Ringkasan:
Konseling adalah diskusi antara konselor dan klien untuk memberikan dukungan dan dorongan agar klien dapat memecahkan masalahnya sendiri. Tujuan konseling adalah meningkatkan keberhasilan terapi, menghormati pilihan pasien, dan meminimalkan risiko efek samping. Konseling farmasi bertujuan membantu pasien mengatur pengobatan dan masalah terkait penyakitnya.
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
KONSELING (1).pptx
1.
2. Pengertian konseling
Konseling berasal dari kata counsel yang
artinya saran, melakukan diskusi dan
pertukaran pendapat. Konseling adalah suatu
kegiatan bertemu dan berdiskusinya seseorang
yang membutuhkan (klien) dan seseorang
yang memberikan (konselor) dukungan dan
dorongan sedemikian rupa sehingga klien
memperoleh keyakinan akan kemampuannya
dalam pemecahan masalah.
3. Tujuan Konseling
Tujuan Umum
Meningkatkan keberhasilan
terapi
Menghormati pilihan pasien dalam
menjalankan terapi
meminimalkan resiko efek samping
memaksimalkan efek terapi
Tujuan Khusus
Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dengan
pasien
Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan
obatnya
Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan
dengan penyakitnya
Mencegah atau meminimalkan Drug Related
Problem
Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
4. Manfaat Konseling
Bagi pasien
Menjamin keamanan dan efektifitas
pengobatan
Membantu dalam merawat atau
perawatan kesehatan sendiri
Membantu pemecahan masalah terapi
dalam situasi tertentu
Meningkatkan efektivitas & efisiensi biaya
kesehatan
Menurunkan kesalahan penggunaan obat
Bagi Apoteker
Suatu pelayanan tambahan untuk menarik
pelanggan sehingga menjadi upaya dalam
memasarkan jasa pelayanan.
Menghindarkan apoteker dari tuntutan karena
kesalahan penggunaan obat ( Medication error )
Mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefarmasian
sebagai tanggung jawab profesi apoteker.
Menjaga citra profesi sebagai bagian dari tim
pelayanan kesehatan.
5. Prinsip Dasar Konseling
Prinsip dasar konseling adalah
terjadinya kemitraan atau korelasi
antara pasien dengan apoteker
sehingga terjadi perubahan perilaku
pasien secara sukarela.
6. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh
Apoteker
1. Pasien Passive
2. Dasar dari kepercayaan ditunjukkan
berdasarkan citra profesi
3. Mengidentifikasi masalah dan menetapkan
solusi
4. Pasien bergantung kepada petugas
kesehatan
5. Hubungan seperti ayah anak
1. Pasien terlibat secara aktif
2. Kepercayaan didasarkan dari hubungan
pribadi yang berkembang setiap saat
3. Menggali semua masalah dan memilih
cara pemecahan masalah
4. Pasien mengembangan rasa percaya
dirinya untuk memecahkan masalah
5. Hubungan setara (seperti teman )
Medical Mode Helping Mode
7. Sasaran Konseling
Pemberian konseling ditujukan baik untuk pasien rawat jalan maupun
pasien rawat inap. Konseling dapat diberikan kepada pasien langsung atau
melalui perantara. Perantara yang dimaksud disini adalah keluarga pasien,
pendamping pasien, perawat pasien, atau siapa saja yang bertanggung jawab
dalam perawatan pasien. Pemberian konseling melalui perantara diberikan
jika pasien tidak mampu mengenali obat-obatan dan terapinya, pasien
pediatrik, pasien geriatrik.
• Konseling Pasien Rawat Jalan
Pemberian konseling untuk pasien rawat jalan dapat diberikan pada saat
pasien mengambil obat di apotik, puskesmas dan di sarana kesehatan lain.
Konseling pasien rawat jalan diutamakan pada pasien yang :
1. Menjalani terapi untuk penyakit kronis, dan pengobatan jangka panjang.
(Diabetes, TBC, epilepsi, HIV/AIDS, dll )
2. Mendapatkan obat dengan bentuk sediaan tertentu dan dengan cara
pemakaian yang khusus Misal : suppositoria, enema, inhaler, injeksi
insulin dll.
3. Mendapatkan obat dengan cara penyimpanan yg khusus. Misal : insulin
dll
4. Mendapatkan obat-obatan dengan aturan pakai yang rumit, misalnya :
pemakaian kortikosteroid dengan tapering down.
8. Konseling Pasien Rawat Inap
Konseling pada pasien rawat inap, diberikan pada saat pasien
akan melanjutkan terapi dirumah. Pemberian konseling harus
lengkap seperti pemberian konseling pada rawat jalan, karena
setelah pulang dari rumah sakit pasien harus mengelola
sendiri terapi obat dirumah.
Selain pemberian konseling pada saat akan pulang, konseling
pada pasien rawat inap juga diberikan pada kondisi sebagai
berikut :
1. Pasien dengan tingkat kepatuhan dalam minum obat rendah.
2. Kadang-kadang dijumpai pasien yang masih dalam
perawatan tidak meminum obat yang disiapkan pada waktu
yang sesuai atau bahkan tidak diminum sama sekali.
3. Adanya perubahan terapi yang berupa penambahan
terapi,perubahan regimen terapi, maupun perubahan rute
pemberian.
9. Masalah dalam konseling
Beberapa penyebab dari ketidak patuhan pasien dalam
penggunaan obat dapat disebabkan karena faktor pasien
sendiri maupun faktor- faktor yang lain.
1. Faktor Penyakit
2. Faktor Terapi
3. Faktor Pasien
4. Faktor Komunikasi
10. Cara pendekatan dalam meningkatkan kepatuhan
Berkomunikasi dengan pasien
Informasi yang tepat
Strategi untuk mencegah ketidakpatuhan
Strategi untuk mencegah ketidakpatuhan :
1. Apoteker bekerjasama dengan dokter untuk mempermudah jadwal
pengobatan dengan menurunkan jumlah obat, menurunkan interval
dosis perhari dan penyesuaian regimen dosis untuk penggunaan terbaik
pasien sehari-hari.
2. Menyediakan alat bantu pengingat dan pengaturan penggunaan obat,
misalnya alarm, chart.
3. Mengingatkan pasien dengan telepon atau surat untuk pembelian (refill)
obat kembali.
4. Mengembangkan pengertian dan sikap mendukung di pihak keluarga
pasien dalam mengingatkan penggunaan obat
11. TAHAPAN KONSELING
1. Pembukaan. Pembukaan konseling yang baik antara apoteker dan pasien dapat
menciptakan hubungan yang baik, sehingga pasien akan merasa percaya untuk
memberikan informasi kepada Apoteker. Apoteker harus memperkenalkan diri terlebih
dahulu sebelum memulai sesi konseling. Selain itu apoteker harus mengetahui identitas
pasien (terutama nama) sehingga pasien merasa lebih dihargai.
2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah Pada sesi ini Apoteker
dapat mengetahui berbagai informasi dari pasien tentang masalah potensial yang mungkin
terjadi selama pengobatan.
3. Diskusi dengan pasien baru Jika pasien masih baru maka Apoteker harus mengumpulkan
informasi dasar tentang pasien dan tentang sejarah pengobatan yang pernah diterima oleh
pasien tersebut.
4. Diskusi dengan pasien yang meneruskan pengobatan Pasien yang sudah pernah
mendapatkan konseling sebelumnya, sehingga Apoteker hanya bertugas untuk
memastikan bahwa tidak ada perubahan kondisi maupun pengobatan baru yang
diterima oleh pasien baik yang diresepkan maupun yang tidak diresepkan.
5. Mendiskusikan Resep yang baru diterima Apoteker harus bertanya apakah pasien
pernah menerima pengobatan sebelumnya. Apoteker harus bertanya pengobatan
tersebut diterima pasien dari mana, apakah dari Apoteker juga, atau dari psikiater dan
lain sebagainya. Pada tahap ini Apoteker juga harus melihat kecocokan dosis yang
diterima oleh pasien sehingga pengobatan menjadi lebih optimal.
12. 6. Mendiskusikan pengulangan resep dan pengobatan Kegunaan
pengobatan, Apoteker diharapkan memberikan penjelasan tentang
guna pengobatan yang diterima oleh pasien serta bertanya tentang
kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh pasien selama menerima
pengobatan. Efektifitas pengobatan, Apoteker harus mengetahui
efektifitas dari pengobatan yang diterima oleh pasien.Apoteker
harus mengetahui dengan pasti efek samping pengobatan dan
kemungkinan terjadinya efek samping kepada pasien tersebut.
7. Memastikan pasien telah memahami informasi yang diperoleh..
8. Menutup diskusi Sebelum menutup diskusi sangat penting untuk
Apoteker bertanya kepada pasien apakah ada hal-hal yang masih
ingin ditanyakan maupun yang tidak dimengerti oleh pasien.
Mengulang pernyataan dan mempertegasnya merupakan hal yang
sangat penting sebelum penutupkan sesi diskusi, pesan yang
diterima lebih dari satu kali dan diberi penekanan biasanya akan
diingat oleh pasien.
9. Follow-up diskusi Fase ini agak sulit dilakukan sebab terkadang
pasien mendapatkan Apoteker yang berbeda pada sesi konseling
selanjutnya. Oleh sebab itu dokumentasi kegiatan konseling perlu
dilakukan agar perkembangan pasien dapat terus dipantau.
13. TEKNIK PENYAMPAIAN KONSELING
Untuk menerapkan suatu konseling yang baik maka Apoteker harus memiliki persiapan. Apoteker
sebaiknya melihat dahulu data rekam medik pasien. Ini penting agar apoteker dapat mengetahui
kemungkinan masalah yang terjadi seperti interaksi obat maupun kemungkinanan alergi pada obat-
obatan tertentu. Dalam proses konseling memerlukan teknik- teknik tertentu sehingga konseling bisa
berjalanb secara efektif dan efisien atau berdaya guna dan berhasil guna. Adapun teknik konseling adalah
:
1. Teknik rapport
2. Perilaku attending
3. Teknik structuring
4. Empati
5. Refleksi perasaan
6. Teknik eksplorasi
7. Teknik paraphrasing (menangkap pesan utama)
8. Teknik bertanya
9. Dorongan minimal (minimal encouragement)
10. Interpretasi
11. Teknik menyimpulkan sementara (summarizing )
12. Teknik- teknik memimpin
13. Teknik fokus
14. Teknik konfrontasi
15. Penjernihan (Clarifying)
16. Memudahkan (Fasilitating)
17. Diam sebagai suatu teknik
18. Teknik mengakhiri
14. PERAN APOTEKER
Pekerjaan kefarmasian menurut UU Kesehatan No. 36
Tahun 2009 yaitu meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
15. Peran apoteker dalam konseling diantarannya :
1. Care giver, artinya Apoteker dapat memberi pelayanan kepada pasien,
memberi informasi obat kepada masyarakat dan kepada tenaga kesehatan lainnya.
2. Decision maker, artinya Apoteker mampu mengambil keputusan, tidak hanya
mampu mengambil keputusan dalam hal manajerial namun harus mampu mengambil
keputusan terbaik terkait dengan pelayanan kepada pasien, sebagai contoh ketika
pasien tidak mampu membeli obat yang ada dalam resep maka Apoteker dapat
berkonsultasi dengan dokter atau pasien untuk pemilihan obat dengan zat aktif yang
sama namun harga lebih terjangkau..
3. Communicator, artinya Apoteker mampu berkomunikasi dengan baik dengan pihak
ekstern (pasien atau customer) dan pihak intern (tenaga profesional kesehatan
lainnya).
4. Leader, artinya Apoteker mampu menjadi seorang pemimpin di apotek. Sebagai
seorang pemimpin, Apoteker merupakan orang yang terdepan di apotek,
bertanggung jawab dalam pengelolaan apotek mulai dari manajemen pengadaan,
pelayanan, administrasi, manajemen SDM serta bertanggung jawab penuh dalam
kelangsungan hidup apotek.
16. 5. Manager, artinya Apoteker mampu mengelola apotek dengan baik dalam hal
pelayanan, pengelolaan manajemen apotek, pengelolaan tenaga kerja dan
administrasi keuangan. Untuk itu Apoteker harus mempunyai kemampuan
manajerial yang baik, yaitu keahlian dalam menjalankan prinsip-prinsip ilmu
manajemen.
6. Life long learner, artinya Apoteker harus terus-menerus menggali ilmu
pengetahuan, senantiasa belajar, menambah pengetahuan dan keterampilannya
serta mampu mengembangkan kualitas diri.
7. Teacher, artinya Apoteker harus mampu menjadi guru, pembimbing bagi
stafnya, harus mau meningkatkan kompetensinya, harus mau menekuni
profesinya, tidak hanya berperan sebagai orang yang tahu saja, tapi harus dapat
melaksanakan profesinya tersebut dengan baik.
8. Researcher, artinya Apoteker berperan serta dalam berbagai penelitian guna
mengembangkan ilmu kefarmasiannya.
17. DOKUMENTASI
Pendokumentasian adalah hal yang perlu dilakukan dalam setiap
kegiatan pelayanan farmasi. Pendokumentasian berguna untuk
evaluasi kegiatan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan. Dalam
pelayanan konseling obat kegiatan pendokumentasian sangat
diperlukan. Tujuan pendokumentasian pelayanan konseling obat
adalah :
1. Mendapatkan data / profil pasien
2. Mengetahui riwayat penyakit pasien
3. Memantau kepatuhan pasien dalam berobat
4. Mengevaluasi pemahaman pasien tentang pengobatan
5. Menyediakan data jika terjadi tuntutan pada kesalahan
penggunaan obat
6. Menyediakan data untuk evaluasi kegiatan kefarmasian.
7. Menyediakan data untuk evaluasi terapi
18. Contoh Kartu Konseling
KARTU KONSELING INSTALASI FARMASI RS. MEDIKA JAKARTA
NAMA PASIEN : ...........................
UMUR : ............................
DIAGNOSA : ...........................
NO. REGISTRASI : ............................
ALAMAT / TEL : ............................
RIWAYAT ALERGI : ...........................
Tanggal
Kunjungan
R. Inap / R.
Jalan
Nama Obat
Aturan
Pakai
Pemahaman Pasien
( B/C/K )
Materi Konseling Apoteker
Nama Obat Indikasi
Aturan Pakai Efek
Samping
Nama Obat Indikasi
Aturan Pakai Efek
Samping
Nama Obat Indikasi
Aturan Pakai Efek
Samping
19. EVALUASI
Evaluasi kegiatan pelayanan kefarmasian ditujukan untuk
mengukur kemampuan dalam pelayanan dan mencari upaya untuk
meningkatkan mutu pelayanan. Evaluasi dalam konseling obat
terdiri dari dua kegiatan, yaitu :
1. Evaluasi Kegiatan Pelayanan
Bertujuan untuk melihat kapasitas pelayanan dan
meningkatkan kinerja petugas yang memberikan konseling
(konselor). Evaluasi kegiatan ini dapat dilakukan dengan
menganalisis data yang ada dari kegiatan konseling yang sudah
dilakukan maupun dengan melakukan wawancara kepada pasien.
2. Evaluasi Kepatuhan Pasien Dalam Pengobatan.
Kegiatan ini lebih bersifat pengamatan pada masing-masing
pasien. Dengan mempunyai dokumen yang berisi riwayat
pengobatan pasien, apoteker yang memberikan konseling dapat
melakukan pengamatan apakah pasien patuh dalam menjalani
pengobatan. Apoteker dapat mengambil tindakan untuk
memperbaiki kepatuhan pasien dalam melaksanakan pengobatan.
20. CONTOH STUDI KASUS KONSELING
Konseling Tuberkulosis (TB) adalah suatu proses komunikasi
dua arah antara konselor dan penderita (klien) untuk
membantu klien mengetahui dan memahami kepatuhan
minum Obat Anti TB (OAT) dengan strategi Direct Observed
Treatment Short Course (DOTS) berdasarkan Standar
Internasional Penanganan Tuberkulosis (International
Standard for Tuberculosis Care, ISTC). Klien adalah sasaran
konseling yang dalam hal ini adalah penderita TB, yang
membutuhkan informasi tentang kepatuhan terapi pada
penderita TB. Konselor adalah tenaga kesehatan yang memiliki
latar belakang pendidikan kesehatan yang bekerja di
Puskesmas/Dinas Kesehatan/Rumah Sakit.
21. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Konselor :
1. Mempunyai pengetahuan tentang standar diagnosis TB, cara penyebaran
penyakit TB, cara pencegahan penyakit TB, program terapi TB dan
monitoring serta evaluasi terapi TB dengan strategi DOTS sesuai ISTC
2. Menunjukkan penampilan rapi dan sikap yang sopan, sabar dan empati
3. Mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti klien
4. Menunjukan sikap ingin membantu klien
5. Menciptakan suasanan lingkungan konseling yang nyaman
6. Mampu menjadi pendengar yang baik dalam menerima keterangan dari
klien
Tempat Konseling :
Ruang terpisah dengan ruangan lain agar klien merasa nyaman dan terjaga
privasinya. Besar ruangan tergantung jumlah klien yang dilayani. Di dalam
ruangan tersedia peralatan yang memadai diantaranya flip chart,
leaflet/brosur, meja dan kursi, dll
22. Langkah-langkah Konseling :
1. Pengumpulan data meliputi identifikasi secara detail dan pengkajian
terhadap masalah yang mungkin menimbulkan ketidakpatuhan klien dalam
meminum OAT
2. Perencanaan konseling yang perlu diberikan
3. Monitor dan evaluasi hasil konseling
Hambatan yang sering dijumpai oleh Konselor :
1. Klien tidak mau bicara terbuka
2. Klien mengalami kejenuhan dan kesulitan dalam mengatur pola minum
obat sesuai dengan anjuran
3. Klien mengeluh efek samping yang ditimbulkan oleh OAT
4. Klien tidak memiliki waktu yang cukup untuk mendengarkan anjuran
konselor
5. Klien berbicara terus yang sering tidak sesuai dengan topik pembicaraan
6. Ruang dan suasana konsultasi tidak mendukung jalannya proses konsultasi
23. CARA PENEGAKAN DIAGNOSIS
TUBERKULOSIS (TB)
Dalam menentukan seorang klien menderita TB seharusnya mengacu pada
ISTC, yaitu :
1. Diduga sebagai penderita TB apabila seseorang memiliki gejala batuk
produktif selama 2 minggu atau lebih. Sedang untuk penderita anak,
selain gejala batuk, entry untuk evaluasi adalah berat badan yang sulit
naik dalam waktu kurang lebih 2 bulan terakhir atau gizi buruk.
2. Semua penderita (dewasa, remaja, dan anak yang mampu mengeluarkan
dahak) yang diduga menderita TB paru harus menjalani pemeriksaan
dahak mikroskopis Sewaktu – Pagi – Sewaktu (SPS).
3. Pada semua penderita (dewasa, remaja, dan anak) yang diduga
menderita TB ekstraparu, spesimen dari bagian tubuh yang sakit
seharusnya diambil untuk pemeriksaan mikroskopis, biakan dan
histopatologi.
4. Semua orang dengan temuan foto toraks diduga TB seharusnya
menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologis. Untuk penderita
anak dilakukan tes kulit tuberkulin.
24. KONSELING PENDERITA
TUBERKULOSIS
Tujuan Instruksional Umum :
Mahasiswa diharapkan memiliki keterampilan dan mendemonstrasikan
konseling tentang penyakit TB dan kepatuhan minum obat pada penderita
TB.
Tujuan Instruksional Khusus :
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa akan mampu :
a. Melakukan konseling tentang cara penegakan diagnosis TB (mengacu
pada ISTC)
b. Melakukan konseling tentang cara penyebaran penyakit TB
c. Melakukan konseling tentang cara pencegahan penyakit TB
d. Melakukan konseling tentang program terapi TB (sesuai strategi DOTS
mengacu pada ISTC)
e. Melakukan konseling tentang cara monitoring dan evaluasi terapi TB
(sesuai strategi DOTS mengacu pada ISTC)
25. DESKRIPSI KEGIATAN KONSELING PENDERITA
TUBERKULOSIS
Kegiatan Waktu Deskripsi
1. Pengantar 2 menit Pengantar
2. Bermain peran tanya
jawab
23 menit - Mengatur mahasiswa
- Dosen memberikan contoh bagaimana melakukan
konseling
- Memberi kesempatan mahasiswa untuk bertanya
3. Praktek melakukan
konseling TB
90 menit - Mahasiswa dibagi dalam beberapa kelompok
- Setiap pasangan praktek melakukan konseling
- Pelatih mengawasi sampai memberikan perintah bila
ada hal-hal yang diperlukan
4. Diskusi 15 menit - Apa yang dirasakan oleh mahasiswa dan kendala/
kesulitan yang dialami selama melakukan kegiatan
- Dosen menyimpulkan apa yang dilakukan mahasiswa
Total waktu 150 menit
26. PENUNTUN BELAJAR TEKNIK KONSELING PENDERITA TUBERKULOSIS
LANGKAH KLINIK
Persiapan Pertemuan
Penampilan pemeriksa
Waktu yang cukup
Tempat yang nyaman
Saat Konseling
Memperlihatkan sikap yang ramah, mengucapkan salam
Menciptakan suasana yang bersahabat dalam rangka membina sambung rasa
Menggunakan bahasa yang mudah dipahami
Menjadi pendengar yang baik
Memberi kesempatan kepada klien untuk memberikan respons
Konseling dimulai dengan konselor memperkenalkan diri kemudian menanyakan data diri klien yaitu :
Nama
Umur
Alamat
Status perkawinan
Pekerjaan
Tingkat pendidikan
Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah :
Pada tahap ini, konselor dapat mengetahui dari klien tentang masalah potensial yang akan mungkin
terjadi selama pengobatan. Klien bisa merupakan penderita baru atau penderita yang meneruskan pengobatan.
Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah dan mempelajarinya. Setiap alternatif cara pemecahan
masalah sebaiknya didiskusi dengan klien.
27. Strategi pemecahan masalah ketidakpatuhan minum obat penderita TB :
1. Memberikan informasi yang tepat mengenai obat meliputi :
kebenaran, instruksi lengkap termasuk berapa banyak, kapan, berapa lama
penggunaan dan bagaimana jika obat lupa diminum;
informasi tentang penyakit, kapan dan bagaimana pemakaian obat akan
bermanfaat untuk penyembuhan;
informasi tentang efek samping obat;
2. Mencegah ketidakpatuhan dengan cara bekerjasama dengan medis atau
mengembangkan pengertian dan sikap mendukung dari salah satu anggota
keluarga klien yang diangkat menjadi PMO (pengawas menelan obat) untuk
memudahkan jadwal dan mengawasi proses menelan obat.
3. Mengupayakan alat bantu pengingat dan pengaturan penggunaan obat,
misalnya alarm di handphone, chart, pemberian label instruksi pengobatan pada
obatnya, wadah tempat obat (pill dispenser) untuk persediaan harian atau
mingguan, kemasan penggunaan obat per dosis unit
28. 4. Mengingatkan klien dengan telpon/sms untuk pengambilan
obat selanjutnya atau jadwal kontrol kembali
5. Memberikan motivasi dalam menangani ketidakpatuhan
dengan menjelaskan keuntungan dari pengobatan
6. Tingkatkan kewaspadaan diri klien dari gejala penyakit yang
terjadi sehingga membutuhkan pengobatan dan gejala efek
samping dari OAT
7. Jelaskan bahwa klien harus dapat mengevaluasi diri sendiri,
meliputi membantu klien untuk mengembangkan kepercayaan diri,
memastikan klien telah memahami informasi yang diperoleh dan
memastikan apakah informasi yang diberikan dalam proses
konseling dapat dipahami dengan baik oleh klien dengan cara
meminta kembali klien untuk mengulangi informasi yang sudah
disampaikan. Melalui cara ini pula dapat diidentifikasi penerimaan
informasi yang salah sehingga dapat dilakukan pembetulan.
29. 8. Sebelum menutup diskusi sangat penting untuk konselor bertanya kepada klien
apakah ada hal-hal yang masih ingin ditanyakan atau yang tidak dimengerti oleh
klien. Mengulang pertanyaan dan mempertegasnya merupakan hal yang sangat
penting sebelum menutup sesi diskusi. Penekanan pesan yang diulang beberapa kali
biasanya akan diingat oleh klien.
9. Dokumentasi proses konseling kepatuhan minum obat penderita TB penting, dan
bertujuan untuk :
a) Mendapatkan data/profil klien
b) Mengetahui riwayat penyakit klien
c) Memantau kepatuhan dalam berobat
d) Mengevaluasi pemahaman klien tentang pengobatan
e) Menyediakan data jika terjadi tuntutan pada kesalahan penggunaan obat
f) Menyediakan data untuk evaluasi terapi
10. Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan jika dokumentasi dibuat secara rinci.
Dengan memiliki dokumen yang berisi riwayat pengobatan klien, konselor dapat
melakukan pengamatan apakah klien patuh dalam menjalankan pengobatan, dan
konselor dapat mengambil tindakan untuk memperbaiki kepatuhan klien dalam
melaksanakan pengobatan.
30. KESIMPULAN
Dalam pelayan kefarmasian, farmasis harus mempunyai
pengetahuan mengenai pasien, obat, penyakit dan identifikasi
masalah pengobatan pasien. Farmasis harus mampu
menggabungkan pengetahuan, kemampuan dan
pengalaman. Apabila terjadi kesalahan farmsis mempunyai
tanggung jawab atas kesalaha itu, berbeda hal dengan
dispensing obat yang bertanngung jawab adalah pembuat
resep. Pelayan kefarmasian adalah bisnis dan berhasil apabila
hasil terapi sesuai dengan yang diinginkan dan farmasis harus
membuktikan akan perannya dalam penentuan hasil terapi
dari pasien. Kesimpulannya peran farmasi dalam dispensing
obat berbeda dengan pelayang kefarmasian dalam hal
kebutuhan sosian, tanggung jawab, hubungan dengan pasien
dan elayanan kesehatan lainnya, tanggung jawab terhadap
profesinya dan eksitensinya sebagai tenaga kesehatan
professional.
31. SARAN
Sebagai apoteker hendaknya kita terus mengembangkan
potensi dalam berkomunikasI dengan pasien, khususnya
pasien dengan kondisi tertentu seperti pasien lanjut usia,
pasien yang mengalami gangguan pengelihatan dan
pendengaran, pasien yang mengalami sakit parah, pasien
yang mengalami penyakit TBC, pasien
keterbelakangan mental, pasien remaja dan
perawat pasien agar kita mampu menunjukkan
kompetensi kita dengan baik