14# Cara Menggugurkan Kandungan usia kehamilan 1 bulan [087776558899]
Skripsi Fransiska 118105.docx
1. GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PENANGANAN
PERAWAT SEBAGAI FIRST RESPONDER PADA
KEJADIAN IN HOSPITAL CARDIAC ARREST
DI SMC RS TELOGOREJO
RISET KEPERAWATAN
Oleh
Fransiska Apriliyana Wati
118105
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2022
2. i
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PENANGANAN
PERAWAT SEBAGAI FIRST RESPONDER PADA
KEJADIAN IN HOSPITAL CARDIAC ARREST
DI SMC RS TELOGOREJO
RISET KEPERAWATAN
Riset keperawatan ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Keperawatan
Oleh
Fransiska Apriliyana Wati
118105
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES
TELOGOREJO SEMARANG
2022
3. ii
HALAMAN PENGESAHAN
Riset Keperawatan ini diajukan oleh
Nama : Fransiska Apriliyana Wati
NIM : 118105
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul Riset Keperawatan : Gambaran Pengetahuan dan Penanganan Perawat
Sebagai First Responder Pada Kejadian In Hospital
Cardiac Arrest di SMC RS Telogorejo
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan pada Program Studi S-1 Keperawatan STIKES Telogorejo
Semarang.
DEWAN PENGUJI
Ketua Penguji : Ns. Kristianto Dwi Nugroho., M.Kep
..............................................
Anggota Penguji I : Ns. Arlies Zenitha Victoria., M.Kep
..............................................
Anggota Penguji II : Ns. Felicia Risca R., M.Kep., Sp. Kep. MB
..............................................
Ditetapkan di : Semarang
Tanggal : Agustus 2022
4. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Riset Keperawatan ini dengan judul “Gambaran Pengetahuan dan Penanganan Perawat
Sebagai First Responder Pada Kejadian In Hospital Cardiac Arrest di SMC RS
Telogorejo” adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.
Nama : Fransiska Apriliyana Wati
NIM : 118105
Tanda Tangan :
Tanggal : Agustus 2022
5. iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
RISET KEPERAWATAN UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik STIKES Telogorejo Semarang, saya yang bertandatangan
di bawah ini:
Nama : Fransiska Apriliyana Wati
NIM : 118105
Program Studi : S- 1 Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Riset Keperawatan
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
STIKES Telogorejo Semarang Hak Bebas Royalti Non ekslusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas riset keperawatan saya yang berjudul: Gambaran
Pengetahuan dan Penanganan Perawat Sebagai First Responder Pada Kejadian In
Hospital Cardiac Arrest di SMC RS Telogorejo. Dengan hak bebas royalty non
eksklusif ini STIKES Telogorejo Semarang berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta ijin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Semarang, Agustus 2022
Yang menyatakan
Fransiska Apriliyana Wati
6. v
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES TELOGOREJO SEMARANG
Penelitian, Juni 2022
Fransiska Apriliyana Wati
Gambaran Pengetahuan dan Penanganan Perawat Sebagai First Responder Pada
Kejadian In Hospital Cardiac Arrest di SMC RS Telogorejo
xiv + 53 + 8 tabel +1 gambar + 2 skema+ 11 lampiran
ABSTRAK
In Hospital Cardiac Aresst (IHCA) adalah kejadian henti jantung yang terjadi di rumah
sakit, jika IHCA tidak segera ditangani akan berakibat fatal dan mengancam nyawa.
First responder sangat berperan penting sebagai orang yang pertama kali menemukan
pasien cardiac arrest. Penanganan bersifat cepat dalam waktu kurang dari 5 menit
setelah kejadian cardiac arrest dan pengetahuan perawat sebagai first responder serta
cara penanganan yang benar dapat membantu pasien memperoleh Return of
Spontaneus Circulation (ROSC). Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan
gambaran pengetahuan dan penanganan perawat sebagai first responder pada kejadian
in hospital cardiac arrest (IHCA) di SMC RS Telogorejo. Metode penelitian adalah
deskriptif retrospectif. Pengambilan data dengan melihat dokumen tim code blue pada
bulan Januari 2022 dengan kriteria perawat yang menjadi first responder pasien yang
mengalami cardiac arrest, sebanyak 84 responden. Pengambilan data menggunakan
lembar kuesioner dan wawancara dengan perawat first responden pada kejadian
cardiac arrest dibulan Januari 2022. Hasilnya mayoritas responden berusia 26 –
35tahun sebanyak 39 responden (46,4%), sebagian besar berjenis kelamin perempuan
78 responden (92,9%), dengan pendidikan Diploma 51 responden (60,7%) dan Ners
33 responden (39,3%) dan 43 responden (51,2%) berpengetahuan baik, 38 responden
(45,2%) berpengetahuan cukup dan penanganan cardiac arrest adalah baik sebanyak
66 responden (78,5 %) dan 18 responden (20,5%) penaganan cukup. Sebanyak 54
responden (64,3%) sudah mengikuti pelatihan BHD, BTCLS dan 30 responden
(35,7%) telah mengikut pelatihan BHD, BTCLS dan ACLS. Kesimpulan dari
penelitian ini perawat SMC RS Telogorejo memiliki pengetahuan dan cara
penanganan yang baik terhadap pasien IHCA. Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini
dapat dijadikan sumber informasi tambahan tentang IHCA, peneliti selanjutnya dapat
menambahkan variabel seperti berapa kali melakukan RJP, berapa keberhasilan
ROSC.
Kata Kunci : Cardiac Arrest, First Responder, Penanganan, Pengetahuan
Daftar Pustaka : 43 (2012-2020)
7. vi
STUDY PROGRAM BACHELOR IN NURSING
TELOGOREJO SCHOOL OF HEALTH SCIENCE SEMARANG
Research, June 2022
Fransiska Apriliyana Wati
An Overview of Knowledge and Handling of Nurses as First Responders in In Hospital
Cardiac Arrest Incidents at SMC RS Telogorejo
xiv + 53 + 8 tables + 1 pictures + 2 schematic + 11 attachments
ABSTRACT
In Hospital Cardiac Arrest (IHCA) is a cardiac arrest event that occurs in a hospital. If
IHCA is not treated immediately it will be fatal and life threatening. First responders
play an important role as the person who first finds cardiac arrest patients. Handling is
fast in less than 5 minutes after the event of cardiac arrest and knowledge of nurses as
first responders and the correct way of handling can help patients obtain a Return of
Spontaneous Circulation (ROSC). This study aims to describe the knowledge
overview and the nurses handling as first responders in the incidence of in-hospital
cardiac arrest (IHCA) at SMC RS Telogorejo. The research method is retrospective
descriptive. Data retrieval by looking at the code blue team documents in January 2022
with the criteria of nurses being the first responders of patients experiencing cardiac
arrest, as many as 84 respondents. Collecting data using a questionnaire sheet and
interviews with nurses first responders on the incidence of cardiac arrest in January
2022. The result is the majority of respondents aged 26-35 years as many as 39
respondents (46.4%), mostly female 78 respondents (92.9%), with Diploma education
51 respondents (60.7%) and Nurses 33 respondents (39.3%) and 43 respondents
(51.2%) had good knowledge, 38 respondents (45.2%) had sufficient knowledge and
the handling of cardiac arrest was good as many as 66 respondents (78.5%) and 18
respondents (20.5%) adequate handling. A total of 54 respondents (64.3%) have
attended BHD, BTCLS training and 30 respondents (35.7%) have attended BHD,
BTCLS and ACLS training. The conclusion of this study is that the SMC nurses of
Telogorejo Hospital have good knowledge and methods of handling IHCA patients.
For further researchers, this research can be used as a source of additional information
about IHCA, further researchers can add variables such as how many times to do CPR,
how successful is ROSC.
Keywords : Cardiac Arrest, First Responders, Handling, Knowledge
Bibliography : 43 (2012-2020)
8. vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan nikmat
dan karunia-Nya serta arahan dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya peneliti
dapat menyelesaikan penyusunan riset keperawatan yang berjudul “Gambaran
Pengetahuan dan Penanganan Perawat Sebagai First Responder Pada Kejadian In
Hospital Cardiac Arrest di SMC RS Telogorejo”. Riset Keperawatan ini disusun untuk
memperoleh gelar sarjana keperawatan pada program studi Sarjana Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Telogorejo Semarang. Peneliti menyadari
bahwa penyusunan riset keperawatan ini dapat terselesaikan berkat dukungan,
bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini dengan
segala kerendahan hati dan tulus ikhlas peneliti ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:
1. dr. Swanny Trikajanti W, M.Kes.,Ph.D selaku Ketua STIKES Telogorejo
Semarang.
2. dr. Alice Sutedja Lisa, M.K.M selaku Direktur SMC RS Telogorejo.
3. Ns. Ismonah M.Kep., Sp.Kep.MB selaku Wakil Ketua I STIKES Telogorejo.
4. Ns. Sri Puguh Kristiyawati, M.Kep., Sp.MB selaku Ketua Program Studi S-1
Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang.
5. Ns. Arlies Zenitha Victoria., M.Kep selaku pembimbing utama yang telah
memberikan waktu, arahan, saran dan nasehat dalam penyusunan riset
keperawatan ini.
6. Ns. Felicia Risca R., M.Kep., Sp.Kep. MB selaku pembimbing pendamping yang
telah memberikan waktu, arahan, saran dan nasehat dalam penyusunan riset
keperawatan ini.
7. Ns. Kristianto Dwi Nugroho., M.Kep selaku ketua penguji yang telah memberikan
9. viii
waktu, arahan, saran dan nasehat dalam penyusunan riset keperawatan ini.
8. dr. Wisnhu Wardhana., M.Kes., Sp. An., KAKV selaku ketua Code Blue SMC RS
Telogorejo.
9. V. Dheti Dyah Kumolo Wahyuni., AMK selaku koordinator Code Blue SMC RS
Telogorejo.
10. Staff pengajar riset keperawatan yang telah memberikan bekal ilmu riset
keperawatan.
11. Seluruh staff STIKES Telogorejo Semarang.
12. Kepada Bapak, Ibu, Suami dan anak-anak saya yang selalu memberikan
dukungan, motivasi dan mendoakan atas terselesaikannya penyusunan riset
keperawatan ini.
13. Teman-teman kelompok bimbingan riset keperawatan yang selalu memberikan
saran dan dukungan atas terselesaikannya penyusunan riset keperawatan ini.
14. Teman-teman angkatan 2021 yang telah memberikan dukungan dan semangat
selama penyusunan riset keperawatan.
Peneliti menyadari riset keperawatan ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu
peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan di masa mendatang.
Akhir kata semoga riset keperawatan yang sederhana ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.
Semarang, Agustus 2022
Peneliti
10. ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................ v
ABSTRAK....................................................................................................... vi
ABSTRACT..................................................................................................... vii
PRAKATA....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI.................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................ xii
DAFTAR SKEMA........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan masalah............................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian........................................................................... 6
E. Keaslian Penelitian .......................................................................... 6
F. Persamaan dan Perbedaaan dengan Penelitian Peneliti................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori IHCA....................................................................... 9
B. Kerangka Teori................................................................................ 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Konsep ............................................................................ 24
B. Desain Penelitian............................................................................. 24
C. Definisi Operasional........................................................................ 25
D. Populasi dan Sampel........................................................................ 27
E. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................... 29
F. Etika Penelitian................................................................................ 29
G. Alat Pengumpulan Data................................................................... 31
11. x
H. Prosedur Pengumpulan Dat ............................................................. 34
I. Pengolahan Data dan Analisa Data ................................................. 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian................................................................................ 39
B. Pembahasan ..................................................................................... 41
C. Kekuatan Dan Kelemahan Penelitian.............................................. 50
BAB V PENUTUP
A. Simpulan.......................................................................................... 51
B. Saran................................................................................................ 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
15. xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Plan Of Action (POA)
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 3. Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 4. Surat Persetujuan Mejadi Responden
Lampiran 5. Kuesioner Data Demografi Responden
Lampiran 6. Kuesioner Pengetahuan
Lampiran 7. Wawancara Penanganan
Lampiran 8. Kunci Jawaban
Lampiran 9. Hasil Data SPSS
Lampiran 10. Hasil Validitas
Lampiran 11. Data Pengetahuan Perawat Sebagai First Responder
Lampiran 12. Data Penaganan Perawat Sebagai First Responder
Lampiran 13. Lembar Konsultasi dan Daftar Hadir Konsultasi
16. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang
membutuhkan pertolongan segera karena apabila tidak mendapatkan pertolongan
dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan
permanen. Salah satu kondisi gawat darurat pada sistem cardio pulmonal adalah
cardiac arrest atau henti jantung. Henti jantung atau cardiac arrest merupakan
suatu kondisi di mana sirkulasi darah normal tiba-tiba berhenti sebagai akibat dari
kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif (Ferianto, 2016). Cardiac
arrest terjadi ketika jantung telah berhenti berdetak yang menyebabkan
terhentinya alirah darah di tubuh sehingga mengakibatkan tidak teralirkannya
oksigen ke seluruh tubuh. Tidak adanya pasokan oksigen dalam tubuh akan
berdampak fatal, yaitu kerusakan otak (Ngurah & Putra, 2019).
Menurut lokasi terjadinya henti jantung atau cardiac arrest diklasifikasikan dalam
Out Hospital Cardiac Arrest (OCHA) dan In Hospital Cardiac Arrest (ICHA).
Kejadian IHCA dapat terjadi dimana saja diarea rumah sakit diantaranya UGD,
ICU, bangsal, poli klinik dan tempat lainnya. Code Blue merupakan salah satu
kode prosedur kegawatan yang harus segera diaktifkan saat ditemukan seseorang
atau pasien dalam kondisi henti jantung paru di area rumah sakit. Sistem ini
pertama kali dikembangkan di Kansas Bethany Medical Centre, di Negara bagian
Amerika Serikat sekitar tahun 2000 (Sahin, 2016). Pengembangan sistem ini
17. 2
sebagai salah satu solusi mengatasi tingginya angka kematian akibat henti jantung
di rumah sakit (IHCA). Salah satu analisis penyebab tingginya IHCA adalah
pelaksanaan resusitasi yang tidak efektif. Karenanya dikembangkan sebuah sistem
yang mampu melaksanakan resusitasi pada pasien henti jantung paru agar mampu
berjalan efektif dan mampu memberi pertolongan optimal pada pasien (Sahin,
2016).
Data dari American Heart Association yang dilaporkan oleh Heart Disease and
Stroke Statistics tahun 2013 menyebutkan bahwa terdapat perbedaan angka
kejadian Insiden Cardiac Arrest di dalam rumah sakit atau In Hospital Cardiac
Arrest (IHCA) sebanyak 209.000 di tahun 2012, dan dengan jumlah yang sama di
tahun 2013 (Bobrow, et al 2013). WHO menyebutkan bahwa 17,7 juta dari 39,5
juta kematian disebabkan oleh penyakit jantung dan angka tersebut meningkat
pada setiap tahunnya. Hal tersebut berarti meningkatkan pula faktor resiko
terjadinya cardiac arrest (WHO, 2015).
Belum didapatkan data yang jelas mengenai jumlah prevalensi angka kejadian
cardiac arrest di Indonesia, namun diperkirakan sekitar 10.000 orang per tahun
yang berarti 30 orang per hari mengalami cardiac arrest, dimana kejadian
terbanyak dialami oleh penderita jantung koroner. Kematian yang diakibatkan oleh
penyakit pembuluh darah seperti jantung koroner dan stroke diperkirakan akan
terus mengalami peningkatan mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030
(Depkes, 2014). Sementara itu di Jawa Tengah menduduki peringkat ke 5 (1,6%)
dari prevalensi penyakit jantung bedasarkan diagnosis dokter Indonesia (Riskesdas
2018). Dengan demikian, maka diperlukan perhatian khusus terhadap penyakit
jantung dan pembuluh darah yang menjadikannya penyebab cardiac arrest.
18. 3
Perawat sebagai first responden (orang pertama) yang menemukan kejadian henti
jantung diruang perawatan harus memiliki kemanpuan dan pengetahuan bantuan
hidup dasar (BHD) sebelum team code blue datang (Panduan Code Blue
SNARS,2017). Kejadian cardiac arrest di SMC RS Telogorejo sebagai berikut
tahun 2018 ada 213 kejadian, tahun 2019 resusitasi sebanyak 222 kejadian dan
tahun 2020 sebanyak 231 kejadian, sehingga rata – rata terdapat 222 kejadian tiap
tahunnya (Laporan Bulanan Team Code Blue SMC RS Telogorejo, 2018 - 2020).
First responder yaitu orang yang berada disekitar korban saat kejadian baik medis
maupun non medis (Rahmawati, Emaliyawati, Kosasih,2019). Peran first
responder adalah mengenali tanda – tanda henti jantung (tidak ada respon, henti
nafas dan tidak ada nadi) dan melakukan 3A (aman diri, aman pasien dan aman
lingkungan), check respon pasien, meminta bantuan bila pasien tidak berespon dan
memberikan kompresi dada sambil menunggu bantuan (code blue team) datang
(American Heart Association,2020).
Berdasarkan SOP Bantuan Hidup Dasar (BHD) SMC RS Telogorejo, first
responder bertugas untuk memastikan keamanan penolong dan lingkungan,
menghindari invasi penularan melalui aerosol (pada masa pandemic Covid – 19),
memastikan kesadaran pasien, mengaktifkan sistem emergency/ code blue dengan
telepon ke ektensi 8080 / IGD apabila kejadian code blue diarea umum atau jauh
dari bel code blue, mengatur posisi tidur pasien terlentang pada tempat datar dan
keras, memeriksa denyut nadi karotis < 10 detik, bila tidak teraba denyut nadi
melakukan kompresi sebelum tim code blue datang.
Keselamatan hidup pasien (life saving) merupakan suatu sistem yang aman sebagai
upaya mencegah kejadian yang tidak diinginkan (Kemenkes, 2019). Tindakan-
19. 4
tindakan medis termasuk pelayanan gawat darurat sangat membutuhkan pelayanan
segera guna menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Oleh
karena itu, perawat sebagai salah satu pemberi pelayanan kesehatan dituntut harus
memiliki pengetahuan dan kesadaran yang tinggi bahwa tindakan yang dilakukan
akan memberikan efek yang positif pada pasien (Purba,2018).
Perawat atau karyawan sebagai penemu pertama (first responder) korban henti
jantung merupakan team code blue lokal, merupakan salah satu pengguna utama
pengaktifan sistem kegawatdaruratan dan menjadi responden pertama (tim code
blue lokal) dalam melakukan resusitasi. Keahlian seorang perawat, bergantung
pada tingkat pengetahuan dan ketrampilannya. Sebagai salah satu first responder,
tidak hanya mengenali pasien yang memerlukan tindakan segera tapi seorang
perawat juga dituntut untuk melakukan intervensi awal dalam menangani kasus
henti nafas dan henti jantung (Damai, Kumaat, Laihat, 2018).
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang selama 24 jam menggelola pasien intra
hospital dan sebagai first responder (orang pertama yang mengetahui) kejadian
henti jantung pasien diruang perawatan, sehingga perawat harus memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman untuk menangani pasien cardiac
arrest. Penanganan cardiac arrest tidak boleh lebih dari 5 menit setelah pasien
mengalami henti jantung, untuk itu diperlukan penanganan yang segera (American
Heart Association, 2020). Berdasarkan fenomena tersebut maka penulis ingin
meneliti “Gambaran Pengetahuan dan Penanganan Perawat Sebagai First
Responder Pada Kejadian In Hospital Cardiac Arrest di SMC RS Telogorejo”.
20. 5
B. Rumusan masalah
In Hospital Cardiac Aresst (IHCA) adalah kejadian henti jantung yang terjadi di
rumah sakit, jika IHCA tidak segera ditangani akan berakibat fatal dan
mengancam nyawa. Penanganan bersifat cepat dalam waktu kurang dari 5 menit
setelah kejadian cardiac arrest dan pengetahuan perawat sebagai first responder
serta cara penanganan yang benar dapat membantu pasien memperoleh Return Of
Spontaneus Circulation (ROSC). Tingginya angka kejadian IHCA (in hospital
cardiac arrest) menunjukkan kejadian penyakit yang mendasari, dan
menunjukkan resusitasi yang tidak efisien. Berdasarkan latar belakang diatas,
maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana Gambaran
Pengetahuan dan Penanganan Perawat Sebagai First Responder Pada Kejadian In
Hospital Cardiac Arrest di SMC RS Telogorejo?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mendiskripsikan gambaran pengetahuan dan penanganan perawat sebagai first
responder pada kejadian in hospital cardiac arrest (IHCA) di SMC RS
Telogorejo.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, lama kerja, pelatihan yang diikuti dan ruangan
berdinas.
b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan perawat sebagai first responder pada
kejadian in hospital cardiac arrest (IHCA) di SMC RS Telogorejo.
21. 6
c. Mengidentifikasi penanganan perawat sebagai first responder pada
kejadian in hospital cardiac arrest (IHCA) di SMC RS Telogorejo.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi Rumah Sakit
Penelitian ini diharapkan sebagai masukan dalam penentuan kebijakan di RS
untuk meningkatkan pengetahuan perawat diberbagai ruang perawatan terkait
penganganan pertama pada kejadian IHCA. Serta dapat menjadi masukan
dalam pengembangan SOP penganganan IHCA.
2. Bagi Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan sebagai referensi dan dasar pengembangan
keilmuwan keperawatan khususnya pada In Hospital Cardiac Arrest (IHCA)
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan acuan, tambahan data dan sumber informasi dalam mengembangkan
penelitian tentang IHCA.
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian
Penelitian Judul Metoda Hasil
Surya,
Sukraandini,
-2018
Pengalaman perawat
dalam
penatalaksanaan
pengaktifan code blue
system pada kasus
henti nafas dan henti
jantung di RSUD
Wagaya Denpasar.
Metode yang
digunakan adalah
kualitatif dengan
pendekatan
fenomenologi dari
hasil wawancara
terhadap 5 orang
partisipan.
Berdasarkan hasil
dapat disimpulkan
bahwa masa kerja dan
latar belakang
pendidikan
berpengaruh terhadap
penetalaksanaan dan
pengaktifan code blue
system.
22. 7
Penelitian Judul Metoda Hasil
Suparman,
Susilo, Adi
(2018)
Hubungan
Pengetahuan Perawat
Dengan Peran
Perawat Sebagai
Pelaksana Tindakan
Code Blue Pada
Pasien Gawat Darurat
Di Ruang Perawatan
Intensif Rumah Sakit
Paru Jember
Metode yang
digunakan adalah
korelasi dengan
pendekatan Study
Cross Sectional.
Jumlah populasi
sebanyak 42
responden dan sampel
yang diambil
sejumlah 42
responden
menggunakan teknik
total sampling.
Bahwa mayoritas
perawat ruang intensif
memiliki pengetahuan
yang baik sebesar 38
responden (90,5%)
tentang pelaksanaan
code blue
Lubis, Suci
Oktaviani
(2015)
Gambaran tingkat
pengetahuan perawat
diruang rawat inap
lantai 8B RSUD Koja
Jakarta tentang
bantuan hidup dasar.
Metode pengumpulan
data menggunakan
kuesioner dan
dilakukan secara
cross sectional total
samping 25
responden.
Tingkat pengetahuan
perawat tentang
pengertian BHD,
indikasi dilakukan
BHD, tujuan
dilakukan BHD
adalah baik.
Hidayat
(2020)
Tingkat Pengetahuan
Masyarakat Tentang
Penanganan Henti
Jantung di Wilayah
Jakarta Utara.
Metode penelitian
deskriptif dengan
jumlah sampel
penelitian sebanyak
250 orang. Data
diambil dengan
menggunakan tekhnik
cluster random
sampling.
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
sebagian besar (55,6
%) masyarakat masih
memiliki tingkat
pengetahuan yang
rendah tentang BHD
bagi korban henti
jantung.
23. 8
F. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Peneliti.
Tabel 1.2
Persamaan dan Perbedaan
Penulis Judul Persamaan Perbedaan
Surya,
Sukraandini
(2018)
Pengalaman
Perawat Dalam
Penatalaksanaan
Pangaktifan Code
Blue System Pada
Kasus Pasien Henti
Nafas dan Henti
Jantung di RSUD
Wangaya Denpasar
Meneliti
penatalaksaan
perawat dan
pengaktifan
code blue pada
henti nafas dan
henti jantung.
Penelitian lain: metoda
kualitatif, teknik
wawancara dan observasi
terhadap 5 responden
selama 2bulan.
Penulis: Deskriptif
analitik, waktu 1 bulan,
dengan total sampling
Lubis,
Oktaviani
(2015)
Gambaran Tingkat
Pengetahuan
Perawat diruang
Rawat Inap Lantai
8B RSUD Koja
Jakarta tentang
BHD
Deskriptif, alat
ukur kuesioner,
meneliti
pengetahuan
perawat tentang
BHD
Peneliti lain: metoda
cross sectional dengan
total samping 25
responden.
Penulis: metoda deskriptif
analitik, waktu 1bulan
dengan total sampling
Suparman,
Susilo,
Sasmito -
2018
Hubungan
Pengetahuan
Perawat Dengan
Peran Perawat
Sebagai Pelaksana
Tindakan Code
Blue Pada Pasien
Gawat Darurat
Diruang Perawatan
Intensif Rumah
Sakit Paru Jember
Deskriptif, alat
ukur kuesioner,
meneliti
pengetahuan
perawat dan
pelaksanan code
blue
Peneliti lain: metode
cross sectional dengan
total sampling 42
responden, waktu 2bulan.
Penulis: metoda deskriptif
analitik, waktu 1bulan
dengan total sampling
Nugroho,
Novianto -
2017
Gambaran Tingkat
Pengetahuan
Perawat Tentang
Bantuan Hidup
Dasar di Bangsal
Bedah Dan
Penyakit Dalam di
RSUD Wates
Desktiptif, alat
ukur kuesioner,
meneliti
pengetahuan
perawat tentang
BHD
Peneliti lain: Deskriptif
non analitik, cross
sectional,30 responden.
Penulis: metoda deskriptif
analitik, waktu 1bulan
dengan total sampling
24. 9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. In Hospital Cardiac Arrest (ICHA)
a. Pengertian
Henti jantung atau cardiac arrest adalah keadaan dimana terjadi
penghentian mendadak sirkulasi normal darah karena kegagalan jantung
berkontraksi secara efektif (Hardisman, 2014). Sedangkan menurut
(American Heart Association,2020) cardiac arrest adalah hilangnya
fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi pada seseorang
yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak, waktu
kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu
gejala dan tanda tampak. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa henti jantung atau cardiac arrest adalah
hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk mempertahankan
sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan
organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara
efektif.IHCA adalah kejadian henti jantung paru yang terjadi di dalam
lingkungan rumah sakit, sedangkan OCHA kejadian henti jantung paru
yang terjadi diluar rumah sakit.
25. 10
b. Faktor predisposisi
Menurut American Heart Association (2020), seseorang dikatakan
mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi
1) Ada jejas di jantung akibat dari serangan jantung terdahulu.
2) Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy).
3) Seseorang yang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung.
4) Kelistrikan jantung yang tidak normal.
5) Pembuluh darah yang tidak normal.
6) Penyalahgunaan obat.
c. Tanda – tanda cardiac arrest
Menurut (American Heart Association, 2020) ada 3 tanda –tanda cardiac
arrest yaitu:
1) Tidak ada respon respon: pasien tidak berespon terhadap rangsangan
suara, cubitan ataupun tepukan di pundak.
2) Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).
3) Tidak ada nafas: tidak ada pernafasan normal ketika jalan pernafasan
dibuka.
d. Proses terjadinya cardiac arreast
Menurut (American Heart Association, 2020) korban henti jantung
kebanyakan disebabkan karena aritmia antara lain: fibrilasi ventrikel (VF),
ventrikel takhikardi (VT), aktifitas listrik tanpa nadi / Pulseless Electrical
Activity (PEA) dan asistol.
1) Fibrilasi ventrikel (VF)
Pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya,
jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang
harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi dan
26. 11
merupakan kasus terbanyak yang menyebabkan kematian.
2) Ventrikel takhikardi (VT)
Mekanisme ventrikel takhikardi biasanya karena adanya gangguan
otomatisasi (pembentukan impuls) atau pun akibat adanya gangguan
konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian
ventrikel kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah ke ventrikel
juga berkurang sehingga curah jantung akan menurun. Pada kasus VT
dengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa
nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan CPR dan DC
shock adalah pilihan utama, sedangkan pada VT dengan keadaan
hemodinamik stabil pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih
diutamakan.
3) Pulseless Electrical Activity (PEA)
Keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan
kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat
sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. CPR
adalah tindakan yang harus segera dilakukan pada kasus ini.
4) Asistole
Merupakan kondisi dimana tidak terdapatnya aktifitas listrik pada
jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis
lurus. CPR adalah tindakan yang harus segera dilakukan bila
menemukan keadaan seperti ini.
e. Penanganan IHCA
Menurut AHA (American Heart Association) tahun 2020 henti jantung
atau cardiac arrest hanya bisa dipulihkan dengan resusitasi jantung paru
dan defibrilasi, kesempatan hidup pasien akan berkurang 7 sampai 10
27. 12
persen tiap menit jika tidak segera dilakukan CPR atau defibrilasi. Cardiac
arrest dapat sangat mematikan, namun ketika CPR dan defibrilasi
diberikan secepatnya maka kesempatan jantung untuk berdenyut kembali
sangat besar. Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya
dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami
henti jantung (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2012).
Basic Life Support (BLS) adalah suatu upaya oksigenasi darurat yang
harus dilakukan dengan cepat untuk penaganan pasien yang
mengalami henti jantung dan henti nafas secara mendadak yang
disebabkan oleh berbagai keadaan seperti pada korban tenggelam,
tersengat listrik, kecelakaan lalu lintas, korban kebakaran, serangan
jantung, dan keadaan kegawatdaruratan lainnya, (Bambang et all, 2012).
1) First Responder
First responder atau orang yang berada disekitar korban saat kejadian
baik medis maupun non medis. Perawat sebagai first responder dapat
melakukan pertolongan awal resusitasi jantung paru pada pasien ICHA
dan mengaktifkan EMS (Emergency Medical Service) menurut
Rahmawati et al (2019).
Adapun tugas perawat sebagai first responder adalah:
a) Melakukan pemeriksaan dengan cepat respon korban dengan
menepuk/ menguncang bahu korban dengan memanggil “pak-pak/
bu-bu”.
b) Bila korban tidak berespon segera mengaktifkan EMS / Code Blue.
c) Memposisikan korban pada tempat datar dan keras, serta pastikan
3A (aman diri, aman pasien dan aman lingkungan).
28. 13
d) Cek nadi, bila tidak ada nadi segera lakukan kompresi dada sambil
menunggu team code blue (second responder).
e) Memberikan bantuan nafas dengan perbandingan 30: 2.
2) Chain of survival American Heart Association (AHA,2020)
Gambar 2.1
Chain of survival (AHA,2020)
a) Segera mengenali dengan cepat terjadinya henti jantung.
b) Segera mengaktifkan sistem layanan ke gawatdaruratan (EMS/
Emergency Medical System).
c) Segera melakukan tindakan CPR atau RJP dengan mengutamakan
kompresi dada yang efektif.
d) Mempersiapkan terapi defibrilasi selama melaksanakan tindakan
RJP, dan terapi bantuan hidup lanjut.
e) Mempersiapkan penatalaksanaan kondisi pasca resusitasi.
f) Pemulihan pasca resusitasi.
2. Peran Perawat Pada ICHA
a. First Responder
First responder yaitu orang yang berada disekitar korban saat kejadian
29. 14
baik medis maupun non medis, First responder ini adalah orang- orang
yang terlatih dalam penanganan pemberian bantuan hidup dasar. Sehingga
perawat dapat melakukan pertolongan awal resusitasi jantung paru pada
pasien ICHA dan mengaktifkan EMS, (Rahmawati, Emaliyawati,
Kosasih,2019).
Penderita henti jantung mendadak harus ditangani secara dini dan hal
pertama yang paling disarankan adalah tindakan resusitasi jantung paru-
paru (CPR), meski henti jantung menyebabkan terhentinya aliran darah,
masih ada kesempatan untuk mengirimkan darah ke otak, meskipun hanya
sebesar 15% dari total kebutuhan otak untuk berfungsi normal, (Adelia
Masrisa didalam Annisa (2017).
CPR cukup membantu untuk memperlambat kematian sel otak, namun
masih tidak cukup untuk memulai otak kembali bekerja. Semakin lama
CPR tertunda, kematian sel otak akan semakin cepat terjadi (Mulya,
Fahrizal, 2019).
b. Second Responder (Tim Code Blue)
Second responder berasal dari tim terpilih dan terlatih, yang ditunjuk oleh
badan otoritatif yang ada di rumah sakit (code blue team) terdiri dari dokter
dan perawat terlatih menurut (Rahmawati, Emaliyawati, Kosasih,2019).
Pembagian tugas team Code Blue menurut Elyas (2016) yauitu: peran
Team Leader untuk menerima laporan singkat kejadian, meninjau catatan
medis sebelumnya, memimpin jalannya resusitasi, dan mengatur peran
anggota tim. Peran PJ Airway dan Breathing yaitu mempertahankan jalan
napas, memberikan oksigen, memberikan bantuan napas manual,
melakukan auskultasi suara napas, mempersiapkan set intubasi
30. 15
endotrakheal, dan melakukan intubasi endotrakheal. Peran PJ Circulation
yaitu memasang papan resusitasi, memeriksa nadi pasien, melakukan
kompresi jantung, memasang lead monitor EKG, pulse oxymetri,
memasang akses intravena, dan melakukan pengambilan sampel gas
darah, mempersiapkan obat-obatan, adrenalin, amiodaron, lidocain,
memberikan cairan dan obat-obatan, menyiapkan defribilator, dan
melakukan defribilasi atau kardioversi. Peran PJ Documentation untuk
mengidentifikasi pasien dan penyakitnya, mencatat kondisi/tanda vital
pasien, mencatat setiap tindakan resusitasi, melaporkan kepada tim leader,
dan membuat laporan resusitasi.
3. Pengetahuan
a. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu keiginan seseorang melalui suatu proses
penginderaan manusia atau sensori, terutama indra manusia bagian mata
dan telinga, merespon obyek tertentu, pada saat proses sensori hingga
menghasilkan pengetahuan yang dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap suatu obyek (Notoatmojo,2012).
Pengetahuan merupakan suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses
sensori, terutama pada telinga dan mata terhadap obyek tertentu (Donsu,
2017). Pengetahuan atau kognitif adalah domain terpenting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Herlinawati & Azahri,2018).
b. Tingkat Pengetahuan
Terdapat 6 tingkat domain kognitif mencakup pengetahuan menurut
(Notoatmojo,2012) yaitu:
31. 16
1) Tahu (know)
Ilmu yang telah dipelajari sebelumnya. Tingkat pengetahuan seseorang
untuk mengingat kembali atau recall terhadap sesuatu hal spesifik dari
semua bahan yang telah dipelajari atau dari rangsangan yang sudah
didapatkan.
2) Memahami (Comprehension)
Suatu keahlian untuk memaparkan obyek secara menyeluruh yang diketahui
serta mampu menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Seseorang
yang telah memahami obyek atau materi harus mampu menjelaskan,
kemudian memberikan beberapa contoh yang nantinya disimpulkan menjadi
suatu rangkuman yang mudah dipahami.
3) Aplikasi (Application)
Kompetensi seseorang yang sudah dapat memahami suatu obyek
tertentu yang disusun dalam beberapa komponen dan kemudian dikaji
lebih lanjut.
4) Analisis (Analysis)
Usaha seseorang dalam mengamati materi atau obyek tertentu yang
disusun dalam beberapa komponen kemudian dikaji lebih lanjut.
5) Sintesis (Synhtesis)
Usaha seseorang untuk menyusun kembali sesuatu perumusan yang
telah ada yang nantinya akan dimodifikasi kembali menjadi perumusan
yang baru.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan seseorang untuk memberikan
penilaian mengenai suatu obyek atau materi tertentu. Penilaian tersebut
dibuat berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau bisa juga
32. 17
menggunakan kriteria yang sudah ada sebelumnya.
c. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang
yaitu:
1) Faktor Internal
a) Umur
Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat, yang lebih dewasa akan lebih dipercaya
dari pada seseorang yang belum cukup tinggi kedewasaanya. Usia
dapat mempengaruhi sesorang, semakin cukup umur maka tingkat
kemampuan, kematangan seseorang akan lebih matang dalam
berfikir dan menerima informasi (Cahyaningrum & Siwi, 2018).
b) Pengalaman
Bagaimana cara menyelesaikan permasalahan dan pengalaman
sebelumnya yang telah dialami sehingga pengalaman yang didapat
bisa dijadikan sebagai pengetahuan apabila mendapat masalah
yang sama (Budiman & Riyanto, 2013).
Dalam penelitian (Dharmawati & Wirata, 2016) pengalaman
seseorang dipengaruhi oleh masa kerja, pengalaman adalah suatu
kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan
lingkungannya, semakin lama masa kerja maka pengetahuan akan
semakin bertambah.
c) Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin
33. 18
banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Dan sebaliknya
semakin kurang pendidikan seseorang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai – nilai yang baru
diperkenalkan (Nursalam, 2012).
Tingkat pendidikan mampu mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan semakin
tinggi tingkat pengetahuannya (Warouw, dkk 2018).
d) Pekerjaan
Pekerjaan merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan
terutama untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Lingkungan
pekerjaan akan membuat seseorang memperoleh pengalaman dan
pengetahuan baik secara langsung atau tidak langsung (Mubarak,
2012).
Pekerjaan itu secara tidak langsung turut mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang. Hal ini karena pekerjaan berhubungan erat
dengan faktor interaksi sosial dan budaya. Sedangkan interaksi
sosial dan budaya berhubungan erat dengan proses pertukaran
informasi. Hal ini akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang (Akbar, 2020).
2) Faktor Ekternal
a) Informasi
Menurut Mubarak (2012), seseorang yang mempunyai sumber
informasi lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih
luas. Pada umumnya makin mudah memperoleh informasi semakin
cepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru.
34. 19
b) Lingkungan
Faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan seseorang
ataupun kelompok. Lingkungan yang baik akan memberikan
pengetahuan yang baik. Namun lingkungan yang kurang baik maka
memberikan pengetahuan kurang baik pula. Bila seseorang berada
disekitar orang berpendidikan maka pengetahuan yang dimiliki
akan berbeda dengan orang yang berada disekitar orang
pengangguran dan tidak berpendidikan (Budiman & Riyanto,
2013).
c) Sosial budaya dan ekonomi
Tingkah laku manusia atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan
yang meliputi sikap dan kepercayaan. Status ekonomi seseorang
juga menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk
kegiatan tertentu. Sehingga status sosial ekonomi akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang (Mubarak, 2012).
d) Pengukuran pengetahuan
Notoatmojo (2014) menyatakan pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menayakan tentang
isi materi yang ingin diukur dari suatu subyek penelitian atau
responden.
Adapun pertanyaan yang digunakan untuk mengukur pengetahuan
dan penangganan yaitu pertanyaan tertutup. Kategori pengetahuan
seseorang dapat diketahui atau diinterpretasikan dengan skala yang
bersifat kualitatif. Penilaian dilakukan dengan membandingkan
jumlah skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100%
dan hasil presentase selanjutnya di kelompokkan menjadi 3
35. 20
P = x 100%
kategori pengetahuan yaitu: baik bila skor atau nilai 76-100 %,
cukup bila skor atau nilai 56-75 %, kurang bila skor atau nilai < 56
% (Arikunto, 2013)
Untuk mengidentifikasi kuesioner tingkat pengetahuan jawaban
benar diberi skor 1, salah diberi skor 0 dapat dirumuskan sebagi
berikut
Jumlah nilai yang benar
Jumlah soal
Keterangan: P = Proporsi (%)
4. Hasil Penelitian, terkait pengetahuan dan penanganan cardiac arrest
Penderita henti jantung mendadak harus ditangani secara dini dan hal pertama
yang paling disarankan adalah tindakan resusitasi jantung paru-paru (CPR).
Menurut Adelia Masrisa didalam Annisa (2017), meski henti jantung
menyebabkan terhentinya aliran darah, masih ada kesempatan untuk
mengirimkan darah ke otak, meskipun hanya sebesar 15% dari total kebutuhan
otak untuk berfungsi normal. Hal ini dapat dilakukan melalui resusitasi
jantung paru-paru atau biasa disebut CPR. Cara ini cukup membantu untuk
memperlambat kematian sel otak, namun masih tidak cukup untuk memulai
otak kembali bekerja. Semakin lama CPR tertunda, kematian sel otak akan
semakin cepat terjadi (Mulya, Fahrizal, 2019)
Kemampuan perawat yang bertugas di ruangan IGD dan ICU/ICCU dalam
melakukan basic life support pada pasien cardiac arrest di RSU DR. Wahidin
Sudiro Husodo Kota Mojokerto menunjukkan bahwa sebagian besar perawat
mampu melakukan tindakan basic life support yang sesuai dengan SOP. Hal
36. 21
ini dikarenakan karna seluruh perawat telah mendapatkan pelatihan BTCLS
dan sebagian besar perawat telah bekerja lebih dari 5 tahun. Perawat di unit/
ruang gawat darurat berwenang melakukan Basic Life Support yang meliputi
cek kesadaran, bebaskan jalan nafas, pijat jantung dan ventilasi. Basic Life
Support di lakukan maksimal 5 siklus atau sampai ada ROSC. Basic Life
Support juga di pengaruhi oleh ketrampilan perawat, fasilitas yang ada di
Rumah sakit dan pelatihan yang di ikuti oleh perawat (Wahyudi, Haryanto,
2020).
Basic Life Support (BLS) dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun yang
bukan tenaga kesehatan. Basic Life Support (BLS) bertujuan untuk
memperahankan kehidupan manusia, diamana ini merupakan salah satu tugas
atau peran dari seorang perawat. Salah satu peran perawat adalah sebagai
pemberi asuhan keperawatan. Basic Life Support (BLS) merupakan
pengetahuan ataupun ketrampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang
perawat guna menunjang perannya sebagai provider kesehatan yang
profesional. Pengetahuan perawat akan dapat menentukan kualitas dari
pelayanan yang akan diberikan, semakin tinggi pengetahuan maka layanan
akan semakin berkualitas, dan sebaliknya (Nugroho, 2017).
Pemberian tindakan Basic Life Support (BLS) untuk menangani cardiac arrest
dibutuhkan kemampuan perawat dalam melakukan tindakan Basic Life
Support (BLS) yang dapat diperoleh melalui proses pembelajaran, atau
melalui pelatihan khusus serta dapat diperoleh melalui seminar agar dapat
diaplikasikansesuai SOP tindakan Basic Life Support (BLS), (Wiliastuti,
Anna, & Mirwanti, 2018).
37. 22
Tindakan Basic Life Support (BLS) pada kasus kegawatdaruratan henti
jantung harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Keterlambatan dan kesalahan
dalam melakukan tindakan gawat darurat dapat menimbulkan efek yang
sangat fatal dan tidak dapat diperbaiki pada tindakan selanjutnya. Sehingga
setiap tenaga kesehatan terutama perawat harus berkemampuan baik dan
sesuai SOP tentang Basic Life Support (BLS) (Mawar & Sugianto, 2013)
38. 23
First Responder:
1.Perawat
2.Petugas gizi
3.Administrasi
4.Keluarga pasien
ROSC
Pengetahuan Perawat
dan penangganan
Second Responder
Code Blue Team
B. Kerangka Teori
↓
Sumber: American Heart Association (AHA, 2020), Rahmawati, Emaliyawati,
Kosasih (2019)
Skema 2.1
Kerangka Teori
Faktor Resiko Cardiac Arrest
- Jejas pada jantung akibat
serangan jantung
sebelumnya.
- Penebalan otot jantung
(cardiomiopathy).
- Pengguna obat – obat
jantung.
- Kelistikan jantung tidak
normal.
- Pembuluh darah tidak
normal.
- Penyalah gunaan obat.
In Hospital Cardiac Arrest
(IHCA)
Tidak ada
respon
Tidak ada
nadi
Tidak ada
nafas
Kematian otak
Kecacatan permanen
Kematian
Chain of Survival
39. 24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan kerangka yang menjelaskan hubungan antar konsep-
konsep atau antara variable independen dan variable dependen yang akan diukur
dan diamati melalui penelitiaan yang akan dilakukan (Sinaga, 2017 dan Riyanto,
2018). Dimana variable dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan penanganan
perawat sebagai first responder cardiac arrest in hospital. Kerangka konsep yang
akan digunakan pada penelitian ini adalah:
Skema 3.1
Kerangka Konsep
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian kuantitatif
dengan pendekatan analisa deskriptif retrospektif. Peneliti menggunakan kejadian
IHCA untuk meneliti pengetahuan dan penanganan perawat sebagai first
In Hospital Cardiac
Arrest (IHCA)
First
Responder
Pengetahuan
Penanganan
40. 25
responder di SMC RS Telogorejo.
Penelitian Deskriptif merupakan suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan
utama membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif
(Notoatmodjo, 2014). Metode retrospektif adalah metode yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul berupa pengamatan terhadap peristiwa-peristiwa yang telah
terjadi bertujuan untuk mencari faktor yang berhubungan dengan penyebab
(Sugiyono, 2013).
Pada penelitian hal ini peneliti melakukan studi dengan melihat register pada
laporan code blue untuk melihat perawat first responder pada kejadian IHCA di
SMC RS Telogorejo. Dari data yang didapat selanjutnya peneliti melakukan
penelitian tentang pengetahuan dan penanganan first responder pada kejadian
IHCA dengan menggunakan kuesioner pengetahuan dan wawancara penaganan,
sebelumya peneliti meminta inform consent dan memberikan penjelasan singkat.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah batasan dan cara pengukuran variable yang akan
diteliti. Definisi operasional untuk mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau
fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang telah
dijadikan ukuran dalam penelitian (Hidayat,2017). Definisi operasional penelitian
ini adalah:
41. 26
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Alat ukur dan
cara ukur
Hasil ukur
Skala
ukur
Karakteristik responden
1 Usia Umur responden saat
dilakukan observasi
Lembar observasi
karakteriktik
responden
Perawat yang
berusia
1= 17 - 25tahun
2= 26 - 35 tahun
3= 36 - 45 tahun
4= 46 – 55 tahun
Ordinal
2 Jenis
Kelamin
Gender responden
yang dilakukan
observasi
Lembar observasi
karakteriktik
responden
1= Laki- laki
2= Perempuan
Nominal
3 Tingkat
Pendidikan
Pendidikan terakhir
responden pada saat
observasi
Lembar observasi
karakteriktik
responden
1= Diploma
2= Ners
3= Magister
Ordinal
4 Pelatihan Pelatihan yang penah
diikuti oleh responden
Lembar observasi
karakteriktik
responden
1= BHD, BTCLS
2= BHD, BTCLS,
ACLS
Ordinal
5 Ruang Ruang/ bangsal
dimana responden
bertugas
Lembar observasi
karakteriktik
responden
1= ICU/ ICCU
2= UGD
3= HDU
4=Sitostatika/ RU
5= OT
6= Bangsal
7= Poli
Nominal
6 Lama Kerja Masa kerja responden
sajak bergabung di
SMC RS Telogorejo
Lembar observasi
karakteriktik
responden
1.< 5 tahun (< 60
bulan)
2. 5- 10 tahun (61-
120 bulan)
3. >10 tahun (>121
bulan)
Ordinal
7 Pengetahuan Tingkat pemahaman
perawat terhadap
penangganan pertama
kejadian ICHA
Kuesioner tingkat
pengetahuan (ya/
tidak)
Favorabel
Ya = 1
Tidak =0
Unfavorabel (ya/
tidak)
Ya= 0
Tidak= 1
1= Baik, jawaban
benar 76% - 100%
2= Cukup,
jawaban benar
56% - 75%
3= Kurang,
jawaban benar <
56%
Ordinal
8 Penanganan Tindakan Pertama
yang dilakukan pada
saat perawat
menemukan kejadian
ICHA
Form wawancara
penanganan
1= Baik, jawaban
benar 76% - 100%
2= Cukup,
jawaban benar
56% - 75%
3= Kurang,
jawaban benar <
56%
Ordinal
42. 27
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2012). Populasi adalah seluruh obyek yang akan diteliti dan
memenuhi karakteristik yang ditentukan (Riyanto, 2019). Populasi dalam
penelitian adalah perawat di SMC RS Telogorejo sebanyak 531 orang
perawat. Asumsi peneliti setiap perawat bisa lebih dari 1x bertindak sebagai
first responder pada kejadian IHCA. Data didapatkan dari register code blue
di SMC RS Telogorejo.
2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoatmodjo, 2012). Peneliti mengambil sampel perawat yang pertama kali
menemukan kejadian IHCA di SMC RS Telogorejo sampel diharapkan dapat
mewakili populasi yang ada/ representative dan memenuhi kriteria yang
dikehendaki untuk mengurangi bias hasil penelitian (Riyanto, 2019)
Besarnya sampel ditentukan dengan rumus Slovin menurut Agus Riyanto
(2018) sebagai berikut:
N
n = --------------------
1 + N(d)²
Keterangan:
n : jumlah besar sampel
N : jumlah besar populasi
D : tingkat signifikasi (d= 0,1)
43. 28
Dari rumus diatas dapat diperoleh besar sampel pada penelitian ini yaitu:
531
n = ---------------
1 + 531 (0,1) ²
531
n = ----------------
1 + 531 • 0.01
531
n = ----------------
1 + 5,31
531
n = ---------------- n = 84
6,31
Dari perhitungan besar sampel yang didapatkan untuk penelitian ini
sejumlah 84 perawat yang pernah menjadi fisrt responder pada kejadian in
hospital cardiac arrest di SMC RS Telogorejo.
3. Teknik sampling.
Teknik sampling merupakan suatu proses dalam menyeleksi sampel yang
digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada sehingga jumlah sampel
akan mewakili keseluruhan populasi yang ada (Hidayat,2017). Teknik
sampling dalam penelitian adalah Non-Probability Sampling dengan teknik
Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah suatu teknik penetapan
dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan dikehendaki
peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat
mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam,
2016).
44. 29
Penentuan sampel sesuai dengan kriteria berikut:
Kriteria Inklusi:
a. Perawat yang menemukan kejadian ICHA pada bulan Januari 2022.
b. Perawat yang melakukan pemanggilan tim code blue bulan Januari 2022.
c. Perawat yang memberikan kompesi dada pertama kali pada pasien IHCA
di bulan Januari 2022.
Kriteria Eksklusi:
a. Perawat yang namanya tidak terdokumentasi dalam buku register tim code
blue pada bulan Januari 2022.
b. Perawat yang sedang berdinas diluar kota pada bulan Januari 2022.
c. Perawat yang sedang tidak berdinas namun berada dilingkungan RS pada
bulan Januari 2022.
E. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMC RS Telogorejo yang dilaksanakan pada bulan
April 2022 (1 April 2022 – 30 April 2022)
F. Etika Penelitian
Etika penelitian yang akan diterapkan pada penelitian ini mengacu pada etika
penelitian yang disampaikan (Notoatmodjo,2021) sebagai berikut:
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).
Peneliti harus menghormati harkat dan martabat security (responden
penelitian). Dalam penelitian ini peneliti mempersiapkan formulir persetujuan
subyek (inform concent) yang mencakup:
a. Penjelasan manfaat penelitian.
b. Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan.
45. 30
c. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
security (responden penelitian) berkaitan dengan prosedur penelitian.
d. Jaminan anomitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang
diberikan oleh reponden.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan security (responden penelitian)
Setiap orang mempunyai hak – hak dasar individu, termasuk privasi dan
kebebasan individu dalam memberikan informasi. Peneliti tidak boleh
menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan identitas security
(reponden penelitian). Peneliti cukup menggunakan coding sebagai pengganti
identitas responden.
3. Menghormati keadilan dan inkuvitas (respect for justice inclusiveness).
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,
keterbukaan dan kehati – hatian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua
security (responden penelitian) memperoleh perlakuan dan keuntungan yang
sama, tanpa membedakan gender, agama, etis dan sebagainya.
4. Memperhitungkan keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harm and benefits).
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh keuntungan semaksimal mungkin
bagi masyarakat pada umumnya, dan security (responden penelitian)
khususnya. Peneliti hendak berusaha meminimalisasi dampak yang
merugikan bagi security (responden penelitian). Mengacu pada prinsip –
prinsip dasar penelitian yang dilakukan oleh siapa saja, termasuk para peneliti
kesehatan hendaknya:
a. Memenuhi kaidah keilmuan dan dilakukan berdasarkan hati nurani, moral,
kejujuran, kebebasan dan tanggung jawab.
b. Merupakan upaya untuk mewujudkan ilmu pengetahuan, kesejahteraan,
46. 31
martabat dan peradapan manusia serta terhindar dari segala seusatu yang
menimbulkan kerugian atau membahayakan security (responden
penelitian) atau masyarakat pada umumnya.
G. Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan data yang akan
dilakukan dalam penelitian. Dalam hal ini peneliti akan melihat dokumen tim code
blue pada bulan Januari 2022 dengan kriteria pasien yang mengalami cardiac
arrest. Dengan menggunakan lembar kuesioner dan wawancara dengan perawat
first responden pada kejadian cardiac arrest dibulan Januari 2022.
1. Instrumen penelitian
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Lembar observasi karateristik responden atau demografi responden
Lembar ini berisi tentang: nama (inisial), jenis kelamin, usia, lama kerja,
tingkat pendidikan, ruangan bekerja, pelatihan yang diikuti.
b. Lembar kuesioner pengetahuan perawat sebagai first responder cardiac
arrest in hospital.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
pengetahuan yang terdiri dari 15 pertanyaan terkait untuk kuesioner
pengetahuan terdapat 15 soal dengan pilihan jawaban ya atau tidak.
Dengan menggunakan skala Guttman
Salah = 0
Benar = 1
Baik = jika presentase jawaban benar 76% - 100% dari seluruh
pertanyaan.
47. 32
Cukup = jika presentase jawaban benar 56% - 75% dari seluruh
pertanyaan.
Kurang = jika presentase jawaban benar < 56% dari seluruh pertanyaan.
Data yang dikumpulkan diinterpretasikan dalam bentuk skala ordinal.
Sedangkan pengalaman sebagai salah sumber pengetahuan merupakan
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara
mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh. Alat ukur yang
digunakan adalah kuesioner penanganan/ pelaksaanan BHD. Responden
menjawab dengan memilih salah satu jawaban ya atau tidak. Data dalam
bentuk skala nominal.
c. Lembar Wawancara Penangganan Pertama Perawat.
Lembar ini berisi tentang wawancara cara penanganan perawat sebagai
first responder pada ICHA sesuai SOP Bantuan Hidup Dasar di SMC RS
Telogorejo.
2. Uji Instrumen
a. Uji Expert
Angket penelitian ini merupakan angket baru yang dibuat oleh peneliti,
maka setelah peneliti selesai membuat butir- butir pertanyaan kuesioner
penelitian, peneliti melakukan uji ahli (Expert Judgement) dengan 2 ahli.
Setelah melakukan uji ahli butir – butir peryataan dan semua pertanyaan
dalam kuesioner dinyatakan relevan. Peneliti berkonsultasi dengan
pembimbing yang selanjutnya untuk melakukan uji penelitin, uji validitas
dan reabilitas instrument.
48. 33
b. Uji Instrumen
Uji coba instrument dimaksudkan untuk memperoleh instrument yang
valid dan reliable. Baik buruknya suatu instrument dapat ditunjukkan
melalui tingkat kesahihan (validitas) dan tingkat keandalan (reliabilitas)
instrument itu sendiri sehingga instrument tersebut dapat mengungkap
data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan penelitian
sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya. Didalam uji instrument
ini, responden yang digunakan adalah mahasiswa STIKES Telogorejo
yang bekerja di SMC RS Telogorejo sebanyak 12 responden.
c. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas adalah uji yang dilakukan untuk alat ukur tersebut valid, valid
berarti kecepatan mengukur, atau alat ukur apa yang diukur (Riyanto,
2012). Uji reabilitas adalah tigkat konsentrasi dari suatu pengukuran,
reabilitas menunjukkan apakah pengukuran hasil data yang konsisten jika
intrumen digunakan kembali scara berulang (Dharma, 2012).
Pada hasil uji validitas yang dilakukan pada 12 responden mahasiswa
STIKES Telogorejo yang bekerja di SMC RS Telogorejo, didapatkan r
tabel 0.4438 dan pada kuesioner yang berjumlah 15 soal, semua soal
dikatakan valid karena hasil > 0.4438. Uji reabilitas yang dilakukan pada
kuesioner ini didapatkan hasil Cronbach’s Alpha 0.751, kuesioner ini
dikatakan reliabel karena hasil lebih dari 0.6.
49. 34
H. Prosedur Pengumpulan Data
Sebelum melakukan pengambilan data penelitian, prosedur pengambilan data
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Peneliti mengajukan fenomena dan judul penelitian kepada pembimbing.
b. Peneliti mengajukan permohonan ijin kepada Institusi Pendidikan
Program Studi S – 1 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang.
c. Peneliti mengajukan permohonan ijin pengambilan data di SMC RS
Telogorejo Semarang
d. Peneliti mendapatkan ijin dari SMC RS Telogorejo terkait pengambilan
data penelitian.
2. Tahap Penelitian
a. Peneliti mencari data kejadian ICHA pada buku register tim code blue
untuk mendapatkan nama perawat yang melakukan pemanggilan code
blue pada bulan Januari 2022.
b. Peneliti menghubungi perawat yang bersangkutan untuk dimintai menjadi
responden pemanggilan tim code blue.
c. Peneliti memberikan penjelasan pada responden bahwa partisipasi
menjadi responden dalam penelitian ini bersifat sukarela dan dijamin
kerahasiaannya.
d. Peneliti memberikan surat permohonan menjadi responden, lembar
persetujaun (Informed Consent) dan lemabar identitas.
e. Responden diminta untuk menandatangani surat permohonan menjadi
responden, lembar persetujuan (Informed Consent) dan mengisi lembar
identitas. Peneliti menjelaskan langkah – langkah pengisian kuesioner.
50. 35
f. Peneliti memberikan lembar kuesioner berupa kuesioner karakteristik
responden, kuesioner pengetahuan dan wawancara tentang penanganan
kepada responden dan meminta responden untuk mengisi selama 15 menit.
g. Responden mengumpulkan kembali lembar kuesioner yang sudah diisi
kepada peneliti.
h. Peneliti melakukan cek kuesioner yang telah diisi oleh responden
i. Peneliti menyelesaikan pengambilan data setelah selesai dalam
pengambilan data peneliti melakukan pengolahan data.
3. Tahap Akhir
Tabulasi Data yaitu memasukkan data dalam tabel distribusi frekuensi yang
disajikan dalam presentase sehingga di peroleh data dari masing-masing
variabel (Notoadmojo, 2012). Pelaksanaan penyusunan data pada peneliti ini
dilakukan dengan menggunakan komputer. Perangkat lunak yang digunakan
untuk melakukan penyusunan data ini adalah dengan SPSS (Budianto, 2012)
I. Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Prosedur pengolahan data
Teknik analisa data merupakan cara mengolah data agar dapat disimpulkan
atau diinterpretasikan menjadi informasi. Dalam melakukan analisa data,
terlebih dahulu data harus diolah (Aziz,2018). Terdapat langkah - langkah
sebagai berikut:
a. Editing
Adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data meliputi umur,
jenis kelamin, lama kerja, tingkat pendidikan, ruangan tempat kerja dan
pengisian kuesioner tingkat pengetahuan dan penanganan perawat sebagai
51. 36
first responder cardiac arrest in hospital yang diperoleh atau
dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau
setelah data terkumpul.
b. Coding
Merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap data yang
terdiri atas beberapa kategori:
Tabel 3.2
Kategori
Variabel Kategori Coding
Usia 17 – 25 tahun
26 – 35 tahun
36 – 45 tahun
46 – 55 tahun
1
2
3
4
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
1
2
Tingkat pendidikan Diploma
Ners
Magister
1
2
3
Ruang Dinas ICU/ICCU
UGD
HDU
Sitostatika & Renal Unit
Bangsal
OT
Poli
1
2
3
4
5
6
7
Lama Kerja
< 5 tahun (< dari 60 bulan)
5- 10tahun (61- 120 bulan)
>10 tahun (>121 bulan)
1
2
3
Jenis Pelatihan BHD, BTCLS
BHD, BTCLS, ACLS
1
2
Tingkat
Pengetahuan
Baik 76% - 100%
Cukup 56% - 75%
Kurang < 56%
1
2
3
Penanganan
Baik 76% - 100%
Cukup 56% - 75%
Kurang < 56%
1
2
3
52. 37
c. Data Entry
Adalah kegiatan memasukkan data meliputi usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, masa kerja, ruangan tempat kerja, jenis pelatihan dan
pengisian kuesioner tingkat pengetahuan dan penanganan perawat sebagai
first responder cardiac arrest in hospital yang telah dikumpulkan kedalam
master table atau database computer, kemudian membuat distribusi
frekuensi sederhana atau dengan membuat table kontigensi dengan
menggunakan program SPSS 2018 (Statistical Product and Service
Solution).
d. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data meliputi usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja, ruang tempat kerja, jenis
pelatihan dan pengisian kuesioner tingkat pengetahuan dan penanganan
perawat sebagai first responder cardiac arrest in hospital yang sudah
dimasukkan untuk menghindari kesalahan yaitu dengan melihat distribusi
frekuensi dan variable yang diteliti.
2. Analisa Data
Pada penelitian ini menggunakan analisis univariat.
Analisis univariat bertujuan untuk mendiskripsikan karakterisktik dan
menjelaskan setiap variable (Notoatmodjo, 2012). Analisis univariat dalam
penelitian ini yaitu: usia, jenis kelamin, pendidikan, ruang kerja, lama kerja,
tingkat pengetahuan dan penanganan.
53. 38
Tabel 3.3
Analisa Data
No Variabel Skala Analisa
1. Umur Ordinal Distribusi Frekuensi
2. Jenis Kelamin Ordinal Distribusi Frekuensi
3. Pendidikan Ordinal Distribusi Frekuensi
4. Ruang kerja Ordinal Distribusi Frekuensi
5. Lama kerja Ratio Mean, Median
6. Tingkat pengetahuan Ordinal Distribusi Frekuensi
7. Penanganan Ordinal Distribusi Frekuensi
54. 39
BAB IV
HASIL PENELITIAAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMC RS Telogorejo yang dilaksanakan pada tanggal 1
April – 31 April 2022. Pengambilan data pada penelitian ini dengan menggunakan
lembar persetujuan, lembar data demografi, kuesioner tingkat pengetahuan
perawat sebagai first responder pada kejadian in hospital cardiac arrest di SMC
RS Telogorejo dan lembar wawancara tingkat penanganan perawat sebagai first
responder paada kejadian in hospital cardiac arrest di SMC RS Telogorejo. Data
lembar persetujuan, lembar data demografi, kuesioner dan lembar wawancara
terkumpul sejumlah sampel yaitu 84 responden.
55. 40
1. Karakteristik Responden
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Tingkat
Pendidikan, Ruang Dinas, Lama Kerja dan Jenis Pelatihan
di SMC RS Telogorejo
Bulan Juni 2022
(n =84)
Variabel Frekuensi (f) Presentase (%)
Usia
17- 25 Tahun 5 6,0
26- 35 Tahun 39 46,4
36- 45 Tahun 19 22,6
46- 55 Tahun 21 25,0
Jenis Kelamin
Laki – Laki 6 7,1
Perempuan 78 92,9
Pendidikan
Diploma 51 60,7
Ners 33 39,3
Ruang Dinas
ICU/ ICCU 19 22,6
UGD 17 20,2
HDU 7 8,3
Sitostatika & Renal Unit 5 6,0
OT 6 7,1
Bangsal (8 ruangan) 29 34,5
Poli 1 1,2
Lama Kerja
<5 tahun (<60 bulan) 11 13,1
5-10 tahun (61- 120bulan) 33 39,3
>10 tahun (>121bulan) 40 47,6
Pelatihan
BHD dan BTCLS 54 64,3
BHD, BTCLS dan ACLS 30 35,7
Total 84 100
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 26-
35 tahun sebanyak 39 responden (46,4%), yang berjenis kelamin perempuan
sebanyak 78 responden (92,9%), berpendidikan diploma keperawatan
sebanyak terdapat 51 orang (60,7%). Terdapat 29 responden yang bertugas
dibangsal (34,5%), sebanyak 40 responden (47,6%) telah bekerja lebih dari 10
56. 41
tahun. Berdasarkan distribusi frekuensi pelatihan responden, semua responden
sudah mengikuti pelatihan BHD dan BTCLS dan baru ada 30 responden
(35,7%) yang sudah mengikuti pelatihan BHD, BTCLS dan ACLS.
2. Gambaran Pengetahuan Perawat
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Perawat Sebagai First Responder Pada Kejadian
In Hospital Cardiac Arrest di SMC RS Telogorejo
Bulan Juni 2022
(n =84)
Variabel Frekuensi (f) Presentase (%)
Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
43
38
3
51,2
45,2
3,6
Total 84 100
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan data bahwa tingkat pengetahuan perawat
sebagai first responder pada kejadian in hospital cardiac arrest di SMC RS
Telogorejo sebagian besar perawat memiliki tingkat pengetahuan baik
sebanyak 43 orang (51,2%).
3. Gambaran Penanganan
Tabel 4.3
Distribusi Penanganan Perawat Sebagai First Responder Pada Kejadian In Hospital
Cardiac Arrest di SMC RS Telogorejo
Bulan Juni 2022
(n= 84)
Variabel Frekuensi (f) Presentase (%)
Tingkat Penanganan
Baik
Cukup
Kurang
66
18
0
78,5
20,5
0
Total 84 100
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan data bahwa sebagian besar perawat memiliki
penaganan baik yaitu 66 responden (78,5%).
57. 42
B. Pembahasan
Karakteristik responden
Subjek dari penelitian ini adalah perawat yang telah menjadi first responder pada
kejadian in hospital cardiac arrest di SMC RS Telogorejo. Hal ini dimaksudkan
agar sampel yang diambil dapat se-representatif mungkin dengan populasi target
dari penelitian ini. Berdasarkan usia responden berada pada rentang usia 26- 35
tahun 39 responden (46,4%), rentang usia 36 -45 tahun 19 responden (22,6%) dan
rentang usia 45- 55 tahun 21 responden (25,0%). Dimana pada rentang usia 26 -
35 tahun merupakan masa seorang perawat giat untuk mencari ilmu dan
pengalaman, dan juga usia dimana seorang perawat direkrut dan bekerja di SMC
RS Telogirejo. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dahlan, dkk (2014) yang mengungkapkan bahwa sebagian besar responden
berada pada rentang umur 20-45 tahun sebanyak 63 responden (75%). Usia akan
mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Seiring bertambahnya usia
maka pola pikir akan semakin berkembang sehingga pengetahuan akan semakin
baik. Dengan bertambahnya usia dan pengalaman kerja maka pengetahuan dan
penanganan terhadap IHCA juga akan semakin baik.
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan sebanyak 78 responden (92,9%). Dikarenakan di SMC RS Telogorejo
memang mayoritas perawatnya adalah perempuan, hanya ruang ICU, UGD dan
OT yang memiliki perawat laki- laki. Sedangkan pada bangsal perawatan smua
perawatnya adalah perempuan. Meskipun belum ada penelitian jelas tentang
hubungan jenis kelamin dengan pengetahuan perawat dalam melakukan BHD
sebagai first responder cardiac arrest, akan tetapi laki-laki akan lebih bisa
diandalkan ketika melakukan tindakan BHD karena pada umumnya tenaga laki-
58. 43
laki lebih besar jika dibandingkan perempuan (Fhatony, 2014). Baik laki – laki
dan perempuan sama – sama mampu melakukan BHD dengan baik pada pasien
cardiac arrest.
Mayoritas tingkat pendidikan DIII Keperawatan sebanyak 51 responden (60,7%).
Hal ini dikarenakan sebagian besar perawat SMC RS Telogorejo berpendidkan
DIII Keprawatan dan sebagian perawat sedang mengikuti program pendidikan S1
Keperawatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dahlan, dkk (2014) yang mengungkapkan bahwa sebagian besar responden
memiliki pendidikan DIII Keperawatan sebanyak 23 responden (46%).
Pendidikan adalah suatu proses mengembangkan kepribadian dan kemampuan di
dalam maupun luar sekolah. Pendidikan akan mempengaruhi proses belajar,
semakin tinggi pendidikan maka semakin mudah untuk mendapatkan informasi
sehingga pengetahuan bisa bertambah.
Sedangkan berdasarkan tempat bertugas perawat ICU/ICCU paling banyak
menjadi first responder pada kejadian in hospital cardiac arrest sebanyak 19
responden (22,6%) disusul perawat UGD sebanyak 17 responden (20,2%).
Dikarenakan kondisi pasien di ICU merupakan pasien dengan kondisi kritis. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dan Haryanto (2020)
berdasarkan hasil study awal yang dilaksanakan di ruang ICU/ICCU pasien yang
mengalami cardiac arrest pada bulan Januari - Desember tahun 2018 sebanyak
189 pasien, sedangkan jumlah pasien cardiac arrest di IGD pada bulan Januari-
Desember 2018 sebanyak 100 pasien. ICU maupun UGD merupakan tempat
dimana pasien mengalami kondisi gawat darurat dan kritis. Dengan begitu maka
59. 44
perawat di UGD dan ICU akan sering terpapar sehingga pengetahuan dan
pengalaman akan terus bertambah.
Mayoritas masa kerja lebih dari 10 tahun sebanyak 40 responden (47,6%). Masa
kerja erat juga kaitannya dengan pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan
RJP. Semakin lama masa kerja perawat, maka peluang untuk melakukan RJP juga
semakin tinggi. Pengalaman merupakan sebuah sumber pengetahuan yang
diperoleh dari pemecahan masalah berdasarkan ilmu pengetahuan di masa lalu.
Menurut Basri (2019) pengalaman yang lebih lama akan menambah pengetahuan
dan ketrampilan profesional serta mengembangkan kemampuan dalam
mengambil sebuah keputusan. Seluruh responden pernah mengikuti pelatihan
BHD dan BTCLS dan sebanyak 30 responden (35,7%) yang sudah mengikuti
pelatihan ACLS.
1. Gambaran Pengetahuan Perawat Sebagai First Responder Pada Kejadian In
Hospital Cardiac Arrest di SMC RS Telogorejo
Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh hasil penelitian yang dilakukan kepada 84
responden diperoleh bahwa pengetahuan perawat sebagai first responder pada
kejadian di SMC RS Telogorejo berpengetahuan baik 43 responden (51,2%).
Hal ini dikarenakan smua perawat di SMC RS Telogorejo telah mengikuti
pelatihan BHD dan sudah pernah terpapar menaganai pasien henti jantung.
Dan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suparman, Susilo, et
all (2018) menyatakan bahwa semakin baik pengetahuan perawat maka
semakin baik peran perawat dalam pelaksanaan tindakan code blue. Sebanyak
3 responden (3,6 %) berpengetahuan kurang dikarenakan responden kurang
teliti dan kurang mencermati soal sehingga tidak tepat dalam mejawab
60. 45
pertanyaan padahal sebenarnya responden paham tentang BHD.
Seorang first responder hendaknya menjaga kebersihan diri dan pasien
sebagai salah satu bentuk mencegah penularan penyakit dengan cuci tangan
(hand rub) sebelum menolong, harus tau bagaimana cara mengecek kesadaran
pasien pertama kali ditemukan. Fist responder juga harus memahami prinsip
3A (aman diri, aman pasien dan aman lingkungan) sebagai bentuk pasien
safety, selanjutnya first responder hendaknya tau cara mengecek nadi karotis
yang terletak 2 -3 cm dari tulang krikoit disisi kanan dan kiri dalam waktu
kurang dari 10 detik. Berpengetahuan tentang memposisikan diri saat hendak
melakukan RJP dan bila tidak ada nadi maka segera melakukan kompresi
dada, tahu seberapa dalam pijatan dan kecepatanya bantuan nafas dan pijat
jantungnya 30:2. First responder hendaknya juga mengetahui cara
membebaskan air way (jalan nafas). First responder hendaknya juga
memahami teknik kompresi dada yang benar, rasio 30: 2 dengan kecepatan
100 - 120x/mnt.
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa
lalu. Pengalaman belajar yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan
keterampilan profesional serta dapat mengembangkan kemampuan
mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar
secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya
(Darmawan, 2013). Selain itu usia akan mempengaruhi daya tangkap dan pola
pikir seseorang. Seiring bertambahnya usia maka pola pikir akan semakin
61. 46
berkembang sehingga pengetahuan akan semakin baik. Usia seseorang juga
mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin baik (Suwaryo,
2017). Sedangkan menurut Dharmawati (2016) menyatakan bahwa semakin
cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang maka akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja, karena melalui pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya, pengalaman sendiri, pengalaman orang lain, lingkungan dan
faktor intrinsik liannya dapat membentuk pengetahuan sesseorang dalam
jangka waktu yang lama dan akan betahan sampai tua.
Responden mayoritas berada pada rentang usia 26-35 tahun sejumlah 39
responden (46,4%), dimana pada usia ini bagi seorang perawat untuk
menambah pengetahuan dengan mengikuti pelatihan baik in house traning
maupaun pelatihan diluar RS seperti pelatihan BTCLS, ACLS dan pelatihan
sejenisnya untuk menunjang karir dan menambah pengalaman. Mayoritas
responden adalah perempuan 76 reponden (93,3%), dimana perempuan
cenderung lebih termotivasi untuk belajar, lebih telaten dan lebih teliti
dibandingkan perawat laki – laki, meskipun demikian perawat laki – laki lebih
kuat tenaganya saat melakukan BHD dibandingkan perawat perempuan.
Namun jenis kelamin tidak mempengaruhi pengetahuan perawat tentang BHD
(Fhatony, 2014). Menurut penelitian yang dilakukan Suparman, Susilo, Sasmito
(2018) menyatakan bahwa semakin baik pengetahuan perawat maka semakin
baik peran perawat dalam pelaksanaan tindakan code blue. Hal ini
dimungkinkan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi antara lain
seperti faktor; pendidikan, pengalaman, ketersediaan fasilitas dan sarana
62. 47
prasarana ataupun minat dan paparan informasi yang didapatkan.
2. Gambaran Penanganan Perawat Sebagai First Responder Pada Kejadian In
Hospital Cardiac Arrest di SMC RS Telogorejo
Pada tabel 4.3 diperoleh hasil penelitian bahwa mayoritas perawat SMC RS
Telogorejo melakukan penanganan yang baik sebanyak 66 responden
(78,5%). Karena di SMC RS Telogorejo ada pelatihan refresh BHD secara
berkala dan pembacaan SOP tentang BHD. Masa kerja perawat mayoritas
lebih dari 10 tahun sebanyak 40 responden (47,65%), dimana pengalaman
kerja juga akan mempengaruhi ketrampilan dalam penanganan cardiac arrest.
Hal ini karena semakin lama perawat berkerja makan akan semakin sering
menjadi first responder IHCA maka akan semakin baik pula penaganannya.
Penanganan ICHA harus cepat yaitu tidak boleh lebih dari 5 menit setelah
pasien mengalami henti jantung (American Heart Association, 2020).
Di Amerika Serikat, henti jantung mendadak merupakan salah satu penyebab
kematian mendadak tersering. Tujuh puluh persen dari out-of-hospital cardiac
arrest (OHCA)/kejadian henti jantung di luar rumah sakit terjadi di rumah, dan
sekitar lima puluh persen tidak diketahui. Hasilnya pun biasanya buruk, hanya
sekitar 10,8% pasien dewasa OHCA yang telah menerima upaya resusitasi
oleh penyedia layanan darurat medis atau Emergency Medical Services (EMS)
yang bertahan hingga diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Sebagai
perbandingan, in-hospital cardiac arrest (IHCA) atau kejadian henti jantung di
rumah sakit, memiliki hasil yang lebih baik, yakni 22,3% - 25,5% pasien
dewasa yang bertahan hingga diperbolehkan pulang dari rumah sakit
(American Red Cross. Basic Life Support for Healthcare Providers Handbook,
63. 48
2015). Diisinilah peran penting first responden harus mampu memberikan
penanganan yang cepat dan tepat agar pasien henti jantung mengalami ROSC
sambil menunggu code blue team datang. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Damai, Kumaat, Laihat (2018) yang mengatakan bahwa
pengetahuan perawat juga akan mempengaruhi ketrampilan/ keahliannya
dimana seorang perawat dituntut untuk mengenali pasien yang memerlukan
tindakan segera dan memerlukan intervensi awal dalam menagani kasus henti
nafas dan henti jantung.
Usia dan masa kerja juga akan mempengaruhi keterampilan seseorang dalam
melakukan penaganan sebagai first responder, semakin matang usia seseorang
dan semakin lama masa kerja seseorang maka akan semakin sering terpapar/
melakukan RJP pada pasien henti jantung sehingga penanganannya akan
semakin baik. Mayoritas responden bertugas di UGD sebanyak 17 responden
(20,2%) dan ICU sebanyak 19 responden (22,6%) dimana ruangan tempat
bertugas perawat juga akan mempengaruhi dalam penaganan cardiac arrest.
Karena semakin sering terpapar dalam melakukan BHD maka penanganan
akan semakin baik. Dimana ruang ICU dan UGD merupakan tempat pasien
gawat dan kritis yang dapat sewaktu- waktu dapat mengalami perburukan
kondisi. Parawat di UGD dan ICU juga mendapatkan pelatihan tambahan
seperti ACLS dan ENIL. Pelatihan yang pernah diikuti, pengetahuan,
pengalaman juga akan mempengaruhi dalam penanganan cardiac arrest, hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lutfhi (2017) yang menyatakan
perawat yang bertugas di rawat inap akan sangat jarang menemui pasien henti
jantung dan membutuhkan BHD jika dibandingkan perawat yang bertugas di
ruang IGD atau ICU. Sehingga secara tidak langsung perawat akan
64. 49
mendapatkan pengalaman dalam melakukan BHD. Meskipun seluruh
responden (100%) pernah mengikuti pelatihan, akan tetapi selama di rumah
sakit perawat tidak pernah atau jarang menemui kasus henti jantung di ruang
rawat inap maka pengetahuan yang didapat akan cenderung dilupakan atau
berkurang.
Pemberian resusitasi yang benar dan sesegera mungkin merupakan kunci
keefektifan pertolongan henti jantung hal ini membuat pasien dapat
terselamatkan atau didapatkan sirkulasi pasien kembali normal (ROSC), untuk
itu perlu adanya penyegaran atau pelatihan BHD untuk menigkatkan
ketrampilan dalam penanganan henti jantung, dengan meningkatnya pasien
yang mengalami ROSC maka indikator mutu rumah sakit akan meningkat.
Penanganan fist responder pada kejadian IHCA diperlukan sikap yang tenang,
percaya diri dan sigap, karena penaganan IHCA itu bersifat cepat kurang dari
5 menit satelah pasien mangalami henti jantung untuk itu diperlukan
penanganan yang segera (American Heart Association, 2020). Jackson dan
Grugan (2015) menyebutkan kunci keefektifan code blue adalah kualitas
resusitasi dan ketepatan waktu, disinilah pentingnya kemampuan first
responder untuk mengambul keputusan yang cepat dan tepat untuk menolong
korban. Dengan sikap yang tenang dan penuh percaya diri maka seorang
penolong akan dapat memikirkan dengan baik apa yang harus dilakukan saat
bertemu pasien dengan henti jantung. Notoatmodjo (2012) menjelaskan sikap
itu mempunyai 3 komponen yaitu kepercayaan, evaluasi, emosional terhadap
suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak. Komponen ini secara
bersama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap ini
pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
65. 50
Keahlian seorang perawat, bergantung pada tingkat pengetahuan dan
ketrampilannya. Sebagai salah satu first responder, tidak hanya mengenali
pasien yang memerlukan tindakan segera tapi seorang perawat juga dituntut
untuk melakukan intervensi awal dalam menangani kasus henti nafas dan henti
jantung (Damai, Kumaat, Laihat, 2018). Perawat first responder harus mampu
mengenali pasien yang mengalami henti jantung.
Berdasarkan SOP Bantuan Hidup Dasar (BHD) SMC RS Telogorejo, first
responder bertugas untuk memastikan keamanan penolong dan lingkungan,
menghindari invasi penularan melalui aerosol (pada masa pandemic Covid –
19), memastikan kesadaran pasien, mengaktifkan sistem emergency/ code
blue dengan telepon ke ektensi 8080 / IGD apabila kejadian code blue diarea
umum atau jauh dari bel code blue, mengatur posisi tidur pasien terlentang
pada tempat datar dan keras, memeriksa denyut nadi karotis < 10detik, bila
tidak teraba denyut nadi melakukan kompresi sebelum tim code blue datang.
Keselamatan hidup pasien (life saving) merupakan suatu sistem yang aman
sebagai upaya mencegah kejadian yang tidak diinginkan (Kemenkes, 2019).
Perilaku terbentuk dalam perkembangan individu, karena faktor pengalaman
individu mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka pembentukan
perilaku individu yang bersangkutan (Walgito, 2003 dalam Fathoni 2014).
Pemberian tindakan Basic Life Support (BLS) untuk menangani cardiac arrest
dibutuhkan kemampuan perawat dalam melakukan tindakan Basic Life
Support (BLS) yang dapat diperoleh melalui proses pembelajaran, atau
melalui pelatihan khusus serta dapat diperoleh melalui seminar agar dapat
66. 51
diaplikasikan sesuai SOP tindakan Basic Life Support (BLS), (Wiliastuti,
Anna, & Mirwanti, 2018).
C. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian
1. Kekuatan
Penelitian ini menggunakan instrumen yang dibuat sendiri dan diujikan oleh
expert. Instrumen tersebut juga disesuaikan dengan SOP yang berlaku di SMC
RS Telogorejo dan berpedoman pada AHA 2020.
2. Kelemahan
Penelitian ini hanya melihat tentang gambaran saja, sehingga tidak diketahui
hubungan masing – masing faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan
penanganan perawat pada kejadian IHCA.
Penyebaran datanya tidak merata pada pengambilan sampel.
67. 52
BAB V
PENUTUP
Pada bab V ini peneliti akan menuliskan kesimpulan dan saran dari penelitian
Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Penanganan Perawat Sebagai First Responder
Pada Kejadian In Hospital Cardiac Arrest di SMC RS Telogorejo
A. Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Sebagian besar responden berusia 26 – 35 tahun (46,4 %), berjenis kelamin
perempuan sebanyak 78 responden (92,9%). Mayoritas responden memiliki
tingkat pendidikan DIII Keperawatan sebanyak 51 responden (60,7%).
Responden yang paling banyak menjadi first responder pada kejadian cardiac
arrest bertugas di ICU/ ICCU sebanyak 19 responden (22,6%).
Sebagian besar masa kerja responden berada pada rentang waktu lebih dari 10
tahun sebanyak 40 responden (46,7%). Semua responden telah mendapat
pelatihan BHD dan BTCLS sebanyak 84 responden (100%).
2. Tingkat pengetahuan perawat sebagai first responder carciac arrest mayoritas
baik sebanyak 43 responden (51,2%).
3. Adapun tingkat penanganan perawat sebagai first responder cardiac arrest
mayoritas baik sebanyak 66 responden (78,5%).
68. 53
B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Pembacaan SOP BHD dan review penanganan BHD dapat dilakukan rutin
sehingga perawat akan lebih memahami, mengetahui dan mampu melakukan
penanganan IHCA dengan benar. Diadakan pelatihan baik in house traning
maupun tugas belajar pada perawat untuk menambah pengetahuan dan cara
penaganan lanjutan pada pasien IHCA di SMC RS Telogorejo.
2. Bagi Perawat Perawat
Perawat harus meningkatkan pengetahuan tentang BHD melalui proses belajar
misalnya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan terbaru khususnya mengenai
BHD, ACLS dan sejenisnya, agar dapat menambah pengetahuan serta dapat
memberikan penanganan dan asuhan keperawatan yang profesional.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini selanjutnya penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi
tambahan tentang IHCA, peneliti selanjutnya bisa dilakukan dengan
menambah jumlah responden, menambah variabel penelitian seperti berapa
kali melakukan RJP, keberhasilan ROSC, faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap pengetahuan misalnya dengan membandingkan tingkat pengetahuan
berdasarkan ruang di RS.
69. DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association (2020). Guidellines For Resuscitation and Emergency
Cardiovasculare Care.
American Red Cross. Basic Life Support for Healthcare Providers Handbook. (2015).
Anisah Rahmawati, Emaliyawatia. E & Kosasih. C (2019). Identifikasi Pelaksanaan
Code Blue: Literatur Review. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, Volume 6
Nomor 2
Arifin H. (2016). Hubungan Pengetahuan tentang perawatan Pasien dengan Gangguan
Kardiovaskuler.
Arikunto, S. (2013). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Arrifudin, Annisa Mutmainnah, (2017), Cardiorespiratory Arrest, Universitas Muslim
Indonesia Makassar, Makassar
Budiman & Riyanto. A. (2013). Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap
Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Bobrow, et al (2013). Chest Compression–Only CPR by Lay Rescuers and Survival
From in- of-Hospital Cardiac Arrest. JAMA, October 6, Vol 304, No. 13
Bambang, S., putu, moda, A., Agus, S., arto, yuwono, S., & Murdani, A. (2012).
EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency In
Internal Medicine). Jakarta: Interna Publishing
Dame, R. B., & Kumaat, L. T. (2018), ‘Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat
Tentang Code Blue System’ Jurnal E-Clinic (ECL), vol. 6, no. 2, hh. 162-
168.
Departemen Kesehatan RI. (2014). Lingkungan Sehat Jantung Sehat
(http://www.depkes.go.id/article/view/2 01410080002/ lingkungan
sehatjantung-sehat.html
Dewantoro Novi (2018). Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Basic Life Support
(BLS) Dengan Kemampuan Perawat Dalam Melakukan Tindakan Basic Lifr
Suport (BLS) di RSU Aminah Blitar Tahun 2018.
Dharmawati, IA & Wirata, IN. (2016). Hubungan Tingkat Pendidikan, Umur, dan
Masa Kerja Dengan Tingkat Pengetahuan Kasehatan Gigi dan Mulut pada
Guru Penjaskes SD. http: //www.poltekes-
denpasar.ac.id/keperawatangigi/wpcontent/uploads/2107/02/ilovepdf_merge
d.p di Kecamatan Tampak Siring Gianyar.
70. Endradita, M. G. (2017). Panduan Code blue Rumah Sakit. Retrieved from
https://galihendradita.wordpress.com/2017 /04/18/panduan-code-blue-
rumah-sakit/
Elyas, Y. (2016). Code Blue Sistem Rumah Sakit. Jakarta: Mahesa
Fajarwati, H. (2012). Basic Life Suport tim medis FK UII. Di unduh dari http://
medicine.uii.ac.id/index.php/berita/Basic-Life-Suport-Tim-BantuanMedis-
FK-UII.html.
Fathoni. (2014). Hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang basic life support
(BLS) dengan perilaku perawat dalam pelaksanaan primary survey di RSUD
Dr. Soedirman Mangun Sumarso, E-Journal Keperawatan (e-Kp) (Online)
(http://stikeskusumahusada.ac.id/digilib/files/disk/1/12/01- aziznurfat-559-
skripsi)
Hardisman. (2014). Gawat Darurat Medis Praktis, Yogyakarta: Gosyen Publishing
Hasanah, N. U. & Nurhayati, Y.& Fitriana N, R. (2016), Hubungan Tingkat
Pengetahuan Dengan Ketrampilan Perawat Dalam Melakukan Tindakan
Bantuan Hidup Dasar (BHD) di RSUD Kabupaten Karanganyar. Jurnal
keperawatan gawat darurat.
Herlinawati & Azahri, T. (2018). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dengan Perilaku
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) Pada Karyawan Gedung E
Bagian Benang.
http://jurnal.stikescirebon.ac.id/index.php/kesehatan/article/view/72.
Hidayat, A. Aziz Alimul (2017), Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa
Data. Jakarta. Salemba Medika
Hidayati (2020) Pengertian Publikasi Ilmiah, Jenis, Tujuan, Manfaat, dan Contohnya.
https://penelitianilmiah.com/publikasi-ilmiah/
Jackson, J. E., & Grugan, A. S. (2015). Code blue: Do you know what to do? Nursing,
45(5), 34–39. https://doi.org/10.1097/01.NURSE.000046 3651.10166.db
Kemenkes RI. (2019). Buku Saku Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di Jalan
Jadilah Penolong Kecelakaan di Jalan Semua Orang Bisa Jadi
Penolong.http://kesjoar.kemenkes.go.id/documens/buku%20saku%20rev%2
011%20februari%202020%20jam%208.25.pdf.
Kandou, P. R. D., Dame, R. B., & Kumaat, L. T., 2018, ‘Gambaran Tingkat
Pengetahuan Perawat Tentang Code Blue System’ Jurnal E-Clinic (ECL),
vol. 6, no. 2, hh. 162-168.
Lubis, RM. & Oktaviani S. (2015). Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat Di Ruang
Rawat Inap Lantai 8b Rsud Koja Jakarta Tentang Bantuan Hidup Dasar
(BHD). Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya. Volume 1, Nomor
2, ISSN 2442-501X 21
71. Mawar, K., & Sugianto, S. (2013). Survey Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang
Bantuan, 1– 8. http//lib.ui.ac.id/file?file=pdf
Maulidia, R., & Loura, N. (2019). Hubungan tingkat pengetahuan kognitif dengan
kemauan melakukan Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) pada remaja di
sman malang. Jurnal Kesehatan Mesencephalon, 5(1).
http://dx.doi.org/10.36053/mesencepha lon. v5i1.95
Mubarak. W. I. (2012). Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Mulya, Fahrizal (2019) Tanggap Darurat Medis (Code Blue) Studi Kasus Pada Rumah
Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Di Samarinda. Jurnal
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan e-ISSN: 2656-
1891 Volume 5 No 2, Oktober 2019
Notoatmodjo S. (2012) Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Novya L.A Purba (2018) “Perilaku Tim Code Blue Dalam Life Saving Pasien Yang
Mengalami Henti Napas Dan Henti Jantung Di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan”.
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis Edisi
2. Jakarta: Salemba Medika
Penelitian dan Pengembangan Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118, 2011, Buku
Panduan BT dan CLS. Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118, Jakarta.
Rahma Hidayati. (2020). Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Penanganan Henti
Jantung di Wilayah Jakarta Utara. NERS: Jurnal Keperawatan, Volume 16,
No. 1, Maret 2020, (Hal. 10-17)
Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta: Badan
Litbangkes, Kemkes RI. diakses dari: https://www.kemkes.go.id/resources/d
ownload/info-terkini/hasil-riskesdas. 2018
Rosita M Lubis & Suci Oktaviani. (2015). Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat
Di Ruang Rawat inap lantai 8B RSUD Koja Jakarta Tentang Bantuan Hidup
Dasar (BHD). Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, Volume 1,
Nomor 2, September 2015
Sugiono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabet
Sukraandini, et al (2018). Pengalaman Perawat Dalam Penatalaksanaan Code Blue
System Pada Kasus Pasien Henti Nafas Dan Henti Jantung Di RSUD
Wangaya. Jurnal Keperawatan
72. Suparman, Ns, et al (2018). Hubungan Pengetahuan Perawat Dengan Peran Perawat
Sebagai Pelaksana Tindakan Code Blue Pada Pasien Gawat Darurat Di Ruang
Perawatan Intensif Rumah Sakit Paru Jember. Jurnal Keperawatan
Wahyudi, Haryanto (2020). Analisis Kemampuan Perawat Dalam Melakukan Basic
Lifre Support Pada Pasien Gawat Darurat di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 8 No.2, Mei 2020
Warouw, JA. dkk. (2018). Pengaruh Pendidikan Kesehatan dan Simulasi Terhadap
Pengetahuan Tentang Balut Bidai Pertolongan Pertama Fraktur Tulang
Panjang pada siswa kelas X SMK Negeri 6 Manado.
http://ejurnal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/articel/download/19482/19033.
Wiliastuti, U. N., Anna, A., & Mirwanti, R. (2018). Pengetahuan tim reaksi cepat
tentang bantuan hidup dasar 1. Keperawatan Komprehensif, 4, 77–85.
http://lib.unpad.ac.id
81. Lampiran 3
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
INFORMASI
“Gambaran Pengetahuan dan Penanganan Perawat Sebagai First
Responder Pada Kejadian In Hospital Cardiac Arrest di SMC RS
Telogorejo”
Saya adalah mahasiswa yang berasal dari STIKES Telogorejo yang sedang melakukan
penelitian untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan penanganan perawat sebagai
first responder pada kejaadian in hospital cardiac arrest di SMC RS Telogorejo. Saya
mengundang Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, keikutsertaan Anda
dalam penelitian ini bersifat sukarela, jadi Anda dapat memutuskan untuk
berpartisipasi atau sebaliknya.
Tujuan Penelitian:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan penanganan
perawat sebagai first responder pada kejadian in hospital cardiac arrest di SMC RS
Telogorejo yang telah memberikan ijin melakukan penelitian.
Mengapa Subjek terpilih:
Anda terpilih sebagi responden dalam penelitian ini karena Anda merupakan perawat
first responder pada kejadian in hospital cardiac arrest dan bekerja di SMC RS
Telogorejo.
82. Tata Cara/ Prosedur;
Apabila Anda bersedia menjadi responden dalam penelitian ini maka anda akan
diminta menandatangani lembar informed consent (Persetujuan menjadi responden).
Selanjutnya, Anda diminta terlebih dahulu untuk mengisi beberapa item kuisioner
penelitian yang telah disediakan dalam penelitian ini, yang meliputi kuesioner tentang
pengetahuan dan penangganan perawat sebagai first responder in hospital cardiac
arrest. Pengisian kuesioner diberikan waktu selama 15 menit. Setelah Anda selesai
mengisi kuesioner, peneliti akan meminta kembali kuesioner yang sudah selesai Anda
isi. Peneliti akan melakukan penelitian selama 3 kali shif pagi, siang dan malam.
Selama 1 kali shif peneliti melakukan observasi pada perawat yang menemukan pasien
cardiac arrest pertama kalinya. Selama observasi peneliti akan terlibat langsung
(berpartisipasi aktif) dalam kegiatan Anda.
Resiko dan Ketidaknyamanan:
Penelitian ini tidak memiliki resiko yang berbahaya. Peneliti akan berusaha
meminimalisir segala bentuk ketidaknyamanan dari penelitian. Selama itu, hasil
penelitian ini nantinya tidak ada Conflict of interest/ konflik kepentingan dengan
pimpinan perusahaan. Dalam melakukan penelitian, penelti bertindak secara
independent dan objektif, baik menyangkut aspek keilmuan maupun etika. Peneliti
berjanji untuk menjaga kerahasiaan data subyek penelitian dan tidak akan
menyalahgunakan untuk tujuan lain atau kepentingan pihak ketiga. Data tersebut akan
tetap dirahasiakan dan tidak akan diperbanyak, seluruh data tersebut hanya menjadi
milik peneliti.
83. Manfaat (langsung untuk subjek dan umum):
Manfaat langsung kepada Anda untuk menambah pengetahuan tentang SOP Bantuan
Hidup Dasar sebagai first responder cardiac arrest.
Manfaat secara umum diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadikan gambaran
bagi perawat dalam melakukan penanganan sebagai first responder cardiac arrest.
Prosedur alternatif:
“tidak ada”
Kerahasiaan data:
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas Anda akan dirahasiakan dan hanya
akan diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian akan dipublikasikan dalam bentuk data
kelompok tanpa identitas Anda.
Perkiraan jumlah subjek yang akan diikut sertakan:
Jumlah responden yang akan diikut sertakan dalam penelitian ini adalah semua
perawat yang menjadi first responder in hospital cardiac arrest di RS SMC
Telogorejo.
Kesukarelaan:
Anda sebagai perawat yang merupakan subjek dalam peneliotian ini bebeas memilih
keikutsertaan sebagu responden dalam penelitian ini tanpa unsur paksaan. Apabila
Anda bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka diminta untuk
menandatangani lembar persetujuan untuk disimpan peneliti sebagai bukti.
84. Periode keikutsertaan subjek:
Lama keikutsertaan Anda dalam penelitian ini adalah ketika Anda menjadi first
responder in hospital cardiac arrest.
Subjek dapat dikeluarkan/ mengundurkan diri dari penelitian:
Bila Anda sudah memutuskan untuk ikut kemudian berubah pikiran, Anda bebas untuk
mengundurkan diri disaat apapun tanpa ada ganti rugi atau sanksi.
Kemungkinan timbulnya pembiayaan dari perusahaan asuransi kesehatan atau
peneliti:
“Tidak ada asuransi yang diberikan kepada Anda dalam penelitian ini”.
Pertanyaan:
Anda dapat menanyakan dan mengkonfirmasi hal- hal yang berhubungan dengan
penelitain ini dengan menghubungi peneliti sendiri atas nama Fransiska Apriliyana
Wati pada no. Hp: 081393843584.
85. Lampiran 4
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:
Nama :
Alamat :
Saya telah membaca atau memperoleh penjelasan dari Sdri Fransiska Apriliyana Wati,
mahasiswa program studi S1 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang yang sedang
melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan dan Penanganan Perawat
Sebagai First Responder Pada Kejadian In Hospital Cardiac Arrest Di SMC RS
Telogorejo.
Saya mengerti dan memahami bahwa data yang dihasilkan akan dijaga kerahasiaanya
dan hanya digunakan untuk kepentingan pengembnagna keilmuan dan tidak
merugikan saya oleh karena itu saya BERSEDIA/ TIDAK BERSEDIA*) menjadi
responden dalam penelitian ini.
*) Coret yang tidak perlu Semarang, Mei 2022
Responden
86. Lampiran 5
KUESIONER PENELITIAN
Gambaran Pengetetahuan dan Penanganan Perawat Sebagai First Responder
Pada Kejadian In Hospital Cadiac Arrest
di SMC RS Telogororejo
Petunjuk Umum
Isilah terlebih dahulu data pribadi Anda pada bagian yang telah tersedia.
Bacalah setiap pertanyaan dengan baik dan isilah menurut keyakinan dan
kejujuran anda.
Semua jawaban yang Anda berikan, tidak akan berakibat buruk bagi Anda dan
kerahasiaan terjamin.
Periksalah terlebih dahulu apakah semua pertanyaan telah terisi sebelum anda
mengembalikan kuesioner ini pada peneliti.
Terima kasih atas kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner ini.
A. Data Demografis
Isilah data dibawah ini dengan memberikan tanda centang (V) sesuai dengan
kondisi anda saat ini
1. No kuesioner / tanggal : …………………………….
2. Usia : 17 - 25tahun
26 - 35 tahun
36 - 45 tahun
46 – 55 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
Perempuan
87. 4. Pendidikan terakhir : Diploma
Ners
Magister
5. Ruang : ICU/ICCU
UGD
Bangsal Perawatan Biasa
IBS/OT
HDU
Sitostatika/Renal Unit
Poli
6. Lama kerja : Dalam ……. bulan
7. Pelatihan Basic Life Suport : BHD
BTCLS
ACLS