SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
Download to read offline
GUGATAN REKONVENSI
Ika Khairunnisa, S.H., M.H
Istilah Baku
• Soepomo : tuntutan kembali
• Istilah asli : reconventie (eis in reconventie)
• Abdul Kadir Muhammad dan Subekti : gugatan balasan
• Putusan pengadilan dalam semua tingkat menggunakan istilah
asli dengan penulisan yang di-Indonesia-kan yaitu “rekonvensi”
• Rekonvensi diterima sebagai hal yang hampir baku di Indonesia
lebih baku dari tuntutan atau gugatan kembali.
• Istilah ini harus dimasukkan ke dalam pembaharuan hukum acara
di masa yang akan datang.
Pengertian
• Pasal 132 a ayat (1) HIR memberi pengertian singkat yaitu:
ü rekonvensi adalah gugatan yang diajukan tergugat sebagai
gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan penggugat
kepadanya; dan
ü gugatan rekonvensi itu, diajukan tergugat kepada PN, pada
saat berlangsung proses pemeriksaan gugatan yang diajukan
penggugat.
• Pasal 244 Rv: gugatan rekonvensi adalah gugatan balik yang
diajukan tergugat terhadap penggugat dalam suatu proses
perkara yang sedang berjalan.
• Contoh : A menggugat B untuk menyerahkan tanah yang telah
dibelinya dari B sesuai dengan transaksi jual beli yang dibuat PPAT.
Terhadap gugatan itu, Pasal 132 a ayat (1) HIR memberi hak kepada
B mengajukan gugatan rekonvensi terhadap A, agar A melunasi
pembayaran yang masih tersisa ditambah ganti rugi maupun bunga
atas perbuatan wanprestasi yang dilakukannya.
• Dalam hal ini:
ü pada pemeriksaan sidang PN dan majelis hakim yang sama,
terjadi saling gugat-menggugat antara penggugat dan tergugat;
ü pemeriksaan kedua gugatan itu dilakukan secara bersamaan
dalam satu proses pemeriksaan, dan selanjutnya putusan antara
kedua putusan itu tidak dipisah, tetapi dituangkan dalam satu
putusan di bawah nomor register sebagai satu kesatuan.
Komposisi Gugatan Normal vs. Gugatan Rekonvensi
gugatan
biasa
penggugat
yang
berinisiatif
mengajukan
gugatan
tergugat
sebagai pihak
yang digugat
gugatan
rekonvensi
gugatan
penggugat =
gugatan
konvensi
gugatan
tergugat =
sebagai
gugatan
rekonvensi
penggugat
awal/asal
disebut
penggugat
konvensi
tergugat
awal/asal
sebagai
penggugat
rekonvensi
Eksistensi dan Sifat Gugatan Rekonvensi
ü Menurut Pasal 121 ayat (1) HIR setiap gugatan berdiri sendiri,
namun secara eksepsional (penerapan pengecualian dari ketentuan
umum) dalam Pasal 132 a HIR, memberi hak kepada tergugat
melakukan kumulasi gugatan rekonvensi dengan gugatan konvensi.
• nomor register gugatan rekonvensi menumpang dan menjadi satu
dengan nomor register gugatan konvensi;
• biaya panjar berkara gugatan rekonvensi dianggap dengan
sendirinya menurut hukum telah melekat pada panjar gugatan
konvensi.
Tujuan Gugatan Rekonvensi
• Menegakkan asas peradilan sederhana; menurut Pasal 132 b ayat
(3) HIR, gugatan konvensi dan rekonvensi diperiksa dan diputus
secara serentak dan bersamaan dalam satu proses dan dituangkan
dalamsatu putusan;
• Menghemat biaya dan waktu; Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 4 Tahun
2004 yang mengenal penerapan sistem peradilan sederhana, cepat
dan biaya ringan;
• Menghindari putusan yang saling bertentangan; pertentangan antara
kedua gugatan yang saling berhubungan, akan semakin potensial
terjadi apabila yang menyelesaikannya adalah majelis hakim yang
berbeda.
Syarat Materil Gugatan Rekonvensi
• Undang-undang tidak mengatur syarat materil; Pasal 132 a HIR hanya
menegaskan bahwa tergugat dalam setiap perkara berhak
mengajukan gugatan rekonvensi, dan tidak disyaratkan antara
keduanya harus memiliki hubungan erat atau koneksitas yang
substansial;
• Praktik peradilan cenderung mensyaratkan koneksitas; meskipun UU
mengatur, namun praktik mensyaratkannya. Maka gugatan rekonvensi
akan sah dan diterima apabila:
ü terdapat faktor pertautan hubungan mengenai dasar hukum dan kejadian
yang relevan antara gugatan konvensi dengan rekonvensi;
ü hubungan pertautan itu harus sangat erat (innerlijke samen hangen)
sehingga penyelesaiannya dilakukan secara efektif dalam suatu proses
dan putusan.
• Eratnya hubungan pertautan itu akan menyebabkan materi
gugatan rekonvensi tetap dapat diperiksa dan diselesaikan,
meskipun gugatan konvensi dinyatakan tidak dapat diterima.
Hal ini ditegaskan dalam Putusan MA No 1057K/Sip/1973:
“ Karena gugatan dalam rekonvensi tidak didasarkan atas inti
gugatan dalam konvensi melainkan berdiri sendiri (terpisah),
dengan tidak dapat diterimanya gugata dalam konvensi, tidak
dengan sendirinya gugatan dalam gugatan rekonvensi ikut tidak
dapat diterima ”
Syarat Formil Gugatan Rekonvensi
• Gugatan rekonvensi harus diformulasi secara tegas; harus jelas
keberadaannya meskipun dituangkan dalam jawaban oleh tergugat.
(ditegaskan dalam Putusan MA No. 330/K/Pdt/1986). Tujuannya agar
pihak lawan mengetahui dan mengerti tentang adanya gugatan itu.
Bentuknya boleh lisan namun lebih baik tulisan dan harus memenuhi
syarat formil gugatan yaitu:
ü menyebut dengan tegas subjektif yang ditarik dalam tergugat
rekonvensi;
ü merumuskan dengan jelas posita atau dalil gugatan rekonvensi,
berupa penegasan dasar hukum (rechtsgrond) dan dasar peristiwa
(fijteljkegrond) yang melandasi gugatan;
ü menyebut dengan rinci petitum gugatan.
• Yang dianggap ditarik sebagai tergugat rekonvensi hanya terbatas
penggugat konvensi; Hal ini ditegaskan dalam Putusan MA No.
2152/Pdt/1983. Syarat ini tidak harus menarik semua penggugat
konvensi, dengan pedoman:
ü jika gugatan rekonvensi erat kaitannya dengan gugatan
konvensi, maka lebih baik semua penggugat konvensi ditarik
sebagai tergugat rekonvensi (demi efektivitas untuk
menghindari cacat formil berupa kurangnya para pihak yang
ditarik);
ü jika gugatan rekonvensi tidak mempunyai koneksitas dengan
gugatan konvensi, tidak perlu menarik semua penggugat
sebagai tergugat rekonvensi.
• Dilarang menarik sesama tergugat konvensi menjadi tergugat
rekonvensi; hal ini ditegaskan dalam Putusan MA No.
636K/Pdt/1984 dan Putusan MA No 1501K/Pdt/1983.
• Gugatan rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan
jawaban; hal ini diatur dalam PAsal 132 b ayat (1) HIR: “tergugat
wajib mengajukan gugatan melawan bersama-sama dengan
jawabannya baik dengan surat maupun lisan.” Adapun hal ini
memiliki ketentuan bahwa:
ü rekonvensi wajib diajukan bersama-sama dengan jawaban
pertama;
ü batas pengajuan gugatan sampai pada tahap pembuktian
(toleransi).
Larangan Mengajukan Gugatan Rekonvensi
• larangan mengajukan gugatan rekonvensi kepada diri orang yang
bertindak berdasarkan suatu kualitas (Pasal 132 a ayat (1) ke 1
HIR) yang tidak memperbolehkan pengajuan gugatan rekonvensi
kepada diri pribadi penggugat sedangkan dia tengah bertindak
sebagai penggugat mewakili kepentingan principal;
• larangan mengajukan gugatan rekonvensi di luar yurisdiksi PN
yang memeriksa perkara; contoh A menggugat B atas sengketa
transaksi jual beli tanah (PN) namun terhadap gugatan itu, B
menggugat rekonvensi mengenai sengketa hibah (PA).
• gugatan rekonvensi terhadap eksekusi; contoh A melakukan
perlwanan atas eksekusi putusan PN yang telah berkekuatan
hukum tetap.
• larangan mengajukan gugatan rekonvensi pada tingkat
banding; hal ini diatur dalam Pasal 132 a ayat (2) HIR.
“jika tidak diajukan dalam tingkat pertama di PN, maka
hal itu tidak dapat diajukan dalam tingkat banding di PT.”
• larangan mengajukan gugatan rekonvensi pada tingkat
kasasi; tidak dijumpai ketentuan tegas namun fungsi MA
bukanlah judex factie (pemeriksa permasalahan fakta)
Sistem Pemeriksaan Konvensi dan Rekonvensi
• Konvensi dan rekonvensi diperiksa serta diputus sekaligus dalam
satu putusan. Merupakan aturan umum (general rules).
Sistematika putusan dimulai dengan menguraikan putusan
konvensi dilanjutkan dengan uraian gugatan rekonvensi lalu
diakhiri dengan amar putusan pada bagian akhir.
• Boleh dilakukan pemeriksaan secara terpisah. Diatur dalam Pasal
132 b ayat (3) HIR berupa pengecualian dengan pedoman:
ü diperiksa secara terpisah tetapi dijatuhkan dalam satu putusan;
ü diperiksa secara terpisah dan diputus dalam putusan yang
berbeda.

More Related Content

Similar to GUGATAN-REKONVENSI.pdf

Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...Idik Saeful Bahri
 
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptxGUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptxAndi Komara
 
Konsep Tanggung Renteng dalam KUH Perdata (Idik Saeful Bahri)
Konsep Tanggung Renteng dalam KUH Perdata (Idik Saeful Bahri)Konsep Tanggung Renteng dalam KUH Perdata (Idik Saeful Bahri)
Konsep Tanggung Renteng dalam KUH Perdata (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptx
6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptx6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptx
6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptxMaulanaAminThahir1
 
WANPRESTASI PMH DALAM PERBANKAN EKONOMI SYARIAH.pptx
WANPRESTASI  PMH DALAM PERBANKAN EKONOMI SYARIAH.pptxWANPRESTASI  PMH DALAM PERBANKAN EKONOMI SYARIAH.pptx
WANPRESTASI PMH DALAM PERBANKAN EKONOMI SYARIAH.pptxAhmadiNejad4
 
7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tun
7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tun7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tun
7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tunMoel Ryadhie
 
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptxPembayunAM
 
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptxssuser698e0f
 
AZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.ppt
AZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.pptAZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.ppt
AZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.pptMuhAsyriZR
 
Hukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxHukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxhikpknlgto
 
Uu no 30 tahun 1999
Uu no 30 tahun 1999Uu no 30 tahun 1999
Uu no 30 tahun 1999khairu_zikri
 
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...Idik Saeful Bahri
 
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Hukum perjanjian (Hukum Kontrak)
Hukum perjanjian (Hukum Kontrak)Hukum perjanjian (Hukum Kontrak)
Hukum perjanjian (Hukum Kontrak)Kacung Abdullah
 

Similar to GUGATAN-REKONVENSI.pdf (20)

Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...
 
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptxGUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
 
Konsep Tanggung Renteng dalam KUH Perdata (Idik Saeful Bahri)
Konsep Tanggung Renteng dalam KUH Perdata (Idik Saeful Bahri)Konsep Tanggung Renteng dalam KUH Perdata (Idik Saeful Bahri)
Konsep Tanggung Renteng dalam KUH Perdata (Idik Saeful Bahri)
 
6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptx
6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptx6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptx
6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptx
 
WANPRESTASI PMH DALAM PERBANKAN EKONOMI SYARIAH.pptx
WANPRESTASI  PMH DALAM PERBANKAN EKONOMI SYARIAH.pptxWANPRESTASI  PMH DALAM PERBANKAN EKONOMI SYARIAH.pptx
WANPRESTASI PMH DALAM PERBANKAN EKONOMI SYARIAH.pptx
 
7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tun
7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tun7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tun
7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tun
 
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
 
BAB III HAP.ppt
BAB III HAP.pptBAB III HAP.ppt
BAB III HAP.ppt
 
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
 
Tugas 2 Hukum Acara Pidana.docx
Tugas 2 Hukum Acara Pidana.docxTugas 2 Hukum Acara Pidana.docx
Tugas 2 Hukum Acara Pidana.docx
 
AZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.ppt
AZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.pptAZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.ppt
AZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.ppt
 
Hukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxHukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptx
 
Tugas kontrak
Tugas kontrakTugas kontrak
Tugas kontrak
 
Uu no 30 tahun 1999
Uu no 30 tahun 1999Uu no 30 tahun 1999
Uu no 30 tahun 1999
 
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
 
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)
 
Hukum perjanjian (Hukum Kontrak)
Hukum perjanjian (Hukum Kontrak)Hukum perjanjian (Hukum Kontrak)
Hukum perjanjian (Hukum Kontrak)
 
UPAYAHUKUM.ppt
UPAYAHUKUM.pptUPAYAHUKUM.ppt
UPAYAHUKUM.ppt
 
UPAYAHUKUM.ppt
UPAYAHUKUM.pptUPAYAHUKUM.ppt
UPAYAHUKUM.ppt
 
UPAYAHUKUM.ppt
UPAYAHUKUM.pptUPAYAHUKUM.ppt
UPAYAHUKUM.ppt
 

More from RiskiAnanda28

kelompok 2 PPT Tugas Hk.Masyarakat dan Pembangunan.pptx
kelompok 2 PPT Tugas Hk.Masyarakat dan Pembangunan.pptxkelompok 2 PPT Tugas Hk.Masyarakat dan Pembangunan.pptx
kelompok 2 PPT Tugas Hk.Masyarakat dan Pembangunan.pptxRiskiAnanda28
 
Putu Riski Ananda Kusuma.pptx
Putu Riski Ananda Kusuma.pptxPutu Riski Ananda Kusuma.pptx
Putu Riski Ananda Kusuma.pptxRiskiAnanda28
 
Putu Riski Ananda Kusuma (032024153026).pptx
Putu Riski Ananda Kusuma (032024153026).pptxPutu Riski Ananda Kusuma (032024153026).pptx
Putu Riski Ananda Kusuma (032024153026).pptxRiskiAnanda28
 
Presentasi ICLSE.pptx
Presentasi ICLSE.pptxPresentasi ICLSE.pptx
Presentasi ICLSE.pptxRiskiAnanda28
 
cyberbullying ICLSSE.pptx
cyberbullying ICLSSE.pptxcyberbullying ICLSSE.pptx
cyberbullying ICLSSE.pptxRiskiAnanda28
 
Civil Procedural Law.pptx
Civil Procedural Law.pptxCivil Procedural Law.pptx
Civil Procedural Law.pptxRiskiAnanda28
 

More from RiskiAnanda28 (8)

kelompok 2 PPT Tugas Hk.Masyarakat dan Pembangunan.pptx
kelompok 2 PPT Tugas Hk.Masyarakat dan Pembangunan.pptxkelompok 2 PPT Tugas Hk.Masyarakat dan Pembangunan.pptx
kelompok 2 PPT Tugas Hk.Masyarakat dan Pembangunan.pptx
 
Putu Riski Ananda Kusuma.pptx
Putu Riski Ananda Kusuma.pptxPutu Riski Ananda Kusuma.pptx
Putu Riski Ananda Kusuma.pptx
 
Putu Riski Ananda Kusuma (032024153026).pptx
Putu Riski Ananda Kusuma (032024153026).pptxPutu Riski Ananda Kusuma (032024153026).pptx
Putu Riski Ananda Kusuma (032024153026).pptx
 
Presentasi ICLSE.pptx
Presentasi ICLSE.pptxPresentasi ICLSE.pptx
Presentasi ICLSE.pptx
 
cyberbullying ICLSSE.pptx
cyberbullying ICLSSE.pptxcyberbullying ICLSSE.pptx
cyberbullying ICLSSE.pptx
 
LPD.pptx
LPD.pptxLPD.pptx
LPD.pptx
 
Hukum Pajak 10.pptx
Hukum Pajak 10.pptxHukum Pajak 10.pptx
Hukum Pajak 10.pptx
 
Civil Procedural Law.pptx
Civil Procedural Law.pptxCivil Procedural Law.pptx
Civil Procedural Law.pptx
 

Recently uploaded

UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxmariaboisala21
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfAuliaAulia63
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxImahMagwa
 
PENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptx
PENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptxPENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptx
PENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptxheru687292
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Shary Armonitha
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 

Recently uploaded (7)

UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
 
PENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptx
PENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptxPENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptx
PENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptx
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 

GUGATAN-REKONVENSI.pdf

  • 2. Istilah Baku • Soepomo : tuntutan kembali • Istilah asli : reconventie (eis in reconventie) • Abdul Kadir Muhammad dan Subekti : gugatan balasan • Putusan pengadilan dalam semua tingkat menggunakan istilah asli dengan penulisan yang di-Indonesia-kan yaitu “rekonvensi” • Rekonvensi diterima sebagai hal yang hampir baku di Indonesia lebih baku dari tuntutan atau gugatan kembali. • Istilah ini harus dimasukkan ke dalam pembaharuan hukum acara di masa yang akan datang.
  • 3. Pengertian • Pasal 132 a ayat (1) HIR memberi pengertian singkat yaitu: ü rekonvensi adalah gugatan yang diajukan tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan penggugat kepadanya; dan ü gugatan rekonvensi itu, diajukan tergugat kepada PN, pada saat berlangsung proses pemeriksaan gugatan yang diajukan penggugat. • Pasal 244 Rv: gugatan rekonvensi adalah gugatan balik yang diajukan tergugat terhadap penggugat dalam suatu proses perkara yang sedang berjalan.
  • 4. • Contoh : A menggugat B untuk menyerahkan tanah yang telah dibelinya dari B sesuai dengan transaksi jual beli yang dibuat PPAT. Terhadap gugatan itu, Pasal 132 a ayat (1) HIR memberi hak kepada B mengajukan gugatan rekonvensi terhadap A, agar A melunasi pembayaran yang masih tersisa ditambah ganti rugi maupun bunga atas perbuatan wanprestasi yang dilakukannya. • Dalam hal ini: ü pada pemeriksaan sidang PN dan majelis hakim yang sama, terjadi saling gugat-menggugat antara penggugat dan tergugat; ü pemeriksaan kedua gugatan itu dilakukan secara bersamaan dalam satu proses pemeriksaan, dan selanjutnya putusan antara kedua putusan itu tidak dipisah, tetapi dituangkan dalam satu putusan di bawah nomor register sebagai satu kesatuan.
  • 5. Komposisi Gugatan Normal vs. Gugatan Rekonvensi gugatan biasa penggugat yang berinisiatif mengajukan gugatan tergugat sebagai pihak yang digugat gugatan rekonvensi gugatan penggugat = gugatan konvensi gugatan tergugat = sebagai gugatan rekonvensi penggugat awal/asal disebut penggugat konvensi tergugat awal/asal sebagai penggugat rekonvensi
  • 6. Eksistensi dan Sifat Gugatan Rekonvensi ü Menurut Pasal 121 ayat (1) HIR setiap gugatan berdiri sendiri, namun secara eksepsional (penerapan pengecualian dari ketentuan umum) dalam Pasal 132 a HIR, memberi hak kepada tergugat melakukan kumulasi gugatan rekonvensi dengan gugatan konvensi. • nomor register gugatan rekonvensi menumpang dan menjadi satu dengan nomor register gugatan konvensi; • biaya panjar berkara gugatan rekonvensi dianggap dengan sendirinya menurut hukum telah melekat pada panjar gugatan konvensi.
  • 7. Tujuan Gugatan Rekonvensi • Menegakkan asas peradilan sederhana; menurut Pasal 132 b ayat (3) HIR, gugatan konvensi dan rekonvensi diperiksa dan diputus secara serentak dan bersamaan dalam satu proses dan dituangkan dalamsatu putusan; • Menghemat biaya dan waktu; Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 4 Tahun 2004 yang mengenal penerapan sistem peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan; • Menghindari putusan yang saling bertentangan; pertentangan antara kedua gugatan yang saling berhubungan, akan semakin potensial terjadi apabila yang menyelesaikannya adalah majelis hakim yang berbeda.
  • 8. Syarat Materil Gugatan Rekonvensi • Undang-undang tidak mengatur syarat materil; Pasal 132 a HIR hanya menegaskan bahwa tergugat dalam setiap perkara berhak mengajukan gugatan rekonvensi, dan tidak disyaratkan antara keduanya harus memiliki hubungan erat atau koneksitas yang substansial; • Praktik peradilan cenderung mensyaratkan koneksitas; meskipun UU mengatur, namun praktik mensyaratkannya. Maka gugatan rekonvensi akan sah dan diterima apabila: ü terdapat faktor pertautan hubungan mengenai dasar hukum dan kejadian yang relevan antara gugatan konvensi dengan rekonvensi; ü hubungan pertautan itu harus sangat erat (innerlijke samen hangen) sehingga penyelesaiannya dilakukan secara efektif dalam suatu proses dan putusan.
  • 9. • Eratnya hubungan pertautan itu akan menyebabkan materi gugatan rekonvensi tetap dapat diperiksa dan diselesaikan, meskipun gugatan konvensi dinyatakan tidak dapat diterima. Hal ini ditegaskan dalam Putusan MA No 1057K/Sip/1973: “ Karena gugatan dalam rekonvensi tidak didasarkan atas inti gugatan dalam konvensi melainkan berdiri sendiri (terpisah), dengan tidak dapat diterimanya gugata dalam konvensi, tidak dengan sendirinya gugatan dalam gugatan rekonvensi ikut tidak dapat diterima ”
  • 10. Syarat Formil Gugatan Rekonvensi • Gugatan rekonvensi harus diformulasi secara tegas; harus jelas keberadaannya meskipun dituangkan dalam jawaban oleh tergugat. (ditegaskan dalam Putusan MA No. 330/K/Pdt/1986). Tujuannya agar pihak lawan mengetahui dan mengerti tentang adanya gugatan itu. Bentuknya boleh lisan namun lebih baik tulisan dan harus memenuhi syarat formil gugatan yaitu: ü menyebut dengan tegas subjektif yang ditarik dalam tergugat rekonvensi; ü merumuskan dengan jelas posita atau dalil gugatan rekonvensi, berupa penegasan dasar hukum (rechtsgrond) dan dasar peristiwa (fijteljkegrond) yang melandasi gugatan; ü menyebut dengan rinci petitum gugatan.
  • 11. • Yang dianggap ditarik sebagai tergugat rekonvensi hanya terbatas penggugat konvensi; Hal ini ditegaskan dalam Putusan MA No. 2152/Pdt/1983. Syarat ini tidak harus menarik semua penggugat konvensi, dengan pedoman: ü jika gugatan rekonvensi erat kaitannya dengan gugatan konvensi, maka lebih baik semua penggugat konvensi ditarik sebagai tergugat rekonvensi (demi efektivitas untuk menghindari cacat formil berupa kurangnya para pihak yang ditarik); ü jika gugatan rekonvensi tidak mempunyai koneksitas dengan gugatan konvensi, tidak perlu menarik semua penggugat sebagai tergugat rekonvensi.
  • 12. • Dilarang menarik sesama tergugat konvensi menjadi tergugat rekonvensi; hal ini ditegaskan dalam Putusan MA No. 636K/Pdt/1984 dan Putusan MA No 1501K/Pdt/1983. • Gugatan rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban; hal ini diatur dalam PAsal 132 b ayat (1) HIR: “tergugat wajib mengajukan gugatan melawan bersama-sama dengan jawabannya baik dengan surat maupun lisan.” Adapun hal ini memiliki ketentuan bahwa: ü rekonvensi wajib diajukan bersama-sama dengan jawaban pertama; ü batas pengajuan gugatan sampai pada tahap pembuktian (toleransi).
  • 13. Larangan Mengajukan Gugatan Rekonvensi • larangan mengajukan gugatan rekonvensi kepada diri orang yang bertindak berdasarkan suatu kualitas (Pasal 132 a ayat (1) ke 1 HIR) yang tidak memperbolehkan pengajuan gugatan rekonvensi kepada diri pribadi penggugat sedangkan dia tengah bertindak sebagai penggugat mewakili kepentingan principal; • larangan mengajukan gugatan rekonvensi di luar yurisdiksi PN yang memeriksa perkara; contoh A menggugat B atas sengketa transaksi jual beli tanah (PN) namun terhadap gugatan itu, B menggugat rekonvensi mengenai sengketa hibah (PA). • gugatan rekonvensi terhadap eksekusi; contoh A melakukan perlwanan atas eksekusi putusan PN yang telah berkekuatan hukum tetap.
  • 14. • larangan mengajukan gugatan rekonvensi pada tingkat banding; hal ini diatur dalam Pasal 132 a ayat (2) HIR. “jika tidak diajukan dalam tingkat pertama di PN, maka hal itu tidak dapat diajukan dalam tingkat banding di PT.” • larangan mengajukan gugatan rekonvensi pada tingkat kasasi; tidak dijumpai ketentuan tegas namun fungsi MA bukanlah judex factie (pemeriksa permasalahan fakta)
  • 15. Sistem Pemeriksaan Konvensi dan Rekonvensi • Konvensi dan rekonvensi diperiksa serta diputus sekaligus dalam satu putusan. Merupakan aturan umum (general rules). Sistematika putusan dimulai dengan menguraikan putusan konvensi dilanjutkan dengan uraian gugatan rekonvensi lalu diakhiri dengan amar putusan pada bagian akhir. • Boleh dilakukan pemeriksaan secara terpisah. Diatur dalam Pasal 132 b ayat (3) HIR berupa pengecualian dengan pedoman: ü diperiksa secara terpisah tetapi dijatuhkan dalam satu putusan; ü diperiksa secara terpisah dan diputus dalam putusan yang berbeda.