SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
Tugas.2 upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa
Nama : YAHLIL KHOIR NUR RIZQI
NIM : 041246584
JURUSAN : ILMU HUKUM
Mata Kuliah : HUKUM ACARA PIDANA
1. Putusan Pengadilan Tinggi (PT) menyatakan tidak dapat diterima (NO) terhadap
permohonan banding yang diajukan oleh Terdakwa karena Terdakwa mengajukan
banding melebihi jangka waktu pengajuan banding. Terdakwa mengajukan kasasi
terhadap putusan PT tersebut. Menurut saudara apakah dibenarkan Terdakwa dapat
mengajukan kasasi? Kalau dapat diajukan kasasi apa argumentasi saudara? Kalau tidak
dapat dilakukan upaya kasasi apa upaya Terdakwa yang bisa dilakukan? (poin25)
Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu
atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri.Para
pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Negeri
kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan.
Sesuai azasnya dengan diajukannya banding maka pelaksanaan isi putusan
Pengadilan Negeri belum dapat dilaksanakan, karena putusan tersebut belum mempunyai
kekuatan hukum yang tetap sehingga belum dapat dieksekusi, kecuali terhadap putusan
uit voerbaar bij voeraad.
DASAR HUKUM
Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 hari sejak putusan
dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan putusan apabila salah satu
pihak tidak hadir. Ketentuan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 20/1947 jo
pasal 46 UU No. 14/1985. Dalam praktek dasar hukum yang biasa digunakan adalah
pasal 46 UU No. 14 tahun 1985.
Apabila jangka waktu pernyatan permohonan banding telah lewat maka terhadap
permohonan banding yang diajukan akan ditolak oleh Pengadilan Tinggi karena terhadap
putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan dianggap telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dan dapat dieksekusi.
Pendapat diatas dikuatkan oleh Putusan MARI No. 391 k/Sip/1969, tanggal 25
Oktober 1969, yaitu bahwa Permohonan banding yang diajukan melalmpaui tenggang
waktu menurut undang-undang tidak dapat diterima dan surat-surat yang diajukan untuk
pembuktian dalam pemeriksaan banding tidak dapat dipertimbangkan. Akan tetapi bila
dalam hal perkara perdata permohonan banding diajukan oleh lebih dari seorang sedang
permohonan banding hanya dapat dinyatakan diterima untuk seorang pembanding,
perkara tetap perlu diperiksa seluruhnya, termasuk kepentingan-kepentingan mereka yang
permohonan bandingnya tidak dapat diterima (Putusan MARI No. 46 k/Sip/1969, tanggal
5 Juni 1971).
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu
atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Tinggi.Para
pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan
Tinggi kepada Mahkamah Agung.
Kasasi berasal dari perkataan "casser" yang berarti memecahkan atau membatalkan,
sehingga bila suatu permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan dibawahnya diterima
oleh Mahkamah Agung, maka berarti putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung
karena dianggap mengandung kesalahan dalam penerapan hukumnya.
Pemeriksaan kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum,
jadi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya sehingga
pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh/dapat dianggap sebagai pemeriksaan tinggak
ketiga.
ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN KASASI
Alasan mengajukan kasasi menurut pasal 30 UU No. 14/1985 antara lain :
1) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
Tidak bewenangan yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut
pengadilan, sedang melampaui batas bisa terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan
melebihi yang diminta dalam surat gugatan.
2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun
hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum yang dilakukan
oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau dapat
juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti.
3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh pertauran perundang-undangan
yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. Contohnya
dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah
TENGGANG WAKTU MENGAJUKAN KASASI
Permohonan kasasi harus sedah disampaikan dalam jangka waktu 14 hari setelah putusan
atau penetepan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada Pemohon (pasal 46 ayat
(1) UU No. 14/1985), bila tidak terpenuhi maka permohonan kasasi tidak dapat diterima.
Dari beberapa pengertian dan peraturan diatas, sudah ditentukan tenggang waktu
atau jangka waktu pengajuan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Tingg (PT) kepada
Mahkamah agung yaitu 14 Hari setelah diterbitkannya Putusan Pengadilan Tinggi.
Karena dalam kasus diatas dinyatakan bahwa pengajuan Kasasi melebihi jangka Waktu,
maka Kasasi tersebut tidak dapat diterima/tidak dibenarkan
Upaya hukum yang dimungkinkan untuk diambil oleh terdakwa adalah
Peninjauan Kembali. Alasan PK yang paling sering dan paling besar frekuensinya dalam
praktik adalah kekhilafan atau kekeliruan nyata. Alasan ini dianggap sangat luas
jangkauannya. Apa saja pertimbangan dan pendapat yang tertuang dalam putusan, dapat
dikonstruksi dan direkayasa sebagai kekhilafan atau kekeliruan nyata tanpa batas.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas
alasan sebagaimana dimaksud diatas adalah 180 (seratus delapan puluh) hari sejak
putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada pihak yang berperkara.
Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak yang
berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan
untuk itu dan apabila selama proses peninjauan kembali pemohon meninggal dunia,
permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.
Jawaban atas permohonan Memori Peninjauan Kembali bisa disebut dengan
Kontra Memori Peninjauan Kembali. Terhitung selama 14 hari kerja sejak ketua
pengadilan negeri yang memeriksa perkaranya menerima permohonan peninjauan
kembali, pihak panitera berkewajiban menyampaikan salinan permohonan peninjauan
kembali kepada pihak lawannya. Pihak lawan yang akan mengajukan jawaban atau
permohonan Kontra Memori Peninjauan Kembali, hendaknya diajukan dalam tempo
selama 30 hari. Jika jangka waktu tersebut terlampaui, permohonan peninjauan kembali
segera dikirimkan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia
2. dalam Pasal 237 KUHAP mengatur: Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa
suatu perkara dalam tingkat banding, baik terdakwa atau kuasanya maupun penuntut
umum dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding kepada
pengadilan tinggi. Menurut Saudara bagaimana akibat hukumnya jika Terdakwa atau
kuasanya maupun penuntut umum tidak mengajukan memori banding atau kontra
memori banding? (poin25)
Pengajuan memori banding merupakan hak bagi pemohon banding (baik terdakwa
maupun penuntut umum), demikian pula dengan mengajukan kontra memori banding
oleh pihak yang dituntut banding.
Pasal 237 KUHAP mengatur:
Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa suatu perkara dalam tingkat
banding, baik terdakwa atau kuasanya maupun penuntut
umum dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding kepada
pengadilan tinggi.
Ada atau tidaknya memori banding tidak menghalangi pemeriksaan banding.
Membuat dan mengajukan memori banding “bukan kewajiban hukum” yang
dibebankan oleh undang-undang terhadap pemohon banding. Tanpa memori
banding, permintaan banding sah dan dapat diterima. Demikian pula dengan kontra
memori banding, hal tersebut merupakan hak bagi pihak yang dituntut hingga tingkat
banding.
Tanpa Memori Banding Perkara Tetap Diperiksa Ulang Secara Keseluruhan
Karena pengajuan memori banding bukan merupakan kewajiban hukum bagi
pemohon, tapi semata-mata merupakan hak, berarti ada atau tidak ada memori banding,
perkara tetap “diperiksa ulang secara keseluruhan” pada pemeriksaan banding.
Seandainya permohonan banding tidak dibarengi dengan memori banding, pengadilan
tingkat banding tetap berkewajiban dan berwenang untuk memeriksa ulang perkara secara
keseluruhan. Sebaliknya, sekalipun permohonan banding dibarengi dengan memori
banding, tetap juga tidak menghalangi pengadilan tingkat banding untuk memeriksa
ulang perkara secara keseluruhan.
Perlu diketahui bahwa:
1. Memori banding itu dapat dikesampingkan oleh pengadilan tingkat banding;
2. Pengadilan tingkat banding tidak wajib menanggapi satu persatu isi memori banding.
Itu artinya, memori banding merupakan hak bagi pemohon banding demikian pula
dengan mengajukan kontra memori banding. Ada atau tidaknya memori banding tidak
menghalangi pemeriksaan banding.
3. Dengan adanya Putusan MK No. 34/PUU-XI/2013, untuk upaya hukum luar biasa
yaitu peninjauan kembali dapat dilakukan lebih dari satu kali, namun Mahkamah Agung
berdasarkan SEMA Nomor 7 Tahun 2014, menyatakan “tidak ada Peninjauan Kembali
kedua atau lebih, kecuali dengan alasan terdapat berbagai putusan dalam satu obyek
perkara”, bagaimana pendapat saudara mengenai hal tersebut? (poin50)
Putusan MK No. 34/PUU-XI/2013, tanggal 6 Maret 2014
Mahkamah Konstitusi melalui putusan No. 34/PUU-XI/2013, mempertegas bahwa
pengaujan peninajuan kembali pada perkara pidana tidak seharusnya dibatasi jumlah
pengajuannya. Melalui putusan ini, Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 268 ayat (3)
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang menguraikan
permintaan peninjauan kembali hanya dapat dilakukan satu kali saja, tidak memiliki
kekuatan hukum yang mengikat. Konsekuensi dari putusan ini, terpidana sekarang dapat
mengajukan permohonan kembali lebih dari satu kali sepanjang memenuhi persyaratan
yang diatur. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menekankan bahwa keadilan
tidak dapat dibatasi oleh waktu atau ketentuan formalitas yang membatasi bahwa
upaya hukum luar biasa (peninjauan kembali) hanya dapat diajukan satu kali, karena
mungkin saja setelah diajukannya PK dan diputus, ada keadaan baru (novum) yang
substansial ditemukan yang pada saat PK sebelumnya belum ditemukan.
SEMA No. 7 Tahun 2014
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 34/PUU-XI/2013 yang mengubah kebiasaan hukum
acara pidana selama ini mendapat tanggapan serius dari Kejaksaan Agung dan juga
pemerintah. Kejaksaan Agung menilai putusan ini akan menghambat proses eksekusi
mati terhadap beberapa terpidana karena terpidana tersebut akan mengajukan peninjauan
kembali untuk kedua kalinya. Pemerintah melalui Menko Polhukam saat itu, Tedjo Edhi
mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tersebut akan menciptakan
ketidakpastian hukum dan mengusulkan untuk mengubah putusan tersebut.
Menindaklanjuti persoalan ini, Pemerintah, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung
(MA) mengadakan pertemuan pada 9 Januari 2015 di Kantor Kemenkumham. MA
akhirnya mengeluarkan SEMA No. 7 Tahun 2014 yang pada intinya menegaskan bahwa
permohonan peninjauan kembali atas dasar ditemukannya bukti baru hanya dapat
diajukan satu kali, sedangkan permohonan peninjauan kembali dengan dasar adanya
pertentangan putusan dapat diajukan lebih dari satu kali.
Lahirnya SEMA No. 7 Tahun 2014 telah menimbulkan masalah yang jauh lebih rumit
lagi. SEMA No. 7 Tahun 2014 dianggap sebagai suatu bentuk ketidakpatuhan terhadap
putusan Mahkamah Konstitusi, bahkan Mahkamah Konstitusi sendiri menganggap bawah
kejadian ini merupakan suatu bentuk pembangkangan dari konstitusi.
MA tetap pada keyakinannya bahwa SEMA No. 7 Tahun 2014 diterbitkan untuk
memberikan kepastian hukum. Dalam SEMA tersebut, MA mendasarkan pertimbangan
bahwa ketentuan mengenai pembatasan pengajuan permohonan kembali yang hanya
dapat dilakukan satu kali masih berlaku berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat (1) Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009.
Atas dasar logika itu, MA mengatakan bahwa putusan MK tidak serta merta
menghapuskan norma hukum pembatasan PK lebih dari satu kali dalam Pasal 24 ayat (2)
UU Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat (1) UU Mahkamah Agung. Sehingga MA
berpendapat masih dapat dilakukan pembatasan terhadap PK, yaitu PK hanya dapat
dilakukan satu kali.
Menariknya, MA tidak sepenuhnya melarang PK lebih dari satu kali, MA membuka
peluang adanya PK lebih dari satu kali sepanjang sesuai dengan alasan yang diatur
SEMA No. 10 Tahun 2009 tentang PK, yaitu apabila ada suatu objek perkara terdapat 2
(dua) atau lebih putusan PK yang bertentangan suatu dengan yang lain baik dalam
perkara perdata maupun pidana.
Paska dikeluarkannya SEMA No 7 Tahun 2014, MK setidaknya telah mendapatkan 2
(dua) kali permohonan pengujian undang-undang (PUU) terkait ketentuan yang
membatasi PK lebih dari satu kali. Pengujian pertama diajukan dengan putusan No.
66/PUU-XIII/2015 yang putusannya diucapkan tanggal 7 Desember 2015. Sedangkan
putusan Kedua adalah putusan No. 45/PUU-XIII/2015 yang dibacakan pada tanggal 10
Desember 2015.
Dalam kedua putusan ini, MK memutuskan bahwa keduanya tidak dapat diterima, sebab
materi permohonan sebagaimana dimaksud oleh dua permohonan tersebut telah diputus
oleh MK dalam putusan No. 34/PUU-XI/2013.
MK menyatakan bahwa putusan MK tersebut mutatis mutandis berlaku pula terhadap
objek permohonan kedua putusan ini yaitu Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat
(2) UU Kekuasaan Kehakiman.
Atas dasar kedua putusan MK tersebut, Akibatnya dengan serta merta mematahkan
argumen, logika dan dasar pertimbangan yang dibangun MA dalam SEMA 7 Tahun
2014, yang sekali lagi, mendasarkan pembatasan PK lebih dari satu kali menjadi hanya
boleh satu kali pada Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan
Kehakiman.
Menurut Putusan tersebut MK tersebut maka, MA seharusnya tidak dapat lagi
mendasarkan ketentuan dalam Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU
Kekuasaan Kehakiman sebagai pembatasan pengajuan PK lebih dari satu kali, dengan
kata lain SEMA PK tersebut harusnya gugur
Menurut pandangan saya MA harus segera mencabut SEMA 7 Tahun 2014 dan
membuka menerima seluruh permohonan PK yang telah di batasi oleh SEMA tersebut.
Jika MA tidak segera merespon putusan MK tersebut, maka jelaslah MA sengaja telah
sengaja membangkang Putusan MK.

More Related Content

What's hot

Hukum acara perdata
Hukum acara perdataHukum acara perdata
Hukum acara perdata
sesukakita
 
Contoh surat gugatan wanprestasi
Contoh surat gugatan wanprestasiContoh surat gugatan wanprestasi
Contoh surat gugatan wanprestasi
Nasria Ika
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasional
Evirna Evirna
 

What's hot (20)

Eksekusi Hukum Acara Perdata (Idik Saeful Bahri)
Eksekusi Hukum Acara Perdata (Idik Saeful Bahri)Eksekusi Hukum Acara Perdata (Idik Saeful Bahri)
Eksekusi Hukum Acara Perdata (Idik Saeful Bahri)
 
Putusan Gugur Fenti
Putusan Gugur FentiPutusan Gugur Fenti
Putusan Gugur Fenti
 
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
 
Hukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxHukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptx
 
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
 
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARAHUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
 
PROSES BERACARA DALAM PERADILAN PIDANA
PROSES BERACARA DALAM PERADILAN PIDANAPROSES BERACARA DALAM PERADILAN PIDANA
PROSES BERACARA DALAM PERADILAN PIDANA
 
Hukum acara perdata
Hukum acara perdataHukum acara perdata
Hukum acara perdata
 
Contoh surat gugatan wanprestasi
Contoh surat gugatan wanprestasiContoh surat gugatan wanprestasi
Contoh surat gugatan wanprestasi
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
 
Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014
Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014
Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014
 
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
 
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
 
Mahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusiMahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusi
 
Pengujian peraturan perundang undangan
Pengujian peraturan perundang undanganPengujian peraturan perundang undangan
Pengujian peraturan perundang undangan
 
praktik peradilan perdata
praktik peradilan perdatapraktik peradilan perdata
praktik peradilan perdata
 
Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa
Metode Alternatif Penyelesaian SengketaMetode Alternatif Penyelesaian Sengketa
Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa
 
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
 
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasional
 

Similar to Tugas 2 Hukum Acara Pidana.docx

Upaya Hukum (Pengertian dan Aplikasi)
Upaya Hukum (Pengertian dan Aplikasi)Upaya Hukum (Pengertian dan Aplikasi)
Upaya Hukum (Pengertian dan Aplikasi)
ntii_meiian
 
7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tun
7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tun7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tun
7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tun
Moel Ryadhie
 

Similar to Tugas 2 Hukum Acara Pidana.docx (20)

HAPTUN UPAYA_HUKUM (1).pdf
HAPTUN UPAYA_HUKUM (1).pdfHAPTUN UPAYA_HUKUM (1).pdf
HAPTUN UPAYA_HUKUM (1).pdf
 
143-276-1-SM.pdf
143-276-1-SM.pdf143-276-1-SM.pdf
143-276-1-SM.pdf
 
Upaya hukum
Upaya hukumUpaya hukum
Upaya hukum
 
Upaya Hukum (Pengertian dan Aplikasi)
Upaya Hukum (Pengertian dan Aplikasi)Upaya Hukum (Pengertian dan Aplikasi)
Upaya Hukum (Pengertian dan Aplikasi)
 
Upaya hukum dalam acara pidana
Upaya hukum dalam acara pidanaUpaya hukum dalam acara pidana
Upaya hukum dalam acara pidana
 
hukum acara perdata pertemuan ke-6 dan tugas.pptx
hukum acara perdata pertemuan ke-6 dan tugas.pptxhukum acara perdata pertemuan ke-6 dan tugas.pptx
hukum acara perdata pertemuan ke-6 dan tugas.pptx
 
UPAYAHUKUM.ppt
UPAYAHUKUM.pptUPAYAHUKUM.ppt
UPAYAHUKUM.ppt
 
UPAYAHUKUM.ppt
UPAYAHUKUM.pptUPAYAHUKUM.ppt
UPAYAHUKUM.ppt
 
UPAYAHUKUM.ppt
UPAYAHUKUM.pptUPAYAHUKUM.ppt
UPAYAHUKUM.ppt
 
upayahukum.ppt
upayahukum.pptupayahukum.ppt
upayahukum.ppt
 
Hukum acara perdata
Hukum acara perdataHukum acara perdata
Hukum acara perdata
 
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.pptPPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
 
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.pptPPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
 
Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)
Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)
Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)
 
Praperadilan
PraperadilanPraperadilan
Praperadilan
 
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.pptPPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
 
13 praperadilan
13 praperadilan13 praperadilan
13 praperadilan
 
Pertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.ppt
Pertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.pptPertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.ppt
Pertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.ppt
 
7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tun
7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tun7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tun
7. eksekusi dan peninjauan kembali putusan tun
 
Gugatan Sederhana.pptx
Gugatan Sederhana.pptxGugatan Sederhana.pptx
Gugatan Sederhana.pptx
 

Recently uploaded

UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
Sumardi Arahbani
 
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxPPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
muhammadrezza14
 

Recently uploaded (9)

UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
 
Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023
Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023
Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023
 
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxPPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
 
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahamateri hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
 
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
 
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptx
 
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIHAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
 
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forumpilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
 

Tugas 2 Hukum Acara Pidana.docx

  • 1. Tugas.2 upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa Nama : YAHLIL KHOIR NUR RIZQI NIM : 041246584 JURUSAN : ILMU HUKUM Mata Kuliah : HUKUM ACARA PIDANA 1. Putusan Pengadilan Tinggi (PT) menyatakan tidak dapat diterima (NO) terhadap permohonan banding yang diajukan oleh Terdakwa karena Terdakwa mengajukan banding melebihi jangka waktu pengajuan banding. Terdakwa mengajukan kasasi terhadap putusan PT tersebut. Menurut saudara apakah dibenarkan Terdakwa dapat mengajukan kasasi? Kalau dapat diajukan kasasi apa argumentasi saudara? Kalau tidak dapat dilakukan upaya kasasi apa upaya Terdakwa yang bisa dilakukan? (poin25) Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri.Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan. Sesuai azasnya dengan diajukannya banding maka pelaksanaan isi putusan Pengadilan Negeri belum dapat dilaksanakan, karena putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap sehingga belum dapat dieksekusi, kecuali terhadap putusan uit voerbaar bij voeraad. DASAR HUKUM Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 hari sejak putusan dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan putusan apabila salah satu pihak tidak hadir. Ketentuan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 20/1947 jo pasal 46 UU No. 14/1985. Dalam praktek dasar hukum yang biasa digunakan adalah pasal 46 UU No. 14 tahun 1985. Apabila jangka waktu pernyatan permohonan banding telah lewat maka terhadap permohonan banding yang diajukan akan ditolak oleh Pengadilan Tinggi karena terhadap
  • 2. putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan dianggap telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi. Pendapat diatas dikuatkan oleh Putusan MARI No. 391 k/Sip/1969, tanggal 25 Oktober 1969, yaitu bahwa Permohonan banding yang diajukan melalmpaui tenggang waktu menurut undang-undang tidak dapat diterima dan surat-surat yang diajukan untuk pembuktian dalam pemeriksaan banding tidak dapat dipertimbangkan. Akan tetapi bila dalam hal perkara perdata permohonan banding diajukan oleh lebih dari seorang sedang permohonan banding hanya dapat dinyatakan diterima untuk seorang pembanding, perkara tetap perlu diperiksa seluruhnya, termasuk kepentingan-kepentingan mereka yang permohonan bandingnya tidak dapat diterima (Putusan MARI No. 46 k/Sip/1969, tanggal 5 Juni 1971). Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Tinggi.Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung. Kasasi berasal dari perkataan "casser" yang berarti memecahkan atau membatalkan, sehingga bila suatu permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan dibawahnya diterima oleh Mahkamah Agung, maka berarti putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dianggap mengandung kesalahan dalam penerapan hukumnya. Pemeriksaan kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum, jadi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya sehingga pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh/dapat dianggap sebagai pemeriksaan tinggak ketiga. ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN KASASI Alasan mengajukan kasasi menurut pasal 30 UU No. 14/1985 antara lain : 1) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
  • 3. Tidak bewenangan yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam surat gugatan. 2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum yang dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti. 3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh pertauran perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah TENGGANG WAKTU MENGAJUKAN KASASI Permohonan kasasi harus sedah disampaikan dalam jangka waktu 14 hari setelah putusan atau penetepan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada Pemohon (pasal 46 ayat (1) UU No. 14/1985), bila tidak terpenuhi maka permohonan kasasi tidak dapat diterima. Dari beberapa pengertian dan peraturan diatas, sudah ditentukan tenggang waktu atau jangka waktu pengajuan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Tingg (PT) kepada Mahkamah agung yaitu 14 Hari setelah diterbitkannya Putusan Pengadilan Tinggi. Karena dalam kasus diatas dinyatakan bahwa pengajuan Kasasi melebihi jangka Waktu, maka Kasasi tersebut tidak dapat diterima/tidak dibenarkan Upaya hukum yang dimungkinkan untuk diambil oleh terdakwa adalah Peninjauan Kembali. Alasan PK yang paling sering dan paling besar frekuensinya dalam praktik adalah kekhilafan atau kekeliruan nyata. Alasan ini dianggap sangat luas
  • 4. jangkauannya. Apa saja pertimbangan dan pendapat yang tertuang dalam putusan, dapat dikonstruksi dan direkayasa sebagai kekhilafan atau kekeliruan nyata tanpa batas. Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksud diatas adalah 180 (seratus delapan puluh) hari sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara. Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu dan apabila selama proses peninjauan kembali pemohon meninggal dunia, permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya. Jawaban atas permohonan Memori Peninjauan Kembali bisa disebut dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali. Terhitung selama 14 hari kerja sejak ketua pengadilan negeri yang memeriksa perkaranya menerima permohonan peninjauan kembali, pihak panitera berkewajiban menyampaikan salinan permohonan peninjauan kembali kepada pihak lawannya. Pihak lawan yang akan mengajukan jawaban atau permohonan Kontra Memori Peninjauan Kembali, hendaknya diajukan dalam tempo selama 30 hari. Jika jangka waktu tersebut terlampaui, permohonan peninjauan kembali segera dikirimkan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia 2. dalam Pasal 237 KUHAP mengatur: Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa suatu perkara dalam tingkat banding, baik terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding kepada pengadilan tinggi. Menurut Saudara bagaimana akibat hukumnya jika Terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum tidak mengajukan memori banding atau kontra memori banding? (poin25) Pengajuan memori banding merupakan hak bagi pemohon banding (baik terdakwa maupun penuntut umum), demikian pula dengan mengajukan kontra memori banding oleh pihak yang dituntut banding. Pasal 237 KUHAP mengatur: Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa suatu perkara dalam tingkat banding, baik terdakwa atau kuasanya maupun penuntut
  • 5. umum dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding kepada pengadilan tinggi. Ada atau tidaknya memori banding tidak menghalangi pemeriksaan banding. Membuat dan mengajukan memori banding “bukan kewajiban hukum” yang dibebankan oleh undang-undang terhadap pemohon banding. Tanpa memori banding, permintaan banding sah dan dapat diterima. Demikian pula dengan kontra memori banding, hal tersebut merupakan hak bagi pihak yang dituntut hingga tingkat banding. Tanpa Memori Banding Perkara Tetap Diperiksa Ulang Secara Keseluruhan Karena pengajuan memori banding bukan merupakan kewajiban hukum bagi pemohon, tapi semata-mata merupakan hak, berarti ada atau tidak ada memori banding, perkara tetap “diperiksa ulang secara keseluruhan” pada pemeriksaan banding. Seandainya permohonan banding tidak dibarengi dengan memori banding, pengadilan tingkat banding tetap berkewajiban dan berwenang untuk memeriksa ulang perkara secara keseluruhan. Sebaliknya, sekalipun permohonan banding dibarengi dengan memori banding, tetap juga tidak menghalangi pengadilan tingkat banding untuk memeriksa ulang perkara secara keseluruhan. Perlu diketahui bahwa: 1. Memori banding itu dapat dikesampingkan oleh pengadilan tingkat banding; 2. Pengadilan tingkat banding tidak wajib menanggapi satu persatu isi memori banding. Itu artinya, memori banding merupakan hak bagi pemohon banding demikian pula dengan mengajukan kontra memori banding. Ada atau tidaknya memori banding tidak menghalangi pemeriksaan banding. 3. Dengan adanya Putusan MK No. 34/PUU-XI/2013, untuk upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali dapat dilakukan lebih dari satu kali, namun Mahkamah Agung berdasarkan SEMA Nomor 7 Tahun 2014, menyatakan “tidak ada Peninjauan Kembali kedua atau lebih, kecuali dengan alasan terdapat berbagai putusan dalam satu obyek perkara”, bagaimana pendapat saudara mengenai hal tersebut? (poin50) Putusan MK No. 34/PUU-XI/2013, tanggal 6 Maret 2014 Mahkamah Konstitusi melalui putusan No. 34/PUU-XI/2013, mempertegas bahwa pengaujan peninajuan kembali pada perkara pidana tidak seharusnya dibatasi jumlah pengajuannya. Melalui putusan ini, Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang menguraikan permintaan peninjauan kembali hanya dapat dilakukan satu kali saja, tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Konsekuensi dari putusan ini, terpidana sekarang dapat
  • 6. mengajukan permohonan kembali lebih dari satu kali sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menekankan bahwa keadilan tidak dapat dibatasi oleh waktu atau ketentuan formalitas yang membatasi bahwa upaya hukum luar biasa (peninjauan kembali) hanya dapat diajukan satu kali, karena mungkin saja setelah diajukannya PK dan diputus, ada keadaan baru (novum) yang substansial ditemukan yang pada saat PK sebelumnya belum ditemukan. SEMA No. 7 Tahun 2014 Putusan Mahkamah Konstitusi No. 34/PUU-XI/2013 yang mengubah kebiasaan hukum acara pidana selama ini mendapat tanggapan serius dari Kejaksaan Agung dan juga pemerintah. Kejaksaan Agung menilai putusan ini akan menghambat proses eksekusi mati terhadap beberapa terpidana karena terpidana tersebut akan mengajukan peninjauan kembali untuk kedua kalinya. Pemerintah melalui Menko Polhukam saat itu, Tedjo Edhi mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tersebut akan menciptakan ketidakpastian hukum dan mengusulkan untuk mengubah putusan tersebut. Menindaklanjuti persoalan ini, Pemerintah, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung (MA) mengadakan pertemuan pada 9 Januari 2015 di Kantor Kemenkumham. MA akhirnya mengeluarkan SEMA No. 7 Tahun 2014 yang pada intinya menegaskan bahwa permohonan peninjauan kembali atas dasar ditemukannya bukti baru hanya dapat diajukan satu kali, sedangkan permohonan peninjauan kembali dengan dasar adanya pertentangan putusan dapat diajukan lebih dari satu kali. Lahirnya SEMA No. 7 Tahun 2014 telah menimbulkan masalah yang jauh lebih rumit lagi. SEMA No. 7 Tahun 2014 dianggap sebagai suatu bentuk ketidakpatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi, bahkan Mahkamah Konstitusi sendiri menganggap bawah kejadian ini merupakan suatu bentuk pembangkangan dari konstitusi. MA tetap pada keyakinannya bahwa SEMA No. 7 Tahun 2014 diterbitkan untuk memberikan kepastian hukum. Dalam SEMA tersebut, MA mendasarkan pertimbangan bahwa ketentuan mengenai pembatasan pengajuan permohonan kembali yang hanya dapat dilakukan satu kali masih berlaku berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat (1) Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009. Atas dasar logika itu, MA mengatakan bahwa putusan MK tidak serta merta menghapuskan norma hukum pembatasan PK lebih dari satu kali dalam Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat (1) UU Mahkamah Agung. Sehingga MA berpendapat masih dapat dilakukan pembatasan terhadap PK, yaitu PK hanya dapat dilakukan satu kali. Menariknya, MA tidak sepenuhnya melarang PK lebih dari satu kali, MA membuka peluang adanya PK lebih dari satu kali sepanjang sesuai dengan alasan yang diatur SEMA No. 10 Tahun 2009 tentang PK, yaitu apabila ada suatu objek perkara terdapat 2
  • 7. (dua) atau lebih putusan PK yang bertentangan suatu dengan yang lain baik dalam perkara perdata maupun pidana. Paska dikeluarkannya SEMA No 7 Tahun 2014, MK setidaknya telah mendapatkan 2 (dua) kali permohonan pengujian undang-undang (PUU) terkait ketentuan yang membatasi PK lebih dari satu kali. Pengujian pertama diajukan dengan putusan No. 66/PUU-XIII/2015 yang putusannya diucapkan tanggal 7 Desember 2015. Sedangkan putusan Kedua adalah putusan No. 45/PUU-XIII/2015 yang dibacakan pada tanggal 10 Desember 2015. Dalam kedua putusan ini, MK memutuskan bahwa keduanya tidak dapat diterima, sebab materi permohonan sebagaimana dimaksud oleh dua permohonan tersebut telah diputus oleh MK dalam putusan No. 34/PUU-XI/2013. MK menyatakan bahwa putusan MK tersebut mutatis mutandis berlaku pula terhadap objek permohonan kedua putusan ini yaitu Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman. Atas dasar kedua putusan MK tersebut, Akibatnya dengan serta merta mematahkan argumen, logika dan dasar pertimbangan yang dibangun MA dalam SEMA 7 Tahun 2014, yang sekali lagi, mendasarkan pembatasan PK lebih dari satu kali menjadi hanya boleh satu kali pada Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman. Menurut Putusan tersebut MK tersebut maka, MA seharusnya tidak dapat lagi mendasarkan ketentuan dalam Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman sebagai pembatasan pengajuan PK lebih dari satu kali, dengan kata lain SEMA PK tersebut harusnya gugur Menurut pandangan saya MA harus segera mencabut SEMA 7 Tahun 2014 dan membuka menerima seluruh permohonan PK yang telah di batasi oleh SEMA tersebut. Jika MA tidak segera merespon putusan MK tersebut, maka jelaslah MA sengaja telah sengaja membangkang Putusan MK.