SlideShare a Scribd company logo
1 of 81
Download to read offline
KATA PENGANTAR
Setelah kami ditugaskan untuk membina Mata Kuliah Hukum Tata Negara
di Fakultas Hukum Universitas Samudra, maka atas dasar tersebut disusun Buku
Hukum Kelembagaan Negara sebagai salah satu acuan bagi para mahasiswa yang
mengambil jurusan Hukum Tata Negara.
Buku-buku Hukum Kelembagaan Negara sudah cukup banyak beredar
dalam masyarakat, namun setelah Reformasi Tahun 1998 dan terjadinya peubahan
pertama sampai perubahan keempat terhadap UUD 1945, maka Hukum Tata
Negara mengalami perubahan pula yaitu terbentuknya Lembaga-Lembaga Baru
berikut fungsi dan wewenangnya menurut UUD 1945.
Atas dasar itulah kami menyusun buku ini, walaupun buku ini bukan satu-
satunya pegangan dalam kuliah-kuliah yang kami berikan kepada mahasiswa.
Kami sadari bahwa buku ini belum sempurna baik isinya maupun teknik
penulisannya, untuk itu kritik dan sumbang saran sangat diperlukan guna
perbaikan kemudian.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa menyertai dalam menjalankan tugas dan
kewajiban kita semua. Amin.
Langsa, 1 Agustus 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Pengantar .................................................................................................. 1
B. Konsep Kelembagaan Negara .................................................................. 4
B.1. Teori Negara Hukum ...................................................................... 4
B.2. Teori Organ ..................................................................................... 7
C. Perkembangan Organisasi Negara ........................................................... 12
D. Teori Penataan Lembaga Negara ............................................................. 15
BAB II LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA DI INDONESIA
A. Jenis-Jenis Lembaga Negara Menurut UUD 1945 .................................. 19
B. Lembaga Daerah ...................................................................................... 26
C. Kedudukan dan Kewenangan Lembaga Negara ...................................... 31
BAB III HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA
A. Hubungan antara MPR dengan DPR, DPD, dan Mahkamah Konstitusi . 52
B. Hubungan DPR dengan Presiden, DPD, dan MK .................................... 53
C. Hubungan DPD dengan DPR, BPK, dan MK .......................................... 54
D. Hubungan MA dengan lembaga negara lainnya ...................................... 54
E. Hubungan antara Mahkamah Konstitusi dengan Presiden, DPR, BPK, DPD,
MA, KY ................................................................................................... 55
F. Hubungan antara BPK dengan DPR dan DPD ........................................ 55
G. Hubungan antara Komisi Yudisial dengan MA ....................................... 56
BAB IV SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA
A. Istilah dan Pengertian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara.............. 57
B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Sengketa Kewenangan Lembaga
Negara ...................................................................................................... 60
C. Sejarah Singkat Lahirnya Mahkamah Konstitusi ..................................... 62
D. Mekanisme penyelesaian sengketa kewenangan lembaga Negara .......... 65
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 74
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengantar
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD 1945) telah merubah paradigma sistem ketatanegaraan Indonesia,
yang juga berdampak pada sistem kelembagaan negara. Paradigma perubahan
tersebut turut serta mengubah struktur, kedudukan dan kewenangan masing-
masing lembaga negara, khususnya lembaga negara yang diadopsi dalam
UUD 1945. Sebagaimana diketahui bahwa perubahaan UUD 1945 mencakup
empat kali masa perubahan yaitu dimulai pada tahun 1999, tahun 2000, tahun
2001 dan tahun 2002.
Keempat kali perubahan tersebut mempunyai tujuan dasar yaitu salah
satunya adalah pengurangan kapasitas kewenangan Presiden yang terlalu
besar pada masa era orde baru, dan memaksimalkan kewenangan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) selaku lembaga legislative. Atas dasar tersebut
maka muncullah pergeseran kekuasaan dalam bidang legislasi, dimana
sebelumnya Presiden mempunyai peran sangat besar dalam menentukan dan
merumuskan suatu undang-undang. Sementara itu, DPR hanyalah sebagai
“partner” berdiskusi belaka hingga proses pengesahannya.
Selain adanya pembatasan kewenangan Presiden, perubahan UUD
1945 juga turut serta mengubah kedudukan Dewan Pertimbangan Agung
(DPA) menjadi lembaga yang berada di bawah kekuasaan eksekutif, dan
menambahkan beberapa lembaga baru yang dinilai dibutuhkan pada masa era
reformasi, lembaga tersebut yaitu Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi
Yudisial (KY) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).1
1
Sebagaimana telah diamanatkan dalam sidang umum MPR berdasarkan Ketetapan MPR
RI No. IX/ MPR/ 2000 tentang Penugasan Badan Pekerja MPR-RI Untuk Mempersiapkan
Rancangan Perubahan UUD 1945. Pada tanggal 9 November 2000 diputuskan ada 60 (enam
puluh) dictum yang akan dirubah pada perubahan ketiga UUD 1945, dengan sasaran yaitu (1)
pelaksanaan kedaulatan rakyat, (2) pemilihan Presiden dan/atau Wakil Presiden secara langsung
oleh rakyat, (3) proses dakwaan impeachment terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden, (4)
pembentukan DPD, (5) pembentukan MK dan KY. Lihat dalam Sri Soemantri, Prosedur Dan
Sistem Perubahan Konstitusi, PT. Alumni, Bandung, 2006, hal 305
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
2
Tujuan perubahan UUD 1945 juga terkait dengan penguatan
kewenangan beberapa lembaga negara yang ada, seperti DPR, Presiden,
Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Pemerintah Daerah, Pemisahan
kelembagaan antara TNI dan Polisi (POLRI). Lembaga negara yang dihapus
adalah DPA yang kemudian diubah dengan DPP/Wantimpres, yang
dimasukkan dalam UUD 1945 terkait bab kekuasaan pemerintah, yang
sebelumnya merupakan lembaga negara yang berdiri sendiri.2
Penataan kembali (rekonstruksi) kelembagaan negara pasca perubahan
UUD 1945, dimulai dengan ditetapkannya kedudukan MPR sebagai lembaga
negara yang sederajat dengan lembaga lainnya. Dimana hal tersebut, berbeda
dengan kedudukan MPR pada masa orde baru yang dikenal sebagai lembaga
tertinggi negara. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD
19453
, menyebutkan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Hal tersebut tentu berbeda
dengan pengaturan sebelumnya yang menyebutkan bahwa “kedaulatan
berada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh majelis
permusyawaratan rakyat”. Apabila dikaji secara spesifik dapat dilihat bahwa
kedudukan MPR pada masa era orde baru adalah sebagai jelmaan rakyat dan
pengusung kedaulatan rakyat. Sementara itu, saat ini setelah perubahan hal
tersebut diubah sehingga pemangku kedaulatan rakyat adalah rakyat sendiri
dengan dilandasi oleh UUD 1945.4
Maka, struktur kelembagaan negara yang pada masa era orde baru
didudukkan secara horizontal, maka saat ini kedudukan masing-masing
lembaga negara adalah sederajat, secara vertical. Dimana setiap lembaga
2
DPP yaitu Dewan Pertimbangan Presiden dan atau disebut juga dengan Wantimpres, lihat
dalam Agus Wanti Lahamid, Dewan pertimbangan presiden dalam struktur ketatanegaraan
Republik Indonesia: analisis yuridis kewenangan dan fungsi Dewan Pertimbangan (Presiden)
sebelum dan setelah perubahan UUD 1945(Abstrak),
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=107441&lokasi=lokal, diakses
pada tanggal 20 Maret 2016
3
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 perubahan ketiga
4
Anonimous, Eksistensi Lembaga Negara, Berdasarkan UU Negara RI Tahun 1945, Jurnal
Legislasi, Volume 4 No. 3, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen
Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2007, hal 66.
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
3
negara mempunyai kedudukan yang sama yang kewenangannya diatur
langsung maupun tidak langsung oleh UUD 1945. Perlu disadari pula bahwa
perkembangan kelembagaan negara pada saat ini juga telah berkembang pesat
dengan muculnya beberapa lembaga baru yang berdasarkan pengaturannya
diatur oleh peraturan perundang-undangan di bawah UUD 1945. Sehingga
disatu sisi, memunculkan paradigma baru yaitu sengketa kewenangan
lembaga negara (SKLN).
Sebagaimana pendapat Jimly Asshiddiqie juga menegaskan bahwa:
“Sehubungan dengan gagasan mekanisme checks and balances, fungsi
penyelesaian sengketa diantara lembaga negara yang sederajat dengan itu,
perlu diatur mekanismenya. Jika sebelum amandemen MPR berkedudukan
sebagai lembaga tertinggi negara, penjelmaan seluruh rakyat Indonesia
berwenang dan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi untuk mengatasi
persengketaan semacam itu, maka dimasa yang akan datang, perlu dibentuk
suatu Mahkamah tersendiri yang disebut dengan Mahkamah Konstitusi”.5
Pendapat Jimly di atas, pada umumnya telah diakomodir secara utuh dalam
Pasal 24 dan Pasal 24C UUD 1945 yang menentukan tentang pembentukan
dan kewenangan MK, khususnya dalam penyelesaian sengketa kewenangan
lembaga negara.
Atas dasar uraian di atas, maka dalam buku ini akan dijelaskan
terlebih dahulu mengenai konsep lembaga negara, perkembangan organisasi
negara dan teori penataan lembaga negara. Dimana dengan adanya
pemahaman mengenai konsep kelembagaan negara tentu diharapkan akan
dapat menganalisa mengenai struktur, kedudukan, kewenangan dan
mekanisme penyelesaian sengketa lembaga negara di Indonesia khususnya
pasca perubahan UUD 1945.
5
Jimly Asshiddiqie, Merambah Jalan Pembentukan Mahkamah Konstitusi, KRHN, Jakarta,
2002, hal 5
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
4
B. Konsep Lembaga Negara
B.1. Teori Negara Hukum
Berbicara mengenai lembaga negara berarti berbicara mengenai alat
kelengkapan yang ada dalam sebuah negara. Guna memahami alat
kelengkapan negara tersebut maka diharuskan untuk diketahui konsep dasar
atau teori dasar yang berkedudukan sebagai grand theory dalam menganalisis
sistem kelembagaan negara. Berdasarkan hal tersebut maka teori dasar yang
paling tinggi yaitu teori negara hukum (rechtstaat atau the rule of law).
Secara umum pengertian dari negara hukum adalah negara yang
berlandaskan hukum dan menjamin rasa keadilan. Rasa keadilan tersebut
tercermin dari sikap para penguasa dalam menjaga stabilitas dan
ketenteraman, maksudnya yaitu kewenangan dan tindakan alat-alat
perlengkapan negara atau penguasa haruslah berdasarkan hukum atau diatur
oleh hukum. Hal ini menjamin keadilan dan kebebasan dalam pergaulan
kehidupan bagi warganya.6
Dalam kepustakaan Indonesia sudah sangat populer dengan
penggunaan istilah “negara hukum”, yang merupakan terjemahan langsung
dari istilah “rechtsstaat”.7
Dalam terminologi negara-negara di Eropa dan
Amerika, untuk “negara hukum” menggunakan istilah yang berbeda-beda. Di
Jerman dan Belanda digunakan istilah rechtsstaat, sementara di Prancis
memakai istilah etat de droit. Istilah estado de derecho dipakai di Spanyol,
istilah stato di diritto digunakan di Italia. Dalam terminologi Inggris dikenal
dengan ungkapan the state according to law atau according to the rule of
law.8
Sebagaimana disebutkan oleh Sudargo Gautama, dalam kata-katanya
“… dalam suatu negara hukum, terdapat pembatasan kekuasaan negara
terhadap perseorangan. Negara tidak maha kuasa, tidak bertindak sewenang-
6
Abu Daud Busro dan Abu Bakar Busro, Azas-azas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia,
Jakarta 1985, hal 109
7
Faisal A. Rani, Konsep Negara Hukum, bahan ajar mata kuliah teori hukum, program
Magister Ilmu Hukum, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 2008, hal. 1
8
Allan R.Brewer – Carias, Judicial Review in Comparative Law, Cambridge University
Press, 1989, hal.7.
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
5
wenang. Tindakan-tindakan negara terhadap warganya dibatasi oleh hukum.
Inilah apa yang oleh ahli hukum Inggris dikenal sebagai rule of law”.9
Aristoteles merumuskan negara hukum adalah negara yang berdiri di
atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan
merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga Negara
dan sebagai daripada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap
manusia agar ia menjadi warganegara yang baik. Peraturan yang sebenarnya
menurut Aristoteles ialah peraturan yang mencerminkan keadilan bagi
pergaulan antar warga negaranya .maka menurutnya yang memerintah negara
bukanlah manusia melainkan “pikiran yang adil”. Penguasa hanyalah
pemegang hukum dan keseimbangan saja.10
Ajaran negara berdasarkan atas hukum (de rechts staat dan the rule of
law) mengandung pengertian bahwa hukum adalah supreme dan kewajiban
bagi setiap penyelenggara negara atau pemerintah untuk tunduk pada hukum
(subject to the law).11
Tidak ada kekuasaan diatas hukum (above to the law).
Atas dasar pernyataan diatas maka tidak boleh ada kekuasaan yang
sewenang-wenang (arbitrary power) atau penyalahgunaan kekuasaan (misuse
of power) baik pada negara berbentuk kerajaan maupun republik. Secara
maknawi, tunduk pada hukum mengandung pengertian pembatasan
kekuasaan seperti halnya ajaran pemisahan dan pembagian kekuasaan. Oleh
sebab itu, negara berlandaskan hukum memuat unsur pemisahan atau
pembagian kekuasaan.12
Secara umum, J.F. Stahl menguraikan unsur negara hukum-rechtstaat
diantaranya mencakupi beberapa hal yaitu:
a. adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM).
b. adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara untuk menjamin
perlindungan HAM,
9
Sudargo Gautama, Pengertian Negara Hukum, Alumni, Bandung, 1983, hal. 3.
10
Aristoteles, Politik (La Politica), diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Benjamin
Jowett dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Syamsur Irawan Khairie, Cetakan Kedua,
Visimedia, Jakarta, 2008, hal 43
11
Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, FH UII Press, Jakarta, 2003, hal 11
12
Faisal A. Rani, Op., Cit., hal. 3
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
6
c. pemerintahan berdasarkan peraturan, dan
d. adanya peradilan administrasi.13
Menurut A.V. Dicey, Negara hukum-the rule of law harus mempunyai
3 unsur pokok:
a. supremacy of law;
b. equality before the law;
c. human rights.14
Sementara itu, Jimly Asshiddiqie menguraikan ada dua belas ciri
penting dari negara hukum diantaranya adalah :
1. Supremasi hukum;
2. Persamaan dalam hukum;
3. Asas legalitas;
4. Pembatasan kekuasaan;
5. Organ eksekutif yang independent;
6. Peradilan bebas dan tidak memihak;
7. Peradilan tata usaha Negara;
8. Peradilan tata Negara;
9. Perlindungan hak asasi manusia;
10. Bersifat demokratis;
11. Sarana untuk mewujudkan tujuan Negara; dan
12. Transparansi dan kontrol sosial.15
Berdasarkan unsur yang telah dipaparkan di atas, maka diketahui
bahwa dalam sebuah Negara Hukum, dibutuhkan sebuah alat kelengkapan
negara yang bergerak berdasarkan aturan hukum, sehingga tidak
menimbulkan paradigma machtstaat atau negara dengan kekuasaan. Alat
kelengkapan negara berdasarkan teori klasik hukum negara meliputi,
kekuasaan eksekutif, dalam hal ini bisa Presiden atau Perdana Menteri atau
13
Daniel S.Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, LP3ES,
Jakarta, 1990, hlm. 384
14
Ibid, hal. 384-385
15
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. Jakarta, 2006, hal 15
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
7
Raja; kekuasaan legislatif, dalam hal ini bisa disebut parlemen atau dengan
nama lain seperti Dewan Perwakilan Rakyat; dan kekuasaan yudikatif seperti
Mahkamah Agung atau supreme court. Setiap alat kelengkapan negara
tersebut bisa memiliki organ-organ lain untuk membantu melaksanakan
fungsinya.16
Lembaga-lembaga negara harus membentuk suatu kesatuan proses
yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelengaraan fungsi
negara atau istilah yang digunakan Sri Soemantri adalah actual governmental
process. Jadi, meskipun dalam praktiknya tipe lembaga-lembaga negara yang
diadopsi setiap negara bisa berbeda, secara konsep, lembaga-lembaga tersebut
harus bekerja dan memiliki relasi sedemikian rupa sehingga membentuk suatu
kesatuan untuk merealisasikan secara praktis fungsi negara dan ideologis
mewujudkan tujuan negara jangka panjang.17
Dalam negara hukum yang demokratik, hubungan antara infra struktur
politik (Socio Political Sphere) selaku pemilik kedaulatan (Political
Sovereignty) dengan supra struktur politik (Governmental Political Sphere)
sebagai pemegang atau pelaku kedaulatan rakyat menurut hukum (Legal
Sovereignty), terdapat hubungan yang saling menentukan dan saling
mempengaruhi. Oleh karena itu, hubungan antar dua komponen struktur
ketatanegaraan tersebut ditentukan dalam UUD, terutama supra struktur
politik telah ditentukan satu sistem, bagaimana kedaulatan rakyat sebagai
dasar kekuasaan tertinggi negara itu dibagi-bagi dan dilaksanakan oleh
lembaga-lembaga negara.18
B.2. Teori Organ
Setiap negara dijalankan oleh organ negara yang diatur dalam
konstitusi. Pengaturan kewenangan organ negara dalam konstitusi
dimaksudkan agar tercipta keseimbangan antara organ negara yang satu
16
Ibid., hal. 17
17
Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1992,
hal. 33
18
Kusnardi Muh. dan Bintan R Saragih ; Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem
Undang-Undang Dasar 1945, PT Gramedia, Jakarta, 1983, hal 31
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
8
dengan lainnya (check and balances). Menurut A. Hamid Attamimi, dalam
bukum Azyumardi Azra menyebutkan bahwa konstitusi adalah pemberi
pegangan dan pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana kekuasaan negara
harus dijalankan.19
Secara umum, konstitusi dapat dikatakan demokratis
mengandung prinsip dalam kehidupan bernegara yaitu salah satunya adanya
pembagian kekuasaan berdasarkan trias politica dan adanya kontrol serta
keseimbangan lembaga-lembaga pemerintahan.20
Pemahaman mengenai
organ negara dikenal dengan trias politica yang berarti bahwa kekuasaan
negara dilaksanakan oleh tiga cabang kekuasaan yaitu kekuasaan eksekutif,
kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. Ketiga cabang kekuasaan
tersebut diatur dan ditentukan kewenangannya oleh konstitusi.
Pada sistem ini terdapat 3 (tiga) macam cabang kekuasaan yang
terpisah, yaitu eksektif dijalankan oleh Presiden, legislatif dijalankan oleh
DPR, dan yudikatif dijalankan oleh MA. Pada masa sekarang prinsip ini tidak
lagi dianut, karena pada kenyataannya tugas dari lembaga legislatif membuat
undang-undang, telah mengikutsertakan eksekutif dalam pembuatanya.
Sebaliknya pada bidang yudikatif, prinsip tersebut masih dianut, untuk
menjamin kebebasan dan memberikan keputusan sesuai dengan prinsip
negara hukum.21
Istilah pemisahan kekuasaan dalam bahasa Indonesia
merupakan terjemahan dari konsep separation of power berdasarkan teori
trias politica menurut pandangan Monstesque, harus dipisahkan dan
dibedakan secara struktural dalam organ-organ negara yang tidak saling
mencampuri dan urusan organ negara lainnya.22
Selain konsep pemisahan kekuasaan juga dikenal dengan konsep
pembagian kekuasaan (distribution of power). Arthur Mass membagi
pengertian pembagian kekuasaan dalam 2 (dua) pengertian yaitu:
19
Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat, Pendidikan Kewargaan (Civic Education),
Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Kencana Prenada Media Group, 2008,
hal 72
20
Ibid., hal. 74
21
Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia: Kompilasi Masalah Konstitusi,
Dewan Perwakilan dan Partai Politik, Gema Insani Press, Jakarta, 1996, hal. 122
22
Jimly Asshiddiqie, Pengantar … Op., Cit., hal. 15
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
9
- Capital division of power, yang bersifat fungsional; dan
- Territorial division of power, yang bersifat kewilayahan.23
Hal ini dapat dibedakan penggunaan istilah pembagian dan pemisahan
kekuasaan itu dalam konteks yang berbeda, yaitu konteks hubungan
kekuasaan secara vertikal dan secara horizontal. Dalam konteks vertikal,
pembagian dan pemisahan kekuasaan dimaksudkan untuk membedakan
kekuasaan pemerintah atasan dan pemerintah bawahan, seperti halnya negara
federal atau antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah bagi negara
kesatuan.
Proses penyelenggaraan negara menurut UUD, maka harus dipahami
tentang prinsip pemisahan dan pembagian kekuasaan dan perlu dicermati
karena sangat mempengaruhi hubungan dan mekanisme kelembagaan antar
lembaga negara. Dengan penegasan prinsip tersebut, sekaligus untuk
menunjukan ciri konstitusionalisme yang berlaku dengan maksud untuk
menghindari adanya kesewenang-wenangan kekuasaan.24
Miriam Budiardjo dalam bukunya mengatakan pengertian Trias
Politika adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan ini
sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah
penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.25
Trias Politica adalah
pemisahan kekuasaan kepada tiga lembaga yang berbeda, yaitu Legislatif,
Eksekutif, dan Yudikatif. Dimana tugas Legislatif adalah lembaga untuk
membuat undang-undang, Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan
undang-undang, dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya
pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-
undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun
perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.
Ajaran Trias Politica diajarkan oleh pemikir Inggris yaitu John Locke
dan pemikir Perancis yaitu de Montesquieu. Menurut ajarannya tersebut:
23
Ibid., hal. 18
24
Dahlan Thaib et., al., Teori dan Hukum Konstitusi, Rajawali Press, Jakarta, 2001, hal. 29
25
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005,
hal. 152
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
10
1.)Badan Legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk undang-
undang
2.)Badan Eksekutif, yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-
undang
3.)Badan Yudikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan
Undang-undang, memeriksa dan mengadilinya.26
Konsep Trias Politika (pembagian kekuasaan menjadi tiga) pertama
kali dikemukakan oleh Jhon Lock dalam karyanya Traties of Civil
Government (1690) dan kemudian oleh Baron Montesquieu (1748) dan
L’eprit des Lois (1748). Konsep ini yang hingga kini masih berjalan di
berbagai negara dunia.27
Dalam hal pandangan para ahli tentulah berbeda,
Jhon Lock memasukan kekuasaan Yudikatif kedalam eksekutif, sedangkan
Montesquieu memandang kekuasaan pengadilan merupakan suatu kekuasaan
yang berdiri sendiri.
Adapun tiga jenis kekuasaan menurut Montesquieu adalah:
1) Kekuasaan yang bersifat mengatur, atau menetukan peraturan;
2) Kekuasaan yang bersifat melaksanakan peraturan, dan
3) Kekuasaan yang bersifat mengawasi pelaksanaan kekuasaan tersebut.
Tiga jenis kekuasaan itu harus didistribusikan
1) Kekuasaan yang bersifat mengatur adalah kekuasaan perundang-
undangan diserahkan kepada organ Legislatif;
2) Kekuasaan yang bersifat melaksanakan peraturan diserahkan kepada
organ Eksekutif;
3) Kekuasaan yang bersifat mengawasi pelaksanaan peraturan diserahkan
kepada organ Yudikatif.
Dalam pelaksanaan trias politika di negara yang demokratis, masing-
masing berjalan sesuai dengan tugas masing-masing kekuasaan. Namun pada
kenyataannya, terkadang fungsi antar kekuasaan terjadi percampuran
26
Ibid.
27
Abu Bakar Elbyara, Pengantar Ilmu Politik., Ar-Ruzz Media, Jember, 2010, hal.187
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
11
sehingga diperlukan adanya pemisahan kekuasaan atau disebut Separation of
Power.
Pemisahan kekuasaan merupakan ide yang menghendaki baik organ,
fungsi dan personal lembaga Negara terpisah sama sekali. Setiap lembaga
Negara masing-masing menjalankan secara sendiri dan mandiri tugas, dan
kewenangannya seperti yang ditentukan dalam ketentuan hukum. Separation
of Power yang dimaksudkan oleh Montesque digunakan untuk mengukur
demokrasi yang berlangsung di dalam suatu negara dan bukan diukur dengan
trias politika yang ada. Pemisahan kekuasaan disini baik berupa organ
maupun fungsi, dimana yang dimaksud dengan organ adalah “seseorang yang
telah ada di dalam satu kekuasaan tidak boleh berada dimkekuasaan lainnya”.
Sedangkan pemisahan fungsi maksudnya adalah “ satu badan hanya memiliki
satu fungsi dan tidak boleh lebih”.
Dalam hal pemisahan kekuasaan ada kalanya diperlukan check and
balance (pengawasan dan keseimbangan) diantara mereka, yaitu setiap
cabang kekuasaan dapat mengawasi dan mengimbangi cabang kekuasaan
lainnya.28
Prinsip check and balances, memiliki berbagai macam variasi,
misalnya:29
1) The four branches: legislatif, eksekutif, yudukatif dan media. Media ini
dianggap sebagai kekuatan demokratis keempat karena media memiliki
kemampuan kontrol, memberikan informasi, dan transparansi terhadap
prilaku dan kebijakan pemerintah maupun masyarakat.
2) Amerika Sekrikat, tingkat negara bagian (state) menganut trias politica,
sedangkan tingkat country: Yudikatif (district attorny) dipilih, ada
pemilihan atas sherrif, school boards, dan park commissioners.
3) Di Korea Selatan, dewan lokal tidak boleh intervensi eksekutif, dan
kepala daerah memiliki hak veto.
28
Ibid., hal. 189
29
Sukardja Ahmad, Hukum Tata Negara & Hukum Administrasi Negara dalam Perspektif
Fikih Siyasah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal.129
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
12
4) Di Indonesia, Trias Politica tidak diterapkan secara utuh. Legislatif:
DPR, Eksekutif: Presiden, dan Yudikatif: Mahkamah Agung (MA).
Ada kecenderungan untuk menafsirkan Trias Politica tidak lagi
sebagai pemisah kekuasaan (separation of powers), tetapi sebagai pembagian
kekuasaan (division of powers) yang diartikan bahwa hanya fungsi pokoklah
yang berbeda, tetapi untuk selebihnya kerjasama di antara fungsi-fungsi
tersebut tetap diperlukan untuk kelancara organisasi.30
Ada bentuk tiga negara dalam kaitanya dengan pembagian kekuasaan
antara pusat dan daerah yaitu:
1) Negara Kesatuan (Unitary System);
2) Negara Konfederasi (Confederal System); dan
3) Negara Federal (Federal System).
Menurut C.F. Strong, negara kesatuan merupakan bentuk negara
tempat wewenang legislatif dipusatkan dalam satu badan legislatif pusat atau
nasional. Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak ada pemerintah
daerah. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan
sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi (negara
kesatuan dengan desentralisasi), tetapi tetap saja kekuasaan tertinggi ada di
tangan pemerintah pusat.31
Dalam praktik ketatanegaraan dunia, tidak ada Negara yang murni
melaksanakan Separation of Power dengan tiga serangkai (trias politica).
Bahkan Amerika Serikat yang oleh banyak sarjana disebut sebagai satu-
satunya Negara yang ingein menjalankan teori trias politica. Dalam
kenyataannya memeraktikan sistem saling mengawasi dan saling mengadakan
perimbangan antara kekuasaan Negara.
C. Perkembangan Organisasi Negara
Dalam perkembangan sejarah, teori dan pemikiran mengenai
organisasi negara berkembang dengan pesat. Varisasi dan bentuk organisasi
30
Ibid., hal. 133
31
Abu Bakar Elbyara, Pengantar … Op., Cit., hal. 212
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
13
tersebut berkembang dalam banyak ragam dan bentuknya baik tingkat pusat,
nasional maupun internasional. Sebelum abad ke-19,sebagai reaksi terhadap
kuatnya cengkraman kekuasaan para raja di Eropa, timbul revolusi diberbagai
negara yang menuntut kebebasan lebih bebas bagi rakyat dalam menghadapi
penguasa negara.32
Enam tipe organisasi oleh Gerry Stoker, yaitu:
1. Tipe pertama adalah organ yang bersifat central government’s arm’s
length agency;
2. Tipe kedua, organ yang merupakan local authority implementation
agency;
3. Tipe ketiga, organ atau institusi sebagai public/private partnership
organitation;
4. Tipe keempat,organ sebagai user-organitation;
5. Tipe kelima,organ merupakan intergovernmental forum;
6. Tipe keenam, organ yang merupakan Joint Boards.33
Menurut Gerry Stoker, menyatakan bahwa:
“both central and local government have encouraged experimentation with
non-elected forms of government as a way encouraging the greater
involvement of major private corporate sector companies, banks and
building societies in dealing with problems of urban and economic
decline.” (baik pemerintah pusat dan daerah harus mendorong
eksperimentasi dengan bentuk non-terpilih dari pemerintah sebagai cara
mendorong keterlibatan yang lebih besar dari perusahaan sektor korporasi
swasta besar, bank dan bangunan masyarakat dalam menangani masalah
penurunan perkotaan dan ekonomi)
Di tingkat pusat atau nasional, di berbagai negara di dunia dewasa ini
tumbuh cukup banyak variasi bentuk-bentuk organ atau kelembagaan negara
atau pemerintahan yang deconcentrated dan decentralized. R. Rhodes, dalam
bukunya, menyebut hal ini intermediate institusions. Menurut R.Rhodes,
lembaga-lembaga seperti ini mempunyai tiga peran utama, diantaranya:
32
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi lembaga Negara Pasca Reformasi,
Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006, hal 1
33
Ibid., hal. 2
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
14
1. Pertama, lembaga-lembaga tersebut mengelola tugas yang diberikan
pemerintah pusat dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan berbagai
lembaga lain (coordinate the activities of the various other agencies).
Misalnya, Regional Departement of the Environment Offices
melaksanakan program housing investment dan mengkoordinasikan
berbagai usaha real-estate diwilayahnya.
2. Kedua, melakukan pemantauan (monitoring) dan memfasilitasi
pelaksanaan berbagai kebijakan atau policies pemerintah pusat.
3. Ketiga, mewakili kepentingan daerah dalam berhadapan dengan pusat.34
Sebenarnya, secara sederhana, istilah organ negara atau lembaga
negara dapat dibedakan dari perkataan organ atau lembaga swasta, lembaga
masyarakat, atau yang biasa disebut Ornop atau Organisasi Non pemerintah
yang dalam bahasa Inggris disebut Non-Government Organization atau Non-
Government Organizations (NGO’s). Oleh sebab itu, lembaga negara itu
dapat berada dalam ranah legislatif, eksekutif, yudikatif, ataupun yang
bersifat campuran.
Konsepsi tentang lembaga negara ini dalam bahasa Belanda biasa
disebut staatsorgaan. Dalam bahasa Indonesia hal itu identik dengan lembaga
negara, badan negara, atau disebut juga dengan organ negara. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI 1997), kata “lembaga” diartikan sebagai (i)
asal mula atau bakal (yang akan menjadi sesuatu); (ii) bentuk asli
(rupa,wujud); (iii) acuan,ikatan; (iv) badan atau organisasi yang bertujuan
melakukan penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha; dan (v) pola
prilaku yang mapan yang terdiri atas interaksi sosial yang terstruktur.
Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah lembaga
pemerintahan, lembaga pemerintahaan non-departemen, atau lembaga negara
saja. Ada yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD,
ada pula yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari UU, dan bahkan
ada pula yang hanya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Hirarki atau
ranking kedudukannya tentu saja tergantung pada derajat pengaturannya
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
34
Ibid., hal. 3-4
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
15
Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh UUD merupakan
organ konstitusi, sedangkan yang dibentuk berdasarkan Undang-undang,
sementara yang hanya dibentuk karena keputusan presiden tentunya lebih
rendah lagi tingkatan dan derajat perlakuan hukum terhadap pejabat yang
duduk didalamnya. Demikian pula jika lembaga dimaksud dibentuk dan
diberi kekuasaan berdasarkan Peraturan Daerah, tentu lebih rendah lagi
tingkatannya.35
Karena warisan sistem lama, harus diakui bahwa di tengah masyarakat
kita masih berkembang pemahaman yang luas bahwa pengertian lembaga
negara dikaitkan dengan cabang-cabang kekuasaan tradisional legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. Lembaga negara dikaitkan dengan pengertian
lembaga yang berada di ranah kekuasaan legislatif disebut lembaga legislatif,
yang berada di ranah eksekutif disebut lembaga pemerintah, dan yang berada
di ranah judikatif disebut sebagai lembaga pengadilan.
Karena itu, sebelum perubahan UUD 1945, biasa dikenal adanya
istilah lembaga pemerintah, lembaga departemen, lembaga pemerintah non-
departemen, lembaga negara, lembaga tinggi negara, dan lembaga tertinggi
negara. Dalam hukum tata negara biasa dipakai pula istilah yang menunjuk
kepada pengertian yang lebih terbatas, yaitu alat perlengkapan negara yang
biasanya dikaitkan dengan cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudisial.
D. Teori Penataan Lembaga Negara
Saat ini masih banyak pihak belum memahami secara utuh tatanan
kelembagaan negara dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sehingga
sering timbul perdebatan publik dan masalah hubungan antar lembaga negara.
Apalagi, lembaga-lembaga negara telah mengalami perubahan mendasar hasil
UUD 1945 Perubahan yang tentu tidak dapat dipahami berdasarkan
paradigma UUD 1945 sebelum perubahan. Perubahan mendasar yang
35
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya
di Indonesia, Ichtiar Baru-van hoeve, Jakarta, 1994. Hal. 13
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
16
memengaruhi tatanan kelembagaan negara adalah perubahan Pasal 1 ayat (2)
UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD. Sebelum perubahan,kedaulatan rakyat
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Perubahan tersebut mengakibatkan dua
hal penting. Pertama, MPR tidak lagi menjadi lembaga negara tertinggi.
Kedua, lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 merupakan
pelaksana kedaulatan rakyat sesuai dengan kedudukan,tugas,dan fungsi
masing- masing. Hal tersebut mengakibatkan Ketetapan MPR Nomor
III/MPR/ 1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga
Tertinggi dengan/ atau antar-Lembaga-Lembaga Tinggi Negara tidak berlaku
lagi.
Kelembagaan negara berdasarkan UUD 1945 dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa kategori.Pertama, lembaga-lembaga utama yang
melaksanakan cabang kekuasaan tertentu. Kedua, lembaga-lembaga negara
yang bukan pelaksana salah satu cabang kekuasaan, tetapi keberadaannya
diperlukan untuk mendukung salah satu lembaga pelaksana cabang kekuasaan
tertentu. Ketiga,lembagalembaga yang ditentukan untuk melaksanakan
kekuasaan tertentu tanpa mengatur nama dan pembentukan lembaganya.
Keempat, lembaga yang ditentukan secara umum dan menyerahkan
pengaturan lebih lanjut kepada undang-undang. Kelima, lembaga-lembaga
yang berada di bawah presiden untuk melaksanakan fungsi-fungsi
tertentu.Keenam, lembaga-lembaga di tingkat daerah. Berdasarkan
pembagian fungsi kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam UUD
1945, dapat diketahui lembaga-lembaga negara yang melaksanakan tiap
kekuasaan tersebut.
Jika penataan lembaga negara melalui ketentuan peraturan perundang
undangan telah dilakukan, setiap lembaga negara dapat menjalankan
wewenang sesuai dengan kedudukan masing-masing. Hal itu akan
mewujudkan kerja sama dan hubungan yang harmonis demi pencapaian
tujuan nasional dengan tetap saling mengawasi dan mengimbangi agar tidak
terjadi penyalahgunaan dan konsentrasi kekuasaan.
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
17
Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua unsur
pokok yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Dalam UUD Tahun
1945, lembaga-lembaga yang dimaksud, ada yang namanya disebut secara
eksplisit dan ada pula hanya fungsinya yang disebutkan eksplisit. Menurut
Jimly Asshiddiqie, lembaga-lembaga tersebut dapat dibedakan dari dua segi,
yaitu segi fungsi dan segi hierarkinya. Untuk itu ada dua kriteria yang dapat
dipakai, yaitu (i) kriteria hierarki bentuk sumber normatif ysng menetukan
kewenangannya, dan (ii) kualitas fungsinya yang bersifat utama atau
penunjang dalam sistem kekuasaan.36
Berdasarkan teori tersebut, lembagalembaga negara dapat dibedakan
ke dalam 3 lapis lembaga negara, yaitu lembaga lapis pertama yang disebut
dengan “lembaga tinggi negara” yaitu lembaga-lembaga negara yang bersifat
utama (primer) yang pembentukannya mendapatkan kewenangan dari
Undang-Undang Dasar; lembaga lapis kedua yang disebut dengan “lembaga
negara” ada yang mendapat kewenangannya secara eksplisit dari Undang-
Undang Dasar namun ada pula yang mendapat kewenangan dari Undang-
Undang; dan lembaga lapis ketiga yang disebut “lembaga daerah”.37
Selain
lembaga-lembaga negara tersebut, ada pula beberapa lembaga negara lain
yang dibentuk berdasarkan amanat undang-undang atau peraturan yang lebih
rendah, seperti peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, atau Keputusan
Presiden, seperti komisi-komisi independen. Keberadaan badan atau komisi-
komisi ini sudah ditentukan dalam undang-undang, akan tetapi
pembentukannya biasanya diserahkan sepenuhnya kepasa presiden atau
kepada menteri atau pejabat yang bertanggung jawab mengenai hal itu.38
Penataan yang dilakukan secara konstitusi dititikberatkan pada
kebijakan yang melahirkan lembaga negara tersebut. Dimana kebijakan yang
dimaksud mengidentifikasikan bahwa setiap lembaga negara mempunyai
kedudukan masing-masing dan dicakupi pada tugas fungsi setiap lembaga
negara. Bahkan banyak pula badan-badan, dewan, atau komisi yang sama
36
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan… Op., Cit., hal. 90
37
Ibid., hal. 43-44
38
Ibid., hal. 217
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
18
sekali belum diatur di dalam undang-undang, tetapi dibentuk berdasarkan
peraturan yang lebih rendah tingkatannya. Kadang, lembaga-lembaga negara
yang dimaksud dibentuk berdasarkan atas peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang atau bahkan hanya didasarkan atas beleid presiden
(Presidential Policy) saja.
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
19
BAB II
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA DI INDONESIA
A. Jenis-Jenis Lembaga Negara dalam UUD 1945
Lembaga Negara bukan konsep yang secara terminologis memiliki
istilah tunggal, universal dan seragam. Didalam kepustakaan Inggris, untuk
menyebut lembaga Negara digunakan istilah political institution, sedangkan
dalam terminologi Belanda terdapat istilah staat orgamen. Sementara itu,
bahasa Indonesia menggunakan lembaga negara, atau organ Negara. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “lembaga” antara lain diartikan sebagai
(1) ‘asal mula (yang akan menjadi sesuatu) bakal (binatang, manusia,
tumbuhan)’; (2)‘bentuk (rupa, wujud) yang asli’; (3) ‘acuan; ikatan (tentang
mata cincin dsb)’ (4) ‘badan (organisasi) yang tujuannya melakukan sesuatu
penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha’; dan (5) ‘pola perilaku
manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur di suatu
kerangka nilai yang relevan’.39
Kamus tersebut juga memberi contoh frasa
yang menggunakan kata lembaga, yaitu lembaga pemerintahan yang diartikan
‘badan-badan pemerintahan dalam lingkungan eksekutif’. Kalau kata
pemerintah diganti dengan kata negara, diartikan ‘badan-badan negara
disemua lingkungan pemerintah negara (khususnya di lingkungan eksekutif,
yudikatif, dan legislatif)’.
Menurut Abdul Rasyid, setidaknya ada 6 ( enam ) alasan untuk
membedakan lembaga negara tersebut yaitu:
a) Ada “lembaga UUD 1945” juga sekaligus menjadi lembaga negara,
misalnya Presiden, DPR, DPD, dan MK, sedangkan pemerintah daerah
bukan “lembaga negara”.
b) Ada lembaga UUD yang kewenangannya diberikan langsung oleh UUD
1945, tetapi ada juga lembaga UUD yang kewenangannya akan diatur
lebih lanjut dalam bentuk undang-undang, misalnya pemerintah daerah
yang kewenangannya diberikan melalui Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004.
39
Anonimous, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan ketiga, Balai Pustaka, 1997, hal.
979
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
20
c) Ada “lembaga UUD 1945” yang kewenangannya diberikan oleh UUD
1945, tetapi kewenangannya tersebut tidak bisa diuji oleh MK. Misalnya
kewenangan MK itu sendiri.
d) Ada “lembaga negara” yang kewenagannya diberikan oleh UUD 1945,
tetapi tidak dapat diuji kewenangannya oleh MK yaitu MA.
e) Ada juga lembaga yang dibentuk oleh UUD 1945, tetapi bukan termasuk
lembaga UUD 1945 dan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh UUD 1945, misalnya KY.
f) Ada juga lembaga yang dibentuk oleh UUD 1945, tetapi bukan termasuk
“lembaga UUD 1945” dan lembaga negara yang kewenangannya diatur
dalam bentuk undang-undang, misalnya Bank Sentral ( Pasal 23D ), KPU
( Pasal 22E ayat (5) ), TNI dan POLRI ( Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002), dan kejaksaan ( Undang-Undang Nomor 5 tahun 1991 ).40
Dalam ketentuan UUD 1945, terdapat lebih dari 35 subjek jabatan
atau subjek hukum kelembagaan yang dapat dikaitkan dengan pengertian
lembaga atau organ negara dalam arti yang luas .
1) Presiden ;
2) Wakil Presiden ;
3) Dewan pertimbangan presiden ;
4) Kementerian Negara ;
5) Menteri Luar Negeri ;
6) Menteri Dalam Negeri ;
7) Menteri Pertahanan ;
8) Duta ;
9) Konsul ;
10) Pemerintahan Daerah Provinsi ;
11) Gubernur/Kepala Pemerintah Daerah Provinsi ;
12) DPRD Provinsi ;
13) Pemerintahan Daerah Kabupten ;
14) Bupati/Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten ;
15) DPRD Kabupaten ;
16) Pemerintahan Daerah Kota ;
17) Walikota/Kepala Pemerintah Daerah Kota ;
18) DPRD Kota ;
19) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ;
20) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ;
21) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ;
22) Komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri,
yang diatur lebih lanjut dengan undang-undang ;
23) Bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab,
dan independensinya diatur lebih lanjut dengan undang-undang ;
40
Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implementasinya Dalam
Sistem Ketata Negaraan Republik Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 414
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
21
24) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ;
25) Mahkamah Agung (MA) ;
26) Mahkamah Konstitusi (MK) ;
27) Komisi Yudisial (KY) ;
28) Tentara Nasional Indonesia (TNI) , dan
29) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) .
30) Angkatan Darat (AD) ;
31) Angkatan Laut (AL) ;
32) Angkatan Udara (AU) ;
33) Satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa ;
34) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman , seperti Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan sebagainya;
35) Kesatuan Masyarakat Hukum Adat.41
Adapun yang disebut dalam nomor (34) di atas terdiri atas badan-
badan, artinya lebih dari 1 (satu) badan atau lembaga. Karena itu, jumlah
subjek hukum yang dapat disebut sebagai organ atau lembaga negara dalam
UUD 1945 adalah lebih dari 34 buah. Yang dapat dikategorikan sebagai
badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
adalah lembaga-lembaga atau badan-badan yang tugasnya berkaitan dengan
peradilan dan penegakan hukum, yaitu berhubungan dengan fungsi-fungsi:
(b) Penyelidikan,
(c) penyidikan,
(d) penuntutan,
(e) pembelaan atau advokasi,
(f) penyelesaian sengketa dan mediasi atau pendamaian,
(g) peradilan, penghakiman dan penghukuman,
(h) pemasyarakatan,
(i) pelaksanaan putusan pengadilan selain pemasyarakatan, dan
(j) pemulihan nama baik atau rehabilisasi,
(k) pemberian grasi,
(l) pemberian amnesti,
(m) pemberian abolisi,
(n) persaksian, dan
(o) pemberian keterangan berdasarkan keahlian.
Dari semua fungsi tersebut, yang terpenting adalah fungsi
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Badan-badan yang dapat
41
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan … Op., Cit., hal. 91
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
22
melakukan fungsi penyelidikan pelanggaran hukum ataupun hak asasi
manusia adalah:
(a) Kepolisian Negara,
(b) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut,
(c) para Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS),
(d) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham),
(e) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK),
(f) Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan
(g) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Badan-badan yang dapat menjalankan fungsi penyidikan pro-justisia
adalah:
(a) Kejaksaan,
(b) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan
(c) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Sedangkan badan-badan yang melakukan penuntutan adalah
(a) Kejaksaan, dan
(b) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.42
Lembaga-lembaga atau badan-badan tersebut memang tidak
disebutkan secara eksplisit keberadaannya dalam UUD 1945. Namun, sejalan
dengan prinsip Negara Hukum yang ditentukan oleh Pasal 1 ayat (3) UUD
1945, lembaga-lembaga negara tersebut tetap dapat disebut memiliki
kedudukan yang sangat penting dalam hukum tata negara (constitutional
law). Apalagi, secara konstitusional keberadaanya dapat dilacak berdasarkan
perintah implisit ketentuan Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 sendiri yang
menyatakan, “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dalam undang-undang”. Oleh karena itu, lembaga-lembaga
penegak hukum yang dibentuk berdasarkan undang-undang tersebut, seperti
Kejaksaan, KPK, dan Komnasham dapat disebut memiliki “constitutional
importance” sebagai lembaga-lembaga konstitusional di luar UUD 1945.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, diketahui bahwa
ada beberapa penafsiran yang muncul tentang lembaga negara antara lainnya:
42
Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam
UUD 1945, FH UII Press, 2005, hal. 21
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
23
1. Penafsiraan luas, yaitu mencakup semua lembaga yang nama dan
kewenangannya disebut/ dicantumkan dalam UUD
2. Penafsiran moderat, yaitu hanya membatasi pada apa yang dulu dikenal
sebagai lembaga tertinggi dan tinggi negara
3. Penafsiran sempit, yaitu hanya menunjuk secara implisit pada
keterangan Pasal 67 UU MK (UU No. 24 Tahun 2003).43
Menurut penafsiran yang telah disebutkan dapat dipahami bahwa
aspek penafsiran secara luas mengenai lembaga negara hanyalah yang
disebutkan dan dicantumkan dalam konstitusi. Artinya, semua lembaga
negara yang masuk dalam pengaturan UUD 1945 merupakan lembaga negara
utama yang menjalankan sistem ketatanegaraan Indonesia. Selanjutnya ada
disebut dengan penafsiran moderat, yang lebih melihat pada aspek kedudukan
lembaga negara, dimana dikenal lembaga tertinggi dan lembaga tinggi, hal
tersebut merujuk pada masa era orde baru yang mengenal konsep ini.
Sementara itu kriteria lembaga negara yang dimaksudkan dalam Pasal 67 UU
MK yaitu lembaga negara yang kewenangannya langsung diberikan secara
atribusi oleh UUD 1945.
Sementara itu, terdapat penafsiran lainnya mengenai lembaga negara
yaitu:
a. Lembaga negara utama (main state organ) lembaga negara ini mengacu
pada paham trias politica. (MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK)
b. Lembaga negara bantu (auxiliary state’s organ).44
Istilah main state organ sebagaimana penafsiran jenis lembaga negara
di atas, mengacu pada konsep trias politica dimana lembaga negara yang
masuk kategori ini hanyalah lembaga negara yang kewenanganya secara
langsung disebutkan dalam UUD 1945. Sementara itu, istilah auxiliary state’s
organ secara umum pengertiannya adalah lembaga negara bantu yang
dibentuk menurut peraturan perundang-undangan di bawah UUD 1945 yang
berfungsi untuk menunjang kinerja lembaga negara utama.
43
Riris Ardhanariswari, Hukum Kelembagaan Negara, Bahan Ajar, Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman, tt., hal. 8
44
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan … Op., Cit., hal
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
24
Istilah “lembaga negara bantu” merupakan yang paling umum
digunakan oleh para pakar dan sarjana hukum tata negara, walaupun pada
kenyataannya terdapat pula yang berpendapat bahwa istilah “lembaga negara
penunjang” atau “lembaga negara independen” lebih tepat untuk menyebut
jenis lembaga tersebut. M. Laica Marzuki cenderung mempertahankan istilah
state auxiliary institutions alih-alih “lembaga negara bantu” untuk
menghindari kerancuan dengan lembaga lain yang berkedudukan di bawah
lembaga negara konstitusional. Kedudukan lembaga-lembaga ini tidak berada
dalam ranah cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Namun, tidak pula lembaga-lembaga tersebut dapat diperlakukan sebagai
organisasi swasta ataupun lembaga non-pemerintah yang lebih sering disebut
ornop (organisasi non-pemerintah) atau NGO (non-governmental
organization).45
John Alder mengklasifikasikan jenis lembaga ini menjadi dua, yaitu:
(1) regulatory, yang berfungsi membuat aturan serta melakukan supervisi
terhadap aktivitas hubungan yang bersifat privat; dan (2) advisory, yang
berfungsi memberikan masukan atau nasihat kepada pemerintah. Jennings,
sebagaimana dikutip Alder dalam Constitutional and Administrative Law,
menyebutkan lima alasan utama yang melatarbelakangi dibentuknya lembaga
negara bantu dalam suatu pemerintahan, alasan-alasan itu adalah sebagai
berikut:
1. Adanya kebutuhan untuk menyediakan pelayanan budaya dan
pelayanan yang bersifat personal yang diharapkan bebas dari risiko
campur tangan politik.
2. Adanya keinginan untuk mengatur pasar dengan regulasi yang bersifat
non-politik.
3. Perlunya pengaturan mengenai profesi-profesi yang bersifat
independen, seperti profesi di bidang kedokteran dan hukum.
4. Perlunya pengadaan aturan mengenai pelayanan-pelayanan yang
bersifat teknis.
45
M. Laica Marzuki, Berjalan-jalan Diranah hukum, Pikiran Lepas Laica Marzuki, Jilid
Kesatu, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hal. 38
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
25
5. Munculnya berbagai institusi yang bersifat semiyudisial dan berfungsi
untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan (alternative dispute
resolution/alternatif penyelesaian sengketa).46
Untuk menentukan institusi mana saja yang disebut sebagai lembaga
negara bantu dalam struktur ketatanegaraan RI terlebih dahulu harus
dilakukan pemilahan terhadap lembaga-lembaga negara berdasarkan dasar
pembentukannya. Pascaperubahan konstitusi, Indonesia membagi lembaga-
lembaga negara ke dalam tiga kelompok. Pertama, lembaga negara yang
dibentuk berdasar atas perintah UUD Negara RI Tahun 1945 (constitutionally
entrusted power). Kedua, lembaga negara yang dibentuk berdasarkan perintah
undang-undang (legislatively entrusted power).
Dan ketiga, lembaga negara yang dibentuk atas dasar perintah
keputusan presiden. Lembaga negara pada kelompok pertama adalah
lembaga-lembaga negara yang kewenangannya diberikan secara langsung
oleh UUD Negara RI Tahun 1945, yaitu Presiden dan Wakil Presiden, MPR,
DPR, DPD, BPK, MA, MK, dan KY. Selain delapan lembaga tersebut, masih
terdapat beberapa lembaga yang juga disebut dalam UUD Negara RI Tahun
1945 namun kewenangannya tidak disebutkan secara eksplisit oleh konstitusi.
Lembaga-lembaga yang dimaksud adalah Kementerian Negara, Pemerintah
Daerah, komisi pemilihan umum, bank sentral, Tentara Nasional Indonesia
(TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan dewan
pertimbangan presiden. Satu hal yang perlu ditegaskan adalah kedelapan
lembaga negara yang sumber kewenangannya berasal langsung dari konstitusi
tersebut merupakan pelaksana kedaulatan rakyat dan berada dalam suasana
yang setara, seimbang, serta independen satu sama lain.
Berikutnya, berdasarkan catatan lembaga swadaya masyarakat
Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), paling tidak terdapat
sepuluh lembaga negara yang dibentuk atas dasar perintah undang-undang.
Lembaga-lembaga tersebut adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Penyiaran
46
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II … Op., Cit., hal. 88
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
26
Indonesia (KPI), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), Komisi Nasional Perlindungan Anak
Indonesia (Komnas Perlindungan Anak), Komisi Kepolisian Nasional,
Komisi Kejaksaan, Dewan Pers, dan Dewan Pendidikan. Jumlah ini
kemungkinan dapat bertambah atau berkurang mengingat lembaga negara
dalam kelompok ini tidak bersifat permanen melainkan bergantung pada
kebutuhan negara. Misalnya, KPK dibentuk karena dorongan kenyataan
bahwa fungsi lembaga-lembaga yang sudah ada sebelumnya, seperti
kepolisian dan kejaksaan, dianggap tidak maksimal atau tidak efektif dalam
melakukan pemberantasan korupsi. Apabila kelak, korupsi dapat diberantas
dengan efektif oleh kepolisian dan kejaksaan, maka keberadaan KPK dapat
ditinjau kembali.
Sementara itu, lembaga negara pada kelompok terakhir atau yang
dibentuk berdasarkan perintah dan kewenangannya diberikan oleh keputusan
presiden antara lain adalah Komisi Ombudsman Nasional (KON), Komisi
Hukum Nasional (KHN), Komisi Nasional Antikekerasan terhadap
Perempuan (Komnas Perempuan), Dewan Maritim Nasional (DMN), Dewan
Ekonomi Nasional (DEN), Dewan Pengembangan Usaha Nasional (DPUN),
Dewan Riset Nasional (DRN), Dewan Pembina Industri Strategis (DPIS),
Dewan Buku Nasional (DBN), serta lembaga-lembaga non-departemen.
Sejalan dengan lembaga-lembaga negara pada kelompok kedua,
lembagalembaga negara dalam kelompok yang terakhir ini pun bersifat
sementara bergantung pada kebutuhan negara.
B. Lembaga Daerah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
Provinsi. Daerah Provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah
Kota. Setiap daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan daerah Kota mempunyai
Pemerintahan Daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintah Daerah
dan DPRD adalah penyelenggara Pemerintahan Daerah menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
27
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar 1945.47
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan
Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Perangkat Daerah adalah organisasi atau lembaga pada pemerintah daerah
yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pada Daerah Provinsi, Perangkat
Daerah terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis
Daerah. Pada Daerah Kabupaten/Kota, Perangkat Daerah terdiri atas
Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan
Kelurahan. Perangkat Daerah dibentuk oleh masing-masing Daerah
berdasarkan pertimbangan karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah.
Organisasi Perangkat Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah setempat
dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. Pengendalian organisasi
perangkat daerah dilakukan oleh Pemerintah Pusat untuk Provinsi dan oleh
Gubernur untuk Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah. Formasi dan persyaratan jabatan perangkat daerah ditetapkan
dengan Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-
undang ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan
yang menjadi urusan Pemerintah Pusat meliputi: 1) politik luar negeri; 2)
pertahanan; 3) keamanan; 4) yustisi; 5) moneter dan fiskal nasional; dan 6)
agama.48
Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dibagi berdasarkan
kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan
keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan
47
Ibid.
48
Musanaf, Sistem Pemerintahan di Indonesia, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1989, hal. 27
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
28
berdasarkan kriteria di atas terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi
merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi 16 buah urusan.
Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan.
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-
luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan
pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah lainnya. Hubungan
tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber
daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan wewenang,
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar
susunan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten atau
daerah kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten atau kota dan
DPRD kabupaten atau kota.
Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat
menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Dalam menyelenggarakan
pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan
tugas pembantuan. Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai
hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut diwujudkan dalam bentuk
rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan,
belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan
keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah dimaksud dilakukan secara
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
29
efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada
peraturan perundang-undangan. Setiap daerah dipimpin oleh kepala
pemerintah daerah yang disebut kepala daerah.
Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten
disebut bupati dan untuk kota adalah wali kota. Kepala daerah dibantu oleh
satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk
kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil wali kota.
Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban
serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan
laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan
memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta
menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada
masyarakat. Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai
wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam
pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali
pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata
pemerintahan kabupaten dan kota. Dalam kedudukannya sebagai wakil
pemerintah pusat sebagaimana dimaksud, Gubernur bertanggung jawab
kepada Presiden.
Pemerintah daerah bersama-sama DPRD mengatur (regelling) urusan
pemerintahan daerah yang menjadi kewenangannya. Pemerintah daerah
mengurus (bestuur) urusan pemerintahan daerah yang menjadi
kewenangannya. Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan Perda yang telah
diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang
telah diundangkan dalam Berita Daerah.
Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari
Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga
keuangan bukan bank, dan masyarakat untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang
berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Menteri Keuangan
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
30
atas nama Pemerintah setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam
Negeri. Perjanjian penerusan pinjaman tersebut dilakukan antara Menteri
Keuangan dan Kepala Daerah.
Pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan
obligasi daerah untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan
daerah. Pemerintah daerah dalam meningkatkan perekonomian daerah dapat
memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau
investor yang diatur dalam Perda dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu
Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta. Penyertaan modal
tersebut dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat
dialihkan kepada badan usaha milik daerah. Pemerintah daerah dapat
memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan,
dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada
peraturan perundangundangan.
Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai
kebutuhan tertentu yang dananya tidak dapat disediakan dalam satu tahun
anggaran. Pengaturan tentang dana cadangan daerah ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi surplus/defisit APBD
kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester dalam
tahun anggaran berjalan. Pemerintah daerah mengajukan rancangan Perda
tentang perubahan APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen
pendukungnya kepada DPRD.
Pemerintah daerah dapat membentuk badan pengelola pembangunan
di kawasan perdesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi kawasan
perkotaan. Pemerintah daerah mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya
pemberdayaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan,
dan pengelolaan kawasan perkotaan.
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
31
C. Kedudukan Dan Wewenang Lembaga Negara
Sebagaimana telah dipaparkan pada bagian sebelumnya bahwa tiap
lembaga negara mempunyai kedudukan masing-masing ditinjau berdasarkan
regulasi yang membentuknya. Ada lembaga negara yang berkedudukan
sebagai lembaga negara utama (main state organ) dan ada lembaga negara
yang berkedudukan sebagai penunjang (auxiliary state organ). Merujuk pada
ketentuan pasca diamandemennya UUD NRI Tahun 1945, maka seyogyanya
dipahami bahwa setiap lembaga negara mempunyai kedudukan yang
sederajat, yang mana berbeda dengan kedudukan lembaga negara pada masa
sebelum amandemen yang mengenal konsep lembaga tertinggi dan lembaga
tinggi negara.
Hal tersebut dipahami karena konsep lembaga tertinggi negara
dipegang oleh MPR pada masa itu yang kemudian diikuti dibawahnya oleh
lembaga tinggi negara lainnya yang menjalankan fungsinya masing-masing
dan GBHN (Garis Besar Haluan Negara) yang disahkan oleh MPR. Namun,
konsep tersebut dihilangkan setelah amandemen UUD NRI Tahun 1945,
dengan menempatkan MPR sebagai lembaga yang sederajat dengan lembaga
lainnya.
Secara konseptual, tujuan diadakannya lembaga-lembaga Negara atau
alat-alat kelengkapan Negara adalah selain untuk menjalankan fungsi Negara,
juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual. Dengan kata lain,
lembaga-lembaga itu harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama
lain saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi Negara atau
istilah yang digunakan Prof. Sri Soemantri adalah actual governmental
process.49
Pada pembahasan ini akan dibahas kewenangan masing-masing
lembaga negara yang kedudukannya sebagai lembaga utama yang
kewenangannya langsung diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945. Adapun
lembaga negara yang dimaksud diantaranya:
49
Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Alumni,
Bandung, 1986, hlm. 31
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
32
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat
Dalam sebuah negara demokrasi kekuasaan tertinggi berada
ditangan rakyat dan karenanya rakyatlah yang berdaulat. Sebelum UUD
1945 dilakukan perubahan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat
(2) UUD 1945 bahwa kedaulatan rakyat dipegang dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh MPR. Namun, setelah perubahan UUD 1945 terjadi
perubahan fundamental dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, terutama
sistem demokrasi langsung yang diadopsi di Indonesia, dimana
konsekuensinya adalah kedaulatan rakyat tidak lagi dipegang oleh MPR.
Ada begitu banyak faktor yang menyebabkan Indonesia memillih
demokrasi langsung, salah satunya adalah dorongan politik dan
demokrasi yang berlangsung pada masa era orde baru dengan segala
dinamikanya.
Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menyatakan “MPR terdiri atas anggota
DPR dan anggota DPD yang dipilih meIaui pemilu dan diatur Iebih lanjut
dengan undang-undang”. Undang-undang yang dimaksud adalah undang-
undang pemilu legislatif, yang disahkan oleh pemerintah bersama DPR.
Jumlah anggota MPR didasarkan penjumlahan anggota DPR dan DPD.
Jumlah anggota DPR sebanyak 550 orang sedangkan jumlah anggota
DPD ditentukan, bahwa anggota DPD dan setiap provinsi ditetapkan
sebanyak 4 orang dan jumlah seluruh anggota DPD tidak Iebih dan 1/3
jumlah anggota DPR. MPR berkedudukan sebagai lembaga negara, MPR
bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara sebagaimana ditentukan
dalam UUD 1945 sebelum diamandemen.
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih
melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
MPR mempunyai tugas dan wewenang, yaitu
a)Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;
b)Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemi-lihan
umum, dalam sidang paripurna MPR;
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
33
c)Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi
untuk memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa
jabatannya setelah presiden daniatau wakil presiden diberi kesempatan
untuk menyampaikan penjelasan di dalam sidang paripuma MPR,
d)Melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya
dalam masa jabatannya;
e)Memilih wakil presiden dari dua .calon yang diajukan presiden
apabila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa
jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari;
f) Memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti
secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon
presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang paket calon presiden dan waki1
presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-
lambatnya dalam waktu tiga puluh hari;
g)Menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR.50
2. Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah
DPR adalah lembaga negara sebagai lembaga perwakilan rakyat
(parlemen). DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang
berkedudukan sebagai lembaga negara. DPR beranggotakan para wakil
rakyat dari partai politik yang dipilih melalui pemilihan umum. Seluruh
anggota Dewan Perwakilan kakyat menjadi anggota MPR. DPR
mempunyai fungsi:
a) legislasi, yaitu membentuk undang-undang;
b) anggaran, yaitu menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanjat
Negara;
50
http://www.tugassekolah.com/2016/02/fungsi-tugas-wewenang-mpr-dpr-dan-dpd.html,
diakses 21 September 2016
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
34
c) pengawasan, yaitu mengawasi jalannya pemerintahan.51
Tugas dan wewenang DPR adalah:
- membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk
mendapat persetujuan bersama;
- membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah
pen.gganti ufidang-undang,
- menerima dan membahas usulan rancangan undang-undang yang
diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan S
mengikutsertakannya dalam pembahasan,
- memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang
APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama;
- menetapkan APBN bersama presiden dengan memperhatikan
pertimbangan DPD;
- melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, serta kebijakan
pemerintah;
- membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan
oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi
daerah, pembent-ukan, pemekaran dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
- memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan mem-
perhatikan pertimbangan DPD;
- membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas
pertanggungjawaban keuangan negara .yang disampaikan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan,
- memberikan persetujuan kepada presiden atas pengangkatan dan
pemberhentian anggota Komisi Yudisial; memberikan persetujuan
51
Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga … Op., Cit., hal. 32
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
35
calon hakim ague ng yang diusulkan Komisi Yudisial untuk
ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden;
- memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan
mengajukannya kepada presiden untuk ditetapkan;
- memberikan pertimbangan kepada presiden untuk mengangkat duta,
menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan
pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi;
- memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang,
membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain, serta
membuat perjanjian intemasional lainnya yang menimbulkan akibat
yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan negara dan/atau pembentukan undang-undang;
- menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat;
- melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam
undang-undang.52
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga perwakilan
daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPD terdiri atas
wakil-wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum.
Seluruh anggota DPD menjadi anggota MPR. DPD mempunyai fungsi
adalah:
- pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan
pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu;
- pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu.
Tugas dan wewenang DPD, antara lain sebagai berikut:
- Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
52
Ibid
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
36
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
- Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-
undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan
daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan
pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan
undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,
dan agama.
- Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas
pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan
pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja
negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil
pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Kedudukan MPR, DPR dan
DPD sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 diatur lebih lanjut
dalam undang-undang.53
3. Presiden dan Wakil Presiden
Dalam sistem presidensial, kedudukan presiden sangat kuat, karena
ia merupakan kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan.
Dengan demikian, menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 seorang Presiden mempunyai kewenangan yang sangat banyak.54
Wewenang Presiden sebagai Kepala Negara:
53
Ibid
54
S. Pamuji, Perbandingan Pemerintahan, Bina Kasara, Jakarta, 1985, hal. 12
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
37
- Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Udara (Pasal 10).
- Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain dengan persetujuan DPR (Pasal 11 Ayat 1).
- Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
(Pasal 11 Ayat 2).
- Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12).
- Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden
memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 Ayat 1 dan 2).
- Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan DPR (Pasal 13 Ayat 3).
- Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung (Pasal 14 Ayat 1).
- Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
DPR (Pasal 14 ayat 2).
- Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang
diatur dengan undang-undang (Pasal 15).
Wewenang Presiden sebagai Kepala Pemerintahan
- Memegang kekuasaan pemerintahan (Pasal 4 ayat 1).
- Mengajukan Rancangan Undang Undang kepada DPR (Pasal 5 ayat
1).
- Menetapkan peraturan pemerintah (Pasal 5 ayat 2).
- Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan
nasihat dan pertimbangan kepada presiden (Pasal 16).
- Mengangkat dan memberhentikan menterimenteri (Pasal 17 ayat 2).
- Membahas dan memberi persetujuan atas RUU bersama DPR serta
mengesahkan RUU (Pasal 20 ayat 2 dan 4).
- Menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang
dalam kegentingan yang memaksa (Pasal 22 ayat 1).
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
38
- Mengajukan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23 ayat 2).
- Meresmikan keanggotaan BPK yang dipilih DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23F ayat 1).
- Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan Komisi
Yudisial dan disetujui DPR (Pasal 24A ayat 3).
- Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan
persetujuan DPR (Pasal 24 B ayat 3).
- Mengajukan tiga orang calon hakim konstitusi dan menetapkan
sembilan orang hakim konstitusi (Pasal 24 C ayat 3).
Tugas dan kewenangan Presiden yang sangat banyak ini tidak
mungkin dikerjakan sendiri. Oleh karena itu Presiden memerlukan orang
lain untuk membantunya. Dalam melaksanakan tugasnya, Presiden
Republik Indonesia dibantu oleh seorang wakil presiden yang dipilih
bersamaan dengannya melalui pemilihan umum, serta membentuk
beberapa kementerian negara yang dipimpin oleh menteri-menteri
negara. Menteri-menteri negara ini dipilih dan diangkat serta
diberhentikan oleh Presiden sesuai dengan kewenangannya.
Meski Wakil Presiden dan Menteri sama-sama bertindak sebagai
“Pembantu Presiden”, namun Wakil Presiden adalah orang pertama yang
akan menggantikan apabila Presiden berhalangan untuk menghadiri
kegiatan atau melaksanakan tugas atau sesuatu dalam lingkup
pemerintahan sehingga kedudukannya lebih tinggi dibandingkan para
menteri. Selain itu, kedudukan seorang Wakil Presiden juga tidak dapat
dipisahkan dengan Presiden sebagai satu kesatuan pasangan jabatan
karena dipilih secara langsung melalui pemilihan umum (PEMILU).
Berikut adalah penjelasan mengenai tugas dan wewenang wakil
presiden :
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
39
Tugas Wakil Presiden
- Mendampingi Presiden menjalankan tugas-tugas kenegaraan di
negara lain.
- Membantu Presiden menjalankan tugas sehari-hari, menjalankan
tugas Presiden jika Presiden berhalangan, dan menggantikan
Presiden jika jabatan Presiden kosong oleh sebab-sebab tertentu
yang menyebabkan Presiden tidak dapat menjalankan tugasnya atau
karena Presiden menyerahkan jabatan kepresidenan (pengunduran
diri) mengalami kematian saat menjabat presiden.
- Memperhaikan secara khusus, menampung segala masalah-masalah
dan mengusahakan pemecahan yang perlu, menyangkut bidang tugas
kesejahteraan rakyat.
- Melakukan pengawasan pembangunan operasional dengan bantuan
departemen-departemen.
Wewenang utama wakil presiden
- Sebagai Wakil Dari Presiden – Wewenang Wakil Presiden sebagai
Wakil Presiden yaitu mewakili presiden dalam melaksanakan tugas
dan kewajiban serta wewenang jabatan presiden dengan terlebih
dahulu mendapat perintah atau diberi kuasa oleh Presiden (mandat).
- Sebagai Pembantu Presiden – Sebagai pembantu Presiden, Wakil
Presedin berwenang untuk membantu Presiden menjalankan
Undang-Undang.
- Sebagai Pengganti Presiden – Sebagai pengganti Presiden berarti
Wakil Presiden tidak lagi disebut Wakil Presiden melainkan sebagai
Presiden dan tidak terjadi rangkap jabatan.
- Sebagai Jabatan Yang Mandiri – Dilihat dari prakteknya, ketika
seorang Wakil Presiden diminta oleh perorangan maupun organisai
sebagai pembicara atau sekedar tamu suatu cara, dalam hal ini berarti
Wakil Presiden suatu kegiatan secara mandiri dan tidak memerlukan
perintah atau persetujuan dari Presiden.
Wewenang lain dari wakil presiden
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
40
- Melaksanakan tugas teknis pemerintahan sehari-hari
- Menyusun agenda kerja kabinet dan menetapkan fokus atau prioritas
kegiatan pemerintahan yang pelaksanaannya dipertanggung
jawabkan kepada Presiden
- Memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar
1945
4. Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial
Mahkamah Agung
Mahkamah Agung adalah pemegang kekuasaan kehakiman yang
merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Undang-
undang yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman adalah Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan
peradilan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan tugas pokok
menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara yang
diajukan kepadanya. Adapun lingkungan kekuasaan kehakiman
berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, terdiri atas:
1) Peradilan Umum,
2) Peradilan Agama,
3) Peradilan Militer, dan
4) Peradilan Tata Usaha Negara.
Mahkamah Agung adalah peradilan tertinggi. Hal itu berarti
putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh badan peradilan lain,
dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung. Hal ini sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009.
Berdasarkan ketentuan tersebut, secara garis besar kekuasaan
Mahkamah Agung mencakup dua hal, yaitu kekuasaan di dalam
peradilan dan kekuasaan di luar peradilan.
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
41
1) Kekuasaan Mahkamah Agung di dalam peradilan meliputi
kekuasaan dalam hal-hal berikut:
a) Mengukuhkan atau membatalkan putusan dan penetapan pengadilan
lain dalam tingkat kasasi.
b) Meninjau kembali putusan-putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, yang diajukan oleh pihak yang
berkepentingan.
c) Memutus sengketa tentang wewenang mengadili antara pengadilan-
pengadilan di beberapa lingkungan peradilan.
d) Memberi putusan dalam tingkat banding atas segala keputusan wasit
(Pengadilan Arbiter), yaitu peradilan swasta yang terdapat dalam
dunia perdagangan yang diakui pemerintah.
2) Kekuasaan Mahkamah Agung di luar peradilan sebagai berikut:
a) Melakukan pengawasan tertinggi atas jalannya pengadilan di
bawahnya.
b) Melakukan pengawasan tertinggi atas para notaris dan pengacara.
c) Memberi nasihat kepada presiden dalam hal memberi grasi, amnesti,
abolisi, dan rehabilitasi, atau pertimbanganpertimbangan dan
keterangan tentang soal yang berhubungan dengan hukum apabila
hal itu diperlukan pemerintah.
d) Menguji sah tidaknya suatu peraturan yang lebih rendah dari
undang-undang terhadap peraturan yang lebih tinggi.
Selanjutnya, Mahkamah Agung memiliki beberapa wewenang di
antaranya sebagai berikut:
a. Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan
pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua
lingkungan peradilan.
b. Mahkamah Agung menguji peraturan secara materiil terhadap
peraturan perundang-undangan dibawah Undang-undang.
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
42
c. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan
peradilan di semua lingkungan peradilan dalam penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman.
Susunan Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota,
panitera, dan seorang sekretaris. Pimpinan hakim anggota Mahkamah
Agung adalah hakim agung. Pimpinan Mahkamah Agung terdiri atas
seorang ketua, dua wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda. Hakim
agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan
persetujuan dan ditetapkan oleh presiden. Pada dasarnya, Mahkamah
Agung mempunyai wewenang untuk mengadili pada tingkat kasasi dan
menguji peraturan perundang-undangan.
Mahkamah Konstitusi
Kemudian, Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga
negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk
menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 24 UUD NRI Tahun 1945.
Adapun kewenangan Mahkamah Konstitusi secara lengkap diatur
dalam Pasal 24C Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, yang kemudian diatur
lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi dan dirubah terakhir kalinya dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2011.
Mahkamah Konstitusi RI mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1
(satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
43
c. Memutus pembubaran partai politik, dan
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Adapun kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah “Mahkamah
Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga:
a. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa:
a) penghianatan terhadap negara;
b) korupsi;
c) penyuapan;
d) tindak pidana lainnya;
b. atau perbuatan tercela, dan/atau
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Komisi Yudisial
Selanjutnya, Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga yang bersifat
mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim. Komisi Yudisial
(KY) dibentuk berdasarkan UU No. 22 Tahun 2004, yang bertujuan
untuk memenuhi harapan masyarakat tentang kekuasaan kehakiman yang
transparan, merdeka, dan partisipatif. Pembentukan Komsi Yudisial
diawali oleh adanya kesepakatan untuk memberlakukan pemidahan
kewenangan (organisasi, personel, administrasi, dan keuangan)
pengadilan dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ke
Mahkamah Agung.
Susunan keanggotaan Komisi Yudisial (KY) terdiri atas pimpinan
dan anggota. Pimpinan komisi terdiri atas seorang Ketua dan seorang
Wakil Ketua yang merangkap anggota. Sedangkan anggotanya terdiri
atas 7 (tujuh) orang yang berasal dari pejabat Negara, yaitu hakim,
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
44
akademisi hukum, praktisi hukum, dan anggota masyarakat. Anggota
Komisi Yudisial (KY) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan DPR.
Komisi Yudisial (KY) mempunyai tugas dan wewenang
sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Tugas Komisi Yudisial
(KY) adalah sebagai berikut:
- Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung.
- Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung.
- Menetapkan calon hakim.
- Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
Sedangkan, wewenang Komisi Yudisial (KY) adalah sebagai
berikut:
- Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR.
- Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
- Menjaga perilaku Hakim.
5. Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Pemeriksa Keuangan atau disingkat dengan BPK adalah
lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.55
PBK masuk dalam kategori lembaga yang mandiri
dan bebas, pernyataan ini tercantum dalam UUD 1945. Anggota BPK
dipilih oleh DPR dengan tetap mempertimbangkan DPD dan kemudian
diresmikan oleh Presiden. Dalam pembentukannya, lembaga ini memiliki
sejarah tersendiri dan juga dimaksudkan untuk memiliki tugas dan
wewenang Badan Pemeriksa Keuangan yang seperti pada uraian di
bawah ini.
Tugas dan wewenang Badan Pengawas Keuangan disebutkan
dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 secara terpisah, yaitu pada
55
Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, Liberty,
Yogyakarta, 1993, hal. 18
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
45
BAB III bagian kesatu dan kedua. Tugas BPK menurut UU tersebut
masuk dalam bagian kesatu, isisnya antara lain adalah sebagai berikut.
- Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan yang
dilakukan oleh BPK terbatas pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Bank Indonesia, Lembaga Negara lainnya, BUMN, Badan
Layanan Umum, BUMD, dan semua lembaga lainnya yang
mengelola keuangan negara.
- Pelaksanaan pemeriksaan BPK tersebut dilakukan atas dasar undang-
undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.
- Pemeriksaan yang dilakukan BPK mencakup pemeriksaan kinerja,
keuangan, dan pemeriksaan dengan adanya maksud tertentu.
- Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK harus dibahas
sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara yang berlaku.
- Hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara diserahkan kepada DPD, DPR, dan DPRD. Dan juga
menyerahkan hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden,
Gubernur, dan Bupati/Walikota.
- Jika terbukti adanya tindakan pidana, maka BPK wajib melapor pada
instansi yang berwenang paling lambat 1 bulan sejak diketahui
adanya tindakan pidana tersebut.
Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UU Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 BAB III bagian kedua diantaranya
adalah sebagai berikut.
Dalam menjalankan tugasnya, BPK memiliki wewenang untuk
menentukan objek pemeriksaan, merencanakan serta melaksanakan
pemeriksaan. Penentuan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun
maupun menyajikan laporan juga menjadi wewenang dari BPK tersebut.
- Semua data, informasi, berkas dan semua hal yang berkaitan dengan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara hanya bersifat
sebagai alat untuk bahan pemeriksaan.
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
46
- BPK juga berwenang dalam memberikan pendapat kepada DPR,
DPD, DPRD, dan semua lembaga keuangan negara lain yang
diperlukan untuk menunjang sifat pekerjaan BPK.
- BPK berwenang memberi nasihat/pendapat berkaitan dengan
pertimbangan penyelesaian masalah kerugian negara.
Masih banyak tugas dan wewenang BPK yang lain berdasarkan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 yang bersifat sangat rinci dan
teliti. Selebihnya peraturan tersebut diatur sendiri oleh BPK demi
kelancaran dan keefektifan kinerja dari BPK tersebut.
6. Komisi Pemilihan Umum
KPU adalah lembaga yang bersifat Nasional, Tetap dan Mandiri
untuk menyelenggarakan PEMILU. Tugas dan wewenang Komisi
Pemilihan Umum (KPU) adalah :
- Merencenakan penyelenggarakan PEMILU
- Menetapkan Irganisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan
PEMILU
- Mengkoordinasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan semua
tahapan pelaksanaan PEMILU.
- Menetapkan peserta PEMILU
- Menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi dan calon anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah
(DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten / kota
- Menetapkan waktu , tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye dan
pemungutan suara
- Menetapkan hasil pemilu dan mengumumkan calon terpilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah
(DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten / kota
- Melakukan Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan PEMILU
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
47
- Melaksanakan tugas-tugas dan kewenangan lain yang di atur dalam
Undang – Undang.56
7. Pemerintahan Daerah
Pemerintahan daerah merupakan alat kelengkapan negara untuk
mencapai cita- cita dan tujuan-tujuan negara sebagaimana termaktub
dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea
ke-2 dan ke-4. Untuk mencapai hal tersebut, tentu saja pemerintahan
daerah diberi kewenangan untuk menjalakan seluruh urusan
pemerintahan di daerah, kecuali beberapa kewenangan yang tidak
diperkenankan dimiliki oleh daerah yaitu kewenangan dalam politik luar
negeri, pertahanan, kemanan, peradilan/yustisi, moneter dan fiskal serta
urusan agama.57
Keenam urusan tersebut merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Sebagaimana telah kalian ketahui, bahwa pemerintahan daerah itu terdiri
atas pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota. Sekaitan urusan yang menjadi kewenangannya, Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan telah
dirubah dengan diterapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2015
tentang Pemerintahan Daerah, telah mengklasifikasikan urusan
pemerintahan daerah kedalam urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan
wajib dan urusan pilihan untuk pemerintahan daerah provinsi tentu saja
berbeda dengan yang dimiliki oleh oleh pemerintahan daerah
kabupaten/kota. Hal ini dikarenakan ruang lingkup urusan pemerintahan
daerah provinsi lebih luas dibanmdingkan dengan pemerintahan daerah
kabupaten/kota. Dapat diamati perbedaan urusan pemerintahan yang
wajib dilaksanakan oleh pemerintahan daerah provinsi dengan
pemerintahan daerah kabupaten/kota.
56
Ni’matul Huda, Hukum Tata negara Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005,
hal. 33
57
Jimly Asshiddiqie, “Otonomi Daerah dan Peran Legislatif Daerah”, Makalah pada
Lokakarya Tentang Peraturan Daerah dan Budget Anggota DPRD SePropinsi (Baru) Banten, Di
Anyer, Banten, 20 Oktober 2000, hal. 6
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
48
Adapun Urusan Wajib Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri dari:
perencanaan dan pengendalian pembangunan, perencanaan
pemanfaatan,dan pengawasan tata ruang, penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana
umum, penanganan bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan dan
alokasi sumber daya manusia potensial, penanggulangan masalah sosial
lintas kabupaten/kota, pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas
kabupaten/kota, Memfasilitasi pengembangan koperasi,usaha kecil, dan
menengah termasuk lintaskabupaten/kota, pengendalian lingkungan
hidup, pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota, pelayanan
kependudukan, dan catatan sipil, pelayanan administrasi umum
pemerintahan, pelayanan administrasi penanaman modal termasuk
lintas kabupaten/kota, penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang
belum dapat dilaksanakan olehkabupaten/kota; dan urusan wajib lainnya
yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, Urusan Wajib Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota mencakup beberapa macam yaitu: perencanaan dan
pengendalian pembangunan, perencanaan,pemanfaatan,dan pengawasan
tata ruang, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana umum, penanganan
bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, penanggulangan masalah
sosial, pelayanan bidang ketenagakerjaan, fasilitasi pengembangan
koperasi, usaha kecil dan menengah, pengendalian lingkungan hidup,
pelayanan pertanahan, pelayanan administrasi penanaman modal,
pelayanan administrasi umum pemerintahan, pelayanan
kependudukan,dan catatan sipil, penyelenggaraan pelayanan dasar
lainnya; dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Adapun yang menjadi urusan pilihan pemerintahan daerah baik
provinsi ataupun kabupaten/kota meliputi urusan pemerintahan yang
secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
49
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan
daerah yang bersangkutan.
8. Komisi Negara Sebagai Lembaga Negara Bantu
Secara teoritis, lembaga negara bantu bermula dari kehendak
negara untuk membuat lembaga negara baru yang pengisian anggotanya
diambil dari unsur non-negara, diberi otoritas negara, dan dibiayai oleh
negara tanpa harus menjadi pegawai negara. Gagasan lembaga negara
bantu sebenarnya berawal dari keinginan negara yang sebelumnya kuat
ketika berhadapan dengan masyarakat, rela untuk memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk mengawasi. Jadi, meskipun negara
masih tetap kuat, ia diawasi oleh masyarakat sehingga tercipta
akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horizontal. Munculnya lembaga
negara bantu dimaksudkan pula untuk menjawab tuntutan masyarakat
atas terciptanya prinsip-prinsip demokrasi dalam setiap penyelenggaraan
pemerintahan melalui lembaga yang akuntabel, independen, serta dapat
dipercaya.58
Jennings, sebagaimana dikutip Alder dalam Constitutional and
Administrative Law, menyebutkan lima alasan utama yang
melatarbelakangi dibentuknya lembaga negara bantu dalam suatu
pemerintahan, alasan-alasan itu adalah sebagai berikut.
o Adanya kebutuhan untuk menyediakan pelayanan budaya dan
pelayanan yang bersifat personal yang diharapkan bebas dari risiko
campur tangan politik.
o Adanya keinginan untuk mengatur pasar dengan regulasi yang
bersifat non-politik.
o Perlunya pengaturan mengenai profesi-profesi yang bersifat
independen, seperti profesi di bidang kedokteran dan hukum.
o Perlunya pengadaan aturan mengenai pelayanan-pelayanan yang
bersifat teknis.
58
Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara .. Op., Cit., hal. 33
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
50
o Munculnya berbagai institusi yang bersifat semiyudisial dan
berfungsi untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan
(alternative dispute resolution/alternatif penyelesaian sengketa).59
Untuk menentukan institusi mana saja yang disebut sebagai
lembaga negara bantu dalam struktur ketatanegaraan RI terlebih dahulu
harus dilakukan pemilahan terhadap lembaga-lembaga negara
berdasarkan dasar pembentukannya. Pascaperubahan konstitusi,
Indonesia membagi lembaga-lembaga negara ke dalam tiga kelompok.
Pertama, lembaga negara yang dibentuk berdasar atas perintah UUD
Negara RI Tahun 1945 (constitutionally entrusted power). Kedua,
lembaga negara yang dibentuk berdasarkan perintah undang-undang
(legislatively entrusted power). Dan ketiga, lembaga negara yang
dibentuk atas dasar perintah keputusan presiden.60
Berikutnya, berdasarkan catatan lembaga swadaya masyarakat
Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), paling tidak terdapat
sepuluh lembaga negara yang dibentuk atas dasar perintah undang-
undang. Lembaga-lembaga tersebut adalah Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU), Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), Komisi Nasional
Perlindungan Anak Indonesia (Komnas Perlindungan Anak), Komisi
Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Dewan Pers, dan Dewan
Pendidikan. Jumlah ini kemungkinan dapat bertambah atau berkurang
mengingat lembaga negara dalam kelompok ini tidak bersifat permanen
melainkan bergantung pada kebutuhan negara. Misalnya, KPK dibentuk
karena dorongan kenyataan bahwa fungsi lembaga-lembaga yang sudah
ada sebelumnya, seperti kepolisian dan kejaksaan, dianggap tidak
maksimal atau tidak efektif dalam melakukan pemberantasan korupsi.
59
- Jimly asshiddiqie,Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 37
60
Ibid., hal. 37-38
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
51
Apabila kelak, korupsi dapat diberantas dengan efektif oleh kepolisian
dan kejaksaan, maka keberadaan KPK dapat ditinjau kembali.
Sementara itu, lembaga negara pada kelompok terakhir atau yang
dibentuk berdasarkan perintah dan kewenangannya diberikan oleh
keputusan presiden antara lain adalah Komisi Ombudsman Nasional
(KON), Komisi Hukum Nasional (KHN), Komisi Nasional
Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Dewan
Maritim Nasional (DMN), Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Dewan
Pengembangan Usaha Nasional (DPUN), Dewan Riset Nasional (DRN),
Dewan Pembina Industri Strategis (DPIS), Dewan Buku Nasional
(DBN), serta lembaga-lembaga non-departemen. Sejalan dengan
lembaga-lembaga negara pada kelompok kedua, lembagalembaga negara
dalam kelompok yang terakhir ini pun bersifat sementara bergantung
pada kebutuhan negara.
Lembaga-lembaga negara dalam dua kelompok terakhir inilah yang
disebut dalam tulisan ini sebagai lembaga negara bantu. Pembentukan
lembaga-lembaga negara yang bersifat mandiri ini secara umum
disebabkan oleh adanya ketidak percayaan publik terhadap lembaga-
lembaga negara yang ada dalam menyelesaikan persoalan
ketatanegaraan. Selain itu pada kenyataannya, lembaga-lembaga negara
yang telah ada belum berhasil memberikan jalan keluar dan
menyelesaikan persoalan yang ada ketika tuntutan perubahan dan
perbaikan semakin mengemuka seiring dengan berkembangnya paham
demokrasi di Indonesia.
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
52
BAB III
HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945) sebelum perubahan terdapat enam lembaga tinggi/tertinggi negara,
yaitu MPR sebagai lembaga tertinggi negara; serta DPR, Presiden, MA, BPK, dan
DPA sebagai lembaga tinggi negara. Namun setelah mengalami perubahan UUD
1945 (Amandemen) dinyatakan bahwa lembaga negara teridri atas MPR, DPR,
DPD, Presiden, BPK, MA, MK, dan KY tanpa mengenal istilah lembaga tinggi
atau tertinggi negara.
Berikut ini penjelasan hubungan antara lembaga Negara sesuai UUD 1945
A. Hubungan antara MPR dengan DPR, DPD, dan Mahkamah Konstitusi
Dalam UUD 1945 MPR merupakan salah satu lembaga Negara
(sebelum Amandemen dikenal dengan istilah lembaga tertinggi Negara).
Anggota MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD menunjukan
bahwa MPR masih dipandang sebagai lembaga perwakilan rakyat karena
keanggotaannya dipilih dalam pemilihan umum. Unsur anggota DPR untuk
mencerminkan prinsip demokrasi politik sedangkan unsur anggota DPD
untuk mencerminkan prinsip keterwakilan daerah agar kepentingan daerah
tidak terabaikan. Dengan adanya perubahan kedudukan MPR, maka
pemahaman wujud kedaulatan rakyat tercermin dalam tiga cabang kekuasaan
yaitu lembaga perwakilan, Presiden, dan pemegang kekuasaan kehakiman.61
Adapun yang menjadi kewenangan MPR adalah mengubah dan
menetapkan UUD, memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam hal
terjadi kekosongan jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden, melantik
Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta kewenangan memberhentikan
Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Dalam hubungannya dengan DPR, khusus mengenai penyelenggaraan
sidang MPR berkaitan dengan kewenangan untuk memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden, proses tersebut hanya bisa dilakukan apabila
didahului oleh pendapat DPR yang diajukan pada MPR.
61
Ibid.
BUKU AJAR
HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
53
Dalam hubungannya dengan DPD. Seperti halnya peran DPR, peran
DPD dalam MPR juga sangat besar misalnya dalam hal mengubah UUD yang
harus dihadiri oleh 2/3 anggota MPR dan memberhentikan Presiden yang
harus dihadiri oleh 3/4 anggota MPR maka peran DPD dalam kewenangan
tersebut merupakan suatu keharusan.
Dalam hal hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi (MK) dapat
dipahami dari Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu
wewenang Mahkamah Konstitusi adalah untuk memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD. Karena
kedudukan MPR sebagai lembaga negara maka apabila MPR bersengketa
dengan lembaga negara lainnya yang sama-sama memiliki kewenangan yang
ditentukan oleh UUD, maka konflik tersebut harus diselesaikan oleh
Mahkamah Konstitusi.
B. Hubungan DPR dengan Presiden, DPD, dan MK
Anggtota DPR terdiri dari DPR dan DPD. Perbedaan keduanya terletak
pada hakikat kepentingan yang diwakilinya, DPR untuk mewakili rakyat
sedangkan DPD untuk mewakili daerah. Pasal 20 ayat (1) menyatakan bahwa
DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Selanjutnya untuk
menguatkan posisi DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif maka pada
Pasal 20 ayat (5) ditegaskan bahwa dalam hal RUU yang disetujui bersama
tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari semenjak RUU tersebut
disetujui, sah menjadi UU dan wajib diundangkan.
Dalam hubungan dengan DPD, terdapat hubungan kerja dalam hal ikut
membahas RUU yang berkaitan dengan bidang tertentu, DPD memberikan
pertimbangan atas RUU tertentu, dan menyampaikan hasil pengawasan
pelaksanaan UU tertentu pada DPR.
Dalam hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi, terdapat hubungan
tata kerja yaitu dalam hal permintaan DPR kepada MK untuk memeriksa
pendapat DPR mengenai dugaan bahwa Presiden bersalah. Disamping itu
terdapat hubungan tata kerja lain misalnya dalam hal apabila ada sengketa
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR
BUKU AJAR

More Related Content

What's hot

Pancasila dan amandemen uud45
Pancasila dan amandemen uud45Pancasila dan amandemen uud45
Pancasila dan amandemen uud45Yohanes Nugroho
 
Tugas pendidikan kewarganegaraan
Tugas pendidikan kewarganegaraan Tugas pendidikan kewarganegaraan
Tugas pendidikan kewarganegaraan Risky Saputra
 
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...TutikDaryatni
 
Makalah pelaksanaan sistem pemerintahan di indonesia ppttttt
Makalah pelaksanaan sistem pemerintahan di indonesia pptttttMakalah pelaksanaan sistem pemerintahan di indonesia ppttttt
Makalah pelaksanaan sistem pemerintahan di indonesia pptttttderybagusramadhan
 
SOAL LCT 4 Pilar Berbangsa Dan Bernegara Tim SMAN 2 B.S
SOAL LCT 4 Pilar Berbangsa Dan Bernegara Tim SMAN 2 B.SSOAL LCT 4 Pilar Berbangsa Dan Bernegara Tim SMAN 2 B.S
SOAL LCT 4 Pilar Berbangsa Dan Bernegara Tim SMAN 2 B.SAri Saputra
 
Hukum Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.)
Hukum Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.)Hukum Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.)
Hukum Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.)Natasha Rastie Aulia
 
Kewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisan
Kewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisanKewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisan
Kewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisanYanels Garsione
 
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIAPANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIAMuhamad Yogi
 
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan IndonesiaPancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesiarezekysholikhah
 
Ppt pancasila dlm konteks ketatanegaraan
Ppt pancasila dlm konteks ketatanegaraanPpt pancasila dlm konteks ketatanegaraan
Ppt pancasila dlm konteks ketatanegaraanrizka_pratiwi
 
Makalah Sistem Pemerintahan
Makalah Sistem Pemerintahan Makalah Sistem Pemerintahan
Makalah Sistem Pemerintahan Nurul Fajri
 

What's hot (18)

Pancasila dan amandemen uud45
Pancasila dan amandemen uud45Pancasila dan amandemen uud45
Pancasila dan amandemen uud45
 
Tugas pendidikan kewarganegaraan
Tugas pendidikan kewarganegaraan Tugas pendidikan kewarganegaraan
Tugas pendidikan kewarganegaraan
 
Bab 2
Bab 2Bab 2
Bab 2
 
Makalah dpr
Makalah dprMakalah dpr
Makalah dpr
 
Materi pkn kls xii bab 2
Materi pkn kls xii bab 2Materi pkn kls xii bab 2
Materi pkn kls xii bab 2
 
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...
 
Makalah pelaksanaan sistem pemerintahan di indonesia ppttttt
Makalah pelaksanaan sistem pemerintahan di indonesia pptttttMakalah pelaksanaan sistem pemerintahan di indonesia ppttttt
Makalah pelaksanaan sistem pemerintahan di indonesia ppttttt
 
Review Jurnal
Review JurnalReview Jurnal
Review Jurnal
 
SOAL LCT 4 Pilar Berbangsa Dan Bernegara Tim SMAN 2 B.S
SOAL LCT 4 Pilar Berbangsa Dan Bernegara Tim SMAN 2 B.SSOAL LCT 4 Pilar Berbangsa Dan Bernegara Tim SMAN 2 B.S
SOAL LCT 4 Pilar Berbangsa Dan Bernegara Tim SMAN 2 B.S
 
SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIASISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
 
Pancasila
PancasilaPancasila
Pancasila
 
Hukum Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.)
Hukum Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.)Hukum Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.)
Hukum Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.)
 
Kewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisan
Kewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisanKewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisan
Kewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisan
 
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIAPANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan IndonesiaPancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia
 
Ppt pancasila dlm konteks ketatanegaraan
Ppt pancasila dlm konteks ketatanegaraanPpt pancasila dlm konteks ketatanegaraan
Ppt pancasila dlm konteks ketatanegaraan
 
Makalah Sistem Pemerintahan
Makalah Sistem Pemerintahan Makalah Sistem Pemerintahan
Makalah Sistem Pemerintahan
 

Similar to BUKU AJAR

Perkembangan dan-konsolidasi-lembaga-negara-pasca-reformasi
Perkembangan dan-konsolidasi-lembaga-negara-pasca-reformasiPerkembangan dan-konsolidasi-lembaga-negara-pasca-reformasi
Perkembangan dan-konsolidasi-lembaga-negara-pasca-reformasiLadzan Gun
 
Makalah lembaga negara pasca amandemen uud 1945
Makalah lembaga negara pasca amandemen uud 1945Makalah lembaga negara pasca amandemen uud 1945
Makalah lembaga negara pasca amandemen uud 1945Sandy Andaru
 
Makalah perbandingan kedudukan dan kewenangan lembaga legislatif dan yudikati...
Makalah perbandingan kedudukan dan kewenangan lembaga legislatif dan yudikati...Makalah perbandingan kedudukan dan kewenangan lembaga legislatif dan yudikati...
Makalah perbandingan kedudukan dan kewenangan lembaga legislatif dan yudikati...Nugroho Ariwibowo
 
Negara hukum dan ham
Negara hukum dan hamNegara hukum dan ham
Negara hukum dan hamRobet Saputra
 
Bab iv konstitusi
Bab iv konstitusiBab iv konstitusi
Bab iv konstitusiwowwwwwiii
 
Tik tugas ke-5 Dellia Kusuma Ningrum
Tik tugas ke-5 Dellia Kusuma NingrumTik tugas ke-5 Dellia Kusuma Ningrum
Tik tugas ke-5 Dellia Kusuma Ningrumdelliakusuma
 
Makalah lembaga negara
Makalah lembaga negaraMakalah lembaga negara
Makalah lembaga negarabruh97
 
Eksekutif dalam UUD 1945
Eksekutif dalam UUD 1945Eksekutif dalam UUD 1945
Eksekutif dalam UUD 1945Amelia Utami
 
Catatan pinggir perpu no 1 tahun 2014
Catatan pinggir perpu no 1 tahun 2014Catatan pinggir perpu no 1 tahun 2014
Catatan pinggir perpu no 1 tahun 2014Ahmad Solihin
 
Lembaga-lembaga negara (Piyantoro dan inddra kurniawan)
Lembaga-lembaga negara (Piyantoro dan inddra kurniawan)Lembaga-lembaga negara (Piyantoro dan inddra kurniawan)
Lembaga-lembaga negara (Piyantoro dan inddra kurniawan)Belum Kerja
 
Pengertian Dan Penjelasan Tentang Konstitusi
Pengertian Dan Penjelasan Tentang KonstitusiPengertian Dan Penjelasan Tentang Konstitusi
Pengertian Dan Penjelasan Tentang KonstitusiAbitian Priya
 

Similar to BUKU AJAR (20)

Perkembangan dan-konsolidasi-lembaga-negara-pasca-reformasi
Perkembangan dan-konsolidasi-lembaga-negara-pasca-reformasiPerkembangan dan-konsolidasi-lembaga-negara-pasca-reformasi
Perkembangan dan-konsolidasi-lembaga-negara-pasca-reformasi
 
Makalah lembaga negara pasca amandemen uud 1945
Makalah lembaga negara pasca amandemen uud 1945Makalah lembaga negara pasca amandemen uud 1945
Makalah lembaga negara pasca amandemen uud 1945
 
Makalah perbandingan kedudukan dan kewenangan lembaga legislatif dan yudikati...
Makalah perbandingan kedudukan dan kewenangan lembaga legislatif dan yudikati...Makalah perbandingan kedudukan dan kewenangan lembaga legislatif dan yudikati...
Makalah perbandingan kedudukan dan kewenangan lembaga legislatif dan yudikati...
 
Negara hukum dan ham
Negara hukum dan hamNegara hukum dan ham
Negara hukum dan ham
 
Mahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusiMahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusi
 
Mahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusiMahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusi
 
Bab iv konstitusi
Bab iv konstitusiBab iv konstitusi
Bab iv konstitusi
 
LEMBAGA_LEMBAGA_NEGARA.ppt
LEMBAGA_LEMBAGA_NEGARA.pptLEMBAGA_LEMBAGA_NEGARA.ppt
LEMBAGA_LEMBAGA_NEGARA.ppt
 
Tik tugas ke-5 Dellia Kusuma Ningrum
Tik tugas ke-5 Dellia Kusuma NingrumTik tugas ke-5 Dellia Kusuma Ningrum
Tik tugas ke-5 Dellia Kusuma Ningrum
 
Makalah lembaga negara
Makalah lembaga negaraMakalah lembaga negara
Makalah lembaga negara
 
FORMAT KELEMBAGAAN NEGARA DAN PERGESERAN KEKUASAAN DALAM UUD 1945
FORMAT KELEMBAGAAN NEGARA DAN PERGESERAN KEKUASAAN DALAM UUD 1945FORMAT KELEMBAGAAN NEGARA DAN PERGESERAN KEKUASAAN DALAM UUD 1945
FORMAT KELEMBAGAAN NEGARA DAN PERGESERAN KEKUASAAN DALAM UUD 1945
 
Eksekutif dalam UUD 1945
Eksekutif dalam UUD 1945Eksekutif dalam UUD 1945
Eksekutif dalam UUD 1945
 
Negara dan konstitusi
Negara dan konstitusiNegara dan konstitusi
Negara dan konstitusi
 
Pkn
PknPkn
Pkn
 
Catatan pinggir perpu no 1 tahun 2014
Catatan pinggir perpu no 1 tahun 2014Catatan pinggir perpu no 1 tahun 2014
Catatan pinggir perpu no 1 tahun 2014
 
Lembaga-lembaga negara (Piyantoro dan inddra kurniawan)
Lembaga-lembaga negara (Piyantoro dan inddra kurniawan)Lembaga-lembaga negara (Piyantoro dan inddra kurniawan)
Lembaga-lembaga negara (Piyantoro dan inddra kurniawan)
 
Trikameralisme dpd ex ofacio
Trikameralisme dpd ex ofacioTrikameralisme dpd ex ofacio
Trikameralisme dpd ex ofacio
 
Pancasila
PancasilaPancasila
Pancasila
 
Urgensi kemandirian peradilan
Urgensi kemandirian peradilanUrgensi kemandirian peradilan
Urgensi kemandirian peradilan
 
Pengertian Dan Penjelasan Tentang Konstitusi
Pengertian Dan Penjelasan Tentang KonstitusiPengertian Dan Penjelasan Tentang Konstitusi
Pengertian Dan Penjelasan Tentang Konstitusi
 

Recently uploaded

TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfChrodtianTian
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfdemontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfIndri117648
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 

Recently uploaded (20)

TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfdemontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 

BUKU AJAR

  • 1.
  • 2. KATA PENGANTAR Setelah kami ditugaskan untuk membina Mata Kuliah Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Samudra, maka atas dasar tersebut disusun Buku Hukum Kelembagaan Negara sebagai salah satu acuan bagi para mahasiswa yang mengambil jurusan Hukum Tata Negara. Buku-buku Hukum Kelembagaan Negara sudah cukup banyak beredar dalam masyarakat, namun setelah Reformasi Tahun 1998 dan terjadinya peubahan pertama sampai perubahan keempat terhadap UUD 1945, maka Hukum Tata Negara mengalami perubahan pula yaitu terbentuknya Lembaga-Lembaga Baru berikut fungsi dan wewenangnya menurut UUD 1945. Atas dasar itulah kami menyusun buku ini, walaupun buku ini bukan satu- satunya pegangan dalam kuliah-kuliah yang kami berikan kepada mahasiswa. Kami sadari bahwa buku ini belum sempurna baik isinya maupun teknik penulisannya, untuk itu kritik dan sumbang saran sangat diperlukan guna perbaikan kemudian. Semoga Tuhan Yang Maha Esa menyertai dalam menjalankan tugas dan kewajiban kita semua. Amin. Langsa, 1 Agustus 2017 Penyusun
  • 3. DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar .................................................................................................. 1 B. Konsep Kelembagaan Negara .................................................................. 4 B.1. Teori Negara Hukum ...................................................................... 4 B.2. Teori Organ ..................................................................................... 7 C. Perkembangan Organisasi Negara ........................................................... 12 D. Teori Penataan Lembaga Negara ............................................................. 15 BAB II LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA DI INDONESIA A. Jenis-Jenis Lembaga Negara Menurut UUD 1945 .................................. 19 B. Lembaga Daerah ...................................................................................... 26 C. Kedudukan dan Kewenangan Lembaga Negara ...................................... 31 BAB III HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA A. Hubungan antara MPR dengan DPR, DPD, dan Mahkamah Konstitusi . 52 B. Hubungan DPR dengan Presiden, DPD, dan MK .................................... 53 C. Hubungan DPD dengan DPR, BPK, dan MK .......................................... 54 D. Hubungan MA dengan lembaga negara lainnya ...................................... 54 E. Hubungan antara Mahkamah Konstitusi dengan Presiden, DPR, BPK, DPD, MA, KY ................................................................................................... 55 F. Hubungan antara BPK dengan DPR dan DPD ........................................ 55 G. Hubungan antara Komisi Yudisial dengan MA ....................................... 56 BAB IV SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA A. Istilah dan Pengertian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara.............. 57 B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Sengketa Kewenangan Lembaga Negara ...................................................................................................... 60 C. Sejarah Singkat Lahirnya Mahkamah Konstitusi ..................................... 62 D. Mekanisme penyelesaian sengketa kewenangan lembaga Negara .......... 65 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 74
  • 4. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) telah merubah paradigma sistem ketatanegaraan Indonesia, yang juga berdampak pada sistem kelembagaan negara. Paradigma perubahan tersebut turut serta mengubah struktur, kedudukan dan kewenangan masing- masing lembaga negara, khususnya lembaga negara yang diadopsi dalam UUD 1945. Sebagaimana diketahui bahwa perubahaan UUD 1945 mencakup empat kali masa perubahan yaitu dimulai pada tahun 1999, tahun 2000, tahun 2001 dan tahun 2002. Keempat kali perubahan tersebut mempunyai tujuan dasar yaitu salah satunya adalah pengurangan kapasitas kewenangan Presiden yang terlalu besar pada masa era orde baru, dan memaksimalkan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku lembaga legislative. Atas dasar tersebut maka muncullah pergeseran kekuasaan dalam bidang legislasi, dimana sebelumnya Presiden mempunyai peran sangat besar dalam menentukan dan merumuskan suatu undang-undang. Sementara itu, DPR hanyalah sebagai “partner” berdiskusi belaka hingga proses pengesahannya. Selain adanya pembatasan kewenangan Presiden, perubahan UUD 1945 juga turut serta mengubah kedudukan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) menjadi lembaga yang berada di bawah kekuasaan eksekutif, dan menambahkan beberapa lembaga baru yang dinilai dibutuhkan pada masa era reformasi, lembaga tersebut yaitu Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).1 1 Sebagaimana telah diamanatkan dalam sidang umum MPR berdasarkan Ketetapan MPR RI No. IX/ MPR/ 2000 tentang Penugasan Badan Pekerja MPR-RI Untuk Mempersiapkan Rancangan Perubahan UUD 1945. Pada tanggal 9 November 2000 diputuskan ada 60 (enam puluh) dictum yang akan dirubah pada perubahan ketiga UUD 1945, dengan sasaran yaitu (1) pelaksanaan kedaulatan rakyat, (2) pemilihan Presiden dan/atau Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, (3) proses dakwaan impeachment terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden, (4) pembentukan DPD, (5) pembentukan MK dan KY. Lihat dalam Sri Soemantri, Prosedur Dan Sistem Perubahan Konstitusi, PT. Alumni, Bandung, 2006, hal 305
  • 5. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 2 Tujuan perubahan UUD 1945 juga terkait dengan penguatan kewenangan beberapa lembaga negara yang ada, seperti DPR, Presiden, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Pemerintah Daerah, Pemisahan kelembagaan antara TNI dan Polisi (POLRI). Lembaga negara yang dihapus adalah DPA yang kemudian diubah dengan DPP/Wantimpres, yang dimasukkan dalam UUD 1945 terkait bab kekuasaan pemerintah, yang sebelumnya merupakan lembaga negara yang berdiri sendiri.2 Penataan kembali (rekonstruksi) kelembagaan negara pasca perubahan UUD 1945, dimulai dengan ditetapkannya kedudukan MPR sebagai lembaga negara yang sederajat dengan lembaga lainnya. Dimana hal tersebut, berbeda dengan kedudukan MPR pada masa orde baru yang dikenal sebagai lembaga tertinggi negara. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 19453 , menyebutkan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Hal tersebut tentu berbeda dengan pengaturan sebelumnya yang menyebutkan bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan rakyat”. Apabila dikaji secara spesifik dapat dilihat bahwa kedudukan MPR pada masa era orde baru adalah sebagai jelmaan rakyat dan pengusung kedaulatan rakyat. Sementara itu, saat ini setelah perubahan hal tersebut diubah sehingga pemangku kedaulatan rakyat adalah rakyat sendiri dengan dilandasi oleh UUD 1945.4 Maka, struktur kelembagaan negara yang pada masa era orde baru didudukkan secara horizontal, maka saat ini kedudukan masing-masing lembaga negara adalah sederajat, secara vertical. Dimana setiap lembaga 2 DPP yaitu Dewan Pertimbangan Presiden dan atau disebut juga dengan Wantimpres, lihat dalam Agus Wanti Lahamid, Dewan pertimbangan presiden dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia: analisis yuridis kewenangan dan fungsi Dewan Pertimbangan (Presiden) sebelum dan setelah perubahan UUD 1945(Abstrak), http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=107441&lokasi=lokal, diakses pada tanggal 20 Maret 2016 3 Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 perubahan ketiga 4 Anonimous, Eksistensi Lembaga Negara, Berdasarkan UU Negara RI Tahun 1945, Jurnal Legislasi, Volume 4 No. 3, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2007, hal 66.
  • 6. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 3 negara mempunyai kedudukan yang sama yang kewenangannya diatur langsung maupun tidak langsung oleh UUD 1945. Perlu disadari pula bahwa perkembangan kelembagaan negara pada saat ini juga telah berkembang pesat dengan muculnya beberapa lembaga baru yang berdasarkan pengaturannya diatur oleh peraturan perundang-undangan di bawah UUD 1945. Sehingga disatu sisi, memunculkan paradigma baru yaitu sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN). Sebagaimana pendapat Jimly Asshiddiqie juga menegaskan bahwa: “Sehubungan dengan gagasan mekanisme checks and balances, fungsi penyelesaian sengketa diantara lembaga negara yang sederajat dengan itu, perlu diatur mekanismenya. Jika sebelum amandemen MPR berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, penjelmaan seluruh rakyat Indonesia berwenang dan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi untuk mengatasi persengketaan semacam itu, maka dimasa yang akan datang, perlu dibentuk suatu Mahkamah tersendiri yang disebut dengan Mahkamah Konstitusi”.5 Pendapat Jimly di atas, pada umumnya telah diakomodir secara utuh dalam Pasal 24 dan Pasal 24C UUD 1945 yang menentukan tentang pembentukan dan kewenangan MK, khususnya dalam penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara. Atas dasar uraian di atas, maka dalam buku ini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai konsep lembaga negara, perkembangan organisasi negara dan teori penataan lembaga negara. Dimana dengan adanya pemahaman mengenai konsep kelembagaan negara tentu diharapkan akan dapat menganalisa mengenai struktur, kedudukan, kewenangan dan mekanisme penyelesaian sengketa lembaga negara di Indonesia khususnya pasca perubahan UUD 1945. 5 Jimly Asshiddiqie, Merambah Jalan Pembentukan Mahkamah Konstitusi, KRHN, Jakarta, 2002, hal 5
  • 7. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 4 B. Konsep Lembaga Negara B.1. Teori Negara Hukum Berbicara mengenai lembaga negara berarti berbicara mengenai alat kelengkapan yang ada dalam sebuah negara. Guna memahami alat kelengkapan negara tersebut maka diharuskan untuk diketahui konsep dasar atau teori dasar yang berkedudukan sebagai grand theory dalam menganalisis sistem kelembagaan negara. Berdasarkan hal tersebut maka teori dasar yang paling tinggi yaitu teori negara hukum (rechtstaat atau the rule of law). Secara umum pengertian dari negara hukum adalah negara yang berlandaskan hukum dan menjamin rasa keadilan. Rasa keadilan tersebut tercermin dari sikap para penguasa dalam menjaga stabilitas dan ketenteraman, maksudnya yaitu kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara atau penguasa haruslah berdasarkan hukum atau diatur oleh hukum. Hal ini menjamin keadilan dan kebebasan dalam pergaulan kehidupan bagi warganya.6 Dalam kepustakaan Indonesia sudah sangat populer dengan penggunaan istilah “negara hukum”, yang merupakan terjemahan langsung dari istilah “rechtsstaat”.7 Dalam terminologi negara-negara di Eropa dan Amerika, untuk “negara hukum” menggunakan istilah yang berbeda-beda. Di Jerman dan Belanda digunakan istilah rechtsstaat, sementara di Prancis memakai istilah etat de droit. Istilah estado de derecho dipakai di Spanyol, istilah stato di diritto digunakan di Italia. Dalam terminologi Inggris dikenal dengan ungkapan the state according to law atau according to the rule of law.8 Sebagaimana disebutkan oleh Sudargo Gautama, dalam kata-katanya “… dalam suatu negara hukum, terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perseorangan. Negara tidak maha kuasa, tidak bertindak sewenang- 6 Abu Daud Busro dan Abu Bakar Busro, Azas-azas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta 1985, hal 109 7 Faisal A. Rani, Konsep Negara Hukum, bahan ajar mata kuliah teori hukum, program Magister Ilmu Hukum, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 2008, hal. 1 8 Allan R.Brewer – Carias, Judicial Review in Comparative Law, Cambridge University Press, 1989, hal.7.
  • 8. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 5 wenang. Tindakan-tindakan negara terhadap warganya dibatasi oleh hukum. Inilah apa yang oleh ahli hukum Inggris dikenal sebagai rule of law”.9 Aristoteles merumuskan negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga Negara dan sebagai daripada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warganegara yang baik. Peraturan yang sebenarnya menurut Aristoteles ialah peraturan yang mencerminkan keadilan bagi pergaulan antar warga negaranya .maka menurutnya yang memerintah negara bukanlah manusia melainkan “pikiran yang adil”. Penguasa hanyalah pemegang hukum dan keseimbangan saja.10 Ajaran negara berdasarkan atas hukum (de rechts staat dan the rule of law) mengandung pengertian bahwa hukum adalah supreme dan kewajiban bagi setiap penyelenggara negara atau pemerintah untuk tunduk pada hukum (subject to the law).11 Tidak ada kekuasaan diatas hukum (above to the law). Atas dasar pernyataan diatas maka tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau penyalahgunaan kekuasaan (misuse of power) baik pada negara berbentuk kerajaan maupun republik. Secara maknawi, tunduk pada hukum mengandung pengertian pembatasan kekuasaan seperti halnya ajaran pemisahan dan pembagian kekuasaan. Oleh sebab itu, negara berlandaskan hukum memuat unsur pemisahan atau pembagian kekuasaan.12 Secara umum, J.F. Stahl menguraikan unsur negara hukum-rechtstaat diantaranya mencakupi beberapa hal yaitu: a. adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM). b. adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara untuk menjamin perlindungan HAM, 9 Sudargo Gautama, Pengertian Negara Hukum, Alumni, Bandung, 1983, hal. 3. 10 Aristoteles, Politik (La Politica), diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Benjamin Jowett dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Syamsur Irawan Khairie, Cetakan Kedua, Visimedia, Jakarta, 2008, hal 43 11 Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, FH UII Press, Jakarta, 2003, hal 11 12 Faisal A. Rani, Op., Cit., hal. 3
  • 9. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 6 c. pemerintahan berdasarkan peraturan, dan d. adanya peradilan administrasi.13 Menurut A.V. Dicey, Negara hukum-the rule of law harus mempunyai 3 unsur pokok: a. supremacy of law; b. equality before the law; c. human rights.14 Sementara itu, Jimly Asshiddiqie menguraikan ada dua belas ciri penting dari negara hukum diantaranya adalah : 1. Supremasi hukum; 2. Persamaan dalam hukum; 3. Asas legalitas; 4. Pembatasan kekuasaan; 5. Organ eksekutif yang independent; 6. Peradilan bebas dan tidak memihak; 7. Peradilan tata usaha Negara; 8. Peradilan tata Negara; 9. Perlindungan hak asasi manusia; 10. Bersifat demokratis; 11. Sarana untuk mewujudkan tujuan Negara; dan 12. Transparansi dan kontrol sosial.15 Berdasarkan unsur yang telah dipaparkan di atas, maka diketahui bahwa dalam sebuah Negara Hukum, dibutuhkan sebuah alat kelengkapan negara yang bergerak berdasarkan aturan hukum, sehingga tidak menimbulkan paradigma machtstaat atau negara dengan kekuasaan. Alat kelengkapan negara berdasarkan teori klasik hukum negara meliputi, kekuasaan eksekutif, dalam hal ini bisa Presiden atau Perdana Menteri atau 13 Daniel S.Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, LP3ES, Jakarta, 1990, hlm. 384 14 Ibid, hal. 384-385 15 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. Jakarta, 2006, hal 15
  • 10. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 7 Raja; kekuasaan legislatif, dalam hal ini bisa disebut parlemen atau dengan nama lain seperti Dewan Perwakilan Rakyat; dan kekuasaan yudikatif seperti Mahkamah Agung atau supreme court. Setiap alat kelengkapan negara tersebut bisa memiliki organ-organ lain untuk membantu melaksanakan fungsinya.16 Lembaga-lembaga negara harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelengaraan fungsi negara atau istilah yang digunakan Sri Soemantri adalah actual governmental process. Jadi, meskipun dalam praktiknya tipe lembaga-lembaga negara yang diadopsi setiap negara bisa berbeda, secara konsep, lembaga-lembaga tersebut harus bekerja dan memiliki relasi sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan untuk merealisasikan secara praktis fungsi negara dan ideologis mewujudkan tujuan negara jangka panjang.17 Dalam negara hukum yang demokratik, hubungan antara infra struktur politik (Socio Political Sphere) selaku pemilik kedaulatan (Political Sovereignty) dengan supra struktur politik (Governmental Political Sphere) sebagai pemegang atau pelaku kedaulatan rakyat menurut hukum (Legal Sovereignty), terdapat hubungan yang saling menentukan dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, hubungan antar dua komponen struktur ketatanegaraan tersebut ditentukan dalam UUD, terutama supra struktur politik telah ditentukan satu sistem, bagaimana kedaulatan rakyat sebagai dasar kekuasaan tertinggi negara itu dibagi-bagi dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga negara.18 B.2. Teori Organ Setiap negara dijalankan oleh organ negara yang diatur dalam konstitusi. Pengaturan kewenangan organ negara dalam konstitusi dimaksudkan agar tercipta keseimbangan antara organ negara yang satu 16 Ibid., hal. 17 17 Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1992, hal. 33 18 Kusnardi Muh. dan Bintan R Saragih ; Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, PT Gramedia, Jakarta, 1983, hal 31
  • 11. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 8 dengan lainnya (check and balances). Menurut A. Hamid Attamimi, dalam bukum Azyumardi Azra menyebutkan bahwa konstitusi adalah pemberi pegangan dan pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana kekuasaan negara harus dijalankan.19 Secara umum, konstitusi dapat dikatakan demokratis mengandung prinsip dalam kehidupan bernegara yaitu salah satunya adanya pembagian kekuasaan berdasarkan trias politica dan adanya kontrol serta keseimbangan lembaga-lembaga pemerintahan.20 Pemahaman mengenai organ negara dikenal dengan trias politica yang berarti bahwa kekuasaan negara dilaksanakan oleh tiga cabang kekuasaan yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. Ketiga cabang kekuasaan tersebut diatur dan ditentukan kewenangannya oleh konstitusi. Pada sistem ini terdapat 3 (tiga) macam cabang kekuasaan yang terpisah, yaitu eksektif dijalankan oleh Presiden, legislatif dijalankan oleh DPR, dan yudikatif dijalankan oleh MA. Pada masa sekarang prinsip ini tidak lagi dianut, karena pada kenyataannya tugas dari lembaga legislatif membuat undang-undang, telah mengikutsertakan eksekutif dalam pembuatanya. Sebaliknya pada bidang yudikatif, prinsip tersebut masih dianut, untuk menjamin kebebasan dan memberikan keputusan sesuai dengan prinsip negara hukum.21 Istilah pemisahan kekuasaan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari konsep separation of power berdasarkan teori trias politica menurut pandangan Monstesque, harus dipisahkan dan dibedakan secara struktural dalam organ-organ negara yang tidak saling mencampuri dan urusan organ negara lainnya.22 Selain konsep pemisahan kekuasaan juga dikenal dengan konsep pembagian kekuasaan (distribution of power). Arthur Mass membagi pengertian pembagian kekuasaan dalam 2 (dua) pengertian yaitu: 19 Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat, Pendidikan Kewargaan (Civic Education), Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Kencana Prenada Media Group, 2008, hal 72 20 Ibid., hal. 74 21 Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia: Kompilasi Masalah Konstitusi, Dewan Perwakilan dan Partai Politik, Gema Insani Press, Jakarta, 1996, hal. 122 22 Jimly Asshiddiqie, Pengantar … Op., Cit., hal. 15
  • 12. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 9 - Capital division of power, yang bersifat fungsional; dan - Territorial division of power, yang bersifat kewilayahan.23 Hal ini dapat dibedakan penggunaan istilah pembagian dan pemisahan kekuasaan itu dalam konteks yang berbeda, yaitu konteks hubungan kekuasaan secara vertikal dan secara horizontal. Dalam konteks vertikal, pembagian dan pemisahan kekuasaan dimaksudkan untuk membedakan kekuasaan pemerintah atasan dan pemerintah bawahan, seperti halnya negara federal atau antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah bagi negara kesatuan. Proses penyelenggaraan negara menurut UUD, maka harus dipahami tentang prinsip pemisahan dan pembagian kekuasaan dan perlu dicermati karena sangat mempengaruhi hubungan dan mekanisme kelembagaan antar lembaga negara. Dengan penegasan prinsip tersebut, sekaligus untuk menunjukan ciri konstitusionalisme yang berlaku dengan maksud untuk menghindari adanya kesewenang-wenangan kekuasaan.24 Miriam Budiardjo dalam bukunya mengatakan pengertian Trias Politika adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.25 Trias Politica adalah pemisahan kekuasaan kepada tiga lembaga yang berbeda, yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Dimana tugas Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang, Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang, dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang- undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang. Ajaran Trias Politica diajarkan oleh pemikir Inggris yaitu John Locke dan pemikir Perancis yaitu de Montesquieu. Menurut ajarannya tersebut: 23 Ibid., hal. 18 24 Dahlan Thaib et., al., Teori dan Hukum Konstitusi, Rajawali Press, Jakarta, 2001, hal. 29 25 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005, hal. 152
  • 13. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 10 1.)Badan Legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk undang- undang 2.)Badan Eksekutif, yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang- undang 3.)Badan Yudikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan mengadilinya.26 Konsep Trias Politika (pembagian kekuasaan menjadi tiga) pertama kali dikemukakan oleh Jhon Lock dalam karyanya Traties of Civil Government (1690) dan kemudian oleh Baron Montesquieu (1748) dan L’eprit des Lois (1748). Konsep ini yang hingga kini masih berjalan di berbagai negara dunia.27 Dalam hal pandangan para ahli tentulah berbeda, Jhon Lock memasukan kekuasaan Yudikatif kedalam eksekutif, sedangkan Montesquieu memandang kekuasaan pengadilan merupakan suatu kekuasaan yang berdiri sendiri. Adapun tiga jenis kekuasaan menurut Montesquieu adalah: 1) Kekuasaan yang bersifat mengatur, atau menetukan peraturan; 2) Kekuasaan yang bersifat melaksanakan peraturan, dan 3) Kekuasaan yang bersifat mengawasi pelaksanaan kekuasaan tersebut. Tiga jenis kekuasaan itu harus didistribusikan 1) Kekuasaan yang bersifat mengatur adalah kekuasaan perundang- undangan diserahkan kepada organ Legislatif; 2) Kekuasaan yang bersifat melaksanakan peraturan diserahkan kepada organ Eksekutif; 3) Kekuasaan yang bersifat mengawasi pelaksanaan peraturan diserahkan kepada organ Yudikatif. Dalam pelaksanaan trias politika di negara yang demokratis, masing- masing berjalan sesuai dengan tugas masing-masing kekuasaan. Namun pada kenyataannya, terkadang fungsi antar kekuasaan terjadi percampuran 26 Ibid. 27 Abu Bakar Elbyara, Pengantar Ilmu Politik., Ar-Ruzz Media, Jember, 2010, hal.187
  • 14. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 11 sehingga diperlukan adanya pemisahan kekuasaan atau disebut Separation of Power. Pemisahan kekuasaan merupakan ide yang menghendaki baik organ, fungsi dan personal lembaga Negara terpisah sama sekali. Setiap lembaga Negara masing-masing menjalankan secara sendiri dan mandiri tugas, dan kewenangannya seperti yang ditentukan dalam ketentuan hukum. Separation of Power yang dimaksudkan oleh Montesque digunakan untuk mengukur demokrasi yang berlangsung di dalam suatu negara dan bukan diukur dengan trias politika yang ada. Pemisahan kekuasaan disini baik berupa organ maupun fungsi, dimana yang dimaksud dengan organ adalah “seseorang yang telah ada di dalam satu kekuasaan tidak boleh berada dimkekuasaan lainnya”. Sedangkan pemisahan fungsi maksudnya adalah “ satu badan hanya memiliki satu fungsi dan tidak boleh lebih”. Dalam hal pemisahan kekuasaan ada kalanya diperlukan check and balance (pengawasan dan keseimbangan) diantara mereka, yaitu setiap cabang kekuasaan dapat mengawasi dan mengimbangi cabang kekuasaan lainnya.28 Prinsip check and balances, memiliki berbagai macam variasi, misalnya:29 1) The four branches: legislatif, eksekutif, yudukatif dan media. Media ini dianggap sebagai kekuatan demokratis keempat karena media memiliki kemampuan kontrol, memberikan informasi, dan transparansi terhadap prilaku dan kebijakan pemerintah maupun masyarakat. 2) Amerika Sekrikat, tingkat negara bagian (state) menganut trias politica, sedangkan tingkat country: Yudikatif (district attorny) dipilih, ada pemilihan atas sherrif, school boards, dan park commissioners. 3) Di Korea Selatan, dewan lokal tidak boleh intervensi eksekutif, dan kepala daerah memiliki hak veto. 28 Ibid., hal. 189 29 Sukardja Ahmad, Hukum Tata Negara & Hukum Administrasi Negara dalam Perspektif Fikih Siyasah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal.129
  • 15. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 12 4) Di Indonesia, Trias Politica tidak diterapkan secara utuh. Legislatif: DPR, Eksekutif: Presiden, dan Yudikatif: Mahkamah Agung (MA). Ada kecenderungan untuk menafsirkan Trias Politica tidak lagi sebagai pemisah kekuasaan (separation of powers), tetapi sebagai pembagian kekuasaan (division of powers) yang diartikan bahwa hanya fungsi pokoklah yang berbeda, tetapi untuk selebihnya kerjasama di antara fungsi-fungsi tersebut tetap diperlukan untuk kelancara organisasi.30 Ada bentuk tiga negara dalam kaitanya dengan pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah yaitu: 1) Negara Kesatuan (Unitary System); 2) Negara Konfederasi (Confederal System); dan 3) Negara Federal (Federal System). Menurut C.F. Strong, negara kesatuan merupakan bentuk negara tempat wewenang legislatif dipusatkan dalam satu badan legislatif pusat atau nasional. Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak ada pemerintah daerah. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi (negara kesatuan dengan desentralisasi), tetapi tetap saja kekuasaan tertinggi ada di tangan pemerintah pusat.31 Dalam praktik ketatanegaraan dunia, tidak ada Negara yang murni melaksanakan Separation of Power dengan tiga serangkai (trias politica). Bahkan Amerika Serikat yang oleh banyak sarjana disebut sebagai satu- satunya Negara yang ingein menjalankan teori trias politica. Dalam kenyataannya memeraktikan sistem saling mengawasi dan saling mengadakan perimbangan antara kekuasaan Negara. C. Perkembangan Organisasi Negara Dalam perkembangan sejarah, teori dan pemikiran mengenai organisasi negara berkembang dengan pesat. Varisasi dan bentuk organisasi 30 Ibid., hal. 133 31 Abu Bakar Elbyara, Pengantar … Op., Cit., hal. 212
  • 16. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 13 tersebut berkembang dalam banyak ragam dan bentuknya baik tingkat pusat, nasional maupun internasional. Sebelum abad ke-19,sebagai reaksi terhadap kuatnya cengkraman kekuasaan para raja di Eropa, timbul revolusi diberbagai negara yang menuntut kebebasan lebih bebas bagi rakyat dalam menghadapi penguasa negara.32 Enam tipe organisasi oleh Gerry Stoker, yaitu: 1. Tipe pertama adalah organ yang bersifat central government’s arm’s length agency; 2. Tipe kedua, organ yang merupakan local authority implementation agency; 3. Tipe ketiga, organ atau institusi sebagai public/private partnership organitation; 4. Tipe keempat,organ sebagai user-organitation; 5. Tipe kelima,organ merupakan intergovernmental forum; 6. Tipe keenam, organ yang merupakan Joint Boards.33 Menurut Gerry Stoker, menyatakan bahwa: “both central and local government have encouraged experimentation with non-elected forms of government as a way encouraging the greater involvement of major private corporate sector companies, banks and building societies in dealing with problems of urban and economic decline.” (baik pemerintah pusat dan daerah harus mendorong eksperimentasi dengan bentuk non-terpilih dari pemerintah sebagai cara mendorong keterlibatan yang lebih besar dari perusahaan sektor korporasi swasta besar, bank dan bangunan masyarakat dalam menangani masalah penurunan perkotaan dan ekonomi) Di tingkat pusat atau nasional, di berbagai negara di dunia dewasa ini tumbuh cukup banyak variasi bentuk-bentuk organ atau kelembagaan negara atau pemerintahan yang deconcentrated dan decentralized. R. Rhodes, dalam bukunya, menyebut hal ini intermediate institusions. Menurut R.Rhodes, lembaga-lembaga seperti ini mempunyai tiga peran utama, diantaranya: 32 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006, hal 1 33 Ibid., hal. 2
  • 17. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 14 1. Pertama, lembaga-lembaga tersebut mengelola tugas yang diberikan pemerintah pusat dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan berbagai lembaga lain (coordinate the activities of the various other agencies). Misalnya, Regional Departement of the Environment Offices melaksanakan program housing investment dan mengkoordinasikan berbagai usaha real-estate diwilayahnya. 2. Kedua, melakukan pemantauan (monitoring) dan memfasilitasi pelaksanaan berbagai kebijakan atau policies pemerintah pusat. 3. Ketiga, mewakili kepentingan daerah dalam berhadapan dengan pusat.34 Sebenarnya, secara sederhana, istilah organ negara atau lembaga negara dapat dibedakan dari perkataan organ atau lembaga swasta, lembaga masyarakat, atau yang biasa disebut Ornop atau Organisasi Non pemerintah yang dalam bahasa Inggris disebut Non-Government Organization atau Non- Government Organizations (NGO’s). Oleh sebab itu, lembaga negara itu dapat berada dalam ranah legislatif, eksekutif, yudikatif, ataupun yang bersifat campuran. Konsepsi tentang lembaga negara ini dalam bahasa Belanda biasa disebut staatsorgaan. Dalam bahasa Indonesia hal itu identik dengan lembaga negara, badan negara, atau disebut juga dengan organ negara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 1997), kata “lembaga” diartikan sebagai (i) asal mula atau bakal (yang akan menjadi sesuatu); (ii) bentuk asli (rupa,wujud); (iii) acuan,ikatan; (iv) badan atau organisasi yang bertujuan melakukan penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha; dan (v) pola prilaku yang mapan yang terdiri atas interaksi sosial yang terstruktur. Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah lembaga pemerintahan, lembaga pemerintahaan non-departemen, atau lembaga negara saja. Ada yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD, ada pula yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari UU, dan bahkan ada pula yang hanya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Hirarki atau ranking kedudukannya tentu saja tergantung pada derajat pengaturannya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 34 Ibid., hal. 3-4
  • 18. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 15 Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh UUD merupakan organ konstitusi, sedangkan yang dibentuk berdasarkan Undang-undang, sementara yang hanya dibentuk karena keputusan presiden tentunya lebih rendah lagi tingkatan dan derajat perlakuan hukum terhadap pejabat yang duduk didalamnya. Demikian pula jika lembaga dimaksud dibentuk dan diberi kekuasaan berdasarkan Peraturan Daerah, tentu lebih rendah lagi tingkatannya.35 Karena warisan sistem lama, harus diakui bahwa di tengah masyarakat kita masih berkembang pemahaman yang luas bahwa pengertian lembaga negara dikaitkan dengan cabang-cabang kekuasaan tradisional legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Lembaga negara dikaitkan dengan pengertian lembaga yang berada di ranah kekuasaan legislatif disebut lembaga legislatif, yang berada di ranah eksekutif disebut lembaga pemerintah, dan yang berada di ranah judikatif disebut sebagai lembaga pengadilan. Karena itu, sebelum perubahan UUD 1945, biasa dikenal adanya istilah lembaga pemerintah, lembaga departemen, lembaga pemerintah non- departemen, lembaga negara, lembaga tinggi negara, dan lembaga tertinggi negara. Dalam hukum tata negara biasa dipakai pula istilah yang menunjuk kepada pengertian yang lebih terbatas, yaitu alat perlengkapan negara yang biasanya dikaitkan dengan cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial. D. Teori Penataan Lembaga Negara Saat ini masih banyak pihak belum memahami secara utuh tatanan kelembagaan negara dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sehingga sering timbul perdebatan publik dan masalah hubungan antar lembaga negara. Apalagi, lembaga-lembaga negara telah mengalami perubahan mendasar hasil UUD 1945 Perubahan yang tentu tidak dapat dipahami berdasarkan paradigma UUD 1945 sebelum perubahan. Perubahan mendasar yang 35 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru-van hoeve, Jakarta, 1994. Hal. 13
  • 19. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 16 memengaruhi tatanan kelembagaan negara adalah perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Sebelum perubahan,kedaulatan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Perubahan tersebut mengakibatkan dua hal penting. Pertama, MPR tidak lagi menjadi lembaga negara tertinggi. Kedua, lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 merupakan pelaksana kedaulatan rakyat sesuai dengan kedudukan,tugas,dan fungsi masing- masing. Hal tersebut mengakibatkan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/ 1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi dengan/ atau antar-Lembaga-Lembaga Tinggi Negara tidak berlaku lagi. Kelembagaan negara berdasarkan UUD 1945 dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori.Pertama, lembaga-lembaga utama yang melaksanakan cabang kekuasaan tertentu. Kedua, lembaga-lembaga negara yang bukan pelaksana salah satu cabang kekuasaan, tetapi keberadaannya diperlukan untuk mendukung salah satu lembaga pelaksana cabang kekuasaan tertentu. Ketiga,lembagalembaga yang ditentukan untuk melaksanakan kekuasaan tertentu tanpa mengatur nama dan pembentukan lembaganya. Keempat, lembaga yang ditentukan secara umum dan menyerahkan pengaturan lebih lanjut kepada undang-undang. Kelima, lembaga-lembaga yang berada di bawah presiden untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu.Keenam, lembaga-lembaga di tingkat daerah. Berdasarkan pembagian fungsi kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam UUD 1945, dapat diketahui lembaga-lembaga negara yang melaksanakan tiap kekuasaan tersebut. Jika penataan lembaga negara melalui ketentuan peraturan perundang undangan telah dilakukan, setiap lembaga negara dapat menjalankan wewenang sesuai dengan kedudukan masing-masing. Hal itu akan mewujudkan kerja sama dan hubungan yang harmonis demi pencapaian tujuan nasional dengan tetap saling mengawasi dan mengimbangi agar tidak terjadi penyalahgunaan dan konsentrasi kekuasaan.
  • 20. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 17 Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua unsur pokok yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Dalam UUD Tahun 1945, lembaga-lembaga yang dimaksud, ada yang namanya disebut secara eksplisit dan ada pula hanya fungsinya yang disebutkan eksplisit. Menurut Jimly Asshiddiqie, lembaga-lembaga tersebut dapat dibedakan dari dua segi, yaitu segi fungsi dan segi hierarkinya. Untuk itu ada dua kriteria yang dapat dipakai, yaitu (i) kriteria hierarki bentuk sumber normatif ysng menetukan kewenangannya, dan (ii) kualitas fungsinya yang bersifat utama atau penunjang dalam sistem kekuasaan.36 Berdasarkan teori tersebut, lembagalembaga negara dapat dibedakan ke dalam 3 lapis lembaga negara, yaitu lembaga lapis pertama yang disebut dengan “lembaga tinggi negara” yaitu lembaga-lembaga negara yang bersifat utama (primer) yang pembentukannya mendapatkan kewenangan dari Undang-Undang Dasar; lembaga lapis kedua yang disebut dengan “lembaga negara” ada yang mendapat kewenangannya secara eksplisit dari Undang- Undang Dasar namun ada pula yang mendapat kewenangan dari Undang- Undang; dan lembaga lapis ketiga yang disebut “lembaga daerah”.37 Selain lembaga-lembaga negara tersebut, ada pula beberapa lembaga negara lain yang dibentuk berdasarkan amanat undang-undang atau peraturan yang lebih rendah, seperti peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, atau Keputusan Presiden, seperti komisi-komisi independen. Keberadaan badan atau komisi- komisi ini sudah ditentukan dalam undang-undang, akan tetapi pembentukannya biasanya diserahkan sepenuhnya kepasa presiden atau kepada menteri atau pejabat yang bertanggung jawab mengenai hal itu.38 Penataan yang dilakukan secara konstitusi dititikberatkan pada kebijakan yang melahirkan lembaga negara tersebut. Dimana kebijakan yang dimaksud mengidentifikasikan bahwa setiap lembaga negara mempunyai kedudukan masing-masing dan dicakupi pada tugas fungsi setiap lembaga negara. Bahkan banyak pula badan-badan, dewan, atau komisi yang sama 36 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan… Op., Cit., hal. 90 37 Ibid., hal. 43-44 38 Ibid., hal. 217
  • 21. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 18 sekali belum diatur di dalam undang-undang, tetapi dibentuk berdasarkan peraturan yang lebih rendah tingkatannya. Kadang, lembaga-lembaga negara yang dimaksud dibentuk berdasarkan atas peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atau bahkan hanya didasarkan atas beleid presiden (Presidential Policy) saja.
  • 22. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 19 BAB II LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA DI INDONESIA A. Jenis-Jenis Lembaga Negara dalam UUD 1945 Lembaga Negara bukan konsep yang secara terminologis memiliki istilah tunggal, universal dan seragam. Didalam kepustakaan Inggris, untuk menyebut lembaga Negara digunakan istilah political institution, sedangkan dalam terminologi Belanda terdapat istilah staat orgamen. Sementara itu, bahasa Indonesia menggunakan lembaga negara, atau organ Negara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “lembaga” antara lain diartikan sebagai (1) ‘asal mula (yang akan menjadi sesuatu) bakal (binatang, manusia, tumbuhan)’; (2)‘bentuk (rupa, wujud) yang asli’; (3) ‘acuan; ikatan (tentang mata cincin dsb)’ (4) ‘badan (organisasi) yang tujuannya melakukan sesuatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha’; dan (5) ‘pola perilaku manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur di suatu kerangka nilai yang relevan’.39 Kamus tersebut juga memberi contoh frasa yang menggunakan kata lembaga, yaitu lembaga pemerintahan yang diartikan ‘badan-badan pemerintahan dalam lingkungan eksekutif’. Kalau kata pemerintah diganti dengan kata negara, diartikan ‘badan-badan negara disemua lingkungan pemerintah negara (khususnya di lingkungan eksekutif, yudikatif, dan legislatif)’. Menurut Abdul Rasyid, setidaknya ada 6 ( enam ) alasan untuk membedakan lembaga negara tersebut yaitu: a) Ada “lembaga UUD 1945” juga sekaligus menjadi lembaga negara, misalnya Presiden, DPR, DPD, dan MK, sedangkan pemerintah daerah bukan “lembaga negara”. b) Ada lembaga UUD yang kewenangannya diberikan langsung oleh UUD 1945, tetapi ada juga lembaga UUD yang kewenangannya akan diatur lebih lanjut dalam bentuk undang-undang, misalnya pemerintah daerah yang kewenangannya diberikan melalui Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004. 39 Anonimous, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan ketiga, Balai Pustaka, 1997, hal. 979
  • 23. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 20 c) Ada “lembaga UUD 1945” yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, tetapi kewenangannya tersebut tidak bisa diuji oleh MK. Misalnya kewenangan MK itu sendiri. d) Ada “lembaga negara” yang kewenagannya diberikan oleh UUD 1945, tetapi tidak dapat diuji kewenangannya oleh MK yaitu MA. e) Ada juga lembaga yang dibentuk oleh UUD 1945, tetapi bukan termasuk lembaga UUD 1945 dan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, misalnya KY. f) Ada juga lembaga yang dibentuk oleh UUD 1945, tetapi bukan termasuk “lembaga UUD 1945” dan lembaga negara yang kewenangannya diatur dalam bentuk undang-undang, misalnya Bank Sentral ( Pasal 23D ), KPU ( Pasal 22E ayat (5) ), TNI dan POLRI ( Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002), dan kejaksaan ( Undang-Undang Nomor 5 tahun 1991 ).40 Dalam ketentuan UUD 1945, terdapat lebih dari 35 subjek jabatan atau subjek hukum kelembagaan yang dapat dikaitkan dengan pengertian lembaga atau organ negara dalam arti yang luas . 1) Presiden ; 2) Wakil Presiden ; 3) Dewan pertimbangan presiden ; 4) Kementerian Negara ; 5) Menteri Luar Negeri ; 6) Menteri Dalam Negeri ; 7) Menteri Pertahanan ; 8) Duta ; 9) Konsul ; 10) Pemerintahan Daerah Provinsi ; 11) Gubernur/Kepala Pemerintah Daerah Provinsi ; 12) DPRD Provinsi ; 13) Pemerintahan Daerah Kabupten ; 14) Bupati/Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten ; 15) DPRD Kabupaten ; 16) Pemerintahan Daerah Kota ; 17) Walikota/Kepala Pemerintah Daerah Kota ; 18) DPRD Kota ; 19) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ; 20) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ; 21) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ; 22) Komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, yang diatur lebih lanjut dengan undang-undang ; 23) Bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya diatur lebih lanjut dengan undang-undang ; 40 Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implementasinya Dalam Sistem Ketata Negaraan Republik Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 414
  • 24. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 21 24) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ; 25) Mahkamah Agung (MA) ; 26) Mahkamah Konstitusi (MK) ; 27) Komisi Yudisial (KY) ; 28) Tentara Nasional Indonesia (TNI) , dan 29) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) . 30) Angkatan Darat (AD) ; 31) Angkatan Laut (AL) ; 32) Angkatan Udara (AU) ; 33) Satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa ; 34) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman , seperti Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan sebagainya; 35) Kesatuan Masyarakat Hukum Adat.41 Adapun yang disebut dalam nomor (34) di atas terdiri atas badan- badan, artinya lebih dari 1 (satu) badan atau lembaga. Karena itu, jumlah subjek hukum yang dapat disebut sebagai organ atau lembaga negara dalam UUD 1945 adalah lebih dari 34 buah. Yang dapat dikategorikan sebagai badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman adalah lembaga-lembaga atau badan-badan yang tugasnya berkaitan dengan peradilan dan penegakan hukum, yaitu berhubungan dengan fungsi-fungsi: (b) Penyelidikan, (c) penyidikan, (d) penuntutan, (e) pembelaan atau advokasi, (f) penyelesaian sengketa dan mediasi atau pendamaian, (g) peradilan, penghakiman dan penghukuman, (h) pemasyarakatan, (i) pelaksanaan putusan pengadilan selain pemasyarakatan, dan (j) pemulihan nama baik atau rehabilisasi, (k) pemberian grasi, (l) pemberian amnesti, (m) pemberian abolisi, (n) persaksian, dan (o) pemberian keterangan berdasarkan keahlian. Dari semua fungsi tersebut, yang terpenting adalah fungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Badan-badan yang dapat 41 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan … Op., Cit., hal. 91
  • 25. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 22 melakukan fungsi penyelidikan pelanggaran hukum ataupun hak asasi manusia adalah: (a) Kepolisian Negara, (b) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut, (c) para Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), (d) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham), (e) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), (f) Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan (g) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Badan-badan yang dapat menjalankan fungsi penyidikan pro-justisia adalah: (a) Kejaksaan, (b) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan (c) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Sedangkan badan-badan yang melakukan penuntutan adalah (a) Kejaksaan, dan (b) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.42 Lembaga-lembaga atau badan-badan tersebut memang tidak disebutkan secara eksplisit keberadaannya dalam UUD 1945. Namun, sejalan dengan prinsip Negara Hukum yang ditentukan oleh Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, lembaga-lembaga negara tersebut tetap dapat disebut memiliki kedudukan yang sangat penting dalam hukum tata negara (constitutional law). Apalagi, secara konstitusional keberadaanya dapat dilacak berdasarkan perintah implisit ketentuan Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 sendiri yang menyatakan, “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang”. Oleh karena itu, lembaga-lembaga penegak hukum yang dibentuk berdasarkan undang-undang tersebut, seperti Kejaksaan, KPK, dan Komnasham dapat disebut memiliki “constitutional importance” sebagai lembaga-lembaga konstitusional di luar UUD 1945. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, diketahui bahwa ada beberapa penafsiran yang muncul tentang lembaga negara antara lainnya: 42 Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, FH UII Press, 2005, hal. 21
  • 26. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 23 1. Penafsiraan luas, yaitu mencakup semua lembaga yang nama dan kewenangannya disebut/ dicantumkan dalam UUD 2. Penafsiran moderat, yaitu hanya membatasi pada apa yang dulu dikenal sebagai lembaga tertinggi dan tinggi negara 3. Penafsiran sempit, yaitu hanya menunjuk secara implisit pada keterangan Pasal 67 UU MK (UU No. 24 Tahun 2003).43 Menurut penafsiran yang telah disebutkan dapat dipahami bahwa aspek penafsiran secara luas mengenai lembaga negara hanyalah yang disebutkan dan dicantumkan dalam konstitusi. Artinya, semua lembaga negara yang masuk dalam pengaturan UUD 1945 merupakan lembaga negara utama yang menjalankan sistem ketatanegaraan Indonesia. Selanjutnya ada disebut dengan penafsiran moderat, yang lebih melihat pada aspek kedudukan lembaga negara, dimana dikenal lembaga tertinggi dan lembaga tinggi, hal tersebut merujuk pada masa era orde baru yang mengenal konsep ini. Sementara itu kriteria lembaga negara yang dimaksudkan dalam Pasal 67 UU MK yaitu lembaga negara yang kewenangannya langsung diberikan secara atribusi oleh UUD 1945. Sementara itu, terdapat penafsiran lainnya mengenai lembaga negara yaitu: a. Lembaga negara utama (main state organ) lembaga negara ini mengacu pada paham trias politica. (MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK) b. Lembaga negara bantu (auxiliary state’s organ).44 Istilah main state organ sebagaimana penafsiran jenis lembaga negara di atas, mengacu pada konsep trias politica dimana lembaga negara yang masuk kategori ini hanyalah lembaga negara yang kewenanganya secara langsung disebutkan dalam UUD 1945. Sementara itu, istilah auxiliary state’s organ secara umum pengertiannya adalah lembaga negara bantu yang dibentuk menurut peraturan perundang-undangan di bawah UUD 1945 yang berfungsi untuk menunjang kinerja lembaga negara utama. 43 Riris Ardhanariswari, Hukum Kelembagaan Negara, Bahan Ajar, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, tt., hal. 8 44 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan … Op., Cit., hal
  • 27. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 24 Istilah “lembaga negara bantu” merupakan yang paling umum digunakan oleh para pakar dan sarjana hukum tata negara, walaupun pada kenyataannya terdapat pula yang berpendapat bahwa istilah “lembaga negara penunjang” atau “lembaga negara independen” lebih tepat untuk menyebut jenis lembaga tersebut. M. Laica Marzuki cenderung mempertahankan istilah state auxiliary institutions alih-alih “lembaga negara bantu” untuk menghindari kerancuan dengan lembaga lain yang berkedudukan di bawah lembaga negara konstitusional. Kedudukan lembaga-lembaga ini tidak berada dalam ranah cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Namun, tidak pula lembaga-lembaga tersebut dapat diperlakukan sebagai organisasi swasta ataupun lembaga non-pemerintah yang lebih sering disebut ornop (organisasi non-pemerintah) atau NGO (non-governmental organization).45 John Alder mengklasifikasikan jenis lembaga ini menjadi dua, yaitu: (1) regulatory, yang berfungsi membuat aturan serta melakukan supervisi terhadap aktivitas hubungan yang bersifat privat; dan (2) advisory, yang berfungsi memberikan masukan atau nasihat kepada pemerintah. Jennings, sebagaimana dikutip Alder dalam Constitutional and Administrative Law, menyebutkan lima alasan utama yang melatarbelakangi dibentuknya lembaga negara bantu dalam suatu pemerintahan, alasan-alasan itu adalah sebagai berikut: 1. Adanya kebutuhan untuk menyediakan pelayanan budaya dan pelayanan yang bersifat personal yang diharapkan bebas dari risiko campur tangan politik. 2. Adanya keinginan untuk mengatur pasar dengan regulasi yang bersifat non-politik. 3. Perlunya pengaturan mengenai profesi-profesi yang bersifat independen, seperti profesi di bidang kedokteran dan hukum. 4. Perlunya pengadaan aturan mengenai pelayanan-pelayanan yang bersifat teknis. 45 M. Laica Marzuki, Berjalan-jalan Diranah hukum, Pikiran Lepas Laica Marzuki, Jilid Kesatu, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hal. 38
  • 28. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 25 5. Munculnya berbagai institusi yang bersifat semiyudisial dan berfungsi untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan (alternative dispute resolution/alternatif penyelesaian sengketa).46 Untuk menentukan institusi mana saja yang disebut sebagai lembaga negara bantu dalam struktur ketatanegaraan RI terlebih dahulu harus dilakukan pemilahan terhadap lembaga-lembaga negara berdasarkan dasar pembentukannya. Pascaperubahan konstitusi, Indonesia membagi lembaga- lembaga negara ke dalam tiga kelompok. Pertama, lembaga negara yang dibentuk berdasar atas perintah UUD Negara RI Tahun 1945 (constitutionally entrusted power). Kedua, lembaga negara yang dibentuk berdasarkan perintah undang-undang (legislatively entrusted power). Dan ketiga, lembaga negara yang dibentuk atas dasar perintah keputusan presiden. Lembaga negara pada kelompok pertama adalah lembaga-lembaga negara yang kewenangannya diberikan secara langsung oleh UUD Negara RI Tahun 1945, yaitu Presiden dan Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, MA, MK, dan KY. Selain delapan lembaga tersebut, masih terdapat beberapa lembaga yang juga disebut dalam UUD Negara RI Tahun 1945 namun kewenangannya tidak disebutkan secara eksplisit oleh konstitusi. Lembaga-lembaga yang dimaksud adalah Kementerian Negara, Pemerintah Daerah, komisi pemilihan umum, bank sentral, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan dewan pertimbangan presiden. Satu hal yang perlu ditegaskan adalah kedelapan lembaga negara yang sumber kewenangannya berasal langsung dari konstitusi tersebut merupakan pelaksana kedaulatan rakyat dan berada dalam suasana yang setara, seimbang, serta independen satu sama lain. Berikutnya, berdasarkan catatan lembaga swadaya masyarakat Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), paling tidak terdapat sepuluh lembaga negara yang dibentuk atas dasar perintah undang-undang. Lembaga-lembaga tersebut adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Penyiaran 46 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II … Op., Cit., hal. 88
  • 29. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 26 Indonesia (KPI), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (Komnas Perlindungan Anak), Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Dewan Pers, dan Dewan Pendidikan. Jumlah ini kemungkinan dapat bertambah atau berkurang mengingat lembaga negara dalam kelompok ini tidak bersifat permanen melainkan bergantung pada kebutuhan negara. Misalnya, KPK dibentuk karena dorongan kenyataan bahwa fungsi lembaga-lembaga yang sudah ada sebelumnya, seperti kepolisian dan kejaksaan, dianggap tidak maksimal atau tidak efektif dalam melakukan pemberantasan korupsi. Apabila kelak, korupsi dapat diberantas dengan efektif oleh kepolisian dan kejaksaan, maka keberadaan KPK dapat ditinjau kembali. Sementara itu, lembaga negara pada kelompok terakhir atau yang dibentuk berdasarkan perintah dan kewenangannya diberikan oleh keputusan presiden antara lain adalah Komisi Ombudsman Nasional (KON), Komisi Hukum Nasional (KHN), Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Dewan Maritim Nasional (DMN), Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Dewan Pengembangan Usaha Nasional (DPUN), Dewan Riset Nasional (DRN), Dewan Pembina Industri Strategis (DPIS), Dewan Buku Nasional (DBN), serta lembaga-lembaga non-departemen. Sejalan dengan lembaga-lembaga negara pada kelompok kedua, lembagalembaga negara dalam kelompok yang terakhir ini pun bersifat sementara bergantung pada kebutuhan negara. B. Lembaga Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah Provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan daerah Kota mempunyai Pemerintahan Daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintah Daerah dan DPRD adalah penyelenggara Pemerintahan Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem
  • 30. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 27 dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.47 Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Perangkat Daerah adalah organisasi atau lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pada Daerah Provinsi, Perangkat Daerah terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis Daerah. Pada Daerah Kabupaten/Kota, Perangkat Daerah terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Perangkat Daerah dibentuk oleh masing-masing Daerah berdasarkan pertimbangan karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah. Organisasi Perangkat Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah setempat dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. Pengendalian organisasi perangkat daerah dilakukan oleh Pemerintah Pusat untuk Provinsi dan oleh Gubernur untuk Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Formasi dan persyaratan jabatan perangkat daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang- undang ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat meliputi: 1) politik luar negeri; 2) pertahanan; 3) keamanan; 4) yustisi; 5) moneter dan fiskal nasional; dan 6) agama.48 Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan 47 Ibid. 48 Musanaf, Sistem Pemerintahan di Indonesia, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1989, hal. 27
  • 31. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 28 berdasarkan kriteria di atas terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi 16 buah urusan. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas- luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten atau daerah kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten atau kota dan DPRD kabupaten atau kota. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah dimaksud dilakukan secara
  • 32. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 29 efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan. Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk kota adalah wali kota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil wali kota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten dan kota. Dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana dimaksud, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden. Pemerintah daerah bersama-sama DPRD mengatur (regelling) urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangannya. Pemerintah daerah mengurus (bestuur) urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangannya. Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan dalam Berita Daerah. Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Menteri Keuangan
  • 33. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 30 atas nama Pemerintah setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. Perjanjian penerusan pinjaman tersebut dilakukan antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah. Pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan daerah. Pemerintah daerah dalam meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta. Penyertaan modal tersebut dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik daerah. Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perundangundangan. Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu yang dananya tidak dapat disediakan dalam satu tahun anggaran. Pengaturan tentang dana cadangan daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi surplus/defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berjalan. Pemerintah daerah mengajukan rancangan Perda tentang perubahan APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD. Pemerintah daerah dapat membentuk badan pengelola pembangunan di kawasan perdesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi kawasan perkotaan. Pemerintah daerah mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan kawasan perkotaan.
  • 34. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 31 C. Kedudukan Dan Wewenang Lembaga Negara Sebagaimana telah dipaparkan pada bagian sebelumnya bahwa tiap lembaga negara mempunyai kedudukan masing-masing ditinjau berdasarkan regulasi yang membentuknya. Ada lembaga negara yang berkedudukan sebagai lembaga negara utama (main state organ) dan ada lembaga negara yang berkedudukan sebagai penunjang (auxiliary state organ). Merujuk pada ketentuan pasca diamandemennya UUD NRI Tahun 1945, maka seyogyanya dipahami bahwa setiap lembaga negara mempunyai kedudukan yang sederajat, yang mana berbeda dengan kedudukan lembaga negara pada masa sebelum amandemen yang mengenal konsep lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara. Hal tersebut dipahami karena konsep lembaga tertinggi negara dipegang oleh MPR pada masa itu yang kemudian diikuti dibawahnya oleh lembaga tinggi negara lainnya yang menjalankan fungsinya masing-masing dan GBHN (Garis Besar Haluan Negara) yang disahkan oleh MPR. Namun, konsep tersebut dihilangkan setelah amandemen UUD NRI Tahun 1945, dengan menempatkan MPR sebagai lembaga yang sederajat dengan lembaga lainnya. Secara konseptual, tujuan diadakannya lembaga-lembaga Negara atau alat-alat kelengkapan Negara adalah selain untuk menjalankan fungsi Negara, juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual. Dengan kata lain, lembaga-lembaga itu harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi Negara atau istilah yang digunakan Prof. Sri Soemantri adalah actual governmental process.49 Pada pembahasan ini akan dibahas kewenangan masing-masing lembaga negara yang kedudukannya sebagai lembaga utama yang kewenangannya langsung diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945. Adapun lembaga negara yang dimaksud diantaranya: 49 Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 31
  • 35. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 32 1. Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam sebuah negara demokrasi kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat dan karenanya rakyatlah yang berdaulat. Sebelum UUD 1945 dilakukan perubahan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa kedaulatan rakyat dipegang dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Namun, setelah perubahan UUD 1945 terjadi perubahan fundamental dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, terutama sistem demokrasi langsung yang diadopsi di Indonesia, dimana konsekuensinya adalah kedaulatan rakyat tidak lagi dipegang oleh MPR. Ada begitu banyak faktor yang menyebabkan Indonesia memillih demokrasi langsung, salah satunya adalah dorongan politik dan demokrasi yang berlangsung pada masa era orde baru dengan segala dinamikanya. Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menyatakan “MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih meIaui pemilu dan diatur Iebih lanjut dengan undang-undang”. Undang-undang yang dimaksud adalah undang- undang pemilu legislatif, yang disahkan oleh pemerintah bersama DPR. Jumlah anggota MPR didasarkan penjumlahan anggota DPR dan DPD. Jumlah anggota DPR sebanyak 550 orang sedangkan jumlah anggota DPD ditentukan, bahwa anggota DPD dan setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 orang dan jumlah seluruh anggota DPD tidak Iebih dan 1/3 jumlah anggota DPR. MPR berkedudukan sebagai lembaga negara, MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945 sebelum diamandemen. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. MPR mempunyai tugas dan wewenang, yaitu a)Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar; b)Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemi-lihan umum, dalam sidang paripurna MPR;
  • 36. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 33 c)Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya setelah presiden daniatau wakil presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam sidang paripuma MPR, d)Melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya; e)Memilih wakil presiden dari dua .calon yang diajukan presiden apabila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari; f) Memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon presiden dan waki1 presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat- lambatnya dalam waktu tiga puluh hari; g)Menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR.50 2. Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah DPR adalah lembaga negara sebagai lembaga perwakilan rakyat (parlemen). DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPR beranggotakan para wakil rakyat dari partai politik yang dipilih melalui pemilihan umum. Seluruh anggota Dewan Perwakilan kakyat menjadi anggota MPR. DPR mempunyai fungsi: a) legislasi, yaitu membentuk undang-undang; b) anggaran, yaitu menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanjat Negara; 50 http://www.tugassekolah.com/2016/02/fungsi-tugas-wewenang-mpr-dpr-dan-dpd.html, diakses 21 September 2016
  • 37. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 34 c) pengawasan, yaitu mengawasi jalannya pemerintahan.51 Tugas dan wewenang DPR adalah: - membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk mendapat persetujuan bersama; - membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pen.gganti ufidang-undang, - menerima dan membahas usulan rancangan undang-undang yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan S mengikutsertakannya dalam pembahasan, - memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; - menetapkan APBN bersama presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD; - melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, serta kebijakan pemerintah; - membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembent-ukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; - memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan mem- perhatikan pertimbangan DPD; - membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara .yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, - memberikan persetujuan kepada presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial; memberikan persetujuan 51 Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga … Op., Cit., hal. 32
  • 38. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 35 calon hakim ague ng yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden; - memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada presiden untuk ditetapkan; - memberikan pertimbangan kepada presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi; - memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian intemasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau pembentukan undang-undang; - menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; - melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam undang-undang.52 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPD terdiri atas wakil-wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum. Seluruh anggota DPD menjadi anggota MPR. DPD mempunyai fungsi adalah: - pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu; - pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu. Tugas dan wewenang DPD, antara lain sebagai berikut: - Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan 52 Ibid
  • 39. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 36 pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. - Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang- undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. - Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Kedudukan MPR, DPR dan DPD sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 diatur lebih lanjut dalam undang-undang.53 3. Presiden dan Wakil Presiden Dalam sistem presidensial, kedudukan presiden sangat kuat, karena ia merupakan kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Dengan demikian, menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 seorang Presiden mempunyai kewenangan yang sangat banyak.54 Wewenang Presiden sebagai Kepala Negara: 53 Ibid 54 S. Pamuji, Perbandingan Pemerintahan, Bina Kasara, Jakarta, 1985, hal. 12
  • 40. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 37 - Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara (Pasal 10). - Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR (Pasal 11 Ayat 1). - Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR (Pasal 11 Ayat 2). - Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12). - Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 Ayat 1 dan 2). - Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 Ayat 3). - Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (Pasal 14 Ayat 1). - Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 ayat 2). - Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang (Pasal 15). Wewenang Presiden sebagai Kepala Pemerintahan - Memegang kekuasaan pemerintahan (Pasal 4 ayat 1). - Mengajukan Rancangan Undang Undang kepada DPR (Pasal 5 ayat 1). - Menetapkan peraturan pemerintah (Pasal 5 ayat 2). - Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden (Pasal 16). - Mengangkat dan memberhentikan menterimenteri (Pasal 17 ayat 2). - Membahas dan memberi persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU (Pasal 20 ayat 2 dan 4). - Menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang dalam kegentingan yang memaksa (Pasal 22 ayat 1).
  • 41. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 38 - Mengajukan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23 ayat 2). - Meresmikan keanggotaan BPK yang dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23F ayat 1). - Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan Komisi Yudisial dan disetujui DPR (Pasal 24A ayat 3). - Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR (Pasal 24 B ayat 3). - Mengajukan tiga orang calon hakim konstitusi dan menetapkan sembilan orang hakim konstitusi (Pasal 24 C ayat 3). Tugas dan kewenangan Presiden yang sangat banyak ini tidak mungkin dikerjakan sendiri. Oleh karena itu Presiden memerlukan orang lain untuk membantunya. Dalam melaksanakan tugasnya, Presiden Republik Indonesia dibantu oleh seorang wakil presiden yang dipilih bersamaan dengannya melalui pemilihan umum, serta membentuk beberapa kementerian negara yang dipimpin oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri negara ini dipilih dan diangkat serta diberhentikan oleh Presiden sesuai dengan kewenangannya. Meski Wakil Presiden dan Menteri sama-sama bertindak sebagai “Pembantu Presiden”, namun Wakil Presiden adalah orang pertama yang akan menggantikan apabila Presiden berhalangan untuk menghadiri kegiatan atau melaksanakan tugas atau sesuatu dalam lingkup pemerintahan sehingga kedudukannya lebih tinggi dibandingkan para menteri. Selain itu, kedudukan seorang Wakil Presiden juga tidak dapat dipisahkan dengan Presiden sebagai satu kesatuan pasangan jabatan karena dipilih secara langsung melalui pemilihan umum (PEMILU). Berikut adalah penjelasan mengenai tugas dan wewenang wakil presiden :
  • 42. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 39 Tugas Wakil Presiden - Mendampingi Presiden menjalankan tugas-tugas kenegaraan di negara lain. - Membantu Presiden menjalankan tugas sehari-hari, menjalankan tugas Presiden jika Presiden berhalangan, dan menggantikan Presiden jika jabatan Presiden kosong oleh sebab-sebab tertentu yang menyebabkan Presiden tidak dapat menjalankan tugasnya atau karena Presiden menyerahkan jabatan kepresidenan (pengunduran diri) mengalami kematian saat menjabat presiden. - Memperhaikan secara khusus, menampung segala masalah-masalah dan mengusahakan pemecahan yang perlu, menyangkut bidang tugas kesejahteraan rakyat. - Melakukan pengawasan pembangunan operasional dengan bantuan departemen-departemen. Wewenang utama wakil presiden - Sebagai Wakil Dari Presiden – Wewenang Wakil Presiden sebagai Wakil Presiden yaitu mewakili presiden dalam melaksanakan tugas dan kewajiban serta wewenang jabatan presiden dengan terlebih dahulu mendapat perintah atau diberi kuasa oleh Presiden (mandat). - Sebagai Pembantu Presiden – Sebagai pembantu Presiden, Wakil Presedin berwenang untuk membantu Presiden menjalankan Undang-Undang. - Sebagai Pengganti Presiden – Sebagai pengganti Presiden berarti Wakil Presiden tidak lagi disebut Wakil Presiden melainkan sebagai Presiden dan tidak terjadi rangkap jabatan. - Sebagai Jabatan Yang Mandiri – Dilihat dari prakteknya, ketika seorang Wakil Presiden diminta oleh perorangan maupun organisai sebagai pembicara atau sekedar tamu suatu cara, dalam hal ini berarti Wakil Presiden suatu kegiatan secara mandiri dan tidak memerlukan perintah atau persetujuan dari Presiden. Wewenang lain dari wakil presiden
  • 43. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 40 - Melaksanakan tugas teknis pemerintahan sehari-hari - Menyusun agenda kerja kabinet dan menetapkan fokus atau prioritas kegiatan pemerintahan yang pelaksanaannya dipertanggung jawabkan kepada Presiden - Memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar 1945 4. Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial Mahkamah Agung Mahkamah Agung adalah pemegang kekuasaan kehakiman yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Undang- undang yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman adalah Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan peradilan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan tugas pokok menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Adapun lingkungan kekuasaan kehakiman berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, terdiri atas: 1) Peradilan Umum, 2) Peradilan Agama, 3) Peradilan Militer, dan 4) Peradilan Tata Usaha Negara. Mahkamah Agung adalah peradilan tertinggi. Hal itu berarti putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh badan peradilan lain, dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. Berdasarkan ketentuan tersebut, secara garis besar kekuasaan Mahkamah Agung mencakup dua hal, yaitu kekuasaan di dalam peradilan dan kekuasaan di luar peradilan.
  • 44. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 41 1) Kekuasaan Mahkamah Agung di dalam peradilan meliputi kekuasaan dalam hal-hal berikut: a) Mengukuhkan atau membatalkan putusan dan penetapan pengadilan lain dalam tingkat kasasi. b) Meninjau kembali putusan-putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan. c) Memutus sengketa tentang wewenang mengadili antara pengadilan- pengadilan di beberapa lingkungan peradilan. d) Memberi putusan dalam tingkat banding atas segala keputusan wasit (Pengadilan Arbiter), yaitu peradilan swasta yang terdapat dalam dunia perdagangan yang diakui pemerintah. 2) Kekuasaan Mahkamah Agung di luar peradilan sebagai berikut: a) Melakukan pengawasan tertinggi atas jalannya pengadilan di bawahnya. b) Melakukan pengawasan tertinggi atas para notaris dan pengacara. c) Memberi nasihat kepada presiden dalam hal memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi, atau pertimbanganpertimbangan dan keterangan tentang soal yang berhubungan dengan hukum apabila hal itu diperlukan pemerintah. d) Menguji sah tidaknya suatu peraturan yang lebih rendah dari undang-undang terhadap peraturan yang lebih tinggi. Selanjutnya, Mahkamah Agung memiliki beberapa wewenang di antaranya sebagai berikut: a. Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan. b. Mahkamah Agung menguji peraturan secara materiil terhadap peraturan perundang-undangan dibawah Undang-undang.
  • 45. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 42 c. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. Susunan Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang sekretaris. Pimpinan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung. Pimpinan Mahkamah Agung terdiri atas seorang ketua, dua wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda. Hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan ditetapkan oleh presiden. Pada dasarnya, Mahkamah Agung mempunyai wewenang untuk mengadili pada tingkat kasasi dan menguji peraturan perundang-undangan. Mahkamah Konstitusi Kemudian, Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 24 UUD NRI Tahun 1945. Adapun kewenangan Mahkamah Konstitusi secara lengkap diatur dalam Pasal 24C Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan dirubah terakhir kalinya dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2011. Mahkamah Konstitusi RI mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  • 46. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 43 c. Memutus pembubaran partai politik, dan d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Adapun kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga: a. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa: a) penghianatan terhadap negara; b) korupsi; c) penyuapan; d) tindak pidana lainnya; b. atau perbuatan tercela, dan/atau c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Komisi Yudisial Selanjutnya, Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga yang bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim. Komisi Yudisial (KY) dibentuk berdasarkan UU No. 22 Tahun 2004, yang bertujuan untuk memenuhi harapan masyarakat tentang kekuasaan kehakiman yang transparan, merdeka, dan partisipatif. Pembentukan Komsi Yudisial diawali oleh adanya kesepakatan untuk memberlakukan pemidahan kewenangan (organisasi, personel, administrasi, dan keuangan) pengadilan dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Agung. Susunan keanggotaan Komisi Yudisial (KY) terdiri atas pimpinan dan anggota. Pimpinan komisi terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang merangkap anggota. Sedangkan anggotanya terdiri atas 7 (tujuh) orang yang berasal dari pejabat Negara, yaitu hakim,
  • 47. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 44 akademisi hukum, praktisi hukum, dan anggota masyarakat. Anggota Komisi Yudisial (KY) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Komisi Yudisial (KY) mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Tugas Komisi Yudisial (KY) adalah sebagai berikut: - Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung. - Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung. - Menetapkan calon hakim. - Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR. Sedangkan, wewenang Komisi Yudisial (KY) adalah sebagai berikut: - Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR. - Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim. - Menjaga perilaku Hakim. 5. Badan Pemeriksa Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan atau disingkat dengan BPK adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.55 PBK masuk dalam kategori lembaga yang mandiri dan bebas, pernyataan ini tercantum dalam UUD 1945. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan tetap mempertimbangkan DPD dan kemudian diresmikan oleh Presiden. Dalam pembentukannya, lembaga ini memiliki sejarah tersendiri dan juga dimaksudkan untuk memiliki tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan yang seperti pada uraian di bawah ini. Tugas dan wewenang Badan Pengawas Keuangan disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 secara terpisah, yaitu pada 55 Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, Liberty, Yogyakarta, 1993, hal. 18
  • 48. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 45 BAB III bagian kesatu dan kedua. Tugas BPK menurut UU tersebut masuk dalam bagian kesatu, isisnya antara lain adalah sebagai berikut. - Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan yang dilakukan oleh BPK terbatas pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia, Lembaga Negara lainnya, BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD, dan semua lembaga lainnya yang mengelola keuangan negara. - Pelaksanaan pemeriksaan BPK tersebut dilakukan atas dasar undang- undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. - Pemeriksaan yang dilakukan BPK mencakup pemeriksaan kinerja, keuangan, dan pemeriksaan dengan adanya maksud tertentu. - Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK harus dibahas sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara yang berlaku. - Hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diserahkan kepada DPD, DPR, dan DPRD. Dan juga menyerahkan hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota. - Jika terbukti adanya tindakan pidana, maka BPK wajib melapor pada instansi yang berwenang paling lambat 1 bulan sejak diketahui adanya tindakan pidana tersebut. Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UU Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 BAB III bagian kedua diantaranya adalah sebagai berikut. Dalam menjalankan tugasnya, BPK memiliki wewenang untuk menentukan objek pemeriksaan, merencanakan serta melaksanakan pemeriksaan. Penentuan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun maupun menyajikan laporan juga menjadi wewenang dari BPK tersebut. - Semua data, informasi, berkas dan semua hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara hanya bersifat sebagai alat untuk bahan pemeriksaan.
  • 49. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 46 - BPK juga berwenang dalam memberikan pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, dan semua lembaga keuangan negara lain yang diperlukan untuk menunjang sifat pekerjaan BPK. - BPK berwenang memberi nasihat/pendapat berkaitan dengan pertimbangan penyelesaian masalah kerugian negara. Masih banyak tugas dan wewenang BPK yang lain berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 yang bersifat sangat rinci dan teliti. Selebihnya peraturan tersebut diatur sendiri oleh BPK demi kelancaran dan keefektifan kinerja dari BPK tersebut. 6. Komisi Pemilihan Umum KPU adalah lembaga yang bersifat Nasional, Tetap dan Mandiri untuk menyelenggarakan PEMILU. Tugas dan wewenang Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah : - Merencenakan penyelenggarakan PEMILU - Menetapkan Irganisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan PEMILU - Mengkoordinasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan PEMILU. - Menetapkan peserta PEMILU - Menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi dan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten / kota - Menetapkan waktu , tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye dan pemungutan suara - Menetapkan hasil pemilu dan mengumumkan calon terpilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten / kota - Melakukan Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan PEMILU
  • 50. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 47 - Melaksanakan tugas-tugas dan kewenangan lain yang di atur dalam Undang – Undang.56 7. Pemerintahan Daerah Pemerintahan daerah merupakan alat kelengkapan negara untuk mencapai cita- cita dan tujuan-tujuan negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-2 dan ke-4. Untuk mencapai hal tersebut, tentu saja pemerintahan daerah diberi kewenangan untuk menjalakan seluruh urusan pemerintahan di daerah, kecuali beberapa kewenangan yang tidak diperkenankan dimiliki oleh daerah yaitu kewenangan dalam politik luar negeri, pertahanan, kemanan, peradilan/yustisi, moneter dan fiskal serta urusan agama.57 Keenam urusan tersebut merupakan kewenangan pemerintah pusat. Sebagaimana telah kalian ketahui, bahwa pemerintahan daerah itu terdiri atas pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Sekaitan urusan yang menjadi kewenangannya, Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan telah dirubah dengan diterapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah, telah mengklasifikasikan urusan pemerintahan daerah kedalam urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib dan urusan pilihan untuk pemerintahan daerah provinsi tentu saja berbeda dengan yang dimiliki oleh oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota. Hal ini dikarenakan ruang lingkup urusan pemerintahan daerah provinsi lebih luas dibanmdingkan dengan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dapat diamati perbedaan urusan pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintahan daerah provinsi dengan pemerintahan daerah kabupaten/kota. 56 Ni’matul Huda, Hukum Tata negara Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 33 57 Jimly Asshiddiqie, “Otonomi Daerah dan Peran Legislatif Daerah”, Makalah pada Lokakarya Tentang Peraturan Daerah dan Budget Anggota DPRD SePropinsi (Baru) Banten, Di Anyer, Banten, 20 Oktober 2000, hal. 6
  • 51. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 48 Adapun Urusan Wajib Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri dari: perencanaan dan pengendalian pembangunan, perencanaan pemanfaatan,dan pengawasan tata ruang, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana umum, penanganan bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial, penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota, pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota, Memfasilitasi pengembangan koperasi,usaha kecil, dan menengah termasuk lintaskabupaten/kota, pengendalian lingkungan hidup, pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota, pelayanan kependudukan, dan catatan sipil, pelayanan administrasi umum pemerintahan, pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota, penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan olehkabupaten/kota; dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Sementara itu, Urusan Wajib Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota mencakup beberapa macam yaitu: perencanaan dan pengendalian pembangunan, perencanaan,pemanfaatan,dan pengawasan tata ruang, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana umum, penanganan bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, penanggulangan masalah sosial, pelayanan bidang ketenagakerjaan, fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah, pengendalian lingkungan hidup, pelayanan pertanahan, pelayanan administrasi penanaman modal, pelayanan administrasi umum pemerintahan, pelayanan kependudukan,dan catatan sipil, penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Adapun yang menjadi urusan pilihan pemerintahan daerah baik provinsi ataupun kabupaten/kota meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
  • 52. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 49 masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. 8. Komisi Negara Sebagai Lembaga Negara Bantu Secara teoritis, lembaga negara bantu bermula dari kehendak negara untuk membuat lembaga negara baru yang pengisian anggotanya diambil dari unsur non-negara, diberi otoritas negara, dan dibiayai oleh negara tanpa harus menjadi pegawai negara. Gagasan lembaga negara bantu sebenarnya berawal dari keinginan negara yang sebelumnya kuat ketika berhadapan dengan masyarakat, rela untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengawasi. Jadi, meskipun negara masih tetap kuat, ia diawasi oleh masyarakat sehingga tercipta akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horizontal. Munculnya lembaga negara bantu dimaksudkan pula untuk menjawab tuntutan masyarakat atas terciptanya prinsip-prinsip demokrasi dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan melalui lembaga yang akuntabel, independen, serta dapat dipercaya.58 Jennings, sebagaimana dikutip Alder dalam Constitutional and Administrative Law, menyebutkan lima alasan utama yang melatarbelakangi dibentuknya lembaga negara bantu dalam suatu pemerintahan, alasan-alasan itu adalah sebagai berikut. o Adanya kebutuhan untuk menyediakan pelayanan budaya dan pelayanan yang bersifat personal yang diharapkan bebas dari risiko campur tangan politik. o Adanya keinginan untuk mengatur pasar dengan regulasi yang bersifat non-politik. o Perlunya pengaturan mengenai profesi-profesi yang bersifat independen, seperti profesi di bidang kedokteran dan hukum. o Perlunya pengadaan aturan mengenai pelayanan-pelayanan yang bersifat teknis. 58 Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara .. Op., Cit., hal. 33
  • 53. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 50 o Munculnya berbagai institusi yang bersifat semiyudisial dan berfungsi untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan (alternative dispute resolution/alternatif penyelesaian sengketa).59 Untuk menentukan institusi mana saja yang disebut sebagai lembaga negara bantu dalam struktur ketatanegaraan RI terlebih dahulu harus dilakukan pemilahan terhadap lembaga-lembaga negara berdasarkan dasar pembentukannya. Pascaperubahan konstitusi, Indonesia membagi lembaga-lembaga negara ke dalam tiga kelompok. Pertama, lembaga negara yang dibentuk berdasar atas perintah UUD Negara RI Tahun 1945 (constitutionally entrusted power). Kedua, lembaga negara yang dibentuk berdasarkan perintah undang-undang (legislatively entrusted power). Dan ketiga, lembaga negara yang dibentuk atas dasar perintah keputusan presiden.60 Berikutnya, berdasarkan catatan lembaga swadaya masyarakat Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), paling tidak terdapat sepuluh lembaga negara yang dibentuk atas dasar perintah undang- undang. Lembaga-lembaga tersebut adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (Komnas Perlindungan Anak), Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Dewan Pers, dan Dewan Pendidikan. Jumlah ini kemungkinan dapat bertambah atau berkurang mengingat lembaga negara dalam kelompok ini tidak bersifat permanen melainkan bergantung pada kebutuhan negara. Misalnya, KPK dibentuk karena dorongan kenyataan bahwa fungsi lembaga-lembaga yang sudah ada sebelumnya, seperti kepolisian dan kejaksaan, dianggap tidak maksimal atau tidak efektif dalam melakukan pemberantasan korupsi. 59 - Jimly asshiddiqie,Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 37 60 Ibid., hal. 37-38
  • 54. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 51 Apabila kelak, korupsi dapat diberantas dengan efektif oleh kepolisian dan kejaksaan, maka keberadaan KPK dapat ditinjau kembali. Sementara itu, lembaga negara pada kelompok terakhir atau yang dibentuk berdasarkan perintah dan kewenangannya diberikan oleh keputusan presiden antara lain adalah Komisi Ombudsman Nasional (KON), Komisi Hukum Nasional (KHN), Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Dewan Maritim Nasional (DMN), Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Dewan Pengembangan Usaha Nasional (DPUN), Dewan Riset Nasional (DRN), Dewan Pembina Industri Strategis (DPIS), Dewan Buku Nasional (DBN), serta lembaga-lembaga non-departemen. Sejalan dengan lembaga-lembaga negara pada kelompok kedua, lembagalembaga negara dalam kelompok yang terakhir ini pun bersifat sementara bergantung pada kebutuhan negara. Lembaga-lembaga negara dalam dua kelompok terakhir inilah yang disebut dalam tulisan ini sebagai lembaga negara bantu. Pembentukan lembaga-lembaga negara yang bersifat mandiri ini secara umum disebabkan oleh adanya ketidak percayaan publik terhadap lembaga- lembaga negara yang ada dalam menyelesaikan persoalan ketatanegaraan. Selain itu pada kenyataannya, lembaga-lembaga negara yang telah ada belum berhasil memberikan jalan keluar dan menyelesaikan persoalan yang ada ketika tuntutan perubahan dan perbaikan semakin mengemuka seiring dengan berkembangnya paham demokrasi di Indonesia.
  • 55. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 52 BAB III HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sebelum perubahan terdapat enam lembaga tinggi/tertinggi negara, yaitu MPR sebagai lembaga tertinggi negara; serta DPR, Presiden, MA, BPK, dan DPA sebagai lembaga tinggi negara. Namun setelah mengalami perubahan UUD 1945 (Amandemen) dinyatakan bahwa lembaga negara teridri atas MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA, MK, dan KY tanpa mengenal istilah lembaga tinggi atau tertinggi negara. Berikut ini penjelasan hubungan antara lembaga Negara sesuai UUD 1945 A. Hubungan antara MPR dengan DPR, DPD, dan Mahkamah Konstitusi Dalam UUD 1945 MPR merupakan salah satu lembaga Negara (sebelum Amandemen dikenal dengan istilah lembaga tertinggi Negara). Anggota MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD menunjukan bahwa MPR masih dipandang sebagai lembaga perwakilan rakyat karena keanggotaannya dipilih dalam pemilihan umum. Unsur anggota DPR untuk mencerminkan prinsip demokrasi politik sedangkan unsur anggota DPD untuk mencerminkan prinsip keterwakilan daerah agar kepentingan daerah tidak terabaikan. Dengan adanya perubahan kedudukan MPR, maka pemahaman wujud kedaulatan rakyat tercermin dalam tiga cabang kekuasaan yaitu lembaga perwakilan, Presiden, dan pemegang kekuasaan kehakiman.61 Adapun yang menjadi kewenangan MPR adalah mengubah dan menetapkan UUD, memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta kewenangan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Dalam hubungannya dengan DPR, khusus mengenai penyelenggaraan sidang MPR berkaitan dengan kewenangan untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden, proses tersebut hanya bisa dilakukan apabila didahului oleh pendapat DPR yang diajukan pada MPR. 61 Ibid.
  • 56. BUKU AJAR HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA 53 Dalam hubungannya dengan DPD. Seperti halnya peran DPR, peran DPD dalam MPR juga sangat besar misalnya dalam hal mengubah UUD yang harus dihadiri oleh 2/3 anggota MPR dan memberhentikan Presiden yang harus dihadiri oleh 3/4 anggota MPR maka peran DPD dalam kewenangan tersebut merupakan suatu keharusan. Dalam hal hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi (MK) dapat dipahami dari Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi adalah untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD. Karena kedudukan MPR sebagai lembaga negara maka apabila MPR bersengketa dengan lembaga negara lainnya yang sama-sama memiliki kewenangan yang ditentukan oleh UUD, maka konflik tersebut harus diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi. B. Hubungan DPR dengan Presiden, DPD, dan MK Anggtota DPR terdiri dari DPR dan DPD. Perbedaan keduanya terletak pada hakikat kepentingan yang diwakilinya, DPR untuk mewakili rakyat sedangkan DPD untuk mewakili daerah. Pasal 20 ayat (1) menyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Selanjutnya untuk menguatkan posisi DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif maka pada Pasal 20 ayat (5) ditegaskan bahwa dalam hal RUU yang disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, sah menjadi UU dan wajib diundangkan. Dalam hubungan dengan DPD, terdapat hubungan kerja dalam hal ikut membahas RUU yang berkaitan dengan bidang tertentu, DPD memberikan pertimbangan atas RUU tertentu, dan menyampaikan hasil pengawasan pelaksanaan UU tertentu pada DPR. Dalam hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi, terdapat hubungan tata kerja yaitu dalam hal permintaan DPR kepada MK untuk memeriksa pendapat DPR mengenai dugaan bahwa Presiden bersalah. Disamping itu terdapat hubungan tata kerja lain misalnya dalam hal apabila ada sengketa