Kain tenun Bentenan berasal dari teknik tenun khas suku Minahasa abad ke-15 menggunakan benang katun. Kain ini dinamai dari desa Bentenan di Minahasa Selatan tempat ditemukannya teknik ini. Kain Bentenan memiliki teknik tenun muka lungsi unik dan dihargai setara emas. Saat ini hanya tersisa 28 contoh asli kain ini yang tersimpan di berbagai museum dunia.
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Kain batik bentenan khas sulawesi utara
1.
2. KAIN TENUN BENTENAN
Suku Minahasa sekitar abad ke 7 membuat busana dengan
menggunakan bahan-bahan dari serat kulit kayu, (disebut “fuya” diambil
dari pohon Lahendong dan pohon Sawukouw), serta nenas, pisang yang
disebut “koffo” dan serta bambu disebut “wa’u”. Sekitar abad 15, orang
Minahasa mulai menenun dengan benang katun dan hasil tenunan
inilah yang dinamakan kain tenun Bentenan.
Dari desa Bentenan yang terletak di pantai timur Minahasa Selatan
(Distrik Pasan, Ratahan, Ponosakan, dan Tonsawang) inilah, kain tenun
Bentenan pertamakali ditemukan dan terakhir ditenun di daerah
Ratahan pada tahun 1900. Itu sebabnya disebut kain tenun
Bentenan, karena dihubungkan dengan desa Bentenan yang terletak di
pesisir pantai timur Minahasa Selatan, termasuk Ratahan dan
Ponosakan.
3. Orang Minahasa tidak menyadari bahwa, teknik tenun Minahasa
pada abad 18 telah memiliki teknik tenun tersendiri yang
merupakan satu-satunya teknik tenun di dunia. Teknik tenun
yang disebut tenun muka lungsi (wrap face), diakui oleh para ahli
dari barat. Bahkan di Zaman tersebut, sehelai kain tenun
Bentenan sangat mahal harganya, dinilai sama dengan emas
sehingga digunakan juga sebagai emas kawin. Pada
masanya, kain tenun Bentenan adalah salah satu kain yang
sangat tinggi mutunya di dunia. Bukan saja karena teknik
pembuatannya (bentuk kain lingkaran tanpa guntingan atau
sambungan kain dan menggunakan bel atau lonceng kecil
disekeliling kain, sehingga disebut Pasolongan
Rinegetan), namun juga karena disaat sebelum menenun
dilaksanakan, ritual pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa
dilantunkan.
4. Tujuh motif yang dimiliki Kain Tenun Bentenan, yaitu :
Tonilama (tenun dari benang putih, tidak berwarna dan merupakan
kain putih)
Sinoi (tenun dengan benang warna-warni dan berbentuk garis-garis)
Pinatikan (tenun dengan garis-garis motif jala dan bentuk segi
enam, jenis pertama yang ditenun di Minahasa)
Tinompak Kuda (tenun dengan aneka motif berulang)
Tinoton Mata (tenun dengan gambar manusia)
Kaiwu Patola (tenun dengan motif tenun Patola India)
Kokera (tenun dengan motif bunga warna-warni bersulam manik-
manik).
5. Saat ini didunia hanya ada 28 lembar kain tenun Bentenan Asli.
Untuk Jenis Pinatikan terdapat 20 lembar;
- 2 lembar di Museum Nasional, Jakarta
- 4 lembar di Tropenmuseum, Amsterdam
- 7 lembar di Museum voor Land-an Volkenkunde,Rotterdam
- 2 lembar di Museum fur Volkenkunde, Frankfrut-am-
Main, Jerman
- 4 lembar di Ethnographical Museum, Dresden
- 1 lembar di Indonesisch Ethnografisch Museum, Delft.
Untuk Jenis Kaiwu Patola terdapat 8 lembar;
- 2 lembar di Museum Nasional, Jakarta
- 4 lembar di Tropenmuseum, Amstredam
- 2 lembar di Rotterdam Ethnology Museum.
6. BAHAN UNTUK PEMBUATAN KAIN TENUN
BENTENAN
Bahan yang diperlukan
untuk membuat kain
tenun Bentenan yaitu
Benang katun (boleh
juga menggunakan
benang sutra dan jenis
benang lainnya) serta
pewarna kimia/tekstil
untuk pakaian.
7. PROSES PEMBUATAN KAIN TENUN
BENTENAN
1. Proses
pembuatan
benang (atau
disebut
“ngeteng” yang
berarti memutar
benang di
plangkan).
10. 4. Pengeringan
benang dengan
sinar matahari.
(Jika ada 3 warna
yang berbeda maka
akan di lakukan
pembukaan tali lalu
akan diulang
kembali proses
pewarnaan dan
pengeringan)
13. Lalu setelah dari gulungan asbum, benang akan di bawa ke “ATBM”
atau “Alat Tenun Bukan Mesin”.
ATBM
Benang dimasukan lewat gun
Sisir
Atur motif
Siap tenun
14. Prose pembuatan 1 buah kain tenun Bentenan
memakan waktu 5 – 6 bulan.
Proses pembuatan ini juga tergantung pada
cuaca. Jika hari cerah, para penenun akan
melaksanakan proses penenunan, karena
dibutuhkan sinar matahari untuk pengeringan
benang. Dan jika hari mendung atau
hujan, proses penenunan tidak akan
dilaksanakan, karena tidak adanya sinar matahari
untuk pengeringan dan karena udara yang
menjadi lembab akan menyebabkan putusnya
benang pada saat proses penenunan.
15. Hasil Akhir dan Produk Kain Batik Bentenan
Kain Tenun Bentenan bisa dijadikan kemeja, tas, dan produk
yang bernilai ekonomi tinggi lainnya.
Kain Tenun Bentenan telah dipasarkan hampir di seluruh
Indonesia, bahkan telah merambah pasar internasional.
16. Kita sebagai generasi muda patut berbangga
dengan kekayaan dan keanekaragaman hasil
kebudayaan nenek moyang kita.
Maka dari itu marilah kita terus
melestarikan Kain Tenun Bentenan agar
tidak tergerus kebudayaan asing yang sangat
gencar mempengaruhi generasi muda
sekarang ini.