1. Estetika Sebagai Teori Seni
Sebagai cabang filsafat, estetika secara luas sering diartikan sebagai
filsafat keindahandan secara khusus sebagai filsafat seni. Dalam makalah ini akan
diambil pengertiannyasebagai teori seni. Sebagai teori seni, estetika
membicarakan antara lain apa tujuanpenciptaaan karya seni dan bagaimana karya
seni dicipta sehingga dapat memberikankenikmatan estetik. Melalui kenikmatan
estetik itulah seorang pengarang atau penyair dapatmempengaruhi jiwa
masyarakatnya, dan melaluinya pula ia dapat menyampaikan pikiran,gagasan dan
perasaan-perasaannya.
Batasan ringkas tentang estetika sebagai teori seni tidaklah bertentangan
dengan pengertian estetika itu sendiri sebagai filsafat seni. Kata estetika
(aesthetics) diperkenalkan pertama kali oleh Baumgarten, seorang filosof
rasionalis Jerman abad ke-18 M, dalam bukunya Aesthetica (1750). Diambil dari
kata-kata Yunani aesthesis, yang artinya pengamatan indera atau ssesuatu yang
merangsanmg indera, estetika diartikan sebagai pengetahuan yang berkaitan
dengan obyek-obyek yang dapat diamati secara inderawi danmerangsang indera.
Obyek-obyek yang dapat diamati secara inderawi dan memberi pengetahuan
khusus adalah karya seni. Di dalam perkataan aesthesis juga tercakup
pengertian berkaitan reaksi organism tubuh dan jiwa manusia terhadap
rangsangan yang datang dari luar.
Dari pengertian seperti telah dikemukakan di Eropa lahir beberapa teori
seni yang membatasi seni dengan penikmatansensual dan selera subyektif. Agar
sedikit jelas, baiklah saya kemukakan dua teori menonjolabad ke-19 dan 20 M
yaitu teori bentuk signifikan dan teori ekspressi.
Teori bentuk adalah semua seni visual dan musik memiliki bentuk
signifikan. Karya seni dihargai orang karena menyajikan bentuk-
2. bentuk siginifikan. Pengasas teori ini bertolak dari pandangan keutamaan ciri
obyektif dari seni dan ciri obyektif yang menonjol dari seni ialah bentul-bentuk
yang dihadirkan, yang dapat memberikan penikmatan estetis kepada jiwa
penikmatnya. Di dalam seni lukis bentuk initerbina melalui gabungan garis,
warna, dan unsur kesenirupaan lain yang menimbulkantanggapan khusus berupa
perasaan estetis.
Menurut penganut teori ini, tugas seniman ialah melahirkan bentuk-bentuk
indah dan memikat dalam karya mereka. Keindahan seni dalam pandangan ini
melekat pada bentuk dantidak berada diluarnya.Ditelusuri ke belakang sejarahnya,
teori ini berakar pada pandangan Arsitoteles yang mengatakan bahwa seni
merupakan tiruan (mimesis)Dari kenyataan/alam. Dalam teori ini apa yang
disebut tema, gagasan, pesan moral atau isitidaklah penting dalam karya seni.
Teori kedua yang penting dan muncul sesudah teori bentuk adalah teori
ekspresi. Bagi pencetus teori ekspresi suatu karya seni tidak memenuhi syarat bila
hanya menghadirkan bentuk-bentuk siginifikan. Seni juga harus bersifat ekspresif,
dalam arti menyatakan sesuatu yang ada dalam jiwa manusia, terutama perasaan
dan pikiran. Sepertidikatakan John Hospers (1967), “Art is an expression of
human feeling.” Di sini pencetusteori ekspresi ingin menyatakan bahwa dalam
menciptakan karya seninya seorang senimanmengungkapkan apa yang dialami,
dirasakan dan dipikirkan. Apakah seni? Menurut Tolstoy “Seni menghadirkan
dalam diri sendiri suatu perasaan yang telah dialami seseorang dansetelah
memunculkan dalam diri kemudian dengan perantaraan gerak, garis, warna,
suara,atau bentuk yang yang diungkap dalam kata-kata, maka ia telah
memindahkan perasaantersebut sehingga orang lain ikut mengalami perasaan
yang sama. Inilah yang disebut kegiatan seni.” Tentu saja masih ada beberapa lagi
teori seni lain pada abad ke-20 dan awal abad ke-21 ini yang berpengaruh. Tetapi
saya cukupkan dengan mengemukakan dua teori tersebutsebagai perbandingan
atau ancang-ancang untuk membahas estetika Melayu.
3. Ibnu Sina dan Estetika Melayu
Estetika Melayu, terutama seperti tampak dalam sastranya, adalah turunan
dariestetika Islam yang dasar-dasarnya antara lain diletakkan oleh Ibn Sina dan
Imam al-Ghazali.Karena itu ada baiknya saya paparkan secara ringkas pandangan
dua filosof Muslim awal itumengenai estetika, baik sebagai teori seni maupun
sebagai filsafat keindahan. Ibnu Sina, dan juga pendahulunya al-Farabi, adalah
filosof Muslim awal yang secaratersurat membicarakan pentingnya estetika dalam
hubungannya dengan perkembangan senidalam Islam. Walaupun risalahnya
tentang estetika yaitu Kitab al-Shi`r membicarakanestetika penulisan puisi atau
puitika, namun secara tersurat membicarakan pula konsep-konsep yang berkaitan
dengan penciptaan seni secara umum terutama seni rupa. Ini terbuktidengan
besarnya pengaruh pemikiran Ibnu Sina dalam perkembangan seni rupa
Islamkhususnya lukisan geometri dan arabesque(seni hias tetumbuhan) yang
merupakan bentuk seni rupa menonjol dalam Islam selain kaligrafi (khat).
Seorang penyair, kata Ibnu Sina, mencipta untuk menjelmakan
pengalaman estetik (iltizat) ke dalam obyek visual/ gambar-gambar atau citra
yang dicerap indera yang denganitu apa yang hendak dikemukakan dapat
dihidupkan kembali dalam imaginasi penikmatnya.Melalui citraan-citraan yang
menggambarkan suatu perasaan atau pikiran itu, seorang penyair terutama ingin
memberikan kenikmatan estetis kepada penikmatnya seraya menyampaikan pesan
moral atau kerohanian tertentu. Menurut Ibn Sina, karya seni/puisi pada
hakekatnya bersifat imajinatif (mutakhayyil). Kata mutakhayyil, sebagaimana
takhyil, dibentuk berdasarkan akar kata kh y l, yang arti harfiahnya “membuat
percaya”. Berdasar pengertian yang diberikan kepada akar katanya itu, maka
perkataan takhyil (imajinasi) diberi arti “seperangkat tindakan yang dapat
menyebabkan seseorang memberi tanggapan langsung tanpa perlu berpikir lama
terhadap sesuatu”, yaitu puisi atau karya seni. Sedangkan kata
mutakhayyil (imajinatif) diberi arti, “obyek pengetahuan yang dapat ditangkap
secara langsung tanpa berpikir lama, misalnya mengenai pikiran dan perasaan
4. tertentu yangdiungkap atau dieksp resikan dlalam sebuah puisi.” (Abdul Hadi W.
M. 2004:251-2).
Pandangan penulis Melayu tentang pentingnya keindahan ruhaniah
dibanding keindahan lahiriah, sangat dipengaruhi oleh pandangan Islam. Hadis
Nabi misalnya mengatakan bahwa keindahan ruhaniah (jamal) merupakan
keindahan mutlak yangmengandung hikmah, sedangkan keindahan lahiriah (husn)
sifatnya memukau (sihr). Pandangan itu lebih jauh dapat dirujuk pada Imam al
Ghazali, yang kitabnya Ihya`Ulumuddin menjadi bacaan luas para ulama dan
cendekiawan Melayu termasuk para penulisnya. Dalam kitabnya itu Imam al-
Ghazali mengatakan lebih kurang, “Ketahuilah olehmu bahwa orang yang
terkungkung oleh imajinasi dan pancaindra mungkin menganggapkeindahan dan
kenikmatan ialah tidak lain dari keselarasan bentuk dan keindahan
warna….Memang, keindahan sering disangka manusia sebagai sesuatu yang
menarik pandangan dan paling sering manusia melihat kecantikan (rupa) manusia
lain. Oleh karena itudia mungkin berpikir: mustahil membayangkan keindahan
sesuatu yang tidak dilihat mata, yang tidak terjangkau oleh imajinasi, yang tidak
mempunyai rupa dan warna…”. Lebih jauh Imam al-Ghazali mengatakan, bahwa ,
“ Keindahan tidak terbatas dalam rangka benda-bendayang dilihat dan tidak pula
merupakan sekadar keselarasan bentuk dan rupa yang penuhharmoni.”. Selain
keindahan yang dapat cerap oleh pancaindera dan terjangkau imajinasi,ada
keindahan yang hanya bisa dicerap oleh akal budi dan intuisi seperti akhlaq
mulia, pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu, kecerdasan, budi bahasa,
keberanian, iman yangteguh, kemurahan jati dan lain-lain.
Keindahan ruhaniah seperti inilah yang terutama harus ditekankan dalam
sebuahkarangan sastra, sehingga dengan demikian karya sastra mengandung
pengajaran yang bermanfaat. Pandangan seperti ini tentu saja tidak akan dapat
ditampung baik oleh teori bentuk siginifikan maupun oleh teori ekspresi.
5. Mengenai alasan yang kedua, sumber rujukannya bisa ditemui dalam al-Qur’an.
Misalnya ayat yang mengatakan bahwa “Ayat-ayat-Nya terbentang di alam
semesta dan dalam diri manusia”. Bahkan, menurut al-Qur’an,“Kapal-kapal yang
berlayar di lautan dan tegak bagaikan gunung-gunung adalah juga ayat-ayat-Nya,
yaitu tanda-tanda keberadaan-Nya yang menakjubkan.”. Diipengaruhi oleh
gambaran al-Qur’an tentang alam atau dunia inilah penulis-penulis Melayu
memandangalam semesta sebagai sebuah kitab agung yang indah, sebuah karya
sastra. Sang Penciptamenjelmakan dunia dari Perbendaharaan pengetahuan-Nya
yang tersembunyi (kanz makhfiy).Ia, dunia, ditulis dengan Kalam Tuhan pada
Lembaran yang sangatterpelihara ( lawhul mahfudz) (Braginsky 1993:1). Pribadi
manusia, dengan wujud zahir dan batinnya, juga merupakan sebuah kitab, sebuah
karya sastra. Keseluruhanhikmah alam semesta direkamkan ke dalam diri atau
pribadi manusia setelah diringkasdan dipadatkan. Hikmah-hikmah tersebut hadir
sebagai ayat-ayat-Nya yang penuh rahasia dan patut direnungkan oleh mereka
yang berkeinginan mengenal hakekat dirinya danTuhannya, sebagaimana
dinyatakan oleh Imam al-Ghazali ( Ihya' Ulumuddin dan Kimya-iSaadah)
penulis-penulisMelayu selalu memulai karangannya dengan ucapan Basmalah
atau puji-pujiankepada Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Cara meresapi dan
memahami hakekat penciptaan ini ialah melalui peresapan kalbu, atau melalui
`ishq (cinta) dan pemahamanspiritual, yaitu ma`rifah. Perkatan-perkataan berahi,
rindu, mabuk, takjub, lena, leka,gharib, asyik, karib, tamasya dan lain-lain -- yang
sering kita jumpai dalam karya-karya penyair Melayu -- merujuk kepada keadaan-
keadaan rohani yang dialami seorang asyik danahli makrifat dalam perjalanannya
menuju Yang Satu.
Apa yang dikemukakan tampak dalam sajak ”Berdiri Aku” Amir Hamzah.
Berdiri aku di senjasenyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang
6. Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun alun di atas alas
Benang raja mencelup ujung
Naik marak mengorak corak
Elang leka sayap tergulung
Dimabuk warna berarak-arak
Dalam rupa maha sempurna
Rindu sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Mencecap hidup bertentu tuju
Dalam sajak ini penyair mula-mula menggambarkan gerak-gerak alam atau
gejala pergerakan alam dengan memberikan pembayang terhadap kehadiran
rahasia Tuhan dankeluarbiasaan keindahan-Nya. Camar yang menepis buih, bakau
yang mengurai puncak, ubur yang terkembang, warna keemasan air laut dan
pelangi yang memabukkan elang sehingga burung ini leka (fana) -- semua itu
memberi gambaran bahwa gejala-gejalaalam membayangkan keindahan Sang
Pencipta. Ungkapan-ungkapan seperti 'mengurai puncak', 'berjulang datang',
'mengempas emas','memuncak sunyi', 'sayap tergulung' dan lain-lain
mengisyaratkan bahwa keindahan yang berbagai-bagai di alam syahadah ini
sebenarnya merupakan tangga naik menuju YangHakiki. Keindahan Yang Satu,
yang tampak di alam syahadah dan hadir sebagai ayat-ayat- Nya, dapat membawa
pembaca merasa rindu, leka (fana'), takjub, gharib (asing), mabuk (sukr) dan
hanyut dalam keindahan dan kebesaran-Nya.