2. Multikulturalisme adalah sistem keyakinan dan perilaku yang mengakui dan
menghormati kehadiran semua kelompok yang beragam dalam suatu organisasi atau
masyarakat, mengakui sosial-budaya mereka yang berbeda, dan mendorong dan
memungkinkan kontribusi melanjutkan mereka dalam konteks budaya inklusif yang
memberdayakan semua dalam organisasi atau masyarakat. Sedangkan Pendidikan
Multikultural didefinisikan sebagai sebuah kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsip-
prinsip pemeliharaan budaya dan saling memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok
budaya di dalam masyarakat. Pendidikan Multikultural adalah suatu sikap dalam
memandang keunikan manusia dengan tanpa membedakan ras, budaya, jenis kelamin,
kondisi jasmaniah atau status ekonomi seseorang. Dalam lingkup pendidikan, diperlukan
suatu pembelajaran yang mencakup tentang multikulturalisme agar peserta didik dapat
mengakui dan menghormati keragaman kelompok sosial lainnya.
Latar belakang
3. Rumusan Masalah
Bagaimana pendekatan Pendidikan multikultural?
01
03 Bagaimana pendidikan multikultural dalam
tinjauan didaktik dan metodik?
02
Apa saja teori teori pendidikan multikultural
menurut para ahli?
5. 1. Pendekatan Pendidikan Multikultural
Istilah multikultural secara etimologi berarti keragaman kultur atau budaya, yakni
kompleksitas yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan atau kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh
anggota-anggota suatu masyarakat.Sedangkan dari pengertian terminologi bahwa
multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai
kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa, ataupun
agama.
Multikulturalisme adalah kearifan untuk melihat keanekaragaman budaya sebagai
realitas fundamental dalam kehidupan bermasyarakat. Kearifan ini terwujud apabila
seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas
plural sebagai sebuah kemestian yang tidak bisa di ingkari ataupun ditolak, apalagi
dimusnahkan.
6. Adapun Pendidikan Multikultural berarti pendidikan yang
menghargai adanya pluralitas keberagaman budaya, yang menurut
H.A.R Tilaar, bahwa pendidikan multikultural tidak mengenal
fanatisme atau fundamentalisme sosial-budaya termasuk agama. Setiap
komunitas mengenal dan menghargai perbedaan-perbedaan yang ada.
Demikian pula, pendidikan multikultural tidak mengenal adanya
Xenophobia (kebencian terhadap barang atau orang asing). Bahkan,
pendidikan multikultural harus bisa mewujudkan peserta didik yang
dapat belajar untuk hidup bersama dalam perbedaan (Learning to Live
Together).
Pendidikan Multikultural juga disebut dengan pendidikan
multibudaya. Implementasi pendidikan multibudaya dalam
pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa mengerti, menerima,
dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya, dan nilai
kepribadian.
7. Secara umum ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan
multikultural antara lain sebagai berikut :
Pertama, perubahan paradigma dalam memandang pendidikan (Education)
dengan persekolahan (Schooling) atau pendidikan multikultural dengan program-
program sekolah formal.
Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan
kelompok etnik. Yang dimaksud adalah tidak perlu lagi mengasosiasikan
kebudayaan semata-mata dengan kelompok-kelompok etnik sebagaimana yang
terjadi selama ini.
Ketiga, karena pengembangan kompetensi dalam suatu kebudayaan baru
biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orang yang sudah
memiliki kompetensi, bahkan dapat dilihat lebih jelas bahwa upaya-upaya untuk
mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik adalah anti tesis terhadap
tujuan pendidikan multikultural.
8. Keempat, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam
beberapa kebudayaan. Adapun kebudayaan mana yang akan diadopsi itu
ditentukan oleh situasi yang ada disekitarnya.
Kelima, pendidikan multikultural, baik dalam sekolah maupun luar
sekolah meningkatkan kesadaran tentang beberapa kebudayaan.
9. Banks, mengemukakan terdapat empat pendekatan dalam mengintegrasikan
pendidikan multikultural ke dalam kurikulum pembelajaran di sekolah dan
dianggap relevan untuk diimplementasikan pada sekolah di Indonesia yaitu :
1. Pendekatan Kontribusi (The Contributions Approach)
2. Pendekatan Aditif (Additive Approach)
3. Pendekatan Transformasi (The Transformation Approach)
4. Pendekatan Aksi Sosial (The Social Action Approach)
11. 1. Horace Kallen
Horace Kallen adalah perintis teori multikultural. Budaya disebut pluralisme budaya
(Cultural Pluralism) jika budaya suatu bangsa memiliki banyak segi dan nilai-nilai.
Pluralisme budaya didefinisikan oleh Horace Kallen sebagai “menghargai berbagai tingkat
perbedaan dalam batas-batas persatuan nasional”. Sebagai budaya yang dominan, White
Anglo-Saxon Protestan harus diakui masyarakat, sedangkan budaya yang lain itu
dipandang menambah variasi dan kekayaan budaya Amerika.
2. James A. Banks
James A. Banks dikenal sebagai perintis Pendidikan Multikultural. Banks yakin bahwa
pendidikan seharusnya lebih mengarah pada mengajari mereka bagaimana berpikir
daripada apa yang dipikirkan. Siswa perlu disadarkan bahwa di dalam pengetahuan yang
dia terima itu terdapat beraneka ragam interpretasi sesuai kepentingan masing-masing.
Siswa perlu diajari dalam menginterpretasikan sejarah masa lalu dan dalam pembuatan
sejarah. Siswa harus berpikir kritis dengan memberi pengetahuan dan keterampilan yang
memadai dan memiliki komitmen yang tinggi untuk berpartisipasi dalam tindakan
demokratis.
12. 3. Bill Martin
Bill Martin menulis, bahwa isu menyeluruh tentang multikulturalisme bukan
sekedar tempat bernaung berbagai kelompok budaya, namun harus membawa
pengaruh radikal bagi semua umat manusia lewat pembuatan perbedaan yang
radikal. Seperti halnya Banks, Martin menentang tekanan dari Afrosentris dan
tradisionalis Barat. Martin menyebut keduanya “Consumerist Multiculturalism”.
Multikulturalisme bukan “Consumerist” tetapi “Transformational”, yang
memerlukan kerangka kerja. Masyarakat harus memiliki visi kolektif tipe baru
yang berasal dari perubahan sosial yang muncul lewat transformasi.
4. Martin J. Beck Matustik
Martin J. Beck Matustik berpendapat bahwa perdebatan tentang multikultural di
masyarakat Barat berkaitan dengan norma atau tatanan. Pembahasan multikultural
berada pada pemikiran kembali norma Barat (The Western Canon) yang
mengakui adanya multikultural. Teori multikulturalisme berasal dari liberalisasi
pendidikan dan politik Plato.
13. 5. Judith M. Green
Judith M. Green menunjukkan bahwa multikulturalisme bukan hanya di
Amerika Serikat. Kelompok budaya kecil harus mengakomodasi dan memiliki
toleransi dengan budaya dominan. Amerika memberi tempat perlindungan dan
memungkinkan kelompok kecil itu mempengaruhi kebudayaan yang ada.
Secara bersama-sama, kelompok tersebut memperoleh kekuatan dan kekuasaan
untuk membawa perubahan dan meningkatkan dalam ekonomi, partisipasi
politis dan media massa.
15. Dalam aspek didaktik, kurikulum merupakan salah satu aspek
penting dalam pendidikan multikultural. Tujuan pendidikan
multikultural dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam tujuan, yaitu:
tujuan yang berkaitan dengan sikap, pengetahuan, dan pembelajaran
(Lawrence J. Saha, 1997: 349). Kurikulum pendidikan multikultural
seharusnya berisi tentang materi-materi yang dapat menghadirkan
lebih dari satu perspektif tentang suatu fenomena kultural. Untuk
menghadirkan keragaman perspektif dalam kurikulum ini, menurut
James A. Banks sebagaimana dikutip Zoran Minderovic (2004: 2)
dapat dilakukan dengan 4 (empat) tahapan, yaitu: (a) Tahap
Kontribusi (Contribution Level), (b) Tahap Penambahan (Additive
Level), (c) Tahap Perubahan (Transformative Level), dan (d) Tahap
Aksi Sosial (Social Level).
Kurikulum Pendidikan Multikultural
16. Dari aspek metodik, strategi dan manajemen pembelajaran
merupakan aspek penting dalam pendidikan multikultural.
Dalam pembelajaran siswa memerlukan lingkungan fisik yang
aman dan nyaman, guru dapat mempertimbangkan aspek
pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, dan
musik. Guru yang memiliki pemahaman terhadap latar
belakang budaya siswanya, akan menciptakan lingkungan fisik
yang kondusif untuk belajar. Sementara itu, lingkungan sosial
yang aman dan nyaman dapat diciptakan oleh guru melalui
bahasa yang dipilih, hubungan simpatik antar siswa, dan
perlakuan adil terhadap siswa yang beragam budayanya (Linda
Starr, 2004: 4).
Strategi dan Manajemen Pendidikan Multikultural
17. Selain lingkungan fisik dan sosial, siswa juga
memerlukan gaya pengajaran guru yang menggembirakan.
Menurut Garcia (1982: 146), gaya pengajaran guru
merupakan gaya kepemimpinan atau teknik pengawalan
yang digunakan guru dalam proses pembelajaran (The
Kind of Leadership or Governance Techniques a Teacher
Uses). Dalam proses pembelajaran, gaya kepemimpinan
guru sangat berpengaruh bagi ada atau tidaknya peluang
siswa untuk berbagi pendapat dan membuat keputusan.
Gaya kepemimpinan guru berkisar pada otoriter,
demokratis, dan bebas (Laizzes Faire).