Dokumen tersebut membahas tentang bilirubin, termasuk pengertian, pembentukan, metabolisme, jenis, patologi, diagnosis ikterus, dan hiperbilirubinemia. Bilirubin dihasilkan dari degradasi hemoglobin dan merupakan produk yang toksik yang harus dikeluarkan tubuh. Hati memainkan peran penting dalam mengkonjugasi dan mengeluarkan bilirubin. Kenaikan kadar bilirubin dapat menyebabkan kondisi ikterus.
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
PENGERTIAN BILIRUBIN DAN METABOLISMENYA
1. 1. Pengertian
Bilirubin berasal dari pemecahan hemoglobin yang terjadi dalam sel-sel RES dan sel-sel
poligonal hati. Bilirubin yang terjadi tidak larut dalam plasma, oleh karena itu untuk
memungkinkan terjadinya transportasi ke dalam hepar maka pigmen tersebut berikatan
dengan protein plasma terutama albumin. Bilirubin yang berasal dari sel-sel RES dilepas
kedalam peredaran darah untuk kemudian memasuki hepar.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian
besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem
bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan
proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang
mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas.
2. Pembentukan
Dalam keadaan fisiologis, masa hidup erytrosit manusia sekitar 120 hari, eritrosit mengalami
lisis 1-2×108 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan berat badan 70 kg, dimana
diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr per hari. Sel-sel eritrosit tua
dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh limpa. Apoprotein dari hemoglobin
dihidrolisis menjadi komponen asam-asam aminonya. Katabolisme heme dari semua
hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh sistem enzim yang
kompleks yaitu heme oksigenase yang merupakan enzim dari keluarga besar sitokrom P450.
Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena membentuk
biliverdin, suatu tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi,
reaksi-reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang
dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan metena
dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin
reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil menjadi rantai metilen antara
cincin pirol III – IV dan membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan
warna pada memar merupakan petunjuk reaksi degradasi ini.
Bilirubin bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan biliverdin. Dalam setiap 1
gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin dan tiap hari dibentuk sekitar
250–350 mg pada seorang dewasa, berasal dari pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik
yang tidak efekif dan pemecahan hemprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel
adalah bentuk yang sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat nonkovalen
dan diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg
bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini hanya
terikat longgar hingga mudah lepas dan berdifusi ke jaringan. Bilirubin yang sampai dihati
akan dilepas dari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein
pembawa yaitu ligandin. Sistem transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat
besar tetapi penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan
dilewati bilirubin berikutnya. Bilirubin nonpolar akan menetap dalam sel jika tidak diubah
menjadi bentuk larut. Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut yang dapat
diekskresikan dengan mudah kedalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut
melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzim
bilirubin glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzym
2. glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada retikulum endoplasma. Reaksi konjugasi
ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor glukoronat.
Tahap pertama akan membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai senyawa antara yang
kemudian dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua.
3. Metabolisme
Bila eritrosit telah hidup melampaui masa hidupnya selama rata-rata 120 hari maka
membrannya akan pecah dan hemoglobin yang dikeluarkan di fagositosis oleh sel Retikulo
Endotel System (RES) diseluruh tubuh. Hemoglobin pertama-tama dipecah menjadi heme
dan globin, lingkaran protoporfirin terbuka, Fe dilepaskan untuk diikat menjadi transferin,
kemudian berubah menjadi biliverdin dan direduksi menjadi bilirubin. Fe yang dilepaskan
diikat oleh protein dalam jaringan dan beredar dalam darah sebagai Iron Binding Protein
Capacity.
Rantai globin sebagian akan dipecah menjadi asam-asam amino yang disimpan dalam Body
Fool of Amino Acid, sebagian tetap dalam bentuk rantai globin yang akan lagi digunakan
untuk membentuk hemoglobin baru. Bilirubin yang dilepaskan kedalam darah sebagian besar
terikat dengan albumin, sebagian kecil terikat dengan α2-globulin dan dibawa ke hati.
Bilirubin yang terikat dengan protein ini disebut prebilirubin atau Unconjugated bilirubin.
Di dalam sel hati (hepatosit), bilirubin diikat oleh 2 protein intraseluler utama dalam
sitoplasma, protein sitosolik Y (misalnya, ligandin atau glutathione S-transferase B) dan
protein sitosolik z (dikenal juga sebagai fatty acid–binding protein). Didalam hati bilirubin
dilepaskan dari albumin dan selanjutnya mengalami konjugasi dengan Asam glukoronat
membentuk ester Bilirubin monoglukoronat atau Bilirubin diglukoronat (BDG) yang dikenal
dengan nama Conjugated Bilirubin (CB). Proses ini berlangsung karena pengaruh enzim
Urindhyn di-Phosphate Glukoronil Transferase (UDPG). CB ini bersifat sangat mudah larut
di air dan merupakan pigmen utama dari empedu.
Bilirubin dikonjugasi (CB) disekresikan ke dalam saluran empedu dan melewati usus. Ketika
direct bilirubin (CB) ini sampai di usus besar / kolon oleh bakteri-bakteri usus direduksi
menjadi urobilinogen dimana sebagian urobilinogen tersebut direabsorpsi melalui mukosa
usus masuk dalam darah. Sebagian zat ini diekskresi oleh hati dan kembali masuk kedalam
usus kemudian sekitar 5 % diekskresi oleh ginjal melalui urine. Setelah urine tersebut kena
udara maka urobilinogen teroksidasi menjadi Urobilin sedangkan pada faeces sterkobilinogen
teroksidasi menjadi sterkobilin
4. Jenis Bilirubin
Bilirubin terbagi menjadi 2 jenis yaitu Bilirubin Indirek yang merupakan bilirubin yang
menglami konjugasi oleh hati dengan asam glukoronat dan Bilirubin Direk yang telah
mengalami konjugasi dengan asam glukoronat di dalam hati.
5. Patologi
Kadar bilirubin dalam serum dipengaruhi oleh metabolisme hemoglobin, fungsi hati dan
kejadian-kejadian pada saluran empedu. Apabila destruksi eritrosit bertambah, maka
terbentuk lebih banyak bilirubin. Itu mungkin menyebabkan bilirubin prehepatik naik sedikit,
tetapi hati normal mempunyai daya ekskresi yang cukup besar, sehingga peningkatan
3. bilirubin dalam serum tidak terlalu tinggi. Bilirubinemia tidak pernah lebih tinggi dari 4 atau
5 mg/dl kalau sebabnya hanya hemolisis saja.
Melemahnya fungsi hati mendatangkan kenaikan kadar bilirubin dalam serum yang
mengesankan (cukup tinggi). Berkurangnya daya uptake atau konjugasi pada sel-sel hati
mungkin menyebabkan kadar bilirubin indirek meningkat ; melemahnya ekskresi bilirubin
konjugat mendatangkan kadar bilirubin post hepatik meningkat. Konjugat bilirubin bersifat
larut air dan mudah menembus filter glomeruli ; bilirubin berbalik arah kembali kealiran
darah jika ada obstruksi saluran empedu dimana saja : dalam jaringan hati, pada saluran
hepatik, pada kantong empedu dan pada ductus choledochus. Disfungsi hepatoseluler yang
sedang derajatnya, menghambat penyaluran bilirubin konjugat ke dalam ductus colligentis ;
kadar bilirubin direk dalam darah dapat meningkat pada penyakit hepatoseluler, biarpun
saluran-saluran empedu dapat dilalui dengan bebas. Bila kadar bilirubin direk atau indirek
sampai 2-4 mg/dl, maka pasien menderita ikterus, yakni menguningnya kulit, selaput lendir
dan sklera.
6. Ikterus
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa)
yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam
sirkulasi darah. Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga
kulit (terutama) dan atau sklera tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak
apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 µmol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak
apabila serum bilirubin > 5 mg/dL (>86 µmol/L). Hiperbilirubinemia adalah istilah yang
dipakai untuk ikterus setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar
serum bilirubin.
7. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin darah melebihi 1 mg/dl.
Pada konsentrasi lebih dari 2 mg/dl, hiperbilirubinemia akan menyebabkan gejala ikterik atau
jaundice. Ikterik atau jaundice adalah keadaan dimana jaringan terutama kulit dan sklera mata
menjadi kuning akibat deposisi bilirubin yang berdifusi dari konsentrasinya yang tinggi
didalam darah. Hiperbilirubinemia dikelompokkan dalam dua bentuk berdasarkan
penyebabnya yaitu hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh produksi yang berlebih
dan hiperbilirubinemia regurgitasi yang disebabkan refluks bilirubin kedalam darah karena
adanya obstruksi bilier. Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis
berat dan gangguan konjugasi. Pada lisisnya eritrosit secara masif misalnya pada kasus sickle
cell anemia ataupun malaria akan menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat dari
kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut
didalam darah. Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam darah tidak terdeteksi didalam
urine sehingga disebut juga dengan ikterik acholuria.
Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya seperti Syndroma Crigler
Najjar I yang merupakan gangguan konjugasi karena glukoronil transferase tidak aktif,
diturunkan secara autosomal resesif, merupakan kasus yang jarang, dimana didapati
konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20 mg/dl. Syndroma Crigler Najjar II, merupakan
kasus yang lebih ringan dari tipe I, karena kerusakan pada isoform glukoronil transferase II,
4. didapati bilirubin monoglukoronida terdapat dalam getah empedu. Syndroma Gilbert, terjadi
karena haemolisis bersama dengan penurunan uptake bilirubin oleh hepatosit dan penurunan
aktivitas enzim konjugasi dan diturunkan secara autosomal dominan. Hiperbilirubinemia
regurgitasi paling sering terjadi karena terdapatnya obstruksi pada saluran empedu, misalnya
karena tumor, batu, proses peradangan dan sikatrik. Sumbatan pada duktus hepatikus dan
duktus koledokus akan menghalangi masuknya bilirubin keusus dan peninggian
konsentrasinya pada hati menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan pembuluh
limfe.Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan
disebut sebagai ikterik choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran empedu
disebut juga sebagai ikterus kolestatik.
Beberapa kelainan lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia regurgitasi adalah Syndroma
Dubin Johnson, diturunkan secara autosomal resesif, terjadi karena adanya defek pada sekresi
bilirubin terkonjugasi dan estrogen ke sistem empedu yang penyebab pastinya belum
diketahui. Syndroma Rotor, terjadi karena adanya defek pada transport anion anorganik
termasuk bilirubin, dengan gambaran histologi hati normal, penyebab pastinya juga belum
dapat diketahui. Hiperbilirubinemia toksik adalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti
chloroform, arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga akibat
cirhosis. Kelainan ini sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi.
8. Diagnosis Ikterus
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala. Secara klinis hiperbilirubinemia terlihat sebagai
gejala ikterus, yaitu pigmentasi kuning pada kulit dan sklera. Ikterus biasanya baru dapat
dilihat kalau kadar bilirubin serum melebihi 34 hingga 43 µmol/L (2,0 hingga 2,5 mg/dL),
atau sekitar dua kali batas atas kisaran normal.
Gejala ini dapat terdeteksi dengan kadar bilirubin yang lebih rendah pada pasien yang
kulitnya putih dan yang menderita anemia berat. Gejala ikterus sering tidak terlihat jelas pada
orang-orang yang kulitnya gelap atau yang menderita edema. Jaringan sklera kaya dengan
elastin yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap bilirubin, sehingga ikterus pada sklera
biasanya merupakan tanda yang lebih sensitif untuk menunjukkan hiperbilirubinemia
daripada ikterus yang menyeluruh. Tanda dini yang serupa untuk hiperbilirubinemia adalah
warna urin yang gelap, yang terjadi akibat ekskresi bilirubin lewat ginjal dalam bentuk
bilirubin glukuronid.
9. Analisis Laboratorium
Analisis laboratorium membedakan dua macam bilirubin dalam serum, yakni bentuk bebas
yang tak larut dan bentuk konjugat. Bilirubin yang larut dalam air disebut bilirubin direk
karena dapat langsung diukur tanpa mengubah bentuknya sedangkan yang belum mengalami
konjugasi atau bilirubin indirek harus terlebih dahulu dijadikan larut dalam air sebelum
ditentuka jumlahnya.
10. Metode Pengukuran
Untuk menentukan kadar bilirubin darah digunakan cara/metode pengukuran, yaitu :
a. Pemeriksaan indeks ikterus
Bilirubin plasma langsung diukur warnanya pada fotometer dengan menggunakan standard
5. kalium bikromat 0,01 %.
b. Pemeriksaan dengan reaksi Diazotasi
Bilirubin serum dengan asam sulfanilat dan natrium nitrit mengalami reaksi diazotasi
membentuk zat warna merah dalam suasana asam dan berwarna hijau biru dalam suasana
basa yang sebanding dengan kadar bilirubin. Bilirubin indirek agar bereaksi dengan reagen
diazo maka perlu penambahan akselerator.
11. Prinsip pengukuran
Bilirubin bereaksi dengan diazotized sulfanilic acid membentuk suatu zat warna merah pada
larutan netral biru dalam larutan alkalis. Bilirubin glukoronida yang bisa larut dalam air
bereaksi langsung, sedangkan bilirubin yang bebas (indirect) hanya akan bereaksi bila ada
accelerator.
12. Hal Mempengaruhi
Pada pemeriksaan bilirubin dengan reaksi diazotasi, hemoglobin dalam serum mengganggu
penetapan bilirubin, sebab darah yang mengalami hemolisa hasilnya akan lebih rendah karena
hemogobin akan menginhibisi reaksi diazotasi. Jika serum lipemik dan opalescensi akan
mengakibatkan terjadinya kesalahan, untuk itu sebaiknya pasien harus puasa sekitar 8-10
jam.
Jika pemeriksaan ditangguhkan serumnya akan dapat tahan selama 1 minggu jika disimpan
pada 4O C ditempat gelap dan stabil selama 3 bulan didalam freezer. Bilirubin direk dan
indirek akan menjadi biliverdin bila terkena cahaya matahari langsung yang dapat
menurunkan bilirubin sampai 20 % dari kadarnya. Bilirubin perlahan dirusak oleh sinar biru
atau ultraviolet dan fototerapi yang digunakan untuk pengobatan hiperbilirubinemia
neonatal.