Dokumen tersebut membahas mengenai eksepsi, gugatan rekonvensi, dan intervensi dalam perkara perdata di pengadilan, dimana:
1. Eksepsi adalah tangkisan tergugat diluar pokok perkara, terdiri dari eksepsi absolut dan relatif
2. Gugatan rekonvensi merupakan gugatan balik tergugat, harus diajukan bersama jawaban dan ada 3 pengecualian
3. Intervensi adalah masuknya pihak ketiga ke d
1. Eksepsi adalah suatu tangkisan oleh Tergugat yang objeknya diluar pokok perkara.
Eksepsi disusun dengan mencari kelemahan-kelemahan baik terkait dengan dalil-dalil
gugatan maupun di luar gugatan yang dapat menjadi alasan menolak gugatan. Eksepsi
dapat dibagi dua bagian, yaitu eksepsi absolut dan eksepsi relatif. Eksepsi absolut erat
kaitannya dengan kompetensi pengadilan dalam memeriksa perkara. Kompetensi
pengadilan tersebut dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Kompetensi Absolut : Kompetensi absolut terkait dengan kewenangan dari jenis
pengadilan yang berwenang untuk memeriksa perkara itu (Pengadilan Negeri,
Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Agama (Islam), atau Pengadilan Militer).
Eksepsi terkait kompetensi absolut dapat diajukan kapanpun selama perkara masih
berlangsung, dan bahkan pengadilanpun wajib menyatakannya tanpa eksepsi.
Kompetensi absolut diatur dalam Pasal 134 HIR Jo Pasal 160 RBG.
2. Kompetensi Relatif : Kompetensi relatif terkait dengan wilayah hukum pengadilan
yang berwenang memeriksa perkara (terhadap pengadilan sejenis). Eksepsi terkait
kompetensi relatif ini harus diajukan pada kesempatan pertama Tergugat
memberikan jawabannya, sesuai ketentuan Pasal 133 HIR Jo Pasal 159 RBG.
2. Eksepsi relatif erat kaitannya dengan dalil-dalil gugatan. Eksepsi relatif harus diajukan pada jawaban pertama
Tergugat. Eksepsi relatif dapat meliputi:
1. Exceptie van litispendentie, adalah tangkisan yang berkaitan dengan kepastian hukum dari perkara tersebut
belum ada.
2. Dilatoire exceptie, adalah tangkisan yang berkaitan dengan waktu pengajuan gugatan yang belum tepat
dikarenakan masih terdapat waktu bagi Tergugat untuk melakukan prestasi.
3. Premtoire Exceptie, adalah tangkisan yang mengakui kebenaran dalil gugatan, namun diajukan dengan
penambahan yang sangat prinsipal sehingga dapat menggugurkan gugatan. 4. Disqualificatoire exceptie, adalah
tangkisan yang berkaitan dengan hak menggugat dari Penggugat (Penggugat tidak berhak mengajukan gugatan).
5. Exceptie Obscuri Libelli, adalah tangkisan yang berkaitan dengan kekaburan/ketidakjelasan gugatan. (Pasal
125 ayat (1) HIR Jo Pasal 149 ayat (1) RBG).
6. Exceptie Plurium Litis Consortium, adalah tangkisan yang berkaitan dengan kelengkapan para pihak
khususnya yang berkedudukan sebagai Tergugat belum lengkap, sehingga subjek hukum dalam gugatan dapat
digugurkan.
7. Exceptie Non-adimpleti Contractus, adalah tangkisan yang berkaitan dengan wanprestasi dari Tergugat
dikarenakan Penggugat juga dalam keadaan wanprestasi.
8. Exceptie rei judicatie, adalah tangkisan yang berkaitan dengan asas ne bis in idem, yaitu terhadap perkara
yang telah diputus dengan kekuatan hukum tetap, tidak dapat diajukan gugatan lagi.
9. Exceptie van connexiteit, adalah tangkisan yang berkaitan dengan masih diperiksanya perkara yang
berkaitan oleh pengadilan/instansi lain, sehingga harus menunggu putusan
3. Eksepsi yang diajukan Tergugat harus diperiksa dan diputus dalam satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dengan pokok perkara (Pasal 136 HIR/Pasal 162 RBG).Jawaban gugatan
dan eksepsi dapat dijadikan satu pada pengajuannya, yaitu dengan menyertakan eksepsi
pada jawaban gugatan. Dalam hal ini, eksepsi akan ditulis dengan istilah “DALAM EKSEPSI”
dan dilanjutkan dengan penulisan jawaban gugatan dengan istilah “DALAM POKOK
PERKARA”
Gugatan Rekonvensi.
Seorang tergugat dapat mengajukan gugat balas terhadap gugatan penggugat yang disebut dengan gugatan Rekonvensi,
Pasal 132 a ayat (1) HIR yang maknanya juga sama seperti yang dirumuskan dalam pasal 244 Rv menyatakan Gugatan
Rekonvensi adalah gugatan balik yang diajukan tergugat terhadap penggugat dalam suatu proses perkara yang sedang
berjalan. Untuk mengajukan gugatan rekonvensi menurut pasal 132 b ayat (1) HIR harus diajukan secara Bersama-sama
dengan jawabannya baik dengan tertulis maupun dengan lisan;
Gugatan rekonvensi ini merupakan suatu hak istimewa yang diberikan oleh hukum acara perdata kepada tergugat ini
dilakukan dengan tujuan agar dalam berperkara bisa di tegakkan azas peradilan yang sederhana, dimana system yang
menyatukan pemeriksaan dan putusan dalam satu proses sehingga sangat menyederhanakan dalam penyelesaian suatu
perkara, dengan system ini penyelesaian perkara yang seharusnya dilakukan dalam dua proses yang terpisah dan berdiri
sendiri dibenarkan hukum untuk diselesaikan secara bersama dalam satu proses, begitu juga dalam gugatan rekonvensi
ini bisa menghemat biaya dan waktu dalam berperkara sehingga dalam menyelesaikan perkara bisa se efektif mungkin
juga mempermudah pemeriksaan dan menghindari putusan yang saling bertentangan. Gugatan rekonvensi ini harus
diajukan pada saat pemeriksaan perkara di tingkat pertama diajukan gugatan apabila pada pemeriksaan pertama tidak
diajukan gugatan rekonvensi maka dalam tingkat banding tidak dapat diajukan lagi. (Pasal 132 a Ayat (2) HIR / 157 ayat
(2) Rbg). Gugatan rekonvensi ini beserta gugatan konvensinya diselesaikan sekaligus dan diputus dalam satu surat
putusan, kecuali kalau pengadilan berpendapat bahwa perkara yang satu dapat diselesaikan terlebih dahulu daripada
perkara yang lain.
4. Dalam rekonvensi, pihak Tergugat menjadi Penggugat rekonvensi dan pihak
Penggugat menjadi Tergugat rekonvensi. Menurut ketentuan Pasal 132a HIR Jo.
RBg, terdapat 3 (tiga) pengecualian bagi pihak Tergugat dalam mengajukan
rekonvensi terhadap gugatan dari pihak Penggugat yaitu:
1. Tergugat dilarang mengajukan rekonvensi kepada diri pribadi Penggugat apabila
Penggugat bertindak berdasarkan suatu kedudukan/jabatan tertentu.
2. Rekonvensi tidak dapat diajukan bila Pengadilan Negeri yang memeriksa gugatan
Penggugat tidak berwenang memeriksa gugatan rekonvensi atau diluar yurisdiksi
Pengadilan Negeri tersebut.
3. Dalam hal pelaksanaan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, rekonvensi
tidak dapat diajukan lagi
5. Intervensi.
Dalam perkara yang sedang berlangsung adakalanya ada pihak lain yang merasa dirugikan atau ingin
membantu, sehingga adakalanya pihak luar tersebut berkeinginan untuk menggabungkan diri dalam
perkara tersebut, Intervensi adalah masuknya pihak ketiga kedalam perkara yang sedang berjalan,
pihak yang berkepentingan tersebut melibatkan diri dalam perkara yang sedang berjalan itu.
Intervensi itu sendiri ada : 3 (tiga) macam yaitu :
1. Tussenkomst adalah masuknya pihak ketiga atas kemauan sediri kedalam pekara yang sedang
berjalan, pihak ketiga ini tidak memihak kepada salah satu pihak tetapi ia hanya
memperjuangkan kepentingannya sendiri.
2. Voeging/menyertai adalah percampuran pihak ketiga dalam proses perkara gugatan dan
menggabungkan diri kepada salah satu pihak, apakah penggugat ataukah tergugat hal ini
dilakukan untuk membantu salah satu pihak baik pihak penggugat atau pihak tergugat.
3. Vrijwaring atau penjaminan, yaitu ikut sertanya pihak ketiga dalam pemeriksaan sengketa
perdata karena ditarik oleh salah satu pihak untuk ikut menanggungnya.
Pihak ketiga yang merasa punya kepentingan terhadap suatu gugatan yang sedang di periksa dapat
mengajukan permohonan kepada majelis hakim agar diperkenankan menggabungkan diri kepada
salah satu pihak, permohonan tersebtu harus disertai dengan alasan-alasannya. Diperkenankan atau
tidak permohonan itu ditetapkan dalam putusan sela atau putusan insiedentil.
6. 1. Jelaskan apa yang dijadikan dasar dalam pemeriksaan perkara perdata
(permohonan maupun gugatan) di pengadilan ?
2. Bagaimana cara-cara melakukan perdamaian baik di dalam maupun di luar
pengadilan dan apa konsekuensi apabila perdamaian tersebut ternyata
melanggar ketentuan hukum yg berlaku (apa saja syarat kesepakatan
perdamaian adalah sesuai dengan hukum yang berlaku), serta dalam perkara
apa saja yang dikecualikan dari proses mediasi dan diatur dimana ?
3. Jelaskan bagaimana timbulnya suatu putusan verstek dan gugurnya ?
4. Jelaskan kapan saatnya melakukan suatu gugat rekonvensi dan apa saja
pengecualiannya?
5. Apakah yang dimaksud eksepsi dan jelaskan macamnya?
6. Jelaskan dalam hal apa saja dalam suatu perkara yang sedang berjalan dapat
melakukan intervensi dan apa saja macamnya,serta kapan menentukan
diterima atau tidaknya ?