Paragraf pertama membahas tentang seni rupa murni yang ditujukan untuk dinikmati keindahannya, seperti lukisan pemandangan. Paragraf berikutnya membandingkan contoh lukisan seperti Diponegoro dan Kaca yang tidak hanya untuk keindahan tetapi juga tujuan lain. Paragraf terakhir menjelaskan perbedaan seni rupa murni yang hanya untuk kepuasan pribadi dengan seni terapan yang lebih menekankan fungsi.
1. BAB 2
SENI RUPA MURNI
Seni murni diartikan sebagai keindahan karya manusia yang dibuat dengan
tujuan untuk dinikmati keindahannya. seperti lukisan pemandangan yang
dipajang di ruang tamu, setiap tamu menikmati keindahan lukisan tersebut, hal
ini berlaku juga untuk barang-barang pajangan pada etalase ruang tamu berupa
benda2 keramik, sepanjang barang tersebut tidak dapat dipakai boleh kita
katakan sebagai seni murni. sebagai ilustrasi LUKISAN SEBUAH PERAHU
NELAYAN, apakah lukisan tersebut dapat dipakai, dipakai untuk apa? yang
jelas lukisan tersebut hanya dapat dinikmati keindahannya, oleh sebab itu
lukisan itu kita namakan SENI MURNI.
Sebuah lukisan merupakan cantoh dari seni rupa murni, tetapi apakah setiap
lukisan merupakan seni murni, tentu saja ini dapat menimbulkan perdebatan
yang barangkali akan menjadi seru, sebagai contoh sebuah lukisan
DIPONEGORO apakah lukisan tersebut hanya dinikmati keindahannya saja?
apakah tidak ada tujuan lain selain dinikmati keindahannya saja? apakah tidak
ada makna lain selain keindahan, apakah tidak ada tujuan lain pelukisnya pada
saat dia membuat???
Akan saya beri cantoh lagi sebuah lukisan lagi yaitu LUKISAN KACA, yang
tentu saja lukisan tersebut mempunyai maksud dan tujuan lain selain untuk
keindahan, tetapi akan lebih jelas perbedaannya apabila kita amati lukisan
KACAPATRI. jelas yang terakhir ini mempunyai fungsi praktis, yaitu untuk
keindahan dan fentilasi agar sinar dapat masuk ke dalam rumah?? fungsi praktis
inilah yang membedakan, apakah karya seni tersebut merupakan karya seni rupa
murni atau terapan Perbedaan ini akan lebih jelas jika kita mempelajari lebih
jauh tentang seni murni dan seni terapan dengan melihat pengertian, jenis, dan
contoh-contohnya :
Seni rupa murni mengacu kepada karya-karya yang hanya untuk tujuan
pemuasan eksresi pribadi, sementara kriya dan desain lebih menitikberatkan
fungsi dan kemudahan produksi.Seni rupa murni meliputi : seni lukis, seni grafis,
seni patung, seni instalasi dan seni pertunjukan.
penjelasan di atas tentu saja masih perlu penjelasan lain, lebih detail misalnya
membandingkan seni murni dan bukan seni murni dari berbagai segi, hala ini akan
menjadi panjang.
SENI LUKIS MURNI
2. A. Lukisan Karya Raden Saleh
“Perkelahian dengan Singa, antara hidup dan Mati”
Para peserta seminar 200 Tahun Raden Saleh menikmati lukisan berjudul
“Perkelahian dengan Singa, antara hidup dan Mati” (1870), karya pelukis Raden
Saleh (1811-1880), di museum koleksi lukisan Istana Bogor, Jawa barat, Sabtu
(26/6). Seminar tentang Raden Saleh yang diadakan di Jakarta 24-25 Juni 2010,
dalam rangka memperingati HUT 40 tahun IKJ. (*dodo karundeng/ant/bo)
Lukisan di samping ini adalah karya pelukis legendaris Indonesia, Raden Saleh
Sjarief Bustaman (Th. 1807–1880), berjudul : “Die Löwenjagd” (Th. 1840).
Lukisan tersebut pada tanggal 18 November 2005 dilelang di Cologne (Jerman)
dengan harga pembukaan terendah 220.000,- Euro dan tertinggi 660.000 Euro.
Akhirnya laku terjual 805.000,- Euro ! Jika kita kurskan ke Rupiah sekarang (21
Mei 2008 : 1 Euro = Rp. 14.618,15) maka nilai terjualnya sekitar Rp. 11,77 milyar !
A. Lukisan Karya
AD. PIROUS (Lahir/Born 1933)
A.D. Pirous dikenal dengan karya-karyanya yang bernafaskan islami.
Pengungkapannya dalam lukisan lewat konstruksi struktur bidang-bidang dengan
latar belakang warna yang memancarkan berbagai karakter imajinatif. Dengan
prinsip penyusunan itu, pelukis ini sangat kuat sensibilitasnya terhadap
komposisi dan pemahaman yang dalam berbagai karakter warna. Nafas spiritual
suatu ketika muncul dalam imaji warna yang terang, saat yang lain bisa dalam
warna redup yang syahdu, sesuatu juga bisa muncul dalam kekayaan warna yang
menggetarkan. Sentuhan ragam hias etnis Aceh, yang memuat ornament-
ornamen atau motif Buraq, juga memberikan nafas sosiokultural yang islami
dalam lukisannya. Sebagai puncak kunci nafas spiritual itu, adalah aksentuasi
kaligrafi Arab yang melafaskan ayat-ayat Suci Al Qur’an.
Dalam lukisan “Beratapkan Langit dan Bumi Amparan” (QS. Al Baqarah: 22a),
1990 ini, Pirous juga menghadirkan spiritualitas yang menyentuh. Latar belakang
biru ultramarine membawa imaji tentang kedalaman kosmos yang tak terhingga.
Di atas, menyembul bagian dari potongan-potongan bidang oker yang
mencitrakan suatu massa langit. Di bawah, dua bidang putih dengan kaligrafi Al
Qur’an tegak menjadi pondasi yang kokoh untuk citra bumi. Di antara imaji
antara langit dan bumi itu suatu garis putih yang serupa cahaya membelah
vertikal melewati kedalaman kosmos. Dengan berbagai karakter yang dapat
dibaca lewat fenomena tekstual tersebut, maka garis yang serupa cahaya itu,
dapat ditafsirkan sebagai cahaya keilahian yang menghubungkan langit dan
bumi. Dalam lukisan-lukisan yang lain, pelukis ini sering membangun suasana alam
3. untuk memberikan latar belakang yang kuat yang berhubungan dengan ayat-ayat
Al Qur’an dalam lukisannya. Lewat penyusunan bidang-bidang, ruang, dan
warna-warna tertentu, suasana dalam lukisan dapat memantulkan senja yang
temaram, pagi yang jernih, ataupun malam yang syahdu. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa Pirous juga berhasil mengembangkan seni lukis abstrak yang
simbolis. Semua eksploitasi ide, medium, dan teknis tersebut akhirnya tidak
hanya sekedar menempatkan Pirous sebagai pelukis kaligrafi yang handal, tetapi
lebih jauh lagi mempertegas pencapaiannya sebagai pelukis spiritual islami.