1) Dokumen tersebut membahas tentang proses pengumpulan Al-Qur'an pada masa Nabi Muhammad, Abu Bakar, dan Utsman. 2) Pada masa Nabi, Al-Qur'an dikumpulkan secara lisan dan tertulis. 3) Pada masa Abu Bakar, banyak hafidz gugur dalam perang sehingga dilakukan pengumpulan Al-Qur'an secara resmi.
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya
Muhammad SAW., yang keaslian Al-Qur’an dijamin oleh Allah SWT. Hal ini
sesuai dengan firman-Nya, yaitu :
Artinya : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan
Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Q. S al-Hijr: 9).1
Ayat di atas dengan tegas menyatakan bahwa penurunan Al-Qur’an dan
pemeliharaan kemurnian-Nya adalah merupakan urusan Allah SWT. Dia-lah yang
menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW., melalui perantaraan
malaikat Jibril, dan Allah yang akan mempertahankan keasliannya sepanjang
waktu.2
Namun demikian, tidak berarti kaum muslimin boleh berpangku tangan
begitu saja, tanpa menaruh kepedulian sedikitpun terhadap pemeliharaan Al-
1
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, (Bandung: Jumanatul Ali-ART,
2004).
2
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an 1, Cet. I, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000), hal. 48.
2. 2
Qur’an. Sebaiknya kaum muslimin harus bersikap pro-aktif dalam memelihara
keaslian kitab sucinya.
Dalam firman Allah yang telah penulis sebutkan di atas, tepatnya pada
kata nahnu dan nazzalna serta wa-inna yang menggunakan redaksi jamak
(mutakallim ma’a al-ghar) bukan mutakallim wahdah yang menunjukkan
kemahatunggalan Allah Yang Maha Esa, mengindikasikan keharusan keterlibatan
kaum muslimin dalam mempertahankan kemurnian kitab suci Al-Qur’an.
Upaya demikian memang telah berjalan sepajang sejarah kaum muslimin
sejak Nabi Muhammad SAW., dan terus berlanjut hingga kini dan di masa-masa
mendatang. Sejarah telah membuktikan kebenaran pemeliharaan Al-Qur’an dari
kemungkinan ternodanya wahyu Allah SWT ini. Adapun sejarah pemeliharaan
Al-Qur’an itu sendiri secara umum ada beberapa tahap, yaitu Penulisan Al-Qur’an
pada Masa Nabi Muhammad Saw, pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar
ash-Shiddiq, pembukuan Al-Qur’an pada masa Utsman bin Affan, dan percetakan
Al-Qur’an pada abad ke-17 Masehi. Dalam pembahasan ini, pemakalah
membatasi hanya sampai pada masa khalifah Utsman bin Affan saja, serta
perbedaan pada masa Abu Bakar dengan masa Utsman.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah adalah :
1. Bagaimana proses pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW. ?
2. Bagaimana proses pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar ?
3. Bagaimana proses pengumpulan Al-Qur’an pada masa Utsman ?
3. 3
4. Perbedaan Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dan Utsman ?
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan pada makalah ini adalah :
1. Mengetahui proses pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.
2. Mengetahui proses pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar.
3. Mengetahui proses pengumpulan Al-Qur’an pada masa Utsman
4. Mengetahui perbedaan Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dan
Utsman.
4. 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah SAW
Kodifikasi atau pengumpulan Al-Qur’an telah dimulai sejak zaman
Rasulullah saw, bahkan telah dimulai sejak masa-masa awal turunnya Al-Qur’an.
Sebagaimana diketahui, Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, hal ini
disesuaikan dengan keadaan Rasulullah dan agar lebih mudah untuk
menghafalnya baik oleh Nabi maupun para sahabat.
Pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an di masa Rasulullah SAW., terbagi atas
dua kategori, yaitu :
1. Pengumpulan Al-Qur’an dalam dada.
Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah SAW., di mana beliau dikenal
seorang ummi(tidak dapat membaca dan menulis). Oleh karenanya setiap ayat Al-
Qur’an diturunkan, beliau hanya menghafal dan menghayatinya agar
penguasaannya terhadap Al-Qur’an persis sebagaimana aslinya. Dan setelah itu,
beliau membacakannya kepada sahabat dan umatnya sejelas mungkin dan
memerintahkan kepada mereka untuk dapat menghafal dan memantapkannya.3
Hal ini persis dengan janji Allah dalam Al-Qur’an yaitu :
3
Hasybi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al Qur’an/Tafsir, Cet.VIII (
Jakarta: Bulan Bintang,1980 ), h. 82.
5. 5
Artinya : Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena
hendak cepat-cepat (menguasai)nya.4 Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. apabila
Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian,
Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya. (QS. Al-Qiyamah: 16-19.)
Para sahabat langsung menghafal Al- Qur’an tersebut di luar kepala setiap
kali Rasulullah SAW., menyampaikan wahyu kepada mereka. Hal ini bisa mereka
lakukan oleh mereka dengan mudah terkait dengan kultur (budaya) orang Arab
yang menjaga peninggalan nenek moyang mereka dengan cara hafalan.
Rasulullah saw adalah hafiz (penghafal) Al-Qur’an pertama dan
merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya, sebagai
realisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber risalah. Al-Qur’an
diturunkan selama dua puluh tahun lebih, proses penurunannya terkadang hanya
turun satu ayat dan terkadang turun sampai sepuluh ayat. Setiap kali sebuah ayat
turun, dihafal dalam dada dan ditempatkan dalam hati, sebab bangsa Arab secara
kodrati mempunyai daya hafal yang kuat. Hal itu karena umumnya mereka buta
huruf, sehingga dalam penulisan beritaberita, syair-syair dan silsilah mereka
4 Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s.
kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad
s.a.w. menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.
6. 6
dilakukan dengan catatan di hati mereka.5 Karena itulah, pada masa ini Al-Qur’an
secara dominan masih tersimpan dalam bentuk hafalan-hafalan di ingatan para
sahabat.
Manna’al-Qattan mengutip hadits dari kitab Shahih Bukhari tentang tujuh
hafidz, melalui tiga riwayat. Mereka adalah Abdullah bin Mas’ud, Salim bin
Ma’qal, Muas bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan
dan Abu Darda’.6
2. Pemeliharaan Al- Qur’an dengan tulisan
Walaupun Nabi Muhammad SAW., dan para sahabat menghafal ayat-ayat
Al-Qur’an secara keseluruhan, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu Ilahi
beliau tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah
menginformasikan bahwa setiap ayat yang turun Rasulullah memanggil sahabat
sahabat yang dikenal pandai menulis. Rasulullah mengangkat beberapa penulis
wahyu seperti Ali, Muawiyah, Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit. Bila ayat
turun, ia memerintahkan mereka menuliskannya dan menunjukkan di mana
tempat ayat tersebut dalam surat. Ayat- ayat Al-Qur’an mereka tulis pada pelepah
kurma, lempengan batu, kulit dan tulang binatang.7
Tulisan-tulisan Al-Qur’an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu
mushaf. Biasanya yang ada ditangan seorang sahabat misalnya belum tentu
dimiliki oleh yang lainnya. Menurut para ulama, di antara sahabat yang menghafal
5 Manna Khalil al Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor, Litera AntarNusa,2009)
6 Manna’ al-Qattan, Mabahis fi Ulum Al-Qur’an, (t.t Mansyuriah al Haditsah, 1973), h.
119.
7 M. Quraisy Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan, Cet.IX, (Bandung: Mizan,1995), h. 21.
7. 7
seluruh isi Al-Qur’an ketika Rasulullah masih hidup adalah Ali bin Abi Thalib,
Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Mas’ud.8
Al–Zarqani menyebutkan dalam kitabnya Manahil al-Irfan bahwasanya
faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga Al-Qur’an tidak dibukukan pada masa
Nabi adalah sebagai berikut:
a. Sarana tulis menulis pada waktu itu sangat minim dan sangat susah
mendapatkannya.
b. Nabi senantiasa menunggu kontinius wahyu karena adanya ayat-ayat yang
dinasakh setelah diturunkannya.
c. Ayat-ayat tidak diturunkan sekaligus
d. Ayat-ayat Al-Qur’an turun pada umumnya sebagai jawaban dari suatu
pertanyaan atau kondisi masyarakat sehingga tidak turun dalam keadaan
tersusun ayatnya.9
Dengan melihat penjelasan tersebut di atas, maka jelaslah bahwa sejak
zaman Rasulullah telah terjadi pengumpulan Al-Qur’an walaupun tulisan tersebut
belum dalam bentuk mushaf seperti sekarang, tetapi ini cukup menjadi bukti
bahwa sudah ada penulisan Al-Qur’an pada saat itu.
B. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar
Setelah Rasulullah wafat, para sahabat baik dari kalangan Anshar maupun
Muhajirin sepakat mengangkat Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah bagi
kaum muslimin. Pada masa awal pemerintahannya, banyak di antara orang-orang
8 Manna’ al-Qattan, op. cit., h. 124
9 Muhammad Abd al-Adzim al-Zarqani, Manahal al-Irfan fi Ulumu al-Qur’an, Juz
I(t.t:Dar al-Fikr, 1996), h. 248.
8. 8
Islam yang belum kuat imannya. Terutama di Yaman banyak di antara mereka
yang menjadi murtad dari agamanya, dan banyak pula yang menolak membayar
zakat.10 Di samping itu, ada pula orang-orang yang mengaku dirinya sebagai nabi
seperti Musailamah al-Kahzab. Musailamah mengaku nabi pada masa Rasulullah.
Melihat fenomena yang terjadi, Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah
mengabil ketegasan dengan memerangi mereka yang yang ingkar zakat dan
mengaku sebagai nabi beserta pengikutnya. Maka terjadilah peperangan yang
hebat untuk menumpas orang-orang murtad dan pengikut-pengikut orang yang
mengaku dirinya nabi. Peperangan itu dikenal dengan perang Yamamah.
Ketika terjadi perang Yamamah, banyak kalangan sahabat penghafal Al-
Qur’an dan ahli bacanya yang gugur. Jumlahnya lebih 70 orang huffaz ternama.
Melihat banyaknya penghafal Al-Qur’an yang gugur, Umar merasa prihatin lalu
beliau menemui Abu Bakar dan berkata “Telah banyak di antara para huffadz dan
qurra’ yang gugur dalam medan pertempuran, aku khawatir akan gugur pula
yang lainnya, sehingga hilang apa yang tersimpan dalam dada mereka dan
lenyaplah ayat-ayat Al-Qur’an itu. Menurut pendapatku, baiklah kiranya jika
engkau memerintahkan agar Al-Qur’an dikumpulkan”.11 Pada awalnya Abu
Bakar ragu, karena hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh Nabi. Namun setelah
10 Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur’an, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 31.
11 W. Wontgomery Watt, Bell’s Introduction to the Qur’an, diterjemahkan oleh Taufik
Adnan Amal dengan judul, Pengantar Studi al-Qur’an, Cet.II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1995), h. 61.
9. 9
dijelaskan oleh Umar tentang nilai positifnya, ia kemudian menerima usul
tersebut.12
Zaid bin Tsabit adalah orang yang ditunjuk Abu Bakar untuk
mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Adapun alasan penunjukan Zaid
oleh karena beliau berusia muda, intelegensi tinggi dan pekerjaannya di masa
Nabi sebagai penulis wahyu.13 Meskipun pada awalnya Zaid bin Tsabit juga ragu
namun pada akhirnya ia bersedia melaksanakan hal tersebut. Atas kesediaan Zaid
bin Tsabit, dibuatlah sebuah panitia yang diketuainya, sedang anggotanya adalah
Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan.14
Dalam menjalankan tugasnya, berbagai metode dilakukan untuk
mengumpulkan Al-Qur’an. Diantaranya mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an
dari para sahabat, mencocokkan dengan hafalan para sahabat, ataupun
menghadirkan dua orang saksi yang menyaksikan bahwa pembawa Al-Qur’an itu
telah mendengarnya dari lisan Rasulullah SAW15 Dalam rentang waktu kerja tim,
Zaid kesulitan terberat dialaminya pada saat tidak menemukan naskah mengenai
ayat 128 dari Surat at-Taubah. Ayat tersebut dihafal oleh banyak sahabat termasuk
Zaid, namun tidak ditemukan dalam bentuk tulisan. Kesulitan itu nanti berakhir
ketika naskah dari ayat tersebut ditemukan ditangan Abu Khuzaimah al-Anshari.16
12 Muhammad Ali Ash-Shabuny, Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aminuddin. Cet. I,
(Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 100.
13 TaufikAdnan Amal, Rekonstruksi sejarah al-Qur’an, Cet.I (Jakarta:Forum kajian
Budaya dan Agama,2001), h. 145.
14 Hasybi Ash Shiddieqi, op. cit., h. 100.
15 Muhammad Hadi Ma’rifat, Sejarah Al-Qur’an, terj.Thoha Musawa. Cet. II, (Jakarta:
Al-Huda, 2007), h. 136.
16 Manna’ al-Qattan, op. cit., h. 126.
10. 10
Dengan cara seperti inilah Zaid mengumpulkan ayat-ayat dan surah-surah
Al-Qur’an dan mengumpulkannya yang sebelumnya terpisah-pisah. Setelah
selesainya pengumpulan dan penulisan Al-Qur’an ini, kemudian diserahkan
kepada Abu Bakar dan beliau menyimpannya sampai wafat.
Masa pengumpulan Al-Qur’an ini terlihat sangat singkat. Sebagaimana
diketahui, Abu Bakar hanya memerintah kekhalifaan Islam ketika itu selama
kurang lebih dua tahun mulai Rabi’ul Awwal 11 H sampai Jumadil Tsani 13 H.
Sementara Zaid melalui tugasnya setelah peperangan Yamamah (bulan ketiga
tahun 12 H). Hal ini berarti bahwa waktu yang tersisa bagi Zaid hanya 15 bulan.
Al-Zarqani mengemukakan bahwa mushaf yang disusun pada masa Abu Bakar
hanyalah penulisan urutan-urutan ayat-ayatnya saja tanpa mengurut surah-
surahnya.17
Demikianlah pengumpulan Al-Qur’an pada masa kekhalifahan Abu Bakar,
yang dilakukan dengan berbagai metode dalam rangka menjaga validitas dan
keutuhan Al-Qur’an.
C. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Utsman
Dalam perjalanan selanjutnya, ketika jabatan khalifah dipegang Utsman
bin Affan dan Islam tersiar secara luas sampai ke Syam (Syria), Irak, dan lainlain,
ketika itu timbul pula suatu peristiwa yang tidak diinginkan kaum muslimin.
Ketika khalifah Utsman mengerahkan bala tentara Islam ke wilayah Syam
dan Irak untuk memerangi penduduk Armenia dan Azarbaijan, tiba-tiba
17 TaufikAdnan Amal, op. cit., h. 148
11. 11
Hudzaifah bin al-Yaman menghadap khalifah Utsman dengan maksud memberi
tahu khalifah bahwa di kalangan kaum muslimin di beberapa daerah terdapat
perselisihan pendapat mengenai tilawah (bacaan) al-Qur’an.18
Dari itu, Huzaifah mengusulkan kepada Utsman supaya perselisihan itu
segera dipadamkan dengan cara menyalin dan memperbanyak Al-Qur’an yang
telah dihimpun di masa Abu Bakar untuk kemudian dikirimkan ke beberapa
daerah kekuasaan kaum muslimin. Dengan demikian diharapkan agar perselisihan
dalam hal tilawah Al-Qur’an ini tidak berlarut-larut.
Perbedaan itu terlihat pada waktu pertemuan pasukan perang Islam yang
datang dari Irak dan Syria.19 Mereka yang datang dari Syam (Syria) mengikuti
qira’at Ubai bin Ka’ab, sementara mereka yang berasal dari Irak membaca sesuai
qira’at Ibnu Mas’ud. Tak jarang pula, di antara mereka yang mengikuti qira’at
Abu Musa al-Asy’ariy. Sangat disayangkan, masing-masing pihak merasa bahwa
qira’at yang dimilikinya lebih baik. Hal ini membuat para sahabat prihatin, karena
takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan.
Pada awalnya, perbedaan bacaan dikalangan sahabat tidak
dipermasalahkan, bahkan pada masa Rasulullah SAW., perbedaan bacaan tersebut
diakui, seperti kata imdhi= sir= pergilah, ‘ajjil= asri’= bersegeralah;
akhkhir=amhil= tundalah. Akan tetapi setelah Rasulullah wafat, perbedaan ini
18 Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an 1, Cet. I, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000), h. 58.
19 Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum Al-Qur’an, Cet. II, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1994), h. 78.
12. 12
semakin meruncing, yakni pada masa khalifah Utsman bin Affan, sampai-sampai
terjadi percekcokan antara murid dan gurunya.20
Setelah mendengar laporan dari Huzaifah dan melihat langsung fenomena
yang tejadi di kalangan umat Islam, Utsman bin Affan kemudian mengutus orang
meminjam mushaf yang ada pada Hafsah istri Rasulullah SAW., untuk
diperbanyak.21 Untuk kepentingan itu, Utsman bin Affan membentuk panitia
penyalin Al-Qur’an yang diketuai Zaid bin Tsabit dengan tiga orang anggotanya
masing-masing Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash, Abdul al-Rahman bin al-
Harits bin Hisyam.
Tugas panitia ini ialah membukukan Al-Qur’an, yakni menyalin lembaran-
lembaran yang telah dikumpulkan pada masa Abu Bakar menjadi beberapa
mushaf. Dalam pelaksanaan tugas ini, Utsman menasehatkan supaya :
a. Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al-Qur’an.
b. Kalau ada pertikaian antara mereka mengenai bahasa (bacaan), maka
haruslah dituliskan menurut dialek suku Quraisy, sebab Al-Qur’an itu
diturunkan menurut dialek mereka.22
Maka dikerjakanlah oleh panitia kepada mereka, dan setelah tugas itu
selesai, maka lembaran-lembaran yang dipinjam dari Hafsah itu dikembalikan
kepadanya. Kemudian Utsman bin Affan memerintahkan mengumpulkan semua
lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-Qur’an yang ditulis sebelum itu dan
20
Abdullah al-Zanjani, Sejarah Al-Qur’an, Penerj. Kamaluddin Marzuki, A. Qurtubi
Hasan, Cet. I, (Jakarta: Hikmah, 2000), h. 65-66.
21 Ibrahim al-Abyadi, Sejarah Al-Qur’an, Penerj. Halimuddin, Cet. II, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1996), h. 57.
22 Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur’an, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 35.
13. 13
membakarnya. Mushaf yang ditulis oleh panitia adalah lima buah, empat di
antaranya dikirim ke Makkah, Syiria, Basrah dan Kufah, dan satu mushaf lagi
ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri, dan itulah yang dinamai dengan
Muzhaf al-Imam.
Dengan usahanya itu, Usman telah berhasil menghindarkan timbulnya
fitnah dengan mengikis sumber perselisihan serta menjaga Al-Qur’an dari
perubahan dan penyimpangan sepanjang zaman.
Ada beberapa manfaat dari pembukuan Al-Qur’an menjadi beberapa
mushaf yaitu:
1. Menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan
tulisannya
2. Menyatukan bacaan kaum muslimin
3. Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut sebagai yang
kelihatan pada mushaf-mushaf sekarang.
D. Perbedaan Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar dan Utsman
Ibnu Tiin dan Ulama yang lainnya berkata, perbedaan penghimpunan
antara masa Abu Bakar dan Utsman adalah Abu Bakar menghimpun Al-Qur’an
karena takut hilangnya bagian-bagian dari Al-Qur’an disebabkan wafatnya para
penghafalnya. Sementara pada masa Utsman lebih disebabkan karena bermacam-
14. 14
macamnya ragam qira’ah (bacaan) Al-Qur’an. Sehingga orang-orang pada masa
itu membaca Al-Qur’an dengan bahasa mereka masing-masing secara bebas.23
Dalam keterangan lain disebutkan, pengumpulan Al-Qur’an yang
dilakukan Abu Bakar ialah memindahkan semua tulisan atau catatan Al-Qur’an
yang bertebaran di kulit-kulit binatang, tulang belulang dan pelepah kurma,
kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya
yang tersusun serta terbatas pada bacaan yang tidak di-mansukh dan mencakup ke
tujuh huruf sebagaimana ketika Al-Qur’an itu diturunkan. Sedangkan
pengumpulan yang dilakukan Utsman adalah menyalinnya dalam satu huruf di
antara ketujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum Muslimin dalam satu
mushaf dan satu huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya.
23 As Suyuthi, Al Itqaan fi ‘Ulumil Qur’an, (Kairo, Darul Hadits, 2006), h. 192.
15. 15
BAB III
RANGKUMAN
Dari beberapa pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang telah diturunkan kepada Rasul-Nya
Muhammad SAW., untuk disampaikan kepada umat telah dijamin
langsung oleh Allah akan tulisannya.
2. Penulisan Al-Qur’an telah dimulai sejak masa Rasulullah SAW., masih
hidup, yang kemudian dilanjutkan pengumpulannya pada masa khalifah
Abu Bakar dan selanjutnya dibukukan pada masa khalifah Utsman bin
Affan.
3. Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW., lebih banyak
mengandalkan kemampuan hafalan, sedangkan penulisannya hanya sedikit
seperti pada pelepah kurma, tulang belulang, batu-batuan, hal ini karena
pada masa tersebut belum dikenal kertas seperti sekarang ini, disamping
juga karena banyaknya umat Islam yang buta huruf.
4. Adapun pada masa khalifah Abu Bakar, pemeliharaan Al-Qur’an telah
dilakukan dengan pengumpulan dalam satu Mushaf, yang kemudian
diperbanyak pada masa khalifah Utsman bin Affan.
16. 16
DAFTAR PUSTAKA
Manna Khalil al Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor, Litera
AntarNusa, 2009)
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an 1, Cet. I, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2000)
Hasybi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al Qur’an/Tafsir,
Cet.VIII ( Jakarta: Bulan Bintang,1980 )
Manna’ al-Qattan, Mabahis fi Ulum Al-Qur’an, (t.t Mansyuriah al
Haditsah, 1973)
Muhammad Abd al-Adzim al-Zarqani, Manahal al-Irfan fi Ulumu al-
Qur’an, Juz I(t.t:Dar al-Fikr, 1996)
Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur’an, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta,
1992
Muhammad Ali Ash-Shabuny, Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aminuddin. Cet.
I, (Bandung: Pustaka Setia, 1999)
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an 1, Cet. I, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2000)
Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum Al-Qur’an, Cet. II, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1994)