oleh para pihak. Perjanjian internasional yang memerlukan pengesahan mulai berlaku setelah terpenuhinya prosedur pengesahan yang diatur dalam undang-undang.[22] Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan Presiden.[23] Pengesahan dengan undang-undang memerlukan persetujuan
  • 12. DPR.[24]Pengesahan dengan keputusan Presiden hanya perlu pemberitahuan ke DPR.[25] Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui undang-undang apabila berkenaan dengan: masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara; perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara; kedaulatan atau hak berdaulat negara; hak asasi manusia dan lingkungan hidup; pembentukan kaidah hukum baru; pinjaman dan/atau hibah luar negeri.[26] Di dalam mekanisme fungsi dan wewenang, DPR dapat meminta pertanggung jawaban atau keterangan dari pemerintah mengenai perjanjian internasional yang telah dibuat. Apabila dipandang merugikan kepentingan nasional, perjanjian internasional tersebut dapat dibatalkan atas permintaan DPR, sesuai dengan ketentuan yang ada dalam undang-undang No. 24 tahun 2000. Indonesia sebagai negara yang menganut paham dualisme, hal ini terlihat dalam Pasal 9 ayat 2 UU No. 24 tahun 2000, dinyatakan bahwa: ”Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden.”
  • 13. Dengan demikian pemberlakuan perjanjian internasional ke dalam hukum nasional indonesia tidak serta merta. Hal ini juga memperlihatkan bahwa Indonesia memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua sistem hukum yang berbeda dan terpisah satu dengan yang lainnya. Perjanjian internasional harus ditransformasikan menjadi hukum nasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Perjanjian internasional sesuai dengan UU No. 24 tahun 2000, diratifikasi melalui undang-undang dan keputusan presiden. Undang-undang ratifikasi tersebut tidak serta merta menjadi perjanjian internasional menjadi hukum nasional Indonesia, undang-undang ratifikasi hanya menjadikan Indonesia sebagai negara terikat terhadap perjanjian internasional tersebut. Untuk perjanjian internasional tersebut berlaku perlu dibuat undang-undang yang lebih spesifik mengenai perjanjanjian internasional yang diratifikasi, contoh Indonesia meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights melalui undang-undang, maka selanjutnya Indonesia harus membuat undang-undang yang menjamin hak-hak yang ada di covenant tersebut dalam undang-undang yang lebih spesifik. Perjanjian internasional yang tidak mensyaratkan pengesahan dalam pemberlakuannya, biasanya memuat materi yang bersifat teknis atau suatu pelaksana teknis terhadap perjanjian induk. Perjanjian internasional seperti ini dapat lansung berlaku setelah penandatanganan atau pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik, atau melalui cara lain yang disepakati dalam perjanjian oleh para pihak. Perjanjian yang termasuk dalam kategori ini diantaranya adalah perjanjian yang materinya mengatur secara teknis kerjasama bidang pendidikan, sosial, budaya, pariwisata, penerangan kesehatan, pertanian, kehutanan dan kerjasam antar propinsi atau kota. Perjanjian internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut. ***
  • 14. Catatan: Tulisan ini merupakan resume dari salah satu hasil penelitian yang dibuat penulis bersama tim lainnya dalam "Pengujian Undang-undang yang Mensahkan Perjanjian Internasional". Endnotes: [1] Teori-teori yang mendasarkan berlakunya hukum internasional itu pasa kehendak negara ini merupakan pencerminan dari teori kedaulatan dan aliran positivisme yang menguasai pemikiran ilmu hukum di Eropa pada abad ke 19. [2] Teori ini menghendaki adanya suatu norma hukum yang merupakan dasar terakhir kekuatan mengikat hukum internasional. Akhir dari puncak kaidah hukum terdapat kaidah dasar (Grundnorm) yang tidak dapat lagi dikembalikan pada suatu kaidah yang lebih tinggi. Kelsen dianggap sebagai bapak dari mazhab Wina, yang mempengaruhi teori Objektivis ini. [3] Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Jakarta 2003, hal 56 [4] I A Shearer, Starke’s International Law, 11th ed., Butterworths, USA, 1984, hal 64, Aliran ini pernah sangat berpengaruh di Jerman dan Italia. Para pemuka aliran ini adalah Triepel dan Anziloti. [5] Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Alumi, Bandung 2003, hal 57-56. [6] Loc. cit. [7] Ibid, hal 65. [8] Op. cit., hal 61 [9] Ibid [10] Ibid, hal 62, Paham ini dikembangkan oleh mazhab Wina (Kunz, Kelsen dan Verdross)
  • 15. [11] Ibid, hal 114 [12] Shearer, hal 29 [13] Op. cit., hal 117 [14] Vienna Convention on the Law of Treaties, Vienna 1969 [15] Op. cit., hal 119