SlideShare a Scribd company logo
1 of 13
Download to read offline
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
SALINAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER- 45/PJ/2013
TENTANG
TATA CARA PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
SEKTOR PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN
MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN PANAS BUMI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang : a. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum dalam
pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor
pertambangan untuk pertambangan Minyak Bumi, Gas
Bumi, dan Panas Bumi;
b. bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 79
Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat
Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk
pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang selama ini
menjadi beban Pemerintah diubah menjadi beban bersama
Pemerintah dan kontraktor dengan cara membukukan
pembayaran pajak tersebut sebagai komponen biaya, dan
dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003
tentang Panas Bumi, pemegang Izin Usaha Pertambangan
wajib membayar sendiri Pajak Bumi dan Bangunan sektor
pertambangan untuk pertambangan Panas Bumi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 27 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
76/PMK.03/2013 tentang Penatausahaan Pajak Bumi dan
Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan
Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi, perlu
menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang
Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas
Bumi, dan Panas Bumi;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3569);
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2013
tentang Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas
Bumi, dan Panas Bumi;
MEMUTUSKAN: …
- 2 -
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA
CARA PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR
PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN MINYAK BUMI, GAS
BUMI, DAN PANAS BUMI.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud
dengan:
1. Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB
adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1994.
2. PBB sektor pertambangan untuk pertambangan Minyak Bumi
dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut PBB Migas adalah
PBB atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam
kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi.
3. PBB sektor pertambangan untuk pertambangan Panas Bumi
yang selanjutnya disebut PBB Panas Bumi adalah PBB atas
bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan
yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Panas
Bumi.
4. Pengenaan adalah kegiatan menetapkan subjek pajak atau
Wajib Pajak dan besarnya pajak terutang untuk PBB Migas
dan PBB Panas Bumi berdasarkan peraturan perundang-
undangan PBB.
5. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon
yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa
fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau
ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses
penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan
hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari
kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak
Bumi dan Gas Bumi.
6. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang
dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa
gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak Bumi
dan Gas Bumi, termasuk antara lain gas metan batubara
(coalbed methane).
7. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di
dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan
dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat
dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi dan untuk
pemanfaatannya diperlukan proses penambangan.
8. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk
kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan
Eksploitasi pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi.
9. Izin …
- 3 -
9. Izin Usaha Pertambangan adalah izin atau bentuk kontrak
kerja sama lain untuk melaksanakan kegiatan usaha
pertambangan Panas Bumi.
10. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh
informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan
memperoleh perkiraan cadangan Minyak Bumi dan/atau Gas
Bumi, atau Panas Bumi, termasuk kegiatan studi kelayakan
dalam kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi, di Wilayah
Kerja atau Wilayah Sejenisnya.
11. Eksploitasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk
menghasilkan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, atau Panas
Bumi, dari Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya.
12. Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah
hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan
Eksplorasi dan Eksploitasi.
13. Wilayah Sejenisnya adalah daerah tertentu di dalam wilayah
hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan kegiatan
usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebelum
berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi, atau daerah tertentu di dalam
wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan
kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi sebelum
berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang
Panas Bumi.
14. Areal Produktif adalah areal tanah dan/atau perairan
pedalaman di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya
yang secara nyata dipunyai haknya dan/atau diperoleh
manfaatnya oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk
kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi,
atau Panas Bumi, yang sedang diusahakan untuk
pengambilan hasil produksi.
15. Areal Belum Produktif adalah areal tanah dan/atau perairan
pedalaman di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya
yang secara nyata dipunyai haknya dan/atau diperoleh
manfaatnya oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk
kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi,
atau Panas Bumi, yang belum diusahakan untuk
pengambilan hasil produksi.
16. Areal Tidak Produktif adalah areal tanah dan/atau perairan
pedalaman di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya
yang secara nyata dipunyai haknya dan/atau diperoleh
manfaatnya oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk
kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi,
atau Panas Bumi, yang tidak dapat atau telah selesai
diusahakan untuk pengambilan hasil produksi.
17. Areal Emplasemen adalah areal tanah dan/atau perairan
pedalaman di dalam kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi,
atau Panas Bumi, yang secara nyata dipunyai haknya
dan/atau diperoleh manfaatnya oleh subjek pajak atau Wajib
Pajak untuk menunjang kegiatan usaha pertambangan
Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau Panas Bumi, yang di
atasnya …
- 4 -
atasnya berdiri bangunan dan sarana pendukungnya, tidak
termasuk Areal Produktif.
18. Areal Offshore adalah areal perairan lepas pantai di dalam
kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, yang secara
nyata dipunyai haknya dan/atau diperoleh manfaatnya oleh
subjek pajak atau Wajib Pajak.
19. Areal Lainnya adalah areal tanah, perairan pedalaman,
dan/atau perairan lepas pantai, di dalam Wilayah Kerja atau
Wilayah Sejenisnya yang tidak dikenakan PBB sebagaimana
diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994,
dan/atau yang secara nyata tidak dipunyai haknya dan tidak
diperoleh manfaatnya oleh subjek pajak atau Wajib Pajak
untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas
Bumi, atau Panas Bumi.
20. Tubuh Bumi Eksplorasi adalah tubuh bumi yang berada di
bawah permukaan bumi pada Wilayah Kerja atau Wilayah
Sejenisnya yang memiliki potensi Minyak Bumi dan/atau Gas
Bumi, atau Panas Bumi.
21. Tubuh Bumi Eksploitasi adalah tubuh bumi yang berada di
bawah permukaan bumi pada Wilayah Kerja atau Wilayah
Sejenisnya yang telah menghasilkan hasil produksi berupa
Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, atau Panas Bumi.
22. Angka Kapitalisasi adalah angka pengali yang digunakan
untuk mengonversi hasil produksi yang terjual dalam
setahun menjadi nilai bumi untuk Tubuh Bumi Eksploitasi.
23. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP
adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli
yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat
transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai
perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
24. Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Migas atau PBB Panas
Bumi yang selanjutnya disebut SPOP adalah surat yang
digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk
melaporkan data objek pajak dan subjek pajak atau Wajib
Pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi ke Direktorat
Jenderal Pajak.
25. Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Migas atau
PBB Panas Bumi yang selanjutnya disebut LSPOP adalah
formulir yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak
untuk melaporkan data rinci objek pajak PBB Migas atau
PBB Panas Bumi.
26. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya
disingkat SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB yang
terutang kepada Wajib Pajak.
27. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang
selanjutnya disebut SKP PBB adalah Surat Ketetapan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-
Undang …
- 5 -
Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1994.
28. Kantor Pelayanan Pajak adalah Kantor Pelayanan Pajak yang
mengadministrasikan objek pajak PBB Migas dan/atau PBB
Panas Bumi.
Pasal 2
(1) Objek pajak PBB Migas adalah bumi dan/atau bangunan
yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi.
(2) Objek pajak PBB Panas Bumi adalah bumi dan/atau
bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan
untuk kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi.
(3) Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
terdiri dari:
a. permukaan bumi, meliputi:
1) tanah dan/atau perairan pedalaman (onshore); dan
2) perairan lepas pantai (offshore);
b. tubuh bumi.
(4) Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
merupakan konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
(5) Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau Panas
Bumi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
meliputi:
a. Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya; dan
b. wilayah di luar Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya
yang merupakan satu kesatuan dan digunakan untuk
kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas
Bumi, atau Panas Bumi.
(6) Wilayah di luar Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya yang
merupakan satu kesatuan dan digunakan untuk kegiatan
usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau
Panas Bumi, sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b
merupakan wilayah penunjang kegiatan usaha pertambangan
Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau Panas Bumi yang menjadi
bagian yang secara fisik tidak terpisahkan dengan
permukaan bumi yang dikenakan PBB Migas atau PBB Panas
Bumi di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya.
Pasal 3
(1) Permukaan bumi onshore sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (3) huruf a angka 1) meliputi:
a. areal yang dikenakan PBB Migas atau PBB Panas Bumi,
berupa:
1) Areal Produktif;
2) Areal Belum Produktif;
3) Areal …
- 6 -
3) Areal Tidak Produktif; dan
4) Areal Emplasemen;
b. areal yang tidak dikenakan PBB Migas atau PBB Panas
Bumi, berupa Areal Lainnya.
(2) Permukaan bumi offshore sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (3) huruf a angka 2) meliputi:
a. areal yang dikenakan PBB Migas, berupa Areal Offshore;
dan
b. areal yang tidak dikenakan PBB Migas, berupa Areal
Lainnya.
(3) Tubuh bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3)
huruf b berupa:
a. Tubuh Bumi Eksplorasi; atau
b. Tubuh Bumi Eksploitasi.
Pasal 4
(1) Subjek pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi adalah orang
atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas
bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau
memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas
bangunan, atas objek pajak PBB Migas atau PBB Panas
Bumi.
(2) Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
dikenakan kewajiban membayar PBB Migas atau PBB Panas
Bumi menjadi Wajib Pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi.
Pasal 5
(1) Subjek pajak atau Wajib Pajak melakukan pendaftaran atau
pemutakhiran data objek pajak PBB Migas atau PBB Panas
Bumi dengan cara mengisi SPOP, dengan jelas, benar, dan
lengkap, serta ditandatangani, dan dilengkapi dengan
dokumen pendukung.
(2) Dalam hal SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditandatangani oleh bukan subjek pajak atau Wajib Pajak,
harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
(3) SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri
dengan LSPOP yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari SPOP.
Pasal 6
(1) SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
terdiri dari SPOP PBB Migas dan SPOP PBB Panas
Bumi.
(2) SPOP PBB Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
a. onshore, dilampiri dengan:
1) LSPOP PBB Migas Onshore;
2) LSPOP …
- 7 -
2) LSPOP PBB Migas Bangunan Umum; dan/atau
3) LSPOP PBB Migas Bangunan Khusus.
b. offshore, dilampiri dengan:
1) LSPOP PBB Migas Offshore;
2) LSPOP PBB Migas Bangunan Umum, dan/atau
3) LSPOP PBB Migas Bangunan Khusus.
c. tubuh bumi, dilampiri dengan LSPOP PBB Migas Tubuh
Bumi.
(3) SPOP PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk:
a. onshore, dilampiri dengan:
1) LSPOP PBB Panas Bumi Onshore;
2) LSPOP PBB Panas Bumi Bangunan Umum, dan/atau
3) LSPOP PBB Panas Bumi Bangunan Khusus.
b. tubuh bumi, dilampiri dengan LSPOP PBB Panas Bumi
Tubuh Bumi.
Pasal 7
(1) Subjek pajak atau Wajib Pajak harus menyampaikan SPOP
dan LSPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang telah
diisi dengan jelas, benar, dan lengkap, serta ditandatangani,
ke Kantor Pelayanan Pajak paling lama 30 (tiga puluh) hari
setelah tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh subjek
pajak atau Wajib Pajak.
(2) Tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh subjek pajak atau
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. tanggal tanda terima, dalam hal SPOP dan LSPOP
disampaikan secara langsung oleh Kantor Pelayanan
Pajak; atau
b. tanggal bukti pengiriman, dalam hal SPOP dan LSPOP
dikirim oleh Kantor Pelayanan Pajak melalui pos atau jasa
pengiriman lainnya.
(3) Dalam hal tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah tanggal sebelum
1 Januari tahun pajak, maka tanggal diterimanya SPOP dan
LSPOP adalah tanggal 1 Januari tahun pajak.
(4) Tanggal disampaikannya SPOP dan LSPOP ke Kantor
Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. tanggal tanda terima, dalam hal SPOP dan LSPOP
diterima secara langsung di Kantor Pelayanan Pajak; atau
b. tanggal bukti pengiriman, dalam hal SPOP dan LSPOP
diterima di Kantor Pelayanan Pajak melalui pos atau jasa
pengiriman lainnya.
Pasal …
- 8 -
Pasal 8
(1) Dasar Pengenaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah
NJOP.
(2) NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil
penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP bangunan.
(3) NJOP bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk:
a. permukaan bumi merupakan hasil perkalian antara total
luas areal yang dikenakan PBB Migas atau PBB Panas
Bumi dengan NJOP bumi per meter persegi; dan
b. tubuh bumi merupakan hasil perkalian antara luas
Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya dengan NJOP
bumi per meter persegi.
(4) NJOP bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) merupakan hasil konversi nilai bumi per meter
persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai
klasifikasi NJOP Bumi.
(5) NJOP bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan hasil perkalian antara total luas bangunan
dengan NJOP bangunan per meter persegi.
(6) NJOP bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) merupakan hasil konversi nilai bangunan per
meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan
mengenai klasifikasi NJOP Bangunan.
Pasal 9
(1) Nilai bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (4) pada tahap Eksplorasi untuk:
a. permukaan bumi onshore, merupakan hasil pembagian
antara total nilai bumi dengan total luas areal yang
dikenakan PBB Migas atau PBB Panas Bumi;
b. permukaan bumi offshore, ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak; dan
c. Tubuh Bumi Eksplorasi, ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak.
(2) Nilai bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (4) pada tahap Eksploitasi untuk:
a. permukaan bumi onshore, merupakan hasil pembagian
antara total nilai bumi dengan total luas areal yang
dikenakan PBB Migas atau PBB Panas Bumi;
b. permukaan bumi offshore, ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak; dan
c. Tubuh Bumi Eksploitasi, dalam hal:
1) terdapat hasil produksi yang terjual, merupakan hasil
pembagian antara nilai bumi untuk Tubuh Bumi
Eksploitasi …
- 9 -
Eksploitasi dengan luas Wilayah Kerja atau Wilayah
Sejenisnya;
2) tidak terdapat hasil produksi yang terjual, merupakan
nilai bumi per meter persegi untuk Tubuh Bumi
Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c.
(3) Total nilai bumi untuk permukaan bumi onshore
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2)
huruf a, merupakan jumlah dari perkalian luas masing-
masing areal yang dikenakan PBB Migas atau PBB Panas
Bumi dengan nilai bumi per meter persegi masing-masing
areal dimaksud.
(4) Nilai bumi per meter persegi masing-masing areal
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditentukan dengan
menggunakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi
jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak
terdapat transaksi jual-beli, ditentukan melalui perbandingan
harga objek lain yang sejenis.
(5) Nilai bumi untuk Tubuh Bumi Eksploitasi dalam hal terdapat
hasil produksi yang terjual sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c angka 1), ditentukan melalui pendekatan
pendapatan sebagai berikut:
a. Untuk PBB Migas:
Nilai bumi = Angka Kapitalisasi x [(hasil produksi Minyak
Bumi yang terjual dalam satu tahun sebelum tahun pajak
x harga minyak mentah Indonesia) + (hasil produksi Gas
Bumi yang terjual dalam satu tahun sebelum tahun pajak
x harga Gas Bumi)].
b. Untuk PBB Panas Bumi yang pembangkit listriknya
dikelola sendiri oleh Wajib Pajak:
Nilai bumi = Angka Kapitalisasi x [(hasil produksi uap
yang terjual dalam satu tahun sebelum tahun pajak x
harga uap) + (hasil produksi listrik yang terjual dalam
satu tahun sebelum tahun pajak x harga listrik)].
c. Untuk PBB Panas Bumi yang pembangkit listriknya tidak
dikelola sendiri oleh Wajib Pajak:
Nilai bumi = Angka Kapitalisasi x hasil produksi uap yang
terjual dalam satu tahun sebelum tahun pajak x harga
uap.
(6) Angka Kapitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
(7) Nilai bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (6) merupakan hasil pembagian antara
total nilai bangunan dengan total luas bangunan.
(8) Total nilai bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
merupakan jumlah nilai bangunan masing-masing bangunan.
(9) Nilai bangunan masing-masing bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) ditentukan melalui pendekatan biaya
yaitu sebesar biaya pembangunan baru dikurangi
penyusutan.
Pasal …
- 10 -
Pasal 10
(1) Harga minyak mentah Indonesia, harga Gas Bumi, harga
uap, harga listrik, dan kurs yang digunakan sebagai dasar
penentuan nilai bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (5), ditetapkan sebagai berikut:
a. harga minyak mentah Indonesia, menggunakan harga
yang ditetapkan dalam APBN/APBN Perubahan satu
tahun sebelum tahun pajak;
b. harga Gas Bumi, sebesar 17,96% dari harga minyak
mentah Indonesia yang ditetapkan dalam APBN/APBN
Perubahan satu tahun sebelum tahun pajak;
c. harga uap dan/atau listrik, sebesar rata-rata harga
kontrak uap dan/atau listrik yang berlaku yang
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak;
dan
d. kurs, menggunakan kurs dalam APBN/APBN Perubahan
satu tahun sebelum tahun pajak.
(2) Menteri Keuangan dapat menetapkan harga minyak mentah
Indonesia, harga Gas Bumi, harga uap, harga listrik, dan
kurs sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal Menteri Keuangan menetapkan harga minyak
mentah Indonesia, harga Gas Bumi, harga uap, harga listrik,
dan kurs sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
Pasal 11
(1) Pengadministrasian data objek pajak PBB Migas onshore dan
PBB Panas Bumi dilakukan oleh:
a. Kantor Pelayanan Pajak berdasarkan wilayah kabupaten,
kota, atau wilayah DKI Jakarta, yang wilayah kerjanya
meliputi letak objek pajak PBB Migas onshore dan/atau
PBB Panas Bumi; atau
b. Kantor Pelayanan Pajak yang ditunjuk, dalam hal terdapat
lebih dari satu Kantor Pelayanan Pajak dalam satu
kabupaten, kota, atau wilayah DKI Jakarta.
(2) Pengadministrasian data objek pajak PBB Migas offshore dan
tubuh bumi dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak yang
ditunjuk.
Pasal 12
(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 menetapkan besarnya PBB Migas atau PBB
Panas Bumi terutang menurut keadaan objek pajak PBB
Migas atau PBB Panas Bumi pada tanggal 1 Januari
berdasarkan SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 dengan menerbitkan SPPT.
(2) SPPT …
- 11 -
(2) SPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. SPPT untuk onshore;
b. SPPT untuk offshore; dan
c. SPPT untuk tubuh bumi.
Pasal 13
Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 dapat berkoordinasi dengan Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Pajak dalam rangka:
1. penyampaian SPOP dan LSPOP kepada subjek pajak atau
Wajib Pajak;
2. penerimaan pengembalian SPOP dan LSPOP yang telah diisi
oleh subjek pajak atau Wajib Pajak; dan
3. penyampaian SPPT kepada Wajib Pajak.
Pasal 14
(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKP PBB dalam
hal subjek pajak atau Wajib Pajak:
a. tidak menyampaikan SPOP dan LSPOP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan setelah ditegur
secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan
dalam Surat Teguran; atau
b. menyampaikan SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) dan berdasarkan hasil pemeriksaan
atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang
seharusnya terutang lebih besar dari jumlah pajak yang
dihitung berdasarkan SPOP dan LSPOP.
(2) Jumlah pajak yang terutang dalam SKP PBB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah pokok pajak
ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% (dua
puluh lima persen) dihitung dari pokok pajak.
(3) Jumlah pajak yang terutang dalam SKP PBB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah selisih pajak yang
terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan
lain dengan pajak yang terutang yang dihitung berdasarkan
SPOP dan LSPOP ditambah dengan denda administrasi
sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari selisih pajak yang
terutang.
(4) Dalam hal SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan terhadap Wajib Pajak yang pembayaran PBB
Migas atau PBB Panas Bumi melalui pemindahbukuan,
denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
menggunakan Surat Setoran Pajak PBB melalui Bank
Persepsi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan.
(5) Dalam hal SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan terhadap Wajib Pajak yang pembayaran PBB
Migas atau PBB Panas Bumi dilakukan sendiri oleh Wajib
Pajak …
- 12 -
Pajak, jumlah pajak terutang dalam SKP PBB sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak menggunakan Surat Setoran Pajak PBB
melalui Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan.
Pasal 15
Bentuk formulir:
1. SPOP PBB Migas, adalah sebagaimana ditetapkan pada
Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
2. SPOP PBB Panas Bumi, adalah sebagaimana ditetapkan pada
Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
3. LSPOP PBB Migas Onshore (kode L01-31), adalah
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini;
4. LSPOP PBB Migas Offshore (kode L01-32), adalah
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini;
5. LSPOP PBB Migas Bangunan Umum (kode L02-31), adalah
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran V Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini;
6. LSPOP PBB Migas Bangunan Khusus (kode L02-32), adalah
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VI Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini;
7. LSPOP PBB Migas Tubuh Bumi (kode L03-31), adalah
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VII Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini;
8. LSPOP PBB Panas Bumi Onshore (kode L01-51), adalah
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VIII Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini;
9. LSPOP PBB Panas Bumi Bangunan Umum (kode L02-51),
adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IX Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini;
10. LSPOP PBB Panas Bumi Bangunan Khusus (kode L02-52),
adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran X Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini; dan
11. LSPOP PBB Panas Bumi Tubuh Bumi (kode L03-51), adalah
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran XI Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini;
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 16
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku,
pengenaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi untuk tahun pajak
2013 dan sebelumnya dilaksanakan berdasarkan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak
yang berlaku pada tahun pajak yang bersangkutan.
Pasal …
BAGIAN ORGANISASI DAN TATALAKSANA
SEKRETARIAT/
JOKO SUSILO
221991031006
- 13 -
Pasal 17
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku,
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/ PJ/ 2012
tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi,
dan Panas Bumi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 18
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal
1 Januari 2014.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal ?0 Desember 2013
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
A. FUAD RAHMANY
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
u.b.

More Related Content

What's hot

UU 28 tahun 2009_cintayasir
UU 28 tahun 2009_cintayasirUU 28 tahun 2009_cintayasir
UU 28 tahun 2009_cintayasirYasir Partomo
 
Penjelasan perda nomor 7 tahun 2010 ttg pajak mineral bukan logam dan batuan
Penjelasan perda nomor 7 tahun 2010 ttg pajak mineral bukan logam dan batuanPenjelasan perda nomor 7 tahun 2010 ttg pajak mineral bukan logam dan batuan
Penjelasan perda nomor 7 tahun 2010 ttg pajak mineral bukan logam dan batuanChaeza Khalygiz
 
Pajak bumi dan bangunan (pbb)
Pajak bumi dan bangunan (pbb)Pajak bumi dan bangunan (pbb)
Pajak bumi dan bangunan (pbb)Maulina Sahara
 
perda pajak kalteng.pdf
perda pajak kalteng.pdfperda pajak kalteng.pdf
perda pajak kalteng.pdfGeorgeTomonob
 
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunanUU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunanPajeg Lempung
 
Pajak Bumi Bangunan - Materi Kuliah hk pajak Grup A FH USU
Pajak Bumi Bangunan - Materi Kuliah hk pajak Grup A FH USUPajak Bumi Bangunan - Materi Kuliah hk pajak Grup A FH USU
Pajak Bumi Bangunan - Materi Kuliah hk pajak Grup A FH USUFurqaan Syah
 
Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung WaletPajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung WaletPT Lion Air
 

What's hot (20)

UU 28 tahun 2009_cintayasir
UU 28 tahun 2009_cintayasirUU 28 tahun 2009_cintayasir
UU 28 tahun 2009_cintayasir
 
UU 21 1997
UU 21 1997UU 21 1997
UU 21 1997
 
6 pbb-2
6 pbb-26 pbb-2
6 pbb-2
 
Presentasi pad
Presentasi padPresentasi pad
Presentasi pad
 
7 tahun 2003
7 tahun 20037 tahun 2003
7 tahun 2003
 
Uu 1985 12
Uu 1985 12Uu 1985 12
Uu 1985 12
 
Penjelasan perda nomor 7 tahun 2010 ttg pajak mineral bukan logam dan batuan
Penjelasan perda nomor 7 tahun 2010 ttg pajak mineral bukan logam dan batuanPenjelasan perda nomor 7 tahun 2010 ttg pajak mineral bukan logam dan batuan
Penjelasan perda nomor 7 tahun 2010 ttg pajak mineral bukan logam dan batuan
 
Pp 112 2000
Pp 112 2000Pp 112 2000
Pp 112 2000
 
Pajak bumi dan bangunan (pbb)
Pajak bumi dan bangunan (pbb)Pajak bumi dan bangunan (pbb)
Pajak bumi dan bangunan (pbb)
 
perda pajak kalteng.pdf
perda pajak kalteng.pdfperda pajak kalteng.pdf
perda pajak kalteng.pdf
 
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNANMAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
 
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunanUU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunan
 
UU 12 th 1994
UU 12 th 1994UU 12 th 1994
UU 12 th 1994
 
Pbb1
Pbb1Pbb1
Pbb1
 
UU 20 2000
UU 20 2000UU 20 2000
UU 20 2000
 
Pajak Bumi Bangunan - Materi Kuliah hk pajak Grup A FH USU
Pajak Bumi Bangunan - Materi Kuliah hk pajak Grup A FH USUPajak Bumi Bangunan - Materi Kuliah hk pajak Grup A FH USU
Pajak Bumi Bangunan - Materi Kuliah hk pajak Grup A FH USU
 
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
 
Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung WaletPajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung Walet
 
Pertemuan 9 & 10 pajak
Pertemuan 9 & 10 pajakPertemuan 9 & 10 pajak
Pertemuan 9 & 10 pajak
 
Makalah akn
Makalah aknMakalah akn
Makalah akn
 

Viewers also liked

Minyak bumi dan gas alam
Minyak bumi dan gas alamMinyak bumi dan gas alam
Minyak bumi dan gas alamZilan12345
 
Makalah kimia tentang pengolahan minyak bumi
Makalah kimia tentang pengolahan minyak bumiMakalah kimia tentang pengolahan minyak bumi
Makalah kimia tentang pengolahan minyak bumigis nargis
 
Bentuk / jenis pelayanan dan syarat pelayanan PBB P2
Bentuk / jenis pelayanan   dan syarat  pelayanan PBB P2 Bentuk / jenis pelayanan   dan syarat  pelayanan PBB P2
Bentuk / jenis pelayanan dan syarat pelayanan PBB P2 Eko Priyanto
 
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)Yudi Zulkarnaen
 
PER-45/PJ/ 2013 dan lampirannya :::: Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Ban...
PER-45/PJ/ 2013 dan lampirannya  ::::  Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Ban...PER-45/PJ/ 2013 dan lampirannya  ::::  Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Ban...
PER-45/PJ/ 2013 dan lampirannya :::: Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Ban...Roko Subagya
 
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)Bbe Mee
 

Viewers also liked (7)

Minyak bumi dan gas alam
Minyak bumi dan gas alamMinyak bumi dan gas alam
Minyak bumi dan gas alam
 
Katalis heterogen
Katalis heterogenKatalis heterogen
Katalis heterogen
 
Makalah kimia tentang pengolahan minyak bumi
Makalah kimia tentang pengolahan minyak bumiMakalah kimia tentang pengolahan minyak bumi
Makalah kimia tentang pengolahan minyak bumi
 
Bentuk / jenis pelayanan dan syarat pelayanan PBB P2
Bentuk / jenis pelayanan   dan syarat  pelayanan PBB P2 Bentuk / jenis pelayanan   dan syarat  pelayanan PBB P2
Bentuk / jenis pelayanan dan syarat pelayanan PBB P2
 
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
 
PER-45/PJ/ 2013 dan lampirannya :::: Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Ban...
PER-45/PJ/ 2013 dan lampirannya  ::::  Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Ban...PER-45/PJ/ 2013 dan lampirannya  ::::  Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Ban...
PER-45/PJ/ 2013 dan lampirannya :::: Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Ban...
 
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
 

Similar to PER 45 PJ /2013 ::: TENTANG TATA CARA PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK, GAS, DAN PANAS BUMI

10f9b27391639fdae6d40939f6b5b6470ae3454c.pptx
10f9b27391639fdae6d40939f6b5b6470ae3454c.pptx10f9b27391639fdae6d40939f6b5b6470ae3454c.pptx
10f9b27391639fdae6d40939f6b5b6470ae3454c.pptxkalam49
 
Rencana pelaksanaan pembelajaran pbb
Rencana pelaksanaan pembelajaran pbbRencana pelaksanaan pembelajaran pbb
Rencana pelaksanaan pembelajaran pbbDede Azis Nagara
 
PP Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pajak Pengasilan Hulu Migas
PP Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pajak Pengasilan Hulu MigasPP Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pajak Pengasilan Hulu Migas
PP Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pajak Pengasilan Hulu MigasEMLI Indonesia
 
Pajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docx
Pajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docxPajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docx
Pajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docxFiqarJusfikar
 
Pajak dan Retribusi UU 20 Th 2009
Pajak dan Retribusi UU 20 Th 2009Pajak dan Retribusi UU 20 Th 2009
Pajak dan Retribusi UU 20 Th 2009WEST NUSA TENGGARA
 
Saat dan tempat terutang pajak
Saat dan tempat terutang pajakSaat dan tempat terutang pajak
Saat dan tempat terutang pajakrereee
 
PAJAK BUMI BANGUNAN (PBB) BY Neti Maria
PAJAK BUMI BANGUNAN (PBB) BY Neti MariaPAJAK BUMI BANGUNAN (PBB) BY Neti Maria
PAJAK BUMI BANGUNAN (PBB) BY Neti MariaIndah Mawarni
 
4 pajak dan retribusi daerah
4 pajak dan retribusi daerah4 pajak dan retribusi daerah
4 pajak dan retribusi daerahnatal kristiono
 
Pajak bumi dan bangunan
Pajak bumi dan bangunanPajak bumi dan bangunan
Pajak bumi dan bangunanHesni Tiara
 
3 perkembangan perpajakan di indonesia
3 perkembangan perpajakan di indonesia3 perkembangan perpajakan di indonesia
3 perkembangan perpajakan di indonesianatal kristiono
 

Similar to PER 45 PJ /2013 ::: TENTANG TATA CARA PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK, GAS, DAN PANAS BUMI (20)

PBB & BPHTB.pptx
PBB & BPHTB.pptxPBB & BPHTB.pptx
PBB & BPHTB.pptx
 
10f9b27391639fdae6d40939f6b5b6470ae3454c.pptx
10f9b27391639fdae6d40939f6b5b6470ae3454c.pptx10f9b27391639fdae6d40939f6b5b6470ae3454c.pptx
10f9b27391639fdae6d40939f6b5b6470ae3454c.pptx
 
Rencana pelaksanaan pembelajaran pbb
Rencana pelaksanaan pembelajaran pbbRencana pelaksanaan pembelajaran pbb
Rencana pelaksanaan pembelajaran pbb
 
Perda PBB P2 Kab Sumbawa
Perda PBB P2 Kab SumbawaPerda PBB P2 Kab Sumbawa
Perda PBB P2 Kab Sumbawa
 
Materi PBB.pptx
Materi PBB.pptxMateri PBB.pptx
Materi PBB.pptx
 
5
55
5
 
PP Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pajak Pengasilan Hulu Migas
PP Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pajak Pengasilan Hulu MigasPP Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pajak Pengasilan Hulu Migas
PP Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pajak Pengasilan Hulu Migas
 
PMK 146 2013
PMK 146 2013PMK 146 2013
PMK 146 2013
 
UU Nomor 42 Tahun 2009
UU Nomor 42 Tahun 2009UU Nomor 42 Tahun 2009
UU Nomor 42 Tahun 2009
 
Pajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docx
Pajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docxPajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docx
Pajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docx
 
PP 79 2010
PP 79 2010PP 79 2010
PP 79 2010
 
Pajak dan Retribusi UU 20 Th 2009
Pajak dan Retribusi UU 20 Th 2009Pajak dan Retribusi UU 20 Th 2009
Pajak dan Retribusi UU 20 Th 2009
 
Saat dan tempat terutang pajak
Saat dan tempat terutang pajakSaat dan tempat terutang pajak
Saat dan tempat terutang pajak
 
PAJAK BUMI BANGUNAN (PBB) BY Neti Maria
PAJAK BUMI BANGUNAN (PBB) BY Neti MariaPAJAK BUMI BANGUNAN (PBB) BY Neti Maria
PAJAK BUMI BANGUNAN (PBB) BY Neti Maria
 
Uu 42-tahun-2009
Uu 42-tahun-2009Uu 42-tahun-2009
Uu 42-tahun-2009
 
4 pajak dan retribusi daerah
4 pajak dan retribusi daerah4 pajak dan retribusi daerah
4 pajak dan retribusi daerah
 
PP Nomor 37 Tahun 2018.pdf
PP Nomor 37 Tahun 2018.pdfPP Nomor 37 Tahun 2018.pdf
PP Nomor 37 Tahun 2018.pdf
 
Pajak bumi dan bangunan
Pajak bumi dan bangunanPajak bumi dan bangunan
Pajak bumi dan bangunan
 
3 perkembangan perpajakan di indonesia
3 perkembangan perpajakan di indonesia3 perkembangan perpajakan di indonesia
3 perkembangan perpajakan di indonesia
 
Uu migas no.22-2001
Uu migas no.22-2001Uu migas no.22-2001
Uu migas no.22-2001
 

More from Roko Subagya

Seri kup tindak pidana di bidang perpajakan
Seri kup   tindak pidana di bidang perpajakanSeri kup   tindak pidana di bidang perpajakan
Seri kup tindak pidana di bidang perpajakanRoko Subagya
 
Seri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Seri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang PerpajakanSeri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Seri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang PerpajakanRoko Subagya
 
Amnesti pajak Telah Memasuki Tahap III
Amnesti pajak Telah Memasuki Tahap IIIAmnesti pajak Telah Memasuki Tahap III
Amnesti pajak Telah Memasuki Tahap IIIRoko Subagya
 
Kewajiban bendaharawan pemerintah
Kewajiban bendaharawan pemerintahKewajiban bendaharawan pemerintah
Kewajiban bendaharawan pemerintahRoko Subagya
 
Kewajiban PPh PPN dari seorang Bendaharawan
Kewajiban PPh PPN dari seorang BendaharawanKewajiban PPh PPN dari seorang Bendaharawan
Kewajiban PPh PPN dari seorang BendaharawanRoko Subagya
 
KEWAJIBAN Bendahara
KEWAJIBAN Bendahara KEWAJIBAN Bendahara
KEWAJIBAN Bendahara Roko Subagya
 
Bisnis Pulsa dan Intelijen Maya Termurah
Bisnis Pulsa dan Intelijen Maya TermurahBisnis Pulsa dan Intelijen Maya Termurah
Bisnis Pulsa dan Intelijen Maya TermurahRoko Subagya
 
Uuno.28 tahun 2007 tentang kup
Uuno.28 tahun 2007 tentang  kupUuno.28 tahun 2007 tentang  kup
Uuno.28 tahun 2007 tentang kupRoko Subagya
 
Uu no.36 tahun 2008 tentang pph
Uu no.36 tahun 2008 tentang  pphUu no.36 tahun 2008 tentang  pph
Uu no.36 tahun 2008 tentang pphRoko Subagya
 
Uu no.11 th 2016 pengampunan pajak
Uu no.11 th 2016 pengampunan pajakUu no.11 th 2016 pengampunan pajak
Uu no.11 th 2016 pengampunan pajakRoko Subagya
 
::Per:21/pj/2016 :: TATA CARA PENCABUTAN ATAS SURAT PERNYATAAN
::Per:21/pj/2016 :: TATA CARA PENCABUTAN ATAS SURAT PERNYATAAN::Per:21/pj/2016 :: TATA CARA PENCABUTAN ATAS SURAT PERNYATAAN
::Per:21/pj/2016 :: TATA CARA PENCABUTAN ATAS SURAT PERNYATAANRoko Subagya
 
PER:20/PJ/2016 ::tentang tata cara penerbitan dan pengiriman surat keterangan...
PER:20/PJ/2016 ::tentang tata cara penerbitan dan pengiriman surat keterangan...PER:20/PJ/2016 ::tentang tata cara penerbitan dan pengiriman surat keterangan...
PER:20/PJ/2016 ::tentang tata cara penerbitan dan pengiriman surat keterangan...Roko Subagya
 
Pendaftaran NPWP Orang Pribadi Pelaku Kegiatan Usaha via internet
Pendaftaran NPWP Orang Pribadi Pelaku Kegiatan Usaha via internetPendaftaran NPWP Orang Pribadi Pelaku Kegiatan Usaha via internet
Pendaftaran NPWP Orang Pribadi Pelaku Kegiatan Usaha via internetRoko Subagya
 
SEQUEL MODUL PPN ::: Ditambah Pertanyaan-Pertanyaan Singkat Pajak Pertambahan...
SEQUEL MODUL PPN ::: Ditambah Pertanyaan-Pertanyaan Singkat Pajak Pertambahan...SEQUEL MODUL PPN ::: Ditambah Pertanyaan-Pertanyaan Singkat Pajak Pertambahan...
SEQUEL MODUL PPN ::: Ditambah Pertanyaan-Pertanyaan Singkat Pajak Pertambahan...Roko Subagya
 
SEQUEL ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-Undang
SEQUEL  ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-UndangSEQUEL  ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-Undang
SEQUEL ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-UndangRoko Subagya
 
UNDANG-UNDANG PENGAMPUNAN PAJAK INDONESIA
UNDANG-UNDANG PENGAMPUNAN PAJAK INDONESIAUNDANG-UNDANG PENGAMPUNAN PAJAK INDONESIA
UNDANG-UNDANG PENGAMPUNAN PAJAK INDONESIARoko Subagya
 
8500+ ALAMAT EMAIL:::: Daftar Alamat Surat Elektronik Gmail, YAHOOMAIL,HOTMAI...
8500+ ALAMAT EMAIL:::: Daftar Alamat Surat Elektronik Gmail, YAHOOMAIL,HOTMAI...8500+ ALAMAT EMAIL:::: Daftar Alamat Surat Elektronik Gmail, YAHOOMAIL,HOTMAI...
8500+ ALAMAT EMAIL:::: Daftar Alamat Surat Elektronik Gmail, YAHOOMAIL,HOTMAI...Roko Subagya
 
pmk 90-pmk.03-2015 ::::: tentang perubahan pmk-253-pmk.03-2015
pmk 90-pmk.03-2015 ::::: tentang perubahan pmk-253-pmk.03-2015pmk 90-pmk.03-2015 ::::: tentang perubahan pmk-253-pmk.03-2015
pmk 90-pmk.03-2015 ::::: tentang perubahan pmk-253-pmk.03-2015Roko Subagya
 
PER: 17/PJ/ 2015 ::: NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
PER: 17/PJ/  2015 ::: NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETOPER: 17/PJ/  2015 ::: NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
PER: 17/PJ/ 2015 ::: NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETORoko Subagya
 

More from Roko Subagya (20)

Seri kup tindak pidana di bidang perpajakan
Seri kup   tindak pidana di bidang perpajakanSeri kup   tindak pidana di bidang perpajakan
Seri kup tindak pidana di bidang perpajakan
 
Seri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Seri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang PerpajakanSeri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Seri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
 
Amnesti pajak Telah Memasuki Tahap III
Amnesti pajak Telah Memasuki Tahap IIIAmnesti pajak Telah Memasuki Tahap III
Amnesti pajak Telah Memasuki Tahap III
 
Kewajiban bendaharawan pemerintah
Kewajiban bendaharawan pemerintahKewajiban bendaharawan pemerintah
Kewajiban bendaharawan pemerintah
 
Kewajiban PPh PPN dari seorang Bendaharawan
Kewajiban PPh PPN dari seorang BendaharawanKewajiban PPh PPN dari seorang Bendaharawan
Kewajiban PPh PPN dari seorang Bendaharawan
 
KEWAJIBAN Bendahara
KEWAJIBAN Bendahara KEWAJIBAN Bendahara
KEWAJIBAN Bendahara
 
Bisnis Pulsa dan Intelijen Maya Termurah
Bisnis Pulsa dan Intelijen Maya TermurahBisnis Pulsa dan Intelijen Maya Termurah
Bisnis Pulsa dan Intelijen Maya Termurah
 
Uuno.28 tahun 2007 tentang kup
Uuno.28 tahun 2007 tentang  kupUuno.28 tahun 2007 tentang  kup
Uuno.28 tahun 2007 tentang kup
 
Uu no.36 tahun 2008 tentang pph
Uu no.36 tahun 2008 tentang  pphUu no.36 tahun 2008 tentang  pph
Uu no.36 tahun 2008 tentang pph
 
Uu no.11 th 2016 pengampunan pajak
Uu no.11 th 2016 pengampunan pajakUu no.11 th 2016 pengampunan pajak
Uu no.11 th 2016 pengampunan pajak
 
::Per:21/pj/2016 :: TATA CARA PENCABUTAN ATAS SURAT PERNYATAAN
::Per:21/pj/2016 :: TATA CARA PENCABUTAN ATAS SURAT PERNYATAAN::Per:21/pj/2016 :: TATA CARA PENCABUTAN ATAS SURAT PERNYATAAN
::Per:21/pj/2016 :: TATA CARA PENCABUTAN ATAS SURAT PERNYATAAN
 
PER:20/PJ/2016 ::tentang tata cara penerbitan dan pengiriman surat keterangan...
PER:20/PJ/2016 ::tentang tata cara penerbitan dan pengiriman surat keterangan...PER:20/PJ/2016 ::tentang tata cara penerbitan dan pengiriman surat keterangan...
PER:20/PJ/2016 ::tentang tata cara penerbitan dan pengiriman surat keterangan...
 
Pendaftaran NPWP Orang Pribadi Pelaku Kegiatan Usaha via internet
Pendaftaran NPWP Orang Pribadi Pelaku Kegiatan Usaha via internetPendaftaran NPWP Orang Pribadi Pelaku Kegiatan Usaha via internet
Pendaftaran NPWP Orang Pribadi Pelaku Kegiatan Usaha via internet
 
SEQUEL MODUL PPN ::: Ditambah Pertanyaan-Pertanyaan Singkat Pajak Pertambahan...
SEQUEL MODUL PPN ::: Ditambah Pertanyaan-Pertanyaan Singkat Pajak Pertambahan...SEQUEL MODUL PPN ::: Ditambah Pertanyaan-Pertanyaan Singkat Pajak Pertambahan...
SEQUEL MODUL PPN ::: Ditambah Pertanyaan-Pertanyaan Singkat Pajak Pertambahan...
 
SEQUEL ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-Undang
SEQUEL  ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-UndangSEQUEL  ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-Undang
SEQUEL ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-Undang
 
Pmk 29.pmk03.2015
Pmk   29.pmk03.2015Pmk   29.pmk03.2015
Pmk 29.pmk03.2015
 
UNDANG-UNDANG PENGAMPUNAN PAJAK INDONESIA
UNDANG-UNDANG PENGAMPUNAN PAJAK INDONESIAUNDANG-UNDANG PENGAMPUNAN PAJAK INDONESIA
UNDANG-UNDANG PENGAMPUNAN PAJAK INDONESIA
 
8500+ ALAMAT EMAIL:::: Daftar Alamat Surat Elektronik Gmail, YAHOOMAIL,HOTMAI...
8500+ ALAMAT EMAIL:::: Daftar Alamat Surat Elektronik Gmail, YAHOOMAIL,HOTMAI...8500+ ALAMAT EMAIL:::: Daftar Alamat Surat Elektronik Gmail, YAHOOMAIL,HOTMAI...
8500+ ALAMAT EMAIL:::: Daftar Alamat Surat Elektronik Gmail, YAHOOMAIL,HOTMAI...
 
pmk 90-pmk.03-2015 ::::: tentang perubahan pmk-253-pmk.03-2015
pmk 90-pmk.03-2015 ::::: tentang perubahan pmk-253-pmk.03-2015pmk 90-pmk.03-2015 ::::: tentang perubahan pmk-253-pmk.03-2015
pmk 90-pmk.03-2015 ::::: tentang perubahan pmk-253-pmk.03-2015
 
PER: 17/PJ/ 2015 ::: NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
PER: 17/PJ/  2015 ::: NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETOPER: 17/PJ/  2015 ::: NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
PER: 17/PJ/ 2015 ::: NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
 

Recently uploaded

Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxBudyHermawan3
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxBudyHermawan3
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxBudyHermawan3
 
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfSalinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfdrmdbriarren
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxBudyHermawan3
 
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptxPerencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptxBudyHermawan3
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxBudyHermawan3
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditYOSUAGETMIRAJAGUKGUK1
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxBudyHermawan3
 
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxIPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxrohiwanto
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxBudyHermawan3
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxBudyHermawan3
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxBudyHermawan3
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxBudyHermawan3
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdfHarisKunaifi2
 

Recently uploaded (15)

Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
 
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfSalinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
 
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptxPerencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
 
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxIPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
 

PER 45 PJ /2013 ::: TENTANG TATA CARA PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK, GAS, DAN PANAS BUMI

  • 1. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 45/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN PANAS BUMI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : a. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi; b. bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang selama ini menjadi beban Pemerintah diubah menjadi beban bersama Pemerintah dan kontraktor dengan cara membukukan pembayaran pajak tersebut sebagai komponen biaya, dan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, pemegang Izin Usaha Pertambangan wajib membayar sendiri Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pertambangan Panas Bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2013 tentang Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569); 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2013 tentang Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi; MEMUTUSKAN: …
  • 2. - 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN PANAS BUMI. Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan: 1. Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. 2. PBB sektor pertambangan untuk pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut PBB Migas adalah PBB atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi. 3. PBB sektor pertambangan untuk pertambangan Panas Bumi yang selanjutnya disebut PBB Panas Bumi adalah PBB atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi. 4. Pengenaan adalah kegiatan menetapkan subjek pajak atau Wajib Pajak dan besarnya pajak terutang untuk PBB Migas dan PBB Panas Bumi berdasarkan peraturan perundang- undangan PBB. 5. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak Bumi dan Gas Bumi. 6. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, termasuk antara lain gas metan batubara (coalbed methane). 7. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan. 8. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi. 9. Izin …
  • 3. - 3 - 9. Izin Usaha Pertambangan adalah izin atau bentuk kontrak kerja sama lain untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi. 10. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, atau Panas Bumi, termasuk kegiatan studi kelayakan dalam kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi, di Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya. 11. Eksploitasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, atau Panas Bumi, dari Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya. 12. Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi. 13. Wilayah Sejenisnya adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, atau daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. 14. Areal Produktif adalah areal tanah dan/atau perairan pedalaman di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya yang secara nyata dipunyai haknya dan/atau diperoleh manfaatnya oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau Panas Bumi, yang sedang diusahakan untuk pengambilan hasil produksi. 15. Areal Belum Produktif adalah areal tanah dan/atau perairan pedalaman di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya yang secara nyata dipunyai haknya dan/atau diperoleh manfaatnya oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau Panas Bumi, yang belum diusahakan untuk pengambilan hasil produksi. 16. Areal Tidak Produktif adalah areal tanah dan/atau perairan pedalaman di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya yang secara nyata dipunyai haknya dan/atau diperoleh manfaatnya oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau Panas Bumi, yang tidak dapat atau telah selesai diusahakan untuk pengambilan hasil produksi. 17. Areal Emplasemen adalah areal tanah dan/atau perairan pedalaman di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau Panas Bumi, yang secara nyata dipunyai haknya dan/atau diperoleh manfaatnya oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk menunjang kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau Panas Bumi, yang di atasnya …
  • 4. - 4 - atasnya berdiri bangunan dan sarana pendukungnya, tidak termasuk Areal Produktif. 18. Areal Offshore adalah areal perairan lepas pantai di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, yang secara nyata dipunyai haknya dan/atau diperoleh manfaatnya oleh subjek pajak atau Wajib Pajak. 19. Areal Lainnya adalah areal tanah, perairan pedalaman, dan/atau perairan lepas pantai, di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya yang tidak dikenakan PBB sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, dan/atau yang secara nyata tidak dipunyai haknya dan tidak diperoleh manfaatnya oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau Panas Bumi. 20. Tubuh Bumi Eksplorasi adalah tubuh bumi yang berada di bawah permukaan bumi pada Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya yang memiliki potensi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, atau Panas Bumi. 21. Tubuh Bumi Eksploitasi adalah tubuh bumi yang berada di bawah permukaan bumi pada Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya yang telah menghasilkan hasil produksi berupa Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, atau Panas Bumi. 22. Angka Kapitalisasi adalah angka pengali yang digunakan untuk mengonversi hasil produksi yang terjual dalam setahun menjadi nilai bumi untuk Tubuh Bumi Eksploitasi. 23. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti. 24. Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi yang selanjutnya disebut SPOP adalah surat yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak dan subjek pajak atau Wajib Pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi ke Direktorat Jenderal Pajak. 25. Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi yang selanjutnya disebut LSPOP adalah formulir yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data rinci objek pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi. 26. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB yang terutang kepada Wajib Pajak. 27. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut SKP PBB adalah Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Undang- Undang …
  • 5. - 5 - Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1994. 28. Kantor Pelayanan Pajak adalah Kantor Pelayanan Pajak yang mengadministrasikan objek pajak PBB Migas dan/atau PBB Panas Bumi. Pasal 2 (1) Objek pajak PBB Migas adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi. (2) Objek pajak PBB Panas Bumi adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi. (3) Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), terdiri dari: a. permukaan bumi, meliputi: 1) tanah dan/atau perairan pedalaman (onshore); dan 2) perairan lepas pantai (offshore); b. tubuh bumi. (4) Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. (5) Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau Panas Bumi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi: a. Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya; dan b. wilayah di luar Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya yang merupakan satu kesatuan dan digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau Panas Bumi. (6) Wilayah di luar Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya yang merupakan satu kesatuan dan digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau Panas Bumi, sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b merupakan wilayah penunjang kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau Panas Bumi yang menjadi bagian yang secara fisik tidak terpisahkan dengan permukaan bumi yang dikenakan PBB Migas atau PBB Panas Bumi di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya. Pasal 3 (1) Permukaan bumi onshore sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a angka 1) meliputi: a. areal yang dikenakan PBB Migas atau PBB Panas Bumi, berupa: 1) Areal Produktif; 2) Areal Belum Produktif; 3) Areal …
  • 6. - 6 - 3) Areal Tidak Produktif; dan 4) Areal Emplasemen; b. areal yang tidak dikenakan PBB Migas atau PBB Panas Bumi, berupa Areal Lainnya. (2) Permukaan bumi offshore sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a angka 2) meliputi: a. areal yang dikenakan PBB Migas, berupa Areal Offshore; dan b. areal yang tidak dikenakan PBB Migas, berupa Areal Lainnya. (3) Tubuh bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b berupa: a. Tubuh Bumi Eksplorasi; atau b. Tubuh Bumi Eksploitasi. Pasal 4 (1) Subjek pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi. (2) Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar PBB Migas atau PBB Panas Bumi menjadi Wajib Pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi. Pasal 5 (1) Subjek pajak atau Wajib Pajak melakukan pendaftaran atau pemutakhiran data objek pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi dengan cara mengisi SPOP, dengan jelas, benar, dan lengkap, serta ditandatangani, dan dilengkapi dengan dokumen pendukung. (2) Dalam hal SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh bukan subjek pajak atau Wajib Pajak, harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus. (3) SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan LSPOP yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPOP. Pasal 6 (1) SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) terdiri dari SPOP PBB Migas dan SPOP PBB Panas Bumi. (2) SPOP PBB Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk: a. onshore, dilampiri dengan: 1) LSPOP PBB Migas Onshore; 2) LSPOP …
  • 7. - 7 - 2) LSPOP PBB Migas Bangunan Umum; dan/atau 3) LSPOP PBB Migas Bangunan Khusus. b. offshore, dilampiri dengan: 1) LSPOP PBB Migas Offshore; 2) LSPOP PBB Migas Bangunan Umum, dan/atau 3) LSPOP PBB Migas Bangunan Khusus. c. tubuh bumi, dilampiri dengan LSPOP PBB Migas Tubuh Bumi. (3) SPOP PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk: a. onshore, dilampiri dengan: 1) LSPOP PBB Panas Bumi Onshore; 2) LSPOP PBB Panas Bumi Bangunan Umum, dan/atau 3) LSPOP PBB Panas Bumi Bangunan Khusus. b. tubuh bumi, dilampiri dengan LSPOP PBB Panas Bumi Tubuh Bumi. Pasal 7 (1) Subjek pajak atau Wajib Pajak harus menyampaikan SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang telah diisi dengan jelas, benar, dan lengkap, serta ditandatangani, ke Kantor Pelayanan Pajak paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh subjek pajak atau Wajib Pajak. (2) Tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh subjek pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. tanggal tanda terima, dalam hal SPOP dan LSPOP disampaikan secara langsung oleh Kantor Pelayanan Pajak; atau b. tanggal bukti pengiriman, dalam hal SPOP dan LSPOP dikirim oleh Kantor Pelayanan Pajak melalui pos atau jasa pengiriman lainnya. (3) Dalam hal tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah tanggal sebelum 1 Januari tahun pajak, maka tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP adalah tanggal 1 Januari tahun pajak. (4) Tanggal disampaikannya SPOP dan LSPOP ke Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. tanggal tanda terima, dalam hal SPOP dan LSPOP diterima secara langsung di Kantor Pelayanan Pajak; atau b. tanggal bukti pengiriman, dalam hal SPOP dan LSPOP diterima di Kantor Pelayanan Pajak melalui pos atau jasa pengiriman lainnya. Pasal …
  • 8. - 8 - Pasal 8 (1) Dasar Pengenaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah NJOP. (2) NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP bangunan. (3) NJOP bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk: a. permukaan bumi merupakan hasil perkalian antara total luas areal yang dikenakan PBB Migas atau PBB Panas Bumi dengan NJOP bumi per meter persegi; dan b. tubuh bumi merupakan hasil perkalian antara luas Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya dengan NJOP bumi per meter persegi. (4) NJOP bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP Bumi. (5) NJOP bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi. (6) NJOP bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bangunan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP Bangunan. Pasal 9 (1) Nilai bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) pada tahap Eksplorasi untuk: a. permukaan bumi onshore, merupakan hasil pembagian antara total nilai bumi dengan total luas areal yang dikenakan PBB Migas atau PBB Panas Bumi; b. permukaan bumi offshore, ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak; dan c. Tubuh Bumi Eksplorasi, ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. (2) Nilai bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) pada tahap Eksploitasi untuk: a. permukaan bumi onshore, merupakan hasil pembagian antara total nilai bumi dengan total luas areal yang dikenakan PBB Migas atau PBB Panas Bumi; b. permukaan bumi offshore, ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak; dan c. Tubuh Bumi Eksploitasi, dalam hal: 1) terdapat hasil produksi yang terjual, merupakan hasil pembagian antara nilai bumi untuk Tubuh Bumi Eksploitasi …
  • 9. - 9 - Eksploitasi dengan luas Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya; 2) tidak terdapat hasil produksi yang terjual, merupakan nilai bumi per meter persegi untuk Tubuh Bumi Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. (3) Total nilai bumi untuk permukaan bumi onshore sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, merupakan jumlah dari perkalian luas masing- masing areal yang dikenakan PBB Migas atau PBB Panas Bumi dengan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal dimaksud. (4) Nilai bumi per meter persegi masing-masing areal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditentukan dengan menggunakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual-beli, ditentukan melalui perbandingan harga objek lain yang sejenis. (5) Nilai bumi untuk Tubuh Bumi Eksploitasi dalam hal terdapat hasil produksi yang terjual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 1), ditentukan melalui pendekatan pendapatan sebagai berikut: a. Untuk PBB Migas: Nilai bumi = Angka Kapitalisasi x [(hasil produksi Minyak Bumi yang terjual dalam satu tahun sebelum tahun pajak x harga minyak mentah Indonesia) + (hasil produksi Gas Bumi yang terjual dalam satu tahun sebelum tahun pajak x harga Gas Bumi)]. b. Untuk PBB Panas Bumi yang pembangkit listriknya dikelola sendiri oleh Wajib Pajak: Nilai bumi = Angka Kapitalisasi x [(hasil produksi uap yang terjual dalam satu tahun sebelum tahun pajak x harga uap) + (hasil produksi listrik yang terjual dalam satu tahun sebelum tahun pajak x harga listrik)]. c. Untuk PBB Panas Bumi yang pembangkit listriknya tidak dikelola sendiri oleh Wajib Pajak: Nilai bumi = Angka Kapitalisasi x hasil produksi uap yang terjual dalam satu tahun sebelum tahun pajak x harga uap. (6) Angka Kapitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. (7) Nilai bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) merupakan hasil pembagian antara total nilai bangunan dengan total luas bangunan. (8) Total nilai bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) merupakan jumlah nilai bangunan masing-masing bangunan. (9) Nilai bangunan masing-masing bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditentukan melalui pendekatan biaya yaitu sebesar biaya pembangunan baru dikurangi penyusutan. Pasal …
  • 10. - 10 - Pasal 10 (1) Harga minyak mentah Indonesia, harga Gas Bumi, harga uap, harga listrik, dan kurs yang digunakan sebagai dasar penentuan nilai bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5), ditetapkan sebagai berikut: a. harga minyak mentah Indonesia, menggunakan harga yang ditetapkan dalam APBN/APBN Perubahan satu tahun sebelum tahun pajak; b. harga Gas Bumi, sebesar 17,96% dari harga minyak mentah Indonesia yang ditetapkan dalam APBN/APBN Perubahan satu tahun sebelum tahun pajak; c. harga uap dan/atau listrik, sebesar rata-rata harga kontrak uap dan/atau listrik yang berlaku yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak; dan d. kurs, menggunakan kurs dalam APBN/APBN Perubahan satu tahun sebelum tahun pajak. (2) Menteri Keuangan dapat menetapkan harga minyak mentah Indonesia, harga Gas Bumi, harga uap, harga listrik, dan kurs sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam hal Menteri Keuangan menetapkan harga minyak mentah Indonesia, harga Gas Bumi, harga uap, harga listrik, dan kurs sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku. Pasal 11 (1) Pengadministrasian data objek pajak PBB Migas onshore dan PBB Panas Bumi dilakukan oleh: a. Kantor Pelayanan Pajak berdasarkan wilayah kabupaten, kota, atau wilayah DKI Jakarta, yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak PBB Migas onshore dan/atau PBB Panas Bumi; atau b. Kantor Pelayanan Pajak yang ditunjuk, dalam hal terdapat lebih dari satu Kantor Pelayanan Pajak dalam satu kabupaten, kota, atau wilayah DKI Jakarta. (2) Pengadministrasian data objek pajak PBB Migas offshore dan tubuh bumi dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak yang ditunjuk. Pasal 12 (1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 menetapkan besarnya PBB Migas atau PBB Panas Bumi terutang menurut keadaan objek pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi pada tanggal 1 Januari berdasarkan SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dengan menerbitkan SPPT. (2) SPPT …
  • 11. - 11 - (2) SPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. SPPT untuk onshore; b. SPPT untuk offshore; dan c. SPPT untuk tubuh bumi. Pasal 13 Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dapat berkoordinasi dengan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka: 1. penyampaian SPOP dan LSPOP kepada subjek pajak atau Wajib Pajak; 2. penerimaan pengembalian SPOP dan LSPOP yang telah diisi oleh subjek pajak atau Wajib Pajak; dan 3. penyampaian SPPT kepada Wajib Pajak. Pasal 14 (1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKP PBB dalam hal subjek pajak atau Wajib Pajak: a. tidak menyampaikan SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; atau b. menyampaikan SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang seharusnya terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP dan LSPOP. (2) Jumlah pajak yang terutang dalam SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dihitung dari pokok pajak. (3) Jumlah pajak yang terutang dalam SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terutang yang dihitung berdasarkan SPOP dan LSPOP ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari selisih pajak yang terutang. (4) Dalam hal SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan terhadap Wajib Pajak yang pembayaran PBB Migas atau PBB Panas Bumi melalui pemindahbukuan, denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak menggunakan Surat Setoran Pajak PBB melalui Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. (5) Dalam hal SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan terhadap Wajib Pajak yang pembayaran PBB Migas atau PBB Panas Bumi dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak …
  • 12. - 12 - Pajak, jumlah pajak terutang dalam SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak menggunakan Surat Setoran Pajak PBB melalui Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. Pasal 15 Bentuk formulir: 1. SPOP PBB Migas, adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; 2. SPOP PBB Panas Bumi, adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; 3. LSPOP PBB Migas Onshore (kode L01-31), adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; 4. LSPOP PBB Migas Offshore (kode L01-32), adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; 5. LSPOP PBB Migas Bangunan Umum (kode L02-31), adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; 6. LSPOP PBB Migas Bangunan Khusus (kode L02-32), adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; 7. LSPOP PBB Migas Tubuh Bumi (kode L03-31), adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; 8. LSPOP PBB Panas Bumi Onshore (kode L01-51), adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; 9. LSPOP PBB Panas Bumi Bangunan Umum (kode L02-51), adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IX Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; 10. LSPOP PBB Panas Bumi Bangunan Khusus (kode L02-52), adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran X Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; dan 11. LSPOP PBB Panas Bumi Tubuh Bumi (kode L03-51), adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran XI Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. Pasal 16 Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, pengenaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi untuk tahun pajak 2013 dan sebelumnya dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang berlaku pada tahun pajak yang bersangkutan. Pasal …
  • 13. BAGIAN ORGANISASI DAN TATALAKSANA SEKRETARIAT/ JOKO SUSILO 221991031006 - 13 - Pasal 17 Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/ PJ/ 2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 18 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal ?0 Desember 2013 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd A. FUAD RAHMANY Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL PAJAK u.b.