2. Makna aqidah dan urgensinya sebagai landasan agama
Makna Aqidah bisa dilihat dari dua tinjauan:
a) Makna Aqidah Secara Etimologi (Bahasa)
Aqidah berasal dari kata ()العقد ‘aqd yang berarti pengikatan.
Kalimat “ ُتْدَقَتْعااَذَك ” “Saya ber-i’tiqad begini” maksudnya: saya
mengikat hati terhadap hal tersebut.
Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan
“Dia mempunyai aqidah yang benar” berarti aqidahnya bebas dari
keraguan. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan
hati dan pembenarannya kepada sesuatu.
3. b) Aqidah Secara Syara’
Yaitu iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,
para Rasul-Nya, kepada Hari Akhir serta kepada qadar yang baik
maupun yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.
Syari’at terbagi menjadi dua: i’tiqadiyah dan ‘amaliyah.
1) I’tiqadiyah adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan
tata cara amal. Seperti i’tiqad (kepercayaan) terhadap rububiyah
Allah dan kewajiban beribadah kepadaNya, juga beri’tiqad
terhadap rukun-rukun iman yang lain. Hal ini disebut ashliyah
(pokok agama). (Syarah Aqidah Safaariniyyah, I/4.)
4. 2) Sedangkan amaliyah adalah segala apa yang berhubungan
dengan tata cara amal. Seperti shalat, zakat, puasa dan seluruh
hukum-hukum amaliyah. Bagian ini disebut far’iyah (cabang
agama), karena ia dibangun di atas i’tiqadiyah. Benar dan rusaknya
amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya i’tiqadiyah.
Maka aqidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama
serta merupakan syarat sahnya amal.
5. Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta’ala:
َُيْلَفُِهِبَُرَءاَقِلُوجْرَيَُانَكُْنَمَفُُي ََلَاُواحِلاَصُ اًلَمَعُْلَمْعُِةَداَبِعِبُ ْك ِرْش
اادَحَُأِهِبَر
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhan-
nya.” (QS. Al-Kahfi: 110).
6. ُِ ه َُِّلل ََلَأَُُينُِالدهَلُااصِلْخُمَ هُاَّللِدبْعاَفُصِلاَخْلُاينِالد
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-
Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari
syirik).” (QS. Az-Zumar: 2-3)
Ayat-ayat di atas dan yang senada, yang jumlahnya banyak,
menunjukkan bahwa segala amal tidak diterima jika tidak bersih
dari syirik. Karena itulah perhatian Nabi Shallallaahu alaihi wa
Salam yang pertama kali adalah meluruskan aqidah. Dan hal
pertama yang didakwahkan para rasul kepada umatnya adalah
menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yang
dituhankan selain Dia.
7. Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta’ala:
ُِنَُأ اوَلسَُرٍةهمُأِليُكِفُاَنْثَعَبُْدَقَلَوُهَّواُالبِنَتْاجَُوَ هواُاَّللدبْعُاَُوتاو
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah
Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu’, …” (QS. An-
Nahl: 36).
8. Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih,
Syu’aib dan seluruh rasul. Selama 13 tahun di Makkah -sesudah
bi’tsah (diutusnya)- Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam mengajak
manusia kepada tauhid dan pelurusan aqidah, karena hal itu
merupakan landasan bangunan Islam. Para da’i dan para pelurus
agama dalam setiap masa telah mengikuti jejak para rasul dalam
berdakwah. Sehingga mereka memulai dengan dakwah kepada
tauhid dan pelurusan aqidah, setelah itu mereka mengajak kepada
seluruh perintah agama yang lain.