SlideShare a Scribd company logo
1 of 30
Assalamualaykum wr wb
Bagaimana Kabarnya? Mungkin biasanya dalam blog ini saya berintuisi dalam suatu balutan kata
, sekarang mungkin saya akan mencoba membuat sesuatu yang menarik yaitu merangkai angka
menjadi sesuatu formula yang bisa dipandang seindah prosa.Ngomongin masalah Puisi atau
prosa buat anak sastra sudah biasa, tapi lain hal jika puisi ataupun prosa tersebut yang membuat
adalah anak fisika , wah pasti pada mikir semua kira-kira bagaimana hasil kreasi sastra ala
fisika?yuk chek this out!
A. Pengertian Lagrange
Salah satu masalah umum kalkulus multivariabel adalah menemukan maksimum atau
minimum dari suatu fungsi, tetapi seringkali terjadi kesulitan untuk menemukannya. Kesulitan
ini sering timbul ketika memaksimalkan atau meminimalkan fungsi mengikuti kendala.Metode
Lagrange adalah alat yang ampuh untuk memecahkan masalah ini tanpa perlu secara eksplisit
mengatasi kondisi dan menggunakannya untuk menghilangkan variabel ekstra.
Metode lagrange menyajikan suatu prosedur aljabar untuk penentuan titik P0 dan P1.
Karena di titik- titik demikian, kurva ketinggian dan kurva kendala saling menyinggung
(mempunyai garis singgung yang sama dan mempunyai suatu garis tegak lurus bersama. Tetapi
disebarang titik dari kurva ketinggian, vector gradien ∇f tegak lurus terhadap kurva ketinggian,
dan dengan cara serupa ∇g tegak lurus terhadap kurva kendala.jadi, ∇f dan ∇g sejajar di Po dan
juga P1. Yaitu:
∇f(Po) = λ0 ∇g (P0) dan ∇f(P1) = λ1 ∇g (P1)
λ adalah Multiplier konstanta yang tidak diketahui, diperlukan karena besarnya dari dua gradien
mungkin berbeda.
Andaikan f (x,y) dimaksimisasi atau diminimisasi dengan batasan g (x,y) = 0. Maka bentuk
fungsi objektifnya adalah;
F ( x, y, λ ) = f (x,y) – λ. g (x, y)
Diferensiasikan F ( x, y, λ ) secara Parsial terhadap x, y dan λ dan dinyatakan hasilnya sama de
ngan nol.
Nah sekilas sudah dapat mengerti bagaiamana tentang persamaan lagrangian? Nah
selanjutnya kita akan membahas bahwa persamaan tersebut bukan hanya menjadi deretan fungsi
saja tetapi menjadi sebuah terapan yang dapat di aplikasikan yuk kita tengok problem dalam
kehidupan sehari-hari
Perkembangan ilmu pengetahuan sikap yang sangat cepat, membuat beberapa rahasia
alam terpecahkan. Turbulensi adalah satu fenomenayang sangat menarik karena sangat sulit
dipe-cahkan meskipun gejala ini sudah lama disadari. Sedangkan teori gauge baru saja muncul
untuk mencoba menjelaskan semua dasar interaksi dialam Pemodelan turbulensi dalam teori
gaugemerupakan suatu hal yang benar-benar baru se-hingga usaha untuk menjelaskan masalah
yang sulit terpecahkan (turbulensi) menjadi sangat menarik.
Dinamika fluida dapat digambarkan oleh persamaan Navier-stokes yang diturunkan dari
hukum Newton kedua. Sebelumnya dibeberapa tulisan untuk mengetahui dinamika yang ter-
jadi dengan menghitung hamiltonian dari sistem dengan menggunakan prinsip aksi terkecil. Di
tulisan lain juga menghubungkan persamaan Navier-stokes dengan persamaan maxwell, tetapi
tidak begitu jelas karena menggambarkan dua hal yang berbeda. se-lanjutnya dinamika gerak
sistem. Untuk mengetahui dinamika fluuida di lakukan pendekatan yang berbeda dengan
sebelumnya, yaitu dengan menggunakan relativistik lagrangian bosonik. Hal ini dapat
dilakukan karena persamaan Navier-stokes yang menggambarkan dinamika °uida dapat
dibangun berdasarkan relativistik lagrangian bosonik. Untuk mengetahui interaksi yang
terjadi pada suatu titik dengan menghitung.
Untuk mengetahui dinamika fluida di lakukan pendekatan yang berbeda dengan
sebelumnya, yaitu dengan menggunakan relativistik lagrangian bosonik. Hal ini dapat
dilakukan karena persamaan Navier-stokes yang menggambarkan dinamika °uida dapat
dibangun berdasarkan relativistik lagrangian bosonik. Untuk mengetahui interaksi yang
terjadi pada suatu titik dengan menghitung amplitudo kuadrat dari lagrangian tersebut
1. Turbulensi
Mekanika fluida adalah cabang dari ilmu fisika yang mempelajari tentang aliran fluida yang
bergerak maupun yang diam dan mempelajari tentang peralatan maupun aplikasi yang
berhubungan dengan fluida. Mekanika fluida terbagi menjadi 2 bagian yaitu Statika fluida
yang mempelajari fluida dalam keadaan diam dan dinamika fluida yang mempelajari fluida
bergerak.
mengunakan Dinamika fluida dalam kasus turbulensi. Turbulensi disini memiliki sifat-sifat
viscous (kekentalannya tidak bisa diabaikan) dan rotasional yaitu alirannya berolak. Jean
Leonard Marie Poiseuille dan Gotthilf Heinrich Ludwig Hagen adalah orang yang per-
tama menulis tentang aliran fluida. Mereka membahas mengenai masalah aliran darah di-
dalam pembuluh darah. Mereka menulis tanpa melibatkan pengaruh viskositas. Claude
Louis Marie Navier dan Sir George Gabriel Stokes merumuskan persamaan yang melibatkan
viskositas dan persamaan tersebut dinamakan persamaan Navier-Stokes. Persamaan ini sangat
sulit sehingga hanya bisa menjelaskan fenomene yang sederhana, contohnya adalah laminar. Per-
samaan Bernoulli berhasil diturunkan dari persamaan ini. Persamaan Bernoulli berlaku
untuk°uida yang memiliki kecepatan relatif rendah. Garis arus fluuida belum pecah pada
kecepatan ini. Apabila kecepatan fluida ditambah maka garis arus °uida akan pecah dan berolak.
Pecahnya garis arus dan timbulnya arusi dikenal sebagai fenomena turbulensi. Kapan
terjadinya arus laminar dan turbulensi belum bisa terpecahkan sampai Osborne Reynolds
memperkenalkan bilangan reynolds. Bilangan Reynold ini berbanding lurus dengan kecepatan,
massa jenis fluida dan diameter pipa yang dilalui fluida serta berbanding terbalik dengan viskosi-
tas. Batas antara laminar dan turbulensi bilangan reynoldnya 2300. Jika bilangan reynold lebih
besar dari 2300 maka kemungkinan terbesar dari aliran fluida adalah turbulensi. Transisi aliran
laminar dan turbulen dapat dilihat pada asap rokok. Pada saat asap rokok
mulai mengepul aliran itu adalah laminar. Pada saat asap rokok itu bergerak mulai menjauh
aliran tersebut adalah turbulen. Deskripsi aliran fluida bisa dengan 2 cara, yatu deskripsi
Lagrange dan deskripsi Euler. Pada deskripsi Lagrange aliran fluida dijelaskandengan melihat
lintasan fluida. Deskripsi Euler menggunakan fungsi ruang-waktu. Masalah ini menggunakan
deskripsi Euler. Karakterisasi turbulensi menggunakan 2 parameter yaitu kecepatan dan massa
jenis. Aliran Turbulensi
Aliran Turbulensi ini memenuhi 5 hukum yaitu hukum kekekalan massa, hukum kekekalan
momentum, hokum kekekalan momentum sudut, hukum termodinamika I dan hokum
termodinamika II. Pada bagian ini yang dibahas hanya hukum kekekalan massa dan hukum
kekekalan momentumHukum kekekalan massa menyatakan bahwa fluida tidak bisa diciptakan
dan tidak bisa dimusnahkan. Jika kita menggangu fluuida tersebut maka massa awal akan selalu
sama dengan massa akhirnya. Misalkan ada volume (V) fluida yang dilingkupi oleh permukaan S
. Massa fluida dalam volume (V) adalah ∭ 𝑝𝑑𝑣 massa fluida yang mengalir melalui permukaan
tertutupvadalah ∮ 𝑝𝑑𝑆.Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa fluuida yang keluar dari per-
mukaan tertutup S akan sama dengan hilangnya massa fluida per waktu pada Volume.Pernyataan
ini ditulis Sebagai berikut
∮(𝑃
𝑣
→) . dS = −
𝜕
𝜕𝑡
∫ 𝜌𝑑𝑉
Telah diketahui Lagrangian Navier-Stokes yang menggambarkan dinamika fluida dari
persamaan Navier-Stokes yang invarian terhadap local gauge transformations. Dengan
menggunakan teori medan akan dihitung amplitudo kuadrat dari lagrangian tersebut untuk
mengetahui interaksi pada suatu titik untuk empat fluida. Untuk interaksi empat °uida besarnya
dipengaruhi dua sudut antar fluida yang berinteraksi, kecepatan dan Potensial dari gaya-gaya
konservatif. Pada kasus turbulensi amplitudo kuadrat memiliki arti fisis sebagai Energi
turbulensi.
Persamaan Lagrange
Persamaan gerak partikel yang dinyatakan oleh persamaan Lagrange dapat diperoleh dengan
meninjau energi kinetik dan energi potensial tanpa perlu meninjau gaya yang beraksi pada
partikel. Energi kinetik partikel dalam koordinat kartesian adalah fungsi dari kecepatan, energi
potensial partikel yang bergerak dalam medan konservatif adalah fungsi dari posisi.
Pada umumnya transformasi dari sistem koordinat kartesan r1 ,r2 ,r3,…,t ke sistem koordinat
umum q1, q2, q3,…,t dapat dilakukan dengan menyatakan :
Persamaan ini disebut sebagai persamaan transformasi sehingga
Dengan menganggap ecara eksplisit tak bergantung waktu, maka suku , sehingga :
Apabila ditinjau gerak partikel yang terkendala pada suatu permukaan bidang, maka diperlukan
adanya gaya tertentu yakni gaya konstrain yang berperan mempertahankan kontak antara partikel
dengan permukaan bidang, namun ternyata tak selamanya gaya konstrain yang beraksi terhadap
partikel dapat diketahui. Apabila sistem dianggap setimbang maka total gaya yang bekerja pada
sistem tersebut sama dengan nol , demikian pula total kerja yang dilakukan oleh gaya menggeser
partikel sebesar juga sama dengan nol . Jika total gaya yang bekerja pada sistem terdiri dari gaya
luar dan gaya kendala (konstrain) maka dalam keadaan kesetimbangan mekanik,
Apabila sistem dibatasi pada kondisi kerja nyata oleh gaya kendala sama dengan nol, (misalkan
pada benda tegar tentu saja kerja oleh gaya internalnya sama dengan nol dalam hal ini tidak
terjadi perubahan bentuk benda akibat gaya internal) maka suku kedua pada pers. (4.5) sama
dengan nol sehingga pers. 4.5 menjadi . Oleh karena gaya luar , maka yang harusnya sama
dengan nol (hal ini dipenuhi apabila kita hanya meninjau kesetimbangan saja/statika), namun
apabila ada konstrain/gaya kendala yang bekerja pada sistem yang berada dalam kesetimbangan
mekanik maka diperlukan suatu batasan persamaan gerak seperti yang diajukan oleh D’Alembert
sebagai berikut
dengan = Gaya Luar Sistem dan = Perubahan Impuls
Berdasarkan azas D’ Alembert maka persamaan transformasi menjadi
dimana:
(Gaya umum); adalah hasil transformasi gaya F dari sistem koordinat kartesian (r1 ,r2 ,r3,…) ke
sistem koordinat (q1 ,q2 ,q3,…)
:
L = fungsi Lagrange = kecepatan umum
V = Energi potensial = koordinat umum
T = Energi kinetik
Persamaan (17) disebut persamaan Lagrange dan L = T – V dikenal dengan istilah fungsi
Lagrangian. Jika didefinisikan Lagrangian adalah sebagai selisih antara energi kinetik dan energi
potensial, persamaan Lagrange merupakan persamaan gerak partikel sebagai fungsi dari
koordinat umum, kecepatan umum, dan waktu. Untuk penulisan koordinat umum yaitu koordinat
yang dapat berubah dengan bebas yang cacahnya = f = derajat kebebasan sistem yang tidak lain
adalah dimensi ruang yang ditinjau. Derifatifnya ke waktu dikenal sebagai kecepatan umum.
Sering kali tidak semua dapat bernilai bebas. Terdapat sejumlah Nc pembatas (constraints) gerak
yang mengurangi derajat kebebasan nilai dari 3N buah menjadi 3N-Nc = f buah sehingga hanya f
daripadanya yang benar-benar bebas. Apabila pembatasan gerak tersebut dapat diungkapkan
dalam Nc hubungan fungsi
maka terjadi pembatasan holonomik, jika tidak pembatasan bersifat nonholonomik
Kegayutan Lagrangian terhadap waktu merupakan konsekuensi dari kegayutan konstrain
terhadap waktu atau dikarenakan oleh persamaan transformasi yang menghubungkan koordinat
kartesian dan koordinat umum yang mengandung fungsi waktu. Jadi sistem holonomik yaitu
sistem yang koordinat-koordinat transformasinya tidak tergantung satu sama lain atau fungsi
kendalanya sama dengan nol. Salah satu contohnya seperti dalam Osilator harmonik sederhana.
yang tak memuat waktu, hadir pembatasan skleronomik sedangkanUntuk bergantung waktu
t, pembatasan gerak bersifat rheonomik.bila
Contoh:
Gerak suatu banduk kerucut: jarak titik massa m dengan koordinat kartesan yang sumbu z nya
vertikal ke bawah dari titk gantung O tetap = l . Apabila (x,y,z) adalah kordinat titik P letak zarah
m, maka berlaku
(satu pembatasan gerak)
Pada bagian awal kita telah menggunakan hukum-hukum Newton untuk menganalisis gerak
sebuah benda. Dengan menggunakan hukum ini kita dapat menurunkan persamaan gerak benda.
Hukum Newton dapat diterapkan, jika gaya yang bekerja pada sebuah benda diketahui. Namun
dalam kebanyakan kasus, persoalan yang dihadapi terkadang tidak mudah diselesaikan dengan
menggunakan dinamika gerak serta persyaratan awal yang diberikan. Sebagai contoh, benda
yang bergerak pada sebuah permukaan berbentuk bola. Persoalan yang dihadapi bukan hanya
pada bentuk gaya yang bekerja, akan tetapi penggunaan koordinat, baik cartesian maupun
koordinat lainnya sudah tidak efektif lagi digunakan, sekalipun bentuk persamaan gayanya
diketahui.
Dalam bab ini akan dibahas tentang sebuah pendekatan yang lebih efektif digunakan
dalam mencari persamaan gerak sistem yang pertama dikembangkan oleh matematikawan
Perancis Joseph Louis Lagrange yang disebut formalisme Lagrange. Disamping formalisme
Lagrange terdapat pula formalisme Hamilton yang sangat mirip. Perbedaaan keduanya terletak
pada koordinat umum yang dipakai. Formalisme Hamilton menggunakan posisi dan kecepatan
sebagai koordinat rampatan yang menghasilkan persamaan linier orde-dua, sedangkan pada
formalisme Hamilton posisi dan momentum digunakan untuk koordinat rampatan yang
menghasilkan persamaan diferensial orde-satu. Hasil yang diperoleh dengan kedua formalisme
tersebut konsisten dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan hukum-hukum Newton.
A. KOORDINAT RAMPATAN (UMUM)
Posisi sebuah partikel dalam l ruang dapat dinyatakan dengan menggunakan tiga jenis
koordinat; dapat berupa koordinat Kartesian, koordinat bola atau koordinat silinder. Jika partikel
bergerak pada sebuah bidang, atau pada sebuah permukaan yang terbatas, maka hanya
dibutuhkan dua koordinat untuk menyatakan posisinya, sedangkan untuk partikel yang bergerak
pada sebuah garis lurus atau pada lintasan lengkung cukup dengan menggunakan satu koordinat
saja.
Jika sistem yang ditinjau mengandung N partikel, maka diperlukan paling kurang 3N
koordinat untuk menyatakan posisi semua partikel. Secara umum, terdapat n jumlah minimum
koordinat yang diperlukan untuk menyatakan konfigurasi sistem. Koordinat-koordinat tersebut
dinyatakan dengan
q1, q2, …..qn (1)
yang disebut dengan koordinat rampatan (generalized coordinates). Istilah rampat diambil dari
kata merampat dan papan Koordinat qk dapat saja berupa sudut atau jarak. Tiap koordinat dapat
berubah secara bebas terhadap lainnya; sistem tersebut dinamakan holonomic. Jumlah koordinat
n dalam hal ini disebut dengan derajat kebebasan sistem tersebut.
Dalam sistem yang nonholonomic, masing-masing koordinat tidak dapat berubah secara
bebas satu sama lain, yang berarti bahwa banyaknya derajat kebebasan adalah lebih kecil dari
jumlah minimum koordinat yang diperlukan untuk menyatakan konfigurasi sistem. Salah satu
contoh sistem nonholonomic adalah sebuah bola yang dibatasi meluncur pada sebuah bidang
kasar. Lima koordinat diperlukan untuk menyatakan konfigurasi sistem, yakni dua koordinat
untuk menyatakan posisi pusat bola dan tiga koordinat untuk menyatakan perputarannya. Dalam
hal ini, koordinat-koordinat tersebut tidak dapat berubah semuanya secara bebas. Jika bola
tersebut menggelinding, paling kurang dua koordinat mesti berubah. Dalam pembahasan
selanjutnya kita akan membatasi diri pada sistem holonomic.
Untuk partikel tunggal, fungsi koordinat rampatan lebih mudah diungkapkan dengan
menggunakan koordinat Kartesius:
x = x(q)
(satu derajat kebebasan - gerak pada sebuah kurva).
x = x(q1,q2)
(dua derajat kebebasan - gerak pada sebuah permukaan).
x = x(q1,q2,q3)
y = y(q1,q2,q3)
z = z(q1,q2,q3)
(tiga derajat kebebasan - gerak dalam sebuah ruang)
Misalkan q berubah dari harga awal (q1,q2, ….) menuju harga (q1+q1,q2+q1 ..).
Perubahan koordinat Kartesius yang bersesuaian adalah :
.....





 2
2
1
1
q
q
x
q
q
x
x (2)
.....





 2
2
1
1
q
q
y
q
q
y
y (3)
.....





 2
2
1
1
q
q
z
q
q
z
z (4)
Turunan parsial x/q1 dan seterusnya adalah fungsi dari q. Sebagai contoh, misalkan sebuah
partikel bergerak dalam bidang. Misalkan kita memilih koordinat kutub untuk menyatakan
konfigurasi sistem, maka dalam hal ini :
q1 = r q2 =  (5)
Selanjutnya :
x = x(r,) = r cos
y = y(r,) = r sin (6)
dan
2
2
1
1
q
q
x
q
q
x
x 





 = cos  r - r sin   (7)
2
2
1
1
q
q
y
q
q
y
y 





 = sin  r + r cos   (8)
Sekarang perhatikan sebuah sistem yang mengandung sejumlah n partikel; dalam hal ini
mengandung n derajat kebebasan serta koordinat rampatannya dinyatakan dengan :
q1, q2, …..qn (9)
Selanjutnya perubahan konfigurasi dari (q1, q2, …..qn) ke konfigurasi di dekatnya (q1+q1,
q2+q2, …qn+qn) menyatakan perpindahan partikel ke i dari titik (xi,yi,zi) ke titik di dekatnya
(xi+xi,yi+yi,zi+zi) dimana:





n
1k
k
k
i
i q
q
x
x (10)





n
1k
k
k
i
i q
q
y
y (11)





n
1k
k
k
i
i q
q
z
z (12)
Persamaan (10–12) menunjukkan bahwa turunan parsialnya merupakan fungsi q.
Selanjutnya kita akan mengambil indeks i untuk menyatakan koordinat rectangular, dan indeks k
untuk menyatakan koordinat rampatan. Simbol xi kita pakai untuk menyatakan sembarang
koordinat rectangular. Jadi, untuk sistem yang mengandung N partikel, i dapat berharga antara 1
dan 3N.
B. GAYA RAMPATAN
Jika sebuah partikel mengalami pergeseran sejauh r dibawah pengaruh sebuah gaya aksi
F, gaya yang bekerja padanya dinyatakan dengan
zFyFxFW zyx  rF (13)
Dalam bentuk yang lebih sederhana dapat dinyatakan dengan
 
i
ii xFW (14)
Tampak bahwa persamaan di atas tidak hanya berlaku untuk partikel tunggal, tetapi juga
untuk sistem banyak partikel. Untuk satu partikel, harga i adalah dari 1 sampai 3. Untuk N
partikel, harga i adalah dari 1 sampai 3N.
Jika pertambahan xi dinyatakan dalam koordinat rampatan, maka diperoleh
  











i k
k
k
i
i q
q
x
FW
  











i k
k
k
i
i q
q
x
F (15)
  










i
k
k k
i
i q
q
x
F
Persamaan di atas juga dapat ditulis
 
k
kk qQW (16)
dimana :
 




 

k
i
ik
dq
x
FQ (17)
Besaran Qk yang didefinisikan menurut persamaan di atas disebut dengan gaya rampatan.
Oleh karena perkalian Qkqk memiliki dimensi kerja/usaha, maka dimensi Qk adalah gaya jika qk
menyatakan jarak, dan dimensi Qk adalah torka, jika qk menyatakan sudut.
C. GAYA RAMPATAN UNTUK SISTEM
KONSERVATIF
Jika sebuah gaya bekerja pada sebuah partikel dalam sebuah medan gaya konservatif,
besarnya gaya tersebut dinyatakan oleh persamaan
i
i
x
V
F


 (18)
dimana V menyatakan sebuah fungsi energi potensial. Oleh karena itu perumusan gaya rampatan
dapat dinyatakan












 i k
i
i
k
q
x
x
V
Q (19)
Suku yang berada dalam tanda kurung tak lain adalah turunan parsial fungsi V terhadap qk. Oleh
karena itu
k
k
q
V
Q


 (20)
Misalkan, kita menggunakan koordinat kutub, q1 = r ; q2 = , maka gaya rampatan dapat
dinyatakan dengan Qr = -V/r ; Q = -V/. Jika V merupakan fungsi r saja (dalam kasus gaya
sentral), maka Q = 0.
D. PERSAMAAN LAGRANGE
Untuk mencari persamaan diferensial gerak sebuah benda yang dinyatakan dalam
koordinat rampatan, kita dapat memulai dengan persamaan berikut:
iii xmF  (21)
dan selanjutnya kita akan mencoba menyatakan persamaan tersebut dalam q. Pendekatan
pertama yang akan kita pakai adalah dari persamaan energi. Kita akan menghitung energi kinetik
T dalam bentuk koordinat Kartesian dan selanjutnya kita akan nyatakan dalam koordinat
rampatan dan turunannya terhadap waktu. Energi kinetik T dari sebuah sistem yang mengandung
N partikel dapat dinyatakan dengan
 

k
1i
2
i
2
i
2
1i2
1
zyxmT ( (22)
atau dalam bentuk yang lebih ringkas ditulis sebagai berikut


N3
1i
2
ii2
1
xmT  (23)
Mari kita mencoba menyatakan hubungan antara koordinat x dan q yang juga mengandung
waktu t secara eksplisit. Kita dapat misalkan
),,...,,( tqqqxx n21ii  (24)
dan selanjutnya
 





t
x
q
q
x
x i
k
k
i
i
 (25)
Dalam pembahasan selanjutnya, kita tetapkan bahwa harga i adalah 1,2, …..3N dimana N
menyatakan jumlah partikel dalam sistem, dan harga k adalah 1,2, . ….n; dimana n menyatakan
jumlah koordinat rampatan (derajat kebebasan) sistem. Oleh karena itu kita dapat melihat bahwa
energi kinetik sebagai fungsi koordinat rampatan, turunannya terhadap waktu, atau mungkin
dalam waktu. Dalam banyak hal, waktu t tidak secara eksplisit terkait hubungan antara xi dan qk,
sehingga xi/t = 0. Jelaslah bahwa energi kinetik T merupakan fungsi kuadrat yang homogen
dari kecepatan rampatan kq .
Dari persamaan
k
i
k
i
q
x
q
x







(26)
Kalikan kedua ruas (ruas kiri dan kanan) dengan ix dan diferensialkan terhadap t, akan
diperoleh:
















k
i
i
k
i
i
q
x
x
dt
d
q
x
x
dt
d




k
i
i
k
i
i
q
x
x
q
x
x







 (27)
atau























2
x
qq
x
x
2
x
qdt
d 2
i
kk
i
i
2
i
k




(28)
Jika selanjutnya kita kalikan mi dan kita gunakan hubungan iii Fxm  , kita dapat peroleh























2
xm
qq
x
F
2
xm
qdt
d 2
ii
kk
i
i
2
ii
k


(29)
Lakukan penjumlahan terhadap i akan diperoleh :
 












i kk
i
i
k q
T
q
x
F
q
T
dt
d

(30)
Dari definisi gaya rampatan kita peroleh
k
k
k q
T
Q
q
T
dt
d






(31)
Ini adalah persamaan diferensial gerak yang dinyatakan dalam koordinat rampatan dan dikenal
dengan persamaan Lagrange untuk gerak.
Dalam kasus gerakannya adalah konservatif, persamaan Lagrange dapat ditulis sebagai
berikut:
kkk q
V
q
T
q
T
dt
d









(32)
Persamaan ini biasanya ditulis dalam bentuk yang lebih singkat dengan mendefinisikan fungsi
Lagrangian L yakni
L = T - V (33)
Yang berarti bahwa kita dapat menyatakaan T dan V dalam koordinat rampatan. Oleh karena V =
V(qk) dan 0qV k  / , kita peroleh
kk q
T
q
L
 




dan
kkk q
V
q
T
q
L








(34)
kk q
L
q
L
dt
d






(35)
Persamaan diferensial gerak untuk suatu sistem konservatif dapat dicari jika kita ketahui fungsi
Lagrangian dalam bentuk koordinat tertentu. Di sisi lain, jika gaya rampatan tidak konservatif,
misalkan nilainya adalah '
kQ , maka kita dapat menuliskan
k
kk
q
V
QQ


 '
(36)
Selanjutnya kita dapat mendefinisikan sebuah fungsi Lagrangian L = T - V, dan menuliskan
persamaan diferensial gerak dalam bentuk
k
k
k q
L
Q
q
L
dt
d




 '

(37)
'
k
k k
d L L
Q
dt q q
 
 
 
(37)
Bentuk di atas lebih mudah dipakai jika gaya gesekan diperhitungkan.
E. BEBERAPA CONTOH PEMAKAIAN PERSAMAAN
LAGRANGE
Berikut ini akan dibahas beberapa kehandalan persamaan Lagrange untuk menyelesaikan
masalah-masalah gerak. Prosedur umum yang dipakai untuk mencari persamaan diferensial
gerak dari sebuah sistem adalah sebagai berikut:
1. Pilih sebuah kumpulan koordinat untuk menyatakan konfigurasi sistem.
2. Cari energi kinetik T sebagai fungsi koordinat tersebut beserta turunannya terhadap waktu.
3. Jika sistem tersebut konservatif, cari energi potensial V sebagai fungsi koordinatnya, atau
jika sistem tersebut tidak konservatif, cari koordinat rampatan Qk.
4. Persamaan deferensial gerak selanjutnya dapat dicari dengan menggunakan persamaan di
atas.
Beikut ini adalah beberapa contoh pemakaiannya :
1. Pandanglah sebuah partikel bermassa m yang bergerak akibat pengaruh gaya sentral pada
sebuah bidang. Rumuskan persamaan gerak partikel tersebut.
Misalkan koordinat polar (r,) digunakan sebagai koordinat rampatan. Koordinat Cartesian
(r,) dapat dihubungkan melalui :
x = r cos  y = r sin 
Energi kinetik partikel dapat ditulis :
   2 2 2 2 2 21 1 1
2 2 2T mv m x y m r r     
Energi potensial oleh gaya sentral
 
1/2
2 2
k k
V
rx y
   

Persamaan Lagrange untuk sistem ini:
 2 2 21
2
k
L T V m r r
r
     
Dari persamaan Lagrange:
kkk q
V
q
T
q
T
dt
d









k k
d L L
0
dt q q
  
  
  
Substitusi q1 = r dan q2 = , diperoleh:
d L L
0
dt r r
  
  
  
d L L
0
dt
  
  
  
Dari kedua persamaan di atas diperoleh:
2
2
L
mr
r
d L
mr
dt r
L k
mr
r r



 
 
 

  

2 2
2
k
mr mr
r
   
Untuk partikel yang bergerak dalam medan konservatif :
2
V(r) k
F(r)
r r r
   
     
   
Jadi : 2 2
rmr mr F  
Dari persamaan Lagrange :
2L
mr

 

L
0



2d L
2mrr mr
dt
 
   
 
2
2mrr mr 0  
atau :  2d dJ
mr 0
dt dt
  
Hal ini berarti bahwa J merupakan momentum sudut yang nilainya konstan. Integrasi persamaan
di atas menghasilkan
2
J mr  = konstan
Berdasarkan persamaan di atas dapat dikatakan bahwa dalam medan konservatif momentum
sudut J, merupakan tetapan gerak.
2. Osilator Harmonik
Pandanglah sebuah osilator harmonik 1-dimensi, dan misalkan padanya bekerja sebuah gaya
peredam yang besarnya sebanding dengan kecepatan. Oleh karena itu sistem dapat dipandang
tidak konservatif. Jika x menyatakan pergeseran koordinat, maka fungsi Lagrangiannya
adalah
L = T - V = 2
2
12
2
1
kxxm  (38)
dimana m adalah massa dan k adalah tetapan kelenturan pegas. Selanjutnya:
xm
x
L





dan kx
x
L



(39)
Oleh karena pada sistem bekerja gaya yang tidak konservatif yang harganya sebanding
dengan kecepatan; dalam hal ini Q' = -c x , sehingga persamaan gerak dapat ditulis :
  )( kxxcxm
dt
d
  (40)
mx cx kx 0  
Ini tak lain adalah persamaan gerak osilator harmonik satu dimensi dengan gaya peredam
yang sudah kita kenal.
3. Partikel yang berada dalam medan sentral.
Mari kita rumuskan persamaan Lagrange gerak sebuah partikel dalam sebuah bidang di
bawah pengaruh gaya sentral. Kita pilih koordinat polar q1 = r, q2 = . Maka
 222
2
12
2
1
rrmmvT   (41)
)(rVV  (42)
   rVrrmL 222
2
1
  (43)
Selanjutnya dengan menggunakan persamaan Lagrange, diperoleh :
rm
r
L





)r(fmr
r
L 2


  (44)
0
L





 

2
mr
L
(45)
Oleh karena sistemnya tidak konservatif, maka persamaan geraknya adalah :
r
L
r
L
dt
d





 



 LL
dt
d

(46)
)(rfmrrm 2
    0mr
dt
d 2
 (47)
4. Mesin Atwood
Sebuah mesin Atwood yang terdiri dari dua benda bermassa m1 dan m2 dihubungkan oleh tali
homogen yang panjangnya l dan dilewatkan pada katrol (lihat gambar). Sistem ini memiliki
satu derajat kebebasan. Kita ambil variabel x untuk menyatakan konfigurasi sistem, dimana x
adalah jarak vertikal dari katrol ke massa m1 seperti yang ditunjukkan pada gambar.
Gambar 2. 1
Mesin atwood tunggal
Kecepatan sudut katrol adalah ax / , dimana a adalah jari-jari katrol. Energi kinetik sistem ini
adalah :
a
l-x
x
m1
m2
2
2
2
12
22
12
12
1
a
x
IxmxmT

  (48)
dimana I adalah momen inersia katrol. Energi potensial sistem adalah :
2 1V m gx m g(l x )    (49)
Anggap bahwa pada sistem tidak bekerja gaya gesekan, sehingga fungsi Lagrangiannya adalah
  glmxmmgx
a
I
mmL 221
2
2212
1






  (50)
dan persamaan Lagrangenya adalah
x
L
x
L
dt
d






(51)
yang berarti bahwa :
 21221 mmgx
a
I
mm 





  (52)
atau
1 2
2
1 2
m m
x g
m m I / a


 
(53)
adalah percepatan sistem. Nampak bahwa jika m1>m2, maka m1 akan bergerak turun, sebaliknya
jika m1<m2 maka m1 akan bergerak naik dengan percepatan tertentu.
5. Mesin Atwood Ganda
Mesin Atwood ganda diperlihatkan pada gambar 2.2.. Nampak bahwa sistem tersebut
mempunyai dua derajat kebebasan. Kita akan menyatakan konfigurasi sistem dengan koordinat x
dan x'. Massa katrol dalam hal ini diabaikan (untuk menyederhanakan persoalan).
Energi kinetik dan energi potensial sistem adalah :
2
32
12
22
12
12
1
xxmxxmxmT )'()'(   (54)
)''()'( xlxlgmxxlgmgxmV 321  (55)
dimana m1, m2 dan m3 adalah massa masing-masing beban, dan l serta l' adalah panjang tali
penghubungnya.
Gambar 2.2.
l-x
x
m1
l'-x’
m3
m2
Mesin Atwood Ganda
2 2 21 1 1
1 2 3 1 2 32 2 2
2 3
L m x m ( x x') m ( x x') g(m m m )x
g(m m )x' tetapan
          
 
(56)
sehingga persamaan geraknya dapat ditulis :
x
L
x
L
dt
d





 '' x
L
x
L
dt
d






(57)
dengan penyelesaian
)()'()'( 321321 mmmgxxmxxmxm   (58)
)()'()'( 3232 mmgxxmxxm   (59)
dan dari persamaan ini percepatan x dan 'x dapat ditentukan.
6. Partikel yang bergerak pada bidang miring yang dapat digerakkan.
Mari kita tinjau sebuah persoalan dimana sebuah partikel meluncur pada sebuah bidang
miring yang juga dapat bergerak pada permukaan datar yang licin, seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.3. Dalam persoalan ini terdapat dua derajat kebebasan, sehingga kita butuhkan dua
koordinat untuk menggambarkan keadaan sistem yang kita tinjau. Kita akan memilih koordinat x
dan x' yang masing-masing menyatakan pergeseran dalam arah horisontal bidang terhadap titik
acuan dan pergeseran partikel dari titik acuan terhadap bidang seperti yang ditunjukkan pada
gambar.
Dari analisis diagram vektor kecepatan, nampak bahwa kuadrat kecepatan partikel diperoleh
dengan menggunakan hukum kosinus :
 cosxx2xxv 222
''
 (60)
Oleh karena itu energi kinetiknya adalah
2
2
12222
2
12
2
12
2
1
xM)cosxx2xxmxMmvT   ''
( (61)
dimana M adalah massa bidang miring dengan sudut kemiringan , seperti yang ditunjukkan
dalam gambar 2.3. dan m adalah massa partikel. Energi potensial sistem tak terkait dengan x oleh
karena bidangnya horisontal, sehingga kita dapat tuliskan :
V=mgx'sin  + tetapan (62)
dan
2 '2 ' 2 '1 1
2 2L m(x x 2xx cos ) Mx mgx sin tetapan       (63)
Persamaan geraknya
x
L
x
L
dt
d





 '' x
L
x
L
dt
d






(64)
sehingga
0xM)cosxxm   '( ;  mgsin)cosxxm  '
( (65)
Percepatan x dan '
x adalah :




2
cos
m
Mm
cossing
x ;
Mm
cosm
1
sing
'x 2




 (66)
'x
v
x'
M

x
m
Gambar 2. 3
Gerak pada bidang miring dan representasi vektornya
7. Penurunan persamaan Euler untuk rotasi bebas sebuah benda tegar. Metode Lagrange dapat
digunakan untuk menurunkan persamaan Euler untuk gerak sebuah benda tegar. Kita akan
tinjau kasus torka - rotasi bebas. Kita ketahui bahwa energi kinetik diberikan oleh persamaan:
)III(
2
1
T 2
33
2
22
2
11  (67)
Dalam hal ini harga  mengacu pada sumbu utama. Dalam Bagian sebelumnya telah
ditunjukkan bahwa  dapat dinyatakan dalam sudut Euler ,  dan  sebagai berikut:
 sinsincos1

 cossinsin2
 (68)
 cos3

Dengan memperhatikan sudut Eulerian sebagai koordinat rampatan, persamaan geraknya adalah:




 LL
dt
d
 (69)

x




 LL
dt
d

(70)




 LL
dt
d

(71)
oleh karena Q (gaya rampatan) semuanya nol. Dengan menggunakan aturan/dalil rantai :








3
3
TL
(72)
Sehingga
33I
L
dt
d





(73)
Dengan menggunakan lagi aturan rantai, kita peroleh







 2
22
1
11 II
T
)sinsincos(I)cossinsin(I 2211  
122211 II 
(74)
Akibatnya, persamaan 71 menjadi :
)II(I 212133  (75)
yang mana seperti yang ditunjukkan dalam bagian sebelumnya adalah persamaan Euler ketiga
untuk rotasi bebas sebuah benda tegar dibawah pengaruh torka nol. Persamaan Euler lainnya
dapat diperoleh dengan melakukan permutasi siklik (putaran) dari subskrip : 12, 23, 31.
8. Pandanglah sebuah benda bermassa m (gambar 2.4) meluncur dengan bebas pada sebuah
kawat dengan lintasan berbentuk lingkaran dengan jari-jari a. Lingkaran kawat berputar searah
jarum jam pada bidang horisontal dengan kecepatan sudut ω disekitar titik O. (a). Selidiki
bagaimana gerak benda tersebut, dan (b). Bagaimana reaksi lingkaran kawat.

More Related Content

What's hot

Persamaan lagrange dan hamilton
Persamaan lagrange dan hamiltonPersamaan lagrange dan hamilton
Persamaan lagrange dan hamiltonKira R. Yamato
 
Jurnal fisika konstanta pegas
Jurnal fisika konstanta pegasJurnal fisika konstanta pegas
Jurnal fisika konstanta pegasDedew Wijayanti
 
Medan elektromagnetik 2
Medan elektromagnetik 2Medan elektromagnetik 2
Medan elektromagnetik 2sinta novita
 
Fisika Zat Padat "Model Einstein"
Fisika Zat Padat "Model Einstein"Fisika Zat Padat "Model Einstein"
Fisika Zat Padat "Model Einstein"Hendra Trisurya
 
Model-model Energi dalam Zat Padat
Model-model Energi dalam Zat PadatModel-model Energi dalam Zat Padat
Model-model Energi dalam Zat PadatRisdawati Hutabarat
 
Persamaan schroedinger bebas waktu
Persamaan schroedinger bebas waktuPersamaan schroedinger bebas waktu
Persamaan schroedinger bebas waktuFani Diamanti
 
Makalah osilator harmonik
Makalah osilator harmonikMakalah osilator harmonik
Makalah osilator harmonikbestricabebest
 
RL - Metode Node dan Mesh
RL - Metode Node dan MeshRL - Metode Node dan Mesh
RL - Metode Node dan MeshMuhammad Dany
 
Kapasitans dan dielektrik dan contoh soal
Kapasitans dan dielektrik dan contoh soalKapasitans dan dielektrik dan contoh soal
Kapasitans dan dielektrik dan contoh soalAzhar Al
 
Laporan Eksperimen Efek Fotolistrik
Laporan Eksperimen Efek FotolistrikLaporan Eksperimen Efek Fotolistrik
Laporan Eksperimen Efek FotolistrikNurfaizatul Jannah
 
interferensi dan difraksi
interferensi dan difraksiinterferensi dan difraksi
interferensi dan difraksiannisnuruli
 
Rangkaian Listrik Resonansi
Rangkaian Listrik ResonansiRangkaian Listrik Resonansi
Rangkaian Listrik ResonansiFauzi Nugroho
 
Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2keynahkhun
 
Laporan praktikum Fislab konduktivitas termal
Laporan praktikum Fislab konduktivitas termalLaporan praktikum Fislab konduktivitas termal
Laporan praktikum Fislab konduktivitas termalBogiva Mirdyanto
 

What's hot (20)

Persamaan lagrange dan hamilton
Persamaan lagrange dan hamiltonPersamaan lagrange dan hamilton
Persamaan lagrange dan hamilton
 
Jurnal fisika konstanta pegas
Jurnal fisika konstanta pegasJurnal fisika konstanta pegas
Jurnal fisika konstanta pegas
 
Medan elektromagnetik 2
Medan elektromagnetik 2Medan elektromagnetik 2
Medan elektromagnetik 2
 
4.hukum gauss
4.hukum gauss4.hukum gauss
4.hukum gauss
 
Fisika Zat Padat "Model Einstein"
Fisika Zat Padat "Model Einstein"Fisika Zat Padat "Model Einstein"
Fisika Zat Padat "Model Einstein"
 
Model-model Energi dalam Zat Padat
Model-model Energi dalam Zat PadatModel-model Energi dalam Zat Padat
Model-model Energi dalam Zat Padat
 
Persamaan schroedinger bebas waktu
Persamaan schroedinger bebas waktuPersamaan schroedinger bebas waktu
Persamaan schroedinger bebas waktu
 
Handout listrik-magnet-ii
Handout listrik-magnet-iiHandout listrik-magnet-ii
Handout listrik-magnet-ii
 
Super konduktor
Super konduktorSuper konduktor
Super konduktor
 
Makalah osilator harmonik
Makalah osilator harmonikMakalah osilator harmonik
Makalah osilator harmonik
 
RL - Metode Node dan Mesh
RL - Metode Node dan MeshRL - Metode Node dan Mesh
RL - Metode Node dan Mesh
 
Kapasitans dan dielektrik dan contoh soal
Kapasitans dan dielektrik dan contoh soalKapasitans dan dielektrik dan contoh soal
Kapasitans dan dielektrik dan contoh soal
 
Mekanika lagrange
Mekanika lagrangeMekanika lagrange
Mekanika lagrange
 
Laporan Eksperimen Efek Fotolistrik
Laporan Eksperimen Efek FotolistrikLaporan Eksperimen Efek Fotolistrik
Laporan Eksperimen Efek Fotolistrik
 
interferensi dan difraksi
interferensi dan difraksiinterferensi dan difraksi
interferensi dan difraksi
 
Efek compton
Efek compton Efek compton
Efek compton
 
Rangkaian Listrik Resonansi
Rangkaian Listrik ResonansiRangkaian Listrik Resonansi
Rangkaian Listrik Resonansi
 
Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2
 
Laporan praktikum Fislab konduktivitas termal
Laporan praktikum Fislab konduktivitas termalLaporan praktikum Fislab konduktivitas termal
Laporan praktikum Fislab konduktivitas termal
 
Mengenai persamaan kajian dari termodinamika dan fisika statistika yakni term...
Mengenai persamaan kajian dari termodinamika dan fisika statistika yakni term...Mengenai persamaan kajian dari termodinamika dan fisika statistika yakni term...
Mengenai persamaan kajian dari termodinamika dan fisika statistika yakni term...
 

Similar to Persamaan Lagrange

MAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docx
MAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docxMAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docx
MAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docxRoida1
 
MAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docx
MAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docxMAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docx
MAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docxRoida1
 
Bab i-teori-relativitas-khusus
Bab i-teori-relativitas-khususBab i-teori-relativitas-khusus
Bab i-teori-relativitas-khususRiiNii Sukrini
 
08 bab7
08 bab708 bab7
08 bab71habib
 
Relativitas yang belum direfisi
Relativitas yang belum direfisi Relativitas yang belum direfisi
Relativitas yang belum direfisi eli priyatna laidan
 
dinamika
dinamikadinamika
dinamikawa-gp
 
Relativitas (Fisika kelas 12.IPA)
Relativitas (Fisika kelas 12.IPA)Relativitas (Fisika kelas 12.IPA)
Relativitas (Fisika kelas 12.IPA)Mauli_
 
Makalah fistat (autosaved)
Makalah fistat (autosaved)Makalah fistat (autosaved)
Makalah fistat (autosaved)muna fiah
 
Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034
Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034
Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034Nur Latifah
 
Hukum hukum newton tentang gerak_basrib.fisika
Hukum hukum newton tentang gerak_basrib.fisikaHukum hukum newton tentang gerak_basrib.fisika
Hukum hukum newton tentang gerak_basrib.fisikabaskimia
 
2_TEORI_RELATIVITAS_KHUSUS_pptx.pptx
2_TEORI_RELATIVITAS_KHUSUS_pptx.pptx2_TEORI_RELATIVITAS_KHUSUS_pptx.pptx
2_TEORI_RELATIVITAS_KHUSUS_pptx.pptxHamHam33
 

Similar to Persamaan Lagrange (20)

Mekanika fluida
Mekanika fluidaMekanika fluida
Mekanika fluida
 
MAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docx
MAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docxMAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docx
MAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docx
 
MAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docx
MAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docxMAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docx
MAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS_KD_3_7_Disusu.docx
 
Bab i-teori-relativitas-khusus
Bab i-teori-relativitas-khususBab i-teori-relativitas-khusus
Bab i-teori-relativitas-khusus
 
08 bab7
08 bab708 bab7
08 bab7
 
08 bab7
08 bab708 bab7
08 bab7
 
08 bab7
08 bab708 bab7
08 bab7
 
Mekanika klasik
Mekanika klasikMekanika klasik
Mekanika klasik
 
Relativitas yang belum direfisi
Relativitas yang belum direfisi Relativitas yang belum direfisi
Relativitas yang belum direfisi
 
Diktat getaran mekanik
Diktat getaran mekanikDiktat getaran mekanik
Diktat getaran mekanik
 
3dinamika
3dinamika3dinamika
3dinamika
 
dinamika
dinamikadinamika
dinamika
 
Dinamika
DinamikaDinamika
Dinamika
 
Fisdas2
Fisdas2Fisdas2
Fisdas2
 
Relativitas (Fisika kelas 12.IPA)
Relativitas (Fisika kelas 12.IPA)Relativitas (Fisika kelas 12.IPA)
Relativitas (Fisika kelas 12.IPA)
 
Makalah fistat (autosaved)
Makalah fistat (autosaved)Makalah fistat (autosaved)
Makalah fistat (autosaved)
 
Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034
Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034
Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034
 
Mekanika Lagrange
Mekanika LagrangeMekanika Lagrange
Mekanika Lagrange
 
Hukum hukum newton tentang gerak_basrib.fisika
Hukum hukum newton tentang gerak_basrib.fisikaHukum hukum newton tentang gerak_basrib.fisika
Hukum hukum newton tentang gerak_basrib.fisika
 
2_TEORI_RELATIVITAS_KHUSUS_pptx.pptx
2_TEORI_RELATIVITAS_KHUSUS_pptx.pptx2_TEORI_RELATIVITAS_KHUSUS_pptx.pptx
2_TEORI_RELATIVITAS_KHUSUS_pptx.pptx
 

Recently uploaded

TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 

Recently uploaded (20)

TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 

Persamaan Lagrange

  • 1. Assalamualaykum wr wb Bagaimana Kabarnya? Mungkin biasanya dalam blog ini saya berintuisi dalam suatu balutan kata , sekarang mungkin saya akan mencoba membuat sesuatu yang menarik yaitu merangkai angka menjadi sesuatu formula yang bisa dipandang seindah prosa.Ngomongin masalah Puisi atau prosa buat anak sastra sudah biasa, tapi lain hal jika puisi ataupun prosa tersebut yang membuat adalah anak fisika , wah pasti pada mikir semua kira-kira bagaimana hasil kreasi sastra ala fisika?yuk chek this out! A. Pengertian Lagrange Salah satu masalah umum kalkulus multivariabel adalah menemukan maksimum atau minimum dari suatu fungsi, tetapi seringkali terjadi kesulitan untuk menemukannya. Kesulitan ini sering timbul ketika memaksimalkan atau meminimalkan fungsi mengikuti kendala.Metode Lagrange adalah alat yang ampuh untuk memecahkan masalah ini tanpa perlu secara eksplisit mengatasi kondisi dan menggunakannya untuk menghilangkan variabel ekstra. Metode lagrange menyajikan suatu prosedur aljabar untuk penentuan titik P0 dan P1. Karena di titik- titik demikian, kurva ketinggian dan kurva kendala saling menyinggung (mempunyai garis singgung yang sama dan mempunyai suatu garis tegak lurus bersama. Tetapi disebarang titik dari kurva ketinggian, vector gradien ∇f tegak lurus terhadap kurva ketinggian, dan dengan cara serupa ∇g tegak lurus terhadap kurva kendala.jadi, ∇f dan ∇g sejajar di Po dan juga P1. Yaitu: ∇f(Po) = λ0 ∇g (P0) dan ∇f(P1) = λ1 ∇g (P1) λ adalah Multiplier konstanta yang tidak diketahui, diperlukan karena besarnya dari dua gradien mungkin berbeda. Andaikan f (x,y) dimaksimisasi atau diminimisasi dengan batasan g (x,y) = 0. Maka bentuk fungsi objektifnya adalah; F ( x, y, λ ) = f (x,y) – λ. g (x, y) Diferensiasikan F ( x, y, λ ) secara Parsial terhadap x, y dan λ dan dinyatakan hasilnya sama de ngan nol. Nah sekilas sudah dapat mengerti bagaiamana tentang persamaan lagrangian? Nah selanjutnya kita akan membahas bahwa persamaan tersebut bukan hanya menjadi deretan fungsi
  • 2. saja tetapi menjadi sebuah terapan yang dapat di aplikasikan yuk kita tengok problem dalam kehidupan sehari-hari Perkembangan ilmu pengetahuan sikap yang sangat cepat, membuat beberapa rahasia alam terpecahkan. Turbulensi adalah satu fenomenayang sangat menarik karena sangat sulit dipe-cahkan meskipun gejala ini sudah lama disadari. Sedangkan teori gauge baru saja muncul untuk mencoba menjelaskan semua dasar interaksi dialam Pemodelan turbulensi dalam teori gaugemerupakan suatu hal yang benar-benar baru se-hingga usaha untuk menjelaskan masalah yang sulit terpecahkan (turbulensi) menjadi sangat menarik. Dinamika fluida dapat digambarkan oleh persamaan Navier-stokes yang diturunkan dari hukum Newton kedua. Sebelumnya dibeberapa tulisan untuk mengetahui dinamika yang ter- jadi dengan menghitung hamiltonian dari sistem dengan menggunakan prinsip aksi terkecil. Di tulisan lain juga menghubungkan persamaan Navier-stokes dengan persamaan maxwell, tetapi tidak begitu jelas karena menggambarkan dua hal yang berbeda. se-lanjutnya dinamika gerak sistem. Untuk mengetahui dinamika fluuida di lakukan pendekatan yang berbeda dengan sebelumnya, yaitu dengan menggunakan relativistik lagrangian bosonik. Hal ini dapat dilakukan karena persamaan Navier-stokes yang menggambarkan dinamika °uida dapat dibangun berdasarkan relativistik lagrangian bosonik. Untuk mengetahui interaksi yang terjadi pada suatu titik dengan menghitung. Untuk mengetahui dinamika fluida di lakukan pendekatan yang berbeda dengan sebelumnya, yaitu dengan menggunakan relativistik lagrangian bosonik. Hal ini dapat dilakukan karena persamaan Navier-stokes yang menggambarkan dinamika °uida dapat dibangun berdasarkan relativistik lagrangian bosonik. Untuk mengetahui interaksi yang terjadi pada suatu titik dengan menghitung amplitudo kuadrat dari lagrangian tersebut 1. Turbulensi Mekanika fluida adalah cabang dari ilmu fisika yang mempelajari tentang aliran fluida yang bergerak maupun yang diam dan mempelajari tentang peralatan maupun aplikasi yang berhubungan dengan fluida. Mekanika fluida terbagi menjadi 2 bagian yaitu Statika fluida yang mempelajari fluida dalam keadaan diam dan dinamika fluida yang mempelajari fluida bergerak. mengunakan Dinamika fluida dalam kasus turbulensi. Turbulensi disini memiliki sifat-sifat viscous (kekentalannya tidak bisa diabaikan) dan rotasional yaitu alirannya berolak. Jean Leonard Marie Poiseuille dan Gotthilf Heinrich Ludwig Hagen adalah orang yang per- tama menulis tentang aliran fluida. Mereka membahas mengenai masalah aliran darah di- dalam pembuluh darah. Mereka menulis tanpa melibatkan pengaruh viskositas. Claude Louis Marie Navier dan Sir George Gabriel Stokes merumuskan persamaan yang melibatkan viskositas dan persamaan tersebut dinamakan persamaan Navier-Stokes. Persamaan ini sangat sulit sehingga hanya bisa menjelaskan fenomene yang sederhana, contohnya adalah laminar. Per- samaan Bernoulli berhasil diturunkan dari persamaan ini. Persamaan Bernoulli berlaku untuk°uida yang memiliki kecepatan relatif rendah. Garis arus fluuida belum pecah pada kecepatan ini. Apabila kecepatan fluida ditambah maka garis arus °uida akan pecah dan berolak. Pecahnya garis arus dan timbulnya arusi dikenal sebagai fenomena turbulensi. Kapan
  • 3. terjadinya arus laminar dan turbulensi belum bisa terpecahkan sampai Osborne Reynolds memperkenalkan bilangan reynolds. Bilangan Reynold ini berbanding lurus dengan kecepatan, massa jenis fluida dan diameter pipa yang dilalui fluida serta berbanding terbalik dengan viskosi- tas. Batas antara laminar dan turbulensi bilangan reynoldnya 2300. Jika bilangan reynold lebih besar dari 2300 maka kemungkinan terbesar dari aliran fluida adalah turbulensi. Transisi aliran laminar dan turbulen dapat dilihat pada asap rokok. Pada saat asap rokok mulai mengepul aliran itu adalah laminar. Pada saat asap rokok itu bergerak mulai menjauh aliran tersebut adalah turbulen. Deskripsi aliran fluida bisa dengan 2 cara, yatu deskripsi Lagrange dan deskripsi Euler. Pada deskripsi Lagrange aliran fluida dijelaskandengan melihat lintasan fluida. Deskripsi Euler menggunakan fungsi ruang-waktu. Masalah ini menggunakan deskripsi Euler. Karakterisasi turbulensi menggunakan 2 parameter yaitu kecepatan dan massa jenis. Aliran Turbulensi Aliran Turbulensi ini memenuhi 5 hukum yaitu hukum kekekalan massa, hukum kekekalan momentum, hokum kekekalan momentum sudut, hukum termodinamika I dan hokum termodinamika II. Pada bagian ini yang dibahas hanya hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentumHukum kekekalan massa menyatakan bahwa fluida tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan. Jika kita menggangu fluuida tersebut maka massa awal akan selalu sama dengan massa akhirnya. Misalkan ada volume (V) fluida yang dilingkupi oleh permukaan S . Massa fluida dalam volume (V) adalah ∭ 𝑝𝑑𝑣 massa fluida yang mengalir melalui permukaan tertutupvadalah ∮ 𝑝𝑑𝑆.Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa fluuida yang keluar dari per- mukaan tertutup S akan sama dengan hilangnya massa fluida per waktu pada Volume.Pernyataan ini ditulis Sebagai berikut ∮(𝑃 𝑣 →) . dS = − 𝜕 𝜕𝑡 ∫ 𝜌𝑑𝑉 Telah diketahui Lagrangian Navier-Stokes yang menggambarkan dinamika fluida dari persamaan Navier-Stokes yang invarian terhadap local gauge transformations. Dengan menggunakan teori medan akan dihitung amplitudo kuadrat dari lagrangian tersebut untuk mengetahui interaksi pada suatu titik untuk empat fluida. Untuk interaksi empat °uida besarnya dipengaruhi dua sudut antar fluida yang berinteraksi, kecepatan dan Potensial dari gaya-gaya konservatif. Pada kasus turbulensi amplitudo kuadrat memiliki arti fisis sebagai Energi turbulensi. Persamaan Lagrange Persamaan gerak partikel yang dinyatakan oleh persamaan Lagrange dapat diperoleh dengan meninjau energi kinetik dan energi potensial tanpa perlu meninjau gaya yang beraksi pada partikel. Energi kinetik partikel dalam koordinat kartesian adalah fungsi dari kecepatan, energi potensial partikel yang bergerak dalam medan konservatif adalah fungsi dari posisi. Pada umumnya transformasi dari sistem koordinat kartesan r1 ,r2 ,r3,…,t ke sistem koordinat umum q1, q2, q3,…,t dapat dilakukan dengan menyatakan : Persamaan ini disebut sebagai persamaan transformasi sehingga Dengan menganggap ecara eksplisit tak bergantung waktu, maka suku , sehingga : Apabila ditinjau gerak partikel yang terkendala pada suatu permukaan bidang, maka diperlukan adanya gaya tertentu yakni gaya konstrain yang berperan mempertahankan kontak antara partikel dengan permukaan bidang, namun ternyata tak selamanya gaya konstrain yang beraksi terhadap
  • 4. partikel dapat diketahui. Apabila sistem dianggap setimbang maka total gaya yang bekerja pada sistem tersebut sama dengan nol , demikian pula total kerja yang dilakukan oleh gaya menggeser partikel sebesar juga sama dengan nol . Jika total gaya yang bekerja pada sistem terdiri dari gaya luar dan gaya kendala (konstrain) maka dalam keadaan kesetimbangan mekanik, Apabila sistem dibatasi pada kondisi kerja nyata oleh gaya kendala sama dengan nol, (misalkan pada benda tegar tentu saja kerja oleh gaya internalnya sama dengan nol dalam hal ini tidak terjadi perubahan bentuk benda akibat gaya internal) maka suku kedua pada pers. (4.5) sama dengan nol sehingga pers. 4.5 menjadi . Oleh karena gaya luar , maka yang harusnya sama dengan nol (hal ini dipenuhi apabila kita hanya meninjau kesetimbangan saja/statika), namun apabila ada konstrain/gaya kendala yang bekerja pada sistem yang berada dalam kesetimbangan mekanik maka diperlukan suatu batasan persamaan gerak seperti yang diajukan oleh D’Alembert sebagai berikut dengan = Gaya Luar Sistem dan = Perubahan Impuls Berdasarkan azas D’ Alembert maka persamaan transformasi menjadi dimana: (Gaya umum); adalah hasil transformasi gaya F dari sistem koordinat kartesian (r1 ,r2 ,r3,…) ke sistem koordinat (q1 ,q2 ,q3,…) : L = fungsi Lagrange = kecepatan umum V = Energi potensial = koordinat umum T = Energi kinetik Persamaan (17) disebut persamaan Lagrange dan L = T – V dikenal dengan istilah fungsi Lagrangian. Jika didefinisikan Lagrangian adalah sebagai selisih antara energi kinetik dan energi potensial, persamaan Lagrange merupakan persamaan gerak partikel sebagai fungsi dari koordinat umum, kecepatan umum, dan waktu. Untuk penulisan koordinat umum yaitu koordinat yang dapat berubah dengan bebas yang cacahnya = f = derajat kebebasan sistem yang tidak lain adalah dimensi ruang yang ditinjau. Derifatifnya ke waktu dikenal sebagai kecepatan umum. Sering kali tidak semua dapat bernilai bebas. Terdapat sejumlah Nc pembatas (constraints) gerak yang mengurangi derajat kebebasan nilai dari 3N buah menjadi 3N-Nc = f buah sehingga hanya f daripadanya yang benar-benar bebas. Apabila pembatasan gerak tersebut dapat diungkapkan dalam Nc hubungan fungsi maka terjadi pembatasan holonomik, jika tidak pembatasan bersifat nonholonomik Kegayutan Lagrangian terhadap waktu merupakan konsekuensi dari kegayutan konstrain terhadap waktu atau dikarenakan oleh persamaan transformasi yang menghubungkan koordinat kartesian dan koordinat umum yang mengandung fungsi waktu. Jadi sistem holonomik yaitu sistem yang koordinat-koordinat transformasinya tidak tergantung satu sama lain atau fungsi kendalanya sama dengan nol. Salah satu contohnya seperti dalam Osilator harmonik sederhana. yang tak memuat waktu, hadir pembatasan skleronomik sedangkanUntuk bergantung waktu t, pembatasan gerak bersifat rheonomik.bila Contoh: Gerak suatu banduk kerucut: jarak titik massa m dengan koordinat kartesan yang sumbu z nya vertikal ke bawah dari titk gantung O tetap = l . Apabila (x,y,z) adalah kordinat titik P letak zarah m, maka berlaku (satu pembatasan gerak)
  • 5. Pada bagian awal kita telah menggunakan hukum-hukum Newton untuk menganalisis gerak sebuah benda. Dengan menggunakan hukum ini kita dapat menurunkan persamaan gerak benda. Hukum Newton dapat diterapkan, jika gaya yang bekerja pada sebuah benda diketahui. Namun dalam kebanyakan kasus, persoalan yang dihadapi terkadang tidak mudah diselesaikan dengan menggunakan dinamika gerak serta persyaratan awal yang diberikan. Sebagai contoh, benda yang bergerak pada sebuah permukaan berbentuk bola. Persoalan yang dihadapi bukan hanya pada bentuk gaya yang bekerja, akan tetapi penggunaan koordinat, baik cartesian maupun koordinat lainnya sudah tidak efektif lagi digunakan, sekalipun bentuk persamaan gayanya diketahui. Dalam bab ini akan dibahas tentang sebuah pendekatan yang lebih efektif digunakan dalam mencari persamaan gerak sistem yang pertama dikembangkan oleh matematikawan Perancis Joseph Louis Lagrange yang disebut formalisme Lagrange. Disamping formalisme Lagrange terdapat pula formalisme Hamilton yang sangat mirip. Perbedaaan keduanya terletak pada koordinat umum yang dipakai. Formalisme Hamilton menggunakan posisi dan kecepatan sebagai koordinat rampatan yang menghasilkan persamaan linier orde-dua, sedangkan pada formalisme Hamilton posisi dan momentum digunakan untuk koordinat rampatan yang menghasilkan persamaan diferensial orde-satu. Hasil yang diperoleh dengan kedua formalisme tersebut konsisten dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan hukum-hukum Newton. A. KOORDINAT RAMPATAN (UMUM) Posisi sebuah partikel dalam l ruang dapat dinyatakan dengan menggunakan tiga jenis koordinat; dapat berupa koordinat Kartesian, koordinat bola atau koordinat silinder. Jika partikel bergerak pada sebuah bidang, atau pada sebuah permukaan yang terbatas, maka hanya dibutuhkan dua koordinat untuk menyatakan posisinya, sedangkan untuk partikel yang bergerak pada sebuah garis lurus atau pada lintasan lengkung cukup dengan menggunakan satu koordinat saja. Jika sistem yang ditinjau mengandung N partikel, maka diperlukan paling kurang 3N koordinat untuk menyatakan posisi semua partikel. Secara umum, terdapat n jumlah minimum koordinat yang diperlukan untuk menyatakan konfigurasi sistem. Koordinat-koordinat tersebut dinyatakan dengan
  • 6. q1, q2, …..qn (1) yang disebut dengan koordinat rampatan (generalized coordinates). Istilah rampat diambil dari kata merampat dan papan Koordinat qk dapat saja berupa sudut atau jarak. Tiap koordinat dapat berubah secara bebas terhadap lainnya; sistem tersebut dinamakan holonomic. Jumlah koordinat n dalam hal ini disebut dengan derajat kebebasan sistem tersebut. Dalam sistem yang nonholonomic, masing-masing koordinat tidak dapat berubah secara bebas satu sama lain, yang berarti bahwa banyaknya derajat kebebasan adalah lebih kecil dari jumlah minimum koordinat yang diperlukan untuk menyatakan konfigurasi sistem. Salah satu contoh sistem nonholonomic adalah sebuah bola yang dibatasi meluncur pada sebuah bidang kasar. Lima koordinat diperlukan untuk menyatakan konfigurasi sistem, yakni dua koordinat untuk menyatakan posisi pusat bola dan tiga koordinat untuk menyatakan perputarannya. Dalam hal ini, koordinat-koordinat tersebut tidak dapat berubah semuanya secara bebas. Jika bola tersebut menggelinding, paling kurang dua koordinat mesti berubah. Dalam pembahasan selanjutnya kita akan membatasi diri pada sistem holonomic. Untuk partikel tunggal, fungsi koordinat rampatan lebih mudah diungkapkan dengan menggunakan koordinat Kartesius: x = x(q) (satu derajat kebebasan - gerak pada sebuah kurva). x = x(q1,q2) (dua derajat kebebasan - gerak pada sebuah permukaan). x = x(q1,q2,q3) y = y(q1,q2,q3) z = z(q1,q2,q3) (tiga derajat kebebasan - gerak dalam sebuah ruang)
  • 7. Misalkan q berubah dari harga awal (q1,q2, ….) menuju harga (q1+q1,q2+q1 ..). Perubahan koordinat Kartesius yang bersesuaian adalah : .....       2 2 1 1 q q x q q x x (2) .....       2 2 1 1 q q y q q y y (3) .....       2 2 1 1 q q z q q z z (4) Turunan parsial x/q1 dan seterusnya adalah fungsi dari q. Sebagai contoh, misalkan sebuah partikel bergerak dalam bidang. Misalkan kita memilih koordinat kutub untuk menyatakan konfigurasi sistem, maka dalam hal ini : q1 = r q2 =  (5) Selanjutnya : x = x(r,) = r cos y = y(r,) = r sin (6) dan 2 2 1 1 q q x q q x x        = cos  r - r sin   (7)
  • 8. 2 2 1 1 q q y q q y y        = sin  r + r cos   (8) Sekarang perhatikan sebuah sistem yang mengandung sejumlah n partikel; dalam hal ini mengandung n derajat kebebasan serta koordinat rampatannya dinyatakan dengan : q1, q2, …..qn (9) Selanjutnya perubahan konfigurasi dari (q1, q2, …..qn) ke konfigurasi di dekatnya (q1+q1, q2+q2, …qn+qn) menyatakan perpindahan partikel ke i dari titik (xi,yi,zi) ke titik di dekatnya (xi+xi,yi+yi,zi+zi) dimana:      n 1k k k i i q q x x (10)      n 1k k k i i q q y y (11)      n 1k k k i i q q z z (12) Persamaan (10–12) menunjukkan bahwa turunan parsialnya merupakan fungsi q. Selanjutnya kita akan mengambil indeks i untuk menyatakan koordinat rectangular, dan indeks k untuk menyatakan koordinat rampatan. Simbol xi kita pakai untuk menyatakan sembarang koordinat rectangular. Jadi, untuk sistem yang mengandung N partikel, i dapat berharga antara 1 dan 3N.
  • 9. B. GAYA RAMPATAN Jika sebuah partikel mengalami pergeseran sejauh r dibawah pengaruh sebuah gaya aksi F, gaya yang bekerja padanya dinyatakan dengan zFyFxFW zyx  rF (13) Dalam bentuk yang lebih sederhana dapat dinyatakan dengan   i ii xFW (14) Tampak bahwa persamaan di atas tidak hanya berlaku untuk partikel tunggal, tetapi juga untuk sistem banyak partikel. Untuk satu partikel, harga i adalah dari 1 sampai 3. Untuk N partikel, harga i adalah dari 1 sampai 3N. Jika pertambahan xi dinyatakan dalam koordinat rampatan, maka diperoleh               i k k k i i q q x FW               i k k k i i q q x F (15)              i k k k i i q q x F
  • 10. Persamaan di atas juga dapat ditulis   k kk qQW (16) dimana :          k i ik dq x FQ (17) Besaran Qk yang didefinisikan menurut persamaan di atas disebut dengan gaya rampatan. Oleh karena perkalian Qkqk memiliki dimensi kerja/usaha, maka dimensi Qk adalah gaya jika qk menyatakan jarak, dan dimensi Qk adalah torka, jika qk menyatakan sudut. C. GAYA RAMPATAN UNTUK SISTEM KONSERVATIF Jika sebuah gaya bekerja pada sebuah partikel dalam sebuah medan gaya konservatif, besarnya gaya tersebut dinyatakan oleh persamaan i i x V F    (18) dimana V menyatakan sebuah fungsi energi potensial. Oleh karena itu perumusan gaya rampatan dapat dinyatakan
  • 11.              i k i i k q x x V Q (19) Suku yang berada dalam tanda kurung tak lain adalah turunan parsial fungsi V terhadap qk. Oleh karena itu k k q V Q    (20) Misalkan, kita menggunakan koordinat kutub, q1 = r ; q2 = , maka gaya rampatan dapat dinyatakan dengan Qr = -V/r ; Q = -V/. Jika V merupakan fungsi r saja (dalam kasus gaya sentral), maka Q = 0. D. PERSAMAAN LAGRANGE Untuk mencari persamaan diferensial gerak sebuah benda yang dinyatakan dalam koordinat rampatan, kita dapat memulai dengan persamaan berikut: iii xmF  (21) dan selanjutnya kita akan mencoba menyatakan persamaan tersebut dalam q. Pendekatan pertama yang akan kita pakai adalah dari persamaan energi. Kita akan menghitung energi kinetik T dalam bentuk koordinat Kartesian dan selanjutnya kita akan nyatakan dalam koordinat rampatan dan turunannya terhadap waktu. Energi kinetik T dari sebuah sistem yang mengandung N partikel dapat dinyatakan dengan
  • 12.    k 1i 2 i 2 i 2 1i2 1 zyxmT ( (22) atau dalam bentuk yang lebih ringkas ditulis sebagai berikut   N3 1i 2 ii2 1 xmT  (23) Mari kita mencoba menyatakan hubungan antara koordinat x dan q yang juga mengandung waktu t secara eksplisit. Kita dapat misalkan ),,...,,( tqqqxx n21ii  (24) dan selanjutnya        t x q q x x i k k i i  (25) Dalam pembahasan selanjutnya, kita tetapkan bahwa harga i adalah 1,2, …..3N dimana N menyatakan jumlah partikel dalam sistem, dan harga k adalah 1,2, . ….n; dimana n menyatakan jumlah koordinat rampatan (derajat kebebasan) sistem. Oleh karena itu kita dapat melihat bahwa energi kinetik sebagai fungsi koordinat rampatan, turunannya terhadap waktu, atau mungkin dalam waktu. Dalam banyak hal, waktu t tidak secara eksplisit terkait hubungan antara xi dan qk, sehingga xi/t = 0. Jelaslah bahwa energi kinetik T merupakan fungsi kuadrat yang homogen dari kecepatan rampatan kq . Dari persamaan k i k i q x q x        (26)
  • 13. Kalikan kedua ruas (ruas kiri dan kanan) dengan ix dan diferensialkan terhadap t, akan diperoleh:                 k i i k i i q x x dt d q x x dt d     k i i k i i q x x q x x         (27) atau                        2 x qq x x 2 x qdt d 2 i kk i i 2 i k     (28) Jika selanjutnya kita kalikan mi dan kita gunakan hubungan iii Fxm  , kita dapat peroleh                        2 xm qq x F 2 xm qdt d 2 ii kk i i 2 ii k   (29) Lakukan penjumlahan terhadap i akan diperoleh :               i kk i i k q T q x F q T dt d  (30) Dari definisi gaya rampatan kita peroleh
  • 14. k k k q T Q q T dt d       (31) Ini adalah persamaan diferensial gerak yang dinyatakan dalam koordinat rampatan dan dikenal dengan persamaan Lagrange untuk gerak. Dalam kasus gerakannya adalah konservatif, persamaan Lagrange dapat ditulis sebagai berikut: kkk q V q T q T dt d          (32) Persamaan ini biasanya ditulis dalam bentuk yang lebih singkat dengan mendefinisikan fungsi Lagrangian L yakni L = T - V (33) Yang berarti bahwa kita dapat menyatakaan T dan V dalam koordinat rampatan. Oleh karena V = V(qk) dan 0qV k  / , kita peroleh kk q T q L       dan kkk q V q T q L         (34) kk q L q L dt d       (35)
  • 15. Persamaan diferensial gerak untuk suatu sistem konservatif dapat dicari jika kita ketahui fungsi Lagrangian dalam bentuk koordinat tertentu. Di sisi lain, jika gaya rampatan tidak konservatif, misalkan nilainya adalah ' kQ , maka kita dapat menuliskan k kk q V QQ    ' (36) Selanjutnya kita dapat mendefinisikan sebuah fungsi Lagrangian L = T - V, dan menuliskan persamaan diferensial gerak dalam bentuk k k k q L Q q L dt d      '  (37) ' k k k d L L Q dt q q       (37) Bentuk di atas lebih mudah dipakai jika gaya gesekan diperhitungkan. E. BEBERAPA CONTOH PEMAKAIAN PERSAMAAN LAGRANGE Berikut ini akan dibahas beberapa kehandalan persamaan Lagrange untuk menyelesaikan masalah-masalah gerak. Prosedur umum yang dipakai untuk mencari persamaan diferensial gerak dari sebuah sistem adalah sebagai berikut:
  • 16. 1. Pilih sebuah kumpulan koordinat untuk menyatakan konfigurasi sistem. 2. Cari energi kinetik T sebagai fungsi koordinat tersebut beserta turunannya terhadap waktu. 3. Jika sistem tersebut konservatif, cari energi potensial V sebagai fungsi koordinatnya, atau jika sistem tersebut tidak konservatif, cari koordinat rampatan Qk. 4. Persamaan deferensial gerak selanjutnya dapat dicari dengan menggunakan persamaan di atas. Beikut ini adalah beberapa contoh pemakaiannya : 1. Pandanglah sebuah partikel bermassa m yang bergerak akibat pengaruh gaya sentral pada sebuah bidang. Rumuskan persamaan gerak partikel tersebut. Misalkan koordinat polar (r,) digunakan sebagai koordinat rampatan. Koordinat Cartesian (r,) dapat dihubungkan melalui : x = r cos  y = r sin  Energi kinetik partikel dapat ditulis :    2 2 2 2 2 21 1 1 2 2 2T mv m x y m r r      Energi potensial oleh gaya sentral   1/2 2 2 k k V rx y      Persamaan Lagrange untuk sistem ini:
  • 17.  2 2 21 2 k L T V m r r r       Dari persamaan Lagrange: kkk q V q T q T dt d          k k d L L 0 dt q q          Substitusi q1 = r dan q2 = , diperoleh: d L L 0 dt r r          d L L 0 dt          Dari kedua persamaan di atas diperoleh: 2 2 L mr r d L mr dt r L k mr r r              
  • 18. 2 2 2 k mr mr r     Untuk partikel yang bergerak dalam medan konservatif : 2 V(r) k F(r) r r r               Jadi : 2 2 rmr mr F   Dari persamaan Lagrange : 2L mr     L 0    2d L 2mrr mr dt         2 2mrr mr 0   atau :  2d dJ mr 0 dt dt    Hal ini berarti bahwa J merupakan momentum sudut yang nilainya konstan. Integrasi persamaan di atas menghasilkan 2 J mr  = konstan
  • 19. Berdasarkan persamaan di atas dapat dikatakan bahwa dalam medan konservatif momentum sudut J, merupakan tetapan gerak. 2. Osilator Harmonik Pandanglah sebuah osilator harmonik 1-dimensi, dan misalkan padanya bekerja sebuah gaya peredam yang besarnya sebanding dengan kecepatan. Oleh karena itu sistem dapat dipandang tidak konservatif. Jika x menyatakan pergeseran koordinat, maka fungsi Lagrangiannya adalah L = T - V = 2 2 12 2 1 kxxm  (38) dimana m adalah massa dan k adalah tetapan kelenturan pegas. Selanjutnya: xm x L      dan kx x L    (39) Oleh karena pada sistem bekerja gaya yang tidak konservatif yang harganya sebanding dengan kecepatan; dalam hal ini Q' = -c x , sehingga persamaan gerak dapat ditulis :   )( kxxcxm dt d   (40) mx cx kx 0   Ini tak lain adalah persamaan gerak osilator harmonik satu dimensi dengan gaya peredam yang sudah kita kenal.
  • 20. 3. Partikel yang berada dalam medan sentral. Mari kita rumuskan persamaan Lagrange gerak sebuah partikel dalam sebuah bidang di bawah pengaruh gaya sentral. Kita pilih koordinat polar q1 = r, q2 = . Maka  222 2 12 2 1 rrmmvT   (41) )(rVV  (42)    rVrrmL 222 2 1   (43) Selanjutnya dengan menggunakan persamaan Lagrange, diperoleh : rm r L      )r(fmr r L 2     (44) 0 L         2 mr L (45) Oleh karena sistemnya tidak konservatif, maka persamaan geraknya adalah : r L r L dt d            LL dt d  (46) )(rfmrrm 2     0mr dt d 2  (47) 4. Mesin Atwood
  • 21. Sebuah mesin Atwood yang terdiri dari dua benda bermassa m1 dan m2 dihubungkan oleh tali homogen yang panjangnya l dan dilewatkan pada katrol (lihat gambar). Sistem ini memiliki satu derajat kebebasan. Kita ambil variabel x untuk menyatakan konfigurasi sistem, dimana x adalah jarak vertikal dari katrol ke massa m1 seperti yang ditunjukkan pada gambar. Gambar 2. 1 Mesin atwood tunggal Kecepatan sudut katrol adalah ax / , dimana a adalah jari-jari katrol. Energi kinetik sistem ini adalah : a l-x x m1 m2
  • 22. 2 2 2 12 22 12 12 1 a x IxmxmT    (48) dimana I adalah momen inersia katrol. Energi potensial sistem adalah : 2 1V m gx m g(l x )    (49) Anggap bahwa pada sistem tidak bekerja gaya gesekan, sehingga fungsi Lagrangiannya adalah   glmxmmgx a I mmL 221 2 2212 1         (50) dan persamaan Lagrangenya adalah x L x L dt d       (51) yang berarti bahwa :  21221 mmgx a I mm         (52) atau 1 2 2 1 2 m m x g m m I / a     (53)
  • 23. adalah percepatan sistem. Nampak bahwa jika m1>m2, maka m1 akan bergerak turun, sebaliknya jika m1<m2 maka m1 akan bergerak naik dengan percepatan tertentu. 5. Mesin Atwood Ganda Mesin Atwood ganda diperlihatkan pada gambar 2.2.. Nampak bahwa sistem tersebut mempunyai dua derajat kebebasan. Kita akan menyatakan konfigurasi sistem dengan koordinat x dan x'. Massa katrol dalam hal ini diabaikan (untuk menyederhanakan persoalan). Energi kinetik dan energi potensial sistem adalah : 2 32 12 22 12 12 1 xxmxxmxmT )'()'(   (54) )''()'( xlxlgmxxlgmgxmV 321  (55) dimana m1, m2 dan m3 adalah massa masing-masing beban, dan l serta l' adalah panjang tali penghubungnya.
  • 25. Mesin Atwood Ganda 2 2 21 1 1 1 2 3 1 2 32 2 2 2 3 L m x m ( x x') m ( x x') g(m m m )x g(m m )x' tetapan              (56) sehingga persamaan geraknya dapat ditulis : x L x L dt d       '' x L x L dt d       (57) dengan penyelesaian )()'()'( 321321 mmmgxxmxxmxm   (58) )()'()'( 3232 mmgxxmxxm   (59) dan dari persamaan ini percepatan x dan 'x dapat ditentukan. 6. Partikel yang bergerak pada bidang miring yang dapat digerakkan. Mari kita tinjau sebuah persoalan dimana sebuah partikel meluncur pada sebuah bidang miring yang juga dapat bergerak pada permukaan datar yang licin, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3. Dalam persoalan ini terdapat dua derajat kebebasan, sehingga kita butuhkan dua koordinat untuk menggambarkan keadaan sistem yang kita tinjau. Kita akan memilih koordinat x dan x' yang masing-masing menyatakan pergeseran dalam arah horisontal bidang terhadap titik acuan dan pergeseran partikel dari titik acuan terhadap bidang seperti yang ditunjukkan pada gambar. Dari analisis diagram vektor kecepatan, nampak bahwa kuadrat kecepatan partikel diperoleh dengan menggunakan hukum kosinus :
  • 26.  cosxx2xxv 222 ''  (60) Oleh karena itu energi kinetiknya adalah 2 2 12222 2 12 2 12 2 1 xM)cosxx2xxmxMmvT   '' ( (61) dimana M adalah massa bidang miring dengan sudut kemiringan , seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.3. dan m adalah massa partikel. Energi potensial sistem tak terkait dengan x oleh karena bidangnya horisontal, sehingga kita dapat tuliskan : V=mgx'sin  + tetapan (62) dan 2 '2 ' 2 '1 1 2 2L m(x x 2xx cos ) Mx mgx sin tetapan       (63) Persamaan geraknya x L x L dt d       '' x L x L dt d       (64) sehingga 0xM)cosxxm   '( ;  mgsin)cosxxm  ' ( (65)
  • 27. Percepatan x dan ' x adalah :     2 cos m Mm cossing x ; Mm cosm 1 sing 'x 2      (66) 'x v x' M  x m
  • 28. Gambar 2. 3 Gerak pada bidang miring dan representasi vektornya 7. Penurunan persamaan Euler untuk rotasi bebas sebuah benda tegar. Metode Lagrange dapat digunakan untuk menurunkan persamaan Euler untuk gerak sebuah benda tegar. Kita akan tinjau kasus torka - rotasi bebas. Kita ketahui bahwa energi kinetik diberikan oleh persamaan: )III( 2 1 T 2 33 2 22 2 11  (67) Dalam hal ini harga  mengacu pada sumbu utama. Dalam Bagian sebelumnya telah ditunjukkan bahwa  dapat dinyatakan dalam sudut Euler ,  dan  sebagai berikut:  sinsincos1   cossinsin2  (68)  cos3  Dengan memperhatikan sudut Eulerian sebagai koordinat rampatan, persamaan geraknya adalah:      LL dt d  (69)  x
  • 29.      LL dt d  (70)      LL dt d  (71) oleh karena Q (gaya rampatan) semuanya nol. Dengan menggunakan aturan/dalil rantai :         3 3 TL (72) Sehingga 33I L dt d      (73) Dengan menggunakan lagi aturan rantai, kita peroleh         2 22 1 11 II T )sinsincos(I)cossinsin(I 2211   122211 II  (74) Akibatnya, persamaan 71 menjadi :
  • 30. )II(I 212133  (75) yang mana seperti yang ditunjukkan dalam bagian sebelumnya adalah persamaan Euler ketiga untuk rotasi bebas sebuah benda tegar dibawah pengaruh torka nol. Persamaan Euler lainnya dapat diperoleh dengan melakukan permutasi siklik (putaran) dari subskrip : 12, 23, 31. 8. Pandanglah sebuah benda bermassa m (gambar 2.4) meluncur dengan bebas pada sebuah kawat dengan lintasan berbentuk lingkaran dengan jari-jari a. Lingkaran kawat berputar searah jarum jam pada bidang horisontal dengan kecepatan sudut ω disekitar titik O. (a). Selidiki bagaimana gerak benda tersebut, dan (b). Bagaimana reaksi lingkaran kawat.