Dokumen tersebut membahas tentang seni tari tradisional di Indonesia, termasuk pengertian seni tari, jenis-jenis tari tradisional seperti tari tunggal, berpasangan, dan tokoh-tokoh penting yang berperan dalam perkembangan seni tari di Jawa Timur seperti AM Munardi, Munali Fatah, dan Soenarto AS.
1. BAB 2
SENI TARI
1. Pengertian seni tari
Seni tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk
gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika.
Menurut beberapa ahli
1. Haukin menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah
oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk
gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta.
2. La Mery menyatakan bahwa tari adalah ekspresi yang berbentuk simbolis
dalam wujud yang lebih tinggi harus diinternalisasikan untuk menjadi bentuk
yang nyata
3. Suryo menyatakan tari dalam ekspresi subyektif yang diberi bentuk obyektif
dalam Elemen utamanya berupa gerakan tubuh yang didukung oleh banyak
unsur, menyatu-padu secara performance yang secara langsung dapat ditonton
atau dinikmati pementasan di atas pentas. Dengan demikian untuk meperoleh
gambaran yang jelas.
4. Hawkins menyatakan bahwa tari adalah ekspresi perasaan manusia yang
diubah ke dalam imajinasi dalam bentuk media gerak sehingga gerak yang
simbolis tersebut sebagai ungkapan si penciptanya.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dirangkum bahwa, pengertian tari adalah
unsur dasar gerakyang diungkapan atau ekspresi dalam bentuk perasaan sesuai
keselarasan irama.
Dengan demikian dapat diakumulasi bahwa tari adalah gerak-gerak dari seluruh
anggota tubuh yang selaras dengan musik, diatur oleh irama yang sesuai dengan
maksud dan tujuan tertentu dalam tari. Di sisi lain juga dapat diartikan bahwa
tari merupakan desakan perasaan manusia di dalam dirinya untuk mencari
ungkapan beberapa gerak ritmis. Tari juga bisa dikatakan sebagai ungkapan
ekspresi perasaan manusia yang diubah oleh imajinasi dibentuk media gerak
sehingga menjadi wujud gerak simbolis sebagai ungkapan koreografer. Sebagai
bentuk latihanlatihan, tari digunakan untuk mengembangkan kepekaan gerak,
rasa, dan irama seseorang. Oleh sebab itu, tari dapat memperhalus pekerti
manusia yang mempelajarinya.
2. 2. Jenis-jenis tari tradisional
2. A.Tari tunggal
Yaitu tari yang ditarikan oleh 1 orang
a. Tari Pedang Mualang, Tarian Tradisional Kalimantan Barat
pedang
Tari Pedang Mualang Tari Pedang Mualang suku Dayak Mualang Kalimantan
Barat adalah sebuah tarian tunggal tradisional yang di sajikan di masa kini untuk
menghibur masyarakat dalam setiap acara tradisional, seperti Gawai Dayak
(pesta panen padi), Gawai Belaki Bini (pesta pernikahan) dan lain-lain. Tari
Pedang Mualang Tari ini lebih menekankan pada Gerakan aktraktif
menggunakan pedang dalam menyerang maupun menangkis serangan lawan
B. Tari berpasangan
Yaitu tari yang ditarikan oleh 2 orang
a. Cakalele, Tarian Tradisional Dari Maluku
cakalele
Tari Cakalele Cakalele adalah tarian perang tradisional Maluku yang digunakan
untuk menyambut tamu ataupun dalam perayaan adat. Biasanya, tarian ini
dibawakan oleh 30 pria dan wanita. Tarian ini dilakukan secara berpasangan
dengan iringan musik drum, flute, bia (sejenis musik tiup). Tari Cakalele Para
penari pria biasanya mengenakan parang dan salawaku (perisai) sedangkan penari
wanita menggunakan lenso (sapu tangan). Penari pria mengenakan…
3. Tokoh tari
1. AM. Munardi, S.Pd (alm)
Tokoh tari Jawa Timur yang hingga akhir hidupnya (23 Maret 2000)
menunjukkan kepedulian yang sangat besar terhadap dunia seni tari di Jawa
Timur adalah AM Munardi yang dilahirkan di Yogyakarta, 15 Nopember 1939 dan
mulai belajar menari tahun 1954 di Among Beksa Kraton Yogyakarta. Pada tahun
1973, AM Munardi menjadi guru di SMKI (sekarang SMK 9) Surabaya, menjadi
penata tari dan dikenal pula sebagai pengamat tari. Beberapa karya tarinya,
diantaranya: Sang Duta (1967), Cermin (1975), Seblang Nukyeng (1972), Reog
Brantas (1982), Topeng Panji Reni (1977), Sabu-Sabu (1976), Sudamala
(1978),Sumantri Wirotama (1979), Dramatari Calonarang (1970), dan Damarwulan
Jurit (1983). Disamping menata tari dan menjadi guru, Munardi juga menulis
beberapa karya tulis yang menjadi acuan pelajaran teori seni tari di berbagai
institusi formal seni tari, diantaranya; Pengetahuan Seni Tari I dan II, Wayang
Topeng Malang (bersama Sal Murgiyanto), Gandrung, dan Seblang.
Sosok AM Munardi di Jawa Timur cukup dikenal, dengan kesederhanaannya,
ketekunan dan semangatnya yang terus menggema melalui pemikiran dan
kegiatan yang sering dilakukannya untuk memajukan seni tari Jawa Timur.
3. Penghargaan pernah diraihnya, diantaranya: penghargaan penulisan naskah tari
dari Direktorat Kesenian Depdikbud (1977, 1978, 1979), gelar Jalma Dwija (1994)
oleh Paguyuban Sutresno Pusaka Lan Budaya Jawa dan Penghargaan Seniman
Jawa Timur (2001).
Pada sekitar tahun 1970-an, AM Munardi mempelajari tari Topeng Malang
hingga dapat menyusun kembali bentuk tari topeng Malangan yang kemudian
menjadi materi tari di SMKI Surabaya. Karya tari topeng Malang yang disusun
kembali oleh AM Munardi, diantaranya: tari Topeng Bapang, Topeng Patih,
Topeng Gunungsari, Grebeg Jawa, dan Topeng Sekartaji. Karya tari topeng
Malangan itu kemudian menjadi pemacu untuk merekontruksi kembali tari
topeng gaya Malangan yang kemudian digunakan sebagai materi pelajaran seni
tari.
2. Munali Fatah
Munali Fatah dilahirkan di Sidoarjo 17 Mei 1924. Munali mulai bergabung dengan
kesenian Ludruk Rukun Makno pada tahun 1938 dan pada tahun 1963 bergabung
dengan Ludruk RRI Surabaya dengan kemampuan ngidung dan beksa ngremo.
Munali adalah tokoh tari yang dikenal melalui susunan tari Ngremo gaya Munali
Fatah. Tari Ngremo merupakan suatu bentuk tari yang telah mendapat
pengakuan masyarakat sebagai salah satu bentuk tari khas Jawa Timur memiliki
berbagai gaya tari tergantung pada siapa penyusunnya dan dimana daerah
perkembangannya. Bentuk tari Ngremo ada dua yaitu bentuk tari putra dan
bentuk tari putri. Tari Ngremo yang disusun oleh Munali atau lebih sering
disebut Ngremo Munali (gaya Munali) merupakan suatu bentuk tatanan tari
yang lebih menonjolkan pada kejelasan akan bentuk gerak tari yang sederhana
namun memiliki kepekaan, kekentalan struktur tari yang membentuk pola baku
yang mapan dan mantap. Tari Ngremo Munali yang telah mendapat
pengembangan sampai saat ini masih menjadi materi tari wajib yang harus
dikuasai pada berbagai institusi tari walaupun sudah mengalami perubahan
secara tidak langsung dalam hal gerak tari karena faktor perubahan alami yang
terjadi dari teknik penyampaian yang dilakukan secara simultan.
Penghargaan yang pernah diperoleh oleh Munali Fatah adalah dari Pusat
Lembaga Kebudayaan Jawi (PLKJ) di Surabarta, Penghargaan sebagai seniman
tari dari panitia Festival Cak Durasim (2002), dan Penghargaan Seniman Jawa
Timur tahun 2002.
3. Soenarto AS. S.Sn
Senarto AS dilahirkan di Solo pada tanggal 22 Mei 1936, hingga saat ini menjadi
dosen di STKW Surabaya. Soenarto yang juga sebagai seorang penata tari telah
menciptakan berbagai karya tari diantaranya; tari Ngremo Putra, tari Ngremo
4. Putri, tari Gandrung, Tari Gunungsari (1979), tari Tanganku (1979), Dramatari
Kudo Noro Wongso (1990), dan Bedoyo Ujung Galuh (1978) yang pernah
mendapat penghargaan Walikota Surabaya pada saat itu.
Perjalanan Soenarto AS dalam dunia seni tari diawalinya dengan menjadi penari
sekitar tahun 1960-an, yang kemudian mulai mengamati perkembangan seni tari
di Jawa Timur. Melalui pengamatan selama menekuni seni tari, Soenarto AS
berpandangan tentang perkembangan seni tari Jawa Timur pada tahun 1962-1971
yang tertutup pengembangannya karena seni tari gaya Surakarta lebih melekat di
hati masyarakat. Soenarto AS mulai tergugah untuk mengembangkan tari
tradisional Jawa Timur dengan menerobos pandangan tari tradisi menjadi sudut
pandang tari pendidikan formal. Dengan menggali tari tradisi diharapkan
dikembangkan seni tari tradisi itu sesuai pertumbuhan jaman.
Penggalian seni tradisi yang dilakukan Soenarto AS menghasilkan sebuah
susunan tari Ngremo gaya putra dan putri yang kemudian dijadikan gaya pola
gerak tari Ngremo di SMKI (SMK 9), STKW dan Sendratasik UNESA bahkan
pola gerak itu melekat pula pada alumnus seni tari yang pernah mempelajari tari
Ngremo ini swebagai bahan ajar tingkat pemula sebagai dasar pembakuan.
4. Soeparmo
Soeparmo dilahirkan di Probolinggo 25 Desember 1943. Pengalaman berkesenian
diawali pada tahun 1950 menjadi penari bersama orang tuanya. Ketrampilan
menari diperolehnya dari orang tuanya. Pada tahun 1983, Soeparno menata
kembali tari Glipang yang pernah dipelajarinya dari ayahnya, dan susunan tari itu
mendapat pengakuan dari masyarakat luas. Tahun 1983 mendapat penghargaan
sebagai pelatih terbaik tari Glipang, tahun 1984 mendapat penghargaan pada
Pekan Tari dan Musik daerah tingkat Nasional, tahun 1991 terpilih dalam
Festival tari daerah kreasi terbaru, dan tahun 1992 penghargaan Festival seni
musik vokal Tradisional.
Pandangan Soeparmo tentang karya tari adalah berpijak dari kebiasaan serta
situasi dan kondisi masyarakat daerah sekitar komunitasnya sehingga dapat
memunculkan ide untuk menghasilkan sebuah karya seni.
5. Karimun
Karimun adalah tokoh tari gaya Malangan yang eksis dengan tari topengnya.
Karimun dilahirkan di Malang tanggal 19 Juni 1919 dan dibesarkan dari keluarga
seniman. Perjalanan berkesenian sempat terhenti tahun 1948 karena jaman
penjajahan Jepang dan pada tahun 1950 mendirikan sanggar “Asmoro bangun” di
Dukuh Kedungmonggo Desa Karangpandan Kecamatan Pakisaji Malang.
Melalui pengalamannya, Karimun menata kembali tari Topeng menjadi bentuk-
bentuk tari lepas sesuai karakter topeng, diantaranya: tari Topeng Gunungsari,
5. Tari Topeng Bapang, Tari Grebeg, Tari Topeng Beskalan, Tari Topeng Patih,
Tari Topeng Sekartaji, dan Topeng Panji. Hasil penataan tari oleh Karimun ini
menjadi sejarah besar bagi perkembangan seni tari Topeng di Jawa Timur. Karya
Karimun mulai diperkenalkan melalui materi pelajaran tari di SMKI Surabaya,
STKW dan juga UNESA. Hingga saat ini tari Topeng dari Kedungmonggo
merupakan salah satu bentuk tari topeng Jawa timur yang paling banyak
dipergunakan sebagai materi pelajaran di berbagai institusi formal maupun di
sanggar-sanggar di Surabaya khususnya dan Jawa Timur pada umumnya.
Keberadaan dan kebertahanan tari topeng karya Karimun ditunjang pula oleh
iringan tari berupa kaset yang dijual secara umum.
Bagi Karimun, proses pandang hasil karya didasarkan atas bakat, pengalaman
dan imajinasi. Pandangan itu didasari atas pengalaman yang diperolehnya selama
menekuni seni Topeng.
6. Sumitro Hadi
Sumitro Hadi yang akrab dipanggil dengan Mitro adalah tokoh tari Banyuwangi
yang cukup dikenal melalui karya-karya seni tari tradisional yang ritmis, dinamis
dan sangat menarik dalam segi penampilan secara keseluruhan. Sumitro Hadi
dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 16 Agustus 1951. Pengalaman berkesenian
Mitro dimulai dari lingkungan keluarga yang menyenangi seni tari. Pada tahun
1977, Mitro mendirikan Sanggar Tari Jingga Putih hingga saat ini dan Mitro juga
sebagai pimpinan sanggar.
Sumitro Hadi melalui sanggarnya mengadakan pelatihan dan sekaligus
menjadikan sanggarnya sebagai pemacu motivasinya untuk berkarya tari. Hasil
karya yang pernah diciptakan Sumitro Hadi, diantaranya: Jaran Goyang (1969),
Jaran Buto (1974), Padang Bulan (1976), Jejer Banyuwangi (1976), Jaran Dawuk
(1986), Kundaran (1992) dan Kuntulan (1995). Karya-karya Mitro hingga saat ini
mampu bertahan ditengah maraknya perkembangan seni tari modern karena
nilai-nilai tradisi tari Banyuwangi sangat melekat pada karyanya. Sebagian besar
karya Mitro hingga saat ini menjadi materi pelajaran tari di institusi formal
maupun di sanggar-sanggar di Jawa Timur bahkan karyanyapun pernah
ditampilkan di Firlandia (1996), Hongkong 1979), USA (1991), dan Australia Barat
(1992).
Dalam berkarya, Sumitro Hadi berpegang pada perumpamaan berlari semasa bias
berlari, berjalan semasa masih bias berjalan, merangkak semasa masih bias
merangkak, dan dalam diam pandanglah apa yang telah diperbuat, karena hanya
ada amal ibadah berupa menyenangkan orang lain.
7. Drs. M. Soleh Adi Pramono
6. Soleh adalah panggilan akrapnya, dan dilahirkan di Yogyakarta 1 Agustus 1951.
Pendidikan formal Seni Tari diperoleh mulai bangku sekolah di Konservatori
Surabaya (SMKI) dan kemudian melanjutkan di ISI Yogyakarta lulus tahun 1984.
Saat ini Soleh menetap di Malang dan di sana pula mendirikan Padepokan Seni
Mangun Dharmo di Kecamatan Tumpang kabupaten Malang.
Soleh sangat eksis dengan pelestarian dan pengembangan tari tradisional Jawa
Timur, bahkan berbagai kemampuan berkesenian dimilikinya yaitu sebagai penari,
penata tari, penata iringan dan sebagai dalang wayang Topeng dan wayang Kulit
yang sangat dikenal di daerah Malang hingga berbagai daerah Jawa Timur. Pada
tahun 2000, Soleh mendapatkan penghargaan sebagai Seniman Jawa Timur dari
gubernur Jawa Timur.
Dalam karya tari telah dihasilkan berbagai karya, diantaranya; tari Kolosal
Babad Malang (1976), Dramatari Condro Mowo (1991), tari Jaranan Dor, dan
berbagai tari tradisional yang dikemas menjadi bentuk tari kreasi. Karya tari
hasil kemasan yang bernuansa tradisi karya Soleh sangat digemari masyarakat
dan karya itu dimasukkan pula dalam materi tari pelatihan di berbagai sanggar.
Pandangan Soleh tentang suatu karya dapat lahir karena system pelatihan
(sanggar) yang terus menerus. Semakin sering berlatih akan menghasilkan lebih
banyak karya tari. Proses karya akan selalu berlanjut terus untuk membentuk
karya-karya baru, oleh sebab itu menurutnya dokumentasi sangat diperlukan.
8. Tri Broto Wibisono, S.Pd
Tri Broto adalah panggilan akrabnya, beliau adalah tokoh tari Jawa Timur yang
masih relatif muda namun mempunyai pemikiran dan konsep ke depan terhadap
perjalanan seni tari Jawa Timuran. Pengalaman berkesenian dilalui juga dengan
pendidikan formal di Konservatori Kesenian Surabaya (saat ini SMK-9/SMKI)
pada tahun 1970-an. Sebagai seorang tokoh tari, Tri Broto aktif dalam kegiatan
pengamatan tari di berbagai daerah di Jawa Timur, bahkan sesekali Tri Broto
tampil sebagai penari tunggal dalam even-even nasinal maupun internasional.
Pada tahun 1977, Tri Broto mendirikan sanggar Bina Tari Jawa Timur, dan
hingga saat ini sanggar ini masih berjalan dan masih cukup disegani
keberadaannya sebagai salah satu sanggar yang konsis terhadap perkembangan
seni tari Jawa Timuran. Beberapa murid Bina Tari telah berhasil dalam hal
pengajaran seni tari khususnya Jawa Timur, bahkan ada pula yang telah menjadi
penari professional serta penata tari professional di Jawa timur. Keberhasilan
Tri Broto dapat dilihat dari karya-karyanya, diantaranya; tari Ngremo Jugag, tari
Tandang Tayub, Tari Sekartaji, Tari gunungsari, Tari Probolengger, Tari Wirogo
Putri, dan masih banyak lagi. Tri Broto juga telah mencoba menyusun struktur
tari Jawa Timur dalam tingkat dasar putri, tingkat dasar putra dan gagahan.
7. 9. Taufikurachman
Taufikurachman adalah seorang tokoh tari Sumenep yang masih memiliki darah
Keraton Sumenep. Taufik lahir di Sumenep tanggal 10 Oktober 1945 dan mulai
mempelajari tari sejak tahun 1957 saat dia berusia 12 tahun. Taufik pernah
belajar seni tari di Padepokan Seni Tari Bagong Kusudiarjo Yogyakarta. Dengan
berbekal ketelatenan, disiplin, keuletan, Taufik dapat membawa nama
daerahnya ke tingkat nasional maupun internasional. Melalui karya tari Muwang
sangkal yang memiliki ciri khas tari Sumenep dengan pola gerak, iringan, busana,
rias dan didukung dengan nilai-nilai yang terkandung dalam semua aspek tari
membuat Taufik semakin dikenal.
Karya tari Taufik sangat kental dengan unsur tari Sumenep. Karya Taufik yang
cukup dikenal oleh masyarakat, diantaranya; Muwang Sangkal, Condik
Somekar, Sape Sono, Topeng Potre, Tari Pecut Sumenep, Pleteng, Tongkeng
Pangilen, dan Topeng Rampak Prapatan.
Tari Muwang Sangkal diciptakan tahun 1962 adalah salah satu karya Taufik yang
telah beberapa kali dipentaskan di manca negara, diantaranya: London (1996)
dan Den Hag (Pasar Raya Malam Tong-Tong, 2000). Hingga saat ini Tari
Muwang Sangkat karya Taufik telah menjadi salah satu bentuk materi tari yang
diajarkan di Jurusan Sendratasik FBS UNESA dan STKWS Surabaya.
4. Seni tari tradisional Kuantan Singingi
Gesekan Piual—Biola, hentakan pukulan Gondang dan tiupan lapri (Serunai),
diiringi langkah tari merupsakan ciri khas tersendiri dari Randai Kuantan. Salah
satu bentuk kesenian rakyat tradisional Kabupaten Kuantan Singingi. Randai
Kuantan merupakan kesenian rakyat yang komunikatif, lahir dan berkembang di
tengah-tengah masyarakat Kuantan. Randai Kuantan membawakan suatu
cedrita yang sudah disusun sedemikian rupa dengan dialog dan pantun logat
Melayu Kuantan, disertai lagu-lagu Melayu Kuantan sebagai paningkah babak-
babak cerita.
Memang suatu pertunjukan kesenian rakyat yang membuat kita pun ingin ikut
bergoyang melihatnya, bahkan mengelitik hati. Tak urung gelak tawa pun akan
keluar dengan seketika. Cerita yang dibawakan biasanya sudah melekat di hati
orang Rantau Kuantan, sehingga randai sudah begitu akrab di tengah-tengah
masyarakat.
Tak di ketahui secara pasti, kapan randai mulai ada di daerah ini. Tetapi apabila
menilik dari sejarah, maka randai ini telah ada semenjak zaman penjajahan
Belanda dulu. Randai di pergerlarkan dalam acara pesta perkawinan, sunatan,
doa padang, kenduri kampung dan acara lainnya yang di anggap perlu untuk Seni
Budaya Kuansing Randai Kuansing2menampilkan Randai.
8. Biasanya dilaksanakan pada malam hari, memakan waktu 2 hingga 4 jam. Disinilah
orang sekampung mendapat hiburan dan bisa bertemu dengan kawan-kawan dari
lain desa.
Berhasilnya sebuah pertunjukan tidak terlepas dari peran serta pemain, pemusik
dan penontonnya. Untuk sebuayh ceriata yang akan dibawakan biasanya
memakan waktu latihan sekitar satu bulan atau lebih. Memang waktu latihannya
tidak setiap hari, rutinnya hanya pada malam Ahad.
Tetapi apabila akan mengadakan pertunjukan maka waktu latihannya akan
ditambah sesuai dengan kesepakatan bersama. Dengan jumlah anggota 15 sampai
30 orang untuk satu tim randai, terdiri dari penari, pemusik, dan tokoh dalam
cerita. Jumlah tokoh tergantung cerita yang dibawakan. Biasanya jumlah
pemusik tetap. Satu Piual, 2-3 gendang, satu peniup lapri.
Keunikan randai memang mempunyai daya tarik tersendiri dibandingkan denga
kesenian rakyat lainnya yang hidup di Rantau Kuantan. Antara lain adalah,
adanya tokoh wanita di perankan oleh laki-laki yang berpakaian wanita, dan
sindiran-sindiran terhadap pejabat dalam bentuk pantun.
Tokoh wanita yang diperankan laki-laki ini dimaksudkan untuk menjaga adat dan
norma-norma Agama. Karena latihan pada malam hari dan pertunjukan juga
pada malam hari, sehingga kalau ada anak dara yang tampil ini merupakan suatu
yang tabu bagi masyarakat. Selain itu juga untuk menjaga supaya hal-hal yang
tidak diinginkan tidak terjadi.
Sewaktu pementasan para Anak Randai membentuk lingkaran dan menari sambil
mengelilingi lingkaran, sehingga pemain tidask berkesan berserakan dan terlihat
rapi. Menyaksikan Randai Kuantan kita akan terbuai dan merasakan suasana
kehidupan desa. Bermain, kebun karet, bergurau, bersorak sorai serta
berbincang, tentu dengan lidah pelat Melayu Kuantan. Sehingga perantau yang
pulang kampung ke Rantau Kuantan tak pernah melawatkan pertunjukan ini.
Untuk menyaksikan pertunjukan Randai Kuantan bukanlah hal yang sulit,
karena Randai Kuantan sampai saat ini tetap banyak didapatkan di Rantau
Kuantan, bahkan pada saat ini hampir setiap desa mempunyai kelompok randai.
Sebuah kelompok Randai juga mempunyai sutradara yang mengatur jalan cerita
sebuah pertunjukan randai. Sutradara atau peramu cerita harus mempunyai
wawasan yang luas terutama dalam hal pengembangan dialog dan pantun. Tidak
hanya itu, dia sedikit banyak juga harus mengerti tentang peralatan alat musik
yang digunakan. Disinilah sutradara dituntut untuk menampilkan yang terbaik.
Sehingga penonton tidak merasa bosan dengan alur ceritanya.
Peran pemerintah untuk melastarikan kesenian tradisonal Kuantan ini memang
ada. Terbukti dengan diperlombakannya kesenian ini pada setiap Festival Pacu
Jalur di Teluk Kuantan. Disinilah mereka bisa menguji kemampuan kelompoknya
9. untuk menjadi yang terbaik. selain itu pada Festival Budaya melayu (FBM) 1997 di
Pekanbaru, randai juga diikutsertakan mewakili kontingen Inderagiri Hulu—
sebelum mekar menjadi Kuantan Singngi.
Masyarakat Rantau kuantan sering kali mengadakan hajatan dengan
mengundang sebuah kelompok Randai. dengan demikian mereka tidak merasa
jenuh dengan latihan saja, mereka juga akan mandapat masukan berupa uang
lelah sebagai ucapan terima kasih. peran masyarakat setempatlah yang
sebenarnya paling dominan. sehingga Randai Kuantan tetap melekat dihati
masyarakat.
Tinggi la Bukik si Batu Rijal
Tompek Batanam Si Sudu-sudu
Abang Kan Poi Adiak Kan Tinggal
Bajawek Solam Kito dahulu
Itulah sala satu pantun dalam Randai Kuantan yang bercerita tentang Ali Baba
dan Fatimah Kayo. Cerita ini mengisahkan perjalanan hidup sepasang suami istri
yang hidup di Kampung Kopah Teluk Kuantan.
5. Sinopsis tari berpasangan
A. Tari saman dari Aceh
Tarian ini mempunyai komposisi khas, berasal dari beberapa daerah Propinsi
Aceh seperti Aceh Tengah, Aceh Timur, dan Aceh Barat. Tarian
ini dilakukan secara berkelompok, sambil bernyanyi dengan posisi duduk
berlutut dan berbanjar/bersaf tanpa menggunakan alat musik pengiring.
Antropologi SMA Kelas XII18 Bentuk tarian ini banyak memainkan tangan yang
ditepuk-tepukkan pada berbagai anggota badan
yang dihempaskan ke berbagai arah dan dipandu oleh seorang pemimpin yang
lazimnya disebut Syeh. Tarian ini mempunyai bentuk sajian dominan berupa
gerak langkah kaki yang lincah seperti berlari, dan sangat dinamis. Karena
kedinamisan geraknya, tarian ini banyak dibawakan/ditarikan oleh kaum pria,
tetapi dalam perkembangannya sekarang tarian ini sudah banyak ditarikan oleh
penari wanita maupun campuran antara penari pria dan penari wanita. Tarian ini
ditarikan oleh kurang lebih 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang
sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi.
B. tari payung dari Sumatra Barat
Tari ini berasal dari Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Pada dasarnya tarian ini
dibawakan secara berpasangan antara penari pria dan penari
wanita, dengan menggunakan payung. Gerakannya merupakan aspek kehidupan
para remaja yang ada di daerah tersebut. Musik pengiring aslinya menggunakan
Talempong dan Saluang, tetapi pada masa kini sudah banyak diiring dengan
instrument Barat, seperti orkes Melayu. Lagu-lagu yang digunakan untuk
10. mengiringinya pada umumnya lagu Babindi-Bindi, Singgalang Runtuah, Singgalang
Renyai, dan lagu Minang Lenggang.
C. Tari Zapin
Tari Zapin merupakan jenis tari ketangkasan dan kelincahan gerak yang indah
dan berirama. Tari ini pada mulanya berkembang di kalangan
santri terutama sebagai pengisi waktu senggang mereka setelah selesai
mempelajari ilmu agama dan melaksanakan pekerjaan sehari-hari.
Kalau ditinjau dari ragam gerak dan komposisinya, dapat diduga tari ini
merupakan penyesuaian tari-tari kepahlawanan dari Timur Tengah,
dan masuk ke Indonesia bersama dengan awal perkembangan agama Is-lam.
Gerak tari in terutama ditekankan pada kelincahan rentak kaki dan
kelenturan tubuh melakukan gerak berputar, maju mundur dengan
cepat.Keharmonisan tari ini paling nampak jika ditarikan berpasangan atau
oleh beberapa penari yang dijalankan secara serentak dan kompak, cepat,
lincah, sehingga mendebarkan hati yang melihat. Penyajian tari ini bisa
berpasangan maupun kelompok yang disajikan dengan tempo cepat, lincah, yang
ditarikan oleh penari pria dengan mengandalkan irama dari hentakan kaki dan
jentikan jari tangan penari tersebut