B.J. Habibie, Presiden Indonesia Pertama dari Teknologi
1. BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Prof. Dr.-Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng atau dikenal sebagai B.J.
Habibie merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Ia lahir di
Parepare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936 (sekarang berumur 80 tahun). Ia adalah
Presiden Republik Indonesia yang ke-3 yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil
Presiden RI yang ke-7. Ia menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan
presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga
Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek, dengan menjabat selama 2 bulan 7
hari sebagai wakil presiden, dan 1 tahun 5 bulan sebagai presiden.
Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul
Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya berprofesi sebagai ahli
pertanian yang berasal dari etnis Gorontalo dan memiliki keturunan Bugis, sedangkan
ibunya beretnis Jawa. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei
1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal
Habibie. Ainun sendiri kemudian meninggal dunia pada 22 Mei 2010 lalu di kota
Munchen, Jerman pada usia yang ke-72 tahun.
Habibie terkenal sangat cerdas sejak kecil. Namun, ia harus kehilangan bapaknya
yang meninggal dunia pada 3 September 1950 karena terkena serangan jantung saat ia
sedang shalat Isya. Tak lama setelah ayahnya meninggal, Ibunya kemudian menjual
rumah serta kendaraannya dan pindah ke Bandung bersama anak-anaknya. Sepeninggal
ayahnya, ibunya membanting tulang membiayai kehidupan anak-anaknya terutama
Habibie.
Saat kuliah, Habibie belajar teknik mesin di Universitas Indonesia Bandung atau
yang sekarang dikenal dengan Institut Teknologi Bandung pada tahun 1954. Ia
kemudian mendapatkan beasiswa dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk
melanjutkan kuliahnya di Jerman. Habibie lalu melanjutkan studinya di RWTH Aachen,
Jerman Barat dengan mengambil teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat
terbang. Habibie kemudian menerima gelar diploma ingenieur pada 1960 dan gelar
doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.
Setelah lulus pendidikan di RWTH Aachen, Habibie terus menetap di sana
sebagai asistan penelitian Hans Ebner. Ia kemudian menikah dan membawa istrinya,
Ainun ke Jerman. Mereka lalu menetap di kota Oberforstbach dan Habibie bekerja
sebagai penasehat perusahaan otomotif. Ia kemudian bekerja dengan Messerchmitt-
Bolkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan di kota Hamburg, Jerman hingga ia
dipromosikan pada jabatan wakil presiden perusahaan. Ia kemudian mengembangkan
2. teori termodinamis, konstruksi dan aerodimanis, yang masing-masing kemudian dikenal
dengan istilah Habibie Factor, Habibie Theorem dan Habibie Method.
Pada tahun 1973, Habibie kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden
Soeharto. Habibie kemudian diberi jawabatan sebagai CEO dari Industri Pesawat
Terbang Nusantara (IPTN). Di tahun 1978, Habibie juga diangkat sebagai Menteri Riset
dan Teknologi Indonesia. Ia pun berperan dalam pengembangan industri dalam negeri.
Karena menjadi bagian dari pemerintahan Soeharto, Habibie juga termasuk dalam
bagian partai politik Golongan Karya (Golkar).
Pada 21 Mei 1998, Habibie resmi dilantik sebagai presiden Republik Indonesia
yang ke-3. Ia menggantikan presiden sebelumnya, Soeharto yang mengundurkan diri
karena desakan dari mahasiswa dan masyarakat di masa orde baru. Setelah memperoleh
kekuasaan, Habibie membuat berbagai kebijakan untuk meredam masalah dalam negeri
yang di warisi sejak Orde Baru. Ia dan kabinetnya berusaha untuk mendapatkan
dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk
program pemulihan ekonomi serta membebaskan para tahanan politik dan mengurangi
kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi. Ia juga menambahkan
UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang
paling penting adalah UU otonomi daerah yang menyebabkan gejolak disintegrasi
berhasil diredam. Di bidang ekonomi, ia juga berhasil memotong nilai tukar rupiah
terhadap dollar.
Salah satu kesalahan Habibie pada saat menjabat sebagai Presiden ialah
memperbolehkan diadakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste).
Ia mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu mengadakan jajak
pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau masih tetap menjadi
bagian dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal
30 Agustus 1999.
Kemudian pada 20 Oktober 1999, Habibie digantikan oleh Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden oleh MPR hasil Pemilu 1999. Setelah ia tidak
menjabat lagi sebagai presiden, ia lebih memilih tinggal di Jerman daripada di
Indonesia. Tetapi, ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, ia kembali aktif
sebagai penasihat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat
organisasi yang didirikannya, yaitu Habibie Center. B. J. Habibie juga menjabat sebagai
Komisaris Utama dari PT. Regio Aviasi Industri, perusahaan perancang pesawat terbang
R-80.