Dokumen tersebut membahas tentang klasifikasi air dan najis dalam Islam. Air diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan status kesuciannya, seperti air mutlak, air makruh, dan air yang sudah terkena najis. Najis juga dibagi menjadi ringan, sedang, dan berat beserta cara menyucikannya seperti membilas dengan air atau menggosok hingga bersih. Thaharah penting untuk menjaga kebersihan d
1. i
Klasifikasi Air dan Najis
Makalah
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah : Fikih I
Dosen Pengampu : M. Rodli, M. Pd. I
Disusun Oleh:
1. Nur Lailatus Syarifah (2021114100)
2. Asni Furoida (2021114128)
Kelompok 2
Kelas A
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
2. ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT., atas segala rahmat dan
karunia-Nya, makalah yang berjudul “klasifikasi Air dan Najis” ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam tak lupa kami panjatkan kepada junjungan kita
Nabi besar Muhammad SAW., beserta para keluarga, sahabat dan para umatnya.
Pembuatan makalah ini disusun untuk menambah pengetahuan mahasiswa
dan mahasiswi dalam menerima mata kuliah “Fikih I” dan bagaimana cara
mempelajari materi lebih dalam.
Penulis telah berupaya menyajikan makalah dengan sebaik-baiknya,
meskipun tidak komperhensif. Disamping itu, apabila dalam makalah ini terdapat
kesalahan dan kekurangan, baik dalam pengetikan maupun isinya, maka penulis
dengan senang hati menerima saran dan kritik dari para pembaca guna
penyempurnaan penulisan makalah berikutnya. Semoga apa yang disajikan dalam
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca. Amin
Ya Robbal ‘Alamin.
Pekalongan, 09 September 2016
Penulis
3. iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1
C. Metode Pemecahan Masalah ........................................................ 1
D. Sistematika Penulisan ................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. ....................................................................................................... 3
B. ...................................................................................................... 4
C. ...................................................................................................... 4
D. ....................................................................................................... 5
E. ....................................................................................................... 7
F. ....................................................................................................... 8
G. ....................................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ....................................................................................... 10
B. Saran ............................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 11
4. 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani
selain rohani. Kebersihan badani tercermin dengan bagaimana umat
muslim selalu bersuci sebelum mereka melakukan ibadah menghadap
Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar umat muslim
terhindari dari kotoran atau debu yang menempel di badan sehingga secara
sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah
SWT.
Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat
sholat dari hadas dan najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan
najis adalah syarat syahnya seorang muslim dalam mengerjakan ibadah
tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya banyak sekali
manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah. Taharah sebagai bukti
bahwa Islam amat mementingkan kebersihan dan kesucian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis
bermaksud untuk memaparkan penjelasan lebih rinci tentang thaharah,
menjelaskan bagaimana fungsi thaharah dalam menjalan ibadah kepada
Allah, serta menjelaskan manfaat thaharah yang dapat umat muslim
peroleh. Dengan demikian umat muslim akan lebih tahu makna bersuci
dan mulai mengamalkannya untuk peningkatan kualitas ibadah yang lebih
baik.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka kita dapat menyimpulkan
beberapa rumusan masalah diantaranya sebagai berikut:
1. Apa pengertian thaharah?
2. Apa saja macam-macam air dan pembagiannya?
3. Apa pengerian najis?
5. 5
4. Apa saja macam-macam najis dan cara menyucikannya?
C. Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang dilakukan melalui studi
literature/metode kajian pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa
referensi buku atau dari referensi lainnya yang merujuk pada permasalahan
yang dibahas.
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini ditulis dalam tiga bagian, meliputi: Bab I, bagian
pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah,
metode pemecahan masalah, dan sistematika penulisan makalah; Bab II,
adalah Pembahasan; Bab III, bagian penutup yang terdiri dari Simpulan
dan Saran.
6. 6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Thaharah
Secara etimologi, thaharah artinya bersuci atau suci. Sedangkan
secara istilah, kata thaharah artinya adalah membersihkan diri, pakaian dan
tempat dari segala hadas dan najis. Bersuci dari hadas dapat dilakukan
dengan cara berwudhu tayammum dan mandi.1
Secara umum thaharah dibagi menjadi dua macam:
a. Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki adalah hal-hal yang terkait dengan
kebersihan badan, pakaian dan tempat salat dari najis. Boleh dikatakan
bahwa thaharah hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis.
b. Thaharah Hukmi
Thaharah hukmi adalah sucinya diri dari hadas, baik hadas kecil
maupun hadas besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak
terlihat kotornya secara fisik. Bahkan boleh jadi secara fisik tidak ada
kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel
pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih
secara hukum adalah kesucian secara ritual.2
B. Macam-macam Air dan Pembagiannya
Air yang dapat dipakai bersuci ialah air yang bersih (suci dan
mensucikan) yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang
belum dipakai untuk bersuci.
Air yang suci dan mensucikan ialah :
1. Air hujan
2. Air sumur
3. Air laut
1
H. Sulaiman Rasyid, FIQH ISLAM (Hukum Fiqh Lengkap) (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2010), hlm. 13
2
Amir Abyan, FATTAH (Surakarta:PT Tiga Serangkai, 2000), hlm. 4
7. 7
4. Air sungai
5. Air salju
6. Air telaga
7. Air embun3
Pembagian Air diantaranya sebagai berikut:
1. Air yang suci dan mensucikan (air mutlak / thahir muthohir).
Yaitu air yang masih asli belum tercampur dengan sesuatu benda
lain dan tidak terkena najis. Air mutlak ini hukumnya suci dan dapat
menyucikan. Air yang termasuk air mutlak adalah air tujuh diatas.
2. Air makruh ( air musyammas)
Yaitu air yang di panaskan pada terik matahari dan logam yang
dibuat dari besi, baja, tembaka, alumunium yang masing-masing benda
logam itu berkarat. Air musyammas seperti ini hukumnya makruh,
karena dokhawatirkan menimbulkan suatu penyakit.
Adapun air yang tidak berkarat dan dipanaskan pada terik
matahari tidak termasuk air musyammas.
3. Air suci tidak mensucikan (air thahir ghairu muthahir)
Air ini hukumnya suci tetapi tidak dapat untuk menyucikan. Ada
dua macam air yang termasuk dalam air ini, yaitu :
a. Air suci yang dicampur dengan benda suci lainya sehingga air
itu tidak berubah salah satu sifatnya(warna, bau atau rasa).
b. Air buah-buahan atau air yang ada dalam pohon, misalnya
pohon pisang, dll.
4. Air musta’mal (air yang sudah digunakan untuk bersuci)
Yaitu air suci sedikit yang kurang dari dua kullah dan sudah
dipergunakan untuk bersuci. Walaupun tidak berubah sifatnya, atau air
suci yang ada dua kullah yang sudah dipergunakan untuk bersuci dan
telah berubah sifatnya.
5. Air mutanajis (air yang terkena najis)
3Wahyudi,Risalah (Solo:Cv al fadinar,2000),hlm.9
8. 8
Yaitu air yang tadinya suci kurang dari dua kulla dan telah berubah
salah satu sifatnya (bau, rasa dan warnanya). Air tersebut
hukumnya najis. Tidak boleh diminum dan tidak sah dipergunakan
untuk ibadah seperti wudhu, tayammum, mandi atau menyucikan
benda yang terkena najis. tetapi jika lebih dari dua kullah dan tidak
berubah sifatanya maka sah untuk bersuci.4
C. Pengertian Najis
Benda-benda yang kotor belum tentu bernajis, tetapi benda yang
bernajis maka sudah pasti kotor dan harus dibersihkan, karena hal tersebut
dapat menghalangi sahnya suatu ibadah.
Najis berasal dari bahasa Arab yang artinya kotoran. Sedangkan
menurut istilah adalah suatu benda yang kotor yang mencegah sahnya
mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci.5
Adapun benda-benda yang termasuk najis, antara lain sebagai
berikut.
1. Bangkai-bangkai binatang darat yang berdarah, darah yang mengalir,
dan daging babi. Allah swt. berfirman dalam Surah al-Maidah ayat 3
sebagai berikut.
ِّْري ِّزْن ِّخْلا ُمْحَل َو ُمَّدال َو ُةَتْيَمْلا ُمُكْيَلَع ْتَم ِّرُح
Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, dan
daging babi.
2. Darah
3. Nanah
4. Kotoran-kotoran manusia, baik yang keluar dari qubul (depan) maupun
dubur (belakang).
5. Arak/khamr.
6. Anjing dan babi
4Sulaiman Rasjid, (Jakarta: At-thahiriyah) hlm.,29-31.
5Abdul Kadir, Fikih, (Jakarta: Kementerian Agama Republik indonesia, 2014), hlm. 4.
9. 9
7. Apa pun yang dipotong dari tubuh hewan yang masih hidup,
hukumnya adalah najis dan diharamkan untuk dikonsumsi, kecuali
bulu, dan rambut.6
D. Macam-macam Najis dan Cara Menyucikannya
Dalam hukum Islam Ada tiga macam najis, yaitu najis mukhaffafah,
najis mutawassitah, dan najis mughalazah.
a. Najis Mukhaffafah
Najis Mukhaffafah adalah najis yang ringan, najis dari air
kencingnya anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum
makan apa-apa kecuali air susu ibu.
Cara menyucikannya adalah dengan memercikkan air pada benda
yang terkena najis. Sedangkan untuk air kencingnya anak perempuan
hendaklah dibersihkan pada benda yang terkena najis hingga airnya
mengalir.
b. Najis Mutawassitah
Najis Mutawassitah adalah najis pertengahan atau najis sedang,
semua najis yang tidak termasuk dua macam najis mukhaffafah dan
mughallazah. Najis mutawassithah ada dua macam:
1. Mutawassithah hukmiah yaitu najis yang diyakini adanya namun
tidak terlihat wujud, warna,dan baunnya. Contoh : bekas kencing
anak yang sudah kering. Cara menyucikannya cukup dengan
mengalirkan air pada bekas najis tersebut.
2. Mutawassithah ainiyah adalah najis yqang tampak wujudnya dan
bisa diketahui melalui bau maupun rasanya. Cara menyucikannya
adalah dengan cara membuang dan menggosoknya sampai bersih
dan diyakini sudah hilang zat, rasa, warna dan bau dengan
menggunakan air yang suci.
c. Najis mughallazah
Najis mughallazah adalah najis yang berat. Najis ini bersumber
dari anjing dan babi. Cara menyucikanya adalah dengan beberapa
6 Moh Rifa’i, Risalah Tuntunan Sholat, (Semarang: Karya Toha Putra, 2009), hlm.14.
10. 10
tahap, yaitu dengan membasuh air sebanyak tujuh kali, satu
diantaranya menggunakan air yang dicampur dengan tanah.7
7Abdul Kadir, op.cit., hlm. 4-5
11. 11
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Secara etimologi, thaharah artinya bersuci atau suci. Sedangkan
secara istilah, kata thaharah artinbya adalah membersihkan diri, pakaian
dan tempat dari segala hadas dan najis. Bersuci dari hadas dapat dilakukan
dengan cara berwudhu tayammum dan mandi
Beberapa macam thaharah yaitu wudlu untuk menghilangkan
hadas kecil, mandi untuk menghilangkan hadas besar serta tayammum
untuk menggantikan wudlu dalam keadaan tertentu. Thaharah pada
dasarnya adalah sebuah ibadah yang mencakup seluruh ibadah lainnya.
Tanpa adanya thaharah mustahil akan terwujud ibadah yang sah karena
ibadah yang dilakukan seorang hamba haruslah dalam keadaan yang suci
untuk mencapai kesempurnaan.
Macam-macam najis : Najis Mukhaffafah (najis yang ringan),
Najis Mugalladzah (najis yang berat),Dan Najis Mutawassitah (najis yang
sedang) meliputi Najis ‘Ainiyah dan Najis Hukmiyah.
B. Saran
Demikianlah hasil makalah dari kelompok kami. Penulis
menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.
Hal ini terjadi semata-mata karena kurangnya pengetahuan penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan
saran yang dapat dijadikan evaluasi dan membantu kesempurnaan dalam
penyusunan makalah ini.
12. 12
DAFTAR PUSTAKA
Abyan Amir. 2000. FATTAH. Surakarta: PT Tiga Serangkai.
Kadir Abdul. 2014. Fikih. Jakarta: Kementerian Agama Republik indonesia.
Rasyid H. Sulaiman. 2010. FIQH ISLAM (Hukum Fiqh Lengkap). Bandung: Sinar
Baru Algensindo.
Rifa’i Moh. 2009. Risalah Tuntunan Sholat. Semarang: Karya Toha Putra.
Wahyudi. 2000. Risalah. Solo: Cv al fadinar.