11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
TAUHID ULUHIYAH
1. Mata Kuliah : Dosen :
AKIDAH Arif Marsal
TAUHID ULUHIYAH dan HAL YANG DAPAT
MEMBATALKANNYA
Kelompok IV
Kiki Fatmala Sari
Ofia
Safrida Ika Guslianto
TEKNIK INFORMATIKA S1 K SEMESTER I
UNIVERSITAS NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
2. 1. Tauhid
Tauhid, yaitu seorang hamba meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya dalam rububiyah (ketuhanan), uluhiyah (ibadah), Asma` dan Sifat-Nya.
Urgensi Tauhid: Seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala
semata, Rabb (Tuhan) segala sesuatu dan rajanya. Sesungguhnya hanya Dia yang Maha
Pencipta, Maha Pengatur alam semesta. Hanya Dia lah yang berhak disembah, tiada sekutu
bagiNya. Dan setiap yang disembah selain-Nya adalah batil. Sesungguhnya Dia Subhanahu wa
Ta’ala bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, Maha Suci dari segala aib dan kekurangan.
Dia Subhanahu wa Ta’ala mempunyai nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang tinggi.
2. Pembagian Tauhid
Tauhid yang didakwahkan oleh para rasul dan diturunkan kitab-kitab karenanya ada dua:
Pertama: Tauhid dalam pengenalan dan penetapan, dan dinamakan dengan
Tauhid Rububiyahdan Tauhid Asma dan Sifat. Yaitu menetapkan hakekat zat Rabb Subhanahu
wa Ta’ala dan mentauhidkan (mengesakan) Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan asma (nama),
sifat, dan perbuatan-Nya.
Pengertiannya: seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala
sematalah Rabb yang Menciptakan, Memiliki, Membolak-balikan, Mengatur alam ini, yang
sempurna pada zat, Asma dan Sifat-sifat, serta perbuatan-Nya, Yang Maha Mengetahui segala
sesuatu, Yang Meliputi segala sesuatu, di Tangan-Nya kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Dia Subhanahu wa Ta’ala mempunyai asma’ (nama-nama) yang indah dan sifat yang
tinggi: “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia lah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syura’:11)
3. Kedua: Tauhid dalam tujuan dan permintaan/permohonan, dinamakan tauhid uluhiyah dan
ibadah, yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan semua jenis ibadah, seperti: doa,
shalat, takut, mengharap, dan lain-lain.
Pengertiannya: Seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala saja
yang memiliki hak uluhiyah terhadap semua makhlukNya. Hanya Dia Subhanahu wa Ta’ala
yang berhak untuk disembah, bukan yang lain. Karena itu tidak diperbolehkan untuk
memberikan salah satu dari jenis ibadah seperti: berdoa, shalat, meminta tolong, tawakkal, takut,
mengharap, menyembelih, bernazar dan semisalnya melainkan hanya untuk Allah Subhanahu wa
Ta’ala semata. Siapa yang memalingkan sebagian dari ibadah ini kepada selain Allah Subhanahu
wa Ta’ala maka dia adalah seorang musyrik lagi kafir. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Siapa menyembah ilah yang lain selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, padahal tidak ada suatu
dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak akan beruntung.” (QS. Al-Mukminun:117)
Tauhid Uluhiyah atau Tauhid Ibadah; kebanyakan manusia mengingkari tauhid ini. Oleh
sebab itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para rasul kepada umat manusia, dan
menurunkan kitab-kitab kepada mereka, agar mereka beribadah kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala saja dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.
4. I. TAUHID AL-ULUHIYYAH
A.Pengertian Tauhid Al-Uluhiyyah
Tauhid ini adalah tauhid yang diserukan oleh para rasul yang mulia agar manusia
menetapkan dan mentaati tauhid uluhiyah. Makna Tauhid Uluhiyah yaitu mengesakan allah
dalam peribadatan. Maksud Tauhid al-Uluhiyyah ialah kita mentauhidkan Allah dalam
peribadatan atau persembahan. Allah SWT mengutuskan para rasul bertujuan menyeru manusia
menerima Tauhid al-Uluhiyyah. Tentang uluhiyah (ketuhana),dapat di artikan dengan
lafadz illah[6].Adapun macam-macam ibadah yang diperintahkan oleh Allah antara shalat, zakat,
puasa, hajji, dan juga berdo’a, Tauhid Uluhiyah merupakan pengesahan Allah dengan perbuatan
para hamba berdasarkan niat taqarrub yang disyari’atkan seperti doa, nadzar, korban, raja’
(pengharapan), takut, tawakkal, raghbah (senang), rahbah (takut), dan inabah (kembali / taubat).
Dan konsep ketauhidan ini adalah merupakan intipati dakwah para rasul, bermula dari rasul yang
pertama sehinggalah yang terakhir . Sebagaimana firman Allah.
يِتَداَبِع ْنَع َونُرِبْكَتْسَي َينِذَّال َّنِإ ْمُكَل ْب ِجَتْسَأ يِنوُعْدا ُمُكُّب َر َالَق َوَين ِر ِاخَد َمَّنَهَج َونُلُخْدَيَس
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina". (al-Mukmin:60).
Segala sesuatu yang diikuti, ditaati, dimintai keputusan hukum selain dari Allah baik ia dari
golongan syetan, manusia yang masih hidup maupun yang sudah mati, binatang, benda-benda
mati seperti batu, pohon atau planet (bintang), baik disembah dengan mengorbankan binatang,
berdo’a kepadanya, atau shalat kepadanya, maka ia menjadi thaghut yang disembah selain dari
Allah[7]. Adapun orang yang mentaati, mengikuti dan meminta putusan hukum kepada selain
Allah, maka ia menjadi hamba thaghut[8]
Iman kepada thaghut terjadi karena berpaling dari salah satu bentuk ibadah kepada Allah atau
karena berpaling dari meminta keputusan hukum kepada-Nya. Dan kufur kepada thaghut terjadi
dengan cara meninggalkan ibadah kepadanya, meyakini kebathilannya, tidak meminta keputusan
hukum kepadanya, memusuhi hamba thaghut, mengkafirkan dan memerangi mereka.
5. ِ َّ ِلِل ُهُّلُك ُينِالد َونُكَي َو ٌَةنْتِف َونُكَت ََل ىَّتَح ْمُهوُلِتاَق َو
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk
Allah. (al-Anfal:39).
Maka kufur terhadap thaghut adalah rukun pertama di antara rukun tauhid, berdasarkan
kepada dua hal:
Pertama, berdasarkan pada nash-nash syara’ yang mendahulukan penyebutan kufur terhadap
taghut daripada iman kepada Allah, sebagaimana di dalam firman Allah,
ِ َّالِلِب ْنِؤْمُي َو ِوتُغاَّالطِب ْرُفْكَي ْنَمَفاَهَل َامَصِفْنا ََل ىَقْثُوْال ِةَوْرُعْالِب َكَسْمَتْسا ِدَقَف
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.
(al-Baqarah:256).
Demikian juga dalam ucapan syahadat tauhid, laa ilaha illallah. Dalam ucapan itu lebih
didahulukannya penafian terhadap ilah bisa difahami sebagai bentuk kufur terhadap thaghut
lebih dikedepankan daripada penetapan (itsbat) yang bermakna iman kepada Allah.
Kedua, dan inilah yang lebih penting, bahwa iman dan amal shalih lainnya apabila tidak
disertai dengan kekufuran terhadap thaghut manjadi tidak ada manfaatnya bagi pelakunya.
Seorang yang beriman kepada Allah dan juga beriman kepada thaghut maka ia seperti orang
yang membawa sesuatu dan lawannya dalam waktu yang sama, maka akibatnya pelaku itu tidak
mendapatkan manfaat apa-apa dari imannya dan dari amal shalih yang dilakukannya sampai ia
mengingkari thaghut, sebagaimana firman Allah:
َطِبَحَل واُكَرْشَأ ْوَل َوَونُلَمْعَي واُناَك اَم ْمُهْنَع
Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah
mereka kerjakan. (al-An’am:88)
Maka apabila seseorang berpaling dari ketaatan kepada Rasulullah saw, dan menolak untuk
mengikutinya, maka ia termasuk golongan orang kafir.
(8)
Seseorang tidak akan menjadi mukmin kecuali ia bertahkim kepada Rasulullah saw. Ibnu al-
Qayyim berkata ketika menafsirkan ayat; Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak
beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan (an-
Nisa’:65) Allah bersumpah dengan diri-Nya sendiri yang Maha Suci, sumpah yang digunakan
6. untuk menekankan penafian iman seseorang sehingga mereka berhukum kepada Rasulullah di
dalam setiap persoalan yang terjadi di antara mereka, baik yang bersifat ushul (prinsip)
mapun furu’ (cabang), dalam hukum syara’, tempat kembali, seluruh sifat dan lain-lainnya. Dan
tidak ditetapkan adanya iman kalau hanya bersedia meminta keputusan kepada Rasulullah
sehingga di dalam jiwa mereka tidak ada perasaan berat dan hati. Sebaliknya hati mereka terasa
lapang, senang, puas, dan menerima keputusan itu dengan sepenuh hati. Dan tidak ditetapkan
adanya iman itu sehingga ia menerima keputusan rasul dengan penuh keridlaan, penyerahan diri,
tidak ada keinginan untuk membantah dan tidak ingin berpaling dari keputusan itu.
7. Adapun beberapa Firman ALLAH SWT Tentang Tauhid
Uluhiyyah
Uluhiyyah adalah ibadah..
Allah s.w.t. berfirman
َولَ قَ ْ بَلَ ْنَل ِن ُق ِّ قُقَّ ِّ قَقُ قال ق ل قُببدُو ناِّهق قَ ِّْبَقِ ِّوقَ ِّطلاِّ نَ قال ل وِب هق ق ِّوقَ ِّطلاِّ نهق َمقلُْبمُو لَو ن قَِّّْو قال ق وِب لالو ل َِّو نفقَ ِن الولِهن
هوقنَّْنَقنلهُِّو ل ق نُْقَ ُفقق قِّاهق الولِلمِّكُق نِ َِّ و
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus dalam kalangan tiap-tiap umat seorang Rasul (dengan
memerintahkannya menyeru mereka): "Hendaklah kamu menyembah Allah dan jauhilah
Taghut". maka di antara mereka (yang menerima seruan Rasul itu), ada yang diberi hidayah
petunjuk oIeh Allah dan ada pula Yang berhak ditimpa kesesatan. oleh itu mengembaralah kamu
di bumi, kemudian lihatlah Bagaimana buruknya kesudahan umat-umat Yang mendustakan
Rasul-rasulNya. (an-Nahl (16): 36)
ل َُِّق ُقكقَ ونا قاقُنا و لابكقَ ناِّهقُنا ِ نَِلك ونا ْ َلَ قَ ِّونَ َّقن ِّ قْ ِّونَ ُق ِّ قَ َِّقَ ُقَ قال نلالف
Dan Kami tidak mengutus sebelummu (Wahai Muhammad) seseorang Rasul pun melainkan
Kami wahyukan kepadanya: "Bahawa Sesungguhnya tiada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Aku; oleh itu, Beribadatlah kamu kepadaku". (al-Anbiya’ (21): 25)
Sumber (( http://aqidah-wa-manhaj.blogspot.com/2007/06/pengajian-aqidah-004-menyelami-
tauhid.html))
8. CETUSAN RASA CINTA KASIH KEPADA ALLAH
Menyembah atau beribadah kepada Allah dapat dilaksanakan apabila tercetus rasa cinta yang
suci kepada Allah dan rela (ikhlas) menundukkan diri serendah-rendahnya kepada-Nya.
Seseorang hamba itu disifatkan sedang menyembah Allah apabila dia menyerahkan seluruh jiwa
raga kepada Allah, bertawakkal kepada Allah, berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Allah,
berpaut kepada ketentuan Allah, meminta serta memulang (menyerah) sesuatu hanya kepada
Allah, berjinak-jinak dengan Allah dengan cara sentiasa mengingati-Nya, melaksanakan segala
syariat Allah dan memelihara segala perlakuan menurut cara-cara yang di ridhai Allah.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN KEISLAMAN ( Beribadah )
1. Mengadakan persekutuan (syirik) dalam beribadah kepada Alloh ta’ala (An Nisa 116).
Termasuk dalam hal ini, permohonan pertolongan dan permohonan doa kepada orang mati serta
bernadzar dan menyembelih qurban untuk mereka.
2. Siapa yang menjadikan sesuatu atau seseorang sebagai perantara kepada Alloh, memohon
kepada mereka syafaat, serta sikap tawakkal kepada mereka, maka berdasarkan ijma’ dia telah
kafir.
3. Siapa yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau menyangsikan kekafiran mereka,
bahkan membenarkan madzhab mereka, maka dia telah kafir.
4. Berkeyakinan bahwa petunjuk selain yang datang dari Nabi Muhammad sollallohu ‘alihi wa
9. salam lebih sempurna dan lebih baik. Menganggap suatu hukum atau undang-undang lainnya
lebih baik dibandingkan syariat Rasulullah sollallohu ‘alihi wa salam, serta lebih mengutamakan
hukum taghut (buatan manusia) dibandingkan ketetapan Rasulullah sollallohu ‘alihi wa salam .
5. Membenci sesuatu yang datangnya dari Rasulullah sollallohu ‘alihi wa salam, meskipun
diamalkannya. (Muhammad 9).
6. Siapa yang mengolok-olok sebagian dari Din yang dibawa Rasulullah sollallohu ‘alihi wa
salam, misalnya tentang pahala atau balasan yang akan diterima maka dia telah kafir. (At-
Taubah 65-66)
7. Melakukan sihir, diantaranya “As-sharf” (mengubah perasaan seorang laki-laki menjadi benci
kepada istrinya) dan “Al Athaf” (Menjadikan seseorang senang terhadap apa yang sebelumnya
dia benci/pelet) atas bantuan syeitan.
“Siapa yang melakukan kegiatan sihir atau ridha dengannya maka dia kafir” (Al Baqarah
102)
8. Mengutamakan orang kafir serta memberikan pertolongan dan bantuan kepada orang musyrik
lebih dari pada pertolongan dan bantuan yang diberikan kepada kaum muslimin. (Al Maidah 5)
9. Beranggapan bahwa manusia bisa leluasa keluar dari syariat Muhammad . (Ali Imron 85)
10. Berpaling dari Dinullah, baik karena dia tidak mau mempelajarinya atau karena tidak mau
mengamalkannya.
Sumber ( Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, Pustaka Setia 2008 )
10. Dibawah ini Beberapa Pernyataan Ulama Salaf Tentang Pembagian
Tauhid
1. Al-Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad Ath-Thahawi rahimahullah (wafat
tahun 321 H).
Dalam salah satu karya monumentalnya, Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah, Al-Imam Abu
Ja’far Ath-Thahawi menegaskan:
“Kita katakan tentang tauhidullah dalam keadaan meyakini dengan taufiq Allah, bahwa
sesungguhnya Allah adalah Esa tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada sesuatupun yang semisal
dengan-Nya, tidak ada sesuatupun yang bisa mengalahkannya, tidak ada ilah selain Dia.”
Penjelasan tentang pernyataan Al-Imam Ath-Thahawi rahimahullah:
“Allah adalah Esa tidak ada sekutu bagi-Nya” meliputi tiga jenis tauhid sekaligus, karena Allah
Esa dalam Rububiyyah-Nya, dalam Uluhiyyah, dan dalam Al-Asma wa Ash-Shifat -Nya.
“Tidak ada sesuatupun yang semisal dengan-Nya” ini adalah Tauhid Al-Asma` wa Ash-Shifat
“Tidak ada sesuatupun yang bisa mengalahkannya“, ini adalah Tauhid Ar-Rububiyyah.
“Tidak ada ilah selain Dia” ini adalah Tauhid Al-Uluhiyyah.
2. Al-Imam ‘Ubaidullah bin Muhammad bin Baththah Al-’Ukbari rahimahullah
(wafat tahun 387 H)
Dalam karya besarnya yang berjudu l-Ibanatul Kubra, beliau mengatakan:
“Bahwa dasar iman kepada Allah yang wajib atas makhluk (manusia dan jin) untuk meyakininya
dalam menetapkan keimanan kepada-Nya, ada tiga hal:
Pertama: Seorang hamba harus meyakini Rububiyyah-Nya, yang dengan itu dia menjadi berbeda
dengan atheis yang tidak menetapkan adanya pencipta.
Kedua: Seorang hamba harus meyakini Wahdaniyyah-Nya, yang dengan itu dia menjadi berbeda
dengan jalannya orang-orang musyrik yang mengakui sang Pencipta namun menyekutukan-Nya
dengan beribadah kepada selain-Nya.
11. Ketiga: Meyakini bahwa Dia bersifat dengan sifat-sifat yang Dia harus bersifat dengannya,
berupa sifat Ilmu, Qudrah, Hikmah, dan semua sifat yang Dia menyifati diri-Nya dalam kitab-
Nya.”
Penjelasan Tentang Makna Tiga Macam Tauhid tersebut
1. Tauhid Ar-Rububiyyah, adalah keyakinan bahwa Allah Azza wa Jalla adalah satu-
satunya Rabb. Makna Rabb adalah Dzat yang Maha Menciptakan, yang Maha Memiliki dan
Menguasai, serta Maha Mengatur seluruh ciptaan-Nya. Ayat-ayat yang menunjukkan tauhid Ar-
Rububiyyah sangat banyak, di antaranya (artinya):
“Sesungguhnya Rabb kalian hanyalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam
enam hari, lalu Dia beristiwa` di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat. (Diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang
(semuanya) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, hak mencipta dan memerintah hanyalah milik
Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam. [Al-A’raf: 54]
Kaum musyrikin Quraisy juga mengakui Tauhid Rububiyyah berdasarkan firman Allah Azza wa
Jalla (artinya):
“Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan
bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” tentu mereka akan menjawab: “Allah”, Maka
betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).” [Al-’Ankabut: 61]
Dari ayat diatas bisa disimpulkan bahwa kaum musyrikin mengakui bahwa hanya Allah-lah satu-
satunya Yang Maha Menciptakan, Maha Mengatur, dan Maha Memberi Rizki. (Lihat Tafsir Ibnu
Katsir, 6/294)
Contoh-contoh Penyimpangan Dalam Tauhid Rububiyyah
Penyimpangan dalam tauhid rububiyyah yaitu dengan meyakini adanya yang menciptakan,
menguasai, dan mengatur alam semesta ini selain Allah Azza wa Jalla dalam hal yang hanya
dimampui oleh Allah Azza wa Jalla.
12. Seperti keyakinan bahwa penguasa dan pengatur Laut Selatan adalah Nyi Roro Kidul. Ini suatu
keyakinan yang bathil. Barangsiapa meyakini bahwa penguasa dan pengatur laut selatan adalah
Nyi Roro Kidul maka dia telah berbuat syirik (menyekutukan Allah Azza wa Jalla) dalam
Rububiyyah-Nya. Karena hanya Allah-lah Yang Menguasai dan Mengatur alam semesta ini.
Begitu juga barangsiapa meyakini bahwa yang mengatur padi-padian adalah Dewi Sri, berarti ia
telah syirik dalam hal Rububiyyah-Nya, karena hanya Allah-lah Yang Maha Menciptakan dan
Mengatur alam semesta ini.
Meyakini bahwa benda tertentu bisa memberi perlindungan dan pertolongan terhadap dirinya
seperti jimat, keris, cincin, batu, pohon, dan lain-lain.
Serta keyakinan bahwa sebagian para wali bisa memberi rizki, dan bisa pula memberi barokah,
juga termasuk kesyirikan dalam Rububiyyah-Nya.
2. Tauhid Al-Uluhiyyah, adalah keyakinan bahwa Allah Azza wa Jalla adalah satu-satu-
Nya Dzat yang berhak diibadahi dengan penuh ketundukan, pengagungan, dan kecintaan.
Dinamakan juga dengan Tauhidul ‘Ibadah atau Tauhidul ‘Ubudiyyah, karena hamba wajib
memurnikan ibadahnya hanya kepada Allah Azza wa Jalla semata. Ayat-ayat Al-Qur`an yang
menunjukkan tauhid jenis ini sangat banyak, diantaranya:
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah.”
[Muhammad: 19]
Juga firman Allah Azza wa Jalla:
“Beribadahlah kalian hanya kepada Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun.” [An-Nisa`: 36]
Rabbul ‘Alamin adalah satu-satu-Nya Dzat yang berhak dan pantas untuk diibadahi. Oleh karena
itu, Allah Azza wa Jalla memerintahkan umat manusia untuk beribadah hanya kepada-Nya,
karena Dia adalah Rabb. Termasuk juga Allah Azza wa Jalla memerintahkan kepada kaum
musyrikin arab, yang mengakui bahwa Allah Azza wa Jalla sebagai Rabb satu-satunya, untuk
mereka beribadah hanya kepada-Nya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Wahai umat manusia, beribadahlah kalian kepada Rabb kalian.” [Al-Baqarah: 21]
Contoh-contoh Penyimpangan-penyimpangan dalam tauhid uluhiyyah.
13. Penyimpangan dalam tauhid jenis ini yaitu dengan memalingkan ibadah kepada selain Allah
Azza wa Jalla seperti berdoa kepada kuburan atau ahli kubur, meminta pertolongan kepada jin,
meminta barokah kepada orang tertentu, menyandarkan nasibnya (bertawakkal) kepada benda
tertentu, seperti batu, jimat, cincin, keris, dan semacamnya. Karena do’a dan tawakkal termasuk
ibadah, maka harus ditujukan hanya kepada Allah Azza wa Jalla semata. (Mereka mengakui
Allah Azza wa Jalla sebagai Tuhan mereka, namun mereka masih menyembah, beribadah atau
meminta pertolongan kepada makhluk-makhluk dan benda-benda lain, red)
3. Tauhid Al-Asma` wa Ash-Shifat, adalah keyakinan bahwa Allah Azza wa Jalla
memiliki nama-nama yang indah (al-asma`ul husna) dan sifat-sifat yang mulia sesuai dengan
keagungan dan kemuliaan-Nya, sebagaimana yang Allah Azza wa Jalla beritakan dalam Al-
Qur`an, atau sebagaimana yang diberitakan oleh Rasulullah r dalam hadits-haditsnya yang
shahih. Sekaligus meyakini dan beriman bahwa tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah
Azza wa Jalla.
Di antara sekian banyak ayat Al-Qur`an yang menunjukkan tauhid ini, firman Allah Azza wa
Jalla:
“Hanya milik Allah al-asma`ul husna, maka berdo’alah kalian kepada-Nya dengan menyebutnya
(al-asma`ul husna) dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(mengimani) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan.” [Al-A’raf: 180]
Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
[Asy Syura: 11]
Contoh-contoh Penyimpangan dalam tauhid Al-Asma’ wa Ash Shifat:
– Tidak meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla mempunyai sifat-sifat yang sempurna tersebut.
Padahal telah disebutkan dalam Al-Qur’an atau dalam hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam
yang shahih.
– Menyerupakan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Padahal Allah
Azza wa Jalla telah berfiman (artinya):
“Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
[Asy Syura: 11].
14. – Menyelewengkan atau menta’wil makna Al-Asma’ul Husna, yang berujung pada peniadaan
sifat-sifat Allah Azza wa Jalla.
– Menentukan cara dari sifat-sifat Allah Azza wa Jalla, yang bermuara pada penyerupaan dengan
makhluk-Nya.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.