Dokumen tersebut membahas konsep keselamatan pasien di rumah sakit, meliputi tujuan, prinsip, komponen, dan standar-standar keselamatan pasien. Tujuan utamanya adalah menciptakan budaya keselamatan pasien dan mengurangi kejadian tidak diharapkan.
2. PENDAHULUAN
• Tujuan pelayanan kesehatan adalah untuk
menyelamatkan pasien, sesuai dengan
ungkapan oleh Hiprocrates yaitu “Primum,
non nocere” (“First, do no harm”).
• Namun, dengan semakin berkembangnya ilmu
dan teknologi pelayanan kesehatan khususnya
di rumah sakit, pelayanan kesehatan menjadi
semakin kompleks dan berpotensi terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).
3. • Di rumah sakit terdapat ratusan macam obat,
ratusan tes dan prosedur, banyak alat dengan
teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi
dan non profesi yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat selama 24 jam terus
menerus. Keberagaman dan kerutinan
pelayanan tersebut apabila tidak dikelola
dengan baik dapat terjadi KTD.
4. • Seperti yang terjadi di masyarakat sekarang ini
yaitu penilaian akan malpraktek, yang belum
tentu sesuai dengan pembuktian akhir.
• Di Indonesia, kampanye keselamatan pasien
dimulai tahun 2006, dengan diterbitkannya
Buku Panduan Keselamatan Pasien RS oleh
Kementerian Kesehatan.
5. • Akan tetapi, aspek-aspek keselamatan pasien
sudah diterapkan di rumah sakit sejak tahun
2001, dan secara formal masuk dalam Standar
Pelayanan Minimal RS pada tahun 2008
(Kepmenkes 129/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal RS).
6. Pengertian Keselamatan Pasien
• Pasien diartikan penerima jasa pelayanan
kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan
sehat maupun sakit
• Patient diartikan pasien atau orang sakit,
sementara safety berasal dari kata safe berarti
aman atau juga memiliki arti keselamatan
(Hartono, 2002)
7. • Sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman yang meliputi asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan
(Permenkes, Tahun 2011).
8. • Keselamatan pasien adalah bebas dari cidera
fisik dan psikologis yang menjamin
keselamatan pasien, melalui penerapan
system operasional, meminimalisasi terjadinya
kesalahan, mengurangi rasa tidak aman pasien
dalam system perawatan kesehatan dan
meningkatkan pelayanan yang optimal
(Canadian Nursing Association, 2004)
9. TUJUAN KESELAMATAN PASIEN
• Terciptanya budaya keselamatan pasien di
rumah sakit
• Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit
terhadap pasien dan masyarakat
• Menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
di rumah sakit
• Terlaksananya program-program pencegahan
sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak diharapkan
10. LIMA PRINSIP KESELAMATAN PASIEN
Kohn (2000) menyusun lima prinsip untuk merancang safety
system di organisasi kesehatan yakni:
1. Prinsip I : Provide Leadership meliputi:
a. Menjadikan keselamatan pasien sebagai tujuan
utama/prioritas
b. Menjadikan keselamatan pasien sebgai tanggung jawab
Bersama
c. Menunjuk/menugaskan seseorang yang bertanggung
jawab untuk program keselamatan
d. Sistem
e. Mengembangkan mekanisme yang efektif untuk
mengidentifikasi “unsafe” dokter
11. 2. Prinsip 2: Memperhatikan keterbatasan
manusia dalam perancangan proses yakni:
a. Design job for safety
b. Menyederhanakan proses
c. Membuat standar proses
12. 3. Prinsip 3: Mengembangkan tim yang efektif
4. Prinsip 4: Antisipasi untuk kejadian tak
terduga:
a. Pendekatan proaktif
b. Menyediakan antidotum dan
c. Training simulasi
5. Prinsip 5 : menciptakan atmosfer “learning”
13. KOMPONEN KESELAMATAN PASIEN
• Setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah
pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak
Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian
Tidak Cedera dan Kejadian Potensial Cedera.
14. • Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah
insiden yang mengakibatkan cedera pada
pasien
• Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah
terjadinya insiden yang belum sampai
terpapar ke pasien
15. • Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden
yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak
timbul cedera
• Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi
yang sangat berpotensi untuk menimbulkan
cedera, tetapi belum terjadi insiden
• Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang
mengakibatkan kematian atau cedera yang
serius
16. STANDAR KESELAMATAN PASIEN
• Standar I Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana dan
hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.
17. Kriteria:
• Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
• Dokter penanggung jawab pelayanan wajib
membuat rencana pelayanan
• Dokter penanggung jawab pelayanan wajib
memberikan penjelasan secara jelas dan benar
kepada pasien dan keluarganya tentang rencana
dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur
untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya
KTD.
18. • Standar II. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah sakit harus mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.
19. Kriteria:
Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat:
• Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur
• Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga
• Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti
• Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
• Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
• Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
• Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
20. • Standar III. Keselamatan pasien dan
kesinambungan pelayanan
Rumah sakit menjamin kesinambungan
pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.
21. Kriteria:
1. Terdapat koordinasi pelayanan secara
menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan,
tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien
keluar dari rumah sakit
2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan
dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber
daya secara berkesinambungan sehingga pada
seluruh tahap pelayanan transisi antar unit
pelayanan dapat berjalan baik dan lancar
22. 3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup
peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi
dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,
pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan,
pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut
lainnya
4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar
profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya
proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan
efektif
23. • Standar IV. Penggunaan metoda-metoda
peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
Rumah sakit harus mendesign proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
keselamatan pasien.
24. • Kriteria:
1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses
perancangan (design) yang baik, mengacu pada visi,
misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien,
petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini,
praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang
berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan ”Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”
2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan
data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan
insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan
25. 3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi
intensif terkait dengan semua KTD, dan secara
proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus
risiko tinggi
4. Setiap rumah sakit harus menggunakan
semua data dan informasi hasil analisis untuk
menentukan perubahan sistem yang
diperlukan, agar kinerja dan keselamatan
pasien terjamin
26. • Standar V. Peran kepemimpinan dalam
meningkatkan keselamatan pasien
Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin
implementasi program keselamatan pasien
secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan “Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit ”
27. 2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program
proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
pasien dan program menekan atau
mengurangi KTD
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan
komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang keselamatan pasien
28. 4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang
adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta
meningkatkan keselamatan pasien
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas
kontribusinya dalam meningkatkan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien
29. • Kriteria:
1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola
program keselamatan pasien.
2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-
jenis kejadian yang memerlukan perhatian,
mulai dari KNC sampai dengan KTD
30. 3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin
bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi dalam program
keselamatan pasien
4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap
insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada
orang lain dan penyampaian informasi yang
benar dan jelas untuk keperluan analisis
31. 5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal
berkaitan dengan insiden termasuk penyediaan
informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar
Masalah (RCA) kejadian pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan
6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis
insiden, misalnya menangani Kejadian Sentinel atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk
mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan
dengan Kejadian Sentinel
32. 7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka
secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan di dalam rumah sakit dengan
pendekatan antar disiplin
8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang
dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja
rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien,
termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan
sumber daya tersebut
33. 9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan
informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien,
termasuk rencana tindak lanjut dan
implementasinya
34. • Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar:
1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan
orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan
jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas
2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan
memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien
35. Kriteria:
1. Setiap rumah sakit harus memiliki program
pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf
baru yang memuat topik keselamatan pasien
sesuai dengan tugasnya masing-masing
36. 2. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik
keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang
jelas tentang pelaporan insiden
3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan
pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan
interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien
37. • Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi
staff untuk mencapai keselamatan pasien
Standar:
1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain
proses manajemen informasi keselamatan
pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal dan eksternal
2. Transmisi data dan informasi harus tepat
waktu dan akurat
38. Kriteria:
1. Perlu disediakan anggaran untuk
merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan
informasi tentang hal-hal terkait dengan
keselamatan pasien
2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan
kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada
39. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit
• Langkah 1. Bangun Kesadaran Akan Nilai
Keselamatan Pasien
Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang
terbuka dan adil.
40. • Langkah penerapan bagi Rumah Sakit :
1. Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang
mejabarkan apa yang harus dilakukan staf segera
setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-
langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan
dukungan apa yang harus diberikan kepada staf,
pasien dan keluarga
2. Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang
menjabarkan peran dan akuntabilitas individual
bilamana ada insiden
41. 3. Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari
insiden yang terjadi di rumah sakit.
4. Lakukan asesmen dengan menggunakan survei
penilaian keselamatan pasien.
42. • Langkah 2. Pimpin Dan Dukung Staf
Bangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas
tentang Keselamatan Pasien di rumah sakit.
• Langkah penerapan untuk Rumah Sakit :
1. Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang
bertanggung jawab atas Keselamatan Pasien
2. Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-
orang yang dapat diandalkan untuk menjadi
”penggerak” dalam gerakan Keselamatan Pasien
43. 3. Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam
agenda rapat Direksi/Pimpinan maupun rapat-
rapat manajemen rumah sakit
4. Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua
program latihan staf rumah sakit anda dan
pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur
efektivitasnya.
44. • Langkah 3. Integrasikan Aktivitas Pengelolaan
Risiko
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan
risiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen
hal yang potensial bermasalah.
45. • Langkah penerapan untuk Rumah Sakit :
1. Telaah kembali struktur dan proses yang ada
dalam manajemen risiko klinis dan non klinis,
serta pastikan hal tersebut mencakup dan
terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan
Staf
2. Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi
sistem pengelolaan risiko yang dapat
dimonitor oleh Direksi/Pimpinan rumah sakit
46. 3. Gunakan informasi yang benar dan jelas yang
diperoleh dari sistem pelaporan insiden dan
asesmen risiko untuk dapat secara proaktif
meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
47. • Langkah 4. Kembangkan Sistem Pelaporan
1. Pastikan para staf mudah dalam melaporkan
kejadian/ insiden, serta rumah sakit mengatur
pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS).
2. Langkah penerapan untuk Rumah Sakit:
Lengkapi rencana implementasi sistem
pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar,
yang harus dilaporkan ke KPPRS.
48. • Langkah 5. Libatkan Dan Berkomunikasi
Dengan Pasien
1. Kembangkan cara-cara komunikasi yang
terbuka dengan pasien.
2. Langkah penerapan untuk Rumah Sakit :
1. Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang
secara jelas menjabarkan cara-cara komunikasi
terbuka tentang insiden dengan para pasien
dan keluarganya
49. 2. Pastikan pasien dan keluarga mereka
mendapat informasi yang benar dan jelas
bilamana terjadi insiden
3. Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan
semangat kepada staf agar selalu terbuka
kepada pasien dan keluarganya.
50. Langkah 6. Belajar Dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan
Pasien
• Dorong para staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk
belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
• Langkah penerapan untuk Rumah Sakit :
• Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian
insiden secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
penyebab
• Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria
pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau
Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis
lain, yang harus mencakup semua insiden yang telah terjadi dan
minimum satu kali per tahun untuk proses risiko tinggi.
51. Langkah 7. Cegah Cedera Melalui Implementasi
Sistem Keselamatan Pasien
• Gunakan informasi yang ada tentang kejadian
/ masalah untuk melakukan perubahan pada
sistem pelayanan.
52. KRITERIA MONITORING DAN EVALUASI
PASIENT SAFETY
• Secara umum, monitoring dapat diartikan sebagai
proses pemantauan suatu system atau program
kerja. Dalam proses manajemen pasient safety
terdapat kegiatan berupa pemantauan terhadap
pelaksanaan pelayanan terkait program
keselamatan pasien
• Monitoring dan evaluasi perlu dilakukan dalam
setiap program keselamatan pasien, baik dalam
pelayanan kefarmasian, keperawatan, kebidanan,
maupun dalam setiap pelayanan yang diberikan
Rumah sakit
53. Tujuan Monitoring dan Evaluasi
• Adalah agar pelayanan yang diberikan kepada
pasien sesuai dengan kaidah keselamatan
pasien
• Mencegah agar insiden yang sama tidak
terulang kembali di suatu hari nanti
54. • Hasil monitoring dan evaluasi harus
diumpanbalikkan ke semua pihak yang terkait
dengan program keselamatan pasien
• Untuk mengukur keberhasilan suatu program
maka diperlukan indicator
• Indikator merupakan suatu alat atau tolok
ukur yang menunjuk pada ukuran kepatuhan
prosedur yang telah ditetapkan
55. Indikator Keberhasilan Program
Keselamatan Pasien
• Menurunnya angka kejadian tidak diinginkan
(KTD), kejadian nyaris cedera (KNC), dan
kejadian sentinel
• Menurunnya ketiga kejadian tersebut (KTD,
KNC dan kejadian sentinel) terulang atau
kembali lagi
56. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi
Pasient safety
• Dalam Permenkes (2011) pasal 15 dan 16
terdapat sejumlah pelaksanaan dalam
pembinaan dan pengawasan terkait keselamatan
pasien yaitu:
1. Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemda Kabupaten/kota
2. Asosiasi RS dan organisasi profesi kesehatan
3. Kepala RS harus melakukan pembinaan dan
pengawasan kegiatan keselamatan pasien yang
dilaksanakan oleh tim keselamatan pasien
Rumah Sakit
57. Komunikasi Antar Anggota Tim
Kesehatan
• Komunikasi dapat diartikan sebagai sebuah
proses pertukaran pesan baik yang tertulis
ataupun tidak
• Setiap proses komunikasi tentu melibatkan
sumber komunikasi, pesan, media atau
saluran sebagai sarana mengalihkan pesan,
cara/metode untuk memindahkan pesan
• Informasi yang tidak akurat akan
menyebabkan kesalahan dan KTD
58. Metode Komunikasi Interpersonal
yang Efektif
Metode ISBAR:
I: Introduction-Perkenalan singkat
Ex: Perawat konsultasi ke dokter penanggung
jawab
“ Selamat pagi dok, saya perawat Andi, dari
ruang perawatan umum pria, yang merawat Tn.
Selamet (50 tahun) yang diruangan 401 yang
dokter diagnosis dengan DM tipe 2”
59. S: Situation-apa yang terjadi pada pasien
Ex: “ melaporkan kondisi terkini pasien atas
nama Tn. Selamet saat ini pasien mengeluh
sesak nafas mendadak”
60. B: Background-apa latar belakang klinis atau
riwayat pasien yang ada?
Ex: “ pasien sebelumnya memiliki riwayat sakit
jantung dan asma. Setelah saya kaji, pasien tidak
rutin minum obat jantung dan sakit asamnya
kambuh bila keadaan Lelah atau suhu dingin,
namun selama tidak muncul sesak. Terkadang
pasien juga mengeluh nyeri dada sebelah kiri”
61. Assessment- Bagaimana penilaian terhadap
pasien tersebut ?
Ex: “ saat ini tanda vital pasien TD: 130/90
mmHg. Nadi: 96 x/mnt, RR: 30x/mnt, suhu: 37 C,
terdengar suara nafas mengi, ada nafas cuping
hidung. Tapi pasien tidak ada sianosis perifer
dok..”
62. Recommendation –apa yang harus dilakukan
untuk masalah tersebut?
“ Saat ini pasien sudah terpasang Oksigen 3 lpm,
ada saran tambahan dok?/kira-kira dokter bisa
melihat langsung pasiennya, karena pasien
sepertinya kondisi menurun perlu dilihat
langsung oleh dokter?”
63. • Metode komunikasi lain yang dapat digunakan adalah
metode call-out. Metode ini biasa digunakan dalam
komunikasi di kondisi kegawatdaruratan dan menentukan
keputusan yang bersifat segera. Contoh komunikasi model
call-out adalah sebagai berikut:
Situasi pasien penurunan kesadaran di IGD:
Dokter: “cek jalan nafas”
Perawat A: “ Airway clear”
Dokter “ “cek breathing”
Perawat A: tidak ada nafas
Dokter : Perawat A siapkan alat-alat resusitasi, pasang iv line
bila mungkin.
64. • Check back sangat diperlukan terutama pada komunikasi tim multi
profesi. Dengan check back atau konfirmasi ulang, informasi akan
semakin jelas dan bila terjadi miscommunication dapat diatasi saat
itu juga. Secara umum tahap komunikasi check back dicontohkan
sebagai berikut:
Tahap I : Informan menyampaikan informasi
Ex: Dokter : “ beri ondancentron 4 mg IV per 12 jam
Tahap 2 : Penerima informasi, mengulang data/informasi yang diterima
Ex: perawat: “ ondancentron 4 mg IV per 12 jam ya dok?”
Tahap 3 : informan memastikan informasi yang diberikan telah benar
Ex: Dokter :”iya betul”
65. Kebijakan yang Mendukung Pasient
Safety
• Tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien, pasal 3
dan pasal 5
Pasal 3 disebutkan bahwa dalam rangka
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan Menteri membentuk
Komite Nasional Keselamatan Pasien
Pasal 5 disebutkan bahwa setiap fasilitas pelayanan
kesehatan harus menyelenggarakan Keselamatan
Pasien
66. • Kebijakan yang mengatur Akreditasi RS di Indonesia
yang dilakukan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) dan joint Commission International (JCI)
Kebijakan yang mengatur akreditasi tertuang
dalam UU Nomer 44 tahun 2009, pasal 40 ayat
1 tentang Rumah Sakit. Isi dari pasal tersebut
mewajibkan seluruh RS di Indonesia untuk
meningkatkan mutu pelayanan melalui akreditasi
di mana salah satu penilaian akreditasi
tersebut adalah keselamatan pasien