1. BAB 5
SUMBER HUKUM ISLAM
“HUKUM TAKLIFI”
A. Hukum Islam
Hukum artinya seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui
oleh sekelompok masyarakat, yang disusun oleh orang yang diberi wewenang dan
berlaku mengikat bagi anggotanya.
Hukum Islam berarti seperangkat peraturan yang berdasarkan wahyu Allah SWT;
dan sunnah Rasulullah saw; yang mengatur tentang tingkah laku manusia yang
dibebankan kepada setiap mukallaf dan mengikat semua orang yang beragama Islam.
Sumber hukum dalam Islam, ada yang disepakati (muttafaq) para ulama dan ada yang
masih dipersilisihkan (mukhtalaf).
Adapun sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah :
a. Al Qur’an,
b. Hadits,
c. Ijma’
d. Qiyas.
1. Al-Qur’an
Menurut bahasa Al-Qur'an berarti "bacaan" (dari asal kata قرأ " ). Menurut
istilah Al-Qur'an ialah "kumpulan wahyu Allah SWT, yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw, dengan perantaraan malaikat Jibril yang dihimpun dalam
sebuah kitab suci untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia dan membacanya
termasuk ibadah". Al-Qur'an merupakan sumber hukum Islam yang pertama dan
utama. Sebagaimana firman Allah SWT Q.S. An Nisa: 59 .
2.
59. kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur.
Sebagai sumber hukum Islam, Al-Qur'an mengandung 3 pokok pengetahuan
hukum yang mengatur tentang kehidupan umat manusia yaitu :
a) Hukum yang berkaitan dengan aqidah, yakni ketetapan tentang wajib beriman
kepada Allah SWT, Malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul, hari akhir dan
takdir.
b) Tuntunan yang berkaitan dengan akhlaq (budi pekerti), yaitu ajaran agar
seorang muslim memiliki sifat mulia dan menjauhi sifat tercela.
c) Hukum yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia yang terdiri dari
ucapan, perbuatan, perjanjian dan lain-lain.
2. Al-Hadis
Hadits menurut bahasa artinya "perkataan". Menurut istilah hadits ialah segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan,
perbuatan atau ketetapan (taqrir) Nabi.
Kualitas Hadis :
a. Hadits maqbul (dapat diterima sebagai pedoman) yangmencakup hadits shoheh
dan hadits hasan.
b. Hadits mardud (tidak dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup hadits
dhaif (lemah) dan hadits maudlu' (palsu).
Kedudukan dan Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam.
a. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur'an.
b. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang masih
bersifat umum.
c. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al-Qur'an.
Ijtihad ialah berusaha keras atau bersungguh-sungguh untuk memecahkan
suatu masalah yang tidak ada ketetapannya baik dalam Al-Qur'an maupun Al-
3. Hadits, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum yang telah
ditentukan
Landasannya berdasarkan hadits :
“Dari Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi Saw ketika mengutusnya ke Yaman, Nabi
bertanya: “Bagaimana kamu jika dihadapkan permasalahan hukum? Ia berkata:
“Saya berhukum dengan kitab Allah”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam
kitab Allah” ?, ia berkata: “Saya berhukum dengan sunnah Rasulullah Saw”. Nabi
berkata: “Jika tidak terdapat dalam sunnah Rasul Saw” ? ia berkata: “Saya akan
berijtihad dan tidak berlebih (dalam ijtihad)”. Maka Rasul Saw memukul ke dada
Muadz dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah sepakat dengan utusannya
(Muadz) dengan apa yang diridhai Rasulullah Saw”. (HR.Tirmidzi ).
Bentuk-bentuk Ijtihad.
1. Ijma’, yaitu kesepakatan pendapat para ahli mujtahid dalam segala zaman
mengenai hukum syari'ah.
2. Qias, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu masalah yang tidak ada
hukumnya dengan kejadian lain yang ada hukumnya karena keduanya terdapat
persamaan illat (sebab-sebabnya).
3. Istikhsan, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap masalah ijtihadiyah
berdasarkan prinsip-prinsip kebaikan.
4. Masholihul Mursalah, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu masalah
ijtihadiyah atas dasar kepentingan umum.
B. Hukum Taklifi
Hukum taklifi ialah khitab (titah) Allah SWT atau sabda Nabi Muhammad SAW yang
mengandung tuntutan, baik perintah melakukan atau larangan. Hukum taqlifi ada lima
bagian yaitu :
1. Ijab, artinya mewajibkan atau khitab (firman Allah) yang meminta mengerjakan
dengan tuntutan yang pasti.
2. Nadab (anjuran), artinya menganjurkan atau khitab yang mengandung perintah yang
tidak wajib dituruti.
4. 3. Karohah (memakruhkan) yaitu titah/ khitab yang mengandung larangan, tetapi tidak
harus dijauhi.
4. Ibahah (membolehkan), yaitu titah/khitab yang membolehkan sesuatu untuk
diperbuat atau ditinggalkan.
Dari kelima hukum tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Wajib, ialah suatu yang harus dikerjakan dan pelakunya mendapat pahala, bila
ditinggalkan maka pelakunya mendapat dosa. Adapun macam-macam wajib
adalah : Wajib Syar’I, Wajib Aqli, Wajib ‘Aini, Wajib kifayah, Wajib
Mu’ayyanah, Wajib Aqli Nadzari
b. Haram, ialah sesuatu yang apabila dilakukan pelakunya mendapat dosa dan bila
ditinggalkan pelakunya mendapat pahala. Macam haram : Haram li-dzatihi,
dan Haram li-ghairi/aridhi
c. Mubah, ialah sesuatu yang apabila dilakukan dan ditinggalkan tidak berdosa.
d. Sunat atau Mandub, ialah sesuatu yang apabila dikerjakan pelakunya mendapat
pahala dan bila ditinggalkan tak berdosa. Macam sunat : Sunat Muakkad , Sunat
Ghoiru Muakkad , Sunat Ab’at
e. Makruh, ialah sesuatu yang apabila dikerjakan pelakunya tidak berdosa tetapi
bila ditinggalkan pelakunya mendapat pahala