1. METABOLISME HEME
OLEH
AWARI SUSANTI
BP: 1320422015
PROGRAM PASCASARJANA BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG,2014
2. Heme adalah kompleks senyawa protoporfirin IX dengan
logam besi yang merupakan gugus prostetik berbagai protein
seperti hemoglobin, mioglobin, katalase, peroksidase,
sitokrom c dan triptophan pirolase.
Kemampuan hemoglobin dan mioglobin mengikat oksigen
tergantung pada gugus prostetik ini yang sekaligus memberi
warna khas pada kedua hemeprotein tersebut.
7. Profiria
Eritropoetik
Hepatik
Protoporfiria
Intermitten Acute Porfiria (IAP)
Koproporfiria Herediter
Porfiria Variegata
Porfiria Cutanea Tarda
Porfiria Toksik
Terjadi karena adanya ketidak seimbangan enzyme
kompleks uroporfirinogensintase dan kosintase
Terjadi karena defisiensi partial uroporfirinogen I
sintase
Terjadi karena defisiensi partial koproporfirinogen
oksidase
Terjadi karena defisiensi partial protoporfirinogen
oksidase
Terjadi karena defisiensi partial uroporfirinogen
dekarboksilasi
Terjadi karena obat atau zat toksik seperti
griseofulvin, barbitural, heksachlorobenzene, dll
Terjadi karena adanya defisiensipartial
ferrokatalase
8. Gejala klinis yang dapat muncul dapat
dikelompokkan dalam dua patogenesa yaitu bila
kelainan enzym sintesa heme menyebabkan
penumpukan asam amino levulenat dan
porfobilinogen disel
Cairan tubuh akan menghambat kerja
ATP ase dan meracuni neuron
sehingga menimbulkan gejala-gejala
neuro-psikiatri
peristiwa ini
memunculkan gejala-
gejala fotosensitivitas.
porfirin akan bereaksi
dengan O2 molekuler
membentuk suatu
radikal bebas yang
sangat reaktif dan
merusak jaringan atau
kulit dimana porfirin
terdeposisi,
sedangkan kelainan
enzym sintesa heme
menyebabkan
penumpukan
porfirinogen dikulit dan
dijaringan lain akan
teroksidasi spontan
membentuk porfirin yang
apabila terpapar dengan
cahaya,
9. Obat yang dapat dipakai dan beberapa tindakan yang dianjurkan seperti
misalnya hindari preparat atau obat yang merangsang aktifitas sitokrom P-
450 seperti obat anestesia, alkohol, steroid etc.
• Hindari zat-zat toksik penyebab porfiria.
•Pemberian zat-zat seperti glukosa dan hematin yang menekan kerja ALA
sintase untuk menghambat pembentukan pra zat porfirin.
• Pemberian anti oksidan seperti karoten, vitamin E dan C juga dapat
dianjurkan pemakaian tabir surya guna menggurangi pemaparan
terhadap cahaya.
Therapi yang dapat diberikan hanyalah bersifat symptomatik karena therapi
kausal yang bersifat genetik masih sulit dikerjakan.
10. Hiperbilirubinemia
Regurgitasi
Retensi
Disebabkan oleh produksi
yang berlebih.
Terjadi pada kasus heamolisis
berat dan gangguan konjugasi
Disebabkan oleh refluks
bilirubin ke dalam darah
karena adanya obstruksi bilier.
Terjadi karena terdapatnya
obstruksi pada saluran
empedu
11. Pada lisisnya eritrosit secara massive misalnya pada kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan
menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat dari kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga
akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut didalam darah.
Peninggian kadar bilirubin tak larut
dalam darah tidak terdeteksi didalam
urine sehingga disebut juga dengan
ikterik acholuria.
Hal ini menunjukkan kapasitas hati
yang sangat besar dimana bila
pemecahan heme meningkat, hati
masih akan mampu meningkatkan
konjugasi dan ekskresi bilirubin
larut.
Hiperbilirubinemia retensi
12. Pada neonatus terutama
yang lahir premature
peningkatan bilirubin tak
larut terjadi biasanya
fisiologis dan sementara.
Dikarenakan haemolisis cepat
dalam proses penggantian
hemoglobin fetal ke hemoglobin
dewasa dan juga oleh karena
hepar belum matur,
Dimana aktivitas
glukoronosiltransferase
masih rendah.
Apabila peningkatan bilirubin
tak larut ini melampaui
kemampuan albumin
mengikat kuat, bilirubin akan
berdiffusi ke basal ganglia
pada otak dan menyebabkan
ensephalopaty toksik yang
disebut sebagai kern ikterus.
Hiperbilirubinemia retensi
13. Sumbatan pada duktus hepatikus dan duktus koledokus akan menghalangi
masuknya bilirubin keusus dan peninggian konsentrasinya pada hati
menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan pembuluh limfe.
Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine
dan disebut sebagai ikterik choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada
saluran empedu disebut juga sebagai ikterus kolestatik.
Bilirubin terkonjugasi dapat terikat secara kovalen pada albumin dan
membentuk θ bilirubin yang memiliki waktu paruh (T1/2) yang panjang
mengakibatkan gejala ikterik dapat berlangsung lebih lama dan masih dijumpai
pada masa pemulihan.
Hiperbilirubinemia
Regurgitasi
14. Phototerapi dengan cahaya dapat merubah bilirubin
menjadi lebih polar dan merubahnya menjadi
beberapa isomer yang larut dalam air meskipun
tampa konjugasi dengan asam glukoronida sehingga
dapat diekskresikan keempedu.
Terapi phenobarbital dapat menginduksi proses
konjugasi dan ekskresi bilirubin dan menjadi preparat
yang menolong pada kasus ikterik neonatus.