1. MENGANALISIS PEMBELAJARAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengembangan Bahan Pembelajaran
Yang dibina oleh Ibu Siti Umayaroh
Oleh:
Neni Sulistyoningrum 109151415403
Nastiti Rahajeng 109151415406
Jiwa Ihsanty 109151415415
Nareswara Nugraha 109151422299
The Learning University
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
Oktober 2011
2. PEMBAHASAN
A. Pengertian pembelajaran individual
Istilah pembelajaran individual atau pembelajaran perseorangan
(Individual Instruction) merupakan suatu siasat (strategi) untuk mengatur
kegiatan belajar mengajar sedemikian rupa sehingga setiap siswa memperoleh
perhatian lebih banyak daripada yang dapat diberikan dalam rangka
pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam kelompok siswa yang besar.
Menurut Duane (dalam Mbulu, 2001:1) pembelajaran individual merupakan
suatu cara pengaturan program belajar dalam setiap mata pelajaran, disusun
dalam suatu cara tertentu yang disediakan bagi tiap siswa agar dapat memacu
kecepatan belajarnya dibawah bimbingan guru.
Individualisasi adalah strategi pengajaran yang menekankan penyesuaian
pengajaran kepada perbedaan-perbedaan individual murid. Individualisasi
pengajaran memberikan kemungkinan penyesuaian apa yang dipelajari dengan
kebutuhan, kemampuan dan minat tiap siswa. Dengan demikian tiap individu
diharapkan maju selaras dengan kecepatannya sendiri tanpa menunggu
kemampuan kawannya yang lain (Arifin, 1991).
Pengindividualisasian adalah suatu cara berfikir tentang pengaturang kelas.
Pengindividualisasian bukanlah suatu metode pengajaran, namun merupakan
suatu cara bagi guru untuk mengatur siswa, perlengkapan dan alat-alat
pelajaran sehingga setiap anak dengan keinginannya yang besar dapat belajar
sesuai dengan kemampuan yang maksimal, tanpa mengalami stress dan
ketegangan mental yang tidak semestinya (Arifin, 1991).
Individualized instructtion involves adapting instructional procedures to
fit each student’s individual needs so as to maximize his/her learning and
development (Gronlund, 1974).
B. Konsep Kebutuhan Pembelajaran
Kesenjangan adalah sebuah permasalahan yang harus dipecahkan karena
itu kesenjangan dijadikan suatu kebutuhan dalam merancang pembelajaran,
sehingga pembelajaran yang dilaksanakan merupakan solusi terbaik. Bila
3. kesenjangan tersebut dan menimbulkan efek yang besar, maka perlu
diprioritaskan dalam pengatasan masalah (Dick and Carey : 1990,15 - 27 ),
mencampuradukkan antara kebutuhan dan keinginan diidentikkan adalah hal
yang keliru sebab menurut M. Atwi Suparman (2001 : 63) kebutuhan adalah
kesenjangan antara keadaan sekarang dengan yang seharusnya dalam redaksi
yang berbeda tapi sama. Morrison (2001: 27), mengatakan bahwa kebutuhan
(need) diartikan sebagai kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan
kondisi yang sebenarnya, keinginan adalah harapan ke depan atau cita-cita
yang terkait dengan pemecahan terhadap suatu masalah. Sedangkan analisa
kebutuhan adalah alat untuk mengidentifikasi masalah guna menentukan
tindakan yang tepat. (Morrison, 2001: 27)
Oleh karena itu Kaufman (1982) mengajak kita meyakini betul apa
masalah yang kita hadapi (M. Atwi Suparman: 2001-63), maka jika kita
mengajar hendaknya kita mengajukan kepada diri kita suatu pertanyaan
apakah pemberian pembelajaran itu dapat memecahkan masalah? Pertanyaan-
pertanyaan senada antara lain:
1) Apa kebutuhan yang dihadapi.
2) Apakah kebutuhan tersebut merupakan masalah.
3) Apa penyebabnya.
4) Apakah pemberian pelajaran merupakan cara yang tepat untuk
memecahkan masalah.
Morrison (2001: 27) membagi fungsi analisa kebutuhan sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan atau tugas
sekarang yaitu masalah apa yang mempengaruhi hasil pembelajaran.
2) Mengidentifikasi kebutuhan mendesak yang terkait dengan finansial,
keamanan atau masalah lain yang menggangu pekerjaan atau lingkungan
pendidikan
3) Menyajikan prioritas-prioritas untuk memilih tindakan.
4) Memberikan data basis untuk menganalisa efektifitas pembelajaran.
Ada enam macam kebutuhan yang biasa digunakan untuk merencanakan dan
mengadakan analisa kebutuhan (Morrison, 2001: 28-30).
1) Kebutuhan Normatif
4. Membandingkan peserta didik dengan standar nasional, misal, Ebtanas,
UMPTN, dan sebagainya.
2) Kebutuhan Komperatif
Membandingkan peserta didik pada satu kelompok dengan kelompok lain
yang selevel. Misal, hasil Ebtanas SLTP A dengan SLTP B.
3) Kebutuhan yang dirasakan
Hasrat atau kinginan yang dimiliki masing-masing peserta didik yang
perlu ditingkatkan. Kebutuhan ini menunjukan kesenjangan antara tingkat
ketrampilan/kenyataan yang nampak dengan yang dirasakan. Cara terbaik
untuk mengidentifikasi kebutuhan ini dengan cara interview.
4) Kebutuhan yang diekspresikan
Kebutuhan yang dirasakan seseorang mampu diekspresikan dalam
tindakan. Misal, siswa yang mendaftar sebuah kursus.
5) Kebutuhan Masa Depan
Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang akan terjadi dimasa
mendatang. Misal, penerapan teknik pembelajaran yang baru, dan
sebagainya.
6) Kebutuhan Insidentil yang mendesak
Faktor negatif yang muncul di luar dugaan yang sangat berpengaruh.
Misal, bencana nuklir, kesalahan medis, bencana alam, dan sebagainya.
C. Pengertian Analisis Pembelajaran
Analisis pembelajaran merupakan proses penjabaran prilaku umum
menuju ke prilaku khusus yang tersusun secara logis dan sistematis.
Menurut Dick and Carey analisis pembelajaran adalah seperangkat
prosedur yang bisa diterapkan dalam suatu tujuan pembelajaran menghasilkan
identifikasi langkah-langkah yang relevan bagi penyelenggara suatu tujuan
dan kemampuan-kemampuan subordinat yang dibutuhkan oleh mahasiswa
untuk mencapai tujuan.
Analisis pembelajaran adalah satu dari beberapa langkah yang harus
direncanakan dan dipersiapkan secara matang sebelum kita mentransfer
sebuah ilmu kepada siswa. Perlu direncanakan dan dipersiapkan secara
5. matang, karena pada analisis pembelajaran ini terjadi proses menjabarkan
perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan
sistematik (Atwi Suparman, 2001 : 89).
Kegiatan ini dimaksudkan agar tergambar susunan perilaku khusus dari
yang paling awal sampai yang paling akhir. Baik jumlah maupun susunan
perilaku tersebut akan memberikan keyakinan kepada pengajar bahwa
perilaku yang tercantum dalam TIU (Tujuan Instruksional Umum) dapat
dicapai secara efektif dan efisien. Namun kenyataannya, tidak sedikit dari
pengembang pembelajaran (termasuk pengajar) melewati tahapan ini.
Kebanyakan dari mereka dari TIU (Tujuan Instruksional Umum) langsung
melompat ke penulisan TIK (Tujuan Instruksional Khusus), tes, atau isi
pelajaran, sehingga kegiatan pembelajaran yang dihasilkan menjadi tidak
sistematik.
Analisis instruksional adalah proses menjabarkan perilaku umum menjadi
perilaku khusus yang tersusun secara logis dan sistematik. Penjabaran
tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan susunan yang jelas mengenai
kedudukan perilaku khusus manakah yang perlu dilakukan terlebih dahulu
dari perilaku yang lain. Banyak alasan yang membuat kita mendahulukan
perilaku khusus yang satu dengan perilaku khusus lainnya, diantaranya karena
alasan-alasan sebagai berikut: kedudukannya sebagai perilaku prasyarat,
perilaku yang menurut urutan gerakan fisik berlangsung terlebih dahulu,
perilaku yang menurut proses psikologis muncul lebih dahulu, atau secara
kronologis terjadi lebih awal.
Jadi bisa dikatakan, dengan melakukan analisis pembelajaran, kita akan
mendapatkan gambaran tentang susunan perilaku khusus dari yang paling
awal sampai yang paling akhir. Atau dengan perkataan lain, melalui tahap
perilaku-perilaku khusus tertentu siswa akan mencapai perilaku umum.
Perilaku khusus yang telah tersusun secara sistematik menuju perilaku umum
itu laksana jalan yang singkat yang harus dilalui siswa untuk mencapai
tujuannya dengan baik.
D. Posisi Analisis Pembelajaran dalam Sistem Pembelajaran
6. Sistem adalah benda, peristiwa, kejadian, atau cara yang terorganisasi yang
terdiri atas bagian-bagian yang lebih kecil dan seluruh bagian tersebut secara
bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi ini
menunjukkan bahwa suatu benda atau peristiwa baru dapat disebut sistem bila
memenuhi empat kriteria secara sekaligus, yaitu: pertama, dapat dibagi
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil; kedua, setiap bagian mempunyai
fungsi tersendiri; ketiga, seluruh bagian itu melakukan fungsi secara bersama;
keempat, fungsi bersama yang dilakukannya mempunyai suatu tujuan
tertentu.
Dari pengertian sistem di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
pembelajaran adalah salah satu contoh dari sistem dan analisis pembelajaran
adalah salah satu komponen pembangun sistem tersebut. Dengan demikian,
dimanakah posisi analisis pembelajaran dalam sistem pembelajaran? Berikut
gambarannya.
7. MELAKUKAN
ANALISIS
MENULIS TES
PEMBELAJARAN
ACUAN PATOKAN
MENULIS TUJUAN MENGEMBANGKAN MENYUSUN DESAIN SISTEM
INSTRUKSIONAL BAHAN DAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN
KHUSUS (TIK) PEMBELAJARAN EVALUASI FORMATIF
IDENTIFIKASI
KEBUTUHAN
PEMBELAJARAN
DAN MENULIS
TUJUAN
INSTRUKSIONAL
UMUM (TIU)
MENYUSUN
MENGIDENTIFIKASI STRATEGI
PERILAKU DAN PEMBELAJARAN
KARAKTERISTIK AWAL
SISWA
Bagan 1. Model Pengembangan Instruksional (MPI)
8. Bila disederhanakan, sesungguhnya sistem pembelajaran di atas hanya
terdiri dari tiga tahapan yang tergambar sebagai berikut:
Mengidentifikasi Mengembangkan Mengevaluasi
Merevisi
Bagan 2. Bagan Sederhana Pendekatan Sistem
Mengapa bagan satu bisa disederhanakan menjadi bagan dua? karena
bagan satu merupakan uraian dari komponen-komponen utama yang terdapat
dalam bagan dua. Lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap mengidentifikasi yang terdapat dalam bagan sederhana telah diuraikan
menjadi tiga langkah, yaitu: mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan
menulis tujuan umum, melakukan analisis instruksional, serta
mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa.
2. Tahap mengembangkan telah diuraikan menjadi empat langkah, yaitu:
menulis tujuan pembelajaran, menulis tes acuan patokan, menyusun strategi
pembelajaran, dan mengembangkan bahan pembelajaran.
3. Tahap mengevaluasi dan merevisi dinyatakan dalam mendesain dan
melaksanakan evaluasi formatif yang termasuk didalamnya kegiatan
merevisi.
Dengan demikian, sudah jelas dimanakah posisi analisis pembelajaran
dalam sebuah sistem pembelajaran, yaitu pada tahap identifikasi atau
perencanaan.
E. Struktur Perilaku
Perubahan perilaku adalah salah satu tujuan dari sebuah pembelajaran.
Dari belum tahu menjadi tahu, dari sudah tahu menjadi lebih tahu, dan dari
yang tadinya berperilaku negatif berubah menjadi berperilaku positif. Lalu,
apa sebenarnya perilaku itu? Leonard F. Polhaupessy dalam sebuah buku
yang berjudul Perilaku Manusia (dalam www.infoskripsi.com) menguraikan
bahwa perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti
9. orang berjalan, naik sepeda, dan mengendarai motor atau mobil. Bila kedua
kalimat di atas dihubungkan maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa
hasil dari sebuah pembelajaran harus bisa diukur perubahan perilakunya
berdasarkan parameter tertentu.
Seperti sudah dipaparkan pada point sebelumnya, bahwa menganalisis
pembelajaran adalah kegiatan menguraikan atau menjabarkan perilaku
umum menjadi perilaku khusus. Bila perilaku umum diuraikan menjadi
perilaku khusus akan terdapat empat macam susunan, yaitu hierarkikal,
prosedural, pengelompokan (cluster), dan kombinasi.
1. Struktur hierarkikal
Yaitu kedudukan dua prilaku yang menunjukkan bahwa salah satu
prilaku hanya dapat dilakukan bila telah dikuasai prilaku yang lain.
Struktur perilaku yang hierarkikal adalah kedudukan dan perilaku yang
menunjukkan bahwa salah satu perilaku hanya dapat dilakukan bila telah
dikuasai perilaku yang lain. Sebagai contoh: siswa tidak bisa menerapkan
perilaku menghitung perkalian kalau belum bisa menerapkan perilaku
menghitung penjumlahan. Secara sederhana struktur hierarkikal dapat
digambarkan sebagai berikut:
Menerapkan menghitung perkalian
Menerapkan menghitung penjumlahan
Bagan 3. Contoh Struktur Hierarkikal
2. Struktur Prosedural
Struktur perilaku prosedural adalah kedudukan beberapa perilaku yang
menunjukkan satu seri urutan penampilan perilaku, tetapi tidak ada yang
menjadi perilaku prasyarat untuk yang lain. Walaupun kedua perilaku khusus
itu harus dilakukan berurutan untuk dapat melakukan suatu perilaku umum,
tetapi setiap perilaku itu dapat dipelajari secara terpisah. Sebagai contoh:
dalam melakukan perilaku umum lari cepat terdapat sedikitnya tiga perilaku
khusus yang terstruktur secara prosedural.
10. Start Lari Melintasi garis finish
Bagan 4. Contoh Struktur Prosedural
Ketiga perilaku khusus tersebut harus dilakukan secara berurutan untuk
dapat melakukan perilaku lari cepat dengan baik. Tetapi setiap perilaku
khusus itu dapat dipelajari secara terpisah. Untuk belajar lari cepat dengan
teknik yang baik tidak harus dapat melakukan start terlebih dahulu.
Demikian pula untuk mempelajari garis finish dengan baik dan melintasi
garis finish. Melakukan start bukanlah perilaku prasyarat untuk perilaku lari.
Demikian pula perilaku lari bukanlah prasyarat untuk mempelajari cara
melintasi garis finish. Tidak ada perilaku khusus yang menjadi prasyarat
untuk mempelajari perilaku khusus yang lain. Ketiga perilaku khusus
tersebut di atas merupakan suatu seri gerakan yang ditampilkan secara
berurutan oleh seorang pelari cepat, tetapi tidak tersusun secara hierarkikal.
Susunan ketiganya disebut prosedural.
3. Struktur pengelompokan (cluster)
Disamping perilaku-perilaku khusus yang dapat diurut sebagai
hierarkikal dan prosedural, terdapat perilaku-perilaku khusus yang tidak
mempunyai ketergantungan antara satu dan yang lain, walaupun semuanya
berhubungan. Dalam keadaan seperti itu, garis penghubung antar perilaku
khusus yang satu dan yang lain tidak diperlukan. Sebagai contoh: perilaku
untuk menunjukkan batas-batas propinsi di Pulau Jawa.
Menunjukkan batas propinsi di Pulau Jawa
Menunjukkan batas Menunjukkan batas Menunjukkan batas
Propinsi Jawa Barat Propinsi Jawa Propinsi Jawa Timur
Tengah
Bagan 5. Contoh Struktur Pengelompokkan (Cluster)
Menunjukkan batas propinsi yang satu dan propinsi yang lain tidak
terkait secara hierarkikal dan tidak pula secara prosedural. Seseorang dapat
11. mulai menunjukkan batas propinsi dari Jawa Barat sampai Jawa Timur, atau
sebaliknya. Bahkan dapat dapat pula dimulai dari propinsi yang berada di
bagian tengah.
4. Struktur kombinasi
Suatu perilaku umum bila diuraikan menjadi perilaku khusus sebagian
tersebar akan terstruktur secara kombinasi antara struktur hierarkikal,
prosedural, dan pengelompokkan. Sebagian dari perilaku khusus yang
terdapat di dalam ruang lingkup perilaku umum itu mempersyaratkan
perilaku khusus yang lain. Selebihnya merupakan urutan penampilan
perilaku khusus dan umum. Sebagai contoh: perilaku umum melakukan lari
cepat dapat diuraikan dalam perilaku khusus sebagai berikut:
Merangkai start, lari, dan melintasi garis finish
Start Lari Melintasi garis finish
Menjelaskan Menjelaskan Menjelaskan teknik
teknik start teknik lari melintasi garis finish
Bagan 6. Contoh Struktur Kombinasi
Perilaku umum melakukan lari cepat terbentuk dengan cara
merangkaikan perilaku start, lari, dan melintasi garis finish. Perilaku
merangkaikan tersebut hanya dapat dilakukan bila ketiga perilaku start, lari,
dan melintasi garis finish telah dikuasai seluruhnya. Dengan demikian,
merangkaikan start, lari, dan melintasi garis finish membutuhkan prasyarat
untuk melakukan setiap gerakan tersebut satu persatu. Mana yang lebih
dahulu harus dilakukan diantara ketiga gerakan tersebut? Terserah, setiap
orang dapat memilih salah satu diantaranya.
F. Menganalisis Kebutuhan Pembelajaran
Tahap-tahap dalam melaksanakan analisa kebutuhan sebagai berikut
(Morrison, 2001):
12. 1) Perencanaan : yang perlu dilakukan; membuat klasifikasi siswa,
siapa yang akan terlibat dalam kegiatan dan cara pengumpulannya.
2) Pengumpulan data : perlu mempertimbangkan besar kecilnya sampel
dalam penyebarannya (distribusi).
3) Analisa data : setelah data terkumpul kemudian data dianalisis
dengan pertimbangan : ekonomi, rangking, frequensi dan kebutuhan.
4) Membuat laporan akhir : dalam sebuah laporan analisa kebutuhan
mencakup empat bagian; analisa tujuan, analisa proses, analisa hasil
dengan table dan penjelasan singkat, rekomendasi yang terkait
dengan data.
Membicarakan tentang analisis tujuan tidak bisa dipisahkan dengan input
yang terkait dengan masalah dan proses analisa kebutuhan.
G. Strategi Penilaian Kebutuhan.
Untuk memahami suatu kebutuhan termasuk masalah atau perlu
penilaian terlebih dahulu terhadap kebutuhan yang teridentifikasi yang
disebut need assessment.
Rasset menekankan pentingnya pengumpulan informasi tentang penilaian
kebutuhan secara langsung dari siswa baik orang dewasa maupun siswa
umum. la mengidentifikasi lima tipe pertanyaan yang berbeda-beda kelima
pertanyaan tersebut:
1. Tipe pertanyaan untuk mengidentifikasi masalah siswa atau „leaner‟
tentang seperti masalah yang sedang dihadapi.
2. Tipe pertanyaan yang menanyakan kepada siswa untuk
mengungkapkan prioritas-prioritas diantara ketrampilan-ketrampilan
yang mungkin dapat dimasukkan dalam pelajaran. Contoh : ketrampilan
apa yang dibutuhkan ?
3. Tipe pertanyaan yang meminta kepada siswa untuk
mendemonstrasikan ketrampilan tertentu. Contoh : tulislah pertanyaan
dengan kalimat yang pendek
4. Tipe pertanyaan mencoba untuk mengungkapkan perasaan dan kesan
siswa tentang suatu pelajaran tertentu. Contoh : apa yang menarik dari
pelajaran tersebut ?
13. 5. Tipe pertanyaan yang memberikan kepada siswa untuk menentukan
pemecahan sendiri secara baik. Contoh : apa yang paling baik dilakukan
untuk ... ?
Harles (1975) menggambarkan partisipasi pihak-pihak yang mempunyai
hubungan kerja sama untuk mengidentifikasikan kebutuhan pembelajaran
yaitu siswa, pendidik, masyarakat dalam bentuk segitiga.
Atwi Suparman (2001 : 65-72) ada 8 langkah dalam mengidentifikasi
kebutuhan pembelajaran sebagai berikut:
Langkah 1.
Mengidentifikasi kesenjangan hasil prestasi saat ini dengan yang
diidealkan. Untuk memperoleh data tersebut menggunakan cara ; membaca
laporan tertulis observasi, wawancara, angket dan dokumen.
Langkah 2.
Sebelum mengambil tindakan pemecahan masalah, kesenjangan tersebut
harus dinilai terlebih dahulu dari segi:
Tingkat signifikasi pengaruhnya.
Luas ruang lingkup.
Pentingnya peranan kesenjangan terhadap masa depan lembaga atau
program.
Langkah 3.
Yang dilakukan dalam langkah ini:
1. Menganalisis kemungkinan penyebab kesenjangan melalui
observasi,wawancara, analisa logis.
2. Memisahkan kemungkinan penyebab yang tidak berasal dari
kekurangan pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk diserahkan
penyelesaiannya kepada pihak lain.
3. Mengelompokkan kemungkinan penyebab yang berasal dari
kekurangan pengetahuan ketrampilan dan sikap tertentu untuk
diteruskan ke langkah 4.
Langkah 4.
14. Menginterview siswa untuk memisahkan antara yang sudah pernah dan
yang belum memperoleh pendidikan, bagi yang sudah berpendidikan
melanjutkan ke-langkah 5 dan bagi yang belum meneruskan ke-langkah 8.
Langkah 5
Bagi peserta yang sudah berpendidikan pada langkah ini dikelompokkan
lagi mejadi peserta yang sering mengikuti pendidikan menuju ke-langkah 6
dan jarang mengikuti pendidikan melanjutkan ke-langkah 7.
Langkah 6.
Kelompok yang sudah sering mendapat pendidikan diberi umpan balik
atas kekurangannya dan diminta untuk mempraktekkan kembali sampai
dapat melakukan tugasnya seperti yang diinginkan.
Langkah 7.
Bagi kelompok yang masih jarang mengikuti pendidikan diberi
kesempatan lebih banyak untuk berlatih kembali, ini perlu disupervisi dari
dekat agar mencapai hasil yang diinginkan.
Langkah 8.
Untuk kelompok peserta yang belum pernah memperoleh pendidikan
perlu dibuatkan intruksional yang mencakup pengetahuan dan ketrampilan
yang diperlukan untuk diketahui peserta.
H. Langkah-Langkah Melakukan Analisis Pembelajaran
One of the most common ways of individualizing instructions is that of preparing local
learning guides, similar to those used in the national programs described earlier. These
typically consist of (Gronlund, 1974):
1. One or more objectives stated in behavioral or performance terms
2. A set of learning activities for achieving the objectives
3. Criterion-referenced test for measuring entry behavior, student progress and terminal
achievement
Typically, the basic learning guide includes the following elements (Gronlund, 1974):
15. 1. Name of the unit (topic to be studied)
2. Purpose of the unit (reason for studying the topic)
Example: this lesson will help you learn to use the dictionary. This is useful because
the dictionary tells you the meaning of word and how to spell and pronounce them
3. Statement of objectives (intended learning outcomes)
4. Pretest (or direction for obtaining it)
5. Learning activities (materials and method for achieving the objectives)
Read books
Read magazine articles
Read newspaper articles
Use programmed materials
View film or filmstrips
Listen to tapes
Conduct experiments
Do project
Play games
Take field trips
Practice communication skills
Discuss questions with teacher or peers
Take self-test on unit activities
6. Self tests (to aid student in monitoring his learning)
7. Posttest (or direction for obtaining it)
8. Enrichment activities (learning opportunities beyond the objectives)
These are for use by students who want to study a topic in more depth , practice the
application of a knowledge or skill, or simply persue a newly developed interest.
Selanjutnya akan dipaparkan langkah-langkah yang bisa digunakan
dalam menganalisis pembelajaran:
1. Menuliskan perilaku umum yang telah anda tulis dalam TIU untuk mata
pelajaran yang sedang anda kembangkan.
2. Menulis setiap perilaku khusus yang menurut anda menjadi bagian dari
perilaku umum tersebut. Jumlah perilaku khusus untuk setiap perilaku umum
16. berkisar antara 5 – 10 buah. Bila sangat diperlukan, anda masih mungkin
menambahnya lebih banyak.
3. Menyusun perilaku khusus tersebut ke dalam suatu daftar urutan yang logis
dimulai dari perilaku umum, perilaku khusus yang paling “dekat”
hubungannya dengan perilaku umum diteruskan “mundur” sampai perilaku
yang paling jauh dari perilaku umum.
4. Menambah perilaku khusus tersebut atau mengurangi jika perlu. Tanamkan
dalam pikiran anda bahwa anda harus berusaha melengkapi daftar perilaku
khusus itu.
5. Menulis setiap perilaku khusus tersebut dalam suatu lembar kartu atau kertas
ukuran 3 x 5 cm.
6. Menyusun kartu tersebut di atas meja atau lantai dengan menempatkannya
dalam struktur hierarkikal, prosedural, atau pengelompokkan, menurut
kedudukan masing-masing terhadap kartu yang lain. Letakkan kartu tersebut
sejajar atau horizontal untuk perilaku-perilaku yang mempunyai struktur
prosedural dan pengelompokkan serta letakkan secara vertikal untuk
perilaku-perilaku yang hierarkikal. Dalam proses ini anda seolah-olah sedang
bermain kartu dengan cara mencocokkan letak suatu kartu di antara kartu
yang lain. Hal itu akan mengasyikkan, mungkin memakan waktu berjam-
jam.
7. Jika perlu, tambahkan dengan perilaku khusus lain yang dianggap perlu atau
kurangi bila dianggap lebih. Sampai batas ini anda harus yakin betul bahwa
tidak ada perilaku khusus yang masih ketinggalan atau kelebihan serta
susunannya menurut struktur hierarkikal, prosedural, pengelompokan, atau
kombinasi.
8. Menggambar letak perilaku-perilaku tersebut dalam bentuk kotak-kotak di
atas kertas lebar sesuai dengan letak kartu yang telah anda susun.
Hubungkan kotak-kotak yang telah anda gambar tersebut dengan garis-garis
vertikal dan horizontal untuk menyatakan hubungannya yang hierarkikal,
prosedural, atau pengelompokkan.
9. Meneliti kemungkinan menghubungkan perilaku umum yang satu dan yang
lain atau perilaku-perilaku khusus yang berada di bawah perilaku umum
yang berbeda.
17. 10. Memberi nomor urut pada setiap perilaku khusus dimulai dari yang terjauh
sampai ke yang terdekat dengan perilaku umum. Pemberian nomor urut ini
akan menunjukkan urutan perilaku tersebut bila diajarkan kepada
mahasiswa. Ada hal yang perlu diperhatikan dalam memberi nomor tersebut.
Pertama, pemberian nomor urut perilaku-perilaku khusus yang terstruktur
hierarkikal harus dilakukan dari bawah ke atas. Kedua, pemberian nomor
urut perilaku-perilaku khusus yang terstruktur prosedural dapat berlainan
dari urutan penampilan perilaku-perilaku khusus tersebut dalam pekerjaan.
Urutan perilaku-perilaku khusus tersebut dilakukan dari yang lebih
sederhana ke yang lebih kompleks atau sulit dan kemiripan atau kaitan
gerakan yang satu dan yang lain. Ketiga, pemberian nomor urut perilaku-
perilaku khusus yang terstruktur pengelompokkan dilakukan dengan cara
yang sama dengan prosedural.
11. Mengkonsultasikan atau mendiskusikan bagan yang telah anda susun dengan
teman sejawat untuk mendapatkan masukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam diskusi tersebut adalah:
a. Lengkap tidaknya perilaku khusus sebagai penjabaran dari setiap
perilaku umum
b. Logis tidaknya urutan dari perilaku-perilaku khusus menuju perilaku
umum
c. Stuktur hubungan perilaku-perilaku khusus tersebut (hierarkikal,
prosedural, pengelompokkan, atau kombinasi)
Setiap perilaku yang ditulis masih dapat diperinci lagi menjadi perilaku
yang lebih kecil atau halus lagi tergantung kepada keinginan pengembang
pembelajaran, sampai batas mana ia akan berhenti. Dalam praktik melakukan
analisis pembelajaran bagi kebutuhan mata pelajaran anda, satu perilaku
umum dapat diuraikan menjadi 5 sampai 10 perilaku khusus. Bila anda
menghendakinya, setiap perilaku khusus itu masih mungkin dijabarkan lagi.
Bila lebih cermat dan lebih rajin melakukan kegiatan analisis tersebut, anda
akan lebih mudah melakukan langkah-langkah pengembangan instruksional
selanjutnya. Pekerjaan menganalisis tersebut sangat menantang, tetapi tidak
terlalu sulit sepanjang anda dapat menyediakan waktu itu. Pekerjaan tersebut
18. banyak menuntut penggunaan logika. Disinilah salah satu letak penggunaan
akal sehat dalam proses pengembangan instruksional.
I. Contoh Analisis Pembelajaran
Mata pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : SD kelas 4
Standar Kompetensi : Siswa mampu melanjutkan cerita narasi
MELANJUTKAN CERITA NARASI
MEMBUAT MEMBUAT MEMBUAT LATAR
PENOKOHAN KEJADIAN RUANG/WAKTU
LATAR
PENOKOHAN KEJADIAN RUANG/WAKTU
MENJELASKAN
PENGERTIAN
MEMBANGUN UNSUR
UTAMA CERITA
MENJELASKAN MENJELASKAN
TENTANG JENIS TENTANG JENIS
CERITA NARASI CERITA NARASI
FIKSI NONFIKSI
MENJELASKAN TENTANG
JENIS CERITA NARASI
MENJELASKAN TENTANG
PENGERTIAN CERITA NARASI
Bagan 7. Contoh Peta Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
19. Contoh 2:
Type of learning : Attitude (Dick and Carey : Hal 40).
GOAL: Choose to maximize personal safety while staying in a hotel.
Goal analysis.
Memperagakan alat pengaman Memilih/ mengikuti sistem
kebakaran hotel pengamanan yang berlaku di
hotel tersebut
Menunjukkan petunjuk Menunjukkan fasilitas Menunjukkan fasilitas
prosedural dari darurat dalam kamar darurat yang dekat
pengamanan kebakaran hotel kamar hotel
Bagan 8. Contoh 2 peta kompetensi antisipasi kebakaran
J. Kesimpulan
Pembelajaran adalah sebuah sistem yang terdiri dari beberapa komponen
atau subsistem yang membangunnya dan analisis pembelajaran merupakan
satu dari sekian banyak komponen yang ada. Analisis pembelajaran memiliki
peranan yang strategis dalam hal membuat pembelajaran menjadi lebih
sistematis, terarah, dan jelas arah tujuannya. Dikatakan demikian, karena
dalam analisis pembelajaran kita akan melakukan pemetaan kompetensi,
mulai dari penguraian perilaku umum menjadi perilaku khusus, dari yang
“dekat” sampai dengan yang “jauh” dari penguasaan siswa. Jadi dengan kata
lain, semakin cermat kita melakukan analisis pembelajaran, akan semakin
mudahlah kita dalam melakukan langkah-langkah pengembangan
pembelajaran selanjutnya.
20. DAFTAR RUJUKAN
Anonymous. Konsep Perilaku: Pengertian Perilaku, Bentuk Perilaku dan
Domain Perilaku. (Online), http://www.infoskripsi.com/Free-
Resource/Konsep-Perilaku-Pengertian-Perilaku-Bentuk-Perilaku-dan-
Domain-Perilaku.html. Diakses 25 Oktober 2011.
Arifin, Syamsul. 1990. Individualisasi Pengajaran. Malang: Depdikbud IKIP
Malang
Atwi Suparman, Desain Instructional, Proyek pengembangan Universitas
Terbuka Ditjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional, 2001.
Dick, Walter and Carey Lou, The Systematic Design of instruction 3rd Ed,
Includes Bibliographical References, USA, Walter Dick and Lou Carey
1990.
Gary. R, Morrison, Steven M, Ross, Jerrold E Kemp : Designing Effective
Instruction, Third Edition John Wiley and Sons, inc printed in the USA
2001.
Gronlund, Norman E. 1974. Individualizing Classroom Instruction. New York:
Macmillan Publishing Co., Inc.
Harjanto. (2008). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Mbulu, Joseph. 2001. Pengajaran Individual: Pendekatan, Metode, Dan Media,
Pedoman Mengajar Bagi Guru Dan Calon Guru. Malang: Elang Mas.
Suparman, Atwi. (1997). Desain Instruksional. Jakarta: Depdikbud.
Wahyuni, Lussy Dwiutami. 2009. Peta Kompetensi (Analisis Pembelajaran).
(Online), http://lussysf.multiply.com/journal/item/469, diakses 26 Oktober
2011.