Analisis Jurnal tentang Manajemen Sumber Daya Manusia
1. ANALISIS JURNAL TENTANG MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Dosen Pengampu: Munawaroh, M. Si
Tugas Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia
MAKALAH
Kelompok 5
1. Bagas Yuliatmaji (1709619067)
2. Meileni Sandyaningrum (1709619041)
3. Poni Lestari (1709619012)
4. Thufailah Mujahidah (1709619016)
Program Studi Pendidikan Administrasi Perkantoran
Fakultas Ekonomi
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2020
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan rasa terima kasih ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas semua yang telah diberikan untuk kita. Kemudahan demi kemudahan yang
didapatkan tidak terlepas dari karunia Sang Pencipta. Tanpa-Nya, kita bukanlah apa-
apa. Segala hambatan dan kesulitan dapat dilalui berkat pertolongan-Nya. Sehingga
kini, penulis dapat membuat makalah yang berjudul “Analisis Jurnal Tentang
Manajemen Sumber Daya Manusia.” Selain itu, penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada dosen untuk mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia,
Munawaroh, M. Si.
Dalam pembuatan makalah ini, tidak menutup adanya kekurangan yang
terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, penulis memohon saran dari para pembaca
agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Selain itu, kritik yang disampaikan
juga dapat membangun penulis untuk memberikan yang terbaik ke depannya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat membawa manfaat untuk orang banyak.
Terima kasih.
Jakarta, 12 Mei 2020
Kelompok 5
3. iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan .................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
2.1. Analisis Abstract......................................................................................... 3
2.2. Analisis Introduction................................................................................... 6
2.3. Analisis Theory and Hypothesis.................................................................. 8
2.4. Analisis Method........................................................................................ 23
2.5. Analisis Results ........................................................................................ 42
BAB III PENUTUP............................................................................................... 49
3.1. Kesimpulan............................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 50
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam suatu organisasi memiliki berbagai macam sumber daya (input)
yang diubah menjadi output berupa produk barang atau jasa. Sumber daya tersebut
meliputi modal, teknologi, metode, manusia dan sebagainya. Di antara berbagai
macam sumber daya tersebut, manusia atau sumber daya manusia (SDM) adalah
elemen yang paling penting. Dalam merencanakan, mengelola, dan mengendalilan
sumber daya manusia, maka dibutuhkan suatu alat manajerial yang disebut
manajemen sumber daya manusia (MSDM)
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan suatu langkah untuk
menangani masalah pada lingkup karyawan, pegawai, buruh, ataupun tenaga kerja
lainnya guna meningkatkan aktivitas dalam suatu organisasi atau perusahaan demi
mencapai tujuan. Melalui ilmu ini, maka dapat diatur hubungan dan peran yang
dimiliki oleh individu secara efisien. Dalam prosesnya, MSDM melibatkan banyak
aspek, di antaranya adalah faktor internal organisasi serta eksternal. Proses tahapan
manajemen sumber daya manusia terdiri atas recruitment (pengadaan), maintenance
(pemeliharaan), dan development (pengembangan). Selain itu, manajemen sumber
daya manusia juga memiliki fungsi, yaitu procurement, development, compensation,
integration, maintenance, separation.
Melihat dari penerapan manajemen sumber daya manusia yang begitu
significant dalam suatu perusahaan, maka penulis memutuskan untuk menganalisa
jurnal yang terkait dengan topik manajemen sumber daya manusia. Dalam analisa ini,
penulis akan menggunakan 4 jurnal dan membandingkannya satu sama lain dari sisi
bagian abstract, introduction, theory and hyphotesis, method, dan results.
5. 2
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini, yaitu:
a. Bagaimana analisis perbandingan abstract dari jurnal 1 sampai dengan 4?
b. Bagaimana analisis perbandingan introduction dari jurnal 1 sampai dengan 4?
c. Bagaimana analisis perbandingan theory and hypothesis dari jurnal 1 sampai
dengan 4?
d. Bagaimana analisis perbandingan method dari jurnal 1 sampai dengan 4?
e. Bagaimana analisis perbandingan results dari jurnal 1 sampai dengan 4?
1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini, yaitu:
a. Mengetahui analisis perbandingan abstract dari jurnal 1 sampai dengan 4
b. Mengetahui analisis perbandingan introduction dari jurnal 1 sampai dengan 4
c. Mengetahui analisis perbandingan theory and hyphotesis dari jurnal 1 sampai
dengan 4
d. Mengetahui analisis perbandingan method dari jurnal 1 sampai dengan 4
e. Mengetahui analisis perbandingan results dari jurnal 1 sampai dengan 4
Manfaat penulisan dari makalah ini adalah diharapkan dapat mengetahui
analisis perbandingan antara bagian abstrak, introduction, theory and
hyphotesis, method, dan results dari jurnal 1 sampai dengan 4
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Analisis Abstrak
Dalam artikel Journal of Management berjudul Toot Your Own Horn? Leader
Narcissim and the Effectiveness of Employee Self-Promotion dalam bagian
abstraknya dibahas bahwa promosi diri adalah suatu bentuk manajemen kesan yang
bertujuan untuk menyajikan citra positif diri sendiri dengan menekankan kekuatan,
kontribusi, atau prestasi seseorang. Promosi diri tidak selalu mengesankan pengamat,
dan sebaiknya para pemimpin yang tinggi narsis lebih cenderung terkesan oleh
promosi diri karyawan daripada mereka yang rendah narsis karena dua alasan.
Pertama, narsisis mendukung dan terlibat dalam promosi diri mereka sendiri, dan
prinsip kesamaan-ketertarikan menunjukkan bahwa orang lebih mudah
mengembangkan penghargaan afektif dan menunjukkan perilaku yang lebih positif,
sehingga memiliki hubungan yang lebih baik dengan mereka. Kedua, karena narsisis
bersifat instrumental dan eksploitatif, mereka sangat peka terhadap pesan promotor
bahwa mereka adalah anggota kelompok yang penting dan berpengaruh yang
berpotensi membentuk aset yang bermanfaat bagi pemimpin. Secara keseluruhan,
hasil dari eksperimen menunjukkan bahwa, hubungan antara promosi diri dan tentang
LMX dan persepsi kepentingan karyawan tergantung pada narsisme pemimpin.
mereka sangat peka terhadap pesan promotor bahwa mereka adalah anggota
kelompok yang penting dan berpengaruh yang berpotensi membentuk aset yang
bermanfaat bagi pemimpin.
Dalam artikel Journal of Management yang berjudul A Systematic Review of
Human Resource Management Systems and Their Measurement di dalam abstraknya
dikatakan bahwa manajemen sumber daya manusia (SDM) strategis, selama tiga
dekade terakhir, konsensus bersama telah dikembangkan bahwa fokusnya harus pada
sistem SDM daripada praktik SDM individu karena efek dari praktik SDM
7. 4
cenderung bergantung pada praktik lain dalam sistem. Kami menyajikan tinjauan
sistematis 495 studi empiris pada 516 sistem SDM di mana kami menganalisis
pengembangan penelitian sistem SDM dari waktu ke waktu dan mengidentifikasi
tren penting, yang secara eksplisit menghubungkan konseptualisasi dan pengukuran
sistem SDM. Temuan kami menunjukkan bahwa konseptualisasi yang semakin luas
dan pengukuran sistem SDM dan kurangnya kejelasan tentang konstruksi sistem
SDM di berbagai tingkat telah menghambat kemajuan penelitian. Sebagian besar
penelitian sampai saat ini tidak sejalan dengan asumsi mendasar sinergi antara
praktik SDM dalam suatu sistem, langkah-langkah tersebut memiliki masalah dan
semakin mengacaukan sistem SDM dengan konsep dan hasil terkait, dan kurangnya
perhatian diberikan pada konstruksi sistem SDM pada tingkat yang berbeda.
Dalam artikel Journal of Management yang berjudul Referral Hire Presence
Implications for Referrer Turnover and Job Performance pada bagian abstraknya
dikatakan bahwa banyak penelitian telah dikhususkan untuk memahami
pengembalian organisasi dari program rujukan karyawan, terutama yang melibatkan
mereka disewa melalui proses rujukan. Namun, tidak ada pekerjaan yang membahas
apakah kehadiran rekrutmen rujukan (yaitu, kandidat yang dirujuk yang dipekerjakan
dan bekerja di perusahaan) terkait dengan hasil perilaku untuk pengarah.
Berdasarkan perspektif pengayaan sosial, kami berteori tentang bagaimana kehadiran
rekrutmen rujukan (RHP), yang mana mantra kerja pemberi referensi dan pemberi
kerja tumpang tindih, berdampak pada perilaku pengarah. Secara keseluruhan,
temuan kami memberikan bukti pertama untuk peran pengayaan sosial, kemungkinan
modifikasi pada perspektif pengayaan sosial yang mapan di tempat kerja, dan bukti
bahwa memahami dampak dari perekrutan rujukan memerlukan pertimbangan yang
cermat akan konsekuensi perilaku untuk pengarah.
Dalam artikel Journal of Management yang berjudul A Multilevel Analysis of
the Use of Individual Pay-for-Performance System pada bagian abstraknya dikatakan
bahwa sistem kompensasi, seperti skema pembayaran untuk kinerja (I-PFP)
individual untuk karyawan, merupakan pendekatan penting untuk menyelaraskan
kepentingan pengusaha-karyawan. Namun, adopsi I-PFP jauh lebih jarang terjadi di
8. 5
banyak negara daripada di Amerika Serikat. kami mengeksplorasi faktor penentu
penerapannya. Di tingkat negara, kami membedakan pengaruh budaya dan
kelembagaan (lembaga pengatur ketenagakerjaan). Di tingkat perusahaan, kami
membedakan perusahaan yang memandang sumber daya manusia sebagai strategis
penting dan perusahaan yang dimiliki asing. Di satu sisi, temuan kami menunjukkan
bahwa baik efek budaya dan kelembagaan di tingkat negara secara signifikan
mempengaruhi adopsi I-PFP. Di sisi lain, agensi manajer senior diperhitungkan.
Sebagai perbandingan antara abstrak dari jurnal 1 sampai dengan 4, abstrak
pada jurnal 1 (Toot Your Own Horn? Leader Narcissism and the Effectiveness of
Employee Self-Promotion) agak membingungkan. Dalam abstrak tersebut dinyatakan
bahwa promosi tidak selalu mengesankan pengamatnya. Namun dalam abstrak
tersebut juga diberikan saran kepada pemimpin yang tinggi narsisis untuk lebih
cenderung terkesan pada promosi diri karyawan dibandingkan dengan yang lemah
narsisis. Saran tersebut juga disertai 2 alasan. Kemudian, abstrak pada jurnal 2 (A
Systematic Review of Human Resource Management Systems and Their
Measurement) sudah cukup bagus karena menjelaskan secara singkat bagaimana
proses dalam penelitian yang dilakukan. Dalam abstrak ini juga tertulis kendala apa
saja yang dialami.
Abstrak pada jurnal 3 (Referral Hire Presence Implications for Referrer
Turnover and Job Performance) sudah bagus. Pemaparan materinya baik dan juga
ada pemberian dampak yang akan timbul dari hasil-hasil penelitiannya. Dalam
penulisannya tidak terlalu berbelit-belit. Lalu, untuk abstrak pada jurnal 4 (A
Multilevel Analysis of the Use of Individual Pay-for-Performace Systems) sudah
sangat bagus, sebab memaparkan secara singkat hasil penelitian yang diperoleh, serta
dalam penelitian tersebut juga ada perbandingan yang memberikan sudut pandang
lain.
9. 6
2.2. Analisis Introduction
Dalam artikel Journal of Management berjudul Toot Your Own Horn?
Leader Narcissim and the Effectiveness of Employee Self-Promotion pada bagian
introduction dikatakan bahwa salah satu strategi manajemen kesan adalah terlibat
dalam promosi diri dengan menarik perhatian orang lain pada kekuatan, prestasi,
dan kepentingan seseorang (misalnya, Jones & Pittman, 1982). Menciptakan citra
positif dan sukses di mata pemimpin mereka dapat bermanfaat bagi karyawan
karena pemimpin biasanya memiliki pengaruh terhadap keputusan yang penting
bagi karyawan (misalnya, promosi, bonus, evaluasi kinerja). Namun, individu
sering melebih-lebihkan efek positif dari promosi diri. Misalnya, meta-analisis
tentang taktik pengaruh di tempat kerja tidak menemukan hubungan signifikan
promosi diri karyawan dengan kesuksesan karier (misalnya, gaji, promosi) atau
penilaian kinerja pemimpin. Jelas, promosi diri tidak selalu berfungsi sebagaimana
dimaksud oleh individu yang mempromosikan diri. Promosi diri tidak mengesankan
semua pengamat sepanjang waktu, dan apakah itu merupakan cara yang berguna
untuk menampilkan diri sendiri, mungkin tergantung pada siapa yang berusaha
membuat kesan yang baik.
Dalam artikel Journal of Management berjudul A Systematic Review of
Human Resource Management Systems and Their Measurement pada bagian
introduction dinyatakan bahwa penelitian manajemen sumber daya manusia
strategis (SHRM) semakin berfokus pada efek kinerja sistem sumber daya manusia
(SDM) daripada praktik SDM individu. Para peneliti cenderung setuju bahwa
fokusnya harus pada sistem karena karyawan secara bersamaan terpapar pada
serangkaian praktik SDM yang saling terkait daripada praktik tunggal satu per satu,
dan efek praktik SDM cenderung bergantung pada praktik lain dalam sistem.
Penelitian memang secara konsisten menunjukkan hubungan positif antara sistem
dan kinerja SDM (luas) dan gagasan saling melengkapi atau sinergi antara praktik
dalam sistem SDM diterima secara luas sebagai logika konseptual di balik
efektivitas sistem SDM. Temuan kami menunjukkan dua masalah utama dan saling
10. 7
terkait yang telah menghambat kemajuan penelitian: konseptualisasi yang semakin
luas dan pengukuran sistem SDM dan kurangnya kejelasan pada konstruksi sistem
SDM di tingkat yang berbeda. Selain itu, kami melihat pengganggu sistem SDM
dengan konstruk dan hasil terkait. Bersama-sama, masalah-masalah ini menyiratkan
bahwa tidak selalu cukup jelas apa yang bertanggung jawab untuk efek kinerja yang
ditemukan dari sistem SDM, yang menunjukkan bahwa beberapa bukti saat ini
mungkin menyesatkan, dan bahwa kita tidak memiliki pengetahuan tentang
"sistem" elemen SDM sistem.
Dalam artikel Journal of Management berjudul Referral Hire Presence
Implications for Referrer Turnover and Job Performance pada bagian introduction
dinyatakan bahwa perekrutan rujukan, atau praktik menggunakan rekomendasi dari
karyawan saat ini (pengarah) untuk mengidentifikasi dan merekrut karyawan baru
(perekrutan rujukan), telah diperkirakan menyumbang 30% hingga 50% dari
pengisian organisasi terhadap lowongan pekerjaannya. Penelitian juga telah
mengungkapkan bahwa karyawan rujukan tetap lebih lama dan berkinerja lebih
baik daripada karyawan yang dipekerjakan melalui saluran rekrutmen lainnya
(misalnya, iklan surat kabar, agen tenaga kerja).
Dalam artikel Journal of Management berjudul A Multilevel Analysis of
the Use of Individual Pay-for-Performance Systems pada bagian introduction
dinyatakan bahwa sistem kompensasi sangat penting dalam menyelaraskan
kepentingan majikan-karyawan dan biasanya merupakan salah satu biaya
perusahaan terbesar. Dalam makalah ini kami membahas kesenjangan pertama
melalui fokus pada penggunaan skema pembayaran per kinerja (I-PFP) individual
untuk karyawan di tingkat manajerial dan non-manajerial. Motivasi kami untuk
mempelajari I-PFP berasal dari kepentingan ekonomi dan strategis dari praktik-
praktik ini dan dari pengamatan yang terdokumentasi dengan baik
Sebagai perbandingan bagian introduction dari jurnal 1 sampai 4,
introduction pada jurnal 1 (Toot Your Own Horn? Leader Narcissism and the
Effectiveness of Employee Self-Promotion) memiliki bahasa yang lebih sederhana
sehingga lebih mudah dipahami. Pengenalan materinya juga detail. Introduction
11. 8
pada jurnal 2 (A Systematic Review of Human Resource Management Systems and
Their Measurement) sudah baik. Penjelasan tentang topik yang akan dikaji juga
jelas dan terarah sehingga tidak membingungkan. Dalam introduction juga tertulis
masalah yang dihadapi pada saat penelitian.
Pada introduction jurnal 3 (Referral Hire Presence Implications for
Referrer Turnover and Job Performance) sudah sangat bagus. Pemaparan
materinya benar-benar jelas, padat, dan tidak membingungkan. Selain itu,
introduction juga dilengkapi data persentase yang memperkuat hasil penelitian.
Pada introduction jurnal 4 (A Multilevel Analysis of the Use of Individual Pay-for-
Performance Systems) sudah sangat bagus. Pengenalan di dalamnya sudah sangat
lengkap dan jelas dengan memberikan pembahasan yang akan dibahas dalam jurnal
tersebut. Serta, di dalamnya juga dilengkapi dengan motivasi yang membuat
penulis ingin melakukan penelitian ini.
2.3. Analisis Theory and Hyphotesis
Dalam artikel Journal of Management berjudul Toot Your Own Horn? Leader
Narcissim and the Effectiveness of Employee Self-Promotion pada bagian theory and
hyphotesis dinyatakan sebagai berikut:
Pemimpin Narsisme dan Promosi Diri Karyawan
Bentuk narsisme sifat yang menggambarkan keasyikan dengan diri sendiri,
pandangan diri yang meningkat, dan menunjukkan pernyataan status dan superioritas
yang berlebihan dan defensif (Emmons, 1987). Walaupun awalnya tampak
menghibur dan percaya diri, lama kelamaan narsisis sering dipandang sebagai orang
yang sombong dan dingin (Paulhus, 1998). Orang-orang narsisis terlalu percaya diri,
merasa mereka istimewa dan unik, membutuhkan kekaguman yang berlebihan,
memiliki rasa memiliki hak, dan bersifat eksploitatif antarpribadi (misalnya,
Campbell, Bush, Brunell, & Shelton, 2005; De Hoogh, Den Hartog, & Nevicka,
2015; Grijalva, Harms, Newman, Gaddis, & Fraley, 2015; O'Boyle, Forsyth, Banks,
12. 9
& McDaniel, 2012). Orang-orang narsisis disibukkan dengan melihat dan
menghadirkan diri mereka sendiri dengan cara yang positif dan, dengan demikian,
sering menggunakan promosi diri (misalnya, DeWall, Buffardi, Bonser, & Campbell
2011; Hart et al., 2016; Rhodewalt & Morf, 1998).
Promosi diri adalah bentuk khusus dari manajemen kesan yang berfokus pada
peningkatan status, pencapaian, dan daya tarik yang dirasakan seseorang di mata
orang lain dan termasuk, misalnya, dengan bangga dan eksplisit menunjukkan
pencapaian, mengklaim atribusi internal daripada eksternal untuk pencapaian, dan
berbicara langsung tentang kekuatan, kepentingan, dan bakat seseorang (Rudman,
1998). Sementara narsisis mendukung promosi diri dan terlibat di dalamnya,
keduanya tidak sama. Narsisme adalah sifat umum dan lebih luas daripada
kecenderungan untuk meningkatkan diri (misalnya, juga meliputi kepercayaan
berlebihan, hak, dan kebesaran dan menunjukkan perilaku dominan dan eksploitatif),
dan non-penganut biskuit juga dapat memilih untuk terlibat dalam taktik atau perilaku
self-self. promosi jika mereka ingin mengesankan seseorang, bahkan jika ini bukan
sesuatu yang biasa mereka lakukan.Kami mengusulkan agar lebih banyak pemimpin
narsisistik tidak hanya terlibat dalam promosi diri sendiri tetapi juga bereaksi lebih
positif terhadap karyawan yang terlibat dalam promosi diri karena dua alasan.
Pertama, sebagaimana dicatat, narsisis mendukung dan sangat terlibat dalam promosi
diri
Kesamaan Menarik dan LMX
Beberapa literatur menggambarkan narsisis sebagai menderita dari perasaan
tidak mampu pribadi (Rhodewalt & Morf, 1998), yang membuat mereka fokus pada
peningkatan diri dan mengarahkan mereka untuk terlibat dalam perilaku
pengembangan diri (Morf & Rhodewalt, 2001). Kebutuhan narsisistik untuk
peningkatan diri ini terutama diaktifkan dalam situasi sosial di mana orang lain
dapat digunakan untuk memberikan peningkatan (Campbell & Campbell, 2009).
Oleh karena itu, hubungan kemiripan-ketertarikan secara umum mungkin sangat
13. 10
kuat bagi narsisis (Campbell, 1999; Freud 1914/1957) karena orang-orang yang
serupa memungkinkan validasi gagasan dan sikap seseorang dan dikaitkan dengan
perasaan positif tentang diri sendiri, sehingga meningkatkan rapuh diri narsisis. -
gambar (Byrne, 1971). Sebagai contoh, penelitian oleh Wallace, Grotzinger,
Howard, dan Parkhill (2015) menunjukkan bahwa walaupun secara umum narsisme
dinilai sebagai sifat negatif pada orang lain, dalam tugas penilaian sosial, narsisis
sendiri jauh lebih negatif. Tentang narsisme pada orang lain daripada non-narsisis.
Dengan demikian, walaupun orang yang tidak menganut kepercayaan diri mungkin
bereaksi netral atau bahkan negatif terhadap promosi diri, seperti yang disebutkan,
orang narsisis mendukung promosi diri sebagai cara yang tepat untuk membuat
kesan yang baik
Hipotesis 1: Narsisme pada pemimpin memoderasi hubungan antara promosi diri
karyawan dan LMX sehingga hubungan antara promosi diri karyawan dan LMX
lebih positif ketika pemimpin narsisisme tinggi daripada ketika mereka rendah
narsisisme.
Pentingnya dan Peranan Karyawan
Narsisis menggunakan hubungan interpersonal untuk meningkatkan konsep
diri mereka dan menikmati hubungan dengan orang lain yang penting dan
berpengaruh (Campbell, 1999). Selain itu, narsisis sering menjadi pemain yang
kurang berhasil daripada yang terlihat pada pandangan pertama (Nevicka et al.,
2011), dan mereka cenderung mengeksploitasi orang lain untuk keuntungan pribadi
mereka (Campbell et al., 2005). Dengan demikian, kami berharap bahwa karyawan
yang mempromosikan diri sendiri akan tampil lebih penting dalam kelompok, yaitu,
mereka tampaknya lebih berpengaruh dalam dan sentral bagi tim; oleh karena itu,
mereka juga lebih berperan bagi para pemimpin narsisistik (misalnya, dengan
memfasilitasi kinerja tim yang tinggi, yang memberikan kontribusi bagi
keberhasilan dan pencapaian tujuan pemimpin) daripada karyawan yang tidak
terlibat dalam perilaku seperti itu dan tampaknya tidak sama pentingnya dan
berpengaruh terhadap hal ini. pemimpin. Sebaliknya, para pemimpin yang rendah
14. 11
narsisisme umumnya harus jauh kurang sensitif terhadap promosi diri dan tidak
harus melihat karyawan yang mempromosikan diri sebagai lebih penting daripada
mereka yang tidak terlibat dalam promosi diri.
Hipotesis 2: Narsisme dalam pemimpin memoderasi hubungan antara promosi diri
karyawan dan kepentingan yang dirasakan karyawan dalam kelompok sehingga
hubungan antara promosi diri karyawan dan kepentingan yang dirasakan lebih
positif ketika pemimpin narsisisme tinggi daripada ketika mereka rendah narsisisme.
Hubungan Dengan Evaluasi Kinerja
Pemimpin memiliki kecenderungan untuk menilai kinerja karyawan yang
memiliki hubungan LMX tinggi lebih tinggi daripada kinerja karyawan yang tidak
memiliki hubungan LMX tinggi (misalnya, Gerstner & Day, 1997). Pemimpin juga
cenderung menilai kinerja karyawan yang mereka anggap memiliki karakteristik
yang penting bagi mereka untuk menjadi lebih tinggi. Sebagai contoh, Borman,
White, dan Dorsey (1995) menemukan bahwa kemampuan, pengetahuan, dan
kemahiran karyawan memengaruhi peringkat penyelia atas kinerja mereka yang
paling kuat (bahkan mengungguli pengaruh faktor-faktor interpersonal seperti
keramahan). Juga, anggota kelompok yang penting atau berkuasa secara umum
dievaluasi lebih positif oleh para pemimpin (misalnya, Sparrowe, Liden, Wayne, &
Kraimer, 2001).
Terkait, dianggap memiliki teman penting dalam organisasi juga ditemukan
untuk meningkatkan reputasi karyawan menjadi pemain yang baik (Kilduff &
Krackhardt, 1994). Jadi, karyawan yang mampu menciptakan citra menjadi penting
dan berpengaruh dalam unit atau kelompok mungkin tampak lebih penting bagi
pemimpin. Karyawan semacam itu dapat membentuk sumber daya bagi para
pemimpin, karena peran mereka (yang dirasakan) dalam keberhasilan kelompok
juga memungkinkan para pemimpin tampil lebih efektif. Pemimpin dapat membalas
melalui peringkat kinerja positif. Dengan demikian, persepsi seorang pemimpin
15. 12
terhadap karyawan sebagai hal yang penting dan berpengaruh dalam organisasi
secara positif terkait dengan evaluasinya terhadap kinerja karyawan.
Hipotesis 3: Narsisme pada pemimpin memoderasi hubungan antara promosi diri
karyawan dan evaluasi kinerja pemimpin, melalui LMX, sedemikian rupa sehingga
hubungan yang dimediasi lebih kuat ketika pemimpin tinggi pada narsisme daripada
ketika mereka rendah pada narsisme.
Hipotesis 4: Narsisme pada pemimpin memoderasi hubungan antara promosi diri
karyawan dan evaluasi kinerja pemimpin, melalui anggapan kepentingan karyawan,
sehingga hubungan yang dimediasi lebih kuat ketika pemimpin tinggi pada narsisme
daripada ketika mereka rendah pada narsisme.
Dalam artikel Journal of Management berjudul A Systematic Review of
Human Resource Management Systems and Their Measurement pada bagian theory
and hypothesis dinyatakan sebagai berikut:
Mengkonseptualisasikan Sistem SDM
SHRM dapat didefinisikan sebagai "pola penyebaran SDM dan aktivitas yang
direncanakan untuk memungkinkan organisasi mencapai tujuannya" (Wright &
McMahan, 1992: 298). Secara konseptual, sistem praktik SDM ini - secara
keseluruhan - diusulkan untuk mempengaruhi hasil terkait kinerja (Delery, 1998;
Wright & Boswell, 2002). Bukti yang ada memberikan beberapa dukungan meta-
analitik pertama, karena sistem SDM cenderung lebih kuat terkait dengan kinerja
daripada praktik SDM individu (Combs et al., 2006).
Elemen Sistem Sistem SDM
Asumsi inti yang mendasari penelitian sistem SDM adalah bahwa efektivitas
praktik SDM tergantung pada praktik lain dalam sistem (Delery, 1998). Ketika
praktik cocok dengan sistem yang koheren (internal / horizontal fit), mereka
memperkuat satu sama lain dan menciptakan sinergi. Ketika praktik tidak sesuai,
mereka dapat mengurangi efek masing-masing. Dengan demikian, praktik SDM
harus diperiksa bersama daripada secara terpisah. Praktek dalam suatu sistem dapat
16. 13
berhubungan satu sama lain dengan cara yang berbeda. Misalnya, hubungan aditif
mengasumsikan praktik SDM memiliki efek independen dan bertambah tanpa
saling mempengaruhi.
Hipotesis 1 : Hal ini adanya perdugaan yang ada dalam system system sdm yang
digunakan dan memperkirakan hal yang tidak sesuai dengan sdm yang ada pada
system tersebut.
Desain dan Pengukuran Studi
Teori dan pengukuran secara inheren terkait, dan tidak adanya desain studi
yang ketat dan pengukuran yang valid dapat menghambat kemajuan teoritis di
lapangan. Kami juga meninjau ini. Kami menilai siapa yang digunakan sebagai
sumber untuk memberikan informasi tentang sistem SDM. Penelitian awal sebagian
besar bergantung pada manajer (SDM) tunggal untuk menilai sistem, yang memiliki
masalah, seperti potensi rendahnya keandalan desain informan tunggal tersebut
(misalnya, Gerhart, Wright, McMahan, & Snell, 2000). Namun, bahkan jika banyak
responden digunakan, sumber-sumber ini mungkin bukan yang paling
berpengetahuan tentang praktik atau tingkat tertentu.
Sebagai contoh, beberapa studi fokus pada persepsi karyawan tentang sistem
SDM (misalnya, Den Hartog, Boon, Verburg, & Croon, 2013; Liao, Toya, Lepak, &
Hong, 2009), yang mungkin tidak cocok untuk semua tujuan penelitian, karena
karyawan mungkin tidak dapat sepenuhnya mengevaluasi sistem SDM, terutama
praktik yang tidak berkaitan dengan mereka secara pribadi atau kebijakan yang
dimaksudkan. Sistem SDM mungkin memiliki arti yang berbeda di tingkat yang
berbeda, dengan masalah yang berbeda terkait dengan masing-masing tingkat.
Hipotesis 2 : Kami menduga bahwa ada beberapa hal seperti informasi dan kurangnya
banyak responden yang digunakan dapat mempengaruhi mulai dari tujuan , penelitian
, hingga pengevaluasian SDM kurang berjalan dengan baik.
17. 14
Dalam artikel Journal of Management berjudul Referral Hire Presence
Implications for Referrer Turnover and Job Performance pada bagian theory and
hypothesis dinyatakan sebagai berikut:
Pengaruh Baseline Dari RHP
Perekrutan rujukan melibatkan lebih dari sekadar membawa rekan kerja ke
tempat kerja. Ini membawa rekan kerja "khusus" - individu yang dikenal oleh orang
dalam dan kemungkinan ikatan sosial yang kuat (Granovetter, 1973). Ini juga berarti
mempekerjakan mereka yang diyakini sangat cocok dengan tugas dan lingkungan
sosial perusahaan. Perujuk melihat kinerja rekrutmen rujukan mereka sebagai
cerminan diri mereka sendiri di mata pemberi kerja dan rekan kerja mereka, dan
keprihatinan reputasi ini, pada gilirannya, mengarahkan rujukan untuk sangat selektif
dalam memilih siapa yang akan dirujuk (Smith, 2005). Oleh karena itu, penelitian
kami didasarkan pada anggapan bahwa orang yang membuat tempat (Schneider,
1987). Artinya, rekan kerja mendefinisikan lingkungan sosial tempat kerja
sedemikian rupa sehingga mereka mempengaruhi hasil karyawan yang bermakna.
Hipotesis 1 : RHP akan berhubungan negatif dengan pergantian sukarela perujuk
Kami memperkirakan efek positif dari RHP pada kinerja pekerjaan, karena
RHP menghasilkan pengayaan sosial yang berkontribusi pada peningkatan sikap
karyawan dan kecenderungan sosialisasi yang memfasilitasi peningkatan kinerja.
Untuk mendukung hubungan ini, penelitian telah menunjukkan bahwa sikap
karyawan, seperti komitmen organisasi dan kepuasan kerja, memiliki konsekuensi
penting untuk perilaku individu, termasuk kinerja pekerjaan (misalnya, Harrison,
Newman, & Roth, 2006; Hakim, Thoresen, Bono , & Patton, 2001).
Hipotesis 2: RHP akan secara positif terkait dengan kinerja pengarah.
18. 15
Kondisi Batas Mempengaruhi Pentingnya RHP
Lingkungan kerja yang diperkaya secara sosial hampir secara universal
diterima sebagai aspek yang menguntungkan dari budaya organisasi (R. Morrison &
Nolan, 2007). Akan tetapi, perspektif pengayaan sosial, khususnya yang berkaitan
dengan perekrutan rujukan, tidak menyebutkan kondisi di mana pengayaan sosial
dari RHP mungkin lebih berarti, atau menonjol, untuk referensi. Kami memeriksa
paparan rujukan-rujukan (yaitu, kesamaan pekerjaan) dan penolakan rujukan (yaitu,
dampak dari rujukan yang meninggalkan [pasca-RHP] relatif terhadap dampak dari
rujukan yang bergabung dengan perusahaan [pra-RHP] ]) sebagai dua syarat batas
tersebut.
Hasil pemaparan, RHP, dan pengarah. Karakteristik struktural jaringan sosial
dapat menantang aksesibilitas seseorang atau paparan ikatan sosial (Lin, 2001).
Salah satu faktor tempat kerja yang dapat memengaruhi paparan adalah kesamaan
pekerjaan, yang didefinisikan di sini sebagai tingkat kesesuaian (dalam konten
pekerjaan dan kedekatan) antara pekerjaan pemberi referensi dan pemberi kerja
referensi. Mereka yang memiliki pekerjaan serupa (misalnya, bekerja di departemen
yang sama) atau mereka yang bekerja proksimal satu sama lain terpapar lingkungan
kerja bersama dengan tugas, praktik manajemen, dan kepemimpinan yang serupa.
Melalui paparan yang lebih besar, rujukan dan karyawan rujukan mengembangkan
pemahaman kolektif tentang situasi kerja mereka, yang meningkatkan sejauh mana
mereka memandang satu sama lain sebagai rujukan orang lain di tempat kerja.
Hipotesis 3a: Hubungan negatif antara RHP dan pergantian sukarela perujuk akan
lebih kuat ketika perujuk dan karyawan rujukan berada dalam pekerjaan yang serupa.
Hipotesis 3b: Hubungan positif antara RHP dan kinerja pengarah akan lebih kuat
ketika pengarah dan karyawan rujukan berada dalam pekerjaan yang serupa.
19. 16
Penghindaran kerugian, RHP, dan hasil referer. Penelitian telah memberikan
bukti tentang perujuk yang saling bergantung dan perilaku merekrut rujukan
(Castilla, 2005; Fernandez et al., 2000; Pieper, 2015), sehingga keberangkatan
perujuk memiliki implikasi pada kinerja dan kemungkinan berangkat untuk
menyewa rujukan. Selain itu, efek endowmen, atau kecenderungan orang yang
memiliki barang untuk menghargainya lebih dari orang yang tidak (Thaler, 1980),
telah dikaitkan dengan keengganan yang hilang. Dalam kerangka ini, kepemilikan
(atau bahkan kepemilikan psikologis; Reb & Connolly, 2007) dikatakan
meningkatkan nilai yang dirasakan dari barang, dan karenanya, ketika dihadapkan
pada potensi kehilangan yang baik (yaitu ikatan sosial dalam konteks kita), orang
lebih terpengaruh. Perujuk yang memiliki kehadiran rekrutmen rujukan dapat
memberi nilai pada orang tersebut di tempat kerja (yaitu, Hipotesis 1 dan 2).
Hipotesis 4: Kemungkinan pergantian sukarela perujuk akan lebih kuat pada periode
pasca-RHP dibandingkan pada periode pra-RHP.
Dalam hal perbandingan kinerja pekerjaan pasca-RHP dan kinerja kerja pra-
RHP, logika yang relevan menyarankan penjelasan yang bersaing. Di satu sisi,
perujuk, terutama yang memilih untuk tetap, kemungkinan akan menginvestasikan
lebih banyak usaha dan menunjukkan kinerja yang lebih besar untuk mengimbangi
hilangnya reputasi yang mungkin disebabkan oleh pengunduran diri dari rekrutmen
mereka. Reputasi adalah sumber daya sosial yang dihargai oleh masyarakat (Lin,
2001), dan jika rekrutmen berhenti, reputasi referer dapat terpengaruh secara negatif,
misalnya, oleh ketidakmampuannya untuk menyaring pemohon dengan benar.
Dalam artikel Journal of Management berjudul A Multilevel Analysis of the
Use of Individual Pay-for-Performance Systems pada bagian theory and hypothesis
dinyatakan sebagai berikut:
20. 17
I-PFP
Bayaran untuk kinerja terdiri dari gaji pantas dan / atau bonus (Nyberg,
Pieper, & Trevor, 2013), yang mungkin merupakan produk dari penilaian berbasis
individu atau kelompok dan mungkin melibatkan penghargaan tingkat individu atau
kelompok. Fokus kami adalah pada I-PFP. Sturman, Shao, dan Katz (2012)
mengamati bahwa meskipun pergantian karyawan umumnya lebih cenderung terjadi
di antara karyawan yang berkinerja rendah dan tinggi, I-PFP membantu perusahaan
mempertahankan talenta terbaik. Namun, mereka menemukan bahwa budaya
memoderasi hubungan kurva-linear antara kinerja dan turnover karyawan.
Keberadaan garis keras perusahaan itu sendiri tidak selalu merupakan penjelasan
yang cukup dari pembayaran jasa atau, yang lebih luas, dari I-PFP di Amerika
Serikat. Jenis kedua penjelasan berkaitan dengan temuan kunci dari penelitian
turnover pekerjaan yang kinerja pekerjaan dan probabilitas turnover sukarela
mengikuti bentuk U, dengan turnover lebih mungkin di antara yang rendah dan tinggi
daripada di antara pemain rata-rata (Trevor, Gerhart, & Boudreau, 1997) .
Tingkat Peraturan Perburuhan
Ahli teori neoinstitutional “pada umumnya skeptis terhadap akun atomistik
dari proses sosial, seperti yang disediakan oleh ekonom neoklasik atau ilmuwan
politik pilihan rasional. [Sebaliknya mereka] cenderung memandang sumber aksi
organisasi sebagai eksogen bagi organisasi itu sendiri ”(Heugens & Lander, 2009:
61). Akun Neoinstitutional pengambilan keputusan manajemen mengambil sebagai
titik awal mereka "homogenitas praktik dan pengaturan yang mencolok" dalam
"bidang" tertentu (DiMaggio & Powell, 1991: 9) dan berpendapat bahwa lembaga
adalah "kendala pada agensi manusia" (DiMaggio & Powell, 1991: 28) yang
membentuk praktik perusahaan. Dengan demikian, teori neoinstitutional telah sering
digunakan untuk menjelaskan kesamaan praktik antara perusahaan yang berlokasi di
pengaturan tertentu. Meskipun tidak ada hukum ketenagakerjaan maupun hukum
hubungan kolektif yang telah diterapkan secara langsung dalam penelitian
sebelumnya tentang adopsi I-PFP, Deakin, Lele, dan Siems (2007) menemukan
21. 18
bahwa I-PFP lebih mungkin ditemui di mana peraturan tenaga kerja relatif lemah,
seperti Amerika Serikat. Jadi, kami berhipotesis sebagai berikut: Meskipun tidak ada
hukum ketenagakerjaan maupun hukum hubungan kolektif yang telah diterapkan
secara langsung dalam penelitian sebelumnya tentang adopsi I-PFP, Deakin, Lele,
dan Siems (2007) menemukan bahwa I-PFP lebih mungkin ditemui di mana
peraturan tenaga kerja relatif lemah, seperti Amerika Serikat.
Hipotesis 1 :: Semakin lemah regulasi tenaga kerja suatu negara, semakin besar
adopsi I-PFP di negara tersebut.
Salah satu pandangan peraturan tenaga kerja adalah bahwa hal itu mahal.
Demikian Botero et al. (2004: 1339) berpendapat bahwa peraturan ketenagakerjaan
“mengatur” praktik manajemen. Namun, Oliver (1991) menyarankan agar para
manajer dapat menjalankan agensi strategis dan mem-bypass atau menentang
regulasi tekanan. Jika peraturan ketenagakerjaan lebih memengaruhi daripada
menentukan adopsi I-PFP, oleh karena itu kita mungkin mengharapkan keragaman
yang signifikan dalam adopsi bahkan di negara-negara di mana lingkungan regulasi
lokal tidak kondusif untuk praktik-praktik tersebut. Dengan demikian, jika lembaga
strategis dapat mengatasi kendala kelembagaan lokal, kita harus berharap untuk
melihat contoh adopsi I-PFP yang tinggi dan rendah di semua negara.
Hipotesis 2 : Terlepas dari tingkat regulasi tenaga kerja, akan ada contoh di setiap
negara baik perusahaan yang mengadopsi I-PFP tingkat tinggi dan perusahaan dengan
adopsi I-PFP yang rendah.
Budaya
Kita telah mendokumentasikan bahwa penggunaan I-PFP tumbuh secara
substansial di Amerika Serikat pada awal 1980-an (Tichy et al., 1984). Salah satu
faktor yang mungkin menghambat adopsi oleh perusahaan di negara lain adalah
lingkungan kelembagaan dalam hal perbedaan dalam peraturan tenaga kerja. Faktor
22. 19
potensial lainnya adalah budaya, merujuk pada tubuh kepercayaan dan nilai yang
dimiliki bersama oleh anggota kelompok tertentu yang membedakan mereka dari
kelompok lain. Budaya dipandang sebagai prediktor penting variasi dalam perilaku
manajerial antara konteks nasional (Tsui, Nifadkar, & Ou, 2007: 430). Perusahaan
yang beroperasi dalam budaya yang sama akan mengembangkan gagasan yang sama
tentang sistem kompensasi mana yang memotivasi; sebaliknya, perusahaan yang
beroperasi dalam budaya yang berbeda akan mengembangkan gagasan yang sangat
berbeda. Seperti yang kami katakan di atas, sementara hubungan pergantian kinerja
berbentuk U telah didokumentasikan untuk Amerika Serikat, universalitasnya telah
dipertanyakan oleh Gerhart et al. (2009), yang melihatnya lebih mungkin bertahan di
masyarakat di mana persaingan antar individu diterima.
Hipotesis 3a: Semakin besar tingkat individualisme, semakin besar adopsi I-PFP.
Masyarakat yang dicirikan oleh toleransi yang rendah terhadap situasi yang
tidak pasti dan ketidakstabilan karier juga secara signifikan kurang cenderung untuk
memperkenalkan sistem kompensasi kontinjensi. Sebagai gantinya akan ada
preferensi dalam masyarakat dengan derajat Dimensi Penghindaran Ketidakpastian
yang tinggi (Hofstede, 1980a) untuk sistem kompensasi dengan penghasilan yang
lebih dapat diprediksi.
Hipotesis 3b: Semakin rendah tingkat penghindaran ketidakpastian, semakin besar
adopsi I-PFP.
Dari Hofstede (1980a) dimensi budaya lainnya, dimensi Masculinity /
Femininity, kadang-kadang disebut sebagai "orientasi kinerja" (Hofstede et al., 2010),
jelas relevan untuk analisis dampak budaya pada I-PFP. “Maskulinitas menunjukkan
preferensi dalam masyarakat untuk pencapaian, kepahlawanan, ketegasan, dan
imbalan material untuk sukses. Masyarakat luas lebih kompetitif. Kebalikannya,
feminitas, mewakili preferensi untuk kerja sama, kerendahan hati, merawat yang
lemah dan kualitas hidup ”(Hofstede Center, 2014).
23. 20
Hipotesis 3c: Semakin besar tingkat maskulinitas, semakin besar adopsi I-PFP.
Umum untuk hipotesis kelembagaan dan budaya kita adalah asumsi bahwa
adopsi I-PFP oleh perusahaan adalah respons terhadap konteks nasional mereka.
Namun, kedua teori ini memahami mekanisme pengambilan keputusan yang
mendasarinya sangat berbeda. Penjelasan institusional mengasumsikan bahwa I-PFP
adalah praktik motivasi yang sama efektifnya di seluruh perusahaan tetapi
implementasinya tunduk pada pembatasan institusional. Penjelasan budaya
didasarkan pada asumsi yang berbeda. Ini memandang adopsi I-PFP sebagai reaksi
terhadap probabilitas pergantian pemain berkinerja tinggi. Dalam kolektivisme,
penghindaran ketidakpastian tinggi, dan budaya feminin, probabilitas ini lebih
rendah, dan karena itu perusahaan cenderung mengadopsi I-PFP. Selain itu,
perspektif budaya akan berpendapat bahwa dalam budaya-budaya di mana I-PFP
melanggar norma-norma kolektif, itu akan dihindari. Meskipun tetap bermasalah
untuk menentukan hubungan sebab akibat atau koevolusi sebagai pandangan yang
lebih tepat dari hubungan antara budaya dan institusi (Alesina & Giuliano, 2013),
Sakamoto, Woo, Takei, dan Murase (2012) berpendapat dalam sebuah studi tentang
meningkatnya ketidaksetaraan dalam pembayaran Amerika Serikat dibandingkan
dengan Jepang yang sementara budaya secara langsung mempengaruhi sejauh mana
pendekatan individualistik untuk membayar diadopsi, itu juga memberikan efek
tidak langsung melalui preferensi untuk lembaga pasar tenaga kerja, seperti bentuk
tertentu dari undang-undang perlindungan ketenagakerjaan.
Hipotesis 3d: Efek budaya pada I-PFP dimediasi oleh tingkat regulasi tenaga kerja.
Pentingnya Strategis HRM
Kita berpendapat bahwa adopsi oleh perusahaan-perusahaan I-PFP tergantung
pada sejauh mana manajemen puncak menyetujui kepentingan strategis untuk HRM.
Seperti yang dikemukakan Sheehan (2005), integrasi strategi dan HRM akan paling
mudah dicapai ketika manajer SDM diintegrasikan ke dalam proses strategi. Ini
24. 21
sangat penting untuk penerapan I-PFP, yang melibatkan penyelarasan kompensasi
karyawan secara konsisten dengan realisasi strategi perusahaan. Satu indikasi yang
kuat bahwa manajer puncak percaya bahwa HRM penting secara strategis adalah
bahwa departemen SDM terlibat dalam pengembangan strategi.
Hipotesis 4: Perusahaan yang sesuai dengan kepentingan strategis HRM lebih
cenderung mengadopsi I-PFP.
Kepemilikan
Kostova dan Roth (2002: 215) berpendapat bahwa "prinsip utama dari
perspektif kelembagaan adalah bahwa organisasi yang berbagi lingkungan yang
sama akan menggunakan praktik serupa dan dengan demikian menjadi 'isomorfik'
satu sama lain." Dalam hal perspektif kelembagaan, ada, di masing-masing negara,
tekanan lokal yang berbeda yang direspon perusahaan untuk mencapai legitimasi
(DiMaggio & Powell, 1983) dan yang menghasilkan penerapan praktik serupa,
mengarah pada praktik khusus negara. Perspektif budaya juga merupakan salah satu
perbedaan negara yang berbeda dalam praktik manajerial (Hofstede, 1980b).
Namun, Kostova dan Roth (2002) lebih lanjut berpendapat bahwa
perusahaan multinasional akan berusaha untuk meningkatkan praktik mereka yang
dikondisikan secara nasional di seluruh dunia karena perusahaan multinasional akan
memandang mereka sebagai inti kemampuan organisasi mereka dan karena itu
sebagai sumber penting dari keunggulan kompetitif. . Efek yang terakhir mungkin
terjadi karena konvergensi dengan standar global yang sama atau dorongan yang
lebih besar bagi manajer untuk mempertanyakan praktik lokal. Jadi dalam pengujian
untuk efek negara asal,
Hipotesis 5: Variasi di negara asal perusahaan akan dikaitkan dengan varians yang
signifikan dalam penerapan I-PFP mereka di atas dan di atas varians yang terkait
dengan kepemilikan domestik versus asing.
25. 22
Pengaruh Serikat Buruh
Di sebagian besar negara Eropa dan beberapa negara non-Eropa, perwakilan
karyawan memiliki peran yang ditetapkan secara hukum. Mandat tata kelola ini
dilembagakan melalui hukum. Sementara perusahaan mungkin berusaha untuk
menghindari persyaratan hukum ini (Bormann, 2007), I-PFP mungkin sulit atau tidak
mungkin untuk diterapkan di mana serikat pekerja memiliki kehadiran aktif.
Biasanya, kebijakan upah serikat pekerja di dalam dan di seluruh perusahaan
memiliki fokus egaliter, yang mengarah ke resistensi yang signifikan terhadap
pendekatan pembayaran yang terkait dengan kinerja individual, menekan struktur
upah (Metcalf, Hansen, & Charlwood, 2001).
Hipotesis 6a: Pengaruh serikat pekerja akan berbanding terbalik dengan penerapan I-
PFP.
Namun, pengaruh serikat pekerja tidak terbatas pada tingkat perusahaan individu.
Sebagai badan kolektif yang beroperasi di tingkat nasional, serikat pekerja cenderung
menolak kecenderungan apa pun oleh perusahaan secara umum untuk
memperkenalkan individualisasi remunerasi yang merupakan inti dari I-PFP. Mereka
akan berusaha untuk mempengaruhi perusahaan melalui dua saluran utama. Yang
pertama melibatkan memastikan bahwa hukum dan peraturan yang membatasi atau
menantang I-PFP sebagai praktik manajemen terlihat jelas. Yang kedua melibatkan
pemantauan aktif untuk penyimpangan dari undang-undang dan peraturan dan, jika
perlu, menggunakan kekuatan koersif untuk memaksa perusahaan agar sesuai dengan
peraturan tenaga kerja negara (Osterman, 2011).
Hipotesis 6b: Pengaruh serikat pekerja akan memediasi hubungan terbalik antara
kekuatan regulasi tenaga kerja suatu negara dan adopsi I-PFP oleh perusahaan.
Sebagai perbandingan dari jurnal 1 sampai dengan 4, theory and hypothesis
dari jurnal 1 (Toot Your Own Horn? Leader Narcissism and the Effectiveness of
Employee Self-Promotion) sudah terlihar cukup jelas alur yang dibicarakan, mulai
26. 23
dari menjelaskan peran pemimpin hingga merambat ke bawah, yaitu karyawannya.
Oleh karena itu, mungkin dapat dimengerti dengan baik oleh pembaca. Kemudian,
untuk theory and hypothesis dari jurnal 2 (A Systematic Revies of Human Resource
Management Systems and Their Measurement), menurut kami kurang dapat
memberikan pengertian yang baik kepada pembaca dikarenakan banyak sekali teori
dan pendapat sehingga belum dapat disimpulkan mana yang terbaik.
Pada theory and hypothesis untuk jurnal 3 (Referral Hire Presence
Implications for Referreer Turnover and Job Performance), menurut kami untuk isi
jurnalnya menggunakan kata yang berat dan terlalu baku pada mulai hal yang
menjelaskan bagaimana mulai dari hal yang negatif pada hal apa yang dapat
mempengaruhi RHP hingga hal yang dapat mempermudah kinerja pasca RHP. Lalu,
pada theory and hypothesis untuk jurnal 4 (A Multilevel Analysis of the Use of
Individual Pay-for-Performance Systems), menurut kami, paling banyak memiliki
penjelasan dan hipotesis yang dapat menjelaskan kepada pembaca mengenai I PFP.
Mulai dari hal yang dapat mempengaruhi hal tersebut, maupun hal yang dapat
memberikan hal perubahan pada sistem tersebut.
2.4. Analisis Method
Dalam artikel Journal of Management berjudul Toot Your Own Horn? Leader
Narcissim and the Effectiveness of Employee Self-Promotion dilakukan studi untuk
metodenya.
Studi 1 Eksperimen Skenario
Studi 1 terdiri dari dua percobaan skenario terpisah yang dirancang untuk
dapat menguji model penelitian kami yang diusulkan (mengikuti desain yang
disarankan oleh Stone-Romero & Rosopa, 2008). Pada yang pertama, kami menguji
apakah variabel independen terkait dengan mediator dan apakah moderasi yang
diusulkan terjadi. Untuk tujuan ini, narsisme peserta diukur. Setelah tugas pengisi,
27. 24
peserta ditempatkan dalam peran seorang pemimpin, dan kami mengukur reaksi
mereka terhadap kuat atau lemahnya promosi diri seorang karyawan dalam sebuah
skenario.
Kami menguji efek narsisme partisipan pada persepsi mereka tentang LMX
karyawan yang mempromosikan diri tinggi atau rendah dan pentingnya dalam
kelompok. Dalam percobaan kedua, di antara kelompok peserta yang berbeda, kami
menguji apakah mediator yang diusulkan terkait dengan variabel dependen kinerja
menggunakan desain 2x2. Peserta ditempatkan dalam peran seorang pemimpin dan
membaca skenario tentang seorang karyawan yang evaluasi kinerjanya tertunda di
mana kami memanipulasi LMX (tinggi / rendah) dan kepentingan (tinggi / rendah)
dan diuji apakah ini terkait dengan evaluasi kinerja.
Metode Percobaan 1
a. Sampel. Peserta dalam studi skenario online adalah 116 orang dewasa
Amerika-AS yang direkrut melalui MTurk dan membayar kompensasi $ 1
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Hanya mereka yang
menyelesaikan semua tindakan yang dimasukkan dalam analisis. Sepuluh
peserta dikeluarkan sebagai akibat dari kegagalan manipulasi dan / atau
membaca cek (lihat di bawah), dan 4 lainnya dikeluarkan karena nilai yang
hilang, menghasilkan ukuran sampel akhir 102. Kami juga memeriksa
apakah ada alamat IP duplikat, yang tidak ada. Mayoritas responden
adalah laki-laki (56%). Usia rata-rata adalah 34,97 tahun (SD = 9,83), dan
responden memiliki pengalaman kerja rata-rata 14,86 tahun (SD = 9,57).
Secara total, 13% memegang gelar master, 55% memegang gelar sarjana,
dan 32% lainnya belum menyelesaikan program pendidikan tinggi.
b. Prosedur dan tindakan. Responden pertama harus menjawab versi 16-
item dari Narcissistic Personality Inventory (NPI) untuk mengukur tingkat
narsisme mereka (Ames, Rose, & Anderson, 2006). Pilihan narsisme dari
masing-masing item dikotomi asli dinilai pada skala Likert 7 poin mulai
dari 1 (sangat tidak setuju) hingga 7 (sangat setuju) untuk menunjukkan
28. 25
sejauh mana responden setuju dengan pernyataan NPI (misalnya, "Saya
tahu bahwa saya Saya baik karena semua orang terus mengatakan
demikian kepada saya ”), seperti yang dilakukan dalam beberapa
penelitian sebelumnya (misalnya, Lee, Gregg, & Park, 2013). Alfa
Cronbach adalah 0,94.
c. Pemeriksaan membaca dan manipulasi. Kami menyertakan dua cek
bacaan dalam survei. Lebih khusus lagi, kami meminta responden setelah
sekitar sepertiga dan setelah sekitar dua pertiga dari pertanyaan untuk
memilih opsi respons tertentu. Hanya responden yang menjawab dengan
benar kedua pemeriksaan bacaan yang dimasukkan dalam analisis lebih
lanjut. Kami juga bertanya kepada peserta setelah skenario apakah
karyawan yang dijelaskan dalam skenario terlibat dalam kegiatan promosi
diri. Sekali lagi, hanya responden yang menjawab pertanyaan ini dengan
benar yang dimasukkan dalam analisis lebih lanjut. Sebagai
konsekuensinya, 10 peserta dikeluarkan dari analisis lebih lanjut karena
gagal baik membaca membaca (8 peserta) atau cek manipulasi (2
peserta).
Metode Percobaan 2
a. Sampel. Peserta dalam studi skenario online kedua kami direkrut melalui
MTurk dan menerima kompensasi $ 1 untuk berpartisipasi. Hanya mereka
yang menyelesaikan semua tindakan yang dimasukkan dalam analisis. Dua
puluh dua peserta dikeluarkan sebagai akibat dari kegagalan pemeriksaan
(lihat di bawah), menghasilkan ukuran sampel akhir 140. Tidak ada alamat
IP rangkap. Mayoritas responden adalah laki-laki (59%). Usia rata-rata
responden adalah 34,76 tahun (SD = 11,53), dan responden memiliki rata-
rata pengalaman kerja 13,49 tahun (SD = 11,38). Secara total, 13%
memegang gelar master, 59% memegang gelar sarjana, dan 28% lainnya
29. 26
tidak memegang gelar pendidikan tinggi.
b. Prosedur dan tindakan. Mirip dengan eksperimen pertama kami, kami
meminta peserta untuk membayangkan bahwa mereka adalah seorang
pemimpin dan membaca skenario tentang seorang bawahan (Arnold) yang
akan segera dinilai oleh mereka dalam tinjauan kinerja tahunan. Dia
digambarkan sebagai seseorang yang memiliki hubungan baik atau buruk
dengan pengawas ("Anda (dis) sangat menyukai Arnold sebagai seseorang
dan memiliki hubungan baik / buruk dengannya") dan yang penting dan
berpengaruh dalam tim (misalnya, menjadi orang penting) atau dengan
kepentingan dan pengaruh yang rendah (misalnya, memiliki dampak kecil
pada perilaku orang lain dalam tim), menghasilkan manipulasi eksperimental
2 × 2. Keempat skenario disajikan dalam Lampiran B. Variabel dependen di
sini adalah kinerja yang dirasakan, dan setelah membaca satu skenario,
peserta diminta untuk melaporkan bagaimana mereka akan menilai kinerja
bawahan pada evaluasi kinerja berikutnya menggunakan tiga item dari
Pearce dan Porter (1986). Item sampel adalah "Arnold berkinerja tinggi" dan
"Arnold berkinerja lebih baik daripada anggota tim rata-rata." Alfa Cronbach
adalah 0,97.
c. Pemeriksaan membaca dan manipulasi. Sebagai bacaan cek, kami meminta
responden setelah peringkat kinerja mereka untuk memilih opsi respons
tertentu. Tidak ada peserta yang gagal dalam pemeriksaan ini. Sebagai
pemeriksaan manipulasi, kami bertanya kepada peserta setelah skenario
apakah karyawan yang dijelaskan dalam skenario itu penting dan
berpengaruh dalam tim dan apakah karyawan itu memiliki hubungan yang
baik atau buruk dengan mereka. Secara total, 22 peserta dikeluarkan dari
analisis lebih lanjut karena gagal dalam pemeriksaan manipulasi.
30. 27
Dalam artikel Journal of Management yang berjudul A Systematic Review of
Human Resource Management Systems and Their Measurement digunakan metode
dalam penelitiannya, yaitu:
a. Pencarian Sastra. Kita melakukan pencarian literatur akademis peer-review
pada sistem SDM yang diterbitkan sebelum September 2017. Kami mencari
database Scopus dan OVID PsycINFO, dan diperiksa silang dengan database
EBSCO Business Source Premier. Kami mencari artikel peer-review yang
mengandung kata kunci berikut dalam judul atau abstrak: "sistem
manajemen sumber daya manusia" (atau sistem sumber daya manusia / SDM
/ HRM), "bundel SDM (M)," "konfigurasi SDM (M)," “Seperangkat praktik
SDM (M),” “praktik sumber daya manusia (manajemen),” “sistem kerja
kinerja tinggi / keterlibatan / komitmen” (atau kinerja tinggi / keterlibatan /
komitmen SDM / HRM / praktik kerja). Selain itu, kami mengirim pesan ke
server daftar divisi SDM yang meminta artikel pers. Penghapusan duplikat
kami menghasilkan 5.303 artikel. Untuk mendapatkan gambar yang
representatif dari bidang tersebut, yang cukup komprehensif dan dapat
dikelola serta berkualitas memadai, kami fokus pada jurnal dengan faktor
dampak di atas 1. Dengan demikian, kami menghapus semua artikel yang
diterbitkan dalam jurnal tanpa faktor dampak (964 artikel) atau dengan
faktor dampak di bawah satu (451 artikel) , menghasilkan 3.888 artikel.
Untuk dimasukkan, studi empiris harus memenuhi kriteria berikut.
Pertama, ia harus fokus pada beberapa praktik SDM.
Studi tentang praktik tunggal dikeluarkan.
Selanjutnya, ia harus menggunakan metodologi kuantitatif dan
mengukur sistem SDM dengan skala pengukuran.
Ketiga, ia harus menggabungkan praktik SDM dalam beberapa cara
dalam suatu sistem dalam analisis.
31. 28
b. Prosedur Pengodean
Konseptualisasi. Beberapa makalah melaporkan beberapa studi atau
menggunakan beberapa sistem SDM; dengan demikian, 495 artikel
termasuk 516 sistem SDM. Kami mengkodekan 516 sistem ini
menggunakan kriteria berikut.
Label sistem SDM. Kami mengkodekan label yang digunakan untuk
sistem SDM, biasanya diambil dari hipotesis, model, dan tabel. Kategori
tidak ditentukan (untuk label umum, misalnya, sistem SDM, praktik
SDM, konfigurasi SDM), kinerja tinggi, komitmen tinggi, keterlibatan
tinggi, (secara strategis) ditargetkan (untuk label yang secara jelas
menentukan target sistem SDM), dan lainnya.
Praktik SDM atau domain praktik diukur. Atas dasar Lepak et al. (2006)
dan Combs et al. (2006), kami membuat kode praktik SDM berikut:
analisis pekerjaan / desain pekerjaan, rekrutmen, seleksi, pelatihan dan
pengembangan, kompensasi insentif, kompensasi lain, tim (dikelola
sendiri), partisipasi / otonomi, kinerja (berorientasi pada hasil) kinerja
penilaian / manajemen, keamanan kerja, suara / keluhan karyawan,
promosi dari dalam / pengembangan karier / pasar tenaga kerja internal,
berbagi informasi / komunikasi, perencanaan SDM, praktik kerja yang
fleksibel / ramah keluarga, dan praktik lainnya. Kami juga memberi
kode berapa banyak praktik yang dimasukkan.
Subbundle. Kami mengkodekan apakah penelitian membedakan antara
subsistem atau subbunle. Kategori adalah bundel kemampuan, bundel
motivasi, dan bundel peluang (yaitu, model AMO), serta yang lainnya
dan tidak ada. Kami mengkodekan hanya subbundel yang dimasukkan
dalam analisis sebagai bundel terpisah. Ketika subbundle hanya
disebutkan dalam teori atau dalam membahas sistem HR keseluruhan,
tetapi tidak dimasukkan sebagai variabel dalam analisis, subbundle tidak
diberi kode.
32. 29
Jenis Hubungan Antara Praktek dan Bundel. Kita memberi kode
bagaimana praktik-praktik SDM individu digabungkan dalam sistem.
Semua studi yang menggabungkan praktik dengan rata-rata atau
menjumlahkan skor praktik individu atau agregasi subskala yang
digunakan diberi kode sebagai indeks aditif, dan kategori kedua
termasuk studi yang menganalisis sistem SDM sebagai faktor laten.
Semua pendekatan lain pertama kali terdaftar di bawah kategori lain,
dan selanjutnya kelompok ini diberi kode lebih lanjut tentang
bagaimana mereka menggabungkan praktik (lihat lampiran). Kami
menyertakan kategori tidak jelas saat tidak ada informasi yang
diberikan. Kami juga mengkodekan apakah dan bagaimana subbundel
digabungkan dalam analisis (termasuk sebagai bundel terpisah atau
pendekatan lain).
Desain Studi. Kami mengkodekan semua 495 artikel dalam hal desain
studi mereka menggunakan kriteria berikut.
1. Tingkat. Kami mengkodekan tingkat teori dan tingkat analisis
sistem SDM. Tingkat teori dikodekan sebagai organisasi ketika
teori mengasumsikan perbedaan antara organisasi atau ketika
karyawan dianggap sebagai satu kelompok homogen, sebagai
kelompok / unit ketika mengasumsikan perbedaan antara unit
tetapi unit menjadi homogen, dan sebagai individu ketika
perbedaan antara individu diasumsikan. Kategori untuk tingkat
analisis sistem SDM adalah organisasi, kelompok / unit, dan
individu. Kami juga mengkode apakah penelitian ini menguji
model multilevel.
2. Sumber data. Kami memberi kode yang mengisi ukuran sistem
SDM: profesional SDM, manajer tingkat tinggi / menengah (mis.
CEO, manajer unit / departemen), manajer lini (atau tim),
karyawan, orang lain, atau tidak jelas. Selain itu, kami
mengkodekan penggunaan satu atau beberapa sumber.
33. 30
3. Skala jawaban. Kategori adalah kehadiran (ya / tidak), cakupan
(persentase karyawan yang dicakup oleh praktik), skala tipe likert,
lainnya (untuk skala jawaban lainnya), dan tidak jelas. Kami juga
memberi kode apakah satu atau beberapa jenis skala jawaban
digunakan dalam satu ukuran.
4. Hasil. Kami mengkodekan jenis hasil yang diteliti dalam setiap
studi: sikap, perilaku, kinerja (termasuk berbagai jenis kinerja
individu / organisasi, misalnya, produktivitas atau kinerja tugas),
lainnya, atau tidak ada (studi dengan sistem SDM sebagai hasil).
5. Satu atau beberapa poin waktu. Kami mengkode apakah
penelitian cross-sectional, menggunakan pengukuran terpisah
dalam waktu, atau bersifat longitudinal.
6. Pengukuran. Kami mengkodekan apakah ukuran untuk sistem
SDM sudah ada, diadaptasi dari tindakan yang ada, atau baru
dikembangkan. Untuk yang diadaptasi, kami mencantumkan
referensi ke ukuran asli hingga tiga, dan ketika empat atau lebih
digunakan, kami mengkodekannya sebagai beberapa. Dari 516
sistem, 219 memiliki (kebanyakan) langkah-langkah baru, 193
yang diadaptasi, dan 100 langkah yang ada. Untuk 4 sistem, tidak
jelas. Bagian dari ulasan kami berfokus pada level item. Untuk
ini, kami membutuhkan langkah-langkah penuh. Untuk 209
penelitian, ukuran itu tersedia secara lengkap di artikel; dari
jumlah tersebut, 29 ada, 77 (kebanyakan) baru, dan 103 diadaptasi
dari yang sudah ada. Dari jumlah tersebut, 34 diadaptasi dari
empat langkah atau lebih. Kami mengkodekan 77 yang baru
dikembangkan dan 34 berdasarkan empat atau lebih yang ada
(total 111) sebagai berikut.
7. Kebijakan, praktik, atau teknik. Item dikodekan sebagai kebijakan
jika mengacu pada tujuan organisasi atau tujuan untuk mengelola
SDM. Kami mengkodekan item yang merujuk pada praktik
34. 31
umum, seperti seleksi, sebagai praktik dan sebagai teknik jika
mengacu pada teknik praktik tertentu yang digunakan dalam
praktik, seperti wawancara seleksi atau pusat penilaian.
8. Fokus umum vs. kriteria. Kami mengkodekan apakah item
bersifat umum (mis., Merujuk pada seleksi ketat) atau fokus pada
kriteria tertentu (misalnya, seleksi berdasarkan kreativitas).
9. Siapa yang menawarkan praktik SDM. Agen yang berbeda dapat
menawarkan praktik SDM, dan kami mengkodekan apakah item
merujuk pada praktik SDM yang berasal dari organisasi, unit,
atau manajer. Kami menggunakan yang tidak ditentukan ketika
tidak jelas siapa yang menawarkan SDM.
10. Referensi item. Kami menyertakan kategori berikut saat
mengkodekan referensi item: grup (beberapa individu, seperti
karyawan, sebagai referensi), pekerjaan (pekerjaan tertentu atau
kategori pekerjaan sebagai referensi), individu (satu individu
sebagai referensi), atau tidak ditentukan / tidak jelas.
11. Fokus item. Kami memberi kode apakah item bersifat deskriptif
atau evaluatif. Ketika item merujuk pada praktik dengan cara
yang objektif (misalnya, berapa jam pelatihan), kami
mengkodekannya sebagai deskriptif, dan ketika item berisi
penilaian nilai atau merujuk pada perasaan, kami
mengkodekannya sebagai evaluatif (mis. , komunikasi efektif).
Kami juga menggunakan kategori deskriptif dengan skala Likert
untuk item deskriptif dengan skala Likert, yang mencakup lebih
banyak evaluasi daripada persentase atau cakupan. Kami
menggunakan kategori deskriptif dan evaluatif untuk sebagian
besar item deskriptif yang mengandung elemen evaluatif,
menggunakan kata-kata seperti "cukup" atau "serius" (misalnya,
sangat penting ditempatkan pada kepegawaian).
35. 32
Dalam artikel Journal of Management yang berjudul Referral Hire Presence
Implications for Referrer Turnover and Job Performance menggunakan metode
penelitian, yaitu:
a. Pengaturan Penelitian.
Pengaturan Penelitian Data studi lapangan kami berasal dari kumpulan data
besar yang juga dijelaskan dalam Pieper (2015) (lihat Lampiran A dalam
suplemen online untuk tabel transparansi data). Data longitudinal dikumpulkan
dari call center A.S. yang menawarkan inbound (yang diprakarsai pelanggan),
dengan beberapa outbound (yang diprakarsai karyawan), layanan di berbagai
saluran (telepon, obrolan online, dan email). Pusat panggilan menyediakan
layanan dan solusi berkualitas tinggi yang disesuaikan untuk klien di berbagai
industri (mis., Telekomunikasi, perjalanan, penerbitan, dan perawatan
kesehatan). Perusahaan mengumpulkan data kinerja mingguan untuk karyawan
entry-level dalam peran intinya perwakilan layanan pelanggan (CSR) dari 1
Januari 2008, hingga 31 Desember 2009 — jendela observasi 2 tahun dalam
penelitian kami.
b. Sampel
Sampel termasuk karyawan yang dipekerjakan pada tahun 2007 hingga
2009 dan yang pekerjaannya tumpang tindih dengan jendela observasi 2 tahun
penelitian ini (N = 2.152). Perusahaan menyediakan catatan rujukan dan
rekrutmen rujukan mereka untuk tahun 2007 hingga 2009, yang
memungkinkan kami untuk mencocokkan pasangan dan mengembangkan
kumpulan data yang berorientasi pada RHP. Kami membatasi analisis kami
untuk karyawan yang dipekerjakan pada tahun 2007 atau lebih baru, sehingga
kami dapat melacak riwayat lengkap karyawan yang direkrut. Ini
memungkinkan kami untuk sepenuhnya bertanggung jawab atas semua
karyawan rujukan yang hadir untuk seorang rujukan selama jendela
pengamatan kami, karena informasi yang relevan (yaitu, tanggal kerja dari
karyawan rujukan) untuk karyawan yang memiliki masa kerja lebih lama tidak
36. 33
tersedia. Misalnya, jika karyawan yang memiliki masa kerja lebih lama
merujuk karyawan baru sebelum 2007 yang masih dipekerjakan selama jendela
pengamatan kami, kami tidak akan dapat menghitung untuk RHP untuk
karyawan ini, karena data kami tidak kembali sejauh itu.
c. Dependen Varibel
Pergantian sukarela. Catatan perusahaan termasuk pergantian sukarela,
yang menangkap penilaian penyelia tentang apakah karyawan itu berhenti atau
tidak secara sukarela. Kami menetapkan nilai 1 pada minggu ketika seorang
karyawan pergi secara sukarela dan 0 pada minggu-minggu karyawan tersebut
hadir dengan organisasi. Tingkat turnover sukarela adalah 51% dalam sampel
lengkap — tingkat yang konsisten dengan industri pusat panggilan (Batt,
Doellgast, Kwon, & Agrawal, 2005). Seperti kebiasaan dalam analisis
kelangsungan hidup (misalnya, Morita, Lee, & Mowday, 1993; Nyberg, 2010;
Trevor, 2001), karyawan diberhentikan oleh organisasi (9% dalam sampel
lengkap) atau yang belum berhenti pada akhir periode pengamatan
diperlakukan sebagai sensor yang benar.
d. Independen Variabel
RHP. Kami mengkodekan RHP sebagai 1 dalam minggu di mana
persewaan rujukan hadir selama masa kerja rujukan dan 0 jika tidak
ada persewaan rujukan. Misalnya, jika pengarah dipekerjakan pada
tanggal 1 Januari dan kandidat yang dirujuk karyawan ini dipekerjakan
pada tanggal 1 Maret dan tidak berhenti selama jendela studi kami,
RHP diberi kode 0 hingga minggu 1 Maret dan 1 sesudahnya.
Refererer - kesamaan pekerjaan sewa referral. Kesamaan pekerjaan
referensi-rujukan didasarkan pada apakah angka dua bekerja untuk
program klien yang sama pada awal pekerjaan rujukan. Kesamaan
pekerjaan terjadi dengan 24% dari pengarah. Karena konten pekerjaan
bervariasi menurut program klien dan tenaga kerja secara fisik sesuai,
interaksi kemungkinan besar terjadi di antara CSR dalam program
37. 34
klien yang sama. Dengan demikian, seorang pemberi referensi yang
melayani program penagihan perusahaan perjalanan akan lebih kecil
kemungkinannya untuk meminta saran dari pengacaranya yang bekerja
pada program tunjangan perusahaan asuransi. Perbedaan yang lebih
baik adalah pasangan pada tim yang sama, tetapi hanya ada dua contoh
dalam data kami. Karena kesamaan pekerjaan tergantung pada RHP
(mis., Itu tidak dapat diidentifikasi tanpa kehadiran rujukan), kami
membagi kondisi RHP menjadi RHP yang serupa dengan pekerjaan
dan variabel dummy RHP yang mirip dengan pekerjaan.
Kehilangan kerugian (pra-RHP vs pasca-RHP). Kami memisahkan
kondisi no-RHP ke dalam waktu sebelum menyewa referensi
bergabung dengan perusahaan (pra-RHP) dan waktu setelah semua
karyawan rujukan telah berakhir (pasca-RHP). Kami memberi kode
pra-RHP sebagai 1 untuk minggu-minggu sebelum kehadiran setiap
rekrutmen rujukan (yang dalam penelitian kami adalah waktu sebelum
rujukan pertama disewa) dan 0 sebaliknya. Kami memberi kode post-
RHP sebagai 1 untuk minggu-minggu setelah berakhirnya pekerjaan
untuk karyawan rujukan perujuk (yaitu, semua karyawan rujukan telah
meninggalkan perusahaan dan tidak lagi hadir selama mantra kerja
perujuk); variabel ini dikodekan sebagai 0 sebaliknya.
Kovariat. Analisis dikendalikan untuk beberapa variabel yang
diketahui berkorelasi dengan pergantian dan kinerja sukarela. Kami
mengontrol tim karyawan, jenis kelamin, tingkat upah, jam per
minggu, dan sumber melalui mana mereka direkrut. Variabel Dummy
yang menunjukkan tim karyawan dimasukkan untuk mengontrol
variasi dalam praktik manajerial di seluruh pengawas dan perbedaan
klien. Kami menggunakan variabel dummy untuk mengontrol jenis
kelamin karyawan (mis., Pria). Karena gaji memengaruhi kinerja dan
pergantian sukarela (Gerhart & Rynes, 2003), kami mengendalikan
38. 35
tingkat upah, ukuran waktu upah per jam karyawan yang berbeda-beda
waktu. Kami mengontrol berjam-jam per minggu untuk
memperhitungkan perbedaan penjadwalan yang terkait dengan waktu
volume panggilan "puncak" yang dialami oleh pusat panggilan.
Kovariat ini juga dapat menjelaskan tingkat tenaga kerja emosional
yang lebih tinggi yang dapat menurunkan kinerja, menyebabkan
kelelahan, dan meningkatkan pergantian (Cordes & Dougherty, 1993).
e. Strategi analitik
Kemungkinan pergantian sukarela. Kami menggunakan analisis
survival untuk memperkirakan probabilitas waktu-spesifik dari
pergantian sukarela. Kami menarik kumpulan data lengkap dari 2.039
karyawan, termasuk 265 referer dan 1.774 non-referer karena analisis
survival menggunakan variasi antar-individu, yang, dalam kasus kami,
memerlukan variasi turnover dalam grup referer (yang dapat memiliki
RHP) dan dalam nonreferrer grup (yang tidak dapat memiliki RHP).
Perhatikan bahwa tidak ada variasi dalam pergantian untuk perujuk
dalam kondisi pra-RHP karena perujuk tidak dapat berhenti dan
setelah itu mengalami RHP. Oleh karena itu, model kami memeriksa
apakah risiko turnover, di antara semua karyawan yang berisiko
meninggalkan perusahaan, lebih rendah untuk waktu RHP relatif
terhadap tidak ada RHP. Model survival, relatif terhadap pendekatan
variabel dependen biner tradisional, seperti regresi logit, sangat cocok
untuk menangani informasi temporal (yaitu tenurial) dan
memperhitungkan data yang disensor kanan (misalnya, kasus yang
tidak mengalami peristiwa pergantian sukarela, seperti karyawan yang
pergi tanpa sengaja atau yang tetap berada di akhir jendela
pengamatan). Dengan demikian, daripada dikeluarkan seluruhnya,
seorang karyawan yang diberhentikan oleh perusahaan dimasukkan
sebagai tamu sampai tanggal pemberhentian, ketika karyawan
39. 36
kemudian keluar dari analisis. Termasuk kasus-kasus seperti itu
meningkatkan akurasi estimasi (mis., Morita et al., 1993; Nyberg,
2010; Trevor, 2001).
Kinerja pengarah. Kami menganalisis data time-series cross-sectional
yang dikumpulkan (yaitu, data panel) dari 191 referer dengan data
kinerja yang tersedia. Dengan demikian, bias potensial dari informasi
yang relevan dengan kinerja yang dihilangkan dapat dikontrol,
menghasilkan estimasi yang tidak bias dan konsisten. Penaksir FE
secara eksklusif mengeksploitasi variasi individu dalam waktu ke
waktu; dengan demikian, variasi dalam-individu harus ada. Karena
non-referensi tidak memiliki variasi dalam RHP dari waktu ke waktu,
kami secara eksklusif menggunakan data pengarah untuk analisis
kinerja. Model kami memeriksa sejauh mana kinerja pengarah
meningkat / menurun setelah perubahan dalam RHP.
Dalam artikel Journal of Management yang berjudul A Multilevel Analysis of
the Use of Individual Pay-for-Performance Systems menggunakan metode sebagai
berikut:
a. Data dan Sampel.
Data dan Sampel Kami menggunakan data yang diambil dari survei HRM lintas-
nasional tingkat perusahaan yang dilakukan oleh Cranfield Network tentang
Manajemen Sumber Daya Manusia Internasional (CRANET). CRANET terdiri dari
jaringan peneliti SDM yang berlokasi di sekolah bisnis di lebih dari 20 negara. Pada
tahun 1994, ia mengembangkan kuesioner umum yang diberikan sekitar interval
lima tahunan. Data yang kami gunakan berasal dari putaran pengumpulan data
terbaru pada 2009-2010. Kuesioner dikirimkan kepada manajer SDM paling senior
dalam sampel perusahaan yang representatif secara nasional dengan lebih dari 100
karyawan. Dengan kata lain, semua sektor dijadikan sampel dan unit analisisnya
adalah perusahaan. CRANET telah membahas masalah komparabilitas potensial
40. 37
dengan kolaborasi intensif antara peneliti di berbagai negara yang relevan
(Brewster, Tregaskis, Hegewisch, & Mayne, 1996; Parry, Stavrou, & Lazarova,
2013). Memastikan terjemahan yang tepat ke dalam berbagai bahasa di negara-
negara ini "mengharuskan banyak pertemuan anggota dan penggunaan panel
praktisi untuk membantu memberikan pemeriksaan realitas pada hasil" (Lazarova,
Morley, & Tyson, 2012: 4). Jawaban dari 10% pertama dibandingkan dengan
jawaban dari 10% responden terakhir, dan tidak ada bukti bias respons sistematis
yang diidentifikasi.
b. Ukuran data Variabel Independen dan Dependen
Peraturan tenaga kerja. Untuk mengoperasionalkan peraturan
ketenagakerjaan, kami telah menggabungkan indeks Botero et al. (2004)
tentang hukum ketenagakerjaan dan hukum hubungan kolektif, mengambil
skor rata-rata pada dua indeks dan menskors dari 0 hingga 100 (untuk
konsistensi dengan skala pengukuran yang kami lakukan). gunakan untuk
budaya). Indeks undang-undang ketenagakerjaan mencerminkan “biaya
tambahan bagi pemberi kerja yang menyimpang dari kontrak kaku
hipotetis, di mana kondisi pekerjaan ditentukan dan [seorang karyawan]
tidak dapat dipecat” (Botero et al., 2004: 1353). Undang-undang hubungan
kolektif melindungi karyawan dari majikan dengan mengizinkan tindakan
kolektif.
Budaya. Budaya dioperasionalkan menggunakan dimensi Hofstede tentang
Individualisme, Penghindaran Ketidakpastian, dan Maskulinitas.
Pentingnya strategis HRM. Tingkat kepentingan strategis sesuai
kesepakatan manajemen puncak untuk manajemen SDM dioperasionalkan
dengan menggunakan data yang merekam titik di mana fungsi SDM
menjadi terlibat dalam menentukan strategi perusahaan.
Kepemilikan. Karena organisasi dapat melalui kepemilikannya tunduk pada
pengaruh dan kontrol dari luar pengaturan nasional mereka, kami
mempertimbangkan efek negara asal. Kami melakukannya dengan
41. 38
menggunakan variabel negara asal. Dalam hal kepemilikan asing, negara
asal mencakup 50 negara yang berbeda. Dalam hubungannya dengan
Hipotesis 5, kami menggunakan masing-masing negara asal untuk
mengklasifikasikan perusahaan dengan negara tuan rumah, yang
memungkinkan kami untuk memisah varian dalam adopsi tegas I-PFP
antara negara asal dan negara tuan rumah. Kami juga membuat variabel
biner untuk membedakan perusahaan asing dan domestik.
Pengaruh serikat pekerja. Responden diminta untuk memberi peringkat
sejauh mana pengaruh serikat pekerja terhadap organisasi dari 1 = tidak ada
pengaruh hingga 5 = tingkat yang sangat besar. Kami memilih pendekatan
ini dalam preferensi untuk ukuran keanggotaan serikat karena dua alasan.
Pertama, hubungan antara kekuatan atau pengaruh serikat pekerja dan
tingkat keanggotaan sangat bervariasi antara rezim nasional. Kedua, di
beberapa negara adalah ilegal bagi pengusaha untuk mencatat keanggotaan
serikat pekerja, sehingga menyerahkan langkah-langkah seperti itu
bertanggung jawab pada tingkat signifikan dari data yang tidak dapat
diandalkan atau hilang yang bervariasi secara sistematis oleh negara.
f. Ukuran: Kontrol Variabel Ukuran. Ukuran dioperasionalkan sebagai log alami
dari jumlah total karyawan. Log diambil untuk menghindari pengaruh potensial
tidak proporsional dari beberapa perusahaan yang sangat besar dan untuk
menormalkan distribusi variabel.
Privasi Umum. Sementara kami mengecualikan semua organisasi dengan
fungsi layanan murni pemerintah atau publik, beberapa negara memiliki
sejumlah besar perusahaan di bawah kepemilikan publik. Kami
membedakan antara organisasi sektor publik dan swasta dengan
memasukkan variabel dummy untuk pengusaha sektor publik.
Sektor industri. Untuk mengontrol kemungkinan mode produksi dan
organisasi pada industri yang berbeda kurang lebih kondusif untuk
menggunakan I-PFP, kami menyertakan serangkaian boneka industri. Ini
42. 39
mengidentifikasi organisasi yang beroperasi di sektor primer, sekunder, dan
tersier dan memasukkan layanan keuangan sebagai kategori yang berbeda.
Ada juga kategori kelima, label lain, menangkap organisasi-organisasi yang
menggabungkan unsur-unsur manufaktur dan jasa yang tidak cocok
langsung ke salah satu kategori lainnya. Sektor sekunder adalah kelompok
referensi dalam analisis.
Konteks nasional. Untuk menambah konteks di tingkat negara, kami
memasukkan angka analisis kami 2010 untuk PDB per kapita, dalam US $
saat ini (Bank Dunia, 2015), dan stok investasi langsung asing (Konferensi
PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan, 2015) . Dalam kasus PDB
per kapita, kami mengambil log sebelum memasukkan variabel ke dalam
analisis. Keduanya sezaman dengan survei CRANET. Selain itu, untuk
kelengkapan sehubungan dengan empat dimensi utama budaya Hofstede,
kami menyertakan dimensi Power Distance.
Perbandingan Metode dari Keempat Jurnal
1. Jurnal 1 = Toot Your Own Horn? Leader Narcissism and the Effectiveness of
Employee Self Promotion
Metode
Penggunaan metode dalam jurnal ke satu sudah efektif. Mulai dari
pengambilan sampel 116 peserta yang direkrut melalui Mtruk untuk
mengikuti dalam penelitian. Dalam hasil penelitian, 10 orang dikeluarkan
akibat kegagalan, 4 orang dikeluarkan karena nilai yang hilang, dan
menghasilkan hasil akhir sampel 102 orang. Kemudian dilanjutkan dengan
prosedur dan tindakan, dimana responden harus menjawab Narcisstic
Personality Inventory (NPI). Selanjutnya dilakakukan Pemeriksaan
membaca dan memanipulasi. Dalam tahap ini, perusahaan menyertakan
dua cek bacaan dalam survey. Hanya responden yang menjawab dengan
benar kedua pemeriksaan bacaan yang dimasukan dalam analisis lanjut.
43. 40
2. Jurnal 2 = A Systematic Review of Human Resource Management Systems and
Their Measurement
Metode
Penggunaan metode dalam jurnal kedua menurut kami terlalu banyak
membuang waktu. Dimana setelah melakukan Pencarian sastra, yaitu
melakukan pencarian literature akademis pada sisten SDM yang
diterbitkan., mencari database Scopus dan diperiksa silang dengan database
EBSCO. Kemudian disesuaikan dengan artikel-artikel yang sesuai dengan
data kuncinya, yang dimana artikel tersebut memenuhi persayaratan.
Tetapi, dalam prosedur pengodean terlalu banyak proses pengkodean
sehingga, pada metode ini dianggap terlalu membuang-buang waktu.
3. Jurnal 3 = Referral Hire Presence Implications for Referrer Turnover and Job
Performance
Metode
Dalam metode jurnal ke tiga, dimulai dari pengaturan penelitian, yaitu
penelitian data Studi Lapangan yang berasal dari data besar. Data
longitudinal dikumpulkan dari call center yang menawarkan inbound (yang
diprakarsai oleh customer), dengan beberapa outbound (yang diprakarsai
oleh karyawan), layanan berbagai saluran. Kemudian dilakukan
pengambilan sampel dengan menyediakan catatan rujukan dan rekruitmen
rujukan yang memungkinkan untuk mencocokkan pasangan dan
mengembangkan kumpulan data yang beriorientasi pada RHP. Kemudian,
dilakukan Dependen Variable dimana dilakukannya pergantian sukarela.
Selanjutnya, Independen Variabel. Melakukan pengkodean RHP,
melakukan kovariat yaitu menganalisis beberapa variable yang diketahui
berkorelasi dengan pergantian dan kinerja sukarela. Tahap selanjutnya,
yaitu strategi analitik, yaitu kemungkinan pergantian sukarela, yaitu
menggunakan analisis survival untuk memperkirakan probabilitas waktu-
spesifik dari pergantian sukarela. Dalam hal ini, menurut kami metode
44. 41
dalam jurnal ke tiga cukup efektif karena masih ada melakukan
pengkodean RHP dimana persewaan rujukan hadir selama masa kerja
rujukan jika 0, maka tidak ada persewaan rujukan. Kemudian kehilangan
kerugian, yaitu memisahkan kondisi no-RHP ke dalam waktu sebelum
menyewa referensi bergabung dengan perusahaan (pra-RHP) dan waktu
setelah rujukan berakhir (Pasca RHP) dan melakukan kovariat.
4. Jurnal 4 = A Multilevel Analysis of the Use of Individual Pay-for-Performance
Systems
Metode
Penggunaan metode jurnal ke empat, menurut kami sudah efektif mulai
dari pengambilan data dan sampel. Data diambil dari survey lintas-nasional
tingkat perusahaan yang dilakukan oleh Cranfield Network tentang
Manajemen SDM. Megembangkan kuesioner umum yang diberikan sekitar
interval 5 tahun. Data yang digunakan berasal dari perputaran
pengumpulan data terbaru. Tahap selanjutnya, Ukuran data variable
independen dan dependen yang dimulai dari peraturan tenaga kerja tentang
hukum ketenagakerjaan. Kemudian, budaya yang dioperasionalkan
menggunakan dimensi tentang individualism, penghindaran ketidakpastian,
dan maskulinitas. Kemudian, pentingnya strategis HRM yang sesuai
dengan kesepakatan manajemen puncak untuk manajemen SDM
dioperasionalkan dengan menggunakan data yang merekam titik dimana
fungsi SDM menjadi terlibat dalam menentukan strategi perusahaan.
Kemudian, kepemilikan yaitu melalui kepemilikannya tunduk pada
pengaruh dan control dari luar pengaturan nasional, Kemudian pengaruh
sekirat pekerja, mulai dari tingkat 1= tidak berpengaruh, hingga 5=sangat
berpengaruh. Tahap terakhir, melakukan control variable ukuran yang
dioperasionalkan sebagai log dari total jumlah karyawan. Log diambil
untuk mengindari pengaruh potensial, tidak proporsional dari beberapa
perusahaan yang sangat besar dan untuk menormalkan distribusi variable.
45. 42
2.5. Analisis Results
Dalam artikel Journal of Management berjudul Toot Your Own Horn? Leader
Narcissim and the Effectiveness of Employee Self-Promotion melakukan 2 studi untuk
menemukan hasil eksperimennya. Studi 1 menghasilkan 2 hasil eksperimen, yaitu:
1) Dari metode yang telah diterapkan dalam studi 1 ini, dapat ditemukan bahwa
terdapat interkorelasi (hubungan yang kuat) antara narsisme dan persepsi dari
LMX (leader-member exchange) dan dianggap penting. Narsisme berkorelasi
secara siknifikan dengan LMX dan tidak berkorelasi secara siknifikan dengan
dianggap penting.” (Tabel 1)
Dari tabel 2, didapatkan bahwa partisipan (pemimpin) dengan
narsisme memiliki keterkaitan dengan LMX dan dianggap penting.
Manipulasi self-promotion juga memiliki efek terhadap LMX dan dianggap
penting. LMX dan dianggap penting tidak berkorelasi satu sama lain.
46. 43
Dari hipotesis 2 dikatakan bahwa narsisme akan membuat hubungan
antara karyawan yang melakukan self-promotion dan dianggap penting di
mana ini akan lebih positif jika partisipan (pemimpin) juga memiliki tingkat
narsisme yang tinggi daripada mereka dengan narsisme yang rendah. Dari
analisis yang telah dilakukan juga ditunjukkan hasil yang positif dan
significant. Narsisme juga terkait dengan hubungan karyawan dengan self-
promotion dan LMX. Namun, hubungan antara self promotion dan LMX tidak
significant untuk peserta yang memiliki tingkat narsisme sangat tinggi dan
negatif untuk peserta dengan tingkat narsisme yang rendah. Ini membantah
hipotesis 1.
Secara keseluruhan, hasil ini mendukung partisipan dengan tingkat
narsisme yang tinggi membentuk kesan positif bagi orang yang melakukan
self-promote daripada mereka dengan narsisme yang rendah, ini dalam hal
dianggap penting. Tapi, hasil ini kurang jelas untuk LMX.
2) Dari hasil ini, ditemukan bahwa dianggap pentingnya karyawan dan LMX
adalah terkait significant dengan tingkat performance pekerjaan dari
partisipan. Dari 2 skenario eksperimen tersebut didapatkan bahwa sel-
promotion karyawan akan berdampak pada performance dari supervisors
berdasarkan persepsi dianggap pentingnya karyawan dan LMX.
Kemudian untuk studi 2 dibandingkan dari 5 model faktor pengukuran dengan
2 faktor model yiatu pimpinan dengan narsisme, LMX, dianggap pentingnya
47. 44
karyawan, dan performance. Pimpinan dengan narsisme berkorelasi significant positif
dengan self-promotion karyawan dan gianggap pentingnya karyawan, dan dianggap
penting, dan LMX berkorelasi positif dengan evaluasi performance. Karyawan
dengan self-promotion berkorelasi positif dengan LMX untuk pimpinan dengan
tingkat narsisme yang tinggi, tapi tidak pada pimpinan dengan narsisme yang rendah.
Karyawan dengan self-promotion yang tinggi juga berkorelasi positif dengan
dianggap pentingnya untuk pimpinan dengan tingkat narsisme yang tinggi, tapi tidak
pada pimpinan dengan tingkat narsisme yang rendah. Ini mendukung hipotesis 1 dan
2. Selain itu, hasil dari studi ini juga sesuai dengan hipotesis 3 dan 4.
Dalam artikel Journal of Management yang berjudul A Systematic Review of
Human Resource Management Systems and Their Measurement ditemukan hasil
sebagai berikut:
1) Bagaimana HR Systems diberi label?
Dari hasil yang didapat ditemukan bahwa pemberian label HRM, HR
practices, HR system, HR bundle, atau HR configuration adalah paling
banyak digunakan, yaitu sebanyak 34%, tetapi penggunaannya menurun dari
waktu ke waktu (dari 59% sampai 23%).
Label seperti high performance (35%), commitment (8%), atau
involvement (8%) HR systems adalah juga banyak digunakan dengan sedikit
perubahan dari waktu ke waktu. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa HR
systems dengan specific labels seperti yang berarti pada hubungan HR
system, pengetahuan yang berorientasi pada HR system, HRM system yang
meningkatkan inisiatif itu kurang umum untuk digunakan (12% secara
keseluruhan), tapi penggunaannya meningkat dari waktu ke waktu (dari 9% ke
19%). Studi yang tersisa (3%) sebagian besar tidak gokus pada HR practices,
tetapi pada preferensi, motivasi, kepuasan, dan keefektifan dari HR
management. Terkadang penggunaan unspecified labels dapat menimbulkan
kebingungan dan ambiguitas yang akan berujung pada ketidakselarasan antara
teori dan pengukuran.
48. 45
2) HR Practice mana yang akan diukur?
Penelitian bervariasi pada berbagai macam HR practices dan
mencerminkan perbedaan dari konseptualisasi HR system. Namun, banyak
penelitian yang tidak menyebutkan secra spesifik practices yang mana yang
mereka ukur. Rata rata angka practices di dalam sistem tersebut berkurang
(dair 8.1 ke 7.0) dan jaraknya relatif stabil antara 2 dan 16. Kombinasi praktis
dapat dilakukan dalam HR system, bahkan pada yang labelnya sama. Praktik
yang paling banyak digunakan adalah training/development (89%),
participation/autonomy (71%), incentive compensation (69%), performance
appraisal (66%), selection (58%), dan job design (50%).
3) Menilai elemen sistem pada HR systems
Banyak penelitian (87%) menggunakan additive index atau latent
variable approach. Kelemahan dari additive approaceh adalah praktiknya
ditimbang secara merata dan tidak memperbolehkan pengujian untuk interaksi
dan sinergi yang diusulkan untuk mendasari keefektifan HR system. Selain
itu, untuk menggabungkan praktik, kita dapat mengggunakan empirically
based, seperti cluster analusis atau latent class analysis. Metode berbasis teori
untuk menggabungkan HR practices dapat dengan memeriksa interaksi antara
praktik.
Secara keseluruhan, metode dengan cara menilai kecocokan sudah
menurun seiring berjalannya waktu. Dengan demikian, hanya ada bukti
sistematis yang terbatas untuk menentukan cara terbaik untuk
menggabungkan praktik dalam suatu sistem.
4) Siapa yang menilai sistem?
Ada banyak variasi data, kebanyakan menggunakan HR professionals
(36%), higher/middle-level managers (40%), and lower-level managers
(10%), atau karyawan (34%). Hanya 1% yang menggunakan sumber lain
49. 46
(contohnya: union reps, students). Ada 5% penelitian, di mana responden
unclear.
Dalam artikel Journal of Management yang berjudul Referral Hire Presence
Implications for Referrer Turnover and Job Performance juga didapatkan hasil
penelitian. Karyawan dari full sample ini terdiri dari 34% pria, memiliki rata-rata
masa kerja yaitu 31 minggu, dibayar sekitar $8.62 per jam, dan bekerja 36.75 jam per
minggu. 265 rujukan (13% karyawan), 64 rujukan (24%) bekerja pada program klien
yang sama dengan referral hire, 113 (43%) dirujuk untuk pekerjaan mereka, dan 103
(39%) memiliki setidaknya one referral hire terminate.
Peneliti memperkirakan bahwa RHP (Referral hire presence) berkaitan negatif
dengan referrer voluntary turnover (hipotesis 1) dan berkaitan positif dengan referrer
performance (hipotesis 2). Hal ini didukung oleh tabel penelitian yang telah
dilakukan. Kemudian, the turnover models tidak mendukung pernyataan dari
hipotesis 3a, kemudian juga tidak mendukung hipotesis 3b.
Dalam artikel Journal of Management yang berjudul A Multilevel Analysis of
the Use of Individual Pay-for-Performance Systems didapatkan hasil untuk penelitian
ini bahwa ukuran dari perusahaan memberikan pengaruh positif terhadap I-PFP.
Perusahaan besar memiliki level rata-rata tinggi dalam penggunaan I-PFP. Public-
sector firms menunjukan penggunaan yang rendah akan I-PFP. Tertiary-sector firms
menunjukkan penggunaan yang lebih rendah untuk I-PFP daripada secondary-sector
reference group dan financial services firms menunjukkan penggunaan yang baik
akan I-PFP daripada the reference group.
Hipotesis 1 didukung, di mana peraturan tenaga kerja menunjukkan
significant inverse association dengan I-PFP. Koefisien untuk peraturan tenaga kerja
adalah negatif dan significant. Berdasarkan hipotesis 2, untuk melihat contoh
penggunaan I-PFP di berbagai negara dengan tingkat peraturan tenaga kerja yang
tinggi. Maka akan dilakukan uji atas hipotesis 2 atas penyerapan I-PFP dari setiapp
50. 47
negara dan menemukan berbagai nilai I-PFP dalam setiap negara. Maka, hipotesis 2
adalah didukung.
Dalam hal budaya, individualisme, penghindaran ketidakpastian, dan variabel
kontrol, jarak kekuasaan tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan I-PFP.
Dengan demikian, hipotesis 3a dan 3b tidak didukung. Maskulinitas memang
menunjukkan hubungan yang signifikan dengan I-PFP, maka hipotesis 3c didukung.
Hipotesis 3d juga didukung, sebab efek total maskulinitas pada I-PFP adalah positif
dan signifikan dengan ukuran koefisien yang sama dengan anlisis multilevel.
Hipotesis 4 adalah didukung, sebab perusahaan yang memberikan kepentingan
strategis lebih besar untuk HRM menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk
mengadopsi I-PFP. Kemudian, hipotesis 5 gagal dibuktikan. Untuk hipotesis 6a
berhasil didukung. Hipotesis 6b adalah didukung sebab menyiratkan bahwa terdapat
pengaruh serikat memediasi hubungan antara regulasi tenaga kerja dan I-PFP.
Perbandingan dari ke-4 jurnal dalam hal hasil penelitian didapatkan hasil yang
berbeda dari masing-masing metode yang telah dilakukan. Pada jurnal 1 (Toot Your
Own Horn? Leader Narcissism and the Effectiveness of Employee Self-Promotion),
hasil yang didapatkan sedikit membingungkan. Namun secara keseluruhan, hasil
studinya sudah bagus, sebab telah membuktikan kalau hipotesis dalam penelitian itu
adalah benar. Pada jurnal 2 (A Systematic Review of Human Resource Management
Systems and Their Measurement), jurnal ini benar-benar sangat baik dalam
menjelaskan setiap materi yang disampaikan dan sangat sesuai dengan judul dan
topik yang tengah dibahas. Jurnal ini lebih baik dalam hal penjelasan dibandingkan
dengan jurnal 1. Selain itu, jurnal ini juga didukung oleh data-data yang lengkap.
Pada jurnal 3 (Referral Hire Implications for Referrer Turnover and Job
Performance), hasil yang didapat dari jurnal ini cukup banyak yang mencantumkan
data penelitian secara kuantitatif yang tentu saja mendukung dari penelitian dalam
jurnal ini. Penjelasan dalam jurnal ini juga sangat ilmiah. Kemudian yang terakhir
untuk jurnal 4 (A Multilevel Analysis of the Use of Individual Pay-for-Performance
51. 48
Systems) hasil dari jurnal ini benar-benar menjelaskan secara langsung bagaimana
pembuktian dari hipotesis yang ada dalam penelitian. Hal ini memberikan kejelasan
lebih lanjut kepada para pembaca, sehingga didapatkan hasil yang diharapkan dari
penelitian ini.
52. 49
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari perbandingan ke-4 jurnal yang telah dilakukan, yaitu pada bagian
abstract, introduction, theory and hypothesis, method, dan results, kita dapat melihat
bahwa masing-masing jurnal memiliki caranya masing-masing dalam mencapai
tujuan dari penelitian suatu jurnal. Namun begitu, masing-masing jurnal tersebut telah
mencapai tujuan dalam penelitian tersebut dengan baik. Dengan adanya penelitian
yang dilakukan lewat jurnal, maka dapat meningkatkan kekayaan ilmu dalam bidang
manajemen sumber daya manusia (MSDM). Sehingga diharapkan, nantinya akan
tercipta penerapan MSDM yang baik, benar, dan tepat, serta dapat mencapai tujuan
yang diharapkan.
53. 50
DAFTAR PUSTAKA
Boon, Corine, Deanne N. Den Hartog, David P. Lepak. 2019. A Systematic Review
of Human Resource Management Systems and Their Measurement. Journal of
Management Vol.45 No.6 2498-2537 diakses pada tanggal 8 Mei 2020
Dosen Pendidikan. Manajemen Sumber daya Manusia
https://www.dosenpendidikan.co.id/manajemen-sumber-daya-manusia/ diakses
pada tanggal 14 Mei 2020
Gooderham, Paul, Mark Fenton-O`Creevy, Richard Croucher, Michael Brookes.
2018. A Multilevel Analysis of the Use of Individual Pay-for Performance
Systems. Journal of Management Vol.44 No.4 1479-1504 diakses pada tanggal
8 Mei 2020
Hartig, Deanne N. Den. Annebel H. B. De Hoogh. Frank D. Belschak. 2020. Toot
Your Own Horn? Leader Narcissism and the Effectiveness of Employee Sel-
Promotion. Journal of Management Vo.46 No.2 261-286 diakses pada tanggal 8
Mei 2020
Pieper, Jenna R, Charlie O.Trevor, Ingo Weller, Dennis Duchon. 2019. Referral Hire
Presence Implications for Referrer Turnover and Job Performance. Journal of
Management Vol.45 No.5 1858-1888 diakses pada tanggal 8 Mei 2020
Priyono. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Taman Sidoarjo: Zifatama
Publisher