1. Komunikasi dalam Praktek
Farmasi
Disusun Oleh :
1. Novi Sartika (2012000164)
2. Nur Fadillah (2012000165)
3. Nursriati (2012000166)
4. Nuryani (2012000167)
5. Wiro Alexander W (2012000168)
6. Yunia Wiraswati (2012000169)
3. Tujuan Penulisan
• Menjelaskan mengenai manfaat konseling
sebagai salah satu bentuk komunikasi dalam
praktek kefarmasian.
• Mengetahui hubungan tingkat kepatuhan
pasien dalam penggunaan obat dengan
pemberian konseling dalam praktek
kefarmasian
4. Komunikasi
• Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau
informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu
sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh
menyampai pikiran-pikiran atau informasi”. (Komaruddin, 1994;
Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988)
• Komponen Pokok komunikasi
Pengirim pesan/komunikator, pesan, penerima pesan/receiver.
• Fungsi Komunikasi :
a. Mendapatkan respon/feedback
b. Antisipatif
c. Kontrol terhadap lingkungan (sebagai tindakan aktif dalam proses
decision making oleh komunikator)
• Efektivitas Komunikasi :
a. Keterbukaan
b. Empati
c. Kepositifan
d. Kesamaan
5. • Tujuan Komunikasi
a. untuk memahami dan menemukan diri sendiri
b. menemukan dunia luar sehingga dapat dengan mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan
c. membentuk dan memelihara hubungan yang bermaksa dengan
orang lain
d. melalui komunikasi antarpribadi, individu dapat mengubah sikap dan
perilaku sendiri dan orang lain
e. komunikasi antarpribadi merupakan proses belajar
f. mempengaruhi orang lain
g. mengubah pendapat orang lain
h. membantu orang lain
• Hambatan Komunikasi
a. Keterbatasan waktu
b. Jarak psikologi
c. Adanya evaluasi terlalu dini
d. Lingkungan yang tidak mendukung
e. Keadaan komunikator
f. Keadaan komunikan (penerima pesan)
6. Komunikasi dalam Praktek Farmasi
• Proses komunikasi antara farmasis dengan pasien
menjalankan dua fungsi utama 1) menetapkan hubungan
tentang farmasis dan pasien dan 2) memberikan
pertukaran informasi yang dibutuhkan untuk menilai
kondisi kesehatan pasien, mencapai keputusan dalam
rencana pengobatan, implementasi rencana pengobatan
dan mengevaluasi dampak pengobatan terhadap kualitas
hidup pasien.
• Komunikasi antar farmasis dan pasien berbeda dari
komunikasi dengan teman. Komunikasi profesional
dengan pasien adalah alat untuk menjamin hubungan
pengobatan agar farmasis efektif memberikan pelayanan
kesehatan. Pelayanan kesehatan harus diatas segala-
galanya. Pengetahuan farmasis yang unik dan tanggung
jawab khusus pada masyarakat harus mampu menjamin
efektifnya komunikasi dengan pasien.
7. Konseling
• Konseling adalah suatu kegiatan bertemu dan berdiskusinya seseorang
yang membutuhkan (klien) dan seseorang yang memberikan (konselor)
dukungan dan dorongan sedemikian rupa sehingga klien memperoleh
keyakinan akan kemampuannya dalam pemecahan masalah
(Anonim, 2007).
• Konseling obat ialah suatu proses untuk membantu pasien memperbaiki
masalah penggunaan, pemilihan obat dalam rangka tujuan pengobatan
optimal. Adapun tujuan konseling obat yaitu (Saragih, 2011) :
a. Mewujudkan hubungan profesional antara apoteker dan pasien.
b. Mengenal dan menyelesaikan masalah penggunaan obat.
c. Mengumpulkan informasi tentang cara dan tindakan pengambilan
dan penggunaan obat (patient’s drug taking and drug use).
d. Membimbing, mengarahkan dan memberikan pengetahuan kepada
pasien tentang penggunaan obat secara rasional (promote rational
drug use).
e. Meningkatkan kualitas hidup pasien (patient quality of life).
8. • Prinsip Dasar Konseling
terjadinya kemitraan atau korelasi antara pasien dengan
apoteker sehingga terjadi perubahan perilaku pasien secara
sukarela. Pendekatan Apoteker dalam pelayanan konseling
mengalami perubahan model pendekatan dari pendekatan
“Medical Model” menjadi Pendekatan “Helping model”
Medical Model Helping Model
1. Pasien passive
2. Dasar dari kepercayaan
ditunjukkan berdasarkan
citra profesi.
3. Mengidentifikasi masalah
dan menetapkan solusi.
4. Pasien bergantung pada
petugas kesehatan.
5. Hubungan seperti ayah-
anak.
1. Pasien terlibat secara aktif.
2. Kepercayaan didasarkan dari
hubungan pribadi yang
berkembang setiap saat.
3. Menggali semua masalah dan
memilih cara pemecahan
masalah.
4. Pasien mengembangkan rasa
percaya dirinya untuk
memecahkan masalah.
5. Hubungan setara (seperti
teman).
9. • Sasaran Konseling
a. Konseling Pasien Rawat Jalan
b. Konseling Pasien Rawat Inap
• Infastruktur Konseling
a. Sumber Daya Manusia
b. Sarana Penunjang
c. Alat bantu Konseling
10. • Kegiatan Konseling
1. Persiapan dalam melakukan konseling
2. Tahapan konseling
a. Pembukaan
b. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan
identifikasi masalah
c. Diskusi untuk mencegah atau memecahkan
masalah dan mempelajarinya.
d. Memastikan pasien telah memahami informasi
yang diperoleh.
e. Menutup diskusi
f. Follow-up diskusi
11. • Aspek Konseling yang harus disampaikan :
1. Deskripsi dan kekuatan obat
2. Jadwal dan cara penggunaan.
3. Mekanisme kerja obat
4. Dampak gaya hidup
5. Penyimpanan
6. Efek potensial yang tidak diinginkan
• Masalah dalam konseling :
a. Faktor Penyakit
b. Faktor Terapi
c. Faktor Pasien
d. Faktor Komunikasi
12. • Cara Pendekatan dalam Meningkatkan
Kepatuhan :
1. Berkomunikasi dengan pasien
2. Informasi yang tepat
3. Strategi untuk mencegah ketidakpatuhan
13. Pembahasan
Manfaat konseling bagi apoteker antara lain :
1. Menjaga citra profesi sebagai bagian dari tim
pelayanan kesehatan,
bentuk pelayanan
sebagai tanggung jawab
asuhan
profesi
2. Mewujudkan
kefarmasian
apoteker,
3. Menghindarkan apoteker dari tuntutan karena
kesalahan penggunaan obat ( Medication error ).
pelanggan sehingga menjadi
4. Suatu pelayanan tambahan untuk
upaya
menarik
dalam
memasarkan jasa pelayanan.
14. Pengaruh konseling terhadap tingkat kepatuhan
pasien dalam penggunaan obat.
• Dalam penelitian Ramadona (2011), konseling
dilakukan pada 50 pasien DM tipe 2 rawat
jalan yang mendapatkan terapi Obat Anti
(OAD) oral. Dengan melihat
Diabetes
pengaruh
kepatuhan
konseling dalam meningkatkan
pasien melalui penilaian
pengetahuan dan sikap pasien berdasarkan
kelompok usia pasien, jenis
kelamin, pendidikan dan lama menderita DM.
15. • Hubungan usia terhadap pengetahuan pasien
yang berusia >70 tahun memiliki pengetahuan
dan sikap yang baik yaitu sebesar 50%. Hal ini
terjadi karena berdasarkan pengamatan, pasien
yang berusia ini lebih aktif dan terbuka menerima
konseling dari konselor mengenai informasi
penyakit dan terapi yang diberikan.
• Hubungan jenis kelamin terhadap
pengetahuan, menunjukkan bahwa pasien laki-
laki lebih tinggi pengetahuannya dibandingkan
dengan pasien perempuan. Hal ini disebabkan
karena pasien laki-laki dalam hal ini lebih terbuka
menerima konseling obat yang diberikan
dibandingkan dengan pasien perempuan
16. • Hubungan tingkat pendidikan terhadap
pengetahuan menunjukkan bahwa semakin tinggi
pendidikan seseorang, semakin tinggi
peningkatan pengetahuannnya.
• Hubungan lama menderita DM dengan
pengetahuan menunjukkan bahwa pasien yang
masih tergolong baru didiagnosa DM pada
umumnya mereka sangat terbuka dan senang
untuk diberikan konseling obat, karena mereka
masih belum paham mengenai penyakit dan
pengobatan yang dideritanya, sehingga mereka
mempunyai rasa ingin tahu yang besar terhadap
itu.
17. • Hubungan tingkat pendidikan terhadap sikap
menunjukan bahwa pendidikan seseorang dapat
merubah sikap seseorang dengan baik. Hal ini
disebabkan karena peningkatan pengetahuan
yang mereka miliki selain untuk dipahami tetapi
juga mereka aplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari.
• Hubungan lama menderita terhadap sikap
menunjukkan bahwa pasien yang baru didiagnosa
menderita DM atau lama menderita < 1 tahun
meiliki perubahan sikap yang lebih baik, sebab
mereka mempunyai motivasi yang besar untuk
sembuh.
18. • Ada pengaruh positif konseling obat terhadap
pengetahuan dan sikap pasien DM, data
menunjukkan konseling obat berpengaruh
terhadap pengetahuan pasien DM sebesar
83,4%, dan untuk sikap sebesar 88,6%. Selain
itu, terdapat perbedaan kadar glukosa darah
puasa yang bermakna pada pasien DM setelah
dilakukan konseling obat dalam interval waktu
3 x 2 minggu, yakni menunjukkan adanya
pengaruh positif konseling obat terhadap
kadar glukosa darah puasa pasien DM.
19. Gambaran pelaksanaan tugas Pengawas Minum Obat dan
kepatuhan pasien penderita TBC dalam mengkonsumsi OAT di
Rumah Sakit Umum Daerah Toto
• Lebih dari 50% pasien penderita TBC paham tentang
penyakit TBC dan patuh dalam mengkonsumsi OAT
yang
dari,
diberikan dokter.
ketepatan dosis dan
Kepatuhan
kesesuaian
ditinjau
aturan
minum, sehingga obat yang diberikan habis sesuai
waktunya.
• Lebih dari
peduli dan
50% PMO menunjukkan
ikut serta memotivasi
mengkonsumsi OAT yang diberikan
bahwa
pasien
dokter
mereka
dalam
sesuai
dengan aturan minum dan dosis yang diberikan serta
sangat berperan penting dalam kesembuhan dan
mendoakan pasien agar cepat sembuh.
20. • Berdasarkan dua penelitian diatas mengenai
obat terhadap
pengaruh
kepatuhan
konseling
pasien
tingkat
diabetes melitus dan
tuberkulosis, jelas bahwa konseling obat sangat
berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien.
Penerapan konseling obat sebagai salah satu
bentuk komunikasi dalam praktek kefarmasian
pada pasien dapat meningkatkan kepatuhan
pasien dalam penggunaan obat karena pasien
mendapatkan penjelasan mengenai manfaat
pakai yang sangat berpengaruh
penggunaan obat yang sesuai dengan aturan
dalam
meningkatkan kualitas hidup pasien.
21. Kesimpulan
• Konseling yang merupakan salah satu bentuk
komunikasi dalam praktek kefarmasian memiliki
manfaat bagi pasien maupun apoteker seperti
yang dijabarkan pada pembahasan dalam
penulisan makalah ini.
• Penerapan konseling obat dapat meningkatkan
kepatuhan pasien dalam penggunaan obat
karena pasien mendapatkan penjelasan
mengenai manfaat penggunaan obat yang sesuai
dengan aturan pakai yang sangat berpengaruh
dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.
22. Saran
Perlu adanya kesadaran seluruh tenaga
profesional kesehatan terutama apoteker
untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam
penggunaan obat melalui penerapan
konseling obat yang merupakan salah satu
bentuk komunikasi dalam praktek kefarmasian
dengan orientasi pada pasien karena
merupakan salah satu bentuk kepedulian kita
selaku tenaga kesehatan profesional dalam
memberikan pelayanan semaksimal mungkin
dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.