1. Webinar
Jakarta, 30 September 2023
Pukull : 10.00 – 11.30
Peningkatan Mutu dan
Keselamatan pasien
(PMKP)
Dr.dr. Dahlan Gunawan, SpKKLP.
SH. MH. MARS. M.Kes, FISQua. FIHFAA. CH. CHt. CP.NLP
2. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien adalah kegiatan
yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit dan keselamatan pasien secara terus menerus, melalui
pemantauan, analisa dan tindak lanjut adanya penyimpangan
dari standar yang ditentukan.
GAMBARAN UMUM
3. Pengelolaan rumah sakit adalah pengelolaan yang penuh dengan resiko
dan harus memenuhi mutu pelayanan yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Untuk memperbaiki mutu secara keseluruhan,
pengelola rumah sakit perlu secara terus menerus mengurangi resiko
terhadap pasien dan staf. Resiko semacam ini dapat muncul dalam proses
klinis, manajerial dan lingkungan fisik rumah sakit.
4. Tujuan Umum
Peningkatan mutu dan keselamatan pasien ini
bertujuan Men- dorong pelaksanaan kegiatan
pelayanan kepada pasien yang memenuhi standar
pelayanan keselamatan pasien untuk menjamin
asuhan pasien yang diberikan aman dan bermutu
tinggi sehingga memberikan kepua- san kepada
pasien secara maksimal.
5. Tujuan Khusus
a. Memastikan bahwa pelayanan diberikan sesuai dengan standar pe-
layanan profesi kesehatan yang ada di RS.
b. Menjamin pemberian pelayanan sesuai dengan standar pelayanan
profesi, keselamatan pasien dan dilaksanakan secara terpadu sesuai
dengan kebutuhan pasien.
c. Mengupayakan PMKP pasien melalui peningkatan kemampuan
pemberian pelayanan kesehatan.
d. Tersusunnya sistem monitoring mutu pelayanan Rumah Sakit
melalui indikator mutu pelayanan rumah sakit.
6. Pengertian
1. PMKP
Singkatan dari Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien. PMKP
merupakan upaya peningkatan mutu secara keseluruhan dengan terus
menerus mengurangi risiko terhadap pasien dan staf dalam proses klinis
maupun lingkungan fisik.
2. Upaya Peningkatan Mutu
Upaya terus menerus yang berkesinambungan untuk mencapai mutu yang
tinggi. Mutu adalah sesuatu yang bersifat persepsi dan dipahami berbeda
oleh orang yang berbeda namun berimplikasi pada superioritas sesuatu hal.
7. 3. Mutu Pelayanan Rumah Sakit
Derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya tersedia di rumah sakit secara
wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan
norma, etika, hukum, dan dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan
kemampuan pemerintahmasyarakat konsumen.
8. 4. Keselamatan Pasien
Pasien bebas dari harm/ cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm
yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik/sosial/ psikologis, cacad, kematian)
terkait denganpelayanan kesehatan.
5. Clinical Pathway Suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum
setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan
asuhan keperawatan yangberbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam
jangkauan waktu tertentu selama di rumah sakit (Firnanda. D, 2008).
9. 1. Indikator Area Klinis adalah suatu variabel yang digunakan untuk menilai
perubahan dalam bidang klinis.
2. Indikator Area Manajemen adalah suatu variabel yang digunakan untuk
menilai perubahan dalam bidang manajemen.
3. Indikator Keselamatan Pasien adalah suatu variabel yang digunakan untuk
menilai perubahan dalam keselamatan pasien.
4. Kejadian Sentinel adalah insiden yang mengakibatkan kematian ataucidera
yang serius kepada pasien.
10. 5. Kejadian Nyaris Cidera (KNC) adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar
ke pasien sehingga pasien tidak cidera.
6. Kondisi Potensial Cidera (KPC) adalah kondisi atau situasi yang sangat berpotensi
untuk menimbulkan cidera, tetapi belum terjadi insiden.
7. Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu proses terstruktur yangmenggunakan
metode analitik yang memungkinkan kita untuk bertanya ”bagaimana” dan ”mengapa”
dengan cara yang obyektif untuk mengungkap faktor kausal yang menyebabkan insiden
keselamatan pasien dan kemudian menjadi proses pembelajaran untuk mencegah
insiden serupa terjadi lagi tanpa menerapkan sikap menyalahkan.
11. 8. Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah proses proaktif dalam
memperbaiki kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan
sebelum terjadi, di mana kesalahan dapat diprediksi dan diantisipasi sehingga dampak
buruk akibat kesalahan itu dapat dihilangkan atau diminimalisisr demi keselamatan
pasien.
9. Manajemen Risiko adalah suatu pendekatan proaktif berupa kegiatan klinis dan
administratif yang dilakukan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menyusun
prioritas dalam menanggani resiko cidera terhadap pasien, staf RS dan pengunjung,
serta resiko terhadap institusi Rumah Sakit itu sendiri.
12. SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN MUTUPELAYANAN RUMAH SAKIT
Pada tahun (1820 –1910) Florence Nightingale seorang
perawat dari Inggris menekankan pada aspek-aspek
keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu
ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah “ hospital
should do the patient no harm”, Rumah Sakit jangan sampai
merugikan atau mencelakakan pasien.
13. Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai
oleh ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A
Codman dan beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang
seringkali buruk, karena seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan
bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di
Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang
segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya
pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian
mencari jalan keluarnya.
14. Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of
Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme.
Program standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan
tujuan meningkatkan mutu pelayanan. Program ini ternyata sangat
berhasil meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit
tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi
maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh
karena itu program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup
disiplin lain secara umum.
15. Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians, American
Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision on
Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan mengakreditasi
Rumah Sakit .
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan
sangat tinggi, namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan
konsepsi yang masih agak kabur bagi kebanyakan tenaga profesi
kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar diterapkan
karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di
Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal
tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk membantu
16. Negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan
mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan
kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah
menerbitkan buku tentang upaya meningkatkan mutu dan
penyelenggaraan. simposium di Utrecht, negeri Belanda
tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam
bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja
yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk
mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
17. Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai
program peningkatan mutu dan akreditasi Rumah
Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak
menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan
Malaysia mengembangkan peningkatan mutu
pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri
Belanda,
18. Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan
terarah yang telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam
rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas
Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No.033/Birhup/1972.
Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk
tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian
berkembang menjadi standar-standar.
19. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik
menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk
masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen
Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka
meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan
berbagai indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan
(performance) Rumah Sakit pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta
setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional.
20. a. Sebagai motor pengerak penyusunan program Program Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien rumah sakit
b. Melakukan monitoring dan memandu penerapan program Pening-
katan Mutu dan Keselamatan Pasien dan di unit kerja;
c. Membantu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan unit pela-
yanan dalam memilih prioritas perbaikan, pengukuran mu-
tu/indikator mutu, dan menindak lanjuti hasil capaian indikator.
d. Melakukan koordinasi dan pengorganisasian pemilihan prioritas pro-
gram di tingkat unit kerja serta menggabungkan menjadi prioritas
rumah sakit secara keseluruhan. Prioritas program rumah sakit ini
ha-rus terkoordinasi dengan baik dalam pelaksanaannya.
21. e. Menentukan profil indikator mutu, metode analisis, dan validasi data dari
indikator mutu yang dikumpulkan dari seluruh unit kerja di ru- mah sakit;
f. Menyusun formulir untuk mengumpulkan data, menentukan jenis data,
serta bagaimana alur data dan pelaporan dilaksanakan;
g. Menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak terkait serta
menyampaikan masalah terkait pelaksanaan program mutu dan
keselamatan pasien.
h. Terlibat secara penuh dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan PMKP;
i. Bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan masalah-masalah mu- tu
secara rutin kepada semua staf;
j. Menyusun regulasi terkait dengan pengawasan dan penerapan pro- gram
PMKP.
22. 1) Memerintahkan dan menugaskan staf dalam melaksanakan
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
2) Meminta laporan pelaksanaan program peningkatan mutu dari
unit kerja terkait
3) Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu
rumah sakit dari unit-unit kerja di lingkungan RS
4) Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS
terkait pelaksanaan program peningkatan mutu dan hal-hal
lainnya yang berhubungan dengan mutu rumah sakit
23. 6. Memberikan pengarahan dalam hal penyusunan, pelaksanaan,
evaluasi, dan tindak lanjut rekomendasi dari setiap program-
program peningkatan mutu
7. Meminta laporan pelaksanaan pemantauan program indikator
mutu peningkatan mutu dan pelaksanaan clinical pathways dari
unit kerja terkait.
8. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS
terkait pelaksanaan pemantauan program indikator mutu serta
pelaksanaan clinical pathways dan hal-hal lainnya yang
berhubungan dengan mutu rumah sakit
24. 9. Meminta data dan informasi yang
berhubungan dengan mutu dan pelaksanaan
clinical pathways rumah sakit dari unit-unit
kerja di lingkungan RS
10. Bertanggung jawab terhadap pemantauan
Program Indikator Mutu dan pelaksanaan
clinical pathways
25. 1) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program
penjaminan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit
2) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan
yang berhubungan dengan inovasi mutu dan
keselamatan pasien.
3) Bertanggung jawab untuk melaporkan hasil
pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien serta kegiatan-kegiatan mutu
lainnya kepada Direktur RS
26. 4) Bertanggung jawab terhadap ketersediaan data dan informasi
yang berhubungan dengan mutu dan keselamatan pasien rumah
sakit.
5) Bertanggung jawab dalam pemberian informasi yang
berhubungan dengan kegiatan inovasi mutu dan keselamatan
pasien rumah sakit.
6) Bertanggung jawab terhadap disiplin dan performa kerja staf di
Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
27. 7) Bertanggung jawab terhadap penyusunan laporan
pemantauan program indikator mutu dan
pelaksanaan clinical pathways di Komite
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
8) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan
yang berhubungan dengan inovasi mutu dan
pelaksanaan clinical pathways dan Manajemen
resiko di rumah sakit
28. 9) Bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pelaksanaan
pemantauan program indikator mutu dan pelaksanaan clinical
pathways serta kegiatan-kegiatan mutu lainnya kepada Ketua
Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
10. Bertanggung jawab terhadap pengolahan data dan informasi
yang berhubungan dengan mutu dan pelaksanaan clinical
pathways rumah sakit.
11. Bertanggung jawab dalam pemberian informasi yang
berhubungan dengan kegiatan inovasi mutu dan
pelaksanaan clinical pathways rumah sakit
29. MANAJEMEN MUTU
A. Pengertian
1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan penampilan dari sesuatu yang dia- mati
atau derajat kepatuhan terhadap standar yang ditentukan terlebih dahulu.
2. Manajemen mutu adalah suatu upaya yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam identifikasi dan
menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan ber- dasarkan
standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara
penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai
hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan
mutu pelayanan
30. 3. Quality Assurance atau Menjaga Mutu adalah “Suatu program yang disusun secara
objektif dan sistematik memantau dan menilai mutu dan kewajaran asuhan pasien.
Menggunakan peluang untuk meningkatkan asuhan pasien dan memecahkan
masalah-masalah yang terungkap.”
4. Mutu pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan standar profesi dan standar pe- layanan dengan menggunakan
potensi sumber daya yang tersedia di ru- mah sakit secara wajar, efisien, dan efektif
secara diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum
dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan
pemerintah dan masyarakat konsumen.
31. 5. Pihak yang berkepentingan dengan mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu. Pihak-pihak tersebut
adalah :
a. Konsumen
b. Provider (pemberi jasa kesehatan)
c. Pembayar/pihak III/asuransi
d. Manajemen rumah sakit
e. Karyawan rumah sakit
f. Masyarakat
g. Pemerintah
h. Ikatan profesi
32. 6. Dimensi mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
e. Aspek sosial budaya
33. Pengukuran mutu juga memperhatikan dimensi mutu dari WHO yaitu :
a. Effective (efektif)
b. Effecient (efisien)
c. Accessible (mudah diakses)
d. Accepted (patient-centred) (mengutamakan pasien)
e. Equity (tepat waktu)safe (aman)
34. Tinggi rendahnya mutu sangat dipengaruhi oleh :
1. Sumber daya rumah sakit, termasuk antara lain tenaga,
pembiayaan, sarana dan teknologi yang digunakan.
2. Interaksi pemanfaatan dari sumber daya rumah sakit yang
digerakkan melalui proses dan prosedur tertentu sehingga
menghasilkan jasaatau pelayanan.
35. Tujuan program manajemen mutu mencakup dua hal yang bersifat
pokok, yaitu sebagai berikut :
Tujuan Antara
Tujuan antara yang hendak dicapai oleh manajemen mutu ialah
diketahuinya mutu pelayanan melalui aktivitas kendali mutu (quality
control) dan manajemen mutu (quality asurance).
Tujuan Akhir
Tujuan akhir yang hendak dicapai oleh manajemen mutu ialah semakin
meningkatnya mutu pelayanan (quality improvement).
36. Manfaat
1. Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan
2. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan
3. Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan
4. Dapat melindungi pelaksanaan pelayanan kesehatan dari
kemungkinan munculnya gugatan hokum
37. A. Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu
Manajemen mutu didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Setiap orang di dalam organisasi harus dilibatkan dalam penentuan, pengertian
dan peningkatan proses yang berkelanjutan dengan masing- masing kontrol dan
tanggung jawab dalam setiap mutu yang dihasilkan oleh masing-masing orang.
2. Setiap orang harus sepakat untuk memuaskan masing-masing pelang- gan,
baik pelanggan eksternal maupun pelanggan internal.
3. Peningkatan mutu dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah yaitu
dengan menggunakan data untuk pengambilan keputusan, penggunaan alat-
alat statistik, dan keterlibatan setiap orang yang terkait
38. 4. Adanya pengertian dan penerimaan terhadap suatu perbedaan yangalami.
5. Pembentukan team work, baik dalam part time team work, full time team work,
ataupun cross funtional team.
6. Adanya komitmen tentang pengembangan karyawan melalui keterli- batan di
dalam pengambilan keputusan.
7. Partisipasi dari pada setiap orang dalam kegiatan merupakan dorongan yang
positif dan harus dilaksanakan.
8. Program pendidikan dan pelatihan dianggap sebagai suatu investasi / modal
dalam rangka pengembangan kemampuan dan pengetahuan pegawai untuk
mencapai potensi mereka.
9. Supliers dan customer diintegrasikan dalam proses peningkatan mutu
39. Bentuk manajemen mutu dapat dibedakan atas tiga yaitu
1. Manajemen mutu Prospektif (Prospective Quality
Manajemen)
2. Manajemen mutu Konkuren (Concurent Quality
Manajemen)
3. Manajemen mutu Retrospektif (Retrospective Quality
Manajemen)
40. A. Pengertian
Indikator mutu adalah parameter yang dapat diukur,
yang mewakili input, proses maupun hasil akhir dari suatu
pelayanan dan proses manajerial yang digunakan untuk
mengukur mutu dari pelayanan dan proses manajerial
tersebut.
41. A.Tujuan
Untuk mengukur mutu dari pelayanan
kesehatan meliputi area klinis, area manajemen,
area keselamatan pasien, dan International
LibraryMeasure
42. KESELAMATAN
PASIEN / PATIENT
SAFETY
A. Definisi
Suatu sistem di mana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman untuk
mencegah cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat menjalankan
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
1. Keselamatan Pasien /Patient Safety
Pasien bebas dari harm / cedera yangtidak seharusnya terjadi atau bebas dari
harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik / social / psikologis,
cacad, kematian dll) terkait dengan pelayanan kesehatan.
2. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) Patient Safety Incident
Setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan harm/ cedera yang tidak seharusnya terjadi.
43. A. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit
terhadap pasien danmasyarakat.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan
5. Menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan dan pengunjungRS
6. Mempertahankan reputasi RS
7. Memberikan pelayanan yang efektif dan efisien
8. Tercapainya International Patient Safety Goals di RS
44. A. Manfaat
1. Budaya safety meningkat & berkembang
2. Komunikasi dengan pasien berkembang
3. Kejadian tidak diharapkan (KTD) menurun. Peta KTD selalu ada & terkini
4. Resiko klinis menurun
5. Keluhan berkurang
6. Mutu pelayanan rumah sakit meningkat
7. Citra rumah sakit dan kepercayaan masrakat meningkat, diikuti dengan
kepercayaan diri yang meningkat
B. Ruang Lingkup
Keselamatan pasien diterapkan pada semua proses pelayanan
baikklinis maupun non klinis.
45. A. Insiden Keselamatan Pasien
Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang
dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada
pasien yang tidak seharusnya terjadi. Insiden keselamatan pasien
terdiri dari:
Kejadian Sentinel
Kejadian yang menyebabkan kematian atau kerugian atau kecacatan
permanen yang bukan karena proses penyakit yang tidak
diantisipasi yang seharusnya dapat dicegah
46. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event
Suatu insiden yang mengakibatkan harm / cedera pada pasien akibat
melaksnakan suatu tindakan atau tiding mengambil tindakan yang
seha- rusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau
kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau
bukan kesalahan medis yang tidak dapat dicegah.
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near miss
Keadian yang berpotensi menyebabkan kerugian atau bahaya, akan
tetapi karena factor keberuntungan hal tersebut tidak terjadi.
47. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
adalah insiden yang sudah terpapar kepadapasien tapi tidak
menimbulkan cedera
Kondisi Potensial Cedera (KPC)
adalah kondisi yang sangat berpotensiuntuk menimbulkan
cedera tapi belum terjadi insiden.
48. Kesalahan Medis (Medical Errors)
kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibat- kan cedera pada pasien. Kesalahan termasuk gagal
melaksanakan sepe- nuhnya suatu rencana atau menggunakan rencana yang salah
untuk mencapai tujuannya. Dapat akibat melaksanakan suatu tindakan (com-mission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diam (omis- sion)
Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Rumah Sakit
suatu sistem untuk mendokumentasikan insiden yang tidak disengaja dan tidak di-
harapkan, yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada
pasien.
49. Manajemen Risiko (Risk Management)
Dalam hubungannya dengan operasional rumah sakit, istilah
manajemen risiko dikaitkan kepada aktifitas per-
lindungan diri yang berarti mencegah ancaman yang
nyata atau berpotensi nyataterhadap kerugian keuangan
akibat kecelakaan, cedera atau malpraktik medis
50. Pengertian
Resiko adalah potensi terjadinya kerugian yang dapat timbul dari proses
kegiatan saat sekarang atau kejadian di masa datang. Manajemen resiko
adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasikan, mengevaluasi dan
memprioritaskan resiko untuk mengurangi resiko cedera dan kerugian pada
pasien, karyawan rumah sakit, pengunjung dan organisasi sendiri.
Tujuan
1. Meminimalkan kemungkinan terjadinya cedera pada pasien, pengunjung
dan karyawan di RS
2. Menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan dan pengunjung RS.
3. Memberikan pelayanan yang efektif dan efisien.
4. Mempertahankan reputasi RS.
51. Manfaat
1. Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan
2. Peningkatan efektifitas yang dimaksud adalah pelayanan dapat
diselenggarakan dengan cara yang baik dan benar.
3. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan
4. Peningkatan efesiensi yang dimaksud erat hubungannya dengan dapat
dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang membahayakan pasien,
sehingga tidak ada biaya tambahan akibat tindakan yang merugikan
pasien.
52. 5. Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
6. Peningkatan penerimaan masyarakat ini erat hubungannya dengan timbulnya
rasa aman dari masyarakat terhadap pelayanan yang diberi- kan oleh RS.
7. Dapat melindungi pelaksanaan pelayanan kesehatan dari kemungkinan
munculnya gugatan hukum.
8. Dengan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang aman, yang akan
berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan
dan tentunya akan melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari
masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan.
53. Ruang Lingkup
Manajemen resiko diterapkan pada semua proses
pelayanan baik klinismaupun non klinis, meliputi:
1. Resiko yang berhubungan dengan perawatan pasien
2. Resiko yang berhubungan dengan tenaga medis
3. Resiko yang berhubungan dengan karyawan
4. Resiko yang berhubungan dengan property
5. Resiko keuangan
6. Resiko –resiko lainnya
54. Pelaksanaan Sistem Manajemen Resiko Di RS
Identifikasi Resiko
Adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mengidentifikasi situasi
yangdapat menyebabkan cedera, tuntutan atau kerugian.
Analisa Resiko
Dalam tahapan ini, dilakukan pembahasan secara rinci dan pen- catatan
selengkap mungkin segala sesuatu tentang semua resiko yang
teridentifikasi, meliputi bagaimana hal itu bisa terjadi, akibat yang
ditimbulkan, tingkat keparahan, frequensi kejadian, cara pencegahannya
atau rencana tindakan untuk mengatasi resiko tersebut.
55. Evaluasi Resiko
Dalam tahapan ini dilakukan prediksi tingkat resiko dan menen- tukan
prioritas resiko dengan menggunakan penilaian matriks resiko. Penilaian Matriks
Resiko adalah suatu metoda analisa kualitatif untuk menentukan derajat resiko
suatu insiden berdasarkan DAMPAK dan PROBABILITAS.
Pengelolan Resiko
Setelah dilakukan penilaian resiko langkah selanjutnya adalah menentukan
tindakan pengelolaan resiko sebagai berikut :
a. Risk Retention :
dilakukan pada resiko yang tingkatnya rendah (probabillity dan dampak yang
rendah), misalnya kerusakan pada peralatan yang tidak membahayakan. Resiko
dalam hal ini umumnya dapat dikelola atau diatasi oleh rumah sakit.
56. Risk Transfer :
dilakukan pada resiko yang jarang terjadi tapi bisa berakibat serius
(probability rendah, dampaknya tinggi). Dalam keadaan seperti ini dilakukan
pengalihan resiko agar pihak lain ikutmenanggung melalui kontrak,
kerjasama, joint venture dan asuran- si.
Risk Reduction :
dilakukan pada resiko yang sering terjadi, tetapi akibatnya tidak
membahayakan ( probability tinggi, dampaknya rendah ), misalnya
kecelakaan kerja yang berakibat cidera ringan. Dalam keadaan ini dilakukan
upaya-upaya untuk mengurangi resiko dengan penerapan teknologi
pengendalian.
57. Risk Avoidance :
dilakukan pada resiko yang sering terjadi dan berdampak tinggi
(probability & dampak tinggi) misalnya kecel- akaan yang sering
terjadi dan berakibat fatal. Dalam keadaan ini kegiatan yang
menimbulkan resiko tersebut sebisa mungkin dihindari atau tidak
dilaksanakan.
a. Dalam melaksanakan tindakan pengelolaan resiko, dilakukan
Langkah-langkah sebagai berikut :
1) Perencanaan (Plan)
2) Pelaksanaan (Do)
3) Pemeriksaan berkala (Check)
4) Perbaikan & tindakan (Action)
58.
59. PROSES PEMILIHAN, PENGUMPULAN, ANALISIS
DANVALIDASI DATA INDIKATOR MUTU
A. Proses Pemilihan Indikator Mutu
1. Pemilihan indikator mutu RS menjadi tanggung jawab Direktur RS, Komite PMKP memfasilitasi pemilihan
indikator mutu RS.
2. Direktur RS bersama-sama dengan pelayanan dan manajemen memilih dan menetapkan pengukuran yang
diprioritaskan untuk dilakukan evaluasi.
3. Indikator mutu yang di evaluasi meliputi :
a. Indikator mutu area klinik (IAK) yaitu indikator mutu yang bersumber dari area pelayanan
b. Indikator mutu area manajemen (IAM) yaitu indikator mutu yang bersumber dari area manajemen
c. Indikator mutu sasaran keselamatan pasien yaitu indikator mutu yang mengukur kepatuhan staf
dalam penerapan sasaran keselamatan pasien dan budaya keselamatan
60. A. Pengumpulan Data Indikator Mutu
B. Analisis data indikator Mutu
C. Validasi data indikator Mutu
4. Setiap unit kerja di RS memilih dan menetapkan indikator mutu yang
dipergunakan untuk mengukur mutu unit kerja
61. Kegiatan
1. Indikator Mutu (klinis, Manajemen, Sasaran keselamatan Pasien, unit
kerja, surveilance PPI)
2. Clinical Pathway
3. Keselamatan Pasien (IKP, Risk Manajemen, FMEA)
4. Penilaian kinerja (RS, Unit kerja, Para Pimpinan RS, Tenaga profesi, Staf)
5. Evaluasi kontrak & perjanjian lainnya
6. Diklat PMKP
7. Program PMKP di unit kerja
8. Pencatatan & pelaporan
9. Monitoring dan evaluasi kegiatan PMKP
KEGIATAN PRIORITAS
KOMITE PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
62. Rencana kegiatan dan pelaksanaan
1. Indikator mutu (Indikator klinis, Manajemen, Sasaran Keselamatan
Pasien, Unit kerja dan surveillance PPI)
2. Clinical Pathway
3. Keselamatan Pasien (IKP, Risk Manajemen, RCA/ FMEA)
4. Penilaian kinerja RS
5. Penilaian kinerja Direktur RS
6. Penilaian kinerja unit kerja
7. Penilaian kinerja para pimpinan RS
8. Penilaian kinerja (Praktik profesional) staf medis
9. Penilaian kinerja perawat dan tenaga profesional lainnya
10. Penilaian kinerja staf
11. Evaluasi kontrak & perjanjian lainnya
12. Diklat PMKP
13. Monitoring dan evaluasi kegiatan PMKP
63. A. Pencatatan dan Pelaporan
1. Pencatatan dan pelaporan program PMKP dilaksanakan setiap akhir kegiatan dan tiap
triwulan pelaporan kegiatan dilaporkan kepada Pimpinan Rumah Sakit secara periodik
tiap Triwulan melalui pelaporan Realisasi program kerja Komite PMKP
2. Pencatatan Indikator mutu, sensus harian dilakukan oleh unit masing- masing. Laporan
bulanan oleh unit tentang pencapaian pemantauan indikator klinis, indikator manajemen,
indikator sasaran keselamatan pasien, dilaporkan kepada Komite PMKP untuk direkap dan
diterbitkan FTKP . (Form Tidakan Korektif dan Pencegahan)
3. Pencatatan dan pelaporan insiden keselamatan pasien :
Setiap terjadi insiden keselamatan pasien unit langsung membuat laporan insiden untuk
dilaporkan kepada Komite PMKP, kemudian dilakukan RMG oleh Komite PMKP dan
dilakukan pembahasan dengan Manajemen.
PENCATATAN DAN PELAPORAN
64. Pelaporan
1. Laporan harian untuk unit yang berhubungan dengan laporan insiden
dilaporkan kepada Komite PMKP
2. Laporan bulanan oleh unit tentang pencapaian pemantauan indikator klinis,
indikator manajemen, indikator sasaran keselamatan pasien untuk direkap
dan diterbitkan FTKP (Form Tindakan Korektif dan Pencegahan)
3.
Laporan Tri wulan untuk realisasi pencapaian program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien oleh Ketua PMKP
4. Laporan tahunan evaluasi pelaksanaan program PMKP oleh Ketua Komite
PMKP untuk dilaporkan kepada Pimpinan rumah sakit dan unit terkait.
65. MONITORING DAN EVALUASI
A. Monitoring
Monitoring program PMKP oleh pimpinan melalui pertemuan Komite
PMKP dengan pimpinan secara rutin dan beberapa kegiatan melalui
audit internal RS
B. Evaluasi Kegiatan
Evaluasi dilaksanakan setiap akhir tahun untuk ditindak lanjuti sesuai
masalah / kendala yang ada. jika pencapaian tidak sesuai dengan
target yang sudah ditetapkan, maka pimpinan (Komite PMKP dan
pimpinan RS) mengambil tindakan yang diperlukan, termasuk
didalamnya melakukan perubahan terhadap program ataupun proses
66. Dokumen Bukti
Laporan pelaksanaan program PMKP :
1. Laporan pelaksanaan pemantauan indikator klinik
2. Laporan hasil audit klinik
3. Laporan RCA
4. Laporan pelatihan-pelatihan internal
5. Laporan pemantauaan indikator mutu pelayanan rumah sakit
6. Laporan Pengendalian dan Pencegahan Infeksi
7. Laporan pelaksanaan mutu di Instalasi/ Unit
8. Laporan Realisasi pencapaian program PMKP
67. Standar PMKP ditujukan pada semua kegiatan di rumah sakit secara
menyeluruh dalam spektrum yang luas berupa kerangka kerja untuk perbaikan
kinerja dan menurunkan risiko akibat variasi dalam proses pelayanan. Kerangka
kerja dalam standar PMKP ini juga dapat terintegrasi dengan kejadian yang tidak
dapat dicegah (program manajemen risiko) dan pemanfaatan sumber daya
(pengelolaan utilisasi). Rumah sakit yang menerapkan kerangka kerja ini
diharapkan akan:
A. Mengembangkan dukungan pimpinan yang lebih besar untuk program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien secara menyeluruh di rumah sakit;
B. Melatih semua staf tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah
sakit;
C. Menetapkan prioritas pengukuran data dan prioritas perbaikan;
D. Membuat keputusan berdasarkan pengukuran data; dan
E. Melakukan perbaikan berdasarkan perbandingan dengan rumah sakit setara atau
data berbasis bukti lainnya, baik nasional dan internasional.
68. Fokus standar peningkatan mutu dan keselamatan
pasien adalah:
A.Pengelolaan kegiatan peningkatan mutu, keselamatan
pasien dan manajemen risiko.
B. Pemilihan dan pengumpulan data indikator mutu.
C. Analisis dan validasi data indikator mutu.
D.Pencapaian dan upaya mempertahankan perbaikan mutu.
E. Sistem pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien
rumah sakit (SP2KP-RS)
F. Penerapan manajemen risiko.
69. PMKP
PMKP 1 Pengelolaan kegiatan PMKP dan manajemen risiko
PMKP 2 – 3 Pemilihan dan pengumpulan data indikator mutu
PMKP 4 – 5 Analisis dan validasi data indikator mutu.
PMKP 6 – 7 Pencapaian dan mempertahankan perbaikan
5
PMKP 8 – 9 Sistem pelaporan dan pembelajaran
keselamatan pasien RS (SP2KP-RS)
PMKP 10 Pengukuran dan evaluasi budaya keselamatan pasien
PMKP 11 Penerapan manajemen risiko
70. Pengelolaaan Kegiatan PMKP &
Manajemen Risiko
PMKP 1
RS mempunyai Komite / Tim penyelenggara Mutu yang kompeten
untuk mengelola kegiatan PMKP sesuai dengan peraturan perUU
Elemen Penilaian PMKP 1
a. Direktur telah menetapkan regulasi terkait PMKP serta manajemen risiko
b. Direktur RS telah membentuk Komite / tim mutu untuk mengelola kegiatan
PMKP serta uraian tugasnya sesuai dengan peraturan perUU
c. Komite Mutu menyusun program PMKP RS meliputi (a-i) yang telah
ditetapkan Direktur RS dan disahkan oleh Representatve pemilik / Dewan
pengawas.
d. Program PMKP dievaluasi dalam Rapat koordinasi mellibatkan Komite-
komite, Pimpinan RS dan Kepala unit setiap triwulan untuk menjamin
perbaikan mutu yang berkesinambungan.
71. Dalam proses pengukuran data, Direktur menetapkan:
a) kepala unit sebagai PJ PMKP di tingkat unit;
b) staf pengumpul data; dan
a) staf yang akan melakukan validasi data (validator).
• RS yang memiliki tenaga cukup, proses pengukuran data dilakukan
oleh (a-c), namun dalam hal keterbatasan tenaga, validasi dapat
dilakukan oleh penanggung jawab PMKP di unit kerja.
• Komite / Tim Mutu, PJ PMKP di unit, staf pengumpul data,
validator perlu mendapat pelatihan PMKP termasuk pengukuran
data mencakup pengumpulan data, Analisa data, validasi data dan
perbaikan mutu.
72. Program PMKP RS
(meliputi tapi tidak terbatas)
a) Pengukuran mutu indikator termasuk Indikator nasional mutu (INM), indikator
mutu prioritas rumah sakit (IMP RS) dan indikator mutu prioritas unit (IMP-Unit).
b) Meningkatkan perbaikan mutu dan mempertahankan perbaikan
berkelanjutan.
c) Mengurangi varian dalam praktek klinis dengan menerapkan PPK / Algoritme /
Protokol dan melakukan pengukuran dengan clinical pathway.
d) Mengukur dampak efisiensi dan efektivitas prioritas perbaikan terhadap
keuangan dan sumber daya mis. SDM.
e) Pelaporan dan Analisa Insiden Keselamatan pasien.
f) Penerapan Sasaran keselamatan pasien.
g) Evaluasi kontrak klinis dan kontrak manajemen.
h) Pelatihan semua staf sesuai perannya dalam program PMKP.
i) Mengkomunikasikan hasil pengukuran mutu meliputi masalah mutu dan
capaian data kepada staf.
73. Pemilihan dan Pengumpulan Data
Indikator
PMKP 2
Komite / Tim mutu mendukung proses pemilihan indikator
dan melaksanakan koordinasi serta integrasi kegiatan
pengukuran data indikator mutu dan
keselamatan pasien
Elemen Penilaian PMKP 2
a) Komite mutu terlibat dalam pemilihan indikator mutu
prioritas baik ditingkat RS maupun tingkat unit layanan.
b) Komite mutu melaksanakan koordinasi dan integrasi
kegiatan pengukuran serta melakukan supervisi ke unit
layanan.
c) Komite mutu mengintegrasikan laporan IKP, pengukuran
budaya keselamatan, dan lainnya untuk mendapatkan
solusi dan perbaikan terintegrasi.
74. PMKP 3
Pengumpulan data indikator mutu dilakukan oleh staf
pengumpul data yang sudah mendapatkan pelatihan tentang
pengumpulan atau pengukuran data indikator mutu.
Elemen Penilaian PMKP 3
a. RS melakukan pengumpulan data mencakup (a-c) dalam
maksud dan tujuan.
b. Indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS) dan indicator
mutu prioritas unit (IMP- Unit) telah dibuat profil indikator
mencakup (a-t) dalam maksud dan tujuan.
75. Pengukuran Indikator nasional mutu (INM),
Prioritas perbaikan Tingkat RS dan di Unit
a) INDIKATOR NASIONAL MUTU (INM) yaitu indikator mutu nasional yang wajib
dilakukan pengukuran, sebagai informasi mutu secara nasional.
setiap
b) INDIKATOR MUTU PRIORITAS RUMAH SAKIT (IMP-RS) mencakup:
(1)Indikator Sasaran Keselamatan pasien minimal 1 indikator
sasaran.
(2)Indikator pelayanan klinis prioritas minimal 1 indikator.
(3)Indikator sesuai tujuan strategis rumah sakit (KPI) minimal 1 indikator.
(4)Indikator terkait perbaikan sistem minimal 1 indikator.
(5)Indikator terkait manajemen risiko minimal 1 indikator.
(6)Indikator terkait Penelitian klinis dan program pendidikan kedokteran
minimal 1 indikator. (apabila ada)
c) INDIKATOR MUTU PRIORITAS UNIT (IMP-Unit) adalah indikator prioritas
yang khusus dipilih kepala unit terdiri dari minimal 1 indikator.
76. WORKSHOP TOT CALON SURVEYOR AKREDITASI RUMAH SAK
Analisis dan Validasi Data Indikator Mutu
PMKP 4
Agregasi dan analisis data dilakukan untuk mendukung
Program PMKP serta mendukung partisipasi dalam
pengumpulan database eksternal.
Elemen Penilaian PMKP 4
a. Telah dilakukan agregasi dan Analisa data menggunakan metode
dan teknik statistik terhadap semua indikator mutu yang telah
diukur oleh staf yang kompeten
b. Hasil analisia digunakan untuk membuat rekomendasi tindakan
perbaikan dan serta menghasilkan efisiensi penggunaan sumber
daya.
c. Memiliki bukti analisis data dilaporkan kepada Direktur dan
Reprentasi pemilik / Dewas sebagai bagian dari Program PMKP.
d. Memiliki bukti hasil Analisa berupa informasi INM dan e-report IKP
diwajibkan lapor kepada Kemkes sesuai peraturan yang berlaku..
77. Elemen Penilaian PMKP 4
e. Terdapat proses pembelajaran dari database eksternal untuk :
• perbandingan internal dari waktu ke waktu,
• perbandingan dengan RS yang setara,
• perbandingan dengan praktik terbaik (best practices), dan
• perbandingan dengan sumber ilmiah profesional yang
objektik.
f. Keamanan dan kerahasiaan tetap dijaga saat berkontribusi pada
database eksternal.
g. Telah menganalisa efisiensi berdasarkan biaya dan jenis sumber
daya yang digunakan (sebelum dan sesudah perbaikan) terhadap
satu proyek prioritas perbaikan yang dipilih setiap tahun.
78. Staf dengan pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan yang
bertugas mengumpulkan dan menganalisis data RS secara
sistematis.
Elemen Penilaian PMKP 4.1
a. Data dikumpulkan, dianalisis, dan diubah menjadi informasi untuk
mengidentifikasi peluang-peluang untuk perbaikan.
b. Staf yang kompeten melakukan proses pengukuran menggunakan
alat dan teknik statistik.
c. Hasil analisis data dilaporkan kepada penanggung jawab
indikator mutu yang akan melakukan perbaikan.
PMKP 4.1
79. RS melakukan proses validasi data terhadap
indikator mutu yang diukur.
Elemen Penilaian PMKP 5
a. RS telah melakukan validasi yang berbasis bukti
meliputi a) – g) yang ada pada maksud dan tujuan.
b. Pimpinan RS bertanggung jawab atas validitas dan
kualitas data serta hasil yang dipublikasikan
PMKP 5
80. Data yang harus divalidasi
a. Pengukuran Indikator mutu baru;
b. Bila data akan dipublikasi ke masyarakat baik melalui web site RS atau
media lain
c. Ada perubahan pada pengukuran yang selama ini sudah dilakukan, mis.
perubahan profil indikator, instrumen pengumpulan data, proses agregasi data,
atau perubahan staf pengumpul data atau validator .
d. Bila terdapat perubahan hasil pengukuran tanpa diketahui sebabnya
e. Bila terdapat perubahan sumber data, mis. terdapat perubahan sistem
pencatatan pasien dari manual ke elektronik;
f. Bila terdapat perubahan subyek data seperti perubahan umur rata2 pasien,
perubahan protokol riset, PPK baru diberlakukan, serta adanya teknologi dan
metodologi pengobatan baru.
g. Bila data akan dilaporkan ke Direktur dan Dewas secara regular setiap
tiga bulan.
81. Mencapai dan Mempertahankan Perbaikan
PMKP 6
RS mencapai perbaikan mutu dan dipertahankan
Elemen Penilaian PMKP 6
a. RS telah membuat rencana perbaikan dan melakukan uji
coba menggunakan metode yang telah teruji dan
menerapkannya untuk meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien.
b. Tersedia kesinambungan data mulai dari pengumpulan data
sampai perbaikan yang dilakukan dan dapat dipertahankan.
c. Memiliki bukti perubahan regulasi dan perubahan proses
yang diperlukan untuk mempertahankan perbaikan.
d. Keberhasilan telah didokumentasikan dan dijadikan laporan
PMKP.
82. PMKP 7
Dilakukan evaluasi proses pelaksanaan standar pelayanan kedokteran
di RS untuk menunjang pengukuran mutu pelayanan klinis prioritas.
Elemen Penilaian PMKP 7
a. RS melakukan evaluasi clinical pathway sesuai yang
tercantum dalam maksud dan tujuan.
b. Hasil evaluasi dapat menunjukkan adanya perbaikan
terhadap kepatuhan dan mengurangi variasi dalam
penerapan prioritas standar pelayanan kedokteran di RS.
c. RS telah melaksanakan audit klinis dan atau audit
medis pada penerapan prioritas standar pelayanan
kedokteran di RS
83. Pengukuran prioritas perbaikan
pelayanan klinis
• Penerapan standar pelayanan kedokteran berdasarkan PPK
dievaluasi dengan alur klinik / clinical pathway (CP).
• Pengukuran prioritas perbaikan pelayanan klinis ditetapkan
Direktur, Bersama pimpinan medis, ketua Komite medik dan KSM
menetapkan paling sedikit 5 (lima) evaluasi pelayanan prioritas
standar pelayanan kedokteran.
• Evaluasi pelayanan prioritas standard pelayanan kedokteran dilakukan
sampai terjadi pengurangan variasi dari data awal ke target yang
ditentukan ketentuan RS.
84. Sistem Pelaporan dan Pembelajaran
Keselamatan Pasien
PMKP 8
RS mengembangkan Sistem pelaporan dan
pembelajaran keselamatan pasien di RS (SP2KP)
a. Direktur menetapkan Sistem pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien RS
(SP2KP-RS) termasuk definisi, jenis IKP meliputi kejadian sentinel (a – o) dalam bagian
maksud dan tujuan), KTD, KNC, KTC dan KPCS, mekanisme pelaporan dan analisanya
serta pembelajarannya,
b. Komite mutu membentuk tim investigator sesegera mungkin untuk melakukan
investigasi komprehensif / analisa akar masalah (root cause analysis) pada semua
kejadian sentinel dalam kurun waktu tidak melebihi 45 hari.
c. Pimpinan RS melakukan tindakan perbaikan korektif dan memantaunya efektivitasnya
untuk mencegah atau mengurangi berulangnya kejadian sentinel tersebut.
d. Pimpinan RS menetapkan proses untuk menganalisa KTD, KNC, KTC, KPCS dengan
melakukan investigasi sederhana dengan kurun waktu Grading biru tidak melebihi 7
hari, grading hijau tidak melebihi 14 hari.
e. Pimpinan RS melakukan tindakan perbaikan korektif dan memantaunya efektivitasnya
untuk mencegah atau mengurangi berulangnya KTD, KNC, KTC, KPCS tersebut.
85. DEFINISI INSIDEN
KESELAMATAN PASIEN (IKP)
KESELAMATAN PASIEN
INSIDEN
disengaja ketika memberikan
(IKP) : kejadian yang
asuhan kepada pasien
tidak
(care
management problem (CMP) atau kondisi yang berhubungan dengan
lingkungan di RS termasuk infrastruktur, sarana prasarana (service
delivery problem (SDP), yang dapat berpotensi atau telah menyebabkan
bahaya bagi pasien.
Definisi kejadian sentinel meliputi (a- o) dan dapat meliputi
kejadian lainnya seperti yang disyaratkan dalam peraturan atau
dianggap sesuai oleh RS untuk ditambahkan ke dalam daftar
kejadian sentinel.
Tidak semua kesalahan menyebabkan kejadian sentinel, dan
tidak semua kejadian sentinel akibat suatu kesalahan.
86. KEJADIAN SENTINEL
Kejadian Sentinel suatu kejadian yang tidak berhubungan dengan perjalanan
penyakit pasien atau penyakit yang mendasarinya yang terjadi pada pasien.
Kejadian sentinel, salah satu jenis IKP yang harus dilaporkan yang menyebabkan
terjadinya hal2 berikut ini:
a) Kematian.
b) Cedera permanen.
c) Cedera berat yang bersifat sementara / reversible.
• Cedera permanen : dampak yang dialami pasien yang bersifat ireversibel
akibat insiden yang dialaminya mis. kecacadan, kelumpuhan, kebutaan, tuli dsb.
• Cedera berat yang bersifat sementara : cedera yang bersifat kritis dan dapat
mengancam nyawa yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tanpa terjadi
cedera permanen / gejala sisa, namun kondisi tersebut mengharuskan
pemindahan pasien ke tingkat perawatan yang lebih tinggi /pengawasan pasien
untuk jangka waktu yang lama, pemindahan pasien ke tingkat perawatan yang
lebih tinggi karena adanya kondisi yang mengancam nyawa, atau penambahan
operasi besar, tindakan, atau tata laksana untuk menanggulangi kondisi tersebut
87. WORKSHOP TOT CALON SURVEYOR AKREDITASI RUMAH SAKI
a) Bunuh diri oleh pasien yang sedang dirawat, ditatalaksana, menerima pelayanan
di unit yang selalu memiliki staf sepanjang hari atau dalam waktu 72 jam setelah
pemulangan pasien, termasuk dari UGD rumah sakit;
b) Kematian atas bayi cukup bulan yang tidak diantisipasi;
c) Bayi dipulangkan kepada orang tua yang salah;
d) Penculikan pasien yang sedang menerima perawatan, tata laksana, dan
pelayanan;
e) Pasien kabur (atau, pulang tanpa izin) dari unit perawatan yang selalu dijaga
oleh staf sepanjang hari (termasuk UGD), yang menyebabkan kematian, cedera
permanen, atau cedera sementara derajat berat bagi pasien tersebut;
f) Reaksi transfusi hemolitik yang melibatkan pemberian darah atau produk
darah dengan inkompatibilitas golongan darah mayor (ABO, Rh, kelompok darah
lainnya);
g) Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera permanen,
atau cedera sementara derajat berat) atau pembunuhan pasien yang sedang
menerima perawatan, tata laksana, dan layanan ketika berada dalam lingkungan
RS
h) Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera permanen,
atau cedera sementara derajat berat) atau pembunuhan anggota staf,
lingkungan RS,
Kejadian sentinel,
jika terjadi salah satu dari sbb :
88. i. Tindakan invasif, termasuk operasi, yang dilakukan pada pasien
yang salah, di sisi yang salah, atau menggunakan prosedur yang
salah (secara tidak sengaja);
j. Tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasien secara tidak sengaja
setelah suatu tindakan invasif, termasuk operasi;
k. Hiperbilirubinemia neonatal berat (bilirubin > 30 mg/dL);
l. Fluoroskopi berkepanjangan dengan dosis kumulatif > 1.500 rad pada
satu medan tunggal atau pemberian radioterapi ke area tubuh yang
salah atau pemberian radioterapi > 25% melebihi dosis radioterapi
yang direncanakan;
m. Kebakaran, lidah api, atau asap, uap panas, atau pijaran yang tidak
diantisipasi selama satu episode perawatan pasien;
n. Semua kematian ibu intrapartum (terkait dengan proses
persalinan);
o. Morbiditas ibu derajat berat (terutama tidak berhubungan dengan
perjalanan alamiah penyakit pasien atau kondisi lain yang mendasari)
terjadi pada pasien dan menyebabkan cedera permanen atau cedera
sementara derajat berat. 21
89. DEFINISI JENIS INSIDEN
a. Kejadian tidak diharapkan (KTD) adalah
insiden keselamatan pasien yang
menyebabkan cedera pada pasien.
b. Kejadian tidak cedera (KTC) adalah
insiden keselamatan pasien yang sudah
terpapar pada pasien namun tidak
menyebabkan cedera.
c. Kejadian nyaris cedera (KNC) insiden
keselamatan pasien yang belum terpapar
pada pasien.
proses penyakit atau kondisi pasien
d. Kondisi potensial cedera signifikan
(KPCS) adalah kondisi (selain dari
itu
sendiri) yang berpotensi menyebabkan
terjadinya kejadian tidak diharapkan
(KTD) - cedera signifikan
JENIS IKP
Sentinel
KNC
KTD
KTC
KPCS
90. 1. Administrasi Klinis
2. Proses / Prosedur klinis
3. Dokumentasi
4. Infeksi Nosokomial
5. Proses Medikasi / Cairan Infus
6. Darah / produk darah
7. Gizi / Nutrisi
8. Oxigen / Gas medis
9. Alat Medis
10.Perilaku pasien
11. Pasien jatuh
12. Pasien Kecelakaan
13.Infrastruktur / Sarana / Bangunan
14. Sumber daya / Manajemen
15. Laboratorium
Tipe Insiden
91. Tipe Harm
(Dampak yang terjadi akibat Insiden)
ICD X 2010
1.Patofisiologi Chapter I - XVIII
Contoh : Pasien Rhinitis alergi, salah diberikan obat, yang diberikan obat DM,
sehingga pasien mengalami Koma Diabetik ((E.10.0)–E.10 – E.14 :
DM.
–“0” : With coma : Diabetic, coma with or without ketoacidosis, hyperosmolar
coma, hypoglycaemic coma, Hyperglycaemic coma NOS.
– Di cari external cause morbidity dan mortality :
Chapter XX: Cause : Y42.3
2. Cedera : Injury
, poisoning and certain other consequences of
external causes Chapter XIX
Contoh : Pasien dengan Hipertensi, jatuh di kamar mandi dan mengalami
Fraktur di tangan kiri. (ICD X: S.67.0) : Crushing injury of wrist and hand
– S67.0 Crushing injury of thumb and otherfinger(s)
– Di cari external cause morbidity dan mortality di Chapter XX : Cause
W18.2
Chapter XX V01-Y34 :
– Sebutkan aktifitas saat cedera ; di :
– 4 : While resting, sleeping, eating or engaging in other vital activities Personal hygiene
– 9 : During unspecified activity
3. Lain2 (Factors influencing health status and contact with health service)
Chapter XXI - XXII .
92. Data laporan insiden keselamatan pasien selalu dianalisis setiap
tiga bulan untuk memantau ketika muncul tren atau variasi yang
tidak diinginkan
Elemen Penilaian PMKP 9
a) Proses pengumpulan data sesuai (a-h) di maksud dan
tujuan, analisis, dan pelaporan diterapkan untuk
memastikan akurasi data.
b) Analisis data mendalam dilakukan ketika terjadi tingkat,
pola atau tren yang tak diharapkan yang digunakan untuk
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien.
c) Data luaran (outcome) dilaporkan kepada Direktur dan
Representatif pemilik/ Dewas sebagai bagian dari program
PMKP.
PMKP 9
93. Komite mutu menganalisa dan memantau IKP setiap triwulan untuk mendeteksi pola,
tren serta variasi berdasarkan frekuensi pelayanan dan/atau risiko terhadap pasien.
Laporan insiden dan hasil Investigasi komprehensif (RCA) maupun investigasi
sederhana (simple RCA) harus dilakukan untuk setidaknya hal2 berikut ini:
a) Semua reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi,
b) Semua kejadian serius akibat reaksi obat (adverse drug reaction) yang serius sesuai
yang ditetapkan oleh rumah sakit
c) Semua kesalahan pengobatan (medication error) yang signifikan sesuai yang
ditetapkan oleh rumah sakit
d) Semua perbedaan besar antara diagnosis pra- dan diagnosis pascaoperasi;
misalnya diagnosis praoperasi adalah obstruksi saluran pencernaan dan
diagnosis pascaoperasi adalah ruptur aneurisme aorta abdominalis (AAA)
e) KTD atau pola kejadian tak diharapkan selama sedasi prosedural tanpa
memandang cara pemberian
f) KTD atau pola kejadian tak diharapkan selama anestesi tanpa memandang cara
pemberian
g) KTD yang berkaitan dengan identifikasi pasien
h) Kejadian2 lain; misalnya infeksi yang berkaitan dengan perawatan
kesehatan atau wabah penyakit menular
94. Rumah sakit melakukan pengukuran dan evaluasi
budaya keselamatan pasien
1. Rumah sakit telah melaksanakan pengukuran budaya
keselamatan pasien secara regular setiap tahun
menggunakan metode yang telah terbukti
2. Hasil pengukuran budaya sebagai acuan dalam
menyusun program peningkatan budaya keselamatan
di RS.
PMKP 10
95. PMKP 11
Komite mutu memandu penerapan program
manajemen risiko di rumah sakit
Elemen penilaian PMKP 11
a) Komite mutu telah menyusun Program manajemen risiko tingkat RS
untuk ditetapkan Direktur
b) Komite mutu memandu penerapan program manajemen risiko yang
di tetapkan oleh Direktur
c) Komite mutu telah membuat daftar risiko RS berdasarkan daftar risiko
unit2 di RS.
d) Komite mutu telah membuat profil risiko dan rencana penanganan
e) Komite mutu telah membuat pemantauan terhadap rencana
penanganan dan melaporkan kepada Direktur dan Representatif
pemilik / Dewas setiap 6 bulan
f) Komite mutu telah memandu pemilihan minimal satu Analisa secara
proaktif terhadap proses berisiko tinggi yang diprioritaskan untuk
dilakukan Analisa FMEA setiap tahun
98. Contoh Profil risiko
NO KATEGORI
RISIKO
PERNYATAAN RISIKO AKAR MASALAH
(PENYEBAB
UTAMA RISIKO)
DAMPAK
(D)
PROBABI
LITAS (P)
CONTROLLABI
LITY
(Pengendalian)
SCORI
NG
RANGK
ING
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
(5x6x7)
(9)
1 Ops-
Risiko
Klinis
(KP)
Karena keterbatasan tenaga
perawat di ranap Kemungkinan
pasien menerima obat tidak
sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan oleh DPJP Sehingga
memperlambat kesembuhan
pasien
belum ada
perencanaan
dan perhitungan
tenaga
keperawatan
4 4 1 16 2
5 Ops (Non
Klinis)
Karena belum semua petugas
yang bekerja di Ruang laundry
menggunakanAPD mungkin saja
ada petugas yang terkena cairan
tubuh / darah pasien yang ada di
linen. sehingga petugas terpapar
cairan infeksius
Belum ada
supervisi
berkala
penggunaan
APD
4 3 1 12 3
Pengendalian :
1 ; easy = mudah untuk dikontrol
2; Moderate easy = agak mudah dikontrol
3; Moderate difficult = agak sulit dikontrol
4; Difficult = sulit untuk dikontrol
99. 1.Tujuan tikus mengambil keju dan selamat.
ketidakpastian.:
2.Tikus dalam keadaan atau situasi
1.Mendapatkan keju dan terluka
2.Tidak mendapatkan keju dan terluka
3.Mendapatkan keju dan tidak terluka
3.Tikus mengidentifikasi risiko dan membuat pernyataan
risiko :
Karena keju berada dalam perangkap, mungkin tikus
bisa terjepit ketika akan mengambilnya, sehingga tikus
bisa mengalami cedera.
4.Tikus seorang manajer risiko yang handal, dia sudah
memakai helm
mempersiapkan diri dengan sehingga
jika sesuatu yang buruk benar terjadi, tikus tidak akan
mengalami cedera.
Pembelajaran dari Tikus :
Semua Kegiatan yang kita lakukan, ada ketidakpastian..
Kita harus mencegah kejadian yang tidak diharapkan sebelum terjadi.
BELAJAR DARI TIKUS
100. Risiko berada di antara sebab dan akibat.
Kita tidak bisa mengelola SEBAB karena itu FAKTA dan
AKIBAT karena MUNGKIN BELUM TERJADI.
YANG BISA KITA KELOLA ADALAH “RISIKO”
SEBAB
AKIBAT
RISIKO
Fakta
Ketidakpastian
yang negatif
Hasil yang
mungkin
terjadi
SEBAB vs RISIKO vs AKIBAT
• SEBAB adalah fakta / masalah yang sudah
terjadi, / sedang terjadi tapi bukan risiko karena
bukan ketidakpastian.
• RISIKO adalah ketidakpastian yang mungkin
terjadi dan mungkin saja tidak terjadi
• AKIBAT adalah alasan mengapa itu berdampak
penting terhadap tujuan.
101. PERNYATAAN RISIKO
Karena gelang ID masih menggunakan stiker yang mudah
mengelupas jika terkena air, mungkin saja tulisan nya akan terhapus,
sehingga nama pasien tidak dapat diidentifikasi
Karena belum ada form serah terima antar ruangan, mungkin saja
terjadi kesalahan dalam komunikasi lisan sehingga dapat terjadi
cedera pada pasien
Karena ketersediaan hand rub di ruang perawatan kurang, mungkin
saja petugas kesehatan tidak melakukan kebersihan tangan,
sehingga angka Infeksi HAI mungkin meningkat
Penjelasan terstruktur dari sebuah risiko memisahkan antara
SEBAB, RISIKO, DAN AKIBAT.
102. Moderate Modera
t e
High Extreme Extreme
Moderate Modera
t e
High Extreme Extreme
Modera
t e
High Extreme Extreme
Low
Low Low Modera
t e
High Extreme
Low Low Modera
t e
High Extreme
W
5 10 15 20 25
4 8 12 16 20
6 9 12 15
3
2 4 6 8 10
1 2
35 3 4 5
S
• Tingkat Risiko yang bersedia diambil instansi dalam upayanya mewujudkan
tujuan dan sasaran yang dikehendakinya. Dua faktor utama untuk
menentukan selera risiko :
• Dampak kerugian yang mungkin terjadi untuk mencapai tujuan
organisasi. Misalnya: kerugian finansial, rusaknya reputasi.
resiko : waspada atau
• Budaya / kecenderungan organisasi terhadap
agresif.
SELERA RISIKO / RISK APPETITE
Contoh Selera risiko klinis
Contoh Selera risiko non klinis
103. Retensi risiko
Retensi risiko adalah keputusan untuk menerima dan
menyerap suatu risiko dengan kriteria :
a. paling banyak memiliki tingkat konsekuensi pada level
yang telah ditetapkan untuk diretensi sesuai dengan
toleransi dan Selera Risiko unit kerja yang telah
ditetapkan;
b. terdapat perlindungan hukum yang memadai
mencakup regulasi dan / atau kontrak / perjanjian; dan
c. Unit Pemilik Risiko terkait dapat memastikan dengan
tingkat keyakinan di atas 80% bahwa tidak akan terjadi
kegagalan pada Pegawai, proses, dan system yang
ada.