1. 4/3/2014
Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Popularitas dan Kapabilitas
Popularitas dan Kapabilitas
March 4th, 2014 by solihan
Bulan Maret 2014 ini adalah bulan yang mendebarkan bagi sekitar 1,6 juta orang yang menjadi
calon anggota legislatif (caleg) Pusat maupun Daerah. Pada bulan ini kesibukan mereka pasti
makin meningkat. Apalagi menjelang hari pencoblosan 9 April nanti. Inilah waktu tersisa yang
mereka punyai sebelum Hari-H. Mereka harus memastikan wajahnya betul-betul dikenal oleh
publik di Daerah Pemilihan (Dapil)-nya. Apa boleh buat, ini pemilihan wakil rakyat yang
kontestasinya memang ditentukan oleh tingkat popularitas. Anda mungkin saja punya segudang
kemampuan, tetapi kalau tidak populer, jangan harap bisa sukses dalam pertarungan.
Sebaliknya, meski kemampuannya pas-pasan, jika populer, mungkin Anda dengan mudah
melenggang ke gedung parlemen.
Idealnya memang orang yang kapabel juga populer, atau figur yang populer juga memiliki
kemampuan. Namun, ketika dua syarat itu tidak bisa dipenuhi sekaligus, yang terpenting
tetaplah popularitas. Karena itu bisa dimengerti bila kemudian banyak partai memajukan para
pesohor (selebritis) dari kalangan artis sebagai caleg karena mereka sudah lebih dulu populer.
Tak penting bagaimana mereka jika dulunya, misalnya, adalah pesohor yang gemar
mengumbar aurat. Berhubung mau jadi caleg, pakaiannya diubah jadi agak sedikit sopan, dan
yang jadi caleg partai Islam, sekarang memakai kerudung.
Bila popularitas sudah dipunyai, bagaimana dengan kapabilitas? Itulah yang jadi soal.
Pernah sekali waktu seorang caleg pesohor perempuan diundang untuk sebuah acara talkshow di sebuah tivi swasta nasional. Namun, alih-alih mengundang simpati dan dukungan,
acara itu justru betul-betul menjadi pertunjukan kebodohan. Dalam acara yang tampak sengaja
dirancang untuk mengungkap isi kepala para caleg pesohor, apa mau dikata, ketika ditanya
apa visi dan misi partainya, sang pesohor itu menjawab berputar-putar tidak jelas. Merasa
menjadi pecundang, partai tempat ia menjadi caleg bergegas menyampaikan pembelaan,
tetapi dengan sebuah pembelaan yang juga cukup konyol. Katanya, kecerdasan orang tidak
bisa diukur dari cara ia menjawab. Lah, kalau bukan dari cara menjawab, lantas diukur dari
apa?
++++
Begitulah, popularitas—atau kerennya sering disebut elektabilitas—saat ini seolah menjadi
perkara yang amat menentukan karena dipercaya ampuh penambah kursi partai. Maka dari itu,
aneka cara ditempuh para caleg untuk meningkatkan popularitas. Yang paling lazim adalah
dengan memasang foto diri besar-besar disertai slogan-slogan penarik hati di berbagai tempat
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/03/04/popularitas-dan-kapabilitas/
1/3
2. 4/3/2014
Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Popularitas dan Kapabilitas
di Dapilnya. Juga dengan menyelenggarakan aneka kegiatan dan memberikan ragam
sumbangan. Ada yang mengadakan kursus-kursus keterampilan. Ada yang blusukan kesana
kemari, sambil menebar bibit tanaman atau ikan.
Bencana alam juga tak luput dari perhatian. Dengan berusaha tetap terlihat tulus, para caleg itu
pun bergegas membantu rakyat yang tengah terkena musibah. Tak segan mereka menembus
banjir, berbasah-basahan dalam hujan, hadir di tengah para pengungsi untuk menyampaikan
sumbangan atau turut serta membersihkan mushalla atau tempat ibadah dan fasilitas umum
lainnya. Katanya, semua itu dilakukan sebagai bentuk kepeduliannya kepada rakyat dan untuk
lebih mendekatkan diri dengan konstituen. Namun intinya, ya itu tadi, untuk meningkatkan
popularitas. Tak penting, apakah usaha itu relevan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)
nanti ketika menjadi anggota legislatif (aleg) atau tidak. Apa hubungan antara penyelenggaraan
kursus-kursus keterampilan, penanaman bibit tanaman atau bibit ikan dengan tugas di bidang
legislasi, budgeting dan check and balances? Peduli rakyat?
Kalau betul para anggota legislatif itu peduli rakyat, mengapa ketika dulu BBM naik, mereka
diam saja, malah mendukung? Mengapa pula dari tangan mereka lahir peraturan perundangan
seperti UU Migas, UU Perdagangan, UU Penanaman Modal, UU Kelistrikan dan lainnya yang
merugikan rakyat dan negara ini?
Sebagian partai Islam mengklaim dirinya sebagai pembawa aspirasi umat. Namun, dimana
suaranya ketika umat dizalimi oleh aparat di berbagai tempat? Dimana juga suaranya ketika
umat semakin terjepit secara ekonomi akibat peraturan perundangan seperti UU SJSN dan
UU BPJS, dan kebijakan Pemerintah yang semena-mena memalak rakyat? Dimana juga
dukungan mereka untuk seruan penegakan syariah dan khilafah? Bukankah itu adalah seruan
yang haq? Koq tidak terdengar respon positif mereka? Sebagian dari mereka malah seperti
menghindar dari seruan ini. Mungkin mereka khawatir bakal dicap fundamentalis atau radikal
sehingga dijauhi oleh pemilih abangan atau non-Muslim.
Jadi jelas sekali, semua usaha tadi hanyalah untuk mengejar popularitas. Apapun boleh
dilakukan, termasuk menabrak prinsip-prinsip agama. Lihatlah, untuk mengejar popularitas,
ada partai yang mengaku berbasis massa Islam dengan mantap mengucapkan Selamat
Natal bahkan menyelenggarakan Perayaan Natal Bersama. Juga ketika Hari Raya Imlek,
mereka ramai-ramai mengucapkan selamat dengan ungkapan khas Imlek. Padahal sudah
banyak kalangan penganut Konghucu sendiri yang mengkritik ucapan itu sebagai ucapan yang
sangat meterialistis khas komunitas Cina Hongkong. Fatwa MUI yang melarang menghadiri
Perayaan Natal Bersama diabaikan begitu saja. Semua dibuang demi popularitas.
++++
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan popularitas, namun mestinya harus diimbangi
dengan kapabilitas. Sebagai wakil rakyat, tupoksi mereka sesungguhnya ada di level kebijakan
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/03/04/popularitas-dan-kapabilitas/
2/3
3. 4/3/2014
Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Popularitas dan Kapabilitas
makro, bukan pada pelaksanaan mikro. Untuk masalah pertanian misalnya, tupoksi mereka
terkait kebijakan soal pertanian, bukan soal bagaimana cara bercocok tanam. Yang paling
penting adalah dalam konteks apa tupoksi wakil rakyat itu dilakukan. Bagi seorang Muslim,
mestinya tupoksi itu dalam konteks Islam dan terkait dengan Islam.
Dalam Islam, pemilihan wakil rakyat pada dasarnya termasuk
bentukwakalah (perwakilan). Wakalah hukum asalnya mubah (boleh). Dalam wakalah ada 3
unsur penting. Pertama: adanya dua pihak yang berakad yaitu pihak yang mewakilkan
(muwakkil) dan pihak yang mewakili (wakîl).Kedua: perkara yang diwakilkan atau amal yang
akan dilakukan oleh wakil mewakili muwakkil. Ketiga: bentuk redaksi akad perwakilannya
(shighat tawkîl).
Dari 3 unsur tadi, yang bakal menentukan apakah wakalah itu Islami atau tidak adalah amal
atau aktivitas yang diwakilkan oleh rakyat kepada wakil rakyat yang dipilih. Harus diingat
bahwa setiap Muslim wajib taat dan terikat dengan syariah Islam, baik dalam kehidupan
pribadi, keluarga, maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ini adalah
konsekuensi dari keimanan kepada Allah SWT. Tidak boleh seorang Muslim mengharamkan
yang telah Allah halalkan atau menghalalkan apa yang telah Allah haramkan. Karena itu,
memilih orang dan memberi dia hak untuk menetapkan hukum dan peraturan perundangundangan yang tidak bersumber dari al-Kitab dan as-Sunnah tak ubahnya seperti menjadikan
orang itu sebagai tuhan selain Allah SWT. Itu jelas merupakan dosa besar. Wakalah seperti itu
adalah wakalah yang batil karena bertentangan dengan akidah Islam.
Jadi, apa guna popularitas dan kapabilitas jabatan wakil rakyat jika semua itu justru nantinya
bakal menjerumuskan kepada dosa dan kehinaan hidup di Akhirat kelak? Sayang sekali,
kebahagiaan yang kekal abadi nanti dikorbankan hanya untuk kesenangan yang sementara
kini. [M. Ismail Yusanto]
Baca juga :
1.
2.
3.
4.
5.
Modali Calegnya Rp 5-10 M, NasDem Dinilai Kejar Popularitas di Daerah
Popularitas Mentok, Mega Sebaiknya Digantikan Prabowo
Ekonomi dan Guantanamo Menjatuhkan Popularitas Obama
Meningkatnya Popularitas Hizbut Tahrir Hantui Pemerintah Kirgistan dan Institusinya
Demokrat: Caleg Minimal Butuh Rp 100 Juta
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/03/04/popularitas-dan-kapabilitas/
3/3