1. LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL HALLIDAY
Oleh Hasan Busri
Pendahuluan
Linguistik Sistemik Fungsional ini dipelopori dan dikembangkan oleh Halliaday
salah satu murid Firth. Linguistik ini disebut juga aliran Neo-Firthian, karena banyak
diilhami oleh pandangan Firth. Sebutan lain terhadap linguistik ini adalah Tatabahasa
Sistemik Halliday dan Teori Sistemik Fungsional. Linguistik Halliday ini memandang
bahasa sebagai suatu pilihan makna (choice) yang meliputi metafungsi tekstual, ideasional,
dan interpersonal, yang masing-masing dianalisis melalui struktur tema-rema,
ketransitifan, dan mudus dalam suatu klausa (Tomasowa, 1993).
Dalam analisisnya Linguisti Sistemik Fungsional, di samping diilhami oleh
pemikiran Firth dan tradisi fungsional Eropa, juga menerapkan prinsip abstrak dari Hjenslev
dan pemikiran dari linguistik Fraha (Halliday dalam Tomasowa, 1993). Di samping itu,
dalam kajian Linguistik Sistemik Fungsional Halliday ini tidak dapat dipisahkan dari tiga
figur nama, yaitu Malinowski, Firth, dan Whorf (Krass, 1976). Malinowski seorang
antropolog telah memberikan jawaban mengapa bahasa tidak mampu berdiri sendiri, dengan
mengatakan “it is entirely dependent on the society in the which it is used” (Krass, 1976).
Bagi Malinoski, bahasa bukanlah alat ekspresi, tetapi bahasa justru merupakan perbuatan atau
aktivitas manusia. Malinoski mengatakan:
“For Malinoski, to think of language as a means of transfusing ideas from the head
of the speaker to that of the listener was a misleading myth: to speak, particulary in
a primitive culture, is not to tell but to do, in the primitive uses, language functions
as a link in concerted human activity ....It is a mode of action and not an instrument
of reflection (Sampson, 1980).
Konsep Malinoski tersebut banyak dimanfaatkan Halliday dalam kajiannya. Pertama,
Halliday menempatkan definisi makna sebagai fungsi dalam konteks. Kedua, menerima ciri-
ciri multi fungsi bahasa sebagai fungsi interpersonal, ideasional, dan tekstual yang dikaitkan
dengan berbagai perwujudan fungsi bahasa versi Malinoski. Secara khusus dapat disamakan
antara pragmatik menurut Malinowski dengan fungsi interpersonal menurut Halliday
(Krass, 1976). Dijelaskan oleh Sampson (1980) bahwa “Malinoski clarifies his idea of
meaning by appealling to a notion of context of situation “.
Kemudian teori Firth yang cukup berpengaruh terhadap linguistik sistemik fungsional
Halliday adalah deskripsikan peristiwa-peristiwa kebahasaan. Firt mengidentifikasi, bahwa
terdapat tiga aspek dalam linguistic event, yakni (1) the participants: person, personalities
2. and relevant features of these (i) the verbal action of the participants and (ii) the non-verbal
action of the participants; (2) the relevant object and non-verbal and non-personal events;
(3) the efect of the verbal action” (Krass, 1976). Dijelaskan pula oleh Halliday bahwa
“Firth’s theory allows for a description of language in terms of fuction in context” (Krass,
1976).
Teori Firth yang cukup berpengaruh terhadap linguistik Halliday, yaitu
mengembangkan teori linguistiknya dengan mendeskripsikan peristiwa-peristiwa kebahasaan
Menurut Firth terdapat tiga aspek linguistic event, yaitu (1) the participants: person,
personalities and relevant features of these (i) the verbal action of the participants; (2) the
relevant object and non-verbal and non-personal events; (3) the efect of the verbal action
(Krass, 1976). Dijelaskan pula oleh Halliday bahwa “Firth’s theory allow for a description of
language in terms of action in contect” (Krass, 1976).
Teori Firth dalam mendeskripsikan bahasa dengan berbagai istilah fungsi bahasa
dalam konteksnya, bahwa suatu unit linguistik dapat ditinjau dari dua macam konteks: (1)
dalam konteks sistem, dan (2) dalam konteks struktur sintagmatik (Krass, 1976).
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lyones tentang penadangan Firth, “meaning” atau
“function in context” dapat diinterpretasikan sebagai sesuatu yang berterima dan sesuai
dengan konteks, jika ujaran atau bagian dari ujaran merupakan sesuatu yang bermakna
(meaningful), dan hanya jika demikian, ujaran dapat digunakan dalam berbagai konteks yang
sesungguhnya (Sampson, 1980).
Di samping Malinowsky dan Firth, Worf seorang tatabahasawan juga cukup
berpengaruh terhadap linguistik Halliday ini. Worf dalam hal ini memandang hubungan
bahasa dan budaya dari sudut pandang bahasa. Worf memberikan penekanan akan
pentingnya bahasa dalam fungsi sosial (ordering society) yang melebihi keberadaan bahasa
dalam struktur sosial. Perhatiannya dipusatkan pada perbedaan antara apa yang disebut
dengan “overt and covert categories (Kass, 1976). Suatu overt category adalah sesuatu yang
secara eksplisit diwujudkan seara formal pada tataran permukaan (surface), misalnya kategori
plural dalam bahasa Inggris; sedangkan covert category sebagai sesuatu yang tidak
dinyatakan, misalnya kategori animate dalam bahasa Inggris (Krass, 1976).
Dalam perkembangannya, teori Worf juga percaya akan apa yang disebut deep grammar.
Dengan sendirinya Worf memusatkan perhatiannya pada kategori-kategori morfologis.
Akhirnya, pandangan yang berkembang pada aliran Fraha, Tagmemik, dan Glosemik
banyak mewarnai pandangan Halliday. Di antara teori tersebut adalah “Scale and Category
Grammar, dan systemic Grammar (Krass, 1976). Perkembangan teory Haliaday selanjutnya
3. dapat diidentifikasi dalam dua tahap sebagai berikut. (1) tahap awal yang dikenal dengan
teori skala dan kategori, yang berlangsung hingga paruh tahun 1960-an; (2) tahap
pengembangan aspek fungsional bahasa yang berawal dari paruh kedua dari tahun 1960-an
sampai dengan saat ini (Purwo, 1990).
Teori Skala dan Kategori menerapkan tiga skala abstraksi: Rank, dellicacy, and
exponence (Krass, 1976). Dalam tataran gramatikal dikenal empat kategori utama: Unit,
struktur, kelas, dan sistem (Purwo, 1990). Pengembangan yang terus menerus atas teori skala
dan kategori yang dilakukan Halliday, merintis jalan ke arah lahirnya pandangan fungsional;
keterkaitan bahasa dengan tautan sosialnya. Dala hal ini terdapat keterkaitan antara
leksikogramatika dan makna. Pada awalnya Halliday menawarkan empat komponen “fungsi
bahasa”, yaitu eksperimental, logikal, wacana, ujaran atau interpersonal” (Purwo, 1990).
Namun setelah mengalami banyak pemikiran dan pengalaman yang panjang, fungsi-fungsi
tersebut ditata ulang, dan saat ini hanya mencakup: ideasional (mencakup sub-fungsi logika
dan eksperiensial, interpersonal, dan tekstual (Purwo, 1990).
Ajaran Halliday ini terkenal dengan tatabahasanya systemic grammar (tatabahasa
sistemik). Dalam bukunya yang berjudul The Linguistic Sciences and Language Teaching,
Halliday memaparkan se-cara garis besar tentang Tatabahasa Sistemik, antara lain (1)
Form (bentuk), organisasi dari substansi peristiwa yang pada arti, yaitu tatabahasa dan leksis;
(2) Substance (substansi), materi fonik dan grafik; dan (3) context (konteks), hubung-an
antara “bentuk” dan “situasi”, yaitu semantik.
Prinsip-prinsip Linguistik Sistemik Fungsional Halliday
Sebagaimana dijelaskan di atas, Halliday mengembangkan empat gagasan penting
sebagai ka-tegori umum dalam bahasa, yaitu unit, struktur, kelas, dan sistem. Unit
merupakan suatu segmen pembawa pola pada segala level, misalnya kalimat terdiri pola-pola
“struktur klausa: subjek-predikator-komplementer-ajung”. Kelas meru-pakan seperangkat
butir-butir yang beroperasi dengan fungsi tertentu dalam akar kata. Sedangkan sistem
merupakan penyusunan paradigmatik dari kelas-kelas dalam hubungan pilihan.
Di sisi lain, Halliday menguraikan tentang linguistik sebagai studi atau kajian
“bagaimana kita mempergunakan bahasa untuk hidup”. Halliday menolak “mentalis”
maupun “mekanis” yang ekstrim, dan menolak konsep tentang bahasa yang terdiri atas
“bentuk” dan “makna”. Dalam hal ini yang menjadi penekanan aliran ini adalah bahwa
makna adalah milik dari segala jenis pola yang ada dalam bahasa; kita tidak dapat memerikan
4. bahasa tanpa memerikan makna. Akan tetapi untuk memerikan secara mendalam kita harus
mengenal berbagai level bahasa – tatabahasa, fonologi, dan seterusnya.
Kategori-kategori untuk memerikan sutu bahasa mesti didasarkan pada kriteria-
kriteria formal dan pada akhirnya mesti dapat dihubungkan pada ekspo-nen-eksponen dalam
substansi fonik dan grafik, namun tidak ada pemerian yang lengkap, tidak mengabaikan
makna, apalagi makna kontekstual.
Dalam bukunya yang berjudul The Linguistic Sciences and Language Teaching,
Halliday memaparkan secara garis besar tentang tatabahasa sistemik, antara lain (1) Form
(bentuk), organisasi dari substansi peristiwa yang pada arti, yaitu tatabahasa dan leksis; (2)
Substance (substansi), materi fonik dan grafik; dan (3) context (konteks), hubungan antara
“bentuk” dan “situasi”, yaitu semantik.
Sebagaimana dikemukan oleh Halliaday bahwa konsep dasar dalam suatu tatabahasa
adalah suatu sistem (Krass, 1976). Seperangkat konsep yang dikembangkan dalam Linguistik
Sistemik Halliday adalah sebagai berikut: (1) nosi yang tersirat dalam tatabahasa merupakan
sesuatu yang harus dipilih, karena merupakan representasi konsep suatu sistem; (2) deskripsi
berbagai kalimat atau unsur yan lain dalam suatu bahasa mengambil bentuk suatu pernyataan
pilihan –pilihan yang dapat dipilih dalam kalimat tersebut; (3) representasi struktur suatu
kalimat dapat diuraikan dengan suatu sistem yang nyata, kemudian ke suatu yang lebih
abstrak; (4) representasi struktur paling tidak meupakan suatu kumpulan; (5) pemberian
nama struktur berupa fungsi, komponen, unsur struktur yang menjadi kumpulan fungsi yang
dapat dibedakan unsur-unsurnya; (6) sistem dan deskripsi struktur berkaitan dengan
realisasi kalimat yang menunjukkan kontribusi struktur unsur-unsur dalam tatabahasa (Krass,
1976).
Ancangan Fungsional
Analisis functional grammar terhadap klausa bahasa Inggris yang merupakan
realisasi makna berdasarkan fungsi ideasional, interpersonal, dan tekstual dapat
diilustrasikan dalam contoh analisis struktur klausa berikut ini.
//the sun was shining on the sea//
Ideasional : Affected Process Locative
Interpersonal : Modal Propotional
Theme Rhema
Tekxtual : New
5. Subject Predicator Adjunct
Berbagai elemen struktur yang dicontohkan dalam tabel (Krass, 1976) meliputi
Process; affected; modal; propositional; thema; rhema; Agent; Phenomenon; Subject;
complement; ajunct; identified; identifierattribute; predicator; (finite element in); Wh
element (i.e interrogative word); Given; New”. Selengkapnya peta elemen struktur
metafungsional ini, periksa Figure 4 (Krass, 1976).
Dalam struktur gramatikal bahasa Inggris, sebuah klausa seperti halnya the sun was
shining on the sea menunjukkan menunjukkan tiga dimensi struktur gramatikal, yakni
ideasional, (experiential), interpersonal, dan tekstual. Elemen struktur gramatikal pada
struktur gramatikal ada fungsi ideasional terdiri atas affected, process, dan locative; pada
fungsi interactional terdiri atas modal dan propotional; dan fungsi textual terdiri atas thema
dan rhema dan terdapat pula New serta tataran subject, predicator, dan adjunct. Istilah
subject muncul dalam analisis ini dan bagi Halliday sendiri merupakan sesuatu yang harus
dijelaskan.
Halliday (dalam Suparno, 1993) memberikan perbedaan antara tema, rema, dan aktor,
yang masing-masing dimaksudkan sebagai pengganti subjek psikologis, subjek gramatikal,
dan subjek logis. Tomasowa (1983) menjelaskan bahwa subjek adalah konstituen yang (1)
merupakan pokok berita, (2) padanya diberi predikat, dan (3) merupakan pelaku tindakan”.
Subjek merupakan fungsi dalam klausa sebagai pertukaran (clause as a exchange) yang
mengacu pada elemen klausa yang diberi predikasi (Suparno, 1993). Sedangkan tema
merupakan fungsi dalam klausa sebagai pesan (clause as a massage) yang menunjukkan
kepada apa pesan itu dihubungkan (Suparno, 1993). Adapun aktor merupakan fungsi dalam
klausa sebagai representasi (clause as a representation) yang mengacu pada elemen kalimat
yang melakukan aktivitas (Suparno, 1993).
Baik Suparno (1993) maupun Tomasowa (1993) rupanya mengambil contoh dari
sumber yang sama yakni klausa The duke gave may aunt this teapot, yang dapat
dideskripsikan sebagai berikut.
Tt
Gave my aunt teapot
Halliday (dalam Suparno, 1993) memberikan petunjuk umum bahwa tema dapat
diidentifikasi sebagai elemen kalimat yang berada pada posisi pertama dalamsebuah klausa.
Tema adalah suatu fungsi dalam klausa sebagai berita: yang menjadi pokok berita; titik tolak
6. pembicaraan (Suparno, 1993). Tema merupakan elemen dalam suatu konfigurasi struktural
yang khusus, yaitu tema + rema yang menata klausa sebagai pesan. Penjelasan ini dapat
digambarkan sebagai berikut.
the duke may aunt
that teapot
Has given my aunt that teapot has been given that
teapot by the duke the duke has given to my aunt
Tema Rema
(Suparno, 1993)
Untuk memahami struktur gramatial dalam analisis tatabahasa sistemik Halliday ini
perlu diingat bahwa “the major theoritical notion in Halliday’s Linguistic work is that of
system” (Krass, 1976). Kemudian Halliday memantapkan teori linguistiknya yang didasarkan
atas choice. Prinsip choice adalah “systemic” and non-sequential order, leads to a
description in deep semantics terms” (Krass, 1976). Di samping itu, ada juga yang disebut
chain, yaitu “Systagmatic and sequential order , leads to description in surface structural
terms” (Krass, 19766). Dengan demikian prinsip choice sebagai realisasi prinsip deep
grammar menjadi penting untuk mengidentifiasi berbagai dimensi struktur gramatikal.
Tataran sistem Fungsional
Gagasan tentang “fungsi bahasa” yang dapat dikenal sebagai fungsional dari sistem
makna dari suatu bahasa, dapat dirinci menjadi tiga fungsi 1) ideasional, (b) interpersonal ,
dan (c) tekstual, memerlukan penjelasan yang lebih rinci dan ilustrasi yang lebih konkret,
sehingga jelas aplikasi dan perbedaanya. Penjelasan untuk tataran sistem fugsional,
sebagaimana dikemukakan Purwo, 1990) sebagai berikut
(1) Fungsi ideasional berperan sebagai pengungkap isi atau makna: pengungkap
pengalaman lahir ataupun batin penutur/penulis yang mencakup: fungsi eksperiensial
dan logika. Fungsi ideasional menangani kandungan mendasar suatu ujaran, yakni
membentuk suatu gambaran mental dari kenyataan yang ada, memberi arti terhadap
pengalaman dan mengungkapkan melalui suatu ujaran.
(2) Fungsi interpersonal berperan sebagai pembentuk dan pemelihara hubungan-
hubungan sosial yang mencakup tanggapan atau sikap pembicara/penutur terhadap
suatu pesan. Fungsi ini mengenai aspek interaksi dan aspek persoanal bahasa.
(3) Fungsi tekstual berperan memberikan kemungkinan bagi pembicara/penutur untuk
menghasilkan teks atau wacana yang runtut berdasarkan tautan suatu situasi. Fungsi
7. tekstual mencakup organisasi tematis serta struktur informasi dari suatu proposisi.
Struktur tematis terdiri atas dua unsur utama, yaitu tema dan rema.
Dalam kaitannya dengan ketiga fungsi bahasa, konteks situasi (context situation)
mendapat perhatian khusus dari Halliday dalam rangka memahami makna di luar aspek
kebahasaannya (Purwo, 190). Dalam hal ini Halliday menawarkan tiga unsur yang menunjol,
yang meliputi (a) field (medan wacana dalam suatu teks) yang mengacu pada apa yang tengah
terjadi dan sifat hubungan sosialnya, (b) tenor (pelibat wacana suatu teks) yang mengacu
pada partisipan yang terlibat, sifat partisipan, status, dan peran; (c) mode (sarana wacana
suatu teks) yang mengacu pada macam atau bagian makna dari bahasa yang digunakan,
apakah bahasa lisan atau tulis, gaya retorika, jenis teks, dan sebagainya (Sutjaja dalam
Purwo, 1990).
Implementasi Analisis Sistem Fungsional
Implementasi ini akan memberikan gambaran bagaimana fungsi ideasional, teks, dan
tautan situasinya dapat dianalisis. Sebagaimana yang dimaksudkan dalam fungsi ideasional,
perwujudan pengalaman batin atas realitas dapat berupa kalimat, klausa, atau struktur frasa
(Sutjaja dalam Purwo, 190). Penangkapan dan pemahaman kita atas realita diwujudkan
dalam struktur klausa. Pernyataan klausa sebagai objek analisis ini sangat menarik untuk
dipertimbangkan, sebab Halliday sendiri dalam menganalisis bahasa Cina modern dalam
kaitannya dengan deskripsi units, elements, dan classes menegaskan bahwa “.........it is
proposed here to recognize five units which will be called sentence, clause, group, word, and
character” (Krass, 1976). Bahkan, dalam kaitannya dengan apa yang disebutnya sebagai
functional sentece perspective (FSP) dalam sistem deskripsi linguistik, Halliaday
menegaskan bahwa “FSP can be defined, in this way, as the ‘textual’ component in the
grammar of the sentence” (Krass, 1976). Sekarang bagaimana dengan sasaran analisis fungsi
ideasional kalimat atau klausa?
Pemilihan analisis pada tingkat klausa memang tidak salah, bahkan pada sekuensi
yang lebih kecil. Halliday menjelaskan bahwa the study of FSP was at first directed just to
the structure of sentence and clause. Subsequently, it has been extended to other units having
a communicative element in their structure, to various classes of the phrase ......” (Krass,
1976). Beberapa alasan yang berkaitan dengan klausa sebagai sasaran analisis sistem
fungsional , seperti yang dikemukakan oleh Tomasowa (1993) bahwa “dalam pandangan
sistemik, sebuah klausa dapat dianalisis berdasarkan (1) unsur klausa, (2) bentuk struktur
klausa, ataupun (3) organisasi klausa tersebut”. Sutjaja (dalam Purwo, 1990) menjelaskan
8. mengapa klausa dapat dianalisis, sebab “gramatika dari klausa ini, yang mencakup makna
reflektif dan eksperiensial, kemudian dikenal sebagai sistem ketransitifan (transitivity
syastem).
Sistem ketransitifan ini “menjelaskan berbagai macam proses yang terlibat dan
struktur yang mewujudkannya. Pada dasarnya, secara semantik proses ini mencakup (1)
proses itu sendiri, (2) partisipan yang terlibat dalam proses, (3) keterangan-keterangan
(sirkumstan) yang berkaitan dengan proses (Purwo, 1990). Contoh analisis ini sebagai
berikut.
Proses perbuatan (doing)
Hasan mencium Albar
Part Proses Part
Aktor Perbuatan Goal
------------------------------------------
g.n. g.v. g.n.
Model Analisis sistem fungsional berdasarkan prinsip-prinsip ancangan fungsional
dan berbagai pertimbangannyadapat diadaptasikan dari apa yang dikerjakan. Menurut Sutjaja
(1990) dan Suparno (1993) paling tidak terdapat tiga macam model analisis sistemik, yakni
sebagai berikut.
(1) Analisis Metafungsional
//the sun was shining on the sea//
Ideasional : Affected Process Locative
Interpersonal : Modal Propotional
Tekstual : Tema Rhema
(2) Analisis Tekstual: tema –Rema, Subjek – Predikat; dan Aktor
(a) Analisis Tema- Rema
the duke may aunt
that teapot
Has given my aunt that teapot has been given
that teapot by the duke the duke has given to my
aunt
Tema Rema
9. (b) Analisis Subjek – Predikat
The duke has given my aunt that tespot
Subjek Predikat
(c) Analisis Tema – Subjek – Aktor
This teapot my aunt was given by the duke
Tema Subjek Aktor
(d) Analisis Sistem Ketransitifan
Proses perbuatan (doing)
Hasan mencium Albar
Part Proses Part
Aktor Perbuatan Goal
----------------------------------------------
g.n. g.v. g.n.