Dokumen tersebut membahas tentang konsep dan pengukuran kecerdasan. Secara singkat, dibahas definisi IQ sebagai ukuran kecerdasan intelektual, teori-teori kecerdasan seperti uni-faktor, dua-faktor, dan multi-faktor, serta pengukuran kecerdasan menggunakan tes-tes seperti Binet Simon yang mengklasifikasikan tingkat kecerdasan.
1. Konsep,Indikator, dan Kecerdasan
IQ
KELOMPOK 1
D Y TA A D I N D A
M E I L I N A W AT I
H E R A W AT I
AI NURHASANAH
KANIA DWI L
BARIQ JIHAD A
DIKA RIZALUL HAQ
1300079
1300131
1300923
1300399
1303977
1304444
1304361
PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
2. Definisi Kecerdasan
Kecerdasan
Intelektual/Intelligence Quotient
(IQ) merupakan kecerdasan dasar yang
berhubungan dengan proses kognitif,
pembelajaran (kecerdasan intelektual)
cenderung menggunakan kemampuan
matematis-logis dan bahasa, pada umumnya
hanya mengembangkan kemampuan kognitif
(menulis, membaca, menghafal, menghitung dan
menjawab).
3. Konsep Kecerdasan
Konsep kecerdasan telah dibahas sejak sebelum zaman
Yunani kuno, tetapi studi ilmiah tentang topik ini
sesungguhnya dimulai dengan karya Alfred Binet, yang
menciptakan ukuran kecerdasan pertama pada tahun
1904. Pemerintah Prancis meminta Binet mencari cara
untuk mengidentifikasi anak-anak yang kemungkinan
membutuhkan bantuan khusus di sekolah mereka.
Ukuran Binet menilai berbagai jenis kemampuan dan
kinerja tetapi menghasilkan nilai tunggal, yang disebut
intelligence quotient (IQ), yang diciptakan sehingga
anak Prancis rata-rata akan mempunyai IQ 100 (Hurn,
2002).
4. Karya Binet tentang penilaian kecerdasan sangat
memajukan ilmu pengetahuan, tetapi hal itu juga
mulai melahirkan gagasan bahwa kecerdasan adalah
satu hal—bahwa terdapat orang "pandai" yang dapat
diharapkan berkinerja dengan baik dalam berbagai
jenis situasi pembelajaran. Charles Spearman
menyatakan bahwa, walaupun terdapat perbedaan
kemampuan seseorang dari satu tugas ke tugas lain,
ada faktor kecerdasan umum atau "g" yang
ditemukan dalam seluruh situasi pembelajaran.
6. 1. Intelegensi praktis (practical intellegence)
Adalah nama lain untuk intelegensi motor – indera yang
tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan
motor – indera (usia 0 – 2 tahun) dan merupakan dasar
dari semua intelegensi yang berkembang kemudian.
Dengan intelegensi praktis, seorang anak dapat belajar
untuk berbuat sesuatu sekalipun ia belum mampu
memikirkan perbuatan itu. Ia tahu bagaimana cara
mengerjakan sesuatu akan tetapi ia tidak dapat
memahami apa sebenarnya yang dikerjakan itu apalagi
untuk mengerti akibat perbuatan tersebut.
7. 2. Intelegensi pra operasional (preoperational intellegence)
Anak memasuki periode perkembangan praoperasi (usia 2 – 7 tahun).
Ciri dari anak pada masa periode ini adalah :
a.
Cara berpikir anak bersifat egosentris (egocentric) yaitu berupa pandangan
sempit dan mengacu pada diri sendiri serta tidak mampu melihat masalah dari
sudut pandang orang lain.
b. Cara berpikir kompleksif (compexive thinking)
Yaitu berpikir tidak dengan jalan menyatukan beberapa pemikiran ke dalam
satu konsep yang berarti akan tetapi justru meloncat dari satu gagasan ke gagasan
yang lain.
c.
Kecenderungan yang kuat dalam diri anak untuk menempatkan sifat-sifat
manusia pada benda mati
d. Ketidakmampuan anak untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut
pengarahan dan koordinasi pikiran, yang mana anak memerlukan petunjuk luar
(external cues) yang langsung dapat membimbing dan memantapkan perilakunya
untuk dapat melaksanakan tugas tertentu.
8. 3.Intelegensi operasional (operational
intellegence)
Di sekitar usia 5 – 7 tahun anak mulai
memahami apa yang disebut sebagai operasi nyata
(concrete operation). Pada tahap ini apa yang
dihadapi anak terbatas pada karakteristikkarakteristik nyata yang terjadi dalam situasi-situasi
nyata.
9. 4.
Intelegensi operasional formal (formal
operational intellegence)
Perkembangan intelegensi ini diawal pada masa awal
remaja. Dalam penyelesaian masalah anak mampu
menyisihkan berbagai penyebab kejadian. Di tahap ini
anak mulai mampu menyelesaikan masalah. Hal itu
merupakan suatu kemampuan yang sangat penting
dalam mempelajari berbagai informasi yang harus
diterimanya dari lingkungan.
10. Teori-Teori Intelegensi
1.
Teori “uni-faktor”
Pada tahun 1911, Welhelm Stern memperkenalkan
suatu teori tentang intelegensi yang disebut “unifactors theory”. Menurut teori ini intelegensi
merupakan kapasitas atau kemampuan umum. Oleh
karena itu, cara keja intelegensi juga bersifat umum.
Kapasitas umum yang ditimbulkan lazim
dikemukakan dengan kode G (General Capacity).
11. 2.
Teori “two-factors”
Pada tahun 1904 sebelum Stern, seorang ahli matematika
bernama Charles Spearman mengajukan teori ini, yang
dikenal dengan sebutan “two kinds of factors theory”.
Spearman mengembangkan teori intelegensi berdasarkan
suatu faktor mental umum yang diberi kode “G” serta
faktor-faktor spesifik yang diberi tanda “S” untuk
menentukan tindakan-tindakan mental untuk mengatasi
permasalahan. Faktor G lebih tergantung kepada dasar,
sedangkan faktor S itu dipengaruhi oleh pengalaman
(lingkungan, pendidikan).
12. 3.
Teori “multi-factors”
Teori ini dikembangkan oleh E.L Thorndike. Menurutnya
teori ini tidak berhubungan dengan konsep faktor “G” yang
mana bahwa intelegensi terdiri dari bentuk hubunganhubungan neural antara stimulus dan respon hubungan
neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku
individu. Intelegensi menurut teori ini jumlah koneksi
aktual dan potensial di dalam sistem syaraf. Misal ketika
seorang individu menghapus sajak itu berarti bahwa ia
dapat melakukan itu karena terbentuknya koneksi-koneksi
di dalam sistem syaraf akibat belajar atau latihan.
13. 4.
Teori “primary-mental-ability”
Di dalam teori ini L. I. Thrustone telah berusaha
menjelaskan tentang organisasi intelegensi yang abstrak.
Dengan menggunakan tes-tes mental serta teknik-teknik
statistik khusus membagi intelegensi menjadi beberapa
kemampuan primer, yaitu :
a.
Kemampuan numerical / matematis
b. Kemampuan verbal / bahasa
c.
Kemampuan abstraksi berupa visualisasi / berpikir
d. Kemampuan untuk menghubungkan kata-kata
e.
Kemampuan membuat keputusan
14. 5.
Teori “sampling”
Godfrey H. Thomson pada tahun 1916
menyempurnakan teori ini dari berbagai kemampuan
sampel. Dunia berisikan berbagai bidang pengalaman
itu terkuasai oleh pikiran manusia tetapi tidak
semuanya. Masing-masing bidang hanya dikuasai
sebagian-sebagian saja. Ini mencerminkan
kemampuan mental manusia. (Abdul Rahman Saleh,
2009)
15. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intelegensi
1. Pembawaan : pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri
yang dibawa sejak lahir.
2. Kematangan : tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan
telah matang jika ia telah menacpai kesanggupan menjalankan
fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan
umur.
3. Pembentukan : pembentukan adalah segala keadaan di luar diri
seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
4. Minat dan pembawaan yang khas : minat mengarahkan perbuatan
kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat
lebih giat dan lebih baik.
5. Kebebasan : kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih
metode-metode tertentu dalam memecahkan masalah-masalah
16. Pendekatan-Pendekatan Intelegensi
Dalam memahami intelegensi, Maloney dan Ward
(1976, dalam Groth – Marnat, 1984) mengemukakan
empat pendekatan umum. Di antaranya :
1. Pendekatan teori belajar
2. Pendekatan Neuro biologis
3. Pendekatan psikometris
4. Pendekatan teori perkembangan
17. 1.
Pendekatan teori belajar
Inti pendekatan teori belajar terletak pada
pemahaman mengenai hukum-hukum dan prinsip
umum yang dipergunakan oleh individu untuk
memperoleh bentuk-bentuk perilaku baru. Dalam
pendekatan ini para ahli lebih memusatkan perhatian
pada perilaku yang tampak dan bukan pada
pengertian mengenai konsep mental dari intelegensi
itu sendiri.
18. 2. Pendekatan Neuro biologis
Beranggapan bahwa intelegensi memiliki dasar
anatomis dan biologis perilaku intelegen. Menurut
pendekatan ini, dapat ditelusuri dasar-dasar neuroanatomis dan proses neuro-fisiologisnya. Oleh karena
itu, dalam berbagai riset, selalu dipentingkan untuk
melihat korelasi-korelasi intelegensi pada aspek-aspek
anatomi, elektrokimia atau fisiologi.
19. 3. Pendekatan psikometris
Ciri utama dalam pendekatan ini adalah adanya
anggapan bahwa intelegensi merupakan suatu
konstrak (construct) atau sifat (trait) psikologis yang
berbeda-beda keduanya bagi setiap orang.
20. 4. Pendekatan teori perkembangan
Dalam pendekatan ini intelegensi dipusatkan pada
masalah perkembangan intelegensi secara kualitatif dalam
kaitannya dengan tahap-tahap perkembangan biologis
individu. Sebagai contoh, Jean Piaget (Girsburg & Opper,
1989 dan Hergenhahn, 1982) mengawali konsepsi
mengenai tes intelegensi. Tampak oleh Piaget bahwa
terdapat pola respon tertentu yang ada kaitannya dengan
tingkatan usia tertentu pula. Studi selanjutnya
meyakinkannya bahwa memang terdapat perbedaan
kualitatif dalam cara berpikir anak pada masing-masing
kelompok usia. (Drs. Saifuddin Azwar, MA., 1996)
21. Pengukuran Intelegensi
Untuk menyelidiki sifat, luas dan batas inteligensi
seseorang digunakan “tes inteligensi”. Pengukuran
kecerdasan (IQ) lebih diarahkan kepada mengukur
kecakapan berbuat, kecakapan melakukan proses, atau
kecakapan dasar yang diperlukan sebagai dasar penguasaan
materi atau pengetahuan. Pengukuran kecakapan nyata atau
achievement lebih diarahkan kepada mengatur penguasaan
pengetahuan
atau
materi.
Pengukuran
kecerdasan
diusahakan benar-benar mengukur kecakapan dasar, bukan
hasil belajar, bebas dari pengaruh pengalaman atau
kebudayaan
22. Tes Intelegensi Binet
Tes kecerdasan ini adalah yang tertua. Disusun tahun
1905 oleh Alfred Binet, ahli psikologis Prancis. Tes Binet
diperuntukkan bagi anak usia 2-15 tahun.
Rounded Rectangle : IQ = MA/CA x 100
Keterangan:
IQ : intelligence quotient atau kecerdasan
MA : mental age atau usia mental. Diperoleh dari
sekelompok pertanyaan yang dijawab betul oleh sejumlah
besar individu dengan umur yang sama.
CA : chronological age atau usia kalender
100 : konstanta atau bilangan tetap, diusulkan oleh Stern
dan Terman untuk menghindari angka pecahan dalam
satuan IQ
23. Penggolongan Intelegensi Menurut Binet
Untuk mengukur tingkat inteligensi anak, dapat digunakan
tes IQ (Intelligence Quotient) misalnya dari Binet Simon. Dari
hasil tes Binet Simon, dibuatlah penggolongan inteligensi
sebagai berikut:
1. Genius > 140;
2. Gifted > 130;
3. Superior > 120;
4. Normal 90-110;
5. Debil 60-79;
6. Imbesil 40-55;
7. Idiot > 30