1. Dokumen membahas perbedaan penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawal antara Indonesia dan Arab Saudi yang mengikuti sistem penanggalan hijriyah berdasarkan bulan.
2. Ada pendapat bahwa Indonesia seharusnya mengikuti Arab Saudi karena letak geografisnya, namun hal ini membingungkan karena pergerakan bulan yang berbeda di setiap tempat.
3. Arab Saudi tetap mempercayai kesaksian warga yang melihat hilal bulan meski posisiny
HARUSKAH INDONESIA MENGIKUTI ARAB SAUDI DALAM PENENTUAN 1 RAMADHAN & 1 SYA WAL
1. Halaman 1
J U M A T , 1 2 J U L I 2 0 1 3E D I S I 2 0
ARH LIBRARY NEWS
DEWAN PENASIHAT
Ir. H.. Ahmad Saifudin Mutaqi
Mln. Shagir Ahmad
PENANGGUNGJAWAB
Suseno
KOORDINATOR
Nasir Ahmad
KONTRIBUTOR
Iin Quratul Ain
Rizqi Baihaqi
TIM REDAKSI
H
ari ini kami pua-
sa, saya yang
berdomisili di
Magdeburg Jer-
man timur hanya berpatokan pada
pengumuman yang di adakan di
Musholla ( sebut saja begitu , karena
kami disini di larang mendirikan Masjid
seperti informasi yang saya peroleh dari
sesama Jemaah ). Padahal tempat dan
dana Insya Allah komunitas muslim
disini sudah menyiapkannya.
Saya sahur jam 2 pagi karena
imsak sekitar jam 2.42 pagi. Memang
terlalu awal buat kita y ang biasa puasa
di asia , jadwal buka pun termasuk agak
lama di banding dengan di Indonesia,
saya lihat jadwal buka puasa hari ini
sekitar jam 21.37 malam.
Alamat : Jl. Atmosukarto 15
Kotabaru Yogyakarta 55224
Telp./Fax (0274) 586723
website : www.arhlibrary.com
twitter : @arhlibrary
e-mail : arhlibrary@gmail.com
KETERBATASAN
MUSLIM DI MAGDE-
BURG
1
JALSAH MUSLIM AH-
MADIYAH MENARIK
RIBUAN ORANG DI
MISSISSAUGA
3
HARUSKAH INDONE-
SIA MENGIKUTI AR-
AB SAUDI DALAM
PENENTUAN 1 RAM-
ADHAN & 1 SYA-
WAL?
4
ISLAM TENTANG
LOYALITAS KEPADA
AGAMA, NEGARA
TEMPAT TINGGAL
6
RAMADHAN,
KESEDERHANAAN
DAN HIDUP HEMAT
7
KETERBATASAN MUSLIM
DI MAGDEBURG
Anak-anak setelah belajar Mengaji . Gambar depan Masjid
2. Halaman 2
Pagi setelah mengantar anak
ke TK saya mampir ke Masjid ini ,
ternyata Masjid tertutup dan tidak
ada kegiatan apa-apa akhirnya saya
pulang padahal tadi berharap ketemu
d engan sesama jemaah untuk saling
mengenal dan bertukar informasi .
Memang disamping kondisi Masjid
yang memprihatinkan sayapun keku-
rangan informasi tentang banyak
kegiatan disini , apalagi menurut
mereka biasanya pertemuan atau
rapat biasanya menggunakan bahasa
Arab atau Jerman ( padahal bahasa
Jerman saya masih mminim sekali )
dan inilah kendalanya bagi saya.
Saya pribadi merasa asing dengan keadaan
suasana puasa disini apalagi tahun ini adalah tahun
pertama saya berpuasa di Eropa, jangankan penjual
makanan untuk berbuka masjid saja kami tidak pu-
nya. Yang kami punya disini hanya bangunan kecil
yang menyempil mirip aula, saya biasa menyebutnya
Musholla, kalau orang sini menyebut Al–Rahman
Moschee atau Masjid Al-Rahman yang beralamat di
Weitlingstraße 1b .
Jangan di kira Masjid kami berbentuk seperti
layaknya Masjid dengan kubah atau menara tinggi ,
pertama kali saya mencari lokasinya saya pikir Mas-
jid berada di lokasi bangunan
atau gedung yang cantik. Karena
saya lihat lokasi masjid tepat be-
rada di pusat kota bahkan persis
di bbelakangnya terdapat hotel
yang terkenal. Tanpa kesulitan
saya menemukan lokasi masjid
dan begitu terpengarah karena
yang di namakan masjid Al-
Rahman hanya secuil bangunan
kecil layaknya Musholla yang
terdapat di kampung-kampung.
MasyaAllaah saya beris-
tighfar….Jerman Timur batin
saya, apakah ada kaitannya
dengan sejarah daerah Magde-
burg? Wallahu Alam yang pasti
di tempat se kecil inilah saya berniat belajar bahasa
Arab dan mengaji dengan anak saya.
Sumber: http://sosbud.kompasiana.com/2013/07/09/
keterbatasan-muslim-di-magdeburg-572242.html
3. Halaman 3
Ahmadiyah adalah sebuah sekte Islam
yang meyakini Al-Masih sudah turun
dalam wujud Mirza Ghulam Ahmad
(1835-1908) dari Qadian, India. Para
pengikutnya meyakini pemisahan antara urusan
ibadah (masjid) dan negara dan mereka
menentang perang suci dalam bentuk apapun
MISSISSAUGA — Ada sebuah alasan
Muslim Ahmadiyah senang berada di Kanada—
mereka bebas menjalankan keyakinan mereka di
sini. Pekan ini (5-7 Juli) di Malton International
Centre, mereka memperingati pertemuan
mereka ke-37, dihadiri lebih dari 20.000
pengikutnya dari seluruh Kanada dan Amerika
Serikat. Juga para politisi terkenal bergabung di
sana seperti Walikota Hazel McCallion
danWalikota Brampton, Susan Fennell pada
Sabtu sore.
Organisasi ini akan memberikan
"Zarfulla Khan Award" untuk Pengabdian
Masyarakat kepada Senator Art Eggleton. Akan
ada pula ceramah-ceramah, doa dan sosialisasi.
Ahmadiyah adalah sebuah sekte Islam
yang meyakini Al-Masih sudah turun dalam
wujud Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) dari
Qadian, India. Para pengikutnya meyakini
pemisahan antara urusan ibadah (masjid) dan
negara dan mereka menentang perang suci
dalam bentuk apapun. Keyakinan yang mereka
anut membuat mereka sulit menjalankan
agamanya di banyak bagian di dunia. Bahkan di
beberapa negara Muslim tertentu, Ahmadiyah
dianggap menyimpang dan kafir.
"Di Pakistan jika saya mengatakan ‘Saya
Muslim’ maka saya dijebloskan ke penjara 3
tahun," ujar Lal Khan Malik, Amir Nasional
Jemaat Kanada. Kebebasan beribadah seperti di
Kanada adalah hal yang Pakistan tidak pernah
berikan. Sejak tahun 1960-an, para Ahmadi
datang ke Kanada dan mereka kini bangga
menjadi "warga negara damai yang setia kepada
negara." Katanya, satu cara untuk atasi masalah-
masalah ini adalah hukum dan politik.
"Kekacauan negara itu membuat sengsara,"
katanya. "Saat ada acara teroris, kita gemetar.
Kita khawatir mereka melakukan kekerasan."
Para tentara sukarelawan sibuk mengorganisir
acara pertemuan ini selama berbulan-bulan.
Farzan Qureshi adalah nama kelompok
sukarelawan Ahmadiyah yang bekerja setiap
tahun. Penduduk Oakville mengatakan
disamping doa-doa dipanjatkan dalam bahasa
Arab, Bahasa Inggris juga diucapkan kawula
mudanya yang besar di Kanada.
Sumber:http://www.mississauga.com/community-
story/3881664-ahmadiyya-muslim-convention-draws-
thousands/
Alih bahasa: Iin Qurrotul Ain binti T Hidayatullah
Dapat diakses melalui www.arhlibrary.com
JALSAH MUSLIM AHMADIYAH MENARIK
RIBUAN ORANG DI MISSISSAUGA
4. Halaman 4
Sebagian masyarakat Indonesia sering
beranggapan, jika Arab Saudi sudah
memasuki 1 Ramadhan atau 1
Syawal, maka Indonesia juga harus mengikutinya.
Alasannya, waktu di Indonesia lebih dulu empat jam
dibandingkan Arab Saudi. Hal ini sebenarnya
merupakan pencampuradukkan dua sistem
penanggalan yang berbeda, yaitu penanggalan
Masehi yang menggunakan pergerakan matahari dan
penanggalan hijriyah yang berdasarkan pergerakan
bulan. Dalam penanggalan Masehi, waktu Indonesia
selalu lebih cepat dibandingkan Arab Saudi karena
posisi Indonesia yang berada di timur Arab Saudi.
Sedangkan dalam penanggalan hijriah, waktu di
Indonesia belum tentu lebih dulu dibanding Arab
Saudi. Kondisi ini disebabkan karena garis awal
bulan selalu berubah setiap bulannya dan bentuknya
miring, sehingga ketinggian hilal bisa saja berbeda
antar satu tempat dengan tempat lainnya walaupun
tempat tersebut memiliki jarak yang boleh dikata
tidak terlampau jauh. Hal ini pernah terjadi pada
zaman Mu’awiyah sekitar abad ke-7, dimana pada
saat itu Syam (Suriah) lebih dulu satu hari memasuki
Ramadhan dibandingkan Madinah.
Berdasarkan data astronomis, posisi
ketinggian hilal di Arab Saudi kemarin berada pada
0 derajat 12 menit. Karena posisinya yang sudah
lebih dari 0 derajat, yang berarti hilal sudah
mewujud; maka kalender Ummul Qura’ Kerajaan
Saudi menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada hari
Selasa 09 Juli 2013. Namun karena dalam penentuan
1 Ramadhan dan 1 Syawal Kerajaan Saudi menganut
sistem Rukyat Murni (harus melihat hilal dengan
mata telanjang), maka karena tak satupun Rakyat
Saudi yang melihat hilal, maka Pemerintah Saudi
menetapkan 1 Syawal jatuh pada hari Rabu 10 Juli
2013.
Ini berbeda dibanding dua tahun lalu (2011),
dimana penentuan kalender Ummul Qura’ Kerajaan
Saudi pada 1 Syawal 1432 Hijriah sejalan dengan
keputusan akhir Kerajaan; yakni jatuh pada hari
Selasa, 30 Agustus 2011. Mengapa bisa sejalan?
Karena pada Senin (29/8/2011), cukup banyak
Rakyat Saudi yang telah melihat hilal, padahal posisi
hilal ketika itu hanya kurang dari 1 (satu) derajat.
Hal ini membuat banyak astronom, termasuk
Mohamad Odeh (suhunya Thomas Djamaluddin)
yang mengatakan bahwa mereka (Rakyat Saudi)
NGAWUR dan SALAH LIHAT.
Namun tidak seperti Pemerintah dan
sebagian ulama Indonesia yang meragukan
kesaksian warganya, dengan tegasnya para ulama
Arab Saudi yang diikuti oleh Pemerintahnya tidak
sedikitpun meragukan kesaksian warganya yang
telah melihat hilal. Mereka berpegang teguh dengan
sunnah yang telah digariskan oleh Rasulullah
Muhammad saw:
“Sahabat Abdullah bin Abbas berkata: Seorang
Badwi datang kepada Rasulullah saw lalu berkata:
sungguh saya telah melihat hilal (hilal ramadhan).
Maka Rasulullah saw bertanya : Apakah engkau
mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah?
Badwi menjawab: ya. Rasulullah saw bertanya lagi:
Apakah engkau mengakui bahwa Muhammad itu
Rasulullah? Badwi menjawab: ya. Lalu Rasulullah
bersabda: Hai Bilal, beritahulah orang-orang
supaya mereka berpuasa.” (H.R Abu Dawud, Nasai,
Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
“Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: orang-orang
berusaha melihat hilal lalu saya memberitahukan
kepada Rasulullah saw bahwa saya telah melihat
hilal, maka beliau berpuasa dan memerintahkan
orang-orang agar supaya berpuasa” (H.R Abu
Dawud, Daru Qutni dan Ibn Hibban)
HARUSKAH INDONESIA MENGIKUTI
ARAB SAUDI DALAM PENENTUAN
1 RAMADHAN & 1 SYAWAL?
5. Halaman 5
Selain itu dikisahkan pula:
“Bahwa suatu rombongan (terdiri dari para peda-
gang yang berkendaraan onta yang mengarungi pa-
dang pasir) datang kepada Rasulullah saw seraya
mereka memberikan kesaksian bahwa mereka kema-
rin telah melihat hilal, maka Rasulullah saw me-
merintahkan orang-orang untuk berbuka (beridul
fitri) dan pada hari berikutnya supaya mereka pergi
ke tempat shalat (untuk bershalat Id).” (H.R. Ah-
mad bin Hambal, Abu Dawud, Nasai, dan Ibnu
Majah)
Dalam riwayat lain, Nabi saw bersabda:
“Shumuu li ru’yatihi wa ufthiruu li ru’yati-
hi” (shaumlah kalian dengan melihat hilal, dan ber-
bukalah saat awal Syawal dengan melihatnya juga).
[HR. Bukhari, Muslim].
Dari hadits-hadits tadi telah jelas menyiratkan
bahwa dalam menentukan 1 Ramadhan dan 1
Syawal, Islam tidak mengenal sistem demokrasi,
dimana suara terbanyak yang harus jadi acuan
seperti sidang isbat kemarin! Untuk menentukan
bulan baru tidak dibutuhkan kesaksian banyak
orang, namun cukup SATU ORANG atau BE-
BERAPA ORANG SAJA! Asal orang tersebut
bersedia bersumpah, maka kesaksiann-
ya dianggap SAH!!
Maka tidak heran rasanya jika seorang mufti
(ulama yang memiliki wewenang untuk menginter-
pretasikan teks dan memberikan fatwa kepada umat)
Syekh Abdul Aziz bin Abdullah Al-Asheikh dalam
khotbah Jumatnya di Masjid Imam Turki bin Abdul-
lah menggambarkan orang-orang yang meragukan
melihat bulan sebagai ‘orang yang termotivasi dan
menyimpang dengan mulut kotor’.
“Ada lidah busuk yang meragukan agama kita yang
harus dibungkam. Kami secara ketat mengikuti Sun-
nah Nabi tentang puasa dan menandai Idul Fitri,”
katanya. Mufti mengatakan syariah sangat jelas da-
lam prosedur melihat bulan. Dia menambahkan umat
Muslim tidak boleh menafikan Sunnah karena adan-
ya pendapat palsu.
Lantas, mengapa Pemerintah RI dan sebagian
ulama serta para pakar astronomi tidak mempercayai
keterangan para saksi yang melihat hilal? Alasannya
macam-macam serta terkesan dibuat-buat dan men-
gada-ada. Ada yang mengatakan bahwa dengan
ketinggian hilal yang sangat rendah, hilal tidak
mungkin dapat terlihat (kalau sudah berpendapat
demikian, buat apa dikirimkan Tim Rukyat untuk
melihat hilal???). Ada yang mengatakan bahwa
kemungkinan besar mata orang yang melihat hilal
terkecoh oleh gejala alam. Ada yang mengatakan
bahwa mereka tidak disumpah oleh hakim. Ada yang
mengatakan bahwa kesaksian mereka berbeda
dengan kebanyakan yang lain. Selain itu, ada pula
yang mengatakan bahwa orang-orang yang melihat
hilal tsb adalah orang-orang tua yang pandangannya
sudah mulai kabur. Mereka lupa bahwa ada Tuhan
yang dapat memberi mukjizat yang dapat mem-
bantah semua teori mereka sekaligus menjadikan hal
ini menjadi jelas tanpa perlu untuk diperdebatkan.
Firman Allah:
“Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu,
maka Allah hanya cukup berkata kepadanya:
“Jadilah!“, lalu jadilah dia.” {QS. 3:47}
“Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, maka
apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya
berkata kepadanya: “Jadilah!“, maka jadilah
ia.” {QS. 40:68}
Dalam hal ini patut pula disimak pernyataan
ustadz Ibnu Dawam dalam artikelnya [Dasar-dasar
Penetapan awal dan akhir Ramadhan menurut Al
Qur’an dan Hadits. (Jawaban terhadap Imkan
ru’yah Prof. Dr. T. Djamaluddin)] bahwa
memvonis hilal dua derajat dibawah ufuk tidak
bisa dilihat, adalah suatu penghinaan besar ter-
hadap Ilmu Pengetahuan, termasuk ilmu as-
tronomi itu sendiri, yang sekaligus juga
menghina pada Kemampuan Allah untuk mem-
berikan ilmuNya secara khusus berupa hidayah
kepada yang Allah menginginkannya dengan
menghapus segala hambatan, baik hambatan
keterbatasan pandangan mata, hambatan bias
sinar matahari, maupun hambatan atmosfir
lainnya.
Sumber:http://edukasi.kompasiana.com/2013/07/09/haruskah-
indonesia-mengikuti-arab-saudi-dalam-penentuan-1-ramadhan-
1-syawal-572235.html
6. Halaman 6
S
aya bangga menjadi bagian dari
Jemaat Muslim Ahmadiyah yang
sedang berupaya menghidupkan
keindahan sejati ajaran-ajaran Is-
lam. “Love for All, Hatred for None” adalah motto
Jemaat ini dan kami meyakininya sepenuh hati.
Tidak ada pembeda antara mengikuti Islam
sebagai sebuah agama dan loyalitas kepada negara
tempat tinggal. Loyalitas dan mencintai tanah air
merupakan bagian dari ajaran Islam. Sebagaimana
Al Qur’an menyatakan, Hai
orang-orang beriman, taatlah
kepada Allah dan taatlah kepa-
da nabi dan taatilah pemimpin-
pemimpin diantara kal-
ian.” (4:60).
Arti kata Islam adalah
“damai.” Dalam sebuah
masyarakat Islam yang ideal,
perdamaian dan kerukunan
dimulai dari rumah, melebar ke tingkat masyarakat
dan menyebar ke seluruh dunia. Tuhan telah menga-
nugerahi kita dengan jalan sempurna dalam setiap
aspek kehidupan manusia. Islam mendorong cinta
dan kedamaian antara suami isteri, memberikan ara-
han untuk peduli kepada tetangga kita, memerinta-
hkan Muslim untuk menolong masyarakat mereka
dan pada cakupan lebih besar, setia kepada negara
tempat tinggalnya. Semua tanggung jawab yang ber-
lainan ini memiliki satu tujuan menyeluruh —
perdamaian dalam masyarakat.
Kami sebagai Muslim adalah bagian integral
dari masyarakat Amerika dan harus nyata di dalam
tindakan-tindakan dan motivasi-motivasi kami,
menunjukkan sebagai bagian produktif dari
masyarakat ini. Saya bangga menjadi bagian dari
Jemaat Muslim Ahmadiyah yang sedang berupaya
menghidupkan keindahan sejati ajaran-ajaran Islam.
“Love for All, Hatred for None” adalah motto
Jemaat ini dan kami meyakininya sepenuh hati.
Orang-orang dari komunitas kami meskipun kecil
dalam jumlah namun melaksanakan tanggung jawab
menyampaikan pesan damai sejati melalui perbuatan
-perbuatan, perkataan-perkataan dan pemberian con-
toh mereka. Generasi mudanya sangat aktif dalam
kemasyarakatan dan pekerjaan sosial dengan men-
dukung Humanity First, sebuah institusi mendunia.
Jemaat Muslim Ahamdiyah sedang berusaha yang
terbaik menjadi pengabdi dalam lingkungan sosial
mereka dan hanya dengan menegakkan nilai ke-
Islaman maka tergambar filsafat Islam yang
sebenarnya.
Saya merasa wajib menyampaikan kepada
semua orang termasuk saudara-saudara Muslim, me-
mahami kewajiban kami kepada Tuhan dan khu-
susnya kepada masyarakat kami. Banyak kalangan
Muslim seperti saya di Amerika Serikat yang berasal
dari bagian berbeda dunia yang membangun ke-
hidupan mereka, dan negara ini memberikan kami
semua kesempatan untuk mewujudkan perdamaian
tersebut. Menjadi Muslim tak
hanya masalah untuk mem-
balas budi namun Tuhan juga
memerintahkan kami untuk
setia dan mencintai negara di-
mana kami tinggal. Dengan
semua ajaran yang kami
pegang, mengapa kami
melupakan pedoman-pedoman
utama ini , yang memiliki inti-
sari sangat gamblang dalam penegakkan perdamaian
di setiap lapisan sosial.
Saya hendak tekankan lagi, inilah saatnya
dunia luas ini memerlukan kolaborasi dan harmo-
nisasi dalam beragam keyakinan dan ideologi. Kami
sebagai warga negara Amerika adalah bagian dari
masyarakat global ini. Jika seseorang di dalam se-
buah rumah tidak merasakan kedamaian maka se-
luruh keluarganya menjadi kesusahan; Jika sebuah
rumah dalam lingkungan bertetangga terganggu, aki-
batnya bagi seluruh lapisan masyarakat dan tak han-
ya berhenti sampai di situ. Satu hal terkait dengan
lainnya, perdamaian diawali dari lapisan terkecil.
Kami harus mulai dari komunitas, tetangga dan
keluarga kami.
Yang Mulia, Mirza Masroor Ahmad, Pimpi-
nan spiritual dunia Jemaat Muslim ahmadiyah
pernah bersabda, “Sebagai warga negara di negara
manapun, kita Muslim Ahmadi akan senantiasa
menunjukkan kecintaan total dan kesetiaan kepada
negara. Setiap Ahmadi memiliki keinginan
negaranya menjadi lebih unggul dan selalu berupa-
ya menuju itu. Dimanapun sebuah negara meminta
warganya untuk berkorban, Jemaat Muslim Ahmadi-
yah selalu siap mempersembahkan pengorbanan
demi bangsanya.”
Sumber:http://www.dailyillini.com/opinion/letters_to_editor/
article_846bef38-e74e-11e2-9641-0019bb30f31a.html
Alih bahasa: Iin Qurrotul Ain binti T Hidayatullah
Dapat diakses melalui www.arhlibrary.com
7. Halaman 7
S
uasana ramadhan terasa kembali,
riuh rendah kesibukan untuk
menyambut sekaligus persiapan
menjalankan ibadah “ritual”
sebulan dalam setahun ini telah tampak meriah.
Sejak sebulan sebelumnya, stasiun-stasiun televisi
pun telah berlomba menghadirkan nuansa
ramadhan, baik melalui program acara (mulai dari
yang memang agak bermutu sampai yang terkesan
“sampah”), tentunya beserta
iklan-iklan yang mendadak
melakukan “ramadhanisasi”
untuk merayu para insan yang
masih mudah jatuh dalam
rayuan “konsumerisme” dari
jebakan kapitalistik media dan
iklan, atau mungkin memang
terlanjur hidup dalam gaya
hidup konsumtif kelas tinggi.
Meskipun ramadhan masa ini bertepatan dengan
BBM naik tinggi dan harga barang “nyaris” tak
terbeli.
Sudah banyak penjelasan yang
menguraikan, bahwa ash-shaum yang secara
etimologi atau lughawiyah bermakna menahan itu
hakikatnya bukanlah semata menahan lapar dan
dahaga serta menahan keinginan biologis. Karena
secara umumnya, hikmah ibadah shaum juga untuk
membina hati dan pengendalian diri, menahan dan
atau meredam segala bentuk nafsu dari banyak
“daftar keinginan.” Lebih luasnya, daftar keinginan
itu ialah termasuk yang bersifat konsumtif, inilah
yang juga mestinya diredam melalui pembelajaran
shaum. Karenanya ibadah shaum sebagai ibadah
yang mempunyai hikmah untuk membina
kesalehan personal, selalu dianjurkan pula mesti di-
ikuti dengan memaksimalkan simpati dan
kepedulian untuk saling berbagi melalui ibadah
yang berdimensi sosial seperti shadaqah, berinfak,
berzakat dan sebagainya.
Dalam kriteria ibadah shaum untuk
mencapai derajat taqwa sebagai cita-cita mulia ahli
shaum, mafhumnya dijelaskan ada tiga tingkatan;
Pertama, shaum tingkatan kaum awam yang
sekadar menahan haus dahaga dan nafsu biologis.
Kedua, shaum level orang-orang khusus (khawwas)
yang mengiringi shaumnya bukan saja dengan
menahan lapar, dahaga dan keinginan biologis, tapi
juga menjaga pandangan, menjaga pendengaran
dan senantiasa menata hati dari hal-hal yang
membatalkan shaum, termasuk dengan
menjalankan ibadah-ibadah lainnya baik fardhu
dan sunnah, yang personal maupun sosial. Ketiga,
shaum insan-insan khusus dari yang khusus
(khawwasul khawwas), yakni mereka yang benar-
benar memanfaatkan momentum shaum sebagai
media menjaga hati dan mengendalikan diri dari
segala kecenderungan duniawi serta semata-mata
mendekatkan diri hanya kepada Allah guna
mencapai keridhaan dan derajat taqwa sebagai
predikat tertinggi.
Nah, anomali yang terjadi dalam
menyambut-melaksanakan
ramadhan dan kerap terulang pada
tiap momen ramadhan di sebagian
pemeluk agama yang menjalankan
shaum, yakni masalah perilaku
konsumtif. Nilai-nilai suci ibadah
shaum dengan segala hikmahnya
menjadi kalah sanding bila
berhadapan dengan perilaku “tidak hemat”
tersebut. Malah pada saat ini, ketika situasi agak
kalut karena inflasi terjadi, harga barang-barang
dan jasa melambung tinggi, terlebih lagi karena
dampak kenaikan harga BBM yang membuat
semuanya semakin meroket, tapi pola hidup
konsumtif ini tetap dibudayakan dan
“diberdayakan” dengan apik.
Ramadhan sedianya mengajarkan
kesederhanaan, mendidik simpati dan kepedulian,
menumbuhkan keikhlasan dan hanya
mengharapkan keridhaan. Sejatinya, ketika saat-
saat seperti inilah perilaku hidup hemat dan cukup
dengan apa yang ada (qana’ah) menjadi penting
untuk dilakukan dan di-internalisasikan dalam diri.
Karena yang lebih penting dalam menjalankan
ibadah shaum ini, paling tidak kita mampu
mencapai derajat yang kedua, meski belum sampai
pada level shaumnya para insan khusus dari yang
khusus (khawwasul khawwas). Namun sedaya
upayalaah kita mencoba menggapai level shaum
yang bermakna ibadah, baik dalam amalan-amalan
personal maupun yang bermanfaat secara sosial.
Menyambut ramadhan dan
memeriahkannya, termasuk menjalankan dengan
ceria adalah sangat baik. Tentu akan bertambah
baik jika dilakukan dengan hemat, sederhana dan
tidak berlebih-lebihan. Karena tetap saja yang
berlebih-lebihan bahkan sampai pada tingkatan
mubazir adalah “perilaku tak layak.”
Sumber:http://sosbud.kompasiana.com/2013/07/09/
ramadhan-kesederhanaan-dan-hidup-hemat-572174.html